Anda di halaman 1dari 98

1

2
BAB 1
PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PENGERTIAN
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia (Duley,1994).
Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700
(Crowther, 1985), karena itu kejadian kejang ini harus dihindarkan.
Dalam suatu studi multisenter, multinasional untuk membandingkan berbagai cara
pengobatan, telah dibuktikan bahwa Magnesium sulfat merupakan obat yang paling
efektif untuk mengatasi kejang pada eklampsia dibandingkan dengan obat lain
misalnya diazepam. Untuk itu direkomendasikan menjadi obat terpilih dalam
pengobatan eklampsia (The Eclampsia Collaborative Trial Group, 1995, Neilson, 1995,
Lucas, Levano and Cunningham, 1995).
Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Henderson-Smart (1995), Attallah
(1997) menyatakan bahwa Magnesium sulfat dapat digunakan dengan mudah di
negara berkembang, karena obat ini tidak mahal dan tidak memerlukan teknologi
tinggi dalam penerapannya. Magnesium sulfat hendaknya digunakan sebagai standar
pembanding bagi obat lain untuk mengatasi kejang pada eklampsia.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung penggunaan
Magnesium sulfat untuk mengendalikan kejang eklampsia dan harus
direkomendasikan sebagai obat terpilih.
Eklampsia merupakan salah satu sebab utama kematian ibu di semua negara dan
mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun.
Magnesium sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan
Preeklampsia/ Eklampsia.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan penilaian
klinik, klasifikasi dan penatalaksanaan serta mencegah komplikasi hipertensi karena
kehamilan.

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
 Mengenali gejala dan tanda hipertensi karena kehamilan dan menentukan
diagnosis yang paling mungkin dalam hubungan dengan hipertensi yang dipicu
oleh kehamilan (pregnancy induced hypertension) dan hipertensi kronik pada ibu
hamil.
 Melakukan penatalaksanaan Preeklampsia / Eklampsia dan Hipertensi kronik
pada ibu hamil
 Melakukan pemberian obat anti kejang (Magnesium sulfat dan Diasepam) serta
obat anti hipertensi dalam penatalaksanaan Preeklampsia Berat dan Eklampsia

3
PRINSIP DASAR
MASALAH
 Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau penglihatan
kabur
 Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau kehilangan kesadaran/
koma

PENANGANAN UMUM
 Segera rawat
 Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat
penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
 Jika pasien tidak bernafas:
- Bebaskan jalan nafas
- Berikan O2 dengan sungkup
- Lakukan intubasi jika diperlukan
 Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
- Bebaskan jalan nafas
- Baringkan pada satu sisi
- Ukur suhu
- Periksa apakah ada kaku kuduk
 Jika pasien syok  Lihat Penanganan Syok
 Jika terdapat perdarahan  Lihat Penanganan Perdarahan

Jika pasien kejang (Eklampsia)


  Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan
sedikit untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan
atau darah
  Bebaskan jalan nafas
  Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah
  Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur

4
BAGAN 1.1. PENILAIAN KLINIK PREKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

TEKANAN DARAH

MENINGKAT NORMAL
(TD  140/90 mmHg)

Gejala/tanda lain Gejala/tanda lain

Nyeri kepala dan/atau Kejang Demam Trismus Nyeri kepala

Gangguan penglihatan Riwayat kejang (+) Nyeri kepala Spasme otot Gangguan
dan/atau muka penglihatan
Demam (-) Kaku kuduk (+)
Hiperrefleksia dan/atau Muntah
Kaku kuduk (-) Disorientasi
Proteinuria dan/atau Riwayat gejala
EPILEPSI MALARIA TETANUS serupa
MIGRAINE
Koma SEREBRAL
MENINGITIS

ENSEFALITIS

Hamil < 20 minggu Hamil > 20 minggu

Hipertensi Superimposed Kejang (+)


Kejang (-)
kronik preeclampsia

Hipertensi Preeklampsia Preeklampsia Eklampsia


ringan berat

GEJALA DAN TANDA


 Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak
tergantung pada keadaan emosional pasien
 Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik  90 mmHg pada 2
pengukuran berjarak 1 jam atau lebih
 Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
- Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah
kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum
- Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

5
TABEL 1. 1. Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN
HIPERTENSI
DALAM
KEHAMILAN Tekanan diastolik  90 mmHg Proteinuria (-)
 Hipertensi atau kenaikan 15 mmHg dalam Kehamilan > 20 minggu
2 pengu-kuran berjarak 1 jam
Idem Proteinuria 1+
 Preeklampsia Tekanan diastolik > 110 mmHg Proteinuria 2+
ringan Oliguria
 Preeklampsia Hiperrefleksia
berat Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Hipertensi Kejang

 Eklampsia
HIPERTENSI
KRONIK Hipertensi Kehamilan < 20 minggu
 Hipertensi Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda
kronik lain dari preeklampsia
Superimposed
preeklampsia

HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN


 Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak
implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan
sindroma inflamasi.
 Risiko meningkat pada:
- Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
- Hidramnion
- Diabetes melitus
- Isoimunisasi rhesus
- Faktor herediter
- Autoimun: SLE
 Hipertensi karena kehamilan:
- Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
- Preeklampsia ringan
- Preeklampsia berat
- Eklampsia
 Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan
terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk
preeklampsia.
6
 Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
- Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
- Proteinuria  2+
- Oliguria < 400 ml per 24 jam
- Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
- Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
- Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
- Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa
- Hiperrefleksia
- Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
- Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
- Pertumbuhan janin terhambat
- Otak: edema serebri
- Jantung: gagal jantung
 Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang
- Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
- Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
- Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)

HIPERTENSI KRONIK
 Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu
 Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeklampsia

DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi kronik
 Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit
untuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal
demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan.

Proteinuria
 Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga
terdapat proteinuria
 Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi
 Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga
dapat menyebabkan proteinuria
 Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria
positif palsu

Kejang dan koma


 Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma
kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan
metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air,
histeria dan lain-lain

KOMPLIKASI
 Iskemia uteroplasenter
- Pertumbuhan janin terhambat
- Kematian janin
7
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
 Spasme arteriolar
- - Perdarahan serebral
- - Gagal jantung, ginjal dan hati
- - Ablasio retina
- - Thromboemboli
- - Gangguan pembekuan darah
- - Buta kortikal
 Kejang dan koma
- - Trauma karena kejang
- - Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan
 Penanganan tidak tepat
- - Edema paru
- - Infeksi saluran kemih
- - Kelebihan cairan
- - Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

PENCEGAHAN
 Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah
hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
 Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena
kehamilan belum sepenuhnya terbukti
 Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus
ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana
harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga
(suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal
 Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru

8
Bagan 1.2 : Alur pengobatan Hipertensi dalam kehamilan

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA PREEKLAMPSIA EKLAMPSIA HIPERTENSI


RINGAN BERAT KRONIK

Cari penyebab
SLE, Diabetes
ISTIRAHAT MgSO4 MgSO4

Kendalikan Turunkan Tensi Turunkan Tensi


tekanan darah TERAPI + Kendalikan
RAWAT INAP tensi  140/90

HELLP <35 >35 TERMINASI TERKENDALI TAK TERKENDALI


Terkendali Tak MINGGU MINGGU KEHAMILAN dalam
terkendali Gawat Janin 6 jam

PJT
STEROID

ATERM TERMINASI TERMINASI TERMINASI


ATERM TERMINASI

9
PENGELOLAAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA
Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
 Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap
minggu
 Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
 Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat,
rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan

PREEKLAMPSIA RINGAN
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2
kali seminggu secara rawat jalan:
  Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
  Lebih banyak istirahat
  Diet biasa
  Tidak perlu pemberian obat
  Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
- - Diet biasa
- - Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali
sehari
- - Tidak memerlukan pengobatan
- - Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
- - Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
 Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
 Periksa ulang 2 kali seminggu
 Jika tekanan diastolik naik lagi  rawat kembali
- - Jika tidak terdapat tanda perbaikan  tetap dirawat
- - Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan
- - Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat

Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan


 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml
Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
 Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
Foley, atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar

PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
 Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
 Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
 Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
 Aspirasi mulut dan tenggorokan
 Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
 Berikan O2 4-6 liter/menit

10
Pengelolaan umum
 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90-100 mmHg
 Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
 Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
 Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
 Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
 Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko
terjadinya depresi neonatal.

TABEL 1. 2. Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia dan Eklampsia

MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g
dalam larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama
6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan
Dosis Pemeliharaan MgSO4 (40%) 2 g IV selama 5 menit
MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat /
Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam
postpartum
Alternatif II Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml
Lignokain (dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemberian MgSO4
Sebelum pemberian Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
MgSO4 ulangan, Refleks patella (+)
lakukan pemeriksaan: Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Hentikan pemberian Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
MgSO4, jika: Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)
Siapkan antidotum
Jika terjadi henti nafas:
Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan
10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai
lagi

11
TABEL 1.3. Dosis Diazepam untuk Preeklampsia dan Eklampsia

DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Dosis awal Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis
Dosis pemeliharaan awal
Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat
melalui infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi
bila dosis > 30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

Anti hipertensi
 Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam
 Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin
sublingual.
 Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi
Labetolol 20 mg oral.

Persalinan
 Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
 Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan bedah Caesar
 Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
- - Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi
spinal).
- - Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan
spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
 Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5
IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian
prostaglandin / misoprostol

Perawatan post partum


 Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
 Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
 Lakukan pemantauan jumlah urin

Rujukan
 Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
- - Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
- - Terdapat sindroma HELLP
- - Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

12
HIPERTENSI KRONIK
 Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan obat anti
hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
 Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik  160 mmHg,
berikan anti hipertensi
 Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia
 Istirahat
 Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
 Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm
 Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat janin,
lakukan:
- - Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- - Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
Foley
 Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed preeklampsia.

RINGKASAN
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak
tergantung pada keadaan emosional pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik  90 mmHg pada 2
pengukuran berjarak 1 jam atau lebih

Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:


- Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah
kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum
- Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi
karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin. Manfaat aspirin, kalsium dan
lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti.
Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus
ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus
kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang
tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal. Pemasukan cairan terlalu banyak
mengakibatkan edema paru

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko
terjadinya depresi neonatal.

13
BAB 2
TINDAKAN OBSTETRI PADA PERTOLONGAN
PERSALINAN

EKSTRAKSI VAKUM
PENGERTIAN
Penggunaan vakum ekstraktor (kadang-kadang disebut ventous, ekstraktor atau alat
Malmstrom) untuk mempercepat persalinan makin populer dalam beberapa tahun
terakhir, walaupun cara ini telah diketahui sejak lama. Beberapa negara lebih memilih
vakum ekstraktor dibandingkan dengan forseps dengan keyakinan pada penggunaan
vakum ekstraktor kejadian morbiditas pada bayi baru lahir, terutama luka remuk
(crush injury) pada kepala janin lebih sedikit (Anata, 1991). Beberapa studi mutakhir
menunjukkan bahwa vakum ekstraktor memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan persalinan dengan forseps, lebih-lebih karena ekstraksi vakum dapat
dilakukan sebelum pembukaan serviks lengkap. Namun keberhasilan metode ini juga
sangat tergantung pada pelaksanaan yang benar dan kompetensi operator.
Dalam suatu studi mutakhir yang membandingkan hasil antara ekstraksi forseps dan
vakum, diketahui bahwa lebih banyak ibu bersalin di kelompok vakum yang dapat
melahirkan per vaginam dibandingkan di kelompok forseps. Mereka juga menemukan
lebih sedikit ibu bersalin dengan kerusakan sfinkter ani atau pelebaran luka bagian
atas vagina di kelompok vakum yang secara statistik bermakna bila dibandingkan
dengan kelompok forseps (Johnson, Rice dkk, 1994).
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan mortalitas
maupun morbiditas ibu dan bayi antara kelompok forseps dibandingkan dengan
kelompok vakum (Achanna dan Monga, 1994, William, Knuppel dkk., 1991, Sharma,
Nanda dan Gulati, 1989). Kesimpulannya adalah vakum ekstraktor sama amannya
dibandingkan dengan forseps.
Perlu diinformasikan kepada ibu, suaminya dan anggota keluarga lainnya bahwa bayi
akan memiliki pembengkakan besar di kepalanya yang khas bentuknya (harus
dibedakan dengan suatu cephal hematoma karena trauma), karena bendungan cairan
oleh pengisapan. Pembengkakan ini akan hilang dalam 24 jam, walaupun bisa lebih
lama. Pemantauan secara ketat perlu dilakukan untuk mengetahui secara dini adanya
kegagalan penyusutan dan segera merujuk ke dokter ahli anak atau dokter.
Sesuai dengan Peraturan Menkes RI no. 572 tahun1994, Bidan diperkenankan untuk
melakukan ekstraksi vakum pada saat pembukaan lengkap dan kepala berada didasar
panggul.
Vakum ekstraktor sama amannya dengan forseps bila digunakan oleh
operator yang terlatih dan kompeten.
Persalinan menggunakan vakum ekstraktor tidak meningkatkan morbiditas
/ mortalitas bayi baru lahir maupun ibu.
Ekstraksi vakum mempunyai keunggulan dalam menolong distosia pada oksiput
posterior dan melintang (transverse arrest). Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan
dengan membuat cengkeraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif. Mangkok
logam atau silastik akan memegang kulit kepala sebagai akibat tekanan negatif,
menjadi kaput artifisial. Mangkok dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang
oleh penolong persalinan) melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada

14
prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin (oleh kontraksi), tekanan ekspresi eksternal
(tenaga mengedan) dan gaya tarik (ekstraktor vakum).

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk melakukan tindakan
ekstraksi vakum.

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan mampu untuk:
Mengetahui indikasi dan kontraindikasi untuk ekstraksi vakum
Mengetahui syarat untuk ekstraksi vakum
Menentukan dan melakukan tindakan penatalaksanaan Ekstraksi vakum dengan
benar

INDIKASI
Kala II lama dengan presentasi belakang kepala/ verteks (pemantauan Partograf).
Biasanya kepala tidak lahir karena adanya lilitan tali pusat, inertia uteri dan malposisi.

KONTRA INDIKASI
Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong)
Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
SYARAT KHUSUS
Pembukaan serviks lengkap
Presentasi kepala
Cukup bulan (aterm)
Tidak ada kesempitan panggul
Anak hidup
Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis
Kontraksi baik
Ketuban sudah pecah
Alat berfungsi baik

Kegagalan ekstraksi vakum


• Kepala tidak turun setelah 3 kali penarikan atau tidak lahir setelah 25 menit
• Tekanan vakum bocor – alat tak berfungsi
Penyebab kepala tidak turun ialah: CPD, lilitan tali pusat yang erat.
Ekstraksi vakum dihentikan bila kepala tidak turun atau terjadi bradikardia
berat (gawat janin); lakukan seksio sesaria segera (bila perlu dengan anestesi
lokal) dan sementara bayi belum dilahirkan dilakukan resusitasi intra uterin
dengan tokolisis.

15
Gambar 2.2. Cara pemasangan dan penarikan ekstraktor vakum

DISTOSIA BAHU
Makrosomia pada kehamilan cukup bulan adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan peningkatan morbiditas maternal dan neonatal, termasuk
peningkatan kemungkinan persalinan dengan bedah Caesar dan distosia bahu.
Makrosomia ditentukan dengan adanya kehamilan dengan berat bayi > 4,000
gram (Delpara, 1991). Dalam persalinan per vaginam, distosia bahu dicurigai
pada taksiran besar, waktu persalinan yang memanjang dan pertolongan
persalinan dengan ekstraksi vakum.
Penelitian observasional pada saat ini menyarankan untuk tidak melakukan
induksi persalinan pada persalinan dengan kecurigaan makrosomia, berkaitan
dengan risiko morbiditas pada ibu dan neonatal (Friesen 1995; Weeks 1995)
Bukti ilmiah pada saat ini menunjukkan bahwa apabila diperlukan pertolongan
pada persalinan per vaginam, ekstraksi vakum menjadi pilihan yang pertama,
terutama oleh karena secara bermakna tindakan ini memiliki risiko perlukaan
pada ibu yang terendah (Chalmers dkk. 1989).

PENGERTIAN
Setelah kelahiran kepala akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada
16
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan
pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada
dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan
dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada posisi anteroposterior,
pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan dengan simfisis.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase
aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan
kepala yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat
melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam
panggul.
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya
Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk melahirkan
bahu secara spontan menempatkan ibu dan bayi berisiko untuk terjadinya
trauma. Insidens distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0.3-1%,
sedangkan pada berat badan bayi diatas 4,000 g insidens meningkat menjadi 5-
7% dan pada berat badan bayi lebih dari 4,500 g insidensnya menjadi antara 8-
10%.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu untuk menentukan
diagnosis dan penatalaksanaan distosia bahu

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan:
Mengenali faktor risiko dan tanda dari distosia bahu
Melakukan penatalaksanaan Distosia bahu

FAKTOR RISIKO
Makrosomia (> 4000 g)
- Taksiran berat janin pada kehamilan ini
- Riwayat persalinan dengan bayi makrosomia
- Riwayat keluarga dengan Makrosomia
Diabetes gestasional
Multiparitas
Persalinan lewat bulan
Tanda
Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia bahu:
Kala II persalinan yang memanjang
Kepala bayi melekat pada perineum (recoil of head on perineum -Turtle's sign)
Prognosis
1. Distosia bahu dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada tali pusat dan
mengakibatkan
Penurunan pH arterial pH 0.04 setiap menit
Penurunan pH arterial 0.28 setelah tujuh menit
pH arterial dibawah 7.0 akan menyebabkan tindakan resusitasi menjadi sulit
2. Komplikasi karena distosia bahu
Kerusakan pleksus brachialis karena rudapaksa dalam persalinan (10%)
17
Keadaan ini pada umumnya akan mengalami perbaikan pada tahun pertama,
tetapi beberapa diantaranya menjadi kelainan menetap
Erb-Duchenne Palsy
Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang belakang servikal V dan
VI
Paralisis Klumpke's
Paralisis yang terjadi pada nervus kolumna vertebralis setinggi tulang
belakang servikal VIII dan thorakal I
Patah tulang
- Fraktur Klavikula
- Fraktur Humerus
Asfiksia janin
Kematian bayi

MASALAH
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terhambat dan tidak dapat dilahirkan

PENGELOLAAN UMUM
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap
persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar
dan persalinan pada ibu dengan Diabetes mellitus.
Harus selalu diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia.
Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.

INDIKASI
Distosia bahu

SYARAT
Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama untuk
menyelesaikan persalinan
Masih memiliki kemampuan untuk mengedan
Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi

18
19
* Tangan penolong menyusuri lengan belakang dan menarik tangan keluar.
Bahu depan dapat lahir biasa (D), namun bila ternyata sukar, bayi diputar (E),
sehingga bahu depan lahir di belakang (F)

RINGKASAN
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia) disebabkan oleh fase
aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan
kepala yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat
melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam
panggul.
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap
persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang besar
dan persalinan pada ibu dengan Diabetes mellitus. Harus selalu diupayakan
untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia. Dianjurkan agar proaktif
melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.
Tidak ada perbedaan mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi antara
kelompok forseps dibandingkan dengan kelompok vakum.
Syarat khusus untuk tindakan ekstraksi vakum adalah Pembukaan serviks
lengkap, Presentasi kepala, Cukup bulan (aterm), Tidak ada kesempitan panggul,
Anak hidup, Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas
simfisis, Kontraksi baik, Ketuban sudah pecah, Alat berfungsi baik.

BAB 3
20
PERDARAHAN POST PARTUM
BATASAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi
lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena
tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena
itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk
melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu mengidentifikasi dan
menatalaksana perdarahan post partum.

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
• Mengidentifikasi tanda dan gejala serta mendiagnosis perdarahan post partum
• Menatalaksana perdarahan post partum sesuai prosedur baku
• Melakukan kompresi bimanual uterus
• Melakukan kompresi aorta abdominal
• Melakukan pemeriksaan laserasi jalan lahir/ robekan serviks
• Melakukan penjahitan robekan serviks
• Melakukan penglepasan plasenta secara manual

MASALAH
Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam
pertama persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah
24 jam persalinan.
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir,
retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

PENGELOLAAN UMUM
• Selalu siapkan tindakan gawat darurat
• Tata laksana persalinan kala III secara aktif
• Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
• Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan
darah, pernafasan dan suhu
• Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
• Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
• Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan
penyebab perdarahan

Tabel 3.1 Jenis Uterotonika Dan Cara Pemberiannya

21
JENIS OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL
DAN
CARA

Dosis dan IV : 20 IU dalam 1 l IM atau IV Oral atau rektal 400 µg


cara larutan garam fisio logis (lambat) : 0.2 dapat diulang sampai
pemberian dengan tetesan cepat mg 1200 µg
IM : 10 IU
Dosis IV : 20 IU dalam 1 l Ulangi 0.2 mg 400 µg 2-4 jam setelah
lanjutan larutan garam fisio-logis IM setelah 15 dosis awal
dengan 40 tetes / menit menit
Dosis Tidak lebih dari 3 l Total 1 mg atau Total 1200 µg atau 3 dosis
maksimal larutan dengan Oksi-tosin 5 dosis
per hari
Kontra Pemberian IV secara cepat Preeklampsia, Nyeri kontraksi Asma
Indikasi atau bolus vitium cordis,
hipertensi

Tabel 3.2. Diagnosi Banding Perdarahan Post partum


GEJALA DAN TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA
TANDA LAIN

GEJALA DAN TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA


TANDA LAIN

Uterus tidak Syok Atonia uteri


berkontraksi dan Bekukan darah pada
lembek serviks atau posis
Perdarahan segera terlentang akan
setelah anak lahir menghambat aliran
darah ke luar

Darah segar yang Pucat Robekan jalan lahir


mengalir segera Lemah
setelah bayi lahir Menggigil
Uterus kontraksi
dan keras
Plasenta lengkap

Plasenta belum Tali pusat putus akibat Retensio plasenta


lahir setelah 30 traksi berlebihan
menit Inversio uteri akibat
Perdarahan segera tarikan
(P3) Perdarahan lanjutan
Uterus
berkontraksi dan
keras

Plasenta atau Uterus berkontraksi Tertinggalnya sebagian


sebagian selaput tetapi tinggi fundus tidak plasenta atau ketuban
(mengandung berkurang

22
GEJALA DAN TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA
TANDA LAIN
pembuluh darah)
tidak lengkap
Perdarahan segera
(P3)

Uterus tidak Neurogenik syok Inversio uteri


teraba Pucat dan limbung
Lumen vagina
terisi masa
Tampak tali pusat
(bila plasenta
belum lahir)
Sub-involusi Anemia Endometristis atau sisa
uterus Demam fragmen plasenta
Nyeri tekan perut (terinfeksi atau tidak)
bawah dan pada Late postpartum
uterus hemorrhage
Perdarahan Perdarahan postpartum
Lokhia sekunder
mukopurulen dan
berbau

PENGELOLAAN KHUSUS
ATONIA UTERI
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak
dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.
Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum; sekurang-
kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri.
Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus
dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya
atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti
pada:
• Polihidramnion
• Kehamilan kembar
• Makrosomi
2. Persalinan lama
3. Persalinan terlalu cepat
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini,
maka penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri
postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting
bagi semua penolong persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan
23
penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses
persalinan.
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan
penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:
1. Menyuntikan Oksitosin
- Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
- Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha
kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan
bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
2. Peregangan Tali Pusat Terkendali
- Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat
- Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain
kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
- Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial
3. Mengeluarkan plasenta
- Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit
sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas
sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
- Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.
- Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit
- Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m
- Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
- Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
5. Masase Uterus
- Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan
kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
- Kelengkapan plasenta dan ketuban
- Kontraksi uterus
- Perlukaan jalan lahir

Bagan 3.1. Pengelolaan Atonia Uteri

24
25
Tabel 3.3. Langkah-langkah Rinci Penatalaksanaan Atonia Uteri
Pascapersalinan
No. Langkah Keterangan
No. Langkah Keterangan
1. Lakukan masase fundus Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil
uteri segera setelah melakukan masase sekaligus dapat dilaku-kan
plasenta dilahirkan penilaian kontraksi uterus
2. Bersihkan kavum uteri Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam
dari selaput ketuban dan kavum uteri akan dapat menghalangi
gumpalan darah. kontraksi uterus secara baik
3. Mulai lakukan kompresi Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
bimanual interna. Jika dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual
uterus berkontraksi tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan
keluarkan tangan setelah tindakan lain
1-2 menit. Jika uterus
tetap tidak berkontraksi
teruskan kompresi
bimanual interna hingga
5 menit
4. Minta keluarga untuk Bila penolong hanya seorang diri, keluarga
melakukan kompresi dapat meneruskan proses kompresi bimanual
bimanual eksterna secara eksternal selama anda melakukan
langkah-langkah selanjutnya.
5. Berikan Metil ergometrin Metil ergometrin yang diberikan secara
0,2 mg intramuskular/ intramuskular akan mulai bekerja dalam 5-7
intra vena menit dan menyebabkan kontraksi uterus
Pemberian intravena bila sudah terpasang
infus sebelumnya
6. Berikan infus cairan Anda telah memberikan Oksitosin pada waktu
larutan Ringer laktat dan penatalaksanaan aktif kala tiga dan Metil
Oksitosin 20 IU/500 cc ergometrin intramuskuler. Oksitosin intravena
akan bekerja segera untuk menyebabkan
uterus berkontraksi.
Ringer Laktat akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama atoni. Jika
uterus wanita belum berkontraksi selama 6
langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia
mengalami perdarahan postpartum dan
memerlukan penggantian darah yang hilang
secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah
bimanual interna atau pertama, mungkin ibu mengalami masalah
Pasang tampon serius lainnya.
uterovagina Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila
penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit
8. Buat persiapan untuk Atoni bukan merupakan hal yang sederhana
26
No. Langkah Keterangan
merujuk segera dan memerlukan perawatan gawat darurat di
fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah
dan pemberian tranfusi darah
9. Teruskan cairan Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam
intravena hingga ibu waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan
mencapai tempat cairan tambahan, setidak-tidaknya 500 cc/jam
rujukan pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada
jam-jam berikutnya. Jika anda tidak
mempunyai cukup persediaan cairan
intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga
tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk
sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum
untuk tambahan rehidrasi.
10. Lakukan laparotomi : Pertimbangan antara lain paritas, kondisi ibu,
Pertimbangkan antara jumlah perdarahan.
tindakan
mempertahankan uterus
dengan ligasi arteri
uterina/ hipogastrika
atau histerektomi.

Kompresi Bimanual Internal


Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan
bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus
depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi
pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang
ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi,
pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di
tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan
selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri.

Gambar 3.1 Kompresi bimanual uteri internal

27
PERLUKAAN JALAN LAHIR

Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan
jalan terdiri dari:
a. Robekan Perineum
b. HematomaVulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri

Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II: robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian
atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina.
Robekan ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus
presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan

28
operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan
jalan lahir termasuk serviks.
Pengelolaan
a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka
delapan (figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau
tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi,
maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu.
Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem
terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru
dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum
dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek
dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter
ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat II.
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk
melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa
gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka
dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

b. Hematoma vulva

1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada


hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok,
perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di
sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan,
perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan
tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat
dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan
ujung kasa tersebut diluar.

29
c. Robekan dinding vagina

1. Robekan dinding vagina harus dijahit.


2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.

d. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir
belakang serviks dijepit dengan klem Fenster (Gambar 2.3). Kemudian
serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan.
Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
robekan untuk menghentikan perdarahan.

A. Jahitan B. Sebagian
pertama dimulai robekan
dari puncak serviks setelah
robekan pada dijahit
serviks

Gambar 3.3 Teknik menjahit robekan serviks

RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh
karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut
plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding
rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium
disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi
belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim
disebut plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang
sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau
sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan
dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat
dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30
menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
• Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis, karena
relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi telah lama.
Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah
desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia dibeberkan

30
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke
dalam vagina.
• Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan
kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan
(false route).
• Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten).
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke
pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan
sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan
dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
• Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara manual
ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh
tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang dalam. Lokasi
plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada
lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara
manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera


dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg IM
atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko
atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan
perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke
rumah sakit.

Gambar 3.4 Pelepasan plasenta secara manual

SISA PLASENTA

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan
postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga
31
rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan
postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang
tertinggal dalam rongga rahim.

Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam
kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan
secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

32
BAB 4
INFEKSI NIFAS

PRINSIP DASAR
 Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas.
Suhu 38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per
oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan suhu
tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak
ditemukan sebab-sebab ekstragenital.
 Beberapa faktor predisposisi:
- - kurang gizi atau malnutrisi,
- - anemia,
- - higiene,
- - kelelahan,
- - proses persalinan bermasalah:
  partus lama/macet,
  korioamnionitis,
  persalinan traumatik,
  kurang baiknya proses pencegahan infeksi,
  periksa dalam yang berlebihan,

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu melakukan resusitasi cairan dan
antibiotik pada infeksi metritis

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:

 Menjelaskan beberapa penyebab infeksi nifas


 Menjelaskan rencana terapi sepsis karena infeksi metritis
 Melakukan praktek pemberian infus dan antibiotik pada sepsis karena metritis

MASALAH
 Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
 Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya
koagulasi intravaskular diseminata.

PENANGANAN UMUM
 Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses
persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit / komplikasi dalam masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
 Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi uang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
33
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan.
 Berikan hidrasi oral / IV secukupnya.

PENILAIAN KLINIK
Tabel 4.1: Diagnosis Febris Pascapersalinan
Gejala dan tanda yang Gejala lain yang mungkin didapat Kemungkinan
selalu didapat diagnosis
Nyeri perut bagian bawah Perdarahan pervaginam Metritis
Lokhia purulen dan
berbau Syok (Endometritis /
Endomiometritis)
Uterus tegang dan Peningkatan sel darah putih,
subinvolusi terutama polimorfonuklear

Nyeri perut bagian bawah Dengan antibiotik tidak membaik Abses pelvik

Pembesaran perut bawah Pembengkakan pada adneksa atau


kavum Douglas
Demam terus menerus

Nyeri perut bagian bawah Perut yang tegang (rebound Peritonitis


tenderness)
Bising usus tidak ada
Anoreksia/muntah

Nyeri payudara dan Payudara yang mengeras dan Bendungan pada


tegang membesar (pada kedua payudara) payudara

Biasanya terjadinya antara hari 3-


5 pascapersalinan

Nyeri payudara dan Ada inflamasi yang didahului Mastitis


tegang/bengkak bendungan

kemerahan yang batasnya jelas


pada payudara

Biasanya hanya satu payudara

Biasanya terjadi antara 3 – 4


minggu pascapersalinan

Payudara yang tegang dan Pembengkakan dengan adanya Abses payudara


padat kemerahan fluktuasi

Mengalir nanah

Nyeri pada luka / irisan Luka/irisan pada perut dan Selulitis pada luka

34
Gejala dan tanda yang Gejala lain yang mungkin didapat Kemungkinan
selalu didapat diagnosis
dan tegang/indurasi perineal yang mengeras/indurasi (perineal /

Keluar pus Abdominal)

Kemerahan

Luka yang mengeras Abses atau


disertai pengeluaran hematoma pada
cairan serous atau luka insisi
kemerahan dari luka;
tidak ada / sedikit
erithema dekat luka insisi

Disuria Nyeri dan tegang pada daerah Infeksi pada traktus


pinggang urinarius

Nyeri suprapublik

Uterus tidak mengeras

Menggigil

Demam yang tinggi walau Ketegangan pada otot kaki Thrombosis vena
mendapat antibiotika dalam (deep vein
Komplikasi pada paru, ginjal, thrombosis) (a)
menggigil persendian, mata dan jaringan
subkutan Thromboflebitis:

- - pelviotrombo-
flebitis
- - Femoralis
Konsolidasi Kerongkongan yang terasa penuh Pneumonia

Batuk Keluar dahak

Peningkatan frekuensi Kesukaran bernafas


nafas
Nyeri dada

Mengigil Pembesaran liver Malaria

Pembesaran limpa Tifoid (b)

Kuning Hepatitis (c)

Nyeri epigastrium

a. Beri infus heparin.


b. Obati dengan antibiotika dan berikan terapi suportif dan observasi.
c. Berikan terapi suportif (hepatoprotektor).

35
PENGELOLAAN
(Sesuaikan dengan tabel diagnosis)

METRITIS
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi
abses pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal,
infeksi pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

 Berikan transfusi bila dibutuhkan (Packed Red Cell).


 Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi.
- Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
 Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
 Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret
tumpul besar).
 Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.
 Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis
generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus
nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.

BENDUNGAN PAYUDARA
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan
overdistensi dari saluran sistem laktasi.
Bila ibu menyusui bayinya:
 Susukan sesering mungkin.
 Kedua payudara disusukan.
 Kompres hangat payudara sebelum disusukan.
 Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
 Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui:

  Sangga payudara.
  Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
  Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
  Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
  Pompa dan kosongkan payudara.

INFEKSI PAYUDARA
Mastitis
Payudara tegang / indurasi dan kemerahan
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
36
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
Abses Payudara
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan.
 Diperlukan anestesi umum (ketamin).
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak memotong
saluran ASI.
 Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

ABSES PELVIS
 Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan
kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.
 Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi
- Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

PERITONITIS
 Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat ileus.
 Berikan infus (NaCL atau Ringer laktat) sebanyak 3000 ml.
 Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
- Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
 Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat
kantong abses.

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL


Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang
kurang baik.

 Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound
cellulitis.
- Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu pengerasan yang
tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak
ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.
- Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi.

37
 Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta
kompres antiseptik.
 Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
 Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
 Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan
Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.
 Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G
2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan
Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol
500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan
nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi
membaik.
 Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.

TROMBOFLEBITIS
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan
cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.

Klasifikasi
 Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering
terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
terletak di bagian atas uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari
vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan inveksi dari vena
ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritoneum, yang menutupi vena
ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis
dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka
komunis.

 Tromboflebitis femoralis
Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis,
vena poplitea dan vena safvena.

PELVIOTROMBOFLEBITIS
 Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
 Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
- menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30 – 40 menit)
dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu
menggigil penderita hampir tidak panas.
- Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), yang diikuti dengan
penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
- Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
- Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-
paru.

38
 Gambaran darah:
- Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat
segera terjadi leukopenia).
- Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat yang tepat sebelum
mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama
menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
 Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak
terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

Komplikasi

 Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia,


 Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria
dan hematuria,
 Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.

Penanganan
 Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya
emboli pulmonum.
 Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang
tercantum dalam penatalaksanaan metritis) dan heparin jika terdapat tanda-tanda
atau dugaan adanya emboli pulmonum.
 Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung
sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS (Flegmasia alba dolens)


Penilaian klinik
 Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian
suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan menggigil
dan nyeri sekali.
 Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-
tanda sebagai berikut:
- Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih
panas dibanding dengan kaki lainnya.
- Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada
paha bagian atas.
- Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
- Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang,
putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
- Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya
terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas.
- Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).

39
Penanganan

 Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang
yang elastik selama mungkin.
 Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
 Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetika.

40
BAB 5
BAYI BERAT LAHIR RENDAH
BATASAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari
2500 g tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir).

PRINSIP DASAR
• BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut SKRT 2001,
29% kematian neonatal karena BBLR
• Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah Hipotermia,
Hipoglikemia, Hiperbilirubinemia, Infeksi atau sepsis dan gangguan minum

Penyebab BBLR
o Persalinan kurang bulan / prematur
Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.
Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus
menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih
cepat dari waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya
kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk
bertahan hidup diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi
organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin
kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau
komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang
kurang ( prematur)
o Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan
pertumbuhan saat dalam kandungan (Janin tumbuh lambat). Retardasi
pertumbuhan intrauterin berhubungan dengan keadaan yang
mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan
perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan
ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam
waktu yang lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun
berat lahirnya kecil.
• Beberapa faktor predisposisi:

o Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang atau
malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tak diinginkan.
o Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda,
o Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi.

41
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu :
• Menjelaskan tentang penyebab dan komplikasi BBLR
• Melakukan manajeman BBLR dengan berbagai penyulitnya sesuai dengan
fasilitas yang tersedia

TUJUAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan memiliki kemampuan untuk::
• Menjelaskan beberapa penyebab dan faktor predisposisi BBLR.
• Mengindentifikasi BBLR menurut masa gestasi
• Melakukan manajemen umum BBLR.
• Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipotermi
• Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen hipoglikemi
• Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen ikterus Kremer
II ke atas (hiperbilirubinemi)
• Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi neonatal
• Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajeman masalah
pemberian minum.
Langkah Promotif / Preventif
Mencegah persalinan prematur (Lihat Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan
maternal dan Neonatal Bab Persalinan Kurang Bulan )

Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas

Meningkatkan status nutrisi ibu

DIAGNOSTIK
Anamnesis
Umur ibu
Riwayat persalinan sebelumnya
Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktivitas
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan fisik
Berat lahir kurang 2500 gram
Untuk BBLR Kurang Bulan :
Tanda prematuritas :
o Tulang rawan telinga belum terbentuk
o Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
o Refleks refleks masih lemah
o Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus,
pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis
belum terbentuk)

42
Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan :

Tanda Janin Tumbuh Lambat :


o Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut di atas
o Kulit keriput
o Kuku lebih panjang
Komplikasi BBLR
Tabel 5.1 di bawah ini dapat membantu memberi gambaran tentang
komplikasi BBLR
Tabel 5.1 Penilaian klinik
Pemeriksaan Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
penunjang diagnosis

Pemeriksaan Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
penunjang diagnosis
Bayi terpapar Menangis lemah Suhu tubuh Hipotermi
dengan suhu Kurang aktif kurang 36.5 0 C
lingkungan yang Malas minum
rendah Kulit teraba
Waktu timbulnya dingin
kurang 2 hari Kulit mengeras
kemerahan
Frekuensi
jantung kurang
100 kali per
menit
Napas pelan dan
dalam
Kejang timbul Kejang, tremor, Kadar glukose Hipoglikemia
saat lahir sampai letargi atau tidak darah kurang 45
dengan hari ke 3 sadar mg/dL (2.6
Riwayat ibu mmol/L)
Diabetes
Ikterik (warna Kulit , Ikterus/
kuning) timbul konjungtiva Hiperbilirubine
saat lahir sampai berwarna kuning mia
dengan hari ke 3. Pucat
Berlangsung lebih
dari 3 minggu.
Riwayat infeksi
maternal
Riwayat ibu
pengguna obat.
Riwayat Ikterus
pada bayi yang
lahir sebelumnya
Ibu tidak dapat Bayi kelihatan Kenaikan berat Masalah
atau tidak bugar bayi kurang 20 pemberian
berhasil gram/hari selama minum

43
Pemeriksaan Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
penunjang diagnosis
menyusui 3 hari
Malas atau tidak ·
mau minum
Waktu timbul
sejak lahir
Ibu demam Bila ditemukan Laboratorium Infeksi atau
sebelum dan beberapa dari darah: Curiga Sepsis
selama persalinan temuan ganda: Jumlah lekosit
Ketuban Pecah Bayi malas lekositosis atau
Dini minum lekopenia),
Persalinan Demam tinggi trombositopenia
dengan tindakan atau hipotermi Gambaran darah
Timbul asfiksia Bayi tepi (bila tersedia
pada saat lahir letargi/kurang fasilitas)
Bayi malas aktip
minum Gangguan
Timbul pada saat napas
lahir sampai 28 Kulit ikterus
hari Sklerema atau
skleredema
Kejang
Bayi KMK atau Lahir dengan Pemeriksaan Sindroma
lebih bulan asfiksia Radiologi dada Aspirasi
Air ketuban Air ketuban (bila tersedia) mekonium
bercampur bercampur
mekonium mekonium
Lahir dengan Tali pusat
riwayat asfiksia berwarna kuning
kehijauan

MANAJEMEN UMUM
Setiap menemukan BBLR , lakukan manajemen umum sebagai berikut :
• Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
• Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
• Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung, warna
kulit dan aktifitas
• Bila bayi mengalami gangguan napas , dikelola gangguan napas
• Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti konvulsan
• Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV.
• Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
Pemberian minum
• Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan
cara apapun:
o Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;
o Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling
kurang 6 kali sehari);
44
• Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan
pemberian cairan dan susu, serta catat hasilnya:
• Bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari
berat lahirnya pada 4-5 hari pertama;
• Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah
kenaikan berat badan tidak adekuat.
• Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan
bayi mengisap paling kurang sehari sekali.
• Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

BERAT LAHIR 1750 - 2500 GRAM


Bayi sehat
• Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah
merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (misal
setiap 2 jam) bila perlu.
• Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektivitas
menyusui. Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Bayi sakit
• Bila berat badan 1750-2000 gram atau lebih dengan gangguan napas, kejang dan
gangguan minum segera lakukan rujukan
• Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan
minum seperti pada bayi sehat.
• Apabila bayi memerlukan cairan IV:
o Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama;
o Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda
siap untuk menyusu;
o Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal gangguan napas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat tabel;
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). apabila bayi telah
mendapat minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar
berikan tambahan ASI setiap kali minum;
o Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

Tabel 5.2 Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg)

Hari ke
1 2 3 4 5+
Berat
> 1500 g 60 80 100 120 150
< 1500 g 80 100 120 140 150
45
Tabel 5.3 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat 1750 - 2500 g
U m u r (hari)
Pemberian
12 3 4 5 6 7
Kecepatan 54 3 2 0 0 0
cairan IV
(mL/jam
atau tetes
mikro/menit)
Jumlah ASI 0 6 14 22 30 35 38
setiap 3 jam
(mL/kali)

PEMANTAUAN
I. Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari
• Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir >
1500 g dapat kehilangan berat sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai
kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi.
• Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan
seharusnya:
o 150–200 g seminggu untuk bayi < 1500 g (misalnya 20–30 g/hari)
o 200–250 g seminggu untuk bayi 1500 – 2500 g (misalnya 30–35 g/hari).
• Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan
telah berusia lebih dari 7 hari:
o Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
mL/kg/hari;
o Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi agar jumlah
pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai
200 mL/kg/hari;
o Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan diatas
dalam waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg BB
per hari, tangani sebagai Kemungkinan kenaikan berat badan tidak adekuat.
II. Tanda kecukupan pemberian ASI
o Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam
o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI
o Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram setiap hari.
Pemulangan penderita :
o Bayi suhu stabil
o Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak bisa
diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternatip cara
pemberian minum yang lain.
o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah

46
MANAJEMEN SPESIFIK / MANAJEMEN LANJUT
Sesuai dengan tabel temuan klinis (Tabel 5.1)

HIPOTERMI
BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5ºC pada pengukuran suhu
melalui ketiak.

PRINSIP DASAR
• Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat
pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi
relatif luas, kemampuan produksi dan menyimpan panas terbatas.
• Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan
yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau
bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian.
• Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan
fungsi jantung paru dan kematian.
Mekanisme kehilangan panas
1. Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
2. Konduksi: langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dg bayi
3. Konveksi: kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar
4. Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi

Gambar 5.1. Mekanisme Kehilangan Panas


• Pencegahan hipotermi dengan melakukan tindakan promotif atau preventif

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang
hipotermi, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau
manajemennya
Radiasi

Konveksi

Evaporasi

Konduksi

47
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
• Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipotermi
• Menjelaskan klasifikasi hipotermi
• Melaksanakan tata laksana hipotermi.
Langkah Promotif/Preventif
• Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25°C dan bebas dari aliran
angin).
• Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding dingin
atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar panas.
• Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (mis. alasi tempat
tidur atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi
diletakkan).
• Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan
pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.
• Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat
walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jalur infus
intravena atau selama resusitasi dengan cara:
o Memakai pakaian dan mengenakan topi.
o Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti.
o Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
• Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis.
menggunakan pemancar panas).
• Ganti popok setiap kali basah.
• Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa yang basah),
usahakan agar bayi tetap hangat.
• Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
• Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada tabel (lihat lampiran)

Tabel 5.4 Pengukuran suhu tubuh


Frekuensi
Keadaan bayi Pengukuran

Bayi sakit Tiap jam

Bayi kecil
Tiap 12 jam

Bayi keadaan Sekali sehari


membaik

48
Tabel 5.5 Suhu inkubator yang direkomendasi menurut berat dan umur
bayi
Berat bayi Suhu inkubator (oC) menurut umura
35 oC 34 oC 33 oC 32 oC
< 1500 g 1-10 hari 11 hari – 3 3-5 minggu > 5 minggu
minggu

1500-2000 1-10 hari 11 hari–4 > 4 minggu


g minggu

2100-2500 1-2 hari 3 hari-3 > 3 minggu


g minggu

> 2500 g 1-2 hari > 2 hari

aBila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1 oC setiap


perbedaan suhu 7 oC antara suhu ruang dan inkubator.

Tabel 5.6 Suhu kamar untuk bayi dengan pakaian


Berat Badan Suhu ruangan

1500 – 2000 g 28 – 30oC

> 2000 g 26 – 28oC

Catatan: jangan digunakan untuk bayi < 1500 g


• Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti, kontak kulit ke kulit, Kangaroo Mother Care, pemancar panas,
inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan
setempat sesuai petunjuk. (lihat table Cara menghangatkan bayi)

Tabel 5.7 Cara menghangatkan bayi


CARA PETUNJUK PENGGUNAAN

49
  Untuk semua bayi
Kontak kulit   Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat,
atau menghangatkan bayi hipotermi (32 – 36,4oC)
apabila cara lain tidak mungkin dilakukan
  Untuk menstabilkan bayi dengan berat
Kangaroo badan < 2500 g, terutama direkomendasikan
Mother Care untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan
(KMC) berat badan < 1800 g
  Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis,
gangguan napas berat).
  Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat
yang tidak dapat merawat bayinya.
  Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh
keluarga (pengganti ibu)
Pemancar   Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g
panas atau lebih
  Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan
tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi
Lampu   Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat
penghangat digunakan lampu pijar maksimal 60 watt
dengan jarak 60 cm
Inkubator   Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan
berat < 1500 g yang tidak dapat dilakukan KMC
  Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas
berat)
Boks   Bila tidak tersedia inkubator, dapat
penghangat digunakan boks penghangat dengan
menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt
sebagai sumber panas
Ruangan   Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g
hangat yang tidak memerlukan tindakan diagnostik
atau prosedur pengobatan,
  Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis,
gangguan napas berat)

DIAGNOSTIK
Anamnesis
• Riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga
kehangatannya.
• Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin
• Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangat pada bayi.
Pemeriksaan fisik

50
Tabel 5.8 Klasifikasi Hipotermi
Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi

 Bayi terpapar  Suhu tubuh 32 ºC – Hipotermia


suhu lingkungan 36.4 ºC sedang
yang rendah  Gangguan napas
 Waktu timbulnya  Denyut jantung
kurang dari 2 hari kurang dari 100
kali/menit
 Malas minum
 Letargi
 Bayi terpapar  Suhu tubuh < 32 Hipotermia
suhu lingkungan ºC berat
yang rendah  Tanda lain
 Waktu timbulnya hipotermia sedang
kurang dari 2 hari  Kulit teraba keras
 Napas pelan dan
dalam
 Tidak terpapar  Suhu tubuh Suhu tubuh
dengan dingin berfluktuasi antara tidak stabil
atau panas yang 36 ºC – 39 ºC (lihat Dugaan
berlebihan meskipun berada sepsis)
di suhu lingkungan
yang stabil
 Fluktuasi terjadi
sesudah periode
suhu stabil

MANAJEMEN

HIPOTERMIA BERAT
• Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
• Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi
dan selimuti dengan selimut hangat.
• Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
• Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lihat bab tentang
Gangguan napas.
• Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus
tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
• Periksa kadar glukose darah, bila kadar glukose darah kurang 45 mg/dL (2.6
mmol/L), tangani hipoglikemia.
• Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam
sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.

51
• Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan Kemungkinan besar sepsis.
• Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
- Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum;
- Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI
peras begitu suhu bayi mencapai 35 ºC.
• Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0.5 ºC/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa
suhu bayi setiap 2 jam.
• Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan
setiap jam.
• Setelah suhu tubuh bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi;
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
• Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan
nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.

HIPOTERMIA SEDANG
• Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi
dan selimuti dengan selimut hangat.
• Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat).
• Bila ibu tidak ada:
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas. Gunakan
inkubator dan ruangan hangat, bila perlu;
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu.
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
• Anjurkan Ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
• Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (mis. gangguan napas, kejang) dan
segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
• Periksa kadar glukose darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani hipoglikemia.
• Nilai tanda bahaya, Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal
0.5 ºC/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu
setiap 2 jam.
• Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0.5 ºC/jam, cari tanda
sepsis1.
• Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan.
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu tetap
dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada masalah
52
lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara
menghangatkan bayi di rumah.

HIPOGLIKEMIA
BATASAN
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah
kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L)

PRINSIP DASAR
• Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
• Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.
• Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes
melitus.
• Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama
proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
• Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada.
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang
hipoglikemi, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau
manajemennya
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
• Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipoglikemi
• Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis hipoglikemi
• Melaksanakan penanganan hipoglikemi dengan jalan memasang jalur infus intra
vena dan atau memasang pipa nasogastrik
Langkah Promotif/Preventif
• Penganan/ pengendalian kadar glukosa ibu Diabetes Mellitus (Lihat pengelolaan
ibu DM di Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal).
• Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
• Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi (mis.
pada asfiksia, hipotermi, hiperterm, gangguan pernapasan)
• Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.
DIAGNOSTIK
Anamnesis
• Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
• Riwayat bayi prematur
• Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
• Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
• Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
• Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
53
Pemeriksaan klinis
Hipoglikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah harus dilakukan
agar prognosis menjadi lebih baik.
Gejala yang sering terlihat adalah:
• tremor ("jitteriness")
• bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
• sianosis
• kejang
• apne atau nafas lambat, tidak teratur
• tangis melengking atau lemah merintih.
• hipotoni
• masalah minum
• nistagmus gerakan involunter pada mata

MANAJEMEN
• Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
• Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose melalui
pipa lambung dengan dosis yang sama.
• Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan
• Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

IKTERUS/ HIPERBILIRUBINEMIA
BATASAN
• Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi
karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila
kadar bilirubin dalam serum adalah ≥5 mg/dl ( 85 µmol/L).Disebut
Hiperbilirubin adalah keadaan kadar bilirubin serum > 13 mg/dL

PRINSIP DASAR
• Bayi sering mengalami ikterus pada mingu pertama kehidupan, terutama bayi
kurang bulan.
• Dapat terjadi secara normal atau fisiologis dan patologis.
• Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada
neonatus.
• Peningkatan bilirubin dalam darah disebabkan oleh pembentukan yang
berlebihan dan atau pengeluaran yang kurang sempurna.
• Ikterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akan masuk ke dalam
sel syaraf dan merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan
sepanjang hidup atau kematian (ensepalopati biliaris) .

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang
ikterus, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau
manajemen nya

54
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
• Melakukan langkah-langkah promotif / preventif ikterus
• Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis ikterus.
• Melaksanakan penanganan ikterus.
Langkah Promotif/Preventif
• Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan ikterus
(sulfa, anti malaria, nitro furantoin, aspirin)
• Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
• Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal)
• Penanganan asfiksia, trauma persalinan.
• Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan ekslusif
DIAGNOSTIK
Anamnesis
• Riwayat ikterus pada anak sebelumnya
• Riwayat penyakit anemi dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa
dalam keluarga.
• Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil
• Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini
• Riwayat trauma persalinan, asfiksia.
• Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini
Pemeriksaan
• Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan
menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat bila
dilihat dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk memastikan
warna kulit dan jaringan subkutan:
- Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi;
- Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai;
- Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
• Ikterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan
ekstremitas. Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda
klinis ikterus pertama ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati
penjalaran ikterus ke arah kaudal tubuh.
• Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan
kuning pada tubuh metode Kremer. Pemeriksaan kadar bilirubin

Tabel 5.9 Pembagian ikterus menurut metode Kremer


Derajat Daerah Ikterus Perkiraan
Ikterus kadar
bilirubin
I Daerah kepala dan leher 5.0 mg%
II Sampai badan atas 9.0 mg%
III Sampai badan bawah hingga tungkai 11.4 mg%
IV Sampai daerah lengan, kaki bawah, 12.4 mg%

55
lutut.
V Sampai daerah telapak tangan dan kaki 16.0 mg%

Gambar 5.2. Metoda Kraemer


Tabel 5.10 Perkiraan Klinis derajat ikterus
Usia Ikterus Klasifikasi
terlihat
pada
Hari 1 Setiap
ikterus
yang
terlihata
Hari 2 Lengan Ikterus
dan berat
tungkai
b

Hari 3 dan Tangan


seterusnya dan
kaki
a Bila ikterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari 1,
menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera
mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum.
b Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki

pada hari 2, menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi


sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu
hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
• Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum,
apnea, suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit
utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya.
• Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus
dilakukan setelah bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca
kelahiran.

56
• Bila ikterus menetap sampai minggu ke 2 pasca kelahiran, dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar billirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam
urin.
Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga
pemeriksaan atau penajaman klinis sangat diutamakan
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut
• Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat
kelahiran.
• Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali
pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
• Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam
pertama kelahiran.
Tabel 5.11 Diagnosis banding ikterus
Pemeriksaan
penunjang atau
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan diagnosis lain
diagnosis
yang sudah
diketahui
Timbul Sangat Hb < 13 g/dl, Ikterus
saat Ikterus Ht < 39% hemolitilk
lahir Sangat pucat Bilirubin >8 akibat
sampai mg/dl pada inkompatibilitas
dengan hari ke 1 atau darah
hari ke Kadar
2 Bilirubin >
13mg/dl pada
Riwayat hari ke 2
ikterus ikterus/
pada bayi kadar
sebelumny bilirubin
a cepat
Bila ada
Riwayat fasilitas:
penyakit Coombs tes
keluarga : positif
ikterus, Defisiensi
anemi, G6PD
pembesara Inkompatibilit
n hati, as gol. Darah
pengangka
ABO atau Rh
tan
limpa.defis
iensi G6

57
PD

Timbul Sangat Lekositosis, Ikterus diduga


saat Ikterus leukopeni, karena infeksi
lahir Tanda trombositope berat/ sepsis
sampai tersangka nia (tangani
dengan infeksi/sepsi dugaan infeksi
hari ke s (malas berat dan foto
2 atau minum, terapi bila
lebih kurang aktif, diperlukan)
tangis
Riwayat lemah, suhu
infeksi tubuh
maternal abnormal

Timbul Ikterus · Ikterus akibat


pada obat
hari 1

Riwayat ibu
hamil
pengguna
obat

Ikterus Sangat Bila ada Ensefalopat


hebat ikterus fasilitas: i bilirubin
timbul Kejang Hasil tes (Kern-
pada Postur Coombs ikterus)
hari ke abnorma positif (obati kejang
2 l, dan tangani
letargi Ensefalopati
Ensefalopati bilirubin)
timbul
pada hari
ke 3 - 7

Ikterus
hebat
yang tidak
atau
terlambat
diobati

Ikterus Ikterus Faktor Ikterus


meneta berlangs penduku berkepanja
p ung > 2 ng: ngan
setelah minggu Urin (Prolonged
58
usia 2 pada gelap, ikterus)
minggu bayi feses
cukup pucat.
bulan Peningka
dan > 3 tan
minggu bilirubin
pada direk
bayi
kurang
bulan
Timbul Bayi Ikterus
hari ke tampak pada bayi
2 atau sehat prematur
lebih.

Bayi berat
lahir
rendah

MANAJEMEN
• Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan
dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
• Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI
eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
• Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik
atau dengan gelas dan sendok.
• Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar mata hari pagi selama 30
menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat.
• Kelola faktor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan
ensefalopati biliaris.
• Setiap Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis
dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin
serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis.
• Pada bayi dengan Ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil
Tabel 5.12 Panduan terapi sinar berdasarkan kadar bilirubin serum (jika fasilitas
tersedia)
Faktor risiko : BBLR, penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan
darah, asfiksia atau asidosis, hipoksia, trauma serebral, atau infeksi
sistemik
Pemulangan dan pemantauan lanjutan.
• Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa kembali jika
menjadi semakin kuning

59
MASALAH PEMBERIAN MINUM

PRINSIP DASAR
• Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir rendah,
atau pada bayi sakit berat.
• Masalah pemberian minum perlu mendapat perhatian khusus selain untuk
mengurangi risiko terjadinya penyakit juga untuk memenuhi tumbuh kembang
bayi.
MASALAH PALING SERING TERJADI
• Bayi yang semula minum baik menjadi malas minum
• Bayi malas minum sejak lahir
• Berat bayi tidak naik
• Ibu cemas tentang cara pemberian minum, terutama pada bayi kecil, atau bayi
kembar
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan masalah
pemberian minum, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau
manajemen masalah pemberian minum
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
• Menjelaskan beberapa masalah pemberian minum
• Menjelaskan penyebab, tanda, masalah pemberian minum
• Menjelaskan rencana penanganan masalah pemberian
• Melakukan praktek cara pemberian minum ASI yang tepat pada BBLR, bayi
kembar.
• Mampu melakukan pemasangan pipa lambung dengan baik
Langkah Promotif / Preventif
• Perawatan antenatal yang meliputi perawatan payu dara.
• Mencegah kelahiran BBLR
• Penanganan infeksi maternal
• Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas
DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat cara pemberian minum bayi
Riwat terjadinya masalah pembeian minum
Riwayat penimbangan bayi
Riwayat infeksi maternal , ketuban pecah dini
Pemeriksaan fisik

Pada Tabel 5.13 di bawah ini dapat dilihat dan dipikirkan Diagnosis
Banding Bayi dengan Masalah Minum
Tabel 5.13 Diagnosis Banding Masalah minum
MANAJEMEN UMUM
• Bila bayi bisa minum tanpa batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali
minum sesudah lahir, lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain.

60
• Bila bayi mengalami batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali diberi
minum coba pasang pipa lambung.
o Bila tidak berhasil maka kemungkinan adanya kelainan bedah, pasang jalur infus
dengan cairan rumatan dan pemberian minum ditunda. Rujuk penderita setelah
keadaan stabil
o Bila pipa lambung berhasil masuk, pastikan pipa masuk kelambung, lakukan
aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir sendiri. Kemudian lanjutkan
dengan kemungkinan diagnosis lain

MANAJEMEN KHUSUS
Pada ibu tidak dapatmenyusui atau tidak berhasil menyusui, lakukan
manajemen sebagai berikut:
Kecemasan pada ibu
• Memberikan pengertian dan cara pemberian ASI yang tepat.
• Perhatikan dan catat berat bayi setiap hari
• Menjelaskan dan bekerjasama dengan ibu mengenai teknik menyusui selama
tiga hari
- Yakinkan ibu bila cara ibu benar
- Bila cara belum benar, nasehati ibu cara yang sesuai
- Bila berat bayi meningkat minimal 60 gram dalam 3 hari yakinkan ibu bahwa
ASI nya cukup.
- Bila peningkatan berat bayi tidak mencapai minimal 60 gram dalam 3 hari,
kelola sebagai persangkaan berat tidak naik dengan adekuat.
Persangkaan berat bayi tidak naik dengan adekuat
• Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan kenaikan berat bayi kurang
60 gram selama 3 hari berturut-turut.
• Periksa penyebab berat tidak naik sebelumnya
o Apakah telah diberi minum sesuai rencana, yakikan bayi telah mendapat
minum dan cairan secukupnya.
o Apakah suhu lingkungan bayi optimal.
o Cari tanda sepsis dan lakukan pengobatan.
o Pengobatan infeksi pada mulut jika ditemukan.
• Bila tidak ditemukan penyebab pasti, lakukan tindakan meningkatkan jumlah
ASI yang diterima oleh bayi dengan cara :
o Menaikkan frekuensi minum, menambah lamya waktu menyusui
o Berganti payudara setiap mulai menyusui dan pastikan bayi dapat
mengosongkan satu payudara sebelum pindah kepayudara yang lain.
o Ibu cukup minum, gizi dan tidak kelelahan. Bil
o Hendaknya sesudah menyusui, ibu memeras ASI nya dan
bayi dengan cara alternatif sebagai tambahan setelah bayi menyusui. Bila tidak
dapat memeras ASI, beri bayi 10 ml susuformula deng
menggunakan gelas atau sendok. Susu formula tidak harus diberika
Tersedia selama, mudah diperoleh, dapat digunakan seca
dapat dipersiapkan secara steril sesuai petunjuk.
61
per hari selama 3 hari berturut-turut, kemudian turunkan susu formula sampai
5 ml setiap kali minum selama 2 hari. o Bila kenaikan berat badan cukup (> 20
g/ha
hentikan susu formula seluruhnya. Bila berat badan turun di bawah 20
susu formula sebanyak 10 ml setiap kali minum, dan ulangi kembali proses di
atas. Setelah susu fo
selama 3 hari berikutnya. Jika kenaikan berat badan berlangsung dengan
kecepatan yang sama atau lebih baik, bayi dipulangkan ke rumah.
M
• Terangkan bahwa ASI nya
• Beri penjelasan bahwa bayi kecil mungkin tidak dapat minum
pada hari-hari pertama dan hal ini normal karena: o Mudah capai dan menghisap
masih lemah
o Menghisap dengan singkat kemudian berhen
o Tertidur saat sedang minum
o Ada waktu jeda yang cukup p
o Ingin minum lebih sering dibanding bayi yang lebih b
Yakinkan ibu bahwa menyusui dengan ASI akan lebih mu
sudah lebih besar Hendaknya ibu me
o Yakin bahwa bayinya disusui minimal 8 kali 24 jam
sampai berat 2500 gram. Bila bayi tidak dapat bangun sendiri sewaktu mau
minum, hendaknya ibu membangunkannya untuk menyusu. Bila bayi
melepaskan hisapannya dari satu payudara berikan payu
lainnya Selalu m
meningkatkan aliran ASI dengan sedikit memeras sedikit ASI nya sebelum
menempelkan bayi ke payudaranya. Biarkan bayi menyusu untuk waktu yang
membiarkan waktu jeda yang cukup panjang antara hisapan atau hisapan yang
pelan dan lama. Jangan menghentikan bayi menyusu selama bayi masih
berusaha atau ingin tetap menyusu. Jangan Anjurkan agar ibu hanya memberi
ASI untuk 4-6 bulan pertama.
cukup, anjurkan ibu untuk memberikan ASI peras dengan menggu
alternatip cara pemberian minum dengan cangkir, sendok atau pipa lambung.
Bila suplai ASI cukup (dilihat bayi minum 6 kali atau lebih dalam 24 jam) tetapi
bera
hari), ibu hendaknya memeras ASI dalam dua cangkir yang berbeda. Hendaknya
ibu memberikan pertama kali kepada bayinya pertama kali ASI peras dalam
cangkir ke dua yang mengandung lebih kaya lemak kemudian baru ASI yang ada
di dalam cangkir bila bayi masih memerlukan. mberi Minum Bayi Kembar

Yakinkan ASI nya cukup untuk kedua bayinya. • Bila bayinya kecil, terangkan
cukup lama untuk memulai menyusui ASI denga
• Hendaknya ibu mengikuti prinsip umum menyusui, sebagai tambahan ibu
harus :
o Mulai menyusui salah satu bayinya pada saat payudara sudah siap untuk
o Yakin bahwa bayi yang lebih lemah mendapat cukup ASI Beri ASI peras

62
pemberian minum, sesudah selesai menyusu bila diperluk
o Secara bergantian menggilir payudara setiap kali menyusui
Saat Bayi Bayi dengan
timbul cukup faktor risiko
ikterus bulan (kadar
sehat bilirubin,
kadar mg/dl;umol/l)
bilirubin,
mg/dl;
(umol/l)

Hari ke Setiap Setiap terlihat


1 terlihat ikterus
ikterus

Hari ke 15 (260) 13 (220)


2

Hari ke 18 (310) 16 (270)


3

Hari ke 20 (340) 17 (290)


4 dst
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan
diagnosis
Malas atau tidak mau Bayi tampak sakit Curiga Infeksi
minum Tanda infeksi : (sepsis)
Sebelumnya minum Kesulitan bernapas, suhu
dengan baik tubuh tidak stabil, iritabel,
Timbul 6 jam atau kejang, tidak sadar,
lebih setelah lahir muntah,
Riwayat infeksi
maternal , Ketuban
pecah dini
Malas atau tidak mau Bayi berat lahir < 2500 Bayi kecil
minum, sebelumnya gram atau kehamilan
minum baik kurang dari 37 minggu
Timbul sejak lahir
Ibu tidak dapat Bayi kelihatan sehat Cara pemberian
menyusui atau tidak minum salah
berhasil menyusui Kecemasan pada
Ibu cemas dan ibu
khawatir tidak dapat
menyusui
Waktu timbul 1 hari
atau lebih
Bayi regurgitasi, Celah antara palatum dan Celah langit-langit
63
beberapa kali tersedak mulut atau keluar minum
dan batuk setelah lewat hidung
minum
Timbul pada hari ke 1
atau lebih
Bayi regurgitasi sejak Pipa lambung dapat Iritasi lambung
pertama minum masuk
Waktu timbul 1 hari Bayi kelihatan sehat
Air ketuban bercampur
mekonium
Bayi batuk, tersedak Pipa lambung tidak dapat Kelainan Bedah
dan regurgitasi sejak masuk.
pertama kali minum Keluar air liur atau cairan
Minum dimuntahkan dari mulut, walaupun
Waktu timbul sejak tidak diberi minum
lahir

64
65
BAB 6
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
PRINSIP DASAR
• Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT
2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar
41.94% di RS pusat rujukan propinsi.
• Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun
postpartum
• Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang
Asfiksia bayi baru lahir, penyebab dan mampu melaksanakan manajemen
asfiksia
TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
• Melakukan langkah – langkah resusitasi dengan benar :
o Melakukan penilaian bayi baru lahir
o Melakukan Langkah awal resusitasi
o Melakukan Ventilasi Tekanan positip dengan menggunakan balon dan sungkup
o Melakukan kompresi dada
o Memberikan obat-obatan yang diperlukan
o Memasang pipa endotrakheal (bagi dokter )
o Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi
• Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi
• Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia
LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan
tindakan pencegahan sebagai berikut:
• Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
• Meningkatkan status nutrisi ibu
• Manajemen persalinan yang baik dan benar
• Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi
yang baik dan benar yang sesuai standar.

Fisiologi pernapasan bayi baru lahir


Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah
persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan Oksigen dan
nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal
dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi
menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai

66
sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida)
sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan
akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh
karena itu, maka beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi
oksigen dan pembuluih darah paru harus berelaksasi untuk memberikan
perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh
tubuh.
Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam
paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal
dan menyebabkan arteriol berelaksasi Jika keadaan ini terganggu maka
arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri
sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi
ke oragan organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain
lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan
kematian atau kecacatan
Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur.
Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL
kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat
(rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal
ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut
apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun
tekanan darah masih tetap bertahan.

67
Gambar 6.1 Apnu primer dan sekunder
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada
BBL, maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut
gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder.
Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah
semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera
ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap
sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi
Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi
dan faktor tali pusat atau plasenta
Faktor ibu :
Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan
mengakibatkan Gawat Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL,
antara lain :
• Preeklampsia dan eklampsia
• Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta)
• Partus lama atau partus macet
• Demam sebelum dan selama persalinan
• Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV)
• Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan )
Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL
akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
• Infark plasenta
• Hematom plasenta
• Lilitan talipusat
• Talipusat pendek
• Simpul talipusat
• Prolapsus talipusat
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang kadang
tanpa didahului tanda gawat janin:
• Bayi kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan)
• Air ketuban bercampur mekonium
• Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi
DIAGNOSTIK
Anamnesis :
• Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep, dll).
• Lahir tidak bernafas/menangis.
• Air ketuban bercampur mekonium.
Pemeriksaan fisis :
• Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
• Denyut jantung < 100X/menit
68
• Kulit sianosis, pucat.
• Tonus otot menurun.
• Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar
MANAJEMEN
1. Resusitasi ( Tahapan Resusitasi Lihat Bagan )
• Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari

o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu

o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi


Gambar 6.2. Posisi Kepala yang benar

o Isap lendir dari mulut kemudian hidung


o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok
punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain
yang basah dengan yang kering

Gambar 6.3. Cara Menegringkan dan Merangsang taktil

o Reposisi kepala bayi

o Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut jantung

• Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per menit

• Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung

• Bila belum bernapas dan denyut jantung¸ 60 x/menit lanjutkan VTP dengan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik

• Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung

69
o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada

o Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan

Gambar 6.4. Posisi Penolong dan cara Ventilasi dan Kompresi dada

• Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi


• Selanjutnya lihat Bagan 6.1

2. Terapi medikamentosa:
Epinefrin :
Indikasi:
• Denyut jantug bayi <60x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons.
• Asistolik.

Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Cairan pengganti volume darah


Indikasi:
• Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.

• Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai


adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :
• Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)

• Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila
fasilitas tersedia

Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :
Indikasi:
• Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis)

Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip


Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Bagan 6.1 Tahapan Resusitasi


70
TINDAKAN SETELAH RESUSITASI
Setelah melakukan resusitasi , maka harus dilakukan tindakan :
• Pemantauan Pasca Resusitasi
• Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
• Membuat Catatan Tindakan Resusitasi
• Konseling pada Keluarga
A. Pemantauan pasca resusitasi
• Sering sekali kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi
dianggap sudah baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), pada hal bayi masih
71
mempunyai potensi atau risiko terjadinya hal yang fatal, mis. karena kedinginan,
hipoglikemia dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi harus tetap dilakukan
pengawasan sebagai berikut:

• Bayi harus dipantau secara khusus:


o Bukan dirawat secara Rawat gabung
o Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin
o Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat cara menghangatkan )
o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
o Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
• Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat
pulang.
Kapan harus merujuk :
• Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi
/komplikasi .
• Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap,maka
o Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi
selama 2- 3 menit
• Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan
pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan
respons terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan
• Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan
tindakan yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional
kepada ibu dan keluarga
• Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orang tua
tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan
untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk
Kapan menghentikan resusitasi .
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung
setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.
B. Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
1. Buanglah kateter penghisap, pipa ET dan ekstraktor lendir sekali pakai
(disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor
2. Untuk kateter, pipa ET dan ekstraktor lendir yang dipakai daur ulang :
• Rendam didalam larutan khlorin 0,5 % selama 10 menit untuk dekontaminasi
• Cuci dengan air dan deterjen
• Gunakan semprit untuk membilas kateter/pipa
3. Lepaskan katup dan sungkup periksa apakah ada yang robek atau retak
4. Cuci katup dan sungkup dengan air dan deterjen, periksa apakah ada
kerusakan, kemudian basuhlah
5. Pilih salah satu cara sterilisasi atau desinfeksi derajat tinggi :
• Sterilisasi dengan autoclaf 120 °C, selama 30 menit bila dibungkus, selama 20
menit, bila tidak dibungkus
• Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) :
- Dengan direbus atau dikukus selama 20 menit dari titik didih air atau
72
- Direndam dalam larutan kimia (klorin 0.1% atau glutaraldehid 2% selama 20
menit kemudian dibilas dengan air yang sudah DTT)
6. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain yang bersih dan
kering atau keringkan dengan udara
7. Setelah didisinfeksi dengan larutan kimia, basuh seluruh alat dengan air bersih
dan biarkan kering dengan udara
8. Pasang kembali balon
9. Periksa untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi :
• Tutup katup yang keluar dengan membuat lekatan dengan telapak tangan dan
amati balon akan mengembang lagi bila lekatan dilepas. Ulangi percobaan
tersebut dengan memakai sungkup yang sudah dipasang pada balon
C. Mencatat tindakan resusitasi
Catat hal hal di bawah ini dengan rinci
• Kondisi bayi saat lahir
• Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan ( Tahapan resusitasi yang
telah dilakukan )
• Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan
• Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
• Hasil tindakan resusitasi
• Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
• Nama nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan
D. Konseling pada keluarga :
• Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung , lakukan Konseling
Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal lain nya (Perawatan
Neonatal Esensial)
• Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga
tentang Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
• Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas , nasehati ibu
dan keluarga untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi
selanjutnya
• Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan
emosional kepada keluarga
PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG
Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu
pemantauan setelah pulang dari perawatan sebagai berikut :
Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari.
• Apakah pernah timbul kejang selama di rumah.
• Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas, retraksi, apneu.
• Apakah bayi minum ASI dengan baik ( dapat menghisap dan menetek dengan
baik)
• Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pada kunjungan berikutnya (Lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan
Tumbuh Kembang)
Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini
kelainan atau komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera di rujuk ke
Rumah Sakit Rujukan
73
BAB 7
GANGGUAN NAPAS PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
Gangguan napas pada bayi baru lahir ( BBL) adalah keadaan bayi yang sebelum
nya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan
berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas ,
biasanya mengalami masalah sebagai berikut :

 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau


lebih tanda tambahan gangguan napas.
 Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit.
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
 Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).

PRINSIP DASAR
 Gangguan Napas merupakan salah satu Kegawatan Perinatal yang dapat
memberi dampak buruk bagi BBL yaitu kematian atau bila dapat bertahan
hidup dengan gejala sisa atau sekuele
 Bila terjadi apnea, ini merupakan salah satu Tanda Bahaya atau ”Danger
Sign“ yang harus segera ditangani di manapun BBL tersebut berada
 Gangguan napas dapat diakibatkan oleh banyak faktor penyebab, namun
penanganan awal kegawatannya yang merupakan hal yang sangat penting

TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari bab ini dan mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta
mengetahui dan mampu :

 Menjelaskan tentang Gangguan napas dan faktor penyebab gangguan


napas
 Melaksanakan manajemen gangguan napas ringan dan sedang pada bayi
BBL

TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan ini, maka diharapkan peserta :

 Mengetahui dan mampu menjelaskan tentang Penyebab gangguan napas


 Mampu melaksanakan manajemen Gangguan napas ringan dan sedang
pada BBL, dengan cara:
o o Menjaga patensi jalan napas
o o Memberikan terapi Oksigen

74
o o Melakukan resusitasi bila diperlukan

PENYEBAB GANGGUAN NAPAS

 Kelainan paru: Pnemonia


 Kelainan jantung: Penyakit Jantung Bawaan , Disfungsi miokardium
 Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat: Asfiksia, Perdarahan otak
 Kelainan metabolik: Hipoglikemia, Asidosis metabolik
 Kelainan Bedah: Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia
diafragmatika
 Kelainan lain: Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the
Newborn Penyakit Membra Hialin,
Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan napas adalah sebagai berikut :

Pada Bayi Kurang Bulan :

o o Penyakit Membran Hialin


o o Pneumonia
o o Asfiksia
o o Kelainan atau Malformasi Kongenital
Pada Bayi Cukup Bulan :

o o Sindrom Aspirasi Mekonium


o o Pneumonia
o o Transient Tachypnea of the Newborn
o o Asidosis
o o Kelainan atau Malformasi Kongenital

DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas : anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang

Anamnesis :

 Waktu timbulnya Gangguan Napas


 Usia Kehamilan
 Pengobatan steroid antenatal
 Faktor predisposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini), Demam pada ibu sebelum
persalinan
 Riwayat Asfiksia dan Persalinan dengan tindakan
 Riwayat aspirasi

Pemeriksaan Fisik

Gambaran Klinis Gangguan napas


75
Gangguan napas merupakan sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala
sebagai berikut:

 Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit atau frekuensi napas bayi


kurang 30 kali/menit dan mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda
tambahan gangguan napas sebagai berikut :
o o Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
o o Tarikan dinding dada
o o Merintih
o o Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).

Secara klinis Gangguan napas dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

  Gangguan napas berat


  Gangguan napas sedang
  Gangguan napas ringan

Tabel 7.1 Klasifikasi gangguan napas


Gejala tambahan gangguan
Frekuensi Klasifikasi
napas
napas
> 60 DENGAN Sianosis sentral DAN tarikan Gangguan
kali/menit dinding dada atau merintih napas
saat ekspirasi. berat
ATAU > 90 DENGAN Sianosis sentral ATAU tarikan
kali/ dinding dada ATAU merintih
menit saat ekspirasi.

ATAU < 30 DENGAN Gejala lain dari gangguan


kali/ atau napas.
menit TANPA

60-90 DENGAN Tarikan dinding dada ATAU Gangguan


kali/menit merintih saat ekspirasi napas
sedang
tetapi

TANPA Sianosis sentral

ATAU > 90 TANPA Tarikan dinding dada atau


kali/ merintih saat ekspirasi atau
menit sianosis sentral.

60-90 TANPA Tarikan dinding dada atau Gangguan


merintih saat ekspirasi atau napas
76
kali/menit sianosis sentral. ringan

60-90 DENGAN Sianosis sentral Kelainan


kali/menit jantung
kongenital
tetapi Tarikan dinding dada atau
merintih.
TANPA

Pemeriksaan penunjang

 Seharus nya dilakukan pemeriksaan radiologik, tetapi berhubung Puskesmas


biasanya sangat jarang tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, maka
penajaman pengamatan atau pemeriksaan klinis sangat diutamakan
 Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus untuk
mendiagnosis kemungkinan adanya infeksi atau sepsis neonatal

MANAJEMEN UMUM

 Pasang jalur infus intravena , sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse Dekstrosa 5 %
o o Pantau selalu tanda vital
o o Jaga patensi jalan napas
o o Berikan Oksigen ( 2-3 liter/menit dengan kateter nasal )
 Jika bayi mengalami apnea:
o o Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
o o Lakukan penilaian lanjut
 Bila terjadi kejang potong kejang
 Segera periksa kadar glukosa darah ( bila fasilitas tersedia )
 Pemberian nutrisi adekuat

Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat Gangguan napas.

Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di Puskesmas adalah
Gangguan Napas Ringan dan Gangguan Napas Sedang (sesuai kasus),
sedangkan Gangguan Napas Berat, dan Kelainan jantung kongenital harus
segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan

77
MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT

GANGGUAN NAPAS SEDANG


 Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberikan minum.
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi Kemungkinan besar sepsis:
o Suhu aksiler < 34 oC atau > 39 oC;
o Air ketuban bercampur mekonium;
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam).
 Bila suhu aksiler 34 – 36.5 oC atau 37.5 – 39 oC tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
o Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi Kemungkinan besar sepsis
o Jika suhu normal, teruskan mengamati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal, ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
 Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk ke
Rumah Sakit Rujukan
 Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun tidak kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang
atau suara merintih berkurang) disertai perbaikan tanda klinis: Kurangi
terapi O2 secara bertahap.
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara alternatif
pemberian minum.
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik
dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

GANGGUAN NAPAS RINGAN


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tachypnea of the Newborn
(TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
 Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan
napas sedang dan segera dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan

78
 Berikanikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30–60 kali/menit.
Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-
60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan

79
BAB 8
KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
 Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi
motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada
otak

PRINSIP DASAR
 Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi
pada neonatus, karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau
dapat mengakibatkan gejala sisa di kemudian hari. Termasuk dalam
kelompok gejala ini adalah spasme dan tidak sadar atau gangguan
kesadaran. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh asfiksia neonatorum,
hipoglikemia atau merupakan tanda meningitis atau masalah susunan saraf.
 Kejang merupakan satu tanda atau gejala yang dapat dijumpai pada satu
atau lebih masalah pada BBL
 Apapun penyebabnya, kejang sebagai salah satu Tanda Bahaya atau “Danger
sign“ pada neonatus harus segera dikelola dengan baik
 Sebetulnya timbulnya kejang dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan
promotip atau preventip
 Secara klinis kejang pada bayi diklasifikasikan klonik,tonik, mioklonik, ”
subtle ”
TUJUAN UMUM
 Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu menjelaskan tentang
penyebab kejang, dampak kejang pada bayi baru lahir serta manajemen
kejang dengan baik

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:

 Menjelaskan beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir


 Menjelaskan rencana terapi kejang pada bayi baru lahir
 Melakukan praktek menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen
untuk mencegah hipoksia otak yang berlanjut.
 Melakukan cara memotong kejang dengan baik
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan
nutrisi adekuat

80
MASALAH
Kejang pada bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat
pada syaraf dan atau kemunduran mental dikemudian hari.

Langkah promotip atau preventip:

 Mencegah persalinan bayi kurang bulan


 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
 Mencegah asfiksia neonatorum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
 Mengendalikan kadar glukosa darah ibu.
 Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam
proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam
masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
 Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan
segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
 Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

DIAGNOSTIK

Anamnesis :
 Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong
persalinan, asfiksia neonatorum.
 Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalinan bukan tenaga kesehatan.
 Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
 Riwayat kejang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata,
mulut, lidah dan ekstrimitas.
 Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut.
 Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan.
 Riwayat bayi malas minum sesudah dapat mium normal.
 Adanya faktor risiko infeksi.
 Riwayat ibu mendapat obat mis. heroin, metadon, propoxypen, sekobarbital,
alkohol.
 Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
 Saat timbulnya dan lama terjadinya kejang.

81
Pemeriksaan fisik
Kejang:

 Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas


 Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda,
mata berkedip, berputar, juling.
 Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti.
 Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar membonjol,
suhu tubuh tidak normal.
Spasme:

 Bayi tetap sadar, menangis kesakitan


 Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir
mencucu.
 Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak
terkendali. Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
 Infeksi tali pusat.

DIAGNOSIS BANDING
Untuk membuat diagnosis banding dan mengetahui Manajemen Spesifik dapat
dilihat Tabel 8.1 di bawah ini

Tabel 8.1 Diagnosis banding kejang, spasme dan tidak sadar


Temuan

Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan lain yang
diagnosis
sudah
diketahui
 Timbul  Kejang, Kadar Hipoglikemia
saat lahir tremor, letargi glukose
sampai atau tidak darah kurang
dengan sadar
dari 45
hari ke 3  Bayi kecil
 Riwayat ibu (berat lahir < mg/dL (2.6
Diabetes 2500 g atau mmol/L)
umur
kehamilan < 37
minggu)
 Bayi sangat
besar (berat
lahir > 4000 g)

82
Temuan

Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan lain yang
sudah diagnosis
diketahui
 Ibu tidak  Spasme Infeksi tali Tetanus
diimunisasi pusat neonatorum
tetanus
toksoid
 Malas
minum
sesudah
minum
normal
sebelumny
a
 Timbul
pada hari
ke 3
sampai 14
 Lahir di
rumah
dengan
lingkungan
kurang
higienis
 Pengolesan
bahan
tidak steril
pada tali
pusat
 Timbul  Kejang atau Sepsis Curiga
pada hari tidak sadar meningitis
ke 2 atau  Ubun-ubun (tangani
lebih besar
meningitis dan
membonjol
 Letargi obati kejang)

 Riwayat  Kejang atau Asfiksia


resusitasi tidak sadar neonatorum
pada saat  Layuh atau dan/atau
lahir atau letargi
Trauma (obati
bayi tidak  Gangguan
bernapas napas kejang, dan
83
Temuan

Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan lain yang
sudah diagnosis
diketahui
minimal  Suhu tidak tangani asfiksia
satu menit normal neonatorum)
sesudah  Mengantuk
lahir atau aktivitas
 Timbul menurun
pada hari  Iritabel
ke 1 atau rewel
sampai ke
4
 Persalinan
dengan
penyulit
(misal
partus
lama atau
gawat
janin)
 Timbul  Kejang atau Perdarahan
pada hari tidak sadar intraventrikular
ke 1  Bayi kecil (Nilai dan
sampai 7 (berat lahir <
tangani
 Kondisi 2500 g atau
bayi umur perdarahan dan
mendadak kehamilan < 37 juga asfiksia
memburuk minggu) neonatorum)
 Mendadak  Gangguan
pucat napas berat
  Ikterus  Kejang Hasil tes Ensefalopati
hebat  Coombs bilirubin (Kern-
timbul Opistotonus positif ikterus) (obati
pada hari kejang dan
ke 2 tangani
 Ensefalopati
Ensefalopat bilirubin)
i timbul
pada hari
ke 3 - 7
  Ikterus
hebat yang
tidak atau
84
Temuan

Pemeriksaan
penunjang /
diagnosis
Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan lain yang
sudah diagnosis
diketahui
terlambat
diobati
a

MANAJEMEN UMUM

  Bebaskan jalan napas dan Oksigenasi


  Medikamentosa untuk memotong kejang
  Memasang jalur infus intravena
  Pengobatan sesuai dengan penyebab

Medikamentosa
1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika
kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan
sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur
intravena, dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka dapat
diberikan intramuskuler
2. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena
dalam larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan /
menit.

Pengobatan rumatan

1. Fenobarbital 3-5 mg/ kg BB /hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam
secara intravena atau per oral, sampai bebas kejang 7 hari.
2. Fenitoin 4-8 mg/kg/ hari intravena atau per oral. Dosis terbagi dua atau
tiga.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang

 Laboratorium Darah Rutin dan pengecatan Gram , kadar Glukosa darah


dengan dekstrostik.

85
Pada kecurigaan infeksi (meningitis)

Pemeriksaan darah ditemukan adanya lekositosis (>h 25.000/ mm3) atau


lekopenia (< 5000/mm3) dan trombositopenia (< 150.000/mm3)

Gangguan metabolik
Hipoglikemi (glukosa darah < 45 mg/gl,

Diduga/ ada riwayat jejas pada kepala


Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit untuk memantau perdarahan
intraventrikuler serta didapat perdarahan pada cairan serebrospinal.

Pemeriksaan kadar bilirubin total/ direk dan indirek meningkat, pemeriksaan


kadar bilirubin bebas (bila tersedia)

MANAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT


1. Meningitis

Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak


dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam,
ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin.
Antibiotika diberikan sampai 14 hari setelah ada perbaikan (table 8.2)

Tabel 8.2 Dosis antibiotik

100 mg/kg setiap 100 mg/kg setiap


Ampisilin IV
12 jam 8jam

50 mg/kg setiap 12 50 mg/kg setiap 6


Sefotaksim IV
jam jam

Gentamisin IV, IM < 2 kg

4mg/kg sekali 3.5mg/kg sekali


sehari sehari

 2 kg

5mg/kg sekali 3.5mg/kg sekali


sehari sehari

86
2. Gangguan metabolik

Diagnosis kejang yang disebabkan oleh karena gangguan metabolisme sangat


sulit ditegakkan karena terbatasnya fasilitas dan kemampuan pemeriksaan
penunjang di Puskesmas, karena tidak ada gejala klinis yang khas untuk
beberapa kejang metabolik, mis. hiponatremia, hipernatremia dan
hipomagnesimia. Untuk itu manajemen umum diperlukan untuk kejang
metabolik ini, dan segera dirujuk

Bila tersedia fasilitas pemeriksaan kadar glukosa darah, lakukan manajemen


hipoglikemia (Lihat manajemen Hipoglikemia)

Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat ditegakkan


dengan pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat hipoksia
atau asfiksia. Untuk kasus ini diberi:

o Kalsium glukonas 10%, 1-2 ml/kg berat badan dengan aquadest sama
banyak secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10
menit jika tidak ada respon klinis.
3. Kern ikterus: ( lihat hiper bilirubinemia)
4. Hipoksia: optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen
5. Spasme/ tetanus

 Beri Diazepam 10mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV


tiap 3 jam, maksimum 40 mg/ kg/hari
Bila frekuensi napas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat
meskipun bayi masih mengalami spasme.
 Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau
busuk, obati untuk infeksi tali pusat.
 Beri bayi:
o Human Tetanus immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri
padanannya, antitoksin tetanus 5,000 IU IM.toksoid tetanus IM pada
tempat yg berbeda dg tempat pemberian antitoksin
o Benzyl Penicillin G 100,000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari selama
tujuh hari
 Anjurkan ibunya untuk mendapat toksoid tetanus 0.5 ml (untuk
melindunginya dan bayi yg dikandung berikutnya) dan kembali bulan
depan untuk pemberian dosis ke dua.
 Pada kasus perdarah subdural, trauma SSP dan hidrosefalus diperlukan
tindakan bedah, dapat dirujuk.

Terapi Suportif
 Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia otak yang berlanjut.

87
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan
nutrisi adekuat
 Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk
menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa
nasogastrik dan beri ASI peras diantara spasme. Mulai dengan jumlah
setengah kebutuhan perhari dan pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang
diberikan sehingga tercapai jumlah yang diperlukan

Rujukan
Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan manajemen
spesifik tetapi bayi masih, segera dirujuk

88
BAB 9
INFEKSI NEONATAL

BATASAN
Infeksi Neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat
infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan
protozoa dapat menyebabkan sepsis pada pada bayi baru lahir.

PRINSIP DASAR
 Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining
sepsis dan pengelolaan terhadap faktor risiko perlu dilakukan.
 Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga
memudahkan invasi mikroorganisme, sehingga infeksi mudah menjadi berat
dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa
hari bila tidak mendapat pengobatan yang tepat.
 Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu
persalinan (intranatal), atau setelah lahir dan selama periode neonatal (pasca
natal).
 Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh janin. Infeksi yang didapat saat persalinan
terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau dari cairan vagina,
tinja, urin ibu. Semua infeksi yang terjadi setelah lahir disebabkan oleh
pengaruh lingkungan.
 Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum:
o o Ibu demam sebelum dan selama persalinan
o o Ketuban Pecah Dini
o o Persalinan dengan tindakan
o o Timbul asfiksia pada saat lahir
o o BBLR
 Terapi awal pada bayi baru lahir yang mengalami infeksi harus segera
dilakukan tanpa menunggu hasil kultur

MASALAH PALING SERING TERJADI


 Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi (13-50% )
 Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum:
Meningitis, kejang, hipotermia, hiperbilirubinemia, gangguan nafas dan
gangguan minum

89
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu :
 Menjelaskan tentang faktor risiko, penyebab dan komplikasi infeksi
neonatal
 Melakukan manajeman infeksi neonatal sesuai dengan fasilitas yang tersedia

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :

 Mengindentifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta manajemen infeksi


neonatal
 Mengindentifikasi tanda, gejala, diagnosis serta manajemen komplikasi
infeksi neonatal
 Mengetahui dan melaksanakan langkah promotif dan preventif untuk infeksi
neonatal

Langkah promotif / preventif

 Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
infeksi intrauterin.
 Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
 Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas
 Mencegah persalinan bayi kurang bulan
 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
 Mencegah asfiksia neonatorum
 Melakukan resusitasi dengan benar
 Melakukan tindakan pencegahan Infeksi
 Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaan
yang efektif.

DIAGNOSTIK

Anamnesis
 Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan
infeksi berat atau ketuban pecah dini.
 Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan
yang kurang higienis
 Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
 Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
 Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
 Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang atau
iritabel /rewel, bayi malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan
napas, kulit ikterus, sklerema atau skleredema, kejang

90
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

 Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi atau lunglai,
mengantuk atau aktivitas berkurang
 Malas minum sebelumnya minum dengan baik.
 Iritabel atau rewel,
 Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
Gastrointestinal: Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali

Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.

Kulit: Perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem,


ikterik

Kardiopulmuner: Takipnu, gangguan napas, takikardi, hipotensi

Neurologis: Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun


membonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.

Tabel 9.1 Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum


Kategori A Kategori B
1) 1) Kesulitan bernapas (mis. 1) 1) Tremor
apnea, napas lebih dari 30 2) 2) Letargi atau lunglai
kali per menit, retraksi 3) 3) Mengantuk atau aktivitas
dinding dada, grunting pada berkurang
waktu ekspirasi, sianosis 4) 4) Iritabel atau rewel
sentral) 5) 5) Muntah (menyokong ke
2) 2) Kejang arah sepsis)
3) 3) Tidak sadar 6) 6) Perut kembung
4) 4) Suhu tubuh tidak (menyokong ke arah sepsis)
normal, (tidak normal sejak 7) 7) Tanda tanda mulai
lahir & tidak memberi muncul sesudah hari ke
respons terhadap terapi atau empat (menyokong ke arah
suhu tidak stabil sesudah sepsis)
pengukuran suhu normal 8) 8) Air ketuban bercampur
selama tiga kali atau lebih, mekonium
menyokong ke arah sepsis) 9) 9) Malas minum
5) 5) Persalinan di lingkungan sebelumnya minum dengan
yang kurang higienis baik (menyokong ke arah
(menyokong ke arah sepsis) sepsis)
6) 6) Kondisi memburuk
91
Kategori A Kategori B
secara cepat dan dramatis
(menyokong kearah sepsis)

Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga
pemeriksaan atau penajaman klinis sangat diutamakan

Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai


berikut

 Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, trombositopenia
 Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan Gram dari darah.
 Gangguan metabolik : hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
 Peningkatan kadar bilirubin

MANAJEMEN UMUM
Dugaan sepsis

 Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori
A dan satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya
(mis. kejang). Lakukan pemantauan.
 Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan
besar sepsis.
Kecurigaan besar sepsis

Pada bayi umur sampai dengan 3 hari

o Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan
infeksi berat atau (ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih
Kategori A ,atau 3 atau lebih Kategori B
Pada bayi umur lebih dari tiga hari
o Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau
lebih temuan Kategori B.

A. Antibiotik

 Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak


dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48
jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin.
 Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik sesuai
uji kepekaan kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada
perbaikan (dosis lihat table 9.2).
92
 Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai pengobatan
meningitis.

Tabel 9.2 Dosis antibiotik untuk sepsis


Antibiotik Cara Dosis dalam mg
Pemberian

Hari 1-7 Hari 8+

Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 50mg/kg setiap


12 jam 8jam

Ampisilin IV 100mg/kg setiap 100 mg/kg setiap


untuk 12 jam 8jam
meningitis

Sefotaksim IV, IM 50mg/kg setiap 50 mg/kg setiap 8


12 jam jam

Sefotaksim IV 50mg/kg setiap 6 50 mg/kg setiap 6


untuk jam jam
meningitis

Gentamisin IV, IM < 2 kg

4mg/kg sekali 3,5mg/kg setiap


sehari 12 jam

 2 kg

5mg/kg sekali 3,5mg/kg setiap


sehari 12 jam

B. Respirasi

Menjaga jalan napas tetap bersih dan trbuka dan pemberian oksigen untuk
mencegah hipoksia. Pada kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik.

C.Kardiovaskuler

Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan
tanda vital dan perfusi jaringan untuk cegah syok.

93
MANAJEMEN SPESIFIK / MANAJEMEN LANJUT
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta
komplikasi yang terjadi (mis. kejang, hipoglikemi, gangguan napas, ikterus).

RUJUKAN
Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dengan
komplikasi, setelah keadaan stabil.

Pengelolan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial, bagian
mata, bedah syaraf dan rehabilitasi medik.

Pemantauan (“Monitoring”)

 Tumbuh Kembang
 Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, mis. gejala sisa neurologis
berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan
tingkah laku.

94
BAB 10
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR

PRINSIP DASAR
 Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah Rujukan Antepartum
(rujukan pada saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun
sayangnya tidak semua keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga
rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi bila terjadi kedaruratan pada ibu
maupun janin dan kehamilan harus segera di terminasi serta
memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, maka akan timbul
masalah baik pada ibu maupun bayi
 Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya,
untuk itu dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang
lebih lengkap dan terdekat (Sistem Regionalisasi Rujukan Perinatal).
 Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi
akan mendapatkan keuntungan atau nilai positip dibanding bila hanya tetap
dirawat di tempat asalnya.
 Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil
atau minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu
 Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan
untuk merujuk dan jelaskan kenapa bayi harus dirujuk

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta dapat mengetahui dan mampu :
 Menjelaskan pentingnya rujukan BBL yang mempunyai masalah berat
 Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mampu :
 Menjelaskan kepada orangtua atau keluarga mengapa bayi harus dirujuk
 Menjelaskan kasus yang harus segera dirujuk
 Melaksanakan sistem rujukan dan transportasi untuk BBL dengan benar

Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap:
 Gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya
 Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya
dalam 10 menit pertama
 Kasus bedah neonatus
 BBLR < 1750 g
 BBLR 1750 - 2000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian
minum
 Bayi hipotermi berat
 Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi
95
 Kemungkinan penyakit jantung bawaan
 Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtomatik
 Kejang yang tidak teratasi
 Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat / dengan komplikasi
 Penyakit hemolisis
 Tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik
 Hipoglikemia yang tidak dapat teratasi

SISTEM RUJUKAN DAN TRANSPORTASI


 Perhatikan regionalisasi Rujukan Perinatal dalam menentukan tujuan
rujukan, sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar
 Puskesmas merupakan penyaring kasus risiko yang perlu dirujuk sesuai
dengan besaran risiko, jarak dan faktor lainnya
 Memberi informasi kesehatan dan prognosis bayinya dan melibatkan
orangtua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk
 Melengkapi syarat- syarat rujukan ((persetujuan tindakan, surat rujukan,
catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu.
 Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dan ruangan
dalam kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan napas
tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap
diberi ASI.
 Harus disertai dengan tenaga yang terampil melakukan Resusitasi

DATA YANG HARUS DISEDIAKAN


Data dasar yang harus diinformasikan:

1. Identitas bayi dan tanggal lahir


2. Identitas orang tua
3. Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang
dilakukan.
4. Obat yang dikonsumsi oleh ibu
5. Nilai Apgar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu
karena melakukan tindakan resusitasi aktif)
6. Masa Gestasi dan berat lahir.
7. Tanda vital (suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan
aktif/tidak nya bayi)
8. Tindakan/prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan
9. Bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dan
lain-lain)

SYARAT UNTUK MELAKUKAN TRANSPORTASI


1. Bayi dalam keadaan stabil
2. Bayi harus dalam keadaan hangat
3. Kendaraan pengangkut juga harus dalam keadaan hangat
96
4. Didampingi oleh tenaga kesehatan yang trampil melakukan tindakan
resusitasi, minimal ventilasi
5. Tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan

Bayi dalam keadaan stabil, bila:


  Jalan napas bebas dan ventilasi adekuat.
  Kulit dan bibir kemerahan
  Frekuensi jantung 120-160 kali/menit
  Suhu aksiler 36.5-37 oC (97.7-98.6 oF)
  Masalah metabolik terkoreksi
  Masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal

Peralatan dan Obat yang diperlukan :

 Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan inkubator transpot dan dipasang


monitor. Berhubung alat tersebut sangat jarang tersedia di Puskesmas, maka
perhatikan cara menghangatkan bayi
 Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia:
o o Alat resusitasi lengkap, termasuk laringoskop dan pipa endotrakeal
o o Obat –obatan emergensi
o o Selimut penghangat
o o Alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena
o o Oksigen dalam tabung
 Alat Resusitasi /bantuan ventilasi: selama transportasi
 Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan berikut:
o o Bradikardi (FJ < 100 x/menit)
o o Sianosis sentral dengan oksigen 100%
o o Apnea periodik

Pemberian Oksigen (Terapi Oksigen)


 Indikasi pemberian oksigen
o Bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan di sekitar bibir) dan
akral (warna kebiruan di kuku, tangan dan kaki).
o Bayi dengan gangguan napas
 Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan (konsentrasi, kelembaban dan
suhu)
 Jumlah Oksigen yang diberikan:
o o Melalui kateter nasal 2-3 l/menit (konsentrasi 21%).
o o Melalui sungkup 4-5 l/ menit (konsentrasi 40%)
o o Melalui head box 6-8 l/ menit (konsentrasi > 50%)
 Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral.

97
Penilaian Oksigenisasi

Keberhasilan oksigenasi selama transportasi dinilai dari perubahan perbaikan


klinis, sebagai berikut:
  Perubahan warna kulit menjadi kemerahan
  Denyut jantung bertambah baik
  Kadang kadang bisa mulai timbul napas spontan

Pengawasan Suhu

Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi


suatu keharusan

Suhu normal:

  Ketiak 36.5-37.5 oC (97.7-98.6 oF)

Cara menghangatkan bayi :


 Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat
dan tebal
 Membungkus kepala bayi atau memakai topi/tutup kepala
 Jangan meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut
 Kalau memungkinkan dapat pula dilakukan Perawatan Bayi Melekat
(Kangaroo Mother Care)

98

Anda mungkin juga menyukai