Anda di halaman 1dari 10

Gambaran Pemeriksaan Telur Cacing Ascaris lumbricoides, Pada Selada (Lactuca

sativa L) Yang di Jual di Salah Satu Pasar Tradisional Malang, Dengan


Menggunakan Metode
Flotasi (Pengapungan) dan Sedimentasi
(Pengendapan)
Ascaris lumbricoides, On Lettuce (Lactuca sativa L) Which Sold In Traditional Market
Blimbing Malang, With Using Flotation Methods (Flotation) and
Sedimentation (Deposition)
Yulianti, Amd., AK***
*Program Studi D-III Analis Kesehatan, STIKes Maharani Malang
***Dosen D-III Analisa Kesehatan, STIKes Maharani Malang

ABSTRAK
Pendahuluan: Kecacingan merupakan Salah satu penyakit dengan prevalensi tinggi di
indonesia adalah infeksi cacing. Yang disebabkan oleh kelompok Soil Transmitted
Helminths (STH), salah satunya yaitu Ascaris lumbricoides. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui gambaran pemeriksaan telur cacing Ascaris lumbricoides, dengan
menggunakan metode flotasi (pengapungan) dan sedimentasi (pengendapan) yang diisolasi
dari selada yang di jual di pasar tradisional Blimbing Malang. Penelitian ini menggunakan
analisa deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh selada yang dijual oleh
pedagang sayur di Pasar Blimbing Malang Sampling menggunakan metode Purposive
sampling. Metodologi: metode flotasi dan metode sedimentasi. Sampel yang digunakan
adalah 10 ikat selada dibeli dari 5 pedagang sayur berbeda di Pasar Blimbing Malang.
Hasil: penelitian menunjukan bahwa perhitungan telur cacing dengan menggunakan
metode flotasi sampel yang positip mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides yaitu 3
(60%) dan sampel yang tidak mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides 2 (40%).
Pada metode sedimentasi ditemukan sampel yang positip mengandung telur cacing Ascaris
lumbricoides sebanyak 3 (60%) dan sampel yang tidak mengandung telur cacing Ascaris
lumbricoides 2 (40%). Diskusi: untuk peneliti selanjutnya yaitu teliti saat Penimbangan
NaCl bubuk, perbandingan NaCl bubuk dengan aquadest, Pembuatan NaOh Penimbangan
NaOh bubuk, perbandingan NaOh bubuk dengan aquadest pada saat pelarutan, Waktu
yang digunakan Pada saat perendaman menggunakan larutan NaCl dan NaOH. Untuk
masyarakat dianjurkan untuk memasak selada sebelum dikonsumsi dan untuk penjual
sayur agar melakukan pengolahan selada yang baik sebelum dijual.

Kata kunci : Ascaris lumbricoides, metode flotasi, metode sedimentasi, selada.

ABSTRACT
Introduction: The health problems of the Indonesian population are characterized by poor
environmental related diseases. One of the diseases whose prevalence is still high is the
worm infection. Parasitic worms that often lead to intestinal worms are a group of Soil
Transmitted Helminths (STH), one of which is Ascaris lumbricoides. The purpose of this
study is to describe the results of Ascaris lumbricoides eggs, using flotation methods
(flotation) and sedimentation (precipitation). Method: using flotation methods (flotation)
and sedimentation (precipitation). Result: Samples used were 10 bunches of lettuce
purchased from 5 different vegetable sellers in Pasar Blimbing Malang. Population in this
research is all lettuce sold by vegetable seller in Pasar Blimbing Malang Sampling using
purposive sampling method. Qualitative method of examination of samples by flotation
method and sedimentation method. The results showed that the calculation of worm eggs
using the flotation method sample positive was found eggs of Ascaris lumbricoides as
2

many as three (60%) and samples were not found eggs of Ascaris lumbricoides in 2 (40%),
as well as the method of sedimentation can be concluded that the samples positive eggs of
Ascaris lumbricoides was found that as many as three (60%) and samples were not found
eggs of Ascaris lumbricoides in 2 (40%). Discussion: Suggestions for further research is
meticulous when weighing NaCl powder, comparison NaCl powders with distilled water at
the time of dissolution, pay attention to the position of pipetting, Making NaOH Weighing
NaOH powder, the ratio of NaOH powder with distilled water at the time of dissolution,
pay attention to the position of pipetting Time spent At the time of immersion using a
solution NaCl and NaOH. For the community is recommended to cook lettuce before the
consumption and for vegetable sellers to do good lettuce processing before the sale.
Keyword: Ascaris lumbricoides, flotation method, sedimentation method, lettuce.
Conclusion, suggestion.
PENDAHULUAN Secara kumulatif, infeksi cacing dapat
menimbulkan kerugian zat gizi berupa
Kecacingan adalah masalah kalori dan protein serta kehilangan darah.
kesehatan yang masih banyak ditemukan Selain dapat menghambat perkembangan
dan membutuhkan perhatian. Berdasarkan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja,
data dari World Health Organization dapat menurunkan ketahanan tubuh
(WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau sehingga mudah terkena penyakit lainnya
24% dari populasi dunia terinfeksi Soil (Kementerian Kesehatan RI, 2006).
Transmitted Helminths (STH). Parasit Diagnosis suatu penyakit dapat
cacing yang sering menyebabkan ditegakan berdasarkan gejala klinik yang
kecacingan adalah kelompok Soil ditemukan, terutama sekali bagi penyakit
Transmitted Helminths (STH), yakni yang memiliki gejala klinik spesifik.
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), Diagnosis demikian dikenal sebagai
cacing cambuk (Trichuris trichiura), diagnosis klinik. Akan tetapi, bagi
cacing kait (Hookworm) dan cacing penyakit yang tidak memiliki gejala klinik
benang (Strongyloides stercoralis) khas, untuk menegakkan diagnosisnya
(Mascarini,2011). kadang-kadang diperlukan pemeriksaan
Di Indonesia prevalensi kecacingan laboratorium. Diagnosisnya dinamakan
masih tinggi terutama di daerah pedesaan. diagnosis laboratorium. Dalam
(Mardiana&Djarismawati,2008). Angka mendiagnosis penyakit yang disebabkan
penyakit cacingan di Indonesia berada di oleh parasit, banyak cara yang harus
kisaran 60% – 90% dari total populasi. Di dilakukan. Kebanyakan penyakit yang
Pulau Jawa hampir sebagian masyarakat disebabkan oleh parasit tidak memiliki
belum terbebas dari infeksi kecacingan gejala klinik spesifik sehingga diperlukan
yang disebabkan oleh parasit usus, dengan pemeriksaan laboratorium untuk
Prevalensi kecacingan di provinsi Jawa menemukan parasit tersebut secara
Timur yaitu 16 - 74% (askariasis), 1 - mikroskopis dari bahan pemeriksaan.
14% (trichuriasis), 2 - 45% Diagnosis laboratorium ini merupakan
(Ancylostoma). (Wachidanijah dkk, 2002). diagnosis pasti. Hal-hal yang perlu
Transmisi telur cacing salah satunya diperhatikan pada pemeriksaan
adalah Ascaris lumbricoides, Telur laboratorium ini, di samping pemilihan
Ascaris lumbricoides dikeluarkan bahan pemeriksaan juga memilih teknik
bersamaan dengan tinja orang yang pemeriksaan harus tepat (Natadisastra D,
terinfeksi. Di daerah yang tidak memiliki dkk 1996).
sanitasi yang memadai, telur ini akan Pemeriksaan telur-telur cacing terdiri
mengkontaminasi tanah. Perilaku hidup dari dua macam cara pemeriksaan, yaitu
kurang bersih merupakan salah satu faktor secara kualitatif dan kuantitatif.
terbesar penyebab terjadinya transmisi Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan
telur cacing, terutama jenis Ascaris menggunakan metode natif, metode
lumbricoides, Infeksi kecacingan tersebar apung, sedimentasi dan metode harada
luas di daerah tropis dan subtropis, dengan mori. Sedangkan pemeriksaan kuantitatif
jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara dilakukan dengan menggunakan metode
Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur kato. Metode yang sampai sekarang masih
dan Indonesia. (WHO, 2013). digunakan di laboatorium yaitu metode
Banyak dampak yang dapat flotasi dan metode sedimentasi. (Beaver.
ditimbulkan akibat infeksi cacing. Dimana 1984).
telur cacing Ascaris lumbricoides dapat Berdasarkan penelitian yang pernah
mempengaruhi pemasukan (intake), dilakukan di pasar tradisional di Kota
pencernaan (digestif), penyerapan Padang, frekuensi ditemukannya telur
(absorbsi), dan metabolisme makanan. cacing Ascaris lumbricoides pada sampel
selada adalah 30 butir dengan selada. Pengambilan sampel dilaksanakan
menggunakan metode sedimentasi, dan di Pasar Tradisional Blimbing Malang.
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Karateristik sampel dapat di gambarkan
kantin sekitar kampus Universitas pada tabel 5.1 berikut ini.
Lampung di Kota Bandar Lampung No Sampel Kondisi Sampel
frekuensi ditemukannya telur cacing Layu Kekuningan Kotor
Ascaris 1 A - - +
lumbricoides pada sampel selada 2 B + - -
adalah 31 butir dengan menggunakan 3 C + + +
metode flotasi, Hal ini menjadi alasan 4 D + -
+
mengapa peneliti melakukan penelitian
5 E - - -
tentang Gambaran Hasil pemeriksaan telur
cacing Ascaris lumbricoides, dengan Keterangan gambar : (+) = positip,
menggunakan metode flotasi (-) = negatip
(pengapungan) dan sedimentasi Sampel A memiliki karateristik tidak
(pengendapan) yang di isolasi dari selada layu, tidak kekuningan dan kotor, sampel
(Lactuca sativa L.) yang di jual di Pasar B memiliki karateristik layu, tidak
Tradisional Blimbing, Malang. kekuningan dan tidak kotor, sampel C
memiliki karateristik layu, kekuningan
BAHAN DAN METODE dan kotor, sampel D memiliki karateristik
layu, kekuningan dan tidak kotor, sampel
rancangan penelitian yang E memiliki karateristik tidak layu, tidak
digunakan adalah Non eksperimental. kekuningan dan tidak kotor.
Dengan menggunakan analisa deskriptif Gambaran hasil perhitungan telur
untuk menggambarkan jumlah telur cacing Ascaris lumbricoides
cacing Ascaris lumbricoides pada selada menggunakan metode flotasi
menggunakan metode flotasi dan (pengapungan) dapat dilihat pada tabel
sedimentasi. Tabel 5.2 Gambaran Hasil Perhitungan
Populasi dalam penelitian ini adalah Telur Cacing Ascaris lumbricoides
seluruh selada yang di jual di pasar menggunakan metode flotasi
Tradisional Blimbing di Kota Malang.
Sampel dalam penelitian ini adalah No Sampel Metode flotasi
10 ikat selada masing-masing 1 ikat selada 1 2 Kategori
= 100 gram dari 5 orang pedagang sayur, 1 A 0 1 +
yang di jual di pasar Tradisional Blimbing 2 B 1 0 +
Malang. 3 C 1 2 +
Tehnik sampling dalam penelitian 4 D 0 0 -
ini adalah Purposive sampling. 5 E 0 0 -
Penelitian ini dilakukan di
(Saputra.2013,Statistik terapan dalam
Laboratorium Analis Kesehatan STIKES
ilmu kesehatan masyarakat)
Maharani Malang, penelitian ini
Berdasarkan tabel 5.2 dapat
dilakukanpada bulan April-Mei 2017.
diketahui bahwa jumlah sampel yang
Variabel Tunggal Gambaran telur
positip ditemukan telur cacing yaitu
cacing pada selada yang dijual di pasar
sebanyak 3 (60%), dan jumlah sampel
Tradisional Blimbing Malang.
yang negatip atau tidak ditemukan telur
HASIL
cacing yaitu sebanyak 2 (40%).
Sampel yang di gunakan dalam Pengamatan telur cacing Ascaris
penelitian ini berjumlah 10 ikat selada lumbricoides di bawa mikroskop di
yang dibeli dari 5 penjual sayur, pada lakukan untuk melihat ada / tidaknya telur
setiap penjual dibeli masing-masing 2 ikat
cacing, dengan hasil yang dapat dilihat (Gambar 5.8. Hasil Positip Pada metode
pada gambar berikut : Sedimentasi pembesaran 40 x)

PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijabarkan hasil
penelitian, terkait gambaran hasil
pemeriksaan telur cacing Ascaris
lumbricoides pada 10 ikat selada yang
digunakan sebagai sampel, berdasarkan
uji menggunakan metode flotasi
(pengapungan) dan sedimentasi
(pengendapan).
Pada metode flotasi tersebut dapat
Gambar5.6.Hasil Positip pada metode disimpulkan bahwa yang ditemukan telur
flotasi pembesaran 40 x cacing Ascaris lumbricoides positif
Gambaran Hasil Perhitungan Telur sebanyak 3 sampel (60%) dan yang
Cacing Ascaris lumbricoides ditemukan telur cacing Ascaris
menggunakan metode sedimentasi lumbricoides negatif sebanyak 2 sampel
(pengendapan) dapat dilihat pada tabel (40%), sedangkan Pada metode
5.3. sedimentasi dapat disimpulkan bahwa
No Sampel Metode Sedimentasi yang ditemukan telur cacing Ascaris
1 2 Kategori lumbricoides positif sebanyak 3 sampel
1 A 3 2 + (60%) dan yang ditemukan telur cacing
2 B 0 0 - Ascaris lumbricoides negatif sebanyak 2
3 C 4 5 + sampel (40%).
4 D 0 2 + Hal ini berkaitan dengan penelitian
5 E 0 0 - sebelumnya yang dilakukan oleh Mutiara
(2015), dimana pada penelitiannya
(Saputra,M.Si.2013,Statistik terapan
diketahui bahwa gambaran sampel yang
dalam ilmu kesehatan masyarakat)
terinfeksi telur Ascaris lumbricoides,
Berdasarkan tabel 5.3 dapat
sebanyak (50%). Penelitian yang
diketahui bahwa jumlah sampel yang
dilakukan oleh Asihka tahun 2014,
positip ditemukan telur cacing yaitu
menemukan bahwa sampel yang
sebanyak 3 (60%), dan jumlah sampel
terindikasi mengandung telur cacing STH
yang negatip atau tidak ditemukan telur
(positif) sebanyak 2 sampel (40%) dan
cacing yaitu sebanyak 2 (40%).
STH negatif sebanyak 3 sampel (60%).
Pengamatan telur cacing Ascaris
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
lumbricoides di bawa mikroskop di
oleh Purba dkk (2012), diketahui bahwa
lakukan untuk melihat ada / tidaknya telur
dari 19 kantin atau warung nasi di sekitar
cacing, dengan hasil yang dapat dilihat
lingkungan, terdapat 4 sampel sayur
pada gambar berikut :
lalapan yang teridentifikasi terkontaminasi
telur cacing, dan penelitian yang
dilakukan oleh Oktapiani (2016),
menunjukkan bahwa ditemukan
kontaminasi telur cacing pada sayuran uji
sebesar 55%.
Perbedaan hasil jumlah telur
cacing ini bisa disebabkan oleh berbagai
macam faktor. Namun salah satu
diantaranya yang menjadi perhatian
peneliti adalah faktor pengolahan sayuran Kebersihan sayuran yang dijual,
sebelum di jual. Sayuran yang dijual di terutama hubunganya dengan kondisi
pasar tradisional adalah sayuran yang lokasi sekitar tempat berjualan dan tata
berasal langsung dari perkebunan dan cara menyajikan sayuran yang akan di jual
kemudian dijajakan untuk dijual tanpa dapat mengurangi resiko kontaminasi
dilakukan proses lanjutan seperti akibat sayuran lain yang terpapar oleh
pengemasan dan lain-lain. kotoran termasuk telur cacing. Beberapa
Selada yang dicuci bersih faktor yang berpengaruh terhadap
kemungkinan besar masih mengandung kebersihan dalam pengolahan dan
telur cacing, penggunaan sayuran mentah pemanfaatan sayuran yang dikonsumsi
yang langsung dikonsumsi akan oleh manusia, seperti cara mencuci
mempertinggi resiko pencemaran telur sayuran dan teknik mencuci merupakan
cacing dani bibit penyakit. Penyebaran hal yang perlu diperhatikan. Penggunaan
cacing usus pada makanan dan sayuran air mengalir lebih dianjurkan daripada
dapat terjadi antara lain karena : kurang menggunakan air yang diam
pengetahuan tentang pengelolaan dan (menggenang), seperti air dalam
langkah langkah pencegahan. wadah/bak air yang digunakan untuk
Kontaminasi telur nematoda usus mencuci sayuran secara berulang. Hal ini
yang ditularkan melalui tanah pada dapat berpengaruh terhadap resiko
sayuran selada dapat dikarenakan oleh pencemaran oleh berbagai jenis bahan
berbagai faktor antara lain adalah faktor pencemar baik organik maupun anorganik
alam. Faktor alam meliputi, tanah, iklim, (pestisida) (Noor, 2006)
kelembapan dan suhu. Iklim tropik Diperlukan peningkatan kualitas
merupakan salah satu hal yang kebersihan perseorangan, pada pedagang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sayur serta pemberian bimbingan dan
perkembangan telur nematoda usus, faktor arahan yang berupa penyuluhan kualitas
alam lainnya adalah keadaan tanah yang kesehatan, kebersian serta pengolahan
dapat menjadi media perkembangan telur makanan dari pihak terkait. Penggunaan
dan kehidupan serta perkembangan larva, air sebagai media untuk mencuci sayuran
tanah yang subur dan kaya bahan organik dimungkinkan (Hermawan,2015)
yang ditunjang dengan kelembapan dan Penelitian yang dilakukan oleh
iklim yang sesuai bagi pertumbuhan Kodijat pada tahun 1988, menunjukkan
sayuran khususnya sayuran selada juga bahwa sumber kontaminasi juga berasal
merupakan faktor adanya kontaminasi dari air dan lumpur yang berasal dari
telur nematoda usus (Hermawan,2015) PLTA Bandung, yang sepanjang alirannya
Manusia juga memberikan dipakai untuk menyiram, mencuci dan
kontribusi yang cukup berarti terhadap memupuk tanaman/sayuran. Hasil
penyebaran infeksi telur nematoda usus. penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Sanitasi lingkungan yang buruk, sosial air (36,8%) dan lumpur (21,0%) telah
ekonomi yang rendah, tingkat tercemar dengan telur Ascaris.
pengetahuan yang masih kurang dan lumbricoides, Tricuris trichiura dan
kebiasaan defekasi/buang air besar di cacing tambang dan juga ditemukan
sembarang tempat terutama di lahan adanya larva rhabditiform dan larva
pertanian/perkebunan serta kebiasaan filariform. Hal yang sama juga
kurang bersihnya dalam pengelolaan ditunjukkan oleh penelitian yang
sayuran di tingkat produsen dan dilakukan oleh Fauzan pada tahun 1992,
pengolahannya di tingkat konsumen bahwa sumber pencemaran telur nematoda
memberikan pengaruh yang cukup usus yakni melalui penyiraman sayuran.
signifikan terhadap peningkatan kasus Pada penelitian kali ini,
penyakit tersebut (Sehatman,2006). identifikasi telur cacing dengan
menggunakan dua macam metode yakni berkualitas (Wiley & Sons Ltd, USA.
metode flotasi (pengapungan) dan metode 2001).
sedimentasi (pengendapan). Kedua teknik Untuk membedakan antara
ini, memiliki kelebihan dan kekurangan partikel-partikel lain yang menyerupai
masing-masing. Kekurangan dari dari telur cacing dengan telur cacing Ascaris
metode flotasi (pengapungan) adalah lumbricoides yaitu dengan cara melihat
waktu yang digunakan lebih lama morfologinya, telur cacing Ascaris
dibandingkan metode sedimentasi, pada lumbricoides berbentuk bulat oval dan
metode flotasi ini telur cacing akan ukurannya berkisar antara 45-75 mikron x
mengapung karna berat jenis larutan NaCl 35-50 mikron, telur cacing Ascaris
lebih tinggi dibandingkan berat jenis telur lumbricoides sangat khas dengan susunan
cacing, sehingga larutan NaCl ini dinding telurnya yang relatif tebal dan
mendorong telur cacing ke permukaan bagian luar yang bergelombang, dinding
atas tabung dan menempel di permukaan telur tersebut terdiri dari tiga lapisan yaitu
cover glas. Kelebihannya yaitu telur lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan
cacing dapat terlihat dengan jelas karena paling dalam.
sisa partikel-partikel kotoran tidak ikut
mengapung ke perukaan tabung sehingga SIMPULAN DAN SARAN
objek preparat bersih dan telur cacing
Simpulan
mudah di temukan dan di amati di bawa
mikroskop Berdasarkan penelitian tidak ada
(Mardiana&Djarismawati,2008). perbedaan hasil perhitungan telur cacing
paa isolasi dengan menggunakan metode
Sedangkan pada metode sedimentasi
flotasi dan metode sedimentasi, namun
memiliki kelebihan yaitu efisien waktu,
perbedaan dalam hal efisiensi waktu lebih
dimana waktu yang digunakan akan lebih
baik pada metode sediementasi.
cepat dibandingkan dengan metode
Gambaran kontaminasi telur cacing
flotasi. Pada metode sedimentasi, telur
pada sampel selada dengan menggunakan
cacing akan mengendap ke permukaan
metode flotasi adalah bahwa sebanyak 3
bawah tabung karena berat jenis larutan
sampel (60%) positif ditemukan telur
NaOH lebih ringan dari berat jenis telur
cacing Ascaris lumbricoides dan sebanyak
cacing, sehingga larutan NaOH ini
2 sampel (40%) negatif ditemukan telur
mendorong telur cacing turun ke
cacing Ascaris lumbricoides. Pada metode
permukaan bawah tabung, Kekurangannya
sedimentasi ditemukan hasil yang sama
ialah banyak terdapat partikel-partikel lain
yaitu, sebanyak 3 sampel (60%) positif
seperti kotoran dan tanah yang terdapat
ditemukan telur cacing Ascaris
pada sampel yang menyerupai telur cacing
lumbricoides, dan sebanyak 2 sampel
sehingga harus lebih teliti untuk
(40%) negatif ditemukan telur cacing
membedakannya (Sumanto, 2010).
Ascaris lumbricoides.
Tidak ditemukannya telur
Saran
nematoda usus, baik spesies maupun
bentuk infektif dan atau bentuk non Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya
infektifnya juga dapat disebabkan oleh menggunakan gabungan dua teknik
perlakuan, dipengaruhi oleh perlakuan pemeriksaan, yaitu teknik sedimentasi dan
pada saat pengambilan sedimen yang teknik flotasi, karena telur cacing yang
terdapat pada dasar tabung sentrifuge, tidak terambil pada dasar tabung
apabila didalam pengambilan tersebut sentrifuge pada teknik sedimentasi dapat
kurang berhati-hati dapat menyebabkan ditangkap menggunakan deck glass/cover
hasil pemeriksaan preparat mikroskopis glass saat dilakukan pemeriksaan dengan
tidak representatif bahkan kurang teknik pengapungan (flotasi)
Untuk masyarakat agar memperhatikan
proses pengolahan selada sebelum di
makan, seperti mencuci dan memasak
selada terlebih dahulu. Untuk penjual
sayur diharapkan agar melakukan
pengolahan yang baik sebelum di jual,
misalnya menghilangkan sumber
kontaminan telur cacing dan melakukan
pengemasan sayuran.
KEPUSTAKAAN Lilley&Aucker,1999. Pharmacology
and The Nursing Process. 2nd Edition.
Arikunto,2013. Prosedur Penelitian Mosby. Inc. Hal.572-573.
Suatu Pendekatan Praktik.Rineka Cipta,
Jakarta. Mardiana&Djarismawati,2008.
Prevalensi Cacing Usus pada Murid
Biklen,Bogdan.1998. Cualitative Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan
Research for Education to Theory and Gerakan Terpadu Pengetasan Kemiskinan
Methods. Allyin and Bacon, inc. Boston. Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 7, No. 2
Brown H.W.1983. Dasar Parasitologi Agustus 2008. (Online).
Klinis. Jakarta: PT Gramedia Hal. 209- ekologi.litbang.Depkes.go.id/data/vol%20
216. 7/5-Mardiana.pdf. Diakses pada tanggal
29 Juni 2011.
Brown H. W, 1989. How to Write: A
Practical Rhetoric. New York: Holt, Margono S, Tatang,RS, Sansongko A,
Rinehart, & Winston. Irawan HSJY, Subahar R.2006. Result of
a ControlProgram on Soil Transmitted
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Helminthiases in Primary Schools of East
Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenada Jakarta Indonesia.Kuala Lumpur
Media Group: Jakarta. :SecondInternational Congress of
Parasitology and Tropical Medicine
CDC, 2013. Parasites - Hookworm.
Available from: Margono, 2008. Nematoda Usus Buku
www.cdc.gov/parasites/hookworm[Access Ajar Parasitologi Kedokteran.
ed 21 April 2013].
Edisi 4. Jakarta : FK UI,6-20
Garcia,L.,1996. Diagnostik
Parasitologi Kedokteran.Jakarta:EGC. Mascarini,2011. Prevention of Soil-
transmitted Helminth Infection
Handerson,1992. The Dual-Career
Commuter Family: A Lifestyle on the Muslim, 2009. Parasitologi Untuk
move. http//www.proquest.com/pqdauto. Keperawatan. EGC, Jakarta.
Tanggal Akses:12 Februari 2009.
Nursalam 2008. Konsep dan
Jeffry&Leach, 1983. Atlas Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Helmintologi dan Parasitologi Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Kedokteran,EGC, Jakarta.
Purba&Michael. 2004. Purba, Michael.
Juni Prianto LA, Tjahaya P.U. (2004). Kimia untuk SMA kelas X.
Darwanto, Editor. Prof.Dr.dr.Pinardi Jakarta: Erlangga.
Hadidjaja.MPH & TM dr.Seisasi
Gandahusada GM 1994. Atlas Rubatzky&Yamaguchi,1998. Sayuran
Parasitologi Kedokteran. Di susun oleh Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB,
20394.146.1994. 288 hlm :24 cm Ba.

Kementerian Kesehatan RI, Rukmana, 1994. Bertanam petsai dan


2006.Pedoman Pengendalian sawi .kanisius, Yogyakarta.
Cacingan.Jakarta: lampiran keputusan
Safar, Rosdiana, 2010. Parasitologi
mentri kesehatan RI.
Kedokteran, edisi khusus, Yrama
WidyaBandung.
Suginono,2012. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung : Alfabeta.
Sumanto. 2010. Faktor Risiko Infeksi
Cacing Tambang Pada Anak Sekolah,
Program Studi Magister Epidemiologi
Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.

Supriati&Herliana,2014 .15 Sayuran


Organik dalam Pot.Penebar
Swadaya.Jakarta.148 hlm.

Sutanto,Inge,Is Suhariah I, Pudji K.


S,Saleha S 2008, Parasitologi
Kedokteran, Edisi Keempat, Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Wachidanijah dkk, 2002. Pengetahuan,
Sikap dan Perilaku Anak Serta
Lingkungan Rumah dan Sekolah Dengan
Kejadian Infeksi Cacing Anak Sekolah
Dasar. Program Pasca Sarjana
UGM:Yogyakarta.
WHO,2011. Intestinal worms, soil
transmitted helminths.Dalam
http://www.who.int/intestinal_worms/en.
Diakses pada tanggal 20 Sepetember
2014.

Anda mungkin juga menyukai