Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mohamad Figo Wicaksana Adi

NIM : 1931340022

Etika Bisnis dan Hukum Pertambangan

Peraturan perundang undangan Minerba sebelum UU no 4 tahun 2009

1. UU no 37 brp tahun 1960


Point point penting : Segala bahan galian yang berada didalam, diatas dan
dibawah permukaan bumi, dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang
merupakan letakan-letakan atau timbunan-timbunan alam adalah kekayaan nasional
dan dikuasai oleh Negara. dan pengelolaannya diatur menurut peraturan perundang
undangan yang berlaku.
Bahan bahan galian terdiri dari 3 golongan yakni:
a. Golongan bahan galian strategis, yang hanya dapat diusahakan oleh Negara
atau diusahakan bersama sama dengan Pemerintah daerah
b. Golongan bahan galian yang vital, yang dapat diusahakan oleh Negara,
diusahakan bersama oleh Pemerintah Daerah maupun Perusahaan Swasta,
dengan porsi bahwa Negara memegang kuasa terbesar dari pihak swasta
dengan ketentuanketentuan yang berlaku
c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk didalam golongan di point a dan
b, dapat diusahakan oleh berbagai pihak, menurut Peraturan Daerah yang
berlaku
Usaha usaha pertambangan sendiri meliputi:
a. penyelidikan umum;
b. eksplorasi;
c. eksplotasi;
d. pemurnian dan pengolahan;
e. pengangkutan;
f. penjualan.
Usaha pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dan/atau
perseorangan apabila kepadanya telah diberikan kuasa pertambangan. Ketentuan-
ketentuan tentang isi, wewenang, luas wilayah dan syarat- syarat kuasa pertambangan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kuasa pertambangan diberikan dengan Keputusan Menteri. Dalam Keputusan
Menteri itu dapat diberikan ketentuan-ketentuan khusus disamping apa yang telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kuasa Pertambangan tersebut dapat dipindahkan
kepada perusahaan dan/atau perseorangan lain asal memenuhi ketentuan-ketentuan
yang berlaku dan dengan persetujuan Menteri. Kuasa pertambangan ini tidak meliputi
hak tanah permukaan bumi, dan Dalam melaksanakan pekerjaan kuasa pertambangan,
maka jika terlebih dahulu terdapat pertambangan rakyat maka tidak boleh diganggu,
kecuali menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang. Pemegang
kuasa pertambangan wajib membayar kepada Negara iuran pasti, iuran eksplorasi
dan/atau eksplotasi dan/atau pembayaran- pembayaran lainnya yang berhubungan
dengan pemberian kuasa pertambangan yang bersangkutan.
Permintaan kuasa pertambangan dapat diajukan kepada menteri dengan ketentuan
ketentuan yang berlaku. Dengan mengajukan permintaan kuasa pertambangan, maka
peminta kuasa memilih domisili pada Pengadilan Negeri yang berkedudukan diibu-
kota di Daerah tingkat I yang bersangkutan, kecuali, apabila permintaan kuasa
pertambangan mengenai bahan-bahan galian Strategis dan Vital.
Pertambangan tidak boleh dilakukan diwilayah yang ditutup untuk kepentingan
umum, tempat-tempat kuburan, tempat-tempat yang dianggap suci, pekerjaan-
pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan umum, jalan kereta api, saluran air, listerik, gas
dan sebagainya. Dan juga tidak diperbolehkan tanah sekitar lapangan-lapangan dan
bangunan- bangunan pertahanan. Selain itu tempat-tempat pekerjaan usaha
pertambangan lain seperti bangunan-bangunan, rumah tempat tinggal atau pabrik-
pabrik beserta tanah-tanah pekarangan sekitarnya, tidak diperbolehkan kecuali dengan
ijin yang berkepentingan.
Kuasa Pertambangan berakhir jika:
a. karena habis waktunya;
b. karena dibatalkan, jika tidak memenuhi peraturan perundang undangan yang
berlaku, atau ingkar menjalankan perintah-perintah dan himbauan dari pihak
berwajib demi kepentingan negara
c. karena dikembalikan.
2. UU No 11 tahun 1967
Point point penting:

A. Penguasan Bahan Galian


Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan yang
Maha Esa, adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya
dikuasai dan dipergunakan oleh Negara untuk sebesar- besarnya kemakmuran
rakyat.
B. Penggolongan Bahan Galian
Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan :
a. Golongan bahan galian strategis, Pelaksanaan Penguasaan Negara dan
pengaturan usaha pertambangan dilakukan oleh Menteri
b. Golongan bahan galian vital. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh penguasaan
negara dan dilakukan oleh menteri atau dengan memperhatikan kepentingan
Pembangunan Daerah maka dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah tingkat
I
c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a atau b,
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I sesuai daerah asal bahan galian
tersebut
C. Pelaksana Usaha Pertambangan
Instansi Pelaksana Usaha Pertambangan adalah
a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri;
b. Perusahaan Negara;
c. Perusahaan Daerah;
d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan Daerah;
e. Koperasi;
f. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat;
g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah dengan
h. Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-
syarat;
i. Pertambangan Rakyat.

Dalam pelaksanaan usaha Pertambangan, Menteri dapat menunjukan pihak lain


sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan
Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.
Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor, Instansi Pemerintah atau
Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-
petunjuk, dan syarat-syarat yang diberikan oleh Menteri.
Perjanjian karya mulai berlaku sesudah disahkan oleh Pemerintah setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat apabila menyangkut eksploitasi
golongan a (vital) atau yang perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal
asing.
Untuk Pertambangan rakyat sendiri, hanya dapat dilakukan oleh Rakyat setempat
yang memegang Kuasa Pertambangan (Izin) Pertambangan Rakyat.

Usaha usaha pertambangan sendiri meliputi:


a. Penyelidikan umum;
b. Eksplorasi;
c. Eksploitasi;
d. Pengolahan dan pemurnian;
e. Pengangkutan;
f. Penjualan

D. Kuasa Pertambangan
Permintaan untuk memperoleh kuasa pertambangan diajukan kepada
Menteri. Luas wilayah Kuasa Pertambangan sendiri yaitu:
a. KP Penyelidikan Umum maksimum 25000 ha
b. KP Eksplorasi maksimum 10000 ha
c. KP Eksploitasi maksimum 5000 ha

Kuasa Pertambangan sendiri dibagi kembali menjadi 5 jenis yakni:


a. KP Penyelidikan Umum : 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun lagi
b. KP Eksplorasi : 3 tahun dan dapat diperpanjang 2 x 1 tahun; jika akan
dilanjutkan ke tahap eksploitasi maka diperpanjang 3 tahun untuk
konstruksi
c. KP Eksploitasi : 30 tahun dan dapat diperpanjang dua kali 10 tahun
d. KP Pengolahan & Pemurnian : 30 tahun dan dapat diperpanjang setiap 10
tahun
e. KP Pengangkutan dan Penjualan : 10 tahun dan dapat diperpanjang setiap 5
tahun
Dalam Pengelolaan tanah hak milik setelah mendapat Kuasa Pertambangan,
Pihak pemegang KP harus melihat beberapa aturan aturan lainnya yakni:
Apabila telah mendapat izin kuasa pertambangan atas sesuatu daerah atau
wilayah menurut hukum yang berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah
diperbolehkan melakukan pekerjaan pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas
dasar mufakat
Apabila telah ada hak tanah atas sebidang tanah yang bersangkutan dengan
wilayah kuasa pertambangan, maka kepada yang berhak diberi ganti rugi yang
jumlahnya ditentukan bersama antara pemegang kuasa pertambangan yang
mempunyai hak atas tanah tersebut atas dasar musyawarah dan mufakat, untuk
penggantian sekali atau selama hak itu tidak dapat dipergunakan.
Apabila telah diberikan kuasa pertambangan pada sebidang tanah yang diatasnya
tidak terdapat hak tanah, maka atas sebidang tanah tersebut atau bagian-bagiannya
tidak dapat diberi hak tanah kecuali dengan persetujuan Menteri.

Kuasa Pertambangan sendiri dapat dikatakan berakhir jika:


a. Karena dikembalikan;
b. Karena dibatalkan;
c. Karena habis waktunya.

E. Pungutan Negara
Pemegang kuasa pertambangan membayar kepada Negara iuran tetap, iuran
eksplorasi dan/atau eksploitasi dan/atau pembayaran-pembayaran lain yang
berhubungan dengan kuasa pertambangan yang bersangkutan. Pungutan-pungutan
Negara diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kepada Daerah Tingkat I dan
II diberikan bagian dari pungutan-pungutan Negara tersebut, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai