Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM ADAT

MASYARAKAT HUKUM ADAT

Dosen Pembimbing : Tsabit Latief

Disusun oleh:

Haidar Al Fairuz

Safirah

Fakultas Agama Islam

Universitas Nahdatul Ulama Indonesia

Kampus B Parung-Bogor

2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
Hukum Keluarga, serta tak lupa pula penulis haturkan Shalawat serta Salam kepada
junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan
menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas kampus serta
menambah wawasan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini penulis menyadari bahwa
masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan namun, besar harapan penulis semoga
makalah yang di susun ini bisa bermanfaat. Makalah ini dapat terselesaikan atas usaha
keras penulis dan bantuan rekan rekan dalam diskusi untuk mengisi kekuranganya.
Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa baik dalam
penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik
dari berbagai pihak penulis sangat mengharapkan untuk penunjang dalam pembuatan
makalah penulis berikutnya.

Parung, 03 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Hukum Adat

B. Masyarakat Hukum Adat

C. Kedudukan Hukum Adat Dalam Perkembangan Yurispundnesi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adat” adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa belanda: “adatrecht”.
Snouck Hurgronje adalah orang yang pertama yang memakai istilah “adatrecht” itu.
Istilah “adatrecht” kemudian dikutip dan dipakai selanjutnya oleh Van Vollenhoven
sebagai tenhnis-juridis (Bushar 24 Muhammad,1976:9). Hukum adat itu adalah suatu
kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu
berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam
kehidupan seharihari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa
ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi) (Surojo
Wignjodipuro,1982:17). Van Vollenhoven dalam penelitian pustakanya pernah
menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat asli yang hidup di Indonesia, sejak ratusan
tahun sebelum kedatangan bangsa Belanda, telah memiliki dan hidup dalam tata
hukumnya sendiri. Tata hukum masyarakat asli tersebut dikenal dengan sebutan
Hukum Adat. (H.R.Otje Salman, 2001:7) .
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu hukum adat?
2. Bagaimana hukum adat di masyarakat?
3. Jelaskan kedudukan hukum adat dalam perkembangan yurispundensi?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi hukum adat.
2. Memahami hukum adat di masyarakat.
3. Mengetahui kedudukan hukum adat dalam perkembangan yurispundensi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat


Menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo dalam bukunya Abdurrahman,S.H,
mengatakan hukum adat bukan karena bentuknya tidak tertulis, melainkan karena
hukum adat tersusun dengan dasar pikiran tertetu (Abdurrahman,1984:17).
Pembentukan hukum adat itu sendiri terbentuk dari tingkah laku manusia, norma-
norma, dan kepercayaan secara turun-temurun yang dipercayai oleh masyarakat
hukum adat sebagai hukum yang mengatur tingkah laku di dalam kehidupan sehari-
hari.
Menurut bapak hukum adat Prof. Van Vollenhoven, yang menyebutkan sebagai
“Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan Timur
Asing pada satu pihak mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain
berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat). (Vollenhopen,1983:14) 25
C.Van Vollenhoven juga mengutarakan bahwa hukum adat mempunyai corak dan
sistem tersendiri berbeda dengan hukum Barat. Sistem Hukum Barat adalah berasal
dari Hukum Romawi yang berarti berasal dari Kebudayaan Romawi. (Djaren Saragih,
1984:23)
B. Masyarakat Hukum Adat
Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan oleh
Cornelius Van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius Van Vollenhoven
mengeksplor lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter Haar memberikan
pengertian sebagai berikut, masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat
yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan
mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak
terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam
masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun
diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan
diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya (Husen Alting,2010:30).

2
Bentuk dan susunan masyarakat hukum yang merupakan persekutuan hukum itu,
para anggotanya terikat oleh faktor yang bersifat territorial dan geneologis. Menurut
pengertian yang dikemukakan para ahli hukum di zaman Hindia Belanda, yang
dimagsud dengan masyarakat hukum atau persekutuan hukum yang territorial adalah
masyarakat yang tetap dan teratur, yang anggota-anggota masyarakatnya terikat pada
suatu daerah kediaman tertentu, baik dalam kaitan duniawi sebagai tempat kehidupan
maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh leluhur
(Hilman,2003:108).
Balam buku De Commune Trek in bet Indonesische, F.D. Hollenmann
mengkontruksikan 4 (empat) sifat umum dari masyarakat adat, yaitu magis religius,
komunal, konkrit dan kontan. Hal ini terungkap dalam uraian singkat sebagi berikut
(Husen Alting,2010:46)

1) Sifat magis religius diartikan sebagai suatu pola pikir yang didasarkan pada
keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersiafat sakral. Sebelum
masyarakat bersentuhan dengan sistem hukum agama religiusitas ini
diwujudkan dalam cara berfikir yang frologka, animism, dan kepercayaan pada
alam gahib. Masyarakat harus menjaga kehamonisan antara alam nyata dan
alam batin (dunia gaib). Setelah masyarakat mengenal sistem hukum agama
perasaan religius diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Tuhan (Allah).
Masyarakat percaya bahwa setiap perbuatan apapun bentuknya akan selalu
mendapat imbalan dan hukuman tuhan sesuai dengan derajat perubahannya.
2) Sifat komunal (Commuun), masyarakat memiliki asumsi bahwa setiap setiap
individu, anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat
secara keseluruhan. Diyakini bahwa kepentingan individu harus sewajarnya
disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena tidak ada
individu yang terlepas dari masyarakat.
3) Sifat kongkrit diartikan sebagai corak yang seba jelas atau nyata menunjukkan
bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan
secara diam-diam atau samar.
4) Sifat kontan (kontane handeling) mengandung arti sebagai kesertamertaan
terutama dalam pemenuhan prestasi yang diberikan secara sertamerta/seketika.
Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam Kawasan Tertentu,
menyebutkan bahwa pengakuan hak masyarakat hukum adat adalah pengakuan

3
pemerintah terhadap keberadaan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya
masih ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat hukum adat adalah
sekelompok orang yang mempunyai ketentuan sendiri, batas wilayah sendiri, serta
norma-norma yang berlaku dimasyarakat itu dan dipatuhi oleh kelompok masyarakat yang
ada di kelompok tersebut.

C. Kedudukan Hukum Adat Dalam Perkembangan Yurisprudensi


Para pencari keadilan (justiciabellen) tentu sangant mendambakanm perkara-perkara
yang diajukan ke pengadilan dapat diputus oleh hakim-hakim yang profesional dan
memiliki integritas moral yang tinggi, sehingga dapat melahirkan putusan-putusan yang
tidak saja mengandung aspek kepastian hukum tetapi juga memberikan menjamin adanya
keadilan bagi setiap orang. Karena keadilan itulah yang menjadi tujuan utama yang
hendak dicapai dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan.1

Yurisprudensi, berasal dari kata bahasa Latin: iuris prudential 2, secara tehnis artinya
peradilan tetap atau hukum. Yurisprudensi adalah putusan hakim (judge made law) yang
diikuti hakim lain dalam perkara serupa (azas similia similibus), kemudian putusan hakim
itu menjadi tetap sehingga menjadi sumber hukum yang disebut yurisprudensi.
Yurisprudensi dalam praktek berfungsi untuk mengubah, memperjelas, menghapus,
menciptakan atau mengukuhkan hukum yang telah hidup dalam masyarakat. Selanjutnya
menurut Fockema Andrea, Yurisprudensi peradilan (dalam penegrtian umum, pengertian
abastrak); khususnya ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh pengadilan
(sebagai kebalikan dari ajaran atau doctrine dari pengarangpengarang terkemuka),
selanjutnya pengmpulan yang sistematis dari putusan Mahkamah Agung dan Putusan
Pengadilan Tinggi (yang tercatat) yang diikuti oleh hakim-hakim dalam memberikan
putusannya dalam soal yang serupa.3

Dalam hukum adat, yurisprudensi hukum, selain merupakan keputusan pengadilan


yang telah menjadi tetap dalam bidang hukum adat, juga merupakan sarana pembinaan
hukum adat, sesuai cita-cita hukum, sekaligus dari yurisprudensi dari masa ke masa dapat
dilacak perkembangan – perkembangan hukum adat, baik yang masih bersifat local
maupun yang telah berlaku secara nasional. Perkembanganperkembangan hukum adat

1
Sutiyoso Bambang., Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Idonesia, UII Press, Yogyakarta, 2010, hal 4.
2
Ahmad Kamil H dan Fausan, M . ,Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal 9.
3
Achmad S. Soema di Pradja., Hukum Pidana Dalam Yurisprudensi, Penerbit, CV. Armico, Bandung, 1990, hal
16.

4
melalui yurisprudensi akan memberikan pengetahuan tentang pergeseran dan tumbuhnya
hukum adat, melemahnya hukum adat local dan menguatnya hukum adat yang kemudian
menjadi bersifat dan mengikat secara nasional. Perkembangan hukum adat melalui
yurisprudensi dapat dilacak dalam beberapa hal antara lain:

1. Prinsip Hukum Adat.

Hukum adat antara lain bersandarkan pada azas: rukun, patut, laras, hal ini ditegaskan
dalam yurisprudensi Mahkamah Agung-RI Nomor: 3328/Pdt/1984 tanggal 29 April 1986.
Dalam Putusan MA-RI Nomor 2898 K/Pdt/1989 tanggal 19 Nomember 1989,
berdasarkan sengketa adat yang dimbul di Pengadilan Kefamenanu, Nusa Tenggara
Timur, Mahkamah Agung menegaskan: “ Dalam menghadapi kasus gugatan perdata yang
fondamentum petendi dan petitumnya berdasarkan pada pelanggaran hukum adat dan
penegasan sanksi adat; Bila dalam persidangan penggugat dapat membuktikan dalil
gugatannya, maka hakim harus menerapkan hukum adat mengenai pasal tersebut yang
masih berlaku di daerah bersangkutan, setelah mendengar Tetua adat setempat“.

2. Menguatnya Kedudukan Keluarga Inti (Gezin) Golongan masyarakat adat di


Indonesia terdiri dari golongan masyarakat patrilineal, golongan masyarakat matrilineal
dan golongan masyarakat parental (bilateral). Dalam Perkembangannya ternyata semakin
kuat dan diakuinya pergeseran system kekeluargaan dalam masyarakat adat matrilineal
dan masyarakat adat matrilineal ke arah system parental atau bilateral. Yurisprudensi
tanggal 17 Januari 1959b Nomor 320K/ Sip/ 1958 sebagai berikut:

1. Si istri dapat mewarisi harta pencaharian sang suami yang meninggal dunia;

2. Anak yang belum dewasa dipelihara dan berada dalam pengampuan ibu;

3. Karena anak berada dalam pengampuan ibu, maka harta kekayaan anak
dikuasai dan diurus oleh ibu. 3. Kedudukan sama laki dan perempuan.

3. Prinsip-prinsip Jual Beli Tanah

Jual beli tanah sah bila memenuhi syarat terang dan tunai, hal ini ternyata secara
konsisten dipegang dalam yurisprudensi tentang jual beli tanah. Terang artinya transaksi
peralihan hak atas tanah harus disaksikan oleh Pejabat Umum. Tunai artinya jual beli
tanah hanya sah bila berlangsung adanya pembayaran lunas dan penyerahan tanah pada
saat yang sama.

5
4. Hukum Pidana Adat.

Dalam sistem hukum adat, sesungguhnya tidak ada pemisahan hukum pidana dengan
hukum lain sebagaimana sistem hukum barat, penjatuhan pidana semata-mata dilakukan
untuk menetapkan hukumnya (verklaring van recht) berupa sanksi adat (adatreaktie),
untuk mengembalikan hukum adat yang dilanggar. Hukum pidana adat mendapat rujukan
berlakunya dalam pasal 5 ayat 3 UU No. 1/Drt/1951.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Adat adalah hukum yang benarbenar hidup dalam kesadaran hati
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka
sesuai dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat
disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat yang
ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun keputusan. Namun
yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan pengembangan lebih jauh
dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional dan upaya penegakan
hukum yang berlaku di Indonesia.
B. Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan dari segi pembahasan dan kekhilafan
baik dari segi penulis maupun pelafalan yang kurang sesuai. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan kritikan dan sarannya terhadap makalah ini. Agar
kesempurnaan makalah ini dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sutiyoso. 2010. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di
Indonesia. Yogyakarta. UII Press.

6
Kamil Ahmad H, Fausan M. 2004. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi.
Jakarta. Prenada Media.

Anda mungkin juga menyukai