Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana kebijakan AMDAL di Indonesia dan implementasi nya hingga saat ini.

Kaitkan dengan kasus yang ada saat ini.

Di Indonesia AMDAL mulai diterapkan pada tahun 1987 yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 tahun 1986. Karena AMDAL ini sebagai perangkat pengelolaan lingkungan,
sehingga penerapan kebijakan AMDAL terus menerus mengalami perkembangan menuju yang
lebih baik. Namun, hal tersebut harus bekerja- sama dengan implementasi antar pemrakarsa
kegiatan/usaha, pemerintah dan masyarakat. Pada dasarnya penerapan AMDAL ini harus
mengambil prinsip-prinsip bahwa AMDAL merupakan bagian integral dari studi kelayakan
kegiatan pembangunan. Kemudian AMDAL bertujuan untuk menjaga keserasian hubungan antara
berbagai kegiatan agar dampak dapat diperkirakan sejak awal perencanaan. AMDAL juga
berfokus pada analisis seperti potensi masalah, potensi konflik, kendala SDA, serta pengaruh
kegiatan sekitar terhadap proyek. Dengan AMDAL, pemrakarsa atau pemilik usaha/kegiatan dapat
menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi masyarakat, aman terhadap lingkungan.
Kebijakan AMDAL pada awalnya bahwa proses AMDAL hanya dilakukan, diterapkan dan
diawasi oleh tingkat pusat dan tingkat provinsi saja. Dengan adanya otonomi daerah, kemudian
proses AMDAL pelaksanaan nya diterapkan juga oleh pemerintah pusat dan kabupaten/kota. Pada
saat ini kebijakan AMDAL mengikuti peraturan seperti, pemberian kewenangan pelaksanaan
AMDAL yang lebih besar kepada pemerintah daerah. Adanya kewajiban pelibatan masyarakat
dalam AMDAL dan adanya penerapan valuasi ekonomi dalam AMDAL. Kemudian adanya
peningkatan kualitas penyusun AMDAL serta peningkatan kualitas penilai AMDAL. Terdapat
persyaratan RKL/RPL dalam ketentuan izin dan kebijakan pelaksanaan UKL/UPL serta penetapan
baku mutu limbah tertentu. Dalam hal ini, kebijakan AMDAL lebih ditugaskan kepada pemerintah
kabupaten dan kota saja. Selain akibat tekanan kebijakan otonomi, distribusi kewenangan hingga
daerah dipandang dapat mengefektifkan pengawasan dan pelaksanaan AMDAL. Namun, upaya
pembangunan kapasitas daerah dalam hal AMDAL masih harus dilakukan.
Pemerintah daerah kabupaten/kota yang diberikan kewenangan dan pengawasan
dilandasakan pada berbagai argumentasi salah satunya yaitu, upaya desentralisasi ini mendorong
masyarakat sekitar sehingga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
eksploitasi SDA (Sumber Daya Alam) yang masyarakat sekitar miliki. Dan pada akhirnya, proses
AMDAL diharapkan dapat mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem
kepemerintahan di daerah. Untuk mendukung kebijakan AMDAL dalam otonomi pemerintah
daerah ini, telah ditetapkan pengaturan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi,
kabupaten/kota sesuai dengan keputusan Menteri LH No. 41 Tahun 2000. Adapun upaya yang
telah dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan tersebut, yaitu melalui peningkatan kuaitas
penyelenggaraan AMDAL yang mencakup penguatan komisi penilai AMDAL, akreditasi
penyelenggara pelatihan AMDAL dan sertifikasi personil penyusun AMDAL.
Komisi Amdal belum semua berfungsi dengan baik dan lemahnya penegakan hukum
lingkungan. Sehingga Revitalisasi sistem Amdal dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2004
karena dirasa terdapat banyak hal yang kurang dalam pelaksanaan AMDAL. Hal ini diperkuat
dengan masukan beberapa argumen dari pakar AMDAL yaitu, kualitas AMDAL masih sangat
rendah. Hasil evaluasi pada tahun 2004 menunjukan hanya 22% dari sampel AMDAL yang
dievaluasi memiliki katagori baik dan sangat baik Kementerian Lingkungan Hidup yang telah
mengeluarkan program Revitalisasi Sistem AMDAL untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan
AMDAL. Di antara berbagai target program, revitalisasi diharapkan dapat memberikan kepastian
kewenangan AMDAL, penyederhanaan daftar kegiatan wajib AMDAL, percepatan proses
AMDAL dan perwujudan sanksi pidana bagi para pelanggar ketentuan AMDAL.
Implementasi proses dan kebijakan AMDAL ini dapat kita lihat pada Pembangkit Listrik
PLTG/D di Pesanggaran lebih tepatnya PT. Indonesia Power UP Bali yang merupakan sebuah
perusahaan bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik. Terletak di Jalan Brigjen I Gusti
Ngurah Rai nomor 535, Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar,
Provinsi Bali. Pembangunan Pembangkit Listrik PLTG/D di Pesanggaran ini diakibatkan karena
kebutuhan energi listrik di Bali ini meningkat sebesar 7,7% per tahunnya. Pemadaman listrik pun
sering terjadi di Bali akibat rusaknya kabel transmisi listrik bawah laut yang memasok kebutuhan
listrik di Pulau Bali dari Jawa menunjukan adanya ketergantungan pemasokan energi listrik di Bali
dari Jawa. Sehingga Pembangunan beberapa Pembangkit Listrik di Bali dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan akan energi litrik yang disuplai dari Jawa. Namun, pembangunan
PLTG/D di Pesanggaran dapat saja menimbulkan dampak negatif yaitu meningkatnya tekanan
terhadap lingkungan yang nantinya akan menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah yang
terdampak itu sendiri. Salah satu upaya untuk menghindari kerusakan lingkungan tersebut adalah
setiap industri atau pemrakarsa kegiatan/usaha harus memiliki izin lingkungan berupa dokumen
AMDAL. Kemudian upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup (UKL/UPL). Tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) UUPLH menyebutkan bahwa “setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal” dan
Pasal 34 ayat (1) bahwa “setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib
Amdal, wajib memiliki dokumen UKL/UPL”. Sehingga dengan adanya dokumen ini dapat
mengurangi atau menghindari dampak yang akan timbul dari suatu kegiatan.
Namun, pada kenyataannya, studi kelayakan lingkungan baik dalam bentuk dokumen
AMDAL maupun UKL-UPL yang dijadikan salah satu upaya, tidak selalu berjalan dan berhasil
optimal. Dan sampai saat ini masih banyak dokumen AMDAL yang berkualitas buruk, masih
tingginya tingkat plagiasi diantara dokumen Amdal, dan sebagainya. Dilaporkan bahwa ada sekitar
9.000 lebih dokumen Amdal telah disetujui oleh pemerintah, namun tidak menjamin kerusakan
lingkungan dapat diminimalkan. Pembangkit Listrik PLTG/D di Pesanggaran telah memiliki
dokumen AMDAL dan memiliki surat persetujuan Kelayakan Lingkungan dari Gubernur Bali
pada 14 Agustus 2015. Namun, apakah Pembangkit Listrik PLTG/D di Pesanggaran telah
efektivitas dalam penerapan AMDAL serta Pengelolaan Lingkungan Hidup di sekitarnya. Apakah
termasuk kategori belum efektif, cukup efektif dan sudah efektif. Karena efektivitas merupakan
suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam efektivitas penerapan Amdal dan pelaksanaan
RKL-RPL dalam pengelolaan lingkungan hidup di Bali.
Pembangkit Listrik PLTD/G di Pesanggaran dalam melakukan kegiatan pembangkit listrik
menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga memerlukan upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan dan pelaksanaannya dilakukan oleh perusahaan sebagaimana tertuang
dalam dokumen RKL-RPL. Semua komponen lingkungan, baik komponen fisika, kimia, biologi,
sosial ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat, telah dilakukan upaya pengelolaan,
namun untuk pemantauan lingkungan ada beberapa parameter yang belum dipantau. Dilakukanlah
Pelaksana pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada Pembangkit Listrik PLTD/G di
Pesanggaran dan dilakukan seluruhnya oleh perusahaan dengan bagian terkait. Pengawasan dari
instansi mendorong pelaksanaan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada
Pembangkit Listrik PLTD/G di Pesanggaran. Dan pada saat pelaksanaan terjadi kendala
pemantauan lingkungan di Pembangkit Listrik PLTD/G Pesanggaran, yaitu sebagian besar karena
sulitnya sosialisasi ke masyarakat sekitar yang belum memahami kaidah lingkungan. Biaya,
ketersediaan sumber daya manusia dan tidak adanya teknologi juga menjadi salah satu kendala
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dan sempat ada informasi atau keluhan
dari masyarakat sekitar PLTD/G ke BLH secara langsung atau tidak langsung. Informasi atau
keluhan mengenai permasalahan perluasan lahan dan juga suara bising dari mesin pembangkit,
namun permasalahan tersebut telah diselesaikan dengan alat peredam sudah dipasang di mesin
pembangkit dan areal mesin pembangkit sehingga suara bising mesin tidak keluar. Penggunaan
APD dan penanaman pohon juga sudah dilakukan untuk mengurangi suara bising. Serta tidak
dilakukannya lagi mengenai perluasan lahan.
Kemudian kualitas udara ambien dan emisi di Pembangkit Listrik PLTD/G Pesanggaran
masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan peraturan perundang-undanganan. Dan
kemungkinan akan segera diperbaiki kembali mengenai kualitas udara ambien dan emisi di
Pembangkit Listrik PLTD/G Pesanggaran. Namun, selebihnya seperti pengelolaan untuk kualitas
air sudah dilakukan dengan membuat IPAL, membuat bak penampungan limbah cair, dan
pengolahan limbah cair. Sehingga hasil uji laboratorium untuk air sumur di Pembangkit Listrik
PLTD/G Pesanggaran dan air sungai sekitar Pembangkit Listrik PLTD/G di Pesanggaran melebihi
baku mutu yang telah ditetapkan peraturan perundang-undanganan. Dan pengelolaan limbah padat
sudah menyediakan tempat sampah terpisah, melakukan 3R (Reduce,Recycle,Reuse) serta
menyimpan limbah B3 di tempat penyimpanan yang sudah disediakan dan bekerja sama dengan
pihak lain yang memiliki izin untuk pengolahannya, kemudian melakukan composting untuk
limbah padat organik. Laporan pengolahan limbah B3 juga telah dilaksanakan secara rutin. Serta
dalam pengelolaan dampak kesehatan dilakukan dengan kecelakaan dan gangguan kesehatan
antara lain dengan penggunaan APD, penetapan SOP, dan penanaman pohon untuk mengurangi
penyebaran polusi serta pelaksanaan jaminan asuransi kesahatan terhadap pekerja dan masyarakat
yang terkena dampak. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Pembangkit Listrik PLTD/G di
Pesanggaran memiliki nilai efektivitas sebesar 94% dan berada pada kelompok atas dengan nilai
rentang 67–100% yang menunjukan bahwa pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sudah efektif. Namun, Beberapa kegiatan pengelolaan dan pemantauan khususnya kualitas limbah,
air, dan emisi perlu ditingkatkan termasuk dalam hal pelaporan pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan, dengan bukti-bukti analisis dan dokumen pendukung lainnya, serta pemrakarsa harus
menaati peraturan perundangan sesuai dengan kondisi terkini secara cermat.

Anda mungkin juga menyukai