3 Sistem Distribusi Obat
3 Sistem Distribusi Obat
2.3.1 Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada atau Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi
farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil
oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”
Keuntungan sistem ini adalah:
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi informasi kepada perawat berkaitan dengan
obat pasien,
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-pasien,
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d. Mempermudah penagihan biaya pasien.
Permasalahan yang terjadi pada penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai berikut:
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang
menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.
c. Administrasi
Kegiatan administrasi berupa stock opname perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi yang rusak/tidak
sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi dasar, pelaporan pelayanan distribusi
perbekalan farmasi dan pelaporan pelayanan farmasi klinik.
Keuntungan dari penerapan metode desentralisasi diantaranya sebagai berikut :
Penyediaan obat pesanan atau permintaan dapat dipenuhi dengan waktu yang lebih singkat.
Komunikasi langsung yang terjadi antara farmasis, dokter, dan perawat.
Farmasis dapat langsung memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh dokter dan perawat.
Pelayanan farmasi klinik.
Penurunan waktu keterlibatan perawaran dalam distribusi obat.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit-rumah sakit yang besar, seperti kelas A dan B karena memiliki daerah
pasien yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan perawatan pasien sangat jauh. Sistem ini biasanya
digunakan di rumah sakit-rumah sakit kecil atau swasta karena memberikan metode yang sesuai dalam penerapan
keseluruhan biaya pengobatan dan memberikan layanan kepada pasien secara individual.
Keuntungan
1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali resep obat
4. Pengurangan jumlah personel IFRS
Keterbatasan
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh apoteker
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan
5. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyiapan obat yang sesuai di setiap daerah unit
perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
Alur sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah dokter menulis resep kemudian diberikan kepada perawat
untuk diinterpretasikan kemudian perawat menyiapkan semua obat yang diperlukan dari persediaan obat yang ada di
ruangan sesuai resep dokter untuk diberikan kepada pasien, termasuk pencampuran sediaan intravena. Persediaan
obat di ruangan dikendalikan oleh instalasi farmasi.
Keuntungan
1. Semua resep / order individual dikaji langsung oleh apoteker
2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang
5. Mengurangi terjadinya kesalahan terapi obat
Keterbatasan
II. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita (obat resep individual)
III. Kesalahan obat pemberian obat yang disiapkan dari persediaan ruang dapat terjadi.
IV. Membutuhkan tempat yang cukup untuk tempat penyimpanan obat
Alur sistem distribusi obat kombinasi persediaan di ruang dan resep individual adalah dokter menulis resep untuk
pasien dan resep tersebut diinterpretasikan oleh apoteker dan perawat. Pengendalian oleh apoteker dilakukan untuk
resep yang persediaan obatnya disiapkan di instalasi farmasi. Obat kemudian diserahkan ke ruang perawatan pasien
sewaktu pasien minum obat. Pengendalian obat yang tersedia di ruang perawatan dilakukan oleh perawat dan
apoteker. Obat disiapkan kepada pasien oleh perawat.
Keuntungan
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang dikonsumsi saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS. Jadi perawat mempunyai waktu
lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter dan membuat profil pengobatan
penderita (p3) oleh apoteker dan perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. Dengan kata
lain, sistem ini mengurangi kesalahan obat
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis di unit perawatan dan IFRS
5. Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
6. Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personal professional dan nonprofessional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawatan dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memerlukan cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak dari dokter menulis
resep / order sampai penderita menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan, nomor kendali dan
kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsi pada penderita. Hal ini mengurangi kesempatan salah obat juga
membantu daalam penelusuran kembali kemasan apabila terjadi penarikan obat
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat dating ke unit perawat/ ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat, membantu memberikan
masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan yang lebih baik lagi.
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. pening katan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. pengendalian yang lebih besar oelh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan penjadwalan staf
18. penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomastisasi
d. Kebutuhan apoteker
Tugas apoteker dalam suatu sistem distribusi obat sentralisai mungkin disdominasi oleh tugas menyiapkan,
dispensing, dan memberikan partisipasi minimal dalam pelayanan klinikdalam lingkup minimal, tidak melayani secara
memadai atau tidak memenuhi kebutuhan pasien, dokter dan perawat yang berkaitan dengan obat.
Dalam lingkungan desentralisasi, apoteker dapat menghubungkan secara langsung, kebutuhan terapi obat pasien
sebagai hasil dari berbagai kemudahan pencapaian pasien, perawat, dokter dan rekaman medic. Apoteker dapat
mengembangkan keahlian dalam perawatan pasien tertentu. Dengan demikian pengalaman apoteker dalam terapi
pasien dapat bertambah.
VI. Pelayanan dan Manfaat yang Diharapkan Penderita dari IFRS Desentralisasi
Karakteristik praktek farmasi klinik apoteker dalam suatu IFRS desentralisasi :
Kunjungan ke ruang perawatan penderita
Apoteker menyertai dokter dalam kunjungan pendidikan ke ruang perawatan. Partisipasi tersebut adalah dalam
rangka memberikan informasi obat agar diperoleh rencana pengobatan yang lebih baik.
Wawancara penderita
Informasi sejarah obat penderita diperoleh secara lisan oleh apoteker untuk melengkapi rekaman IFRS. Masalah
terapi obat pada pasien dapat diidentifikasi, demikian juga obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak
bermanfaat.
Pemantauan Terapi Obat Penderita
Proses pemantauan terapi obat yang bermanfaat maupun obat yang tidak bermanfaat.
Pertanyaan dokter
Pertanyaan dari dokter tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
Pertanyaan perawat
Pertanyaan dari perawat tentang terapi obat penderita dan pertanyaan informasi obat umum dijawab oleh apoteker.
Informasi obat
Dokter membutuhkan informasi obat yang berdasarkan penelitian dari pustaka informasi yang tersedia untuk
melayani pertanyaan tersebut.
Pelayanan terapi obat yang diatur apoteker
Apoteker mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terapi obat tertentu atas permintaan dokter, pelayanan
demikian akan menghasilkan terapi obat yang lebih aman, spesifik dan efektif.
Farmakokinetik
Keberhasilan penerapan pelayanan farmakokinetik klinik dapat atau tidak membutuhkan keberadaan secara fisik
suatu laboratorium farmakokinetik yang dikendalikan oleh IFRS. Hal ini bukan berarti apoteker tidak mampu
memberikan pelayanan informasi secara farmakokinetik.
Evaluasi penggunaan obat
Program evaluasi penggunaan obat adalah suatu proses jaminan mutu yang disahkan rumah sakit, dilakukan terus
menerus, terstruktur, ditujukan guna memastikan bahwa pemberian obat diberikan secara aman dan efektif.
Keterbatasan
1. Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk bekerja secara efektif dengan asisten apoteker dan
teknisi lain
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan, distribusi dan pelayanan klinik. Waktu yang mereka
gunakan dalam kegiatan yang bukan distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten apoteker yang bermutu
dan kemampuan teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan waktu guna memenuhi tanggungjawab
mereka
3. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena likasi IFRS cabang yang banyak untuk
obat yang sama, terutama untuk obat yang jarang ditulis.
4. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf berpraktek dalam lokasi fisik yang
banyak
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi obat, laminar air flow, lemari pendingin, rak
obat, dan alat untuk meracik
6. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat melebihi kapasitas ruangan dan
personal dalam unit IFRS desentralisasi yang kecil
VII. PERENCANAAN SUATU SISTEM DISTRIBUSI OBAT BAGI PENDERITA RAWAT TINGGAL
Perencanaan suatu sistem distribusi obat bagi penderita rawat tinggal di suatu rumah sakit dilakukan oleh PFT, IFRS,
perawat dan unit lain jika diperlukan. Tim yang dibentuk mengadakan peninjauan luas dari semua sistem distribusi
obat yang ada dan kondisi rumah sakit. Tim mempelajari keuntungan dan keterbatasan suatu sistem distribusi obat
berkaitan dengan kondisi rumah sakit secara menyeluruh. Kemudan tim memilih salah satu dari sistem distribusi obat
untuk selanjutnya dilakukan studi penerapan sistem distribusi obat yang dipilih itu lebih mendalam.
Perencanaan spesifikasi
Proses mendesain suatu sistem distribusi obat, mencakup :menerjemahkan kebutuhan konsumen (penderita dan
staf profesional pelayanan kesehatan) menjadi spesifikasi pelayanan obat, spesifikasi penghantaran pelayanan obat,
dan spesifikasi pengendalian mutu pelayanan obat.
Spesifikasi pelayanan obat
Spesifikasi pelayanan obat dengan menetapkan pelayanan yang diberikan. Spesifikasi pelayanan obat harus
mengandung suatu pernyataan yang lengkap dan tepat dari pelayanan yang diberikan, meliputi :
1. suatu uraian yang jelas dari karakteristik pelayanan yang menjadi sasaran evaluasi.
2. suatu standar untuk penerimaan dari tiap karakteristik pelayanan.
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat
Spesifikasi penghantaran pelayanan obat menetapkan sarana dam metode yang digunakan untuk menghantarkan
pelayanan obat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, “Pedoman Pengelolaan Obat
Daerah Tingkat II”, Jakarta 1996.
2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, “Pedoman Teknis
Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD)” , Jakarta, 2002.
3. Departemen Kesehatan RI, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, “Pengolahan Obat Kabupaten/Kota”, Jakarta,
2001.
4. Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, “Teori & Penerapan Farmasi Rumah Sakit”, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
5. Qurck, J.D., “Managing Drug Suplly”, Jonathan. D., (Eds), Second Edition, Reursod and Expanded, Kumarin
Press, USA, 1997.
Distribusi merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta
untukmenunjang pelayanan medis (Anonim, 2006). Distribusi adalah kegiatan menyalurkan
perbekalan farmasi agar pelayanan terhadap pasien dapat berjalan dengan baik. Sistem distribusi
obat yang diterapkan pada setiap rumah sakit berbeda-beda tergantung kondisi dan kebijakan
rumah sakit. Sistem distribusi yang baik mempunyai beberapa ciri antara lain:
a. Penyimpanan obat dilakukan sesuai persyaratan stabilitas sehingga mutu sediaan terjamin serta
memudahkan monitoring persediaan
b. Pengelolaan persediaan dilakukan secara optimal
c. Administrasi stok persediaan dilakukan secara akurat sehingga memberikan informasi yang tepat
d. Meminimalkan kemungkinan pencurian, kehilangan stok dengan mengoptimalkan sistem
pengamanan, penataan dan administrasi stok
e. Meminimalkan kejadian obat rusak atau telah melampaui waktu kadaluarsa
Sistem distribusi terbagi menjadi dua berdasarkan jangkauan pelayanan instalasi farmasi
di rumah sakit, yaitu:
a) Sistem sentralisasi, jika seluruh resep disiapkan dan didistribusikan oleh instalasi farmasi sentral.
b) Sistem desentralisasi, jika terdapat instalasi farmasi lain (outlet/depo/satelit) yang memberikan
pelayanan farmasi dalam kesatuan manajemen rumah sakit.
Berdasarkan mekanisme distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit, sistem distribusi
terbagi menjadi beberapa tipe yaitu:
1. Individual Prescribing
Sistem distribusi ini adalah distribusi obat kepada pasien berdasarkan resep obat dokter untuk
tiap pasien. Dalam sistem ini semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari
IFRS.
2. Floor Stock
Sistem distribusi ini adalah menyiapkan obat yang dibutuhkan pasien di ruangan perawatan
kecuali obat mahal atau obat yang jarang digunakan.
3. Kombinasi antara individual prescribing dengan floor stock
Sistem distribusi ini adalah distribusi obat dengan menggunakan sistem penulisan resep secara
individu dan juga memanfaatkan floor stock secara terbatas.
4. Unit Dose Dispensing (UDD)
Sistem distribusi ini adalah penyiapan obat dosis tunggal untuk pemakaian selama 24 jam oleh
petugas instalasi farmasi.
Alur pelayanan penerimaan barang di gudang farmasi antara lain:
a. petugas menerima obat dari PBF sesuai faktur
b. petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, abjad, nama obat dengan
memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada)
c. petugas mencatat per jenis obat dalam kartu stock obat
d. petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan sesuai dengan mencatat ke dalam buku
pengeluaran barang gudang, petugas membuat laporan penerimaan dan pengeluaran barang dari
gudang farmasi.