(Hukum Waris)
Oleh:
Ni Putu Kompiang Ratna Dewi 2282411050
pluralisme budaya, adat istiadat dan yang tidak bisa dipungkiri pula bahwa di Indonesia
juga hidup hukum yang beraneka ragam. Fenomena ini dikenal dengan istilah pluralisme
hukum atau kemajemukan hukum (legal pluralisem). Sejak masa penjajahan, masyarakat
nusantara dipaksa untuk tunduk pada Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda (univikasi
hukum). Pemaksaan ini masih berlanjut saat Nusantara bebas dari penjajahan kolonial.
Konsep yang kemudian dianut adalah konsep tatanan politik yang dikenal sebagai negara
bangsa (nation state) yang kemudian melahirkan sebuah negara baru yang berstruktur
Kendati Indonesia telah memiliki hukum nasional, keberadaan hukum dan nilai-
nilai yang hidup dimasyarakat tidak seketika kemudian diambil alih oleh hukum nasional.
Keberadaan hukum adat dan nilai-nilai yang hidup dimasyarakat yang belum
diakomodasi ke dalam hukum nasional masih hidup dan dianut sebagai hukum oleh
masyarakat. Hukum ini kemudian lebih dikenal dengan istilah hukum adat. Kondisi ini
masyarakat. Cotterell dalam bukunya yang berjudul “Law’s Community, Legal Theory in
1
Joeni Arianto Kurniawan, Pluralisme Hukum dan Urgensi Kajian Socio-Legal Menuju Studi dan
Pengembangan Hukum yang Berkeadilan Sosial, Makalah ini disampaikan sebagai materi “Pelatihan
Advokasi dan Social Justice” UKBH FH Unair, Surabaya, 16 November 2013.
2
I Nyoman Nurjaya, Perkembangan Pemikiran Konsep Pluralisme Hukum, Makalah untuk
dipresentasikan dalam Konferensi Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia
yang Sedang Berubah: “Mempertanyakan Kembali Pelbagai Jawaban”, 11 – 13 Oktober 2004, Hotel Santika,
Jakarta.
“We should think of law as a social phenomenon pluralistically, as
regulation of many kinds existing in a variety of relationships, some of the
quite tenuous, with the primary legal institutions of the centralized state.
Legal anthropology has almost always worked with pluralist conceptions
of law.”
hanya berupa hukum negara (state law), namun juga dalam bentuk hukum agama
(religion law), maupun hukum kebiasaan (customary law). Sementara di Indonesia lebih
sebagai suatu keadaan saat dua sistem hukum atau lebih bekerja
berdampingan dalam suatu bidang kehidupan sosial yang sama, atau guna
menjelaskan keberadaan dua sistem pengendalian sosial atau lebih dalam satu
dua sistem hukum atau lebih berinteraksi dalam satu kehidupan sosial.
kondisi di mana lebih dari satu sistem hukum atau institusi bekerja secara
kelompok masyarakat.
pluralisem) merupakan kondisi adanya dua atau leibih sistem hukum yang berinteraksi
atau berkerja berdampingan di dalam satu bidang kehidupan sosial yang sama. Indonesia
sebagai negara yang mengakui dan menghormati eksistensi Masyarakat Adat, tentunya
3
Ibid.
tidak bisa berpaling dari realitas praktik pluralisme hukum. Secara praktis pluralisme
dan juga merawat aturan lokal, baik yang telah ada, maupun yang akan
2. Berfungsi sebagai benteng atau tameng bagi suatu kelompok dari intervensi
nilai atau norma eksternal yang tidak sejalan dengan cita-cita suatu
telah terdapat tata aturan tersendiri yang harus dihormati dan difasilitasi oleh
dan
Ketiga hal tersebut sebagai kelebihan dari pluralisme hukum tentunya akan sangat
Terlebih lagi realitas pembangunan yang secara perlahan menggeser dan menggusur
keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-haknya dan nilai-nilai kearifan lokal yang
4
Benni Setiawan, 2012, Pluralisme Hukum Islam, Sebuah Pembacaan Awal (online:
http://journal.uny.ac.id/index.php/humanika/article/view/3650, diakses pada 13 Maret 2023)