Anda di halaman 1dari 7

1.

Konsep perubahan

Perubahan adalah setiap perubahan yang direncanakan atau tidak direncanakan di


suatu organisme, situasi, atau proses (Lippit, 1973 dalam Allender et al., 2014).

Teori perubahan menurut para ahli antara lain sebagai berikut :

1. Teori Lewin (1951)

Teori perubahan Lewin menjelaskan bahwa seseorang yang akan mengadakan


suatu perubahan harus memiliki konsep tentang perubahan agar proses perubahan
tersebut terarah dan mencapai tujuan yang ada. Langkah-langkah mengelola
perubahan menurut Lewin, meliputi: Unfreezing (Pencairan) Unfreezing
merupakan tahap penyadaran akan kebutuhan untuk berubah Changing
(Pengubahan) merupakan proses menemukan dan mengadopsi sikap, nilai, dan
tingkah laku baru dengan bantuan agen perubahan terlatih, yang memimpin
individu, kelompok, atau seluruh organisasi melewati proses tersebut. Refreezing
(Pemantapan) merupakan proses membawa kembali kelompok kepada
keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).

2. Teori Rogers (1962)

Rogers mengembangkan teori dari Lewin tentang tiga tahap perubahan dengan
menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan
lingkungan sering dikenal dengan AIETA, antara lain: Awareness tahap awal
yang menyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan diperlukan adanya
kesadaran untuk berubah Interest tahap ini menyatakan bahwa untuk mengadakan
perubahan harus timbul perasaan suka atau minat terhadap perubahan. Evaluasi
tada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak ditemukan
hambatan selama mengadakan perubahan. Trial tahap ini merupakan tahap uji
coba terhadap hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui
hasilnya sesuai dengan situasi yang ada. Adoption yaitu proses perubahan
terhadap sesuatu yang baru setelah ada uji coba dan merasakan ada manfaatnya
sehingga mampu mempertahankan hasil perubahan.

3. Teori Lippits (1973)

Lippits mengembangkan teori Lewin dengan menambahkan tujuh langkah dalam


mengelola perubahan, meliputi:

a. Mendiagnosa masalah mengidentifikasi semua faktor yang mungkin


mendukung atau menghambat perubahan.
b. Pengkajian, motivasi dan kapasitas untuk berubah mencoba mencari
pemecahan masalah.
c. Menentukan tujuan akhir perubahan menyusun semua hasil yang di dapat
untuk membuat perencanaan.
d. Memilih peran yang tepat untuk agen pembaruan menetapkan peran dari
pembaharuan sebagai agen perubahan (pendidik, peneliti, atau
pemimpin).
e. Mempertahankan perubahan mempertahankan hasil dari perubahan yang
telah dicapai.
f. Menghentikan hubungan pertolongan melakukan penghentian bantuan
supaya harapan peran dan tanggungjawab dapat tercapai secara bertahap.
4. Teori Havelock

Teori Havelock merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan


perencanaan yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan
menurut Havelock, meliputi, membangun suatu hubungan, mendiagnosis masalah,
mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan, memilih jalan keluar,
meningkatkan penerimaan, stabilisasi dan perbaikan diri sendiri

5. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau
untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem
berubah. Delapan langkah dasar Spradley (Harigopal, K, 2006) adalah sebagai
berikut, mengenali gejala, mendiagnosis masalah, menganalisis alternatif jalan
keluar, memilih perubahan, merencanakan perubahan, mengimplementasikan
perubahan , mengevaluasi perubahan, menstabilkan perubahan

2. Konsep kolaborasi

Karakteristik kolaborasi dalam komunitas kesehatan terdiri dari adanya tujuan


bersama, saling partisipasi antar belah pihak, memaksimalkan sumber daya, tanggung
jawab yang jelas, dan ada batasan yang telah ditentukan (Allender, Rector, & Warner,
2014).
1. Tujuan bersama
Perawat, klien, dan lainnya, terlibat dalam upaya kolaborasi atau kemitraan
mengenali alasan spesifik untuk memasuki hubungan. Tim memasuki hubungan
kolaboratif dengan tujuan yang harus dipenuhi dan tujuan spesifik untuk
dicapai.
2. Saling partisipasi antarbelah pihak
Pada kolaborasi semua anggota tim berkontribusi dan saling menguntungkan
(Petri, 2010). Kolaborasi melibatkan feedback dimana tiap individu
mendiskusikan kontribusi yang mereka harapkan, dan ini penting untuk semua
anggota tim untuk merasa dihargai.
3. Memaksimalkan sumber daya
Kolaborasi kemitraan dirancang untuk memanfaatkan keahlian para kolaborator
yang paling berpengetahuan dan dalam posisi terbaik untuk mempengaruhi hasil
yang menguntungkan.
4. Tanggung jawab yang jelas
Pada kolaborasi harus ada tanggung jawab yang jelas pada tiap anggotanya.
Kolaborasi yang efektif dengan jelas menentukan apa yang akan dilakukan
masing-masing anggota untuk mencapai tujuan yang teridentifikasi.
5. Batasan
Batasan yang jelas dalam hal ini adalah anggota kolaborasi mengetahui kapan
harus dimulai dan kapan harus berakhirnya kolaborasi.

Elemen kunci efektifitas kolaborasi yaitu (Allender, Rector, & Warner, 2014):
Kerjasama, asertifitas tanggung jawab, komunikasi, otonomi, koordinasi
Pada pelaksanaan kolaborasi terdapat beberapa hambatan yaitu (Allender, Rector, &
Warner, 2014): Kurangnya komitmen dari tim kolaborasi sehingga terjadi
ketidaefektif dalam pelaksanannya, perbedaan pandangan antar anggota kolaborasi,
kurangnya keahlian yang sesuai, kurangnya tukar-menukar pikiran maupun
pendapat dan tujuan yang telah didapat, keluarnya partner di tengah proses promosi
kesehatan yang sedang dilakukan.

3. Konsep kemitraan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Efendi & Makhfudi (2009) kemitraan adalah
suatu kerjasama formal anatar individu, kelompok atau organisasi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu Terdapat 3 prinsip yang diperlukan untuk membangun suatu kemitraan
yaitu, prinsip kesetaraan (Equility), individu atau kelompok yang menjalani kemitraan
harus marasa sejajar kedudukannya dengan individu atau kelompok yang lain. Prinsip
keterbukaan, keterbukaan terhadap kekurangan dari masing-masing anggota. Prinsip
azas manfaat bersama (mutual benefit), anggota yang telah menjalin kemitraan akan
memperoleh manfaat sesuai dengan kontribusi yang telah dilakukan oleh masing-
masing anggota.

Menurut Beryl Levnger dan Jean Mulroy (2004) dalam Kuswidanti (2008), terdapat
4 jenis kemitraan yaitu, potential partnership, pada jenis kemitraan ini pelaku
kemitraan saling peduli satu sama lain, tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.
Nascent partnesrship, pada jenis ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi
kemitraan tidak berjalan secara maksimal. Complementari partnership, pada kemitraan
jenis ini, pertner kemitraan mendapat keuntungan dan pertambahan yang besar pada
ruang lingkup aktivitas tertentu. Synergetic partnership, kemitraan jenis ini
memberikan keutungan dengan cara penembahan ruang lingkup aktivitas baru, seperti
penelitian.

Dalam membangun atau menjalankan suatu kemitraan terdapat faktor-faktor yang


dapat memicu terjadinya konflik, yaitu : konflik pribadi, merupakan konflik yang
berasal dari dalam diri individu itu sendiri, karena bertentangan dengan apa yang
menjadai harapan tidak sesuai dengan apa yang dia peroleh. Konflik antar pribadi,
merupakan konflik yang dapat terjadi antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya. Konflik organisasi, merupakan konflik antara kelompok-kelompok dalam
organisai dimana anggota kelompok membandingkan kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.

Untuk mengetahui adanya pengembangan kemitraan diperlukan adanya indikator


yang dapat diukur. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2012).
Masing-masing indikator memiliki subindikator yang meliputi input, proses, output,
dan outcome.
Penetapan indikator keberhasilan kemitraan ini diperlukan sebagai tolak ukur saat
pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dilakukan selama berlangsungnya kemitraan
untuk mengetahui kemajuan yang sudah dicapai dan hambatan yang terjadi.

Daftar Pustaka

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community & Public Health Nursing:
Promoting the Public Health, 8th Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.J. (2015). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice. 7th Edition. Volume 1. New Jersey: Pearson
Education, Inc.

Potter, P.A dan Perry, A.G. (2009). Fundamental of Nursing. 7th Edition. Elsevier,
Singapore. Terjemahan Nggie, Ferderika. A. Dan Albar, M. Fundamental
Keperawatan. Edisi 7. Penerbit Salemba Medika.

Efendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman menggalang kemitraan di


bidangkesehatan.http://www.promkes.depkes.go.id/bahan/Pedoman%20Menggala g
%20Kemitraan.pdf. Diakses pada tanggal 5 November 2017.

Maulana, H. D. (2007). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Kuswidanti. (2008). Gambaran Kemitraan. FKM UI. http://lib.ui.ac.id/file?


file=digital/122823-S-5461-Gambaran%20kemitraan Tinjauan%20literatur.pdf.
Diakses pada tanggal 5 November 2017.

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2010). community health nursing: promoting
& protecting the public's health. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). community health nursing: promoting
& protecting the public's health. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Harigopal, K. (2006). Management of Organizational Change: Leveraging
Transformation, 2 nd edition.. New Delhi: Respons Books.

Kasali, Rhenald. (2005). Change! Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan.


Jakarta: Gramedia.

Marquis, Bessie L. dan Carol J. Huston. (2009). Leadership Roles and Management
Functions in Nursing: Theory and Application, 6th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Maulana, H. D. (2009). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC.

Swanburg, C. Russell. (2001). Pengembangan Staf Keperawatan, Suatu Komponen


Pengembangan SDM, trans. Waluyo, dkk. Jakarta: EGC. Utley, Rose. (2011).

Theory and Research for Academic Nurse Educators: Application to Practice. Ontario:
Jones and Bartlett Publishers.

Anda mungkin juga menyukai