Anda di halaman 1dari 26

Rumah dan Galeri Seorang Adrien Jean Le Mayeur de Merpres

Adrien Jean Le Mayeur de Merpres adalah seorang insinyur bangunan


yang kemudian mengembangkan karirnya di dunia seni lukis. Le Mayeur datang
ke Bali menggunakan jalur laut dan berlabuh di Singaraja pertama kalinya pada
tahun 1932. Kemudian dari Singaraja beliau melanjutkan perjalanan ke Denpasar
dan menyewa sebuah rumah di Banjar Kelandis. Dari sinilah Le Mayeur
mengenal Ni Nyoman Pollok sebagai seorang penari legong keraton berusia 15
tahun, yang kemudian dijadikannya model lukisan.

Lukisan-lukisannya dengan Ni Nyoman Pollok sebagai model dipamerkan


di Singapura dengan hasil yang sangat memuaskan dan nama Le Mayeur menjadi
semakin dikenal. Seusai pameran Le Mayeur datang kembali ke Bali dan membeli
sebidang tanah dan mendirikan rumah di pesisir pantai Sanur. Dari sana Ni
Nyoman Pollok dan dua orang temannya bekerja sebagai model lukisan Le
Mayeur setiap harinya, karena kecantikan dan keindahan tubuh Ni Nyoman
Pollok membuat Le Mayeur semakin betah tinggal di Bali. Rencana tinggal yang
hanya 8 bulan berubah menjadi selamanya.
Adapun gambar denah rumah Adrien Jean Le Mayeur de Merpres:

(Site Plan Museum Le Mayeur tahun 1991)

Setelah 3 tahun tepatnya pada tahun 1935 Le Mayeur dan Ni Nyoman


Pollok, sepakat untuk hidup bersama dalam ikatan pernikahan yang
dilangsungkan dengan upacara adat Bali. Selama menjadi suami istri Le Mayeur
terus melukis dengan istrinya sebagai model dan dari hasil menjual lukisan selalu
disisihkan untuk memperindah rumahnya dan lukisan yang dianggap paling bagus
dipasang sebagai koleksi pribadi.
Pada tahun 1956 Bapak Bahder Djohan selaku Menteri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan datang mengunjungi rumah Le Mayeur dan sangat
terkesan hingga meminta kepada Le Mayeur agar rumahnya dijadikan museum.
Ide itu disambut baik dan mulai saat itu Le Mayeur terus berkarya untuk
menambah dan meningkatkan mutu lukisannya.

Kemudian pada tanggal 28 Agustus 1957 impiannya itu menjadi


kenyataan, melalui akte hadiah No.37, dari Le Mayeur kepada Ni Nyoman Pollok
dan pada saat yang sama juga diterbitkan akte persembahan (Sehenking) No.38
yang isinya Ni Nyoman Pollok menyerahkan rumah beserta isinya yang terdiri
dari tanah, lukisan dan barang-barang lainnya untuk Pemerintah Republik
Indonesia, agar dijadikan Museum.

Rumah tinggal Le Mayeur yang sekarang dikenal sebagai Museum Le


Mayeur memiliki 7 buah bangunan. Ketujuh bangunan tersebut tempatnya berjajar
dari Utara ke Selatan yaitu bangunan loket (berdasarkan site plan 1991) namun
sekarang tatanan tersebut telah berubah seiring waktu adapun tampak site plan
terbaru adalah sebagai berikut :

Keterangan :

1. Pintu masuk
2. Balai Pecanangan
3. Bale Bengong
4. Pesimpangan Dalem Peed
5. Dapur
6. Gudang terbuka
7. Gudang tertutup
8. Tower
9. Patung Le Mayeur dan Ni Nyoman Pollok
10. Kolam
11. Sumur
12. Sanggah Pengijeng
13. Loket karcis
14. Pesimpangan Kahyangan
15. Ruang tamu
16. Ruang baca
17. Studio lukis
18. Kamar tidur
19. Kamar hias/ WC
20. Sumur
21. Kolam
22. Bar/caffe
23. Artshop
24. Wc umum
25. Laboratorium

(Site Plan Museum Le Mayeur 2020)


Pada bangunan utama yang sekarang merupakan gedung pameran terdapat
5 ruangan, yaitu : Ruang I (15. Ruang tamu), Ruang II (16. Ruang baca), Ruang
III (17. Studio lukis), Ruang IV (18. Kamar tidur) dan Ruang V (19. Kamar
hias/WC).

Ruang I (Ruang tamu)

Foto meja ruang tamu Le Mayeur


(sumber:dekumentasi pribadi)
Saat memasuki ruang tamu kita sudah dapat merasakan suasana hangat
yang tercipta dari perpaduan warna merah, coklat, hitam dan emas yang
mendominasi pada keseluruhan ruangan. Pada ruang tamu terdapat meja
berbentuk hexagon yang menjadi daya tarik pada tengah ruangan, meja tamu ini
memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri dapat dilihat dari setiap detail pahatan
yang menghiasi meja dan kursinya. Begitupun pada kursi-kursi panjang yang
terdapat pada pinggir ruangan.
Detail meja ruang tamu dan kursi panjang
(sumber:dekumentasi pribadi)
Pada ruang tamu juga terdapat 10 buah lukisan karya Le Mayeur yang
terbuat dari bahan bagor dan kanvas. Pada ruangan ini terdapat empat buah pintu,
yaitu: pintu masuk ruang tamu terbuat dari kaca dan terkesan minimalis, pintu
belakang dan dua buah pintu menuju ruang baca.
Foto pintu penghubung ruang baca dan pintu belakang
(sumber:dekumentasi pribadi)
Ruang II (Ruang baca)

Foto ruang baca


(sumber:https://www.kintamani.id)

Pada ruang kedua terlihat jelas tembok menggunakan ayaman bambu


(bedeg) sebagai hiasan dindingnya. Sama seperti pada ruang tamu, ruang baca pun
terdapat beberapa hasil karya dari Le Mayeur, yaitu 26 lukisan serta 2 foto Ni
Nyoman Pollok, adapun media yang digunakan ialah bagor, kanvas, hardboard,
kertas dan triplek.
Foto detail tiang penyangga (saka)
(sumber:dekumentasi pribadi)
Pada ruangan ini juga terdapat empat tiang penyangga (saka) serta
memiliki dua buah jendela yang berukuran kurang lebih 150cm x 60cm dihiasi
ukiran pepatran khas bali dan di lengkapi dua buah furniture meja baca,emari
buku dan meja lesehan. Ruang baca juga memiliki 4 pintu penghubung, yaitu baca
pintu penghubung dari ruang tamu, satu pintu penghubung ruang studio lukis dan
satu pintu penghubung kamar hias/WC.

Foto detail lemari buku dan meja buku


(sumber:dekumentasi pribadi)

Ruang III (Studio lukis)


Foto ruang studio lukis Le Mayeur
(sumber: https://indonesiatraveling.com)

Ruang ketiga atau Studio lukis dari Le Mayeur memajang sekitar 19


lukisan yang terdiri dari 10 lukisan berukuran besar da 9 lukisan berukuran kecil.
Pada ruangan ini didominasi oleh ukiran bali pepatran (tumbuhan) pada sebagian
besar dinding dan sisanya terbuat dari dinding kaca. Pada ruangan ini terdapat dua
kasur kapuk yang dulu digunakan oleh Le Mayeur beserta istrinya Ni Nyoman
Pollok. Pada ruangan ini juga memiliki satu meja lesehan dan satu set meja tamu
berbentuk hexagon sebagai furniture.
Foto kasur, meja dan detail ukiran
(sumber:dekumentasi pribadi)
Ruangan ini juga merupakan ruang paling luas pada bangunan utama
pameran. Perasaan dan ide Le Mayeur tertuang jelas pada setiap detail dan
ornamen dalam studio lukisnya. Kecintaannya akan seni dan budaya Bali kental
terasa baik dari tata ruang maupun lukisannya yang di pamerkan pada ruangan ini.
Dalam ruangan ini juga memiliki empat buah pintu penghubung, yaitu satu pintu
mengarah langsung pada halaman utama museum yang terbuat dari kaca, satu
pintu mengarah ke halaman samping yang akan membawa kearah artshop dan
laboratorium, satu pintu penghubung dengan kamar tidur dan satu penghubung
pada ruang baca.
Foto pintu samping dan pintu kamar
(sumber:dekumentasi pribadi)
Ruang IV(Kamar tidur)

Foto kamar tidur Le Mayeur dan Ni Nyoman Pollok


(sumber:https://tampang.com/detail/museum-le-mayeur)
Pada bagian selanjutnya yaitu kamar tidur dari Le Mayeur dan Ni Nyoman
Pollok lebih terkesan minimalis dari ruangan sebelumnya, pada ruangan ini
nuansa yang ditimbulkan lebih memorial tentang perjalanan Le Mayeur sebelum
datang ke Bali dan potret awal pertemuan mereka. Pada ruangan ini terdapat dua
buah jendela berukuran 150cm x 60cm berukirkan pepatran Bali, begitu pun pada
furniture yang ada juga memakai ukiran khas Bali serta terdapat dua pintu
penghubung antara ruang tengah dan penghubung menuju kamar hias/WC.

Foto lemari, detail lemari dan meja pada kamar tidur Le Mayeur
(sumber:dekumentasi pribadi)
Ruang V (Kamar hias/WC)

Foto kamar hias/WC


(sumber:https://www.indonesiakaya.com)
Kamar hias/WC adalah ruang terakhir pada bangunan utama museum Le
Mayeur, pada ruangan ini lukisan yang dipajang keseluruhannya bermediakan
karung goni serta terdapat beberapa foto yang ikut terpajang. Pada ruangan ini
memiliki 3 pintu yakni pintu penghubung dengan ruang baca, pintu penghubung
dengan kamar tidur Le Mayeur dan terakhir adalah pintu menuju sumur di
belakang bangunan. Ruangan ini juga memiliki dua buah jendela pada sisi sebelah
baratnya.

Foto pintu menuju sumur dan jendela


(sumber:dekumentasi pribadi)
Di dalam kamar hias/Wc ini juga terdapat sebuah furniture meja hias
dengan kaca cermin serta terdapat lemari pakaian yang dibuat dengan tembok
dinding kamar hias/WC tersebut.

Foto meja hias dan lemari pada kamar hias/WC


(sumber:dekumentasi pribadi)
Selain keindahan tatanan ruang dalam dari bangunan utama museum Le
Mayeur, kita juga dapat melihat keindahan arsitektur pada luar bangunan
utamanya. Seperti pada bagian depan bangunan yang ber-reliefkan epos
Ramayana, pepatran serta karang tapel pada setiap dinding dan jendelanya.

Foto tampak depan, detail jendela dan detail tembok


(sumber:dekumentasi pribadi)
Secara keseluruhan bahan kontruksi yang digunakan pada bangunan utama
museum Le Mayeur ini adalah batu bata merah pada bagian belakang bangunan
dan sebagian besar lagi menggunakan batu karang yang sengaja di pahat berbagai
macam bentuk relief sehingga menambah nilai estetis tersendiri bagi bangunan
utama ini. Penggunaan batu karang ini pun juga di pengaruhi dari kebiasaan
masyarakat pesisi sanur yang menggunakan batu karang sebagai salah satu
material dari bangunan, sehingga banguna tersebut memiliki ke khasan dan
keunikan tersendiri. Biasanya rumah dengan tembok batu karang banyak dapat di
temukan di daerah pesisi Sanur.

Dapat dilihat juga pemilihan warna dominan pada hampir setiap


bangunannya mewakili warna merah,putih dan hitam yang menjadi simbol dari
Tri Murti yakni tiga perwujudan Tuhan dalam ajaran agama Hindu. Bangunan ini
mencerminkan sekali sifat dan kepribadian dari seorang Le Mayeur yang
merupakan juga seorang insinyur pada masanya.

Foto tampak samping kanan bangunan utama


(sumber:dekumentasi pribadi)
Foto tampak samping kiri bangunan utama
(sumber:dekumentasi pribadi)

Foto tampak belakang bangunan utama


(sumber:dekumentasi pribadi)
Selain bangunan utama ini terdapat beberapa bangunan lainnya seperti
bangunan bar/caffe yang sengaja disediakan untuk menjamu orang yang datang
berkunjung dan ingin agar di jamu oleh Ni Nyoman Pollok.
Foto bar/caffe yang dibangun Ni Nyoman Pollok
(sumber:dekumentasi pribadi)

Terdapat juga bangunan yang dijadikan artshop dari sejak didirikannya


rumah tersebut oleh Le Mayeur yang sekarang di kelola oleh kelurga dari Ni
Nyoman Pollok.

Foto artshop Ni Nyoman Pollok


(sumber:dekumentasi pribadi)
Selanjutnya terdapat kolam dengan tempat memorial patung Le Mayeur
dan Ni Nyoman Pollok di pajang. Dikelilingi dengan 12 patung dewa dan dewi
menjadikannya terlihat asri.
Foto tempat patung Le Mayeur dan Ni Nyoman Pollok
(sumber:dekumentasi pribadi)
Tepat di hadapan bangunan utama dan di depan kolam terdapat tiga
pelinggih yang di pisahkan tata letaknya yaitu Pelinggih Pengijeng dan
Pesimpangan Kahyangan yang terdisi dari dua buah pelinggih.

Foto pelinggih pengijeng dan pesimpangan kahyangan


(sumber:dekumentasi pribadi)
Selanjutnya adalah bangunan pecanangan yang dulu digunakan sebagai
tempat membuat sesajan atau metanding oleh Ni Nyoman Pollok. Dilihat dari sisi
konsep bangunan bisa dinilai jika Le Mayur juga mempertimbangkan membangun
balai pecangan ini dinilai dari segi kebudayaan masyarakat Bali yang tak lepas
dari urusan keagamaan yang masih sangat kental.
Foto balai pecanangan
(sumber:dekumentasi pribadi)
Balai pecangan ini juga memiliki nilai estetika yang tinggi dilihat dari
material, ornamen dan desain yang dibuat khusus untuk balai pecanangan ini. Di
dalam balai pecanagan ini terdapat 12 tiang penyangga (saka) dan terdapat jendela
pada sisi kan dan kiri bangunan dan hanya memiliki satu pintu.
Foto tiang penyangga, pintu masuk dan jendela
(sumber:dekumentasi pribadi)
Yang terakhir adalah bangunan bale bengong dan Pelinggih Pesimpangan
Dalem Peed. Bale bengong sendiri di bangun oleh Ni Nyoman Pollok untuk
tempat bersantai para tamu yang mengunjungi museum Le Mayeur sendiri dan
keberadaan dari pelinggih Pesimpangan Dalem Peed sendiri memang di bangun
sejak awal pembangunan rumah dan di bangun tepat di bawah pohon besar di
pekarangan rumahnya. Dari sini kita bisa melihat bahwa kepercayaan dan budaya
setempat juga di pertimbangkan dalam pembangunan rumah milik seniman
Adrien Jean Le Mayeur de Merpres.
Keberadaan dari pelinggih pesimpangan Dalem Peed sendiri erat
kaitannya dengan keyakinan masyarakat pesisir selatan Pulau Bali tentang kisah
mitologi Ratu Gede Mecaling dari Nusa Penida yang akan datang bersama
ancanagn beliau untuk mengambil korban di Pulau Bali tiap Sasih keenam berkat
dari Betara Tohlangkir di Gunung Agung. Oleh sebab itu masyarakat bali
khususnya daerah pesisir yakni Klungkung, Gianyar dan Sanur tiap sasih keenem
kalender Bali melaksanakan upacara Nanglukmerana atau Penyanggraan untuk
menyambut kedatangan Ratu Gede Mecaling beserta ancangannya.

Foto bale bengong


(sumber:dekumentasi pribadi)

Foto pelinggih Pesimpangan Dalem Peed


(sumber:dekumentasi pribadi)
Kesimpulan :
Rumah kediaman Adrien Jean Le Mayeur de Merpres dan Ni Nyoman
Pollok yang sekarang telah resmi menjadi Museum Le Mayeur ini memiliki
bangunan arsitektur yang terpengaruh dari agama, kebudayaan dan kepercayaan
lingkungan setempat yang menjadikannya bangunan yang penuh akan makna dan
filosofi jika dikupas lebih dalam lagi.

Dinilai baik dari segi furniture, ornament dan hiasan lainnya dapat
disimpulkan bahwa Le Mayeur adalah seorang pencinta seni khususnya kesenian
dan kebudayaan Bali yang pada akhirnya membuat ia menetap di Bali sampai
akhir hayatnya. Ornamen ukiran yang dipilihnya untuk bangunan pun sangat
beragam dapat dilihat dari corak ukiran pepatran mau pun relief memiliki
kekhasan dari setiap daerah di Bali seperti daerah Gianyar yang memiliki cerukan
yang dalam dan Denpasar yang terkesan polosan.

Dalam kediaman Le Mayeur pun memiliki ciri khas dari bangunan


arsitektur Bali yaitu:

1. Bangunan dan alam yang menjalin harmonisasi


Dalam hal yang ini yang di maksud adalah konsep dari Tri Hita
Karana yang yang merupakan konsep kosmologis Agama Hindu di Bali,
yang diterapkan dalam bangunan sehingga manusia dapat menjalin
harmonisasi dengan sekitarnya baik sesama manusia, lingkungan alam dan
Sang Pencipta.
Contoh: terdapat ruang tamu dan bale bengong serta bar/caffe yang
sengaja disediakan untuk menjamu orang yang datang berkunjung,
penataan dan pemeliharaan taman yang baik serta penambahan kolam pada
arsitektur eksterior menambah nilai tersendiri serta dengan adanya tempat
suci dan balai pecanangan mampu untuk menunjang kegiatan peribadahan

2. Terdapat patung
Pada abad ke 15 kedatangan Kerajaan Majapahit telah membawa
dampak besar pada gaya arsitektur dan kebudayaan di Bali. Pengaruh
Kerajaan Majapahit yang paling besar mempengaruhi gaya arsitektur Bali
adalah teknik memahat batu. Yang sampai sekarang masih kental
keberadaannya salah satunya ada patung.
Contoh : pada kediaman Le Mayeur terdapat banyak sekali patung yang
mencerminkan ciri khas kebudayaan Bali yang terpengaruh dari
kedatangan Kerajaan Majapahit. Seperti pada kolam terdapat sekitar 17
patung yang mengelilingi kolam dan 14 patung mengelilingi pelinggih
Pesimpangan Kahayangan.
3. Struktur bangunan yang ditata rapi
Gaya bangunan Bali dibuat berdasarkan dari Konsep Tri Angga.
Tri Angga sendiri merupakan pembagian area dalam Arsitektur Bali, yang
memperhatikan tiga tingkatan dari bangunan, yaitu :
-. Pada bangunan tradisional Bali,utama adalah bagian kepala atau bagian
atas yang di simbolkan dengan atap.
-. Bagian tengah atau bagian madya dimanifestasikan dalam bentuk tinggi
tembok rumah,jendela serta pintu.
-. Dan yang terakhir adalah bagian paling bawah yakni nista, di visualkan
sebagai pondasi dari rumah.
Daftar Pustaka

File://Downloads/BUKU%20PETUNJUK%20MUSEUM%20LE%20MAYEUR
%20(2).pdf
https://www.balimekarsari.com/2011/08/balinese-carving-ukiran-bali.html?m=1
http://www.isi-dps.ac.id/berita/keketusan-pepatraan-dan-kekarangan
https://www.senibudayasia.com/2019/12/seni-ornamen-kekarangan-provinsi-
bali.html?m=1
https://www.lamudi.co.id/journal/3-ciri-khas-arsitektur-di-bali/
https://www.arsitag.com/article/mengenal-keunikan-arsitektur-bali
https://www.kompasiana.com/amp/bart/mengenali-budaya-polinesia-di-
polynesian-cultural-center-hawaii_550189c0813311d662fa728b
https://hurahura.wordpress.com/2014/11/08/ramayana-mitos-atau-sejarah/
file:///D:/Users/putri/Downloads/dae227ae3d2982da0dcef8018cee9fe2.pdf
file:///D:/Users/putri/Downloads/6a0dfaf7c0f8ff9b12fcb1e56919457e.pdf
file:///D:/Users/putri/Downloads/sejarah_bali.pdf
https://id.hotels.com/go/indonesia/le-mayeur-museum?intlid=gghcty|whatsaround
https://www.kintamani.id/museum-le-mayeur-sanur-sarana-menikmati-koleksi-
lukisan-seniman-legendaris-belgia-002320.html
https://indonesiatraveling.com/sanur-le-mayeur-museum/
https://tampang.com/detail/museum-le-mayeur-destinasi-wisata-di-bali-tawarkan-
seni-bermutu-tinggi-5605.php
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/museum-le-mayeur-
meresapi-warisan-peninggalan-mr-belgi
http://www.nusapenida.nl/index.php/nusapenida-mythology/mythology-balinese-
histories/ratu-gede-mecaling-taksu-dec-2009

Anda mungkin juga menyukai