Anda di halaman 1dari 6

Etnografi Pangan Gaplek Sebagai Altenatif Pangan Pokok

Masyarakat Desa Joho, Kabupaten Tulungagung

Khusnul Kotimah*
1
Program Studi Agribisnis, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia

Abstract
Indonesia is an agricultural country with a wide variety of crops. Cassava is one of the crops
commonly used as staple food which is widely consumed by people in Indonesia, and one of them
is the people in Joho Village who use cassava as an alternative staple food through making
cassava. This study aimed to determine the ethnogafi of cassava food as a staple food alternative
for the people of Joho Village, Kalidawir District, Tulungagung Regency. This research method
uses the literary method by looking at previous journal articles. The results of this study include
the agricultural cropping pattern of Joho village, the background of cassava as the staple food of
Joho village community and the consumption pattern of cassava by Joho village community.

Keywords: gaplek; staple food; Joho village

Abstrak
Indonesia merupakan negara agraris dengan berbagai macam komoditas hasil panennya.
Singkong merupakan salah satu hasil panen yang biasa dimanfaatkan sebagai pangan pokok yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia, dan salah satunya adalah masyarakat di desa
Joho yang memanfaatkan singkong sebagai alternatif pangan pokok melalui pembuatan gaplek.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui etnogafi pangan gaplek sebagai altenatif pangan pokok
masyarakat desa Joho, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Metode penelitian ini
menggunakan metode kapustakaan dengan melihat artikel-artikel jurnal terdahulu. Hasil
penelitian ini meliputi pola tanam pertanian desa Joho, latar belakang gaplek sebagai pangan
pokok masyarakat desa Joho dan pola konsumsi gaplek oleh masyarakat desa Joho.

Kata kunci: gaplek; pangan pokok; desa Joho

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris dengan berbagai macam komoditas hasil
panennya. Hal tersebut tentunya sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
pangan. Kebutuhan pangan masyarakat pasti berbeda antara satu daerah dengan
daerah lain. Kebutuhan pangan masyarakat tidak lepas dari tiga faktor penting
yaitu letak geografis, sumber daya alam dan kebiasaan masyarakat (Saleha: 2010).
Etnografi pangan adalah kajian atau pengetahuan tentang budaya pangan yang
berkaitan dengan perilaku makan suatu suku tertentu (Salahudin: 2001). Menurut
Suhardjo dalam Rachmatia (2010) seseorang tidak akan mungkin mengkonsumsi
suatu bahan makanan, jika bahan makanan tersebut tidak diterdapat di daerah
tersebut.

Singkong merupakan kelompok tanaman pangan yang banyak dibudidayakan


sebagai komoditas pertanian di Indonesia, salah satunya di desa Joho, kecamatan
Kalidawir, kabupaten Tulungagung. Singkong merupakan sumber karbohidrat
setelah beras dan jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pangan.
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) saat ini kebutuhan singkong di
Indonesia cukup besar yaitu lebih dari sepuluh juta ton per tahun.
Tabel 1. Komposisi Bahan Makanan Singkong.
NO. KANDUNGAN UMBI GAPLEK TEPUNG TAPAIOKA DAUN
1. Protein (kal) 146 838 363 362 73
2. Protein (g) 1,2 1,5 1,1 0,5 6,8
3. Lemak (g) 0.3 0,7 0,5 0,3 1,2
4. Karbohidrat (g) 34,7 81,3 88,2 86,9 13,0
5. Kalsium (mg) 33 80 84 0 165
6. Fosfor (mg) 40 60 0 0 54
7. Besi (mg) 0,7 1,9 1,0 0 2,0
8. Vit A (SI) 0 0 0 0 11.000
9. Vit B1 (mg) 0,06 0,04 0,04 0 0.12
10. Vit C (mg) 30 0 0 0 275
11. Air (g) 62,5 14,5 9,1 12,0 77,2
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI dalam Darjanto dan Murdjati, 1980

Pemanfaatan singkong biasanya digunakan sebagai pangan pokok maupun


sebagai bahan pangan olahan pendamping lain. Olahan singkong sebagai
makanan pendamping anatara lain biasanya dibuat tape, keripik singkong dan
gethuk. Sedangkan sebagai pangan pokok, singkong banyak diolah menjadi
gaplek (singkong kering). Gaplek merupakan komoditas pangan yang dapat
diolah menjadi tiwul, gatot, dll.  Kandungan nutrisi pada gaplek antara lain
karbohidrat, protein, lemak, abu, vitamin B1, kalsium, fosfor dan zat besi yang
diperlukan oleh tubuh.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola tanam pertanian desa Joho, latar
belakang gaplek sebagai pangan pokok masyarakat desa Joho dan pola konsumsi
gaplek oleh masyarakat desa Joho. Berdasarkan uraian diatas diharapkan dapat
memberikan implikasi bagaimana etnografi pangan gaplek sebagai altenatif
pangan pokok masyarakat Desa Joho, Kabupaten Tulungagung.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Studi pustaka, menurut Nazir
(2013, h. 93) adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaah
terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang
ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Teknik ini digunakan untuk
memperoleh dasar-dasar dan pendapat secara tertulis yang dilakukan dengan cara
mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini, pengumpulan data diperoleh dari artikel-artikel jurnal
terdahulu. Peneliti melakukan penelusuran artikel dengan menggunakan kata
kunci “Singkong di Tulungagung” dan “singkong”

3. Hasil dan pembahasan


Desa Joho merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kalidawir,
kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Desa joho terletak di daerah pegunungan
yang ada di kabupaten Tulungagung. Sebagian besar lahan di Desa Joho
merupakan lahan kering dengan luas 265.320 hektar atau 48%.. Luas lahan yang
berupa perkebunan memiliki total luas wilayah 260.320 Ha atau sebesar 47%.
Luas lahan pekarangan 14.000 Ha atau sebesar 3%, dan luas pemukiman,
pekarangan dan lahan persawahan sebesar 2%. Hasil komoditas pertanian utama
berupa singkong, ubi rambat, jagung, serta tanaman perkebunan berupa buah-
buahan tropis antara lain buah mangga, pisang, nangka, kedondong serta buah
kelapa. Tanaman-tanaman tersebut merupakan tanaman yang tidak banyak
membutuhkan air.
Di desa Joho, lahan pertanian sebagian besar berupa ladang yang berada di
tepi perbukitan dengan kultur tanah kering. Akibat adanya keterbatasan dalam
mendapatkan pengairan di desa Joho, ladang kering dengan luas 265.320 Ha/M2
kurang sesuai digunakan sebagai lahan pertanian. Tanaman padi tidak bisa
tumbuh subur pada lahan pertanian karena padi membutuhkan pengairan yang
cukup dan kultur tanah gembur. Menurut Badan Pusat Statistik di Tulungagung,
jumlah hasil pertanian padi sebanyak 30 ton per tahun, sedangkan jumlah hasil
pertanian singkong sebanyak 50 ton per tahun. Berdasarkan jumlah tersebut, desa
Joho merupakan penghasil utama singkong di kabupaten Tulungagung dengan
presentase 60%.
Singkong yang ditanam merupakan jenis singkong lokal seperti “Darul
Hidayah” dan “Malang 1”. Metode penanaman yang digunakan masyarakat Desa
Joho menggunakan metode stek batang. Pemupukan diberikan diawal setelah
proses pembibitan dilakukan. Penyiraman pada pohon singkong tidak dilakukan
setiap hari, melainkan hanya sebulan tiga kali atau hanya ketika kondisi tanaman
singkong mengalami kekeringan. Air yang digunakan untuk penyiraman atau
pengairan pada lahan pertanian singkong berasal dari aliran mata air dari air terjun
yang ada di desa Joho.
Singkong yang telah dipanen masyarakat digunakan sebagai cadangan pangan
melalui pembuatan gaplek karena dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu singkong ada yang dijual dalam bentuk singkong segar, ada juga yang
berupa gaplek, dan ada juga yang berupa olahan gaplek baik tepung gaplek
maupun tiwul. Cara pembuatan gaplek yaitu melalui proses pengupasan,
pengirisan dan yang terakhir yaitu penjemuran. Harga jual gaplek lebih tinggi jika
dibandingkan dengan harga jual singkong segar.
Masyarakat desa Joho dalam memenuhi kebutuhan pangannya terutama
pangan pokok memang mengalami keterbatasan akses. Penyebab utama yaitu
faktor geografi yang meliputi keterbatasan akses pangan yang terjadi pada
masyarakat desa Joho. Desa joho juga terletak jauh dari pusat kota Tulungagung,
sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat mengalami kesulitan.
Akses transportasi di desa Joho yang terbatas juga menjadi kendala dikarenakan
kondisi jalan di desa Joho berupa jalan curam di tepi hutan dan termasuk kawasan
yang rawan longsor.
Masyarakat desa Joho sebagian besar memiliki lahan pertanian yang ditanami
singkong. Masyarakat desa Joho memanfaatkan singkong untuk dijadikan gaplek
sebagai pangan pokok sudah sejak lama. Sejarah awal yang melatarbelakangi
lahirnya gaplek sebagai pangan pokok adalah adanya peristiwa dimana sumber
mata air di desa Joho mengalami kekeringan. Akibat dari peristiwa tersebut
menyebabkan masyarakat tidak dapat mengairi lahan persawahannya. Lahan
persawahan yang pengairanya tidak tercukupi akhirnya mengalami gagal panen
sehingga menyebabkan paceklik yang berkepanjangan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, akhirnya sesepuh desa memerintahkan seluruh warga desa
Joho agar menanam singkong sebagai pengganti padi diseluruh lahan
persawahannya. Sejak peristiwa itulah penduduk desa Joho mulai menanam
singkong sebagai hasil pertanian utamanya dan menjadikan gaplek sebagai
alternatif pangan pokok utama.
Penduduk desa Joho dalam mengonsumsi gaplek tidak didasarkan pada status
sosial seseorang. Orang kaya atau miskin, orang dengan atau tanpa status, mereka
semua sama-sama mengonsumsi gaplek khususnya tiwul sebagai pangan pokok.
Masyarakat desa Joho mengonsumsi tiwul sudah seperti mengonsumsi nasi pada
umumnya. Mereka mengonsumsi tiwul setiap hari pada waktu makan pagi, siang,
malam dan biasanya dilengkapi dengan lauk dan sayuran.
Dalam mengonsumsi tiwul, biasanya tiwul dimakan bersama sayuran berupa
sayur lodeh atau urapan, hal ini didukung pula bahwa di desa Joho sumber pangan
terutama sayuran sangat terbatas. Sayuran yang sering diolah menjadi sayur lodeh
adalah nangka muda, kara benguk, dan kacang tolo, sedangkan tanaman daun
pakis dan bayam hutan sering dimanfaatkan untuk urapan, dan untuk kebutuhan
sayuran lainnya diperoleh masyarakat melalui pembelian dipasar.

4. Kesimpulan
Pola tanam pertanian atau cara bercocok tanam desa Joho menggunakan lahan
kering yang disebabkan oleh faktor kondisi alam atau geografis desa yang berada
di pegunungan yang tandus. Latar belakang gaplek sebagai alternatif pangan
pokok masyarakat desa Joho yaitu adanya faktor historis, ketika peristiwa
paceklik yang berkepanjangan sehingga sesepuh desa memerintahkan seluruh
masyarakat desa untuk menanam singkong sebagai pengganti padi. Pola
konsumsi pangan gaplek masyarakat desa Joho seperti pada umumnya yaitu
dimakan saat pagi, siang dan malam dan biasanya dilengkapi dengan lauk dan
sayuran.

Daftar Pustaka
Data statistik singkong.
http://jatim.bps.go.id/, diakses pada tanggal 30 November 2020 pukul
18.25

Handayani, Sugiharti Mulya dkk. 2016. “Pemberdayaan Wanita Tani


Melalui Pembuatan Keripik Belut Daun Singkong Di Kecamatan
Jumantono Kabupaten Karanganyar”. Jurnal Dianmas 5(1), 23-34

Muslikah, Siti dkk. “Etnografi Pangan Pokok Gaplek Pada Masyarakat Desa Joho,
Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung”, 90-95

Nazir, Moh. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Said, Salahudin. 2001. Paper Masalah Kebiasaan Makan Masyarakat. Bogor:


IPB

Saleha, Qoriyah. 2010. Paper Pola Dan Kebiasaan Pangan Masyarakat


Cirendeu. Samarinda: Universitas Mulawarman

Suhardjo, dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai