Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Bayi kurang bulan (BKB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi kurang dari 37 minggu atau kurang dari 259 hari. Masalah lebih sering
dijumpai pada bayi kurang bulan adalah BBLR dibanding bayi cukup bulan atau
lebih bulan.1
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rata-rata berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai 42 minggu) adalah 3200 gram.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) dan bayi berat berlebih (≥ 3800) lebih besar
resikonya untuk mengalami masalah. Masalah gestasi juga merupakan indikator
kesejahteraan bayi baru lahir, karena semakin cukup umur kehamilan semakin
baik kesejahteraan bayi.1
Berat bayi baru lahir dapat dikelompokkan menjadi: Sesuai Masa
Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK) dan Besar Masa Kehamilan
(BMK), dengan cara yang sama berdasarkan umur kehamilan saja bayi-bayi dapat
digolongkan menjadi bayi kurang bulan, cukup bulan, atau lebih bulan.1
Hyalin Membran Disease (HMD) juga dikenal sebagai Respiratory
Distress Syndrome (RDS) atau biasa disebut Sindrom Gawat Napas Neonatus
(SGNN) merupakan suatu sindrome yang sering ditemukan pada neonatus dan
menjadi penyebab morbiditas utama pada bayi berat lahir rendah (BBLR). HMD
umumnya terjadi pada bayi prematur.1,4
Angka kejadian HMD pada bayi yang lahir dengan masa gestasi 28
minggu sebesar 60%-80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25%, sedang
pada usia kelahiran 32-36 minggu sebesar 15-30%, dan pada bayi aterm jarang
dijumpai. Di negara maju HMD terjadi pada 0,3-1% kelahiran hidup dan
merupakan 15-20% penyebab kematian neonatus. Di Amerika Serikat
diperkirakan 1% dari seluruh kelahiran hidup, yang artinya 4000 bayi meninggal
karena HMD setiap tahunnya. Di Indonesia, dari 950.000 BBLR yang lahir setiap
tahun diperkirakan 150.000 bayi diantaranya menderita HMD.4,2
Penyakit membran hialin pada bayi kurang bulan (BKB) terjadi karena
pematangan paru yang belum sempurna akibat kekurangan surfaktan.1 Tidak

1
adanya surfaktan, alveoli menjadi kolaps pada akhir ekspirasi, sehingga
menyebabkan gagal nafas pada neonatus.5 Pelbagai faktor ibu dan bayi berperan
sebagai faktor resiko untuk terjadinya HMD pada BKB namun sebagian masih
kontroversial.1-6
HMD yang terjadi ada bayi kurang bulan tersebut bervariasi dari yang
ringan sampai berat. Pada HMD ringan tidak memerlukan ventilasi mekanik
sedangkan yang berat memerlukan ventilasi mekanik. Semakin berat derajat HMD
semakin berat keterlibatan kardiovaskular. Terapi optimal HMD memerlukan
teknologi canggih yakni pemberian ventilasi mekanik dengan atau tanpa
pemberian surfaktan eksogen.6
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas gambaran BKB
SMK dengan HMD.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hyalin Membran Disease (HMD)


HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau sindroma
gawat nafas tipe 1, yaitu gawat nafas pada bayi kurang bulan terjadi segera
atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas
(pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernafasan dispnea / takipnea,
retraksi dada dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-
96 jam pertama kehidupan. HMD merupakan keadaan akut yang terutama
ditemukan pada bayi prematur dengan usia gestasi 32 minggu yang
mempunyai berat badan dibawah 1500 gram. Penyebab adalah kurangnya
surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema
sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi cairan dan
kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada
pemeriksaan radiogist ditemukan pola retikulogranuler yang uniform,
gambaran ground glass appearance dan air bronchogram. Namun
gambaran ini bukan patognomonik HMD.4,6,8

B. Insidensi
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan salah satu
penyebab kematian pada bayi baru lahir. Di US, HMD terjadi pada sekitar
40.000 bayi per tahun. Kurag lebih 30% dari semua kematian pada
neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.
HMD pada bayi prematur bersifat primer, insideninya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar
60%-80% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada
bayi matur.6-11
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum
usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran
dengan operasi caesar, kelahira yang dipercepat, asfiksia, stres dingin, dan
riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada ibu diabetes, terjadi

3
penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban
untuk waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus
sepeti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya infeksi kongenital
kronik
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi
kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru
dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.11
Insiden berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin releasing
hormon pada ibu.

C. Etiologi dan Patofisiologi


1. Pembentukan paru dan surfaktan
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 – 4 minggu dengan
terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga
udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi
pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi
namun jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 – 3 kali lebih
lebar dianding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan
bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32-34 minggu.
Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20
minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan
amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul setelah
35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan
pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah
kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah
edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi.
Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylchoine
(lecithin) – 80%, phosphatidyglycerol – 7% phosphatidy -3%
apoprotein (surfactan protein A, B, C, D) dan kolestrol. Dengan
bertambahnya usia kehamilan, bertmbah pula produksi fosfolipid dan
penyimpanannya pada sel alveolar tipe II. Protein merupkan 10% dari

4
surfaktan, fungsinya untuk memfasiltasi pembentukan film fosfolipid
pada perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam
perombakan surfaktan.6-8
2. Patofisiologi HMD
Imaturitas paru secara anatomis dn dinding dada yang belum
berkembang dengan baik mengganggu pembentukan gas yang adekuat.
Pembersihan cairan paru yang tidak efisien karena jaringan interstitial
paru yang imatur bekerja seperti spons. Edema interstisial terjadi
sebagai result dari meningkatnya permiabilitas membran kapiler
alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga alveoli yang
kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus
pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot-otot respirasi
yang masih lemah.16
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin,
dan edema interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan
tekanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan
alveoli kecil. Dinding dada bagian bawah tertarik karena diafragma
turun dan tekanan intratorakal menjadi negatif, membatasi jumlah
tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal tersebut
menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi
prematur yang memiliki complience tinggi memberikan tahanan
rendah dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan
alami dari pru-paru untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks
dan paru-paru mencapai volume residu, cenderung mengalami
atelektasis.
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama
dengan unit respirasi yang kecil dan berkurangnya copliance dinding
dada, menimbulkan atelektasis, menyebabkan alveoli memperoleh
perfusi namun tidak memperoleh ventilasi, yang menimbulkan
hipoksia. Berkurangnya complience paru, tidal volume yang kecil,
bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan
tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi

5
hipercarbia, hipoksia dan asidosis menimbulkan vasokotriksi arteri
pulmonal dan meningkatkan pirau dari kanan ke kiri melalui formen
ovale, ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru
berkurang, dan jejas iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan
dan bantalan vaskular menyebabkan efusi materi protein ke rongga
alveoli.
Bayi imatur, selain mengalami defisiensi surfaktan, dinding dada
compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal
ini menurunkan keseimbangan vantilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau
di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan
asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan
vasokontriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru.
Kapitas sel pneumosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun.4-6

D. Manifestasi klinik
Pneumonia pada neonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi
baru lahir, dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea >
60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan
antara pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti
bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hampir sama, dan keterlibatan
organ dan pengobatan empirik regimen yang sama. Takipnea merupakan tanda
yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain
seperti retraksi dada (36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan
untuk makan (43 -49%), sianosis (12-40%), dan batuk (30-84%).6,15

Kriteria takipnea menurut WHO : 6


Laju napas normal Takipnea (frekuensi per
Umur
(frekuensi per menit) menit)
0-2 bulan 30-50 ≥ 60
2-12 bulan 25-40 ≥ 50
1.5 Tahun 20-30 ≥40
>5 tahun 15-25 ≥20
Dikutip dari Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002.

6
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :7
 Gejala infeksi umum :
- Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
 Gejala gangguan respiratori :
- Batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung,
merintih dan sianosis.
- Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti
malas makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan
temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala
pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi,
sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada
bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan
ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi.

E. Diagnosis
1. Gejala klinis
Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya
takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau
progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia,
edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir.
Manifestasi klinis berupa distres pernafasan dapat dinilai dengan
APGAR score (derajat afiksia) dan Silverman Score. Bila nilai
Silverman score >7 berarti ada distress nafas, namun ada juga yang
menyatakan bila nialinya > 2 selama >24 jam.

7
Grade Gerakan Dada Retraksi PCH Grunting
dada atas bawah Epigastrium
(retraksi
ICS)
0 Sinkron - - - -
1 Tertinggal Ringan Ringan Minimal Terdengar
pada pada
inspirasi stetoskop
2 See-saw jelas Jelas jelas Terdengar
tanpa
stetoskop

2. Gambaran Rontgen
Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat:
Stage I : gambaran reticulogranular
Stage II : stage I disertai bronchogram di luar bayangan jantung
Stage III: stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung
Stage IV: Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma
dan thymus. Gambaran white lung.12

3. Laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran
darah tepi tidak menunjung tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak
terdapat streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan
hipoksemia dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia
progresif, hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi

4. Echocardiografi

8
Dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan
derajat pirau, juga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
kelainan struktural jantung.
5. Tes kocok (Shake test)
Dari aspirasi lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirasi
lambung diambil melalui nasogastrik tube pada neonatus sebanyak
0,5ml lalu ditambahkan 0,5 ml alkohol 96% dicampur dalam
tabung 4mL, lalu dikocok selama 15 detik dan di diamkan selama
15 menit.

F. Diagnosis Banding
1. Pneumonia Neonatal
Sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan dengan
HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran rontgen
dada dapat identik dengan HMD, namun di temukan coccus gram
positif dari aspirasi lambung atau trakhea dan apus buffy coat. Tes
urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya netropenia.
2. Transient Tachypnea of the newborn
Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala klinisnya
pendek dan ringan. Hiperaerasi adalah ciri khas TTN (kebalikan
dari RDS-hiperaerasi). Densitas retikulogranular bilateral aka
hilang bila diberi ventilasi, sementara pada RDS gambaran opak
menetap minimal 3 – 4 hari.
3. Sindroma aspirasi mekonium
Hasil foto rontgen adalah gambaran opak noduler kasar difus, serta
area emfisema fokal. Berbeda dengan gambaran opak granular
halus pada RDS.

9
G. Penatalaksanaan
1. Bantuan nafas
Pada bayi dengan PO2 dibawah 50 mmHg dengan FiO2 70%
merupakan indikasi pemakainan CPAP (contininous Positive Airway
Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O.18
2. Terapi cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan dan nutrisi sebaiknya diberikan secara parenteral.
Pada 36-48 jam pertama diberikan glukosa 10% dengan kecepatan 65-
100 ml/kgBB/24 jam. Lalu diberikan elektrolit dan volume di cairan
ditingkatkan hingga 120-150 ml/kgBB/24 jam.
3. Antibiotic
Antibiotik diberikan berdasarkan pola kuman
4. Sedasi
Obat sedative biasanya diperlukan pada bayi yang dikontrol dengan
ventilator. Fenobarbital biasanya digunakan untuk menurunkan
aktivitas bayi.
5. Surfaktan
Surfaktan adalah multikomponen kompleks dari beberapa fosofolipid,
neutral lipid, protein khusus yang disintesis dan disekresikan oleh sel
epitel tipe II. Pengaruh hemodinamik pemberian surfaktan tergantung
cara pemberiannya bukan jenis surfaktannya. Di bagi tiga, yaitu:
a. Efek segera: sampai 10 menit pertama setelah pemberian.
Efek yang terjadi tergantung cara pemberiannya, yaitu terjadi
vasodilatasi pembuluh darah cerebral dengan peningkatan aliran
darag ke otak karena peningkatan PaCO2. Hal ini sebagai respon
terhadap obstruksi sementara saluran napas besar oleh adanya
cairan. Pengaruh belum pasti tetapi terjadi penurunan aliran duktus
dari kiri ke kanan kemungkinan berhubungan dengan peningkatan
PaCO2.
b. Efek awal: 2-20 menit pertama
Efek ini berhubungan dengan manajemen pengaturan pernafasan
selama perbaikan ventilator dan parameter gas darah secara cepat.

10
Apabila terjadi kegagalan untuk menurunkan ventilasi akan
menyebabkan hieroksia dan hiperkarbia sehingga terjadi penurunan
aliran darah otak bersamaan dengan peningkatan aliran darah paru.
c. Efek lambat: 12-48 jam setelah pemberian
Terjadinya perbaikan hipertensi pulmonal karena perbaikan gejala
penyakit. Pemberian surfaktan secara lambat (lebih dari 15 menit)
tidak memberikan efek samping sistem pernafasan dibandingkan
pemberian secara bolus. Pada penelitin dengan hewan coba
pemberian surfaktan secara cepat akan memberikan distribusi yang
lebih bagus di paru tapi efek samping yang terjadi adalah
penurunan aliran darah aorta dan otak.
Cara pemberian surfaktan paling baik adalah dengan cara lambat
(lebih dari 15 menit) dengan menghindari overventilasi dan
meminimalkan perubahan oksigen arterial.18

H. Prognosis
Secara umum prognosis bayi tergantung tenaga yang terampil,
fasilitas rumah sakit yang tersedia dan dari bayinya sendiri ada tudaknya
komplikasi seperti afiksia yang berat, perdarahan intraventrikular atau
malformasi kongenital yang tidak dapat diperbaiki.13

11
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : By. HEH


Jenis Kelamin : Laki-laki
Lahir pada tanggal : 27 Maret 2019
Lahir di : RSUD. Maria Walanda Maramis
Partus di tolong oleh : Dokter
Berat badan lahir : 1900 gr
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Suku : Minahasa
Alamat : Airmadidi

B. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ibu : Ny. HEH


Umur Ibu : 17 tahun
Pendidikan Ibu : SMP
Pekerjaan Ibu : IRT
Status Perkawinan Ibu :I
Nama Ayah : Tn. YA
Umur Ayah : 20 tahun
Pendidikan Ayah : SMP
Pekerjaan Ayah : Swasta
Status Perkawinan Ayah :I

12
FAMILY TREE

C. ANAMNESIS
Anamnesis (Alloanamnesis) : Ibu penderita
Keluhan Utama : Saat lahir bayi tampak sesak dan nafas cepat

Riwayat Penyakit Sekarang:


Bayi MRS Nicu tanggal 27 Maret 2019, pukul 23.00 WITA. Bayi
merupakan rujukan dari RS Walanda Maramis dengan diagnosis BKB SMK +
suspek HMD + suspek Sepsis. Bayi laki-laki, lahir pada tanggal 27 Maret 2019,
Jam 11.00 WITA di RSUD Walanda Maramis secara spontan. Berat badan lahir
1900 gram, Panjang badan lahir 44, lahir dari ibu G1P0A0 17 tahun hamil 33 – 34
minggu, Skor Apgar 5-7. Di rujuk ke RSUP.Prof. R.D Kandou Manado dengan
diagnosis gawat nafas + BCB SMK. Sewaktu lahir bayi tampak sesak, sianosis
(+), dan mekonium (+).

Anamnesis Antenatal :
ANC teratur di bidan sebanyak 9 kali
Suntik TT 1 kali
Selama hamil ibu dalam keadaan sehat

Penyakit yang sudah pernah di alami :


Morbili : (-)
Varisela : (-)

13
Pertusis : (-)
Diare : (-)
Cacing : (-)
Batuk/Pilek : (-)
Lain-lain : (-)

Kepandaian / Kemajuan Bayi :


Pertama kali membalik : - bulan
Pertama kali tengkurap : - bulan
Pertama kali duduk : - bulan
Pertama kali merangkap : - bulan
Pertama kali berdiri : - bulan
Pertama kali berjalan : - bulan
Pertama kali tertawa : - bulan
Pertama kali berceloteh : - bulan
Pertama kali memanggil Mama : - bulan
Pertama kali memanggil Papa : - bulan

Anamnesis Makanan
ASI : Lahir – sekarang
PASI : (-)
Bubur susu : (-)
` Bubur saring : (-)
Bubur halus : (-)
Nasi lembek : (-)

14
Imunisasi
Dasar Ulangan
I II III I II III
BCG -
Polio -
DTP -
Campak -
Hepatitis B +

Anamnesis Keluarga :
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga

Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan :


Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, dinding beton, lantai beton.
Jumlah kamar 1 buah, dihuni oleh 2 orang dewasa , 1 orang anak-anak. WC dan
kamar mandi di dalam rumah.
Sumber air minum : sumur
Sumber listrik : PLN
Penanganan sampah : Dibuang

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit
Gizi : Kurang
Sianosis : (-)
Anemia : (-)
Keadaan mental : Compos Mentis
Ikterus : (-)
Kejang-kejang : (-)
Heart Rate : 160x/m
Respirasi : 75x/m
Suhu : 37,8˚c

15
KULIT
Warna : sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan perut : (-)
Lapisan lemak : cukup
Turgor : kulit kembali cepat
Tonus : eutoni

KEPALA
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah di cabut
Mata : Tekanan bola mata : Normal pada perabaan
Conjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Corneal reflex : Normal
Pupil Bulat isokor, RC +/+, φ 2mm-2mm
Lensa : jernih
Fundus : TDE
Visus : TDE
Gerakan bola mata : Normal ke semua arah
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Sekret -/-, Pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : Bibir : Sianosis(+)
Lidah : Beslag (-)
Gigi : Caries (-)
Tenggorokan : T1-T1 Tonsil : SDE
Pharing : SDE
Leher : Trachea : letak di tengah
Kelenjar : pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk : (-)

16
THORAX
Bentuk : Simetris
Rachtic rosary : (-)
Ruang intercostal : Normal
Precordial bulging : (-)
Retraksi : (+)

PARU-PARU
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, Retraksi (+)
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, wh-/-

JANTUNG
Detik jantung : 160 x/menit
Iktus : Cordis tidak tampak
Batas kiri : Linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Bunyi jantung : bising (-)

ABDOMEN
Bentuk : cembung, lemas, BU (+) N
Hepar/lien : ttb

Gentalia : Laki-laki, normal


Kelenjar : pembesaran KGB (-)
Anggota gerak : akral hangat , CRT ≤ 2 “
Tulang belulang : deformitas (-)
Otot – otot : Eutoni, Atrofi (-)
Refleks : RF+/+ , RP -/-

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

17
Pemeriksaan Laboratorium : 03 April 2019
Hematologi
Hematokrit : 47,3 %
Hemoglobin : 15,9 g /dL
Eritrosit : 4,81 10^6uL
Leukosit : 16500 /uL
Trombosit : 182 10^3/uL
MCH : 33,1 pg
MCHC : 33,6 g/dL
CRP : <6

F. RESUME
Seorang Bayi Laki-laki, lahir secara normal tanggal 27 Maret 2019
pukul 11.00 Wita dengan BB : 1900 gr, PB : 44 cm MRS Nicu tanggal 27 Maret
pukul 23.00 WITA, di rujuk dari RSUD Walanda Maramis dengan keluhan utama
saat lahir bayi tampak sesak dan kebiruan . Bayi lahir dari ibu G1P0A0 17 tahun
hamil 33-34 minggu. Skor Apgar 5-7.
KU : Tampak sakit Kesadaran : Compos mentis
HR : 160x/m R : 75x/m Sb : 37,7˚c SpO2: 98%
Kepala : Conj. Anemis (-), Sklera ikterik (-), Pupil bulat isokor ϕ 2mm-2mm,
RC +/+, pernafasan cuping hidung (+)
Thorax : Simetris, retraksi (+). C: Bising (-), P; Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh
-/-
Abdomen : Cembung, lemas, BU (+) N, Hepar/lien : ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik.

G. DIAGNOSIS
BKB SMK + HMD
H. PENATALAKSANAAN
Perawatan/Pengobatan/Makanan :

18
- O2 Nasal 0,5 l/m
- IVFD D10 % 60 ml ( 10 gtt/m )
- Inj. Ampicillin 114 mg/ 12 jam
- Inj. Gentamicin 1.9 mg/ 36 jam
- NPO
- GDS/24 jam

I. FOLLOW UP
28 Agustus 2019
S : Tampak sesak (+), nafas cepat (+), sianosis (+)
O : KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 160x/m R: 75x/m S: 37.5oC SpO2 = 95%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (+)
Thorax : Simetris, retraksi (+)
Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A : BKB + HMD
P : O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD D10% = 9-10 gtt/m (mikro)
Inj. Amoxicilin 2 x 18,5 mg iv
Inj. Gentamicin 18,5 mg/24 jam iv
GDS/24 jam

29 Agustus 2019
S: Sesak (+) berkurang, sianosis (-), pernafasan cepat (-).
O: KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 155x/m R: 50x/m S: 36,6oC SpO2: 99%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+)

19
Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A : BKB SMK + HMD gr I
P : O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD Kaen 4B 5 mL/jam
Inj. Ampicilin 95 mg / 12 jam iv
Inj. Gentamicin 10 mg/36 jam iv
Susu 8 x 15 mL via OGT ( Keb. 10ml/kgBB)
GDS/24 jam

30 maret 2019
S: nafas cepat (+) berkurang, sesak (+) berkurang
O: KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 148x/m R: 42 x/m S: 36,7oC SpO2: 99%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+)
Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A: BKB SMK + HMD gr I
P: O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD Kaen 4B 5 mL/jam
Inj. Ampicilin 95 mg / 12 jam iv
Inj. Gentamicin 10 mg/36 jam iv
Susu 8 x 20 mL via OGT ( Keb. 10ml/kgBB)
GDS/24 jam

31 Maret 2019
S: nafas cepat (+), berkurang, sesak (+) berkurang

20
O: KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 145x/m R: 43 x/m S: 36,5oC SpO2: 99%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A: BKB SMK + HMD gr I
P: O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD Kaen 4B 5 mL/jam
Inj. Ampicilin 95 mg / 12 jam iv
Inj. Gentamicin 10 mg/36 jam iv
Susu 8 x 20 mL via OGT
GDS/24 jam

1 April 2019
S: demam (-), nafas cepat (+) berkurang, sesak (+) berkurang
O: KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 142x/m R: 42 x/m S: 36,7oC SpO2: 99%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Sp. Bronkovesikuler, Rh+/+, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A: BKB SMK + HMD gr I
P: O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD Kaen 4B 5 mL/jam
Inj. Ampicilin 95 mg / 12 jam iv
Inj. Gentamicin 10 mg/36 jam iv
Susu 8 x 30 mL via OGT  SUN
GDS/24 jam
2 April 2019

21
S: Sesak (+) berkurang
O: KU: tampak sakit Kes: CM
HR: 140x/m R: 44 x/m S: 36,1oC SpO2: 99%
Kepala : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+)
Sp. Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh -/-, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N, Hepar/lien ttb
Extremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik
A: BKB SMK + HMD gr I
P: O2 nasal kanul 0,5 l/m
IVFD Kaen 4B 5 mL/jam
Inj. Ampicilin 95 mg / 12 jam iv
Inj. Gentamicin 10 mg/36 jam iv
ASI / PASI ad lib

BAB IV
PEMBAHASAN

22
Hyaline Membrane Disease (HMD) yaitu gawat napas pada bayi
kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya
kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, grunting, tipe pernafasan dyspnea
atau takipnea, retraksi dada dan sianosis). Pada kasus ini bayi lahir kurang bulan
yaitu 33 – 34 minggu dan pada pemeriksaan fisik pada bayi ditemukan pernafasan
cuping hidung, retraksi, takipnea dan sianosis.
Teori yang paling banyak di terima adalah HMD disebabkan karena
kurangnya surfaktan paru. Surfaktan diproduksi oleh sel-sel epitel saluran napas
yang disebut neumosyt tipe II. Sel-sel ini mulai timbul pada kehamilan 22-24
minggu dan mulai mengeluarkan surface active lipids pada kehamilan 24-26
minggu, mencapai maksimum pada kehamilan 35 minggu, dan mulai berfungsi
pada kehamilan 32-36 minggu. Konsentrasi surfaktan akan bertambah sejalan
dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada kasus ini usia gestasi adalah 33 – 34
minggu sehingga produksi dan fungsi sufaktan pada paru bayi belum maksimal.
Penatalaksaan pada HMD sangat kompleks yang meliputi terapi
oksigen, nutrisi dan pemberian surfaktan. Bantuan napas dapat memperbaiki
oksigenasi karena dapat meningkatkan tekanan jalan napas sehingga dapat
menjaga terjadinya ventilasi dan oksigenasi serta dapat meminimalkan kerusakan
jaringan parenkim paru. Terapi cairan dan nutrisi diberikan secara parenteral.
Pada 36-48 jam pertama diberikan glukosa 10% dengan kecepatan 65-
100ml/kgBB/24 jam. Selanjutnya harus ditambahkan elektrolit dan volume cairan
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai 120-150 ml/kgBB/24 jam.
Antibiotik, sedasi dan surfkatan juga dapat diberikan pada kasus HMD. Pada
kasus ini, bayi diterapi dengan bantuan napas menggunakan O2 nasal 0,5 liter per
menit, terapi cairan dan nutrisi diberikan dextrose 10% (keb 60ml/kgBB)(4-
5ml/jam) secara intravena dan pemberian ASI atau PASI. Antibiotik yang
diberikan adalah injeksi ampicillin 95 mg/12 jam dan injeksi gentamisin 10mg/36
jam secara intravena.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Sylviati M D. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi.
Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Saroso GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: Badan penerbit IDAI, 2010.h.11-25
2. Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2007.h.78-82.
3. Bernstein D. The Cardiovascular system. Dalam: Behrman RE, Kligman
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16,
Philadelphia: Saunders, 2000. h. 1372-73.
4. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyalin Membran
Disease. Dalam: Lange, penyunting. Neonatology: management,
procedures, on call problems, disease and drugs. Connecticut: A Simon
and Schuster company, 2009. h. 503-04.
5. Tyrala LA. Respiratory disorders of the newborn infant. Dalam : Schidlow
PV, Smith PS, penyunting. A practical guide to pediatric respiratory
diseases. Philadelphia :Hanley & Belfus Inc. h. 127-40.
6. Monintja HE. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. Dalam:
Monintja HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I, penyunting. Sindrom
gawat nafas pada neonatus. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXIII. FKUI; 1991 8-9 Juli;
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1991.
7. Sastroasmoro S. Pengaruh dobutamin terhadap faal kardiovaskular dan
perjalanan klinis penyakit membran hialin. Disertasi. Jakarta: Program
Pasca Sarjana, 2000. h. 1-89.
8. Gorbet A. Respiratory disorders in the newborn. Dalam: Cherninck V,
Kendig LE, penyunting. Disorders of the respiratory tract in children.
Edisi ke 5. Philadelphia: Saunders, 2006. h. 268-81.
9. Rigatto H. Control of breathing the neonate and the sudden infant death
syndroma. Dalam: Fishman AP, penyunting. Pulmonary disease and
disorders. Edisi ke-2. Pensylvania: Mc. Graw-Hill Inc, 2008. h. 1363-70 .

24
10. Mellins RB, Jobe AH. Respiratory Distress of The Newborn Infant. Dalam
: Fishman AP, Penyunting. Pulmonary Distress and disorders, Edisi ke-2.
USA : Mc Graw Hill Coy, 2012. h. 2251 – 61.
11. Cooper PA, Simchowitz ID, Sandler LD, Rothberg AD, Davies VA.
Prevalence of hyaline membrane disease in black and white low-birth
weight infants. SMJ 2009;84:23-5.
12. Tambunan T, Monintja HE, Karyomanggolo WT, Tamaela LA. Gambaran
radiologik paru pada bayi baru lahir dengan respiratory distress. Majalah
Kedokteran Indonesia 2013;28:109-16.
13. Stoll BJ, Kliegman RM. Noninfectious disorders, penyunting. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of Pediatrics.
Edisi ke 16. Philadelphia : Saunders 2000. h. 451-504.
14. Perelman RH, Farrel PM. Analysis of causes of neonatal death in the
united states with spesific emphasis on fatal hyaline membran disease.
Pediatrics 2007; 70: 570-5.
15. Markum HA, Ismael S, Alatas H, Akib A. Buku ajar ilmu kesehatan anak.
Jakarta : FKUI, 2007. h. 302-567
16. Ross S, Naeye RL. Racial and environmental influences of fetal lung
maturation. Pediatrics 2002;68:790-5.
17. Rabinovitch M. Vascular ‘pathology of PPHNS. Dalam: Long WA,
penyunting. Fetal and neonatal cardiology. Philadelphia: Saunders, 2011.
h. 656-66.
18. Kliegman RM. Primary Pulmonary Hypertension – Persistent Fetal
Circuulation (PFC). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM.
Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi ke-16. Philadelphia: Saunders, 2000.
h. 506-8.
19. Jobe AH. Pulmonary surfactant therapy. Dalam: Wood JJ, penyunting.
Drug Therapy 2000;328:861-8.

25

Anda mungkin juga menyukai