Anda di halaman 1dari 4

ULANGAN TENGAH SEMESTER(2)

HUKUM ADAT

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H.,M.Si.
I Gede Pasek Pramana, S.H.,M.H.

Oleh:
I Made Bagus Arya Indrajaya
2004551091
B/ Reguler Pagi
(087774194920)

DENPASAR
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2021
*Soal
1. Apakah adat dapat disamakan dengan hukum adat? Jelaskan.
2. Bagaimanakah relasi antara hukum adat dan agama? Jelaskan.
3. Sebutkan dan jelaskan mengenai ragam bentuk dari hukum adat.
4. Bagaimanakah pengakuan negara (Indonesia) terhadap eksistensi hukum adat? Jelaskan.
5. Sebutkan dan jelaskan dengan contoh mengenai sifat/ciri/corak hukum adat.(Minimal
menjelaskan 4 sifat/ciri/corak hukum adat).
*Jawaban
1) Menurut saya adat dan hukum adat tidak sama, karena jika ditinjau sanksinya adat istidat
tidak memiliki sanksi dari sedangkan hukum adat memiliki sanksi. sanksinya adalah berupa
reaksi dari masyarakat hukum yang bersangkutan contoh sanksinya A.Teguran, B.Peringatan,
C. Denda bisa berupa uang atau kegiatan
2) Hukum adat dan agama saling berkaitan, alasannya dari teori receptio in complexu, hukum
agama diterima secara keseluruhan oleh masyarakat sekitar yang memeluk agama tersebut.
Singkatnya, hukum adat mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu.
Begitu juga teori receptie hukum agama dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan atau
telah diterima keberlakuannya oleh hukum adat. Artinya, hukum Islam mengikuti hukum adat
masyarakat sekitar.
3) Jika berbicara mengenai hukum adat, bentuk hukum adat itu tidak tertulis karena Hukum
adat sebagai hukum tidak tertulis serta tidak menggunakan prosedur seperti halnya hukum
tertulis, namun peraturan hukum adat tersebut dapat berlaku dalam artian dijalankan dan
dipatuhi oleh masyarakat tanpa adanya paksaan. Sehingga hukum adat dianggap sebagai the
living law karena hukum adat berlaku pada masyarakat, tanpa harus melalui upaya
pengundangan dalam lembaran negara.
4) Pengakuan negara Indonesia terhadap eksistensi hukum adat ada pada pasal 18B ayat (2)
UUD 1945 yang dimana negara mengakui dan menghormati keberadaan dan hak-hak
masyarakat hukum adat. Namun pengakuan tersebut memberikan batasan-batasan atau
persyaratan agar suatu komunitas dapat diakui keberadaan sebagai masyarakat hukum adat.
Ada empat persyaratan keberadaan masyarakat adat menurut Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
antara lain: (a) Sepanjang masih hidup; (b) Sesuai dengan perkembangan masyarakat; (c)
Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (d) Diatur dalam undang-undang. (Kurnia
Warman, Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat, hal 3)
5) Corak hukum adat ada 4 yakni: (Sri Warjati, Ilmu Hukum Adat, hal 31-34)
a) Corak pertama, Tradisional; hukum adat pada umumnya berbentuk tradisional, artinya
bersifat turun temurun dari jaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang,
keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat bersangkutan
misalnya dalam hukum kekerabatan adat orang Bali yang menarik garis keturunan lelaki
sejak dulu sampai sekarang.
b) Corak kedua,keagamaan: hukum adat itu bercorak magis religius maknanya prilaku
norma-norma hukumnya berhubungan dengan yang ghaib dan atau berdasrkan pada
pedoman ajaran ketuhanan yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa indonesia
bahwa di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu
bergerak (dinamisme), di sekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang
mengawasi kehidupan manusia (jin,malaikat, iblis, dan sebagainya) dan alam sejagad
ini ada karena ada yang mengadakan yaitu Yang Maha Menciptakan.
c) Corak ketiga, Kebersamaan; hukum adat memiliki bentuk yang bersifat kebersamaan
(komunal). Maknanya hukum adat lebih memprioritaskan kepentingan bersama dimana
kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama. Ikatan hukum antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain berdasarkan atas rasa kebersamaan,
kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong.
d) Corak kedelapan, musyawarah dan mufakat; artinya hukum adat mementingkan adanya
musyawarah dan mufakat di dalam keluarga, di dalam ikatan kekeluargaan dan
ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan ataupun dalam menyelesaikan
pekerjaan, apalagi yang bersifat “peradilan” dalam mengakhiri perdebatan antara yang
satu dengan yang lain. Dalam penyelesaian perselisihan selalu mementingkan jalan
penyelesaian secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat dengan saling
memaafkan
Daftar Pustaka:
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5add48d9a8a43/arti-teori-ireceptio-a-
contrario-i/
https://procurement-
notices.undp.org/view_file.cfm?doc_id=39284#:~:text=Pasal%2018B%20ayat%20(2)%20UU
D,hak%2Dhak%20masyarakat%20hukum%20adat.&text=Undang%2DUndang%20yang%20
diperintahkan%20Pasal,1945hingga%20saat%20ini%20belum%20terbentuk.
http://digilib.uinsby.ac.id/39736/1/Sri%20Warjiyati_Ilmu%20Hukum%20Adat.pdf

Anda mungkin juga menyukai