Anda di halaman 1dari 44

TUGAS BESAR PBRS II

PERENCANAAN BENDUNG

NAMA : AKHMAD ARIPADI


NPM : 16640252

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3
I. Data .......................................................................................................................... 4
II. Syarat- syarat Penentuan Lokasi Bendung ........................................................ 13
III. Bagian-Bagian Bangunan Utama ........................................................................ 20
III.1. Bangunan Bendung ............................................................................................ 20
III.2. Bangunan Pengambilan (intake) ....................................................................... 38
III.3. Bangunan Pembilas............................................................................................ 39
III.4. Bangunan Kantong Lumpur (sand trape) ........................................................ 40
III.5. Bangunan Perkuatan Sungai ............................................................................ 41
III.6. Bangunan-bangunan pelengkap ....................................................................... 41
IV. Kesimpulan dan Saran ......................................................................................... 42
IV.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 42
IV.2. Saran ................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 43

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat serta
karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan “Tugas Besar PBRS II
Perencanaan Bendung”. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan tugas besar ini
dikarenakan adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selalu melimpahkan hidayah dan


pertolongan selama tugas besar ini disusun.
2. Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan
dukungan moral maupun materi dalam penyusunan tugas besar ini.
3. Sahabat-sahabat serta rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis berharap tugas besar ini dapat menambah wawasan khususnya bagi
pembaca tentang perencanaan bendung. Dalam penulisan tugas besar ini,
penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tugas besar ini.

Banjarmasin,31 Desember 2020

Akhmad Aripadi
16640252

3
I. Data
DATA KAJIAN BANGUNAN BENDUNG
Kajian bangunan bendung yang sudah ada sangat diperlukan untuk
menentukan tinggi pembendungan dan tinggi empangan di sungai, dengan
memperhatikan berbagai masalah lain yang mempengaruhinya selama masa
pengoperasiannya.
a Data Umum
Data umum yang diperlukan untuk pembuatan bendung adalah:
- Data topografi
- Data hidrologi
- Data geoteknik
b Data yang diperlukan berdasarkan keperluannya
Data yang diperlukan untuk kajian bangunan bendung ditinjau dari keperluannya:
1) Untuk irigasi, diperlukan data:
• Luas daerah yang akan diairi.
• Kebutuhan air yang tergantung pada jenis tanaman, pola tanam, waktu dan
sebagainya.
• Data hidraulik dan geometri struktur bangunan antara lain bangunan bagi
pertama.
• Ketersediaan dan kualitas air.
• Kandungan sedimen.
• Data dituangkan dalam gambar-gambar jaringan dan petak irigasi.
2) Untuk perikanan, diperlukan data-data:
• Jumlah air yang dibutuhkan untuk operasi.
• Peralatan (antara lain pompa, aerasi) yang diperlukan untuk budidaya.
• Kualitas air.
3) Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, diperlukan data:
• Kebutuhan pembendungan untuk melayani jaringan air minum.
• Volume air yang dibutuhkan per satuan waktu.
• Cara, teknik penyadapan dan distribusi air serta kualitas air.

4
4) Untuk prasarana pembangkit listrik tenaga air diperlukan data tinggi tekan dan
debit air untuk:
• Menggerakan turbin.
• Kapasitas turbin.
• Sistem operasi pembangkitan turbin.
• Kualitas air.
5) Untuk prasarana pengatur atau pengendali banjir dan atau muatan sedimen
diperlukan data:
• Daerah yang perlu diamankan.
• Kapasitas pengaliran sungai atau cabang sungai dalam hal menyangkut banjir
dan sedimen.
6) Untuk pengendali dasar sungai, diperlukan data:
• Geometri sungai yang lebih luas.
• Data bangunan air di udik dan hilirnya yang akan terpengaruh oleh bangunan
yang akan didesain.
7) Untuk pelimpah kantong penangkap sedimen (antara lain lahar, hasil erosi
medan) diperlukan data: jenis, jumlah, sifat material sedimen yang akan
melewati bendung.
8) Untuk prasarana navigasi diperlukan data:
• Keadaan pasang surut muka air laut.
• Gelombang.
9) Untuk penghadang instrusi air asin diperlukan data:
• Kegaraman dari muara, baik pada musim hujan maupun kemarau.
• Keadaan pasang surut muka air laut.
• Gelombang

DATA MORFOLOGI SUNGAI


a Data Sungai
Data sungai yang diperlukan dengan memperhatikan faktor-faktor antara lain:
1) Bentuk dan ukuran alur, palung, lembah.

5
2) Kemiringan dasar sungai : sungai terjal dan landai.
3) Lokasi daerah aliran : udik, tengah, hilir, pegunungan dan dataran.
4) Jenis, sifat lapisan dan material : dasar sungai, tebing dan lembah.
5) Perubahan geometri sungai ke arah vertikal: sungai beragradasi, sungai
berdegradasi, sungai tetap.
6) Perubahan geometri sungai ke arah horisontal: sungai berliku, lurus, berjalin.
7) Rembesan air dari atau ke dalam alur: sungai influen dan efluen.
b Data Geometri Sungai
Data geometri sungai berupa bentuk dan ukuran dasar sungai terdalam, alur, palung
dan lembah sungai secara vertikal dan horisontal, mencakup parameter:
1) Panjang
2) Lebar
3) Kemiringan
4) Ketinggian
5) Kekasaran, mencakup kekasaran dasar, tebing alur dan palung sungai dapat
ditetapkan berdasar perhitungan dengan menggunakan hasil pengukuran,
keadaan material dasar sungai dan atau dengan penyelidikan hidraulik atau
dengan menggunakan referensi, data tersebut dapat diperoleh dengan cara:
• Pengukuran langsung di lapangan, untuk membuat peta
situasi medan sungai, penampang memanjang dan melintang sungai.
• Foto udara dan penginderaan jarak jauh untuk peta medan.
c Data Hidrograf Aliran
Hidrograf aliran yang diperlukan berupa hidrograf muka air. Hidrograf debit
merupakan keluaran parameter data hidrologi di dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS) dengan gejalanya yaitu aliran kecil dan besar.
Data yang diperlukan untuk desain yaitu:
1) Aliran besar atau banjir, diperlukan untuk memperhitungkan keamanan dan
resiko terhadap bahaya pelimpasan, tekanan statik dan dinamik aliran
terhadap struktur; faktor-faktornya: debit puncak, selang waktu mencapai
puncak aliran, kecepatan naik turunnya aliran, volume aliran/ banjir, tinggi
banjir, tinggi muka air.

6
2) Aliran kecil atau sedang untuk mempelajari antara lain pengaruhnya terhadap
geometri sungai dan analisis ketersediaan air untuk rencana pemanfaatan air
sungai; faktor yang perlu diketahui: lengkung debit dan hidrograf aliran.
3) Frekuensi kejadian debit dan muka air sungai, baik untuk debit besar maupun
kecil.
4) Dua metode yang dapat digunakan untuk memperoleh data debit: analisis data
aliran sungai hasil survai dan penyelidikan hidrometri dan atau hasil
perhitungan hidrolika sungai; penggunaan analisis data hujan harus dilakukan
dengan hati-hati terhadap anggapan yang digunakan dalam model hidrologi;
kalibrasi dan pengecekan kejadian dengan logika lapangan serta uji model
fisik perlu dipertimbangkan.
d Data Angkutan Sedimen
Data angkutan sedimen diperlukan adalah data yang berkaitan dengan gejala,
parameter dan ukuran dalam dimensi ruang dan waktu, gejala-
gejala yang dapat menimbulkan masalah tersebut diketahui dari hasil pengamatan,
pengukuran periodik, dan bila perlu ditunjang dengan uji model hidraulika, gejala
angkutan sedimen yang biasa dijumpai adalah:
1) Angkutan atau muatan sedimen berupa muatan dasar dan muatan layang
dengan parameter: jenis material, gradasi diamater butir dan volume atau
berat per satuan waktu; penggunaan rumus-rumus angkutan sedimen harus
dilakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan kondisi lapangan terutama
sifat morfologi dan geologi sungai.
2) Degradasi atau penurunan dasar alur dan atau palung sungai,
dengan parameter: panjang, lebar dan dalam.
3) Agradasi/ sedimentasi atau peninggian dasar alur dan atau palung sungai
dengan parameter: panjang, lebar dan dalam dikaitkan dengan satuan
volume, dan waktu.
4) Penggerusan lokal sebagai akibat gangguan terhadap aliran sungai oleh
struktur alam atau buatan, dengan parameter: panjang, letak dan dalam
tempatnya dikaitkan dengan satuan waktu.

7
5) Penggerusan tebing akibat aliran helikoidal atau spiral dan atau pusaran air
yang dapat mengakibatkan longsoran tebing; parameternya meliputi:
panjang, lebar dan dalam.
6) Gejala berlikunya sungai didaerah yang memanjang dengan parameternya
panjang dan lebar, tertuang pada denah.
7) Pengendapan lokal, yaitu pengendapan material yang terjadi antara lain
mengikuti proses penggerusan local/ penggerusan tebing atau berlikunya
sungai.
8) Berjalin, yaitu kombinasi gejala berlikunya sungai dan pengendapan
setempat yang banyak jumlahnya: parameternya meliputi panjang, lebar,
dalam dan denah, yang besarnya umumnya lebih panjang dari pada sungai
berliku.
9) Benturan dan abrasi oleh material batu pasir keras yang terbawa aliran
terhadap struktur bangunan, tebing dan dasar sungai.
10) Penghanyutan material oleh rembesan (gejala erosi buluh) pada sisi kiri,
kanan dan dibawah bangunan air, dengan parameternya berupa diameter
dan volume per satuan waktu.
e Data Bangunan Air
Data bangunan air yang dimaksud adalah tempat dan jenis atau tipe semua
bangunan dan bangunan umum lain di sungai yang mempunyai dampak timbal
balik terhadap morfologi sungai di bagian udik dan hilir bangunan tersebut.
f Data Hidraulika Bangunan Air
Data hidraulika bangunan air meliputi:
1) Penentuan bentuk hidraulika yang aman bagi bangunan dan atau bagian-
bagiannya, harus diperhitungkan perubahan morfologi sungai dan sifat-
hidrauliknya yang akan terjadi.
2) Sifat hidraulik bangunan tercermin dalam rumus-rumus yang menyatakan
hubungan antara gejala dan parameter aliran; sifat tersebut sangat bergantung
kepada tipe, ukuran dan operasi bangunan.

8
3) Rumus tersebut di atas antara lain: rumus tentang kapasitas peluapan,
peredam energi, penggerusan setempat, perkolasi, lengkung debit,
pengendalian angkutan sedimen, penjalaran gelombang dan kavitasi.
4) Koefisien dalam rumus untuk desain hidraulik, ditetapkan berdasarkan tipe
dan ukuran bangunan dan unsur morfologi sungai; koefisien ini diperoleh dari
hasil analisis penyelidikan dan pengujian di laboratorium, di lapangan dan
atau dari pustaka yang umum digunakan dan sudah teruji kesahihannya.
g Data Aspek Lingkungan
Data aspek lingkungan untuk AMDAL yang mempengaruhi perubahan
morfologi sungai antara lain : penambangan bahan galian C, pekerjaan pengerukan,
perbaikan alur sungai, pembuangan material ke sungai, transportasi sungai,
pengaruh kelautan (antara lain kegaraman, sedimentasi dan erosi akibat gelombang,
arus dan pasang surut). Morfologi sungai juga dapat berubah akibat dibangunnya
bangunan di sungai, dan nilai fungsi, kestabilan dan keamanan bangunan yang ada.

DATA GEOTEKNIK
Data geoteknik yang diperlukan bagi pekerjaan desain bendung diantaranya:
1) Geomorfologi disekitar daerah rencana bendung/ lokasi bendung yang
meliputi:
• Penyebaran keadaan daerah (dataran, perbukitan atau pegunungan) beserta
elevasinya.
• Pembagian jenis permukaan tanah atau batuan secara umum, dan pola
aliran.
2) Stratigrafi disekitar daerah rencana bendung/ lokasi bendung secara umum
yang meliputi:
• Penyebaran tanah atau batuan baik secara vertikal maupun horisontal
dibuat dalam bentuk penampang memanjang dan melintang bendung.
• Sifat-sifat fisik dan teknik lapisan tanah dan batuan.
3) Struktur geologi dan kegempaan disekitar daerah rencana bendung/ lokasi
bendung diantaranya:
• Lokasi dan sifat daerah patahan, kekar dan longsoran.

9
• Lokasi pusat sumber gempa dan perapatan gempa.
4) Sifat fisik batuan dan tanah di sekitar lokasi rencana bendung/ lokasi bendung
meliputi : berat jenis, kadar air, konsistensi dan kepadatan, gradasi butiran,
keausan, kekerasan, susunan butir tanah/batuan: sifat regangan dan susutan,
kandungan mineral.
5) Sifat rekayasa tanah atau bangunan meliputi: pemampatan, kekuatan geser,
modulus elastisitas, kelulusan air, daya dukung.

DATA BAHAN BANGUNAN


Pemilihan bahan yang akan digunakan untuk bangunan irigasi dan perlengkapannya
harus diperhatikan ikhwal sebagai berikut:
1. Sumber dan jumlah yang tersedia.
2. Jenis, dan ketahanan umur.
3. Sifat fisik dan teknik bahan bangunan yang terdiri dari: berat jenis; gradasi
butiran; keausan dan kekerasan; kandungan mineral; sifat pemadatan,
pemampatan, kekuatan geser, modulus elastisitas dan hasil pemadatan.
4. Persyaratan kualitas.
5. Peralatan.
6. Transportasi (sarana angkutan).
7. Penyimpanan.
8. Kemudahan pengerjaan.
9. Nilai ekonomis.

DATA PERMESINAN DAN PERALATAN


Perlengkapan tambahan bangunan irigasi dan bendung (antara lain motor, dan beton
precast) yang sudah jadi atau produksi industri agar dipertimbangkan data
spesifikasinya, meliputi:
1. Panjang, lebar, tinggi dan ruang yang diperlukan untuk transportasi, operasi
mesin dan alat.
2. Berat dan gaya-gaya lain yang ditimbulkan oleh mesin dan alat, harus dipikul
oleh bangunan bendung.

10
3. Cara pemasangan, alat bantu pemasangan dan gaya-gaya yang harus dipikul
oleh bangungan bendung pada saat pemasangan mesin dan alat.

DATA PERENCANAAN DESAIN JARINGAN IRIGASI


Dalam rangka survai untuk keperluan pengukuran dan perencanaan jaringan irigasi
akan dilakukan pengkajian terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap saluran, sungai dan jalan serta bangunan lain yang ada di lokasi
tersebut akan ditinjau dan dicatat secara mendetail dan disertai sket
keadaannya secara lengkap dan jelas.
2. Semua peta dan atau gambar yang bersangkutan yang ada, akan dibawa
selama peninjauan sampai dimensi yang penting dan elevasi bangunan di
lapangan diukur sekali lagi dan dicatat. Lokasi-lokasi yang berbeda dari
peta/gambar yang ada perlu dicatat dan disket. Apabila gambar bangunan
tidak tersedia maka sket kecil dengan dimensi yang lengkap akan dibuat
sesuai keadaan di lapangan dan sket tersebut dibuat oleh Tim Perencana
Penyedia Jasa.
3. Kebutuhan untuk tanaman di petak sawah dan petak tersier akan ditinjau
secara mendalam, berdasarkan studi-studi terdahulu yang digunakan dalam
perencanaan Jaringan Irigasi Kumisik .
Untuk keperluan perencanaan diperlukan data-data sebagai berikut:
- Peta topografi dengan skala 1 : 50.000 ; 1 : 25.000 atau 1 : 5.000.
- Kebutuhan air irigasi dan pembuang.
- Kondisi fasilitas pemberi air irigasi dan pembuang (gambar-gambar
perencanaan dan/ atau gambar-gambar purnalaksana).
- Prosedur eksploitasi yang berlaku.

DATA PERENCANAAN DESAIN JARINGAN PEMBUANG


• Perencanaan jaringan pembuang terdiri dari kegiatan-kegiatan berikut:
- Penentuan trase saluran pembuang.
- Penentuan kapasitas debit rencana pembuang.
- Penentuan muka air rencana pembuang.

11
- Penentuan dimensi saluran dan tanggul.
• Untuk perencanaan saluran pembuang diperlukan data-data sebagai
berikut:
- Peta Topografi :
Peta dengan skala 1:25.000 atau 1:50.000 untuk trase pendahuluan/ trase
yang sudah ada (existing).
- Peta jaringan irigasi dan pembuang:
Untuk penentuan luas daerah irigasi dan daerah yang akan dibuang airnya
serta muka air yang dibutuhkan.
- Modulus pembuang :
Untuk menentukan kapasitas saluran pembuang.
- Peta tanah :
Untuk menentukan kemiringan saluran yang stabil.
- Karakteristik tanah :
Untuk menentukan kemiringan talud saluran dan kestabilan bangunan.
• Data - data topografi yang diperlukan untuk desain saluran pembuang
adalah:
1) Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan skala 1:25.000
dan 1:50.000.
2) Peta trase saluran dengan skala 1:2.000; dilengkapi dengan garis-garis
ketinggian setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah
berbukit-bukit.
3) Profil memanjang dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal
1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan).
4) Potongan melintang dengan skala 1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang lebih
kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m untuk potongan lurus
dan 25 m untuk potongan melengkung.
Penggunaan peta foto udara dan ortofoto yang dilengkapi dengan garis-garis
ketinggian sangat penting artinya, khususnya untuk perencanaan tata letak.

12
II. Syarat- syarat Penentuan Lokasi Bendung
Aspek yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi bendung adalah:
1. Pertimbangan topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu dalam
adalah lokasi yang ideal untuk lokasi bendung, karena pada lokasi ini volume
tubuh bendung dapat menjadi minimal. Lokasi seperti ini mudah didapatkan
pada daerah pegunungan, tetapi di daerah datar dekat pantai tentu tidak
mudah mendapatkan bentuk lembah seperti ini. Di daerah transisi (middle
reach) kadang-kadang dapat ditemukan disebelah hulu kaki bukit. Sekali
ditemukan lokasi yang secara topografis ideal untuk lokasi bendung, keadaan
topografi di daerah tangkapan air juga perlu dicek. Apakah topografinya terjal
sehingga mungkin terjadi longsoran atau tidak.
Topografi juga harus dikaitkan dengan karakter hidrograf banjir, yang
akan mempengaruhi kinerja bendung. Demikian juga topografi pada daerah
calon sawah harus dicek. Yang paling dominan adalah pengamatan elevasi
hamparan tertinggi yang harus diairi. Analisa ketersediaan selisih tinggi
energi antara elevasi puncak bendung pada lokasi terpilih dan elevasi muka
air pada sawah tertinggi dengan keperluan energi untuk membawa air ke
sawah tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan.
Atau jika perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang sementara
terpilih. Hal ini dilakukan mengingat tinggi bendung sebaiknya dibatasi 6-7
m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan kolam olak ganda
(doublejump)
2. Kemantapan geoteknik fondasi bending
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan
yang baik dan mantap. Pada tanah aluvial kemantapan fondasi ditunjukkan
dengan angka standar penetration test SPT>40. Bila angka SPT<40 sedang
batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam batas-batas tertentu dapat
dibangun bendung dengan tiang pancang. Namun kalau tiang pancang terlalu
dalam dan mahal sebaiknya dipertimbangkan pindah lokasi. Stratigrafi batuan
lebih disukai menunjukkan lapisan miring ke arah hulu. Kemiringan ke arah

13
hilir akan mudah terjadinya kebocoran dan erosi buluh. Sesar tanah aktif
harus secara mutlak dihindari, sesar tanah pasifmasih dapat dipertimbangkan
tergantung justifikasi ekonomis untukmelakukan perbaikan fondasi.
Geoteknik tebing kanan dan kiri bendung juga harus dipertimbangkan
terhadap kemungkinan bocornya air melewati sisi kanan dan kiri bendung.
Formasi batuan hilir kolam harus dicek ketahanan terhadapgerusan air akibat
energi sisa air yang tidak bisa dihancurkan dalam kolam olak.
Akhirnya muara dari pertimbangan geoteknik ini adalah daya dukung
fondasi bendung dan kemungkinan terjadi erosi buluh dibawah dan samping
tubuh bendung, serta ketahanan batuan terhadap gerusan.
3. Pengaruh hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung
pada sungai yang lurus. Pada lokasi ini arah aliran sejajar, sedikit arus
turbulen, dan kecenderungan gerusan dan endapan tebing kiri kanan relatif
sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila tidak ditemukan bagian yang lurus,
dapat ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian sungai yang lurus betul.
Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan pengambilan yang
harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini dimaksudkan agar
pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake dengan mencegah adanya
endapan didepan pintu pengambilan. Maksud ini akan lebih ditunjang apabila
terdapat bagian sungai yang lurus pada hulu lokasi bendung.
Kadang-kadang dijumpai keadaan yang dilematis. Semua syarat-syarat
pemilihan lokasi bendung sudah terpenuhi, tetapi syarat hidraulik yang
kurang menguntungkan. Dalam keadaan demikian dapat diambil jalan
kompromi dengan membangun bendung pada kopur atau melakukan
perbaikan hidraulik dengan cara perbaikan sungai (river training). Kalau
alternatif kopur yang dipilih maka bagian hulu bendung pada kopur harus
lurus dan cukup panjang untuk mendapatkan keadaan hidraulis yang cukup
baik.

14
4. Pengaruh regime sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam
pemilihan lokasi bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai yaitu
adanya perubahan geometri sungai baik. secara horizontal ke kiri dan ke kanan
atau secara vertikal akibat gerusan dan endapan sungai. Bendung di daerah
pegunungan dimana kemiringan sungai cukup besar, akan terjadi
kecenderungan gerusan akibat gaya seret aliran sungai yang cukup besar.
Sebaliknya di daerah dataran dimana kemiringan sungai relatif kecil akan ada
pelepasan sedimen yang dibawa air menjadi endapan tinggi di sekitar bendung.
Jadi dimanapun kita memilih lokasi bendung tidak akan terlepas dari pengaruh
endapan atau gerusan sungai. Kecuali di pegunungan ditemukan lokasi
bendung dengan dasar sungai dari batuan yang cukup kuat, sehingga
mempunyai daya tahan batuan terhadap gerusan air yang sangat besar, maka
regime sungai hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap lokasi bendung.
Yang perlu dihindari adalah lokasi dimana terjadi perubahan kemiringan
sungai yang mendadak, karena ditempat ini akan terjadi endapan atau gerusan
yang tinggi. Perubahan kemiringan dari besar menjadi kecil akan mengurangi
gaya seret air dan akan terjadi pelepasan sedimen yang dibawa air dari hulu.
Dan sebaliknya perubahan kemiringan dari kecil ke besar akan mengkibatkan
gerusan pada hilir bendung. Meskipun keduanya dapat diatasi dengan rekayasa
hidraulik, tetapi hal yang demikan tidak disukai mengingat memerlukan biaya
yang tinggi.
Untuk itu disarankan memilih lokasi yang relatif tidak ada perubahan
kemiringan sungai.
5. Tingkat kesulitan saluran induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada
saat lokasi bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa
saluran kontur pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit.
Namun hal ini biasanya elevasi puncak bendung sangat terbatas, sehingga
luas layanan irigasi juga terbatas. Hal ini disebabkan karena tinggi bending
dibatasi 6-7 m saja.

15
Untuk mengejar ketinggian dalam rangka mendapatkan luas layanan
yang lebih luas, biasanya lokasi bendung digeser ke hulu. Dalam keadaan
demikian saluran induk harus menyusuri tebing terjal dengan galian yang
cukup tinggi. Sejauh galian lebih kecil 8 m dan timbunan lebih kecil 6 m,
maka pembuatan saluran induk tidak terlalu sulit. Namun yang harus
diperhatikan adalah formasi batuan di lereng dimana saluran induk itu
terletak. Batuan dalam volume besar dan digali dengan teknik peledakan akan
mengakibatkan biaya yang sangat mahal, dan sebisa mungkin dihindari.
Kalau dijumpai hal yang demikian, lokasi bendung digeser sedikit ke hilir
untuk mendapatkan solusi yang kompromistis antara luas area yang didapat
dan kemudahan pembuatan saluran induk.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bending
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah
pertimbangan topografis yang paling ideal, tetapi juga harus dipertimbangkan
tentang perlunya ruangan untuk keperluan bangunan pelengkap bendung.
Bangunan tersebut adalah kolam pengendap,bangunan kantor dan gudang,
bangunan rumah penjaga pintu, saluran penguras lumpur, dan komplek pintu
penguras, serta bangunan pengukur debit. Kolam pengendap dan saluran
penguras biasanya memerlukan panjang 300-500 m dengan lebar 40-60 m,
diluar tubuh bendung. Lahan tambahan diperlukan untuk satu kantor, satu
gudang dan 2-3 rumah penjaga bendung. Pengalaman selama ini sebuah
rumah penjaga bending tidak memadai, karena penghuni tunggal akan terasa
jenuh dan cenderung meninggalkan lokasi.
7. Luas layanan irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian sehingga luas layanan irigasi
agar pengembangan irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah hulu akan
mendapatkan luas layanan lebih besar bendung cenderung dihilirnya. Namun
demikian justifikasi dilakukan untuk mengecek hubungan antara tinggi luas
layanan irigasi. Beberapa bendung yang sudah definitip, kadang kadang
dijumpai penurunan 1 m, yang dapat menghemat biaya pembangunan hanya
mengakibatkan pengurangan luas beberapa puluh Ha saja. Oleh karena itu

16
kajian tentang kombinasi tinggi bendung dan luas layanan irigasi perlu
dicermati sebelum diambil keputusan final.
8. Luas daerah tangkapan air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau
hilir cabang anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah
tangkapan air yang lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit andalan
lebih besar, yang muaranya akan mendapatkan potensi irigasi lebih besar.
Namun pada saat banjir elevasi deksert harus tinggi untuk menampung banjir
100 tahunan ditambah tinggi jagaan (free board) atau menampung debit 1000
tahunan tanpa tinggi jagaan.
Lokasi di hulu anak cabang sungai akan mendapatkan debit andalan dan
debit banjir relatip kecil, namun harus membuat bangunan silang sungai untuk
membawa air di hilirnya. Kajian teknis, ekonomis, dan sosial harus dilakukan
dalam memilih lokasi bendung terkait dengan luas daerah tangkapan air.
9. Tingkat kemudahan pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitip, akan dilanjutkan
tahap perencanaan detail, sebagi dokumen untuk pelaksanaan
implementasinya. Dalam tahap pelaksanaan inilah dipertimbangkan tingkat
kemudahan pencapaian dalam rangka mobilisasi alat dan bahan serta
demobilisasi setelah selesai pelaksanaan fisik.
Memasuki tahap operasi dan pemeliharaan bendung, tingkat
kemudahan pencapaian juga amat penting. Kegiatan pemeliharaan,
rehabilitasi, dan inspeksi terhadap kerusakan bendung memerlukan jalan
masuk yang memadai untuk kelancaran pekerjaan.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka dalam menetapkan lokasi
bendungan harus dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian lokasi.
10. Biaya pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung, perlu adanya pertimbangan
pemilihan beberapa alternatif, dengan memperhatikan adanya faktor
dominan. Faktor dominan tersebut ada yang saling memperkuat dan ada yang
saling melemahkan. Dari beberapa alternatip tersebut selanjutnya

17
dipertimbangkan metode pelaksanaannya serta pertimbangan lainnya antara
lain dari segi O & P. Hal ini antara lain akan menentukan besarnya biaya
pembangunan. Biasanya biaya pembangunan ini adalah pertimbangan
terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan layak dilaksanakan.
11. Kesepakatan stakeholder
Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air dan
Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan penting
dalam pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan
kesepakatan pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu
keputusan mengenai lokasi bendungpun harus dilakukan lewat konsultasi
publik, dengan menyampaikan seluas-luasnya mengenai alternatif-alternatif
lokasi, tinjauan dari aspek teknis, ekonomis, dan sosial. Keuntungan dan
kerugiannya, dampak terhadap para pemakai air di hilir bendung, keterpaduan
antar sektor, prospek pemakaian air di masa dating harus disampaikan pada
pemangku kepentingan terutama masyarakat tani yang akan memanfaatkan
air irigasi

Rekomendasi syarat pemilihan lokasi bendung sebagai berikut:


1) Topografi: dipilih lembah sempit dan tidak terlalu dalam dengan
mempetimbangkan topografi di daerah tangkapan air maupun daerah layanan
irigasi
2) Geoteknik: dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat,
stratigrafi lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak ada
erosi buluh, dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan air.
Disamping itu diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri bendung
cukup kuat dan stabil serta relatif tidak terdapat bocoran samping.
3) Hidraulik: dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus tidak
didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan syarat posisi
bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan terdapat bagian sungai yang
lurus di hulu bendung. Kalau yang terakhir inipun tidak terpenuhi perlu

18
dipertimbangkan pembuatan bendung di kopur atau dilakukan rekayasa perbaikan
sungai (river training).
4) Regime sungai: Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana terjadi
perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari bagian sungai dengan
belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus mempunyai kemiringan relatif tetap
sepanjang penggal tertentu.
5) Saluran induk: Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan saluran
induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal. Hindari trace saluran
menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan ketinggian galian tebing pada
saluran induk kurang dari 8 m dan ketinggian timbunan kurang dari 6 m.
6) Ruang untuk bangunan pelengkap: Lokasi bendung harus dapat menyediakan
ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya untuk kolam pengendap dan
saluran penguras dengan panjang dan lebar masing-masing kurang lebih 300 – 500
m dan 40 – 60 m.
7) Luas layanan irigasi: Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat memberikan
luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan system irigasi. Elaborasi tinggi
bendung (yang dibatasi sampai dengan 6-7 m), menggeser lokasi bendung ke hulu
atau ke hilir, serta luas layanan irigasi harus dilakukan untuk menemukan kombinasi
yang paling optimal.
8) Luas daerah tangkapan air: Lokasi bendung harus dipilih dengan
mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan yang
didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam bendung. Hal ini harus
dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan ketinggian lantai layanan dan
pembangunan bangunan melintang anak sungai (jika ada).
9) Pencapaian mudah: Lokasi bendung harus refatip mudah dicapai untuk keperluan
mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun operasi dan pemeliharaan.
Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat pemerintah juga harus dipertimbangkan
masak-masak.
10) Biaya pembangunan yang efisien: dari berbagai alternatif lokasi bending dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan, akhirnya dipilih lokasi bendung
yang biaya konstruksinya minimal tetapi memberikan ouput yang optimal.
11) Kesepakatan stakeholder: apapun keputusannya, yang penting adalah kesepakatan
antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu direkomendasikan
melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.

19
III. Bagian-Bagian Bangunan Utama
III.1. Bangunan Bendung
Bangunan bendung adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar
dibangun di dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya
air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan
memperlebar pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah
(bottom rack weir). Bila bangunan tersebut juga akan dipakai untuk mengatur elevasi
air di sungai, maka ada dua tipe yang dapat digunakan, yakni:
a. bendung pelimpah dan
b. bendung gerak (barrage)
Gambar dibawah memberikan beberapa tipe denah dan potongan melintang
bendung gerak dan potongan melintang bendung saringan bawah.

20
1. Bendung pelimpah (weir)

Jenis bendung yang tinggi pembendungannya tidak dapat diubah, sehingga muka
air di hulu bendung tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Bendung ini dibuat
melintang pada sungai untuk menghasilkan elevasi air minimum, agar air tersebut bisa
dielakkan masuk ke jaringan irigasi. Konstruksi bangunan dengan menggunakan
pasangan batu kali atau beton.
Pada bendung tetap, elevasi muka air di hulu bendung berubah sesuai dengan
debit sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik ataupun turun).
Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu sungai. Pada daerah hulu sungai
kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih curam dari pada di daerah hilir. Pada
saat kondisi banjir, maka elevasi muka air di bendung tetap (fixed weir) yang dibangun

21
di daerah hulu tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang luas) karena
terkurung oleh tebing-tebingya yang curam.

2. Bendung gerak (barrage)

Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat


diubah sesuai dengan yang dikehendaki. Konstruksi bangunan bendung dengan
memakai atau dapat berupa pintu air/ slove gate, radial gate, outomatic gate, rubber
gate dan lain-lain.
Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu bendung dapat dikendalikan naik
atau turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air (gate).
Bendung gerak biasanya dibangun pada daerah hilir sungai atau muara. Pada daerah
hilir sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih landai
atau datar dari pada di daerah hilir. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air sisi
hulu bendung gerak yang dibangun di daerah hilir bisa diturunkan dengan membuka

22
pintu-pintu air (gate) sehingga air tidak meluber kemana-mana (tidak membanjiri
daerah yang luas) karena air akan mengalir lewat pintu yang telah terbuka kearah hilir
(downstream).

Pertimbangan menggunakan bendung gerak:


a) kemiringan dasar sungai ( I ) kecil/ relatif datar
b) debit banjir tidak dapat dilewatkan dengan aman melalui bendung tetap.
c) peninggian dasar sungai karena bendung tetap akan mempersulit pembuangan
air
d) daerah genangan luas dan harus dihindari
e) pondasi untuk pilar harus betul-betul kuat, kalau tidak pintu terancam macet.
Pengoperasian pintu air pada bendung gerak adalah jika debit air kecil pintu
ditutup, maka muka air menjadi naik dan membelok ke saluran. Pada saat air banjir,
pintu barrage dibuka sementara pintu pengambilan ditutup dengan tujuan mencegah
sedimen masuk ke dalam saluran. Kelebihan dari bendung gerak ini adalah menjadikan
tanggul banjir rendah dan akan mengurangi daerah genangan.
Pemilihan tipe bendung (bendung tetap ataupun bendung gerak) didasarkan pada
pengaruh air balik akibat pembendungan (back water). Jika pengaruh air balik akibat
pembendungan tersebut berdampak pada daerah yang luas maka bendung gerak
(bendung berpintu) merupakan pilihan yang tepat.
Apabila pengaruh air balik akibat pembendungan tersebut berdampak pada
daerah yang tidak terlalu luas (misal di daerah hulu) maka bendung tetap merupakan
pilihan yang tepat.
Jika sungai mengangkut batu-batuan bongkahan pada saat banjir, maka peredam
energi yang sesuai adalah tipe bak tenggelam. Bagian hulu muka pelimpah
direncanakan mempunyai kemiringan untuk mengantisipasi agar batu-batu bongkah
dapat terangkut lewat di atas pelimpah. Jika sungai tidak mengangkut batu-batuan
bongkahan pada saat banjir, maka peredam energi yang sesuai adalah tipe kolam olakan
(stilling basin).
a Lebar dan Tinggi Bendung
Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment),
sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di

23
bagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh
(bankful discharge): di bagian ruas atas mungkin sulit untuk menentukan
debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan dapat diambil untuk
menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya
tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil.
Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar
yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar
rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut. Agar
pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per
satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14.m3/dt.m1, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5-4,5 m.
b Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung
Perhitungan ini sangat penting di lakukan, oleh karena MAB hilir ini merupakan
patokan untuk merencanakan kolam olakan (perendam energi). Dengan adanya
MAB ini, dapat di hitung berapa kedalaman lantai ruang olakan.
Adapun faktor utama yang harus di miliki adalah peta situasi sungai di sekitar
bendung, yaitu 1 km ke udik dan 1 km ke hilir serta kearah kiri dan kanan
sepanjang 0,50 km dari as rencana bendung. Kemudian profil memanjang sungai
tersebut beserta profil melintangnya (lihat gambar)

Setelah itu yang perlu diperhatikan pula ialah keadaan sungai itu sendiri, tipe-
tipe sungai seperti berbatu, pasir, banyak pohon-pohon, berumput dan sebagainya
mempunyai nilai kekasaran yang berbeda. Profil memanjang di gunakan untuk mencari
kemiringan rata-rata sungai. Dengan jalan menjumlahkan kemiringan dari setiap profil

24
dan dibagi dengan jumlah profil dikurangi satu, maka akan di dapat kemiringan rata-
rata di sekitar bendung, atau dengan perkataan lain:

Profil melintang digunakan untuk mencari luas tampang basah rata-rata sungai
(Frata-rata)
Kemudian Q = F x V
Dimana: Q = debit sungai
F = luas tampang basah sungai
V = kecepatan aliran sungai
Untuk mencari V dapat digunakan metode sebagai berikut:

Manning:
Dimana: n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan rata-rata sungai

Chezy:

Basin:
Dimana : C = koefisien Chezy (koefisien kekasaran sungai)
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan rata-rata sungai.
c Lebar Efektif Bendung
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/ atau tiang pancang,
dengan persamaan berikut:
Be = B – 2 (nKp + Ka) H1
di mana:
n : jumlah pilar
Kp : koefisien kontraksi pilar
Ka : koefisien kontraksi pangkal bendung

25
H1 : tinggi energi, m

Harga-harga koefisien Ka dan Kp diberikan pada tabel dibawah:

Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya


(dengan bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana

26
untuk mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan
mercu bendung itu sendiri
d Tinggi Muka Air Banjir di Hulu Bendung
Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang pendek dengan
pengontrol segi empat adalah:

dengan: Q = debit banjir


Cd = koef debit, (Cd = Co.C1.C2)
g = grafitasi, (=9,8 m/det)
Be = lebar efektif bd.
He = tinggi energi di atas mercu
Co = merupakan fungsi He/r
C1 = merupakan fungsi p/He
C2 = merupakan fungsi p/He dan kemiringan muka hulu (up
stream) bendung
Bila disederhanakan rumus di atas menjadi:
Q = 1,704.Be.He1,5
Dari literatur lain (VT. Chow) : Q = C.L.Be.He1,5
Dimana L = Be, C mempunyai nilai 1,7 – 2,2

e Perhitungan Tinggi Banjir di Hulu Bendung

Di mana:

27
Q = Debit rencana = 1.922,906 m3/dt
Cd = Koefisien debit (Cd = C0 . C1 . C2)
Be = Lebar efektif bendung (m)
H1 = Tinggi energi di hulu (m)
g = Gravitasi ( 9,80 m/dt2 )
Dengan cara coba-coba didapat H1
Tinggi Banjir hulu (He) = elevasi mercu + H1.

f Peredam Energi
Bila kita membuat bendung pada aliran sungai baik pada palung maupun pada
sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air. Kecepatan
pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat (local
scauring). Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu dibuat suatu konstruksi
peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu pertemuan antara
penampang miring, lengkung, dan lurus. Secara garis besar konstruksi peredam
energi dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu:
• Ruang Olak tipe Vlughter
• Ruang Olak tipe Schoklitsch
• Ruang Olak tipe Bucket
• Ruang Olak tipe USBR
Pemilihan tipe peredam energi tergantung pada:
• Keadaan tanah dasar
• Tinggi perbedaan muka air hulu dan hilir
• Sedimen yang diangkut aliran sungai
Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di sebelah
bendung akibat kedalaman air yang ada h2. Gambar dibawah menyajikan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari pola aliran di atas bendung.

28
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja
gangguan di permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan
loncatan tenggelam yang lebih diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih
besar, daripada oleh kedalaman konjugasi. Kasus C adalah keadaan loncat air
di mana kedalaman air hilir sama dengan kedalaman konjugasi loncat air
tersebut. Kasus D terjadi apabila kedalaman air hilir kurang dari kedalaman
konjugasi; dalam hal ini loncatan akan bergerak ke hilir. Semua tahap ini bias
terjadi di bagian hilir bendung yang di bangun di sungai. Kasus D adalah
keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas bagian
sungai yang tak terlindungi dan umumnya menyebabkan penggerusan luas.
a) Peredam energi tipe bak tenggelam
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi disbanding kedalaman
air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam
yang panjang akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka
dapat dipakai peredam energi yang relative pendek tetapi dalam. Perilaku
hidrolis peredam energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua
pusaran; satu pusaran permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah
jarum jam di atas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran
jarum jam dan terletak di belakang ambang ujung. Dimensi-dimensi umum
sebuah bak yang berjari-jari besar diperlihatkan pada Gambar dibawah.

29
Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat
berhasil pada bendung-bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Fruode
rendah. Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam
sebagaimana diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi
perencanaan bendung dengan tinggi energi rendah. Oleh sebab itu, parameter-
parameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air telah
dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara
membaginya dengan kedalaman kritis.

di mana:
hc : kedalaman air kritis, m
q : debit per lebar satuan, m3/dt.m
g : percepatan gravitasi, m/dt2 (≅ 9,8)
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) diberikan pada Gambar dibawah.

30
di mana garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di bawah ΔH/hc =
2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan
dengan model yang dilakukan oleh IHE menunjukkan bahwa garis putus-putus
Gambar ini menghasilkan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang
diizinkan bagi bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah ini. Batas
minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar dibawah.

Untuk ΔH/hc di atas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope” batas tinggi air
hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air hilir (bak
bercelah), “sweep-out limit”, batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi
oleh jari-jari bak dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap. Di bawah ΔH/hc = 2,4
garis tersebut menggambarkan kedalaman konjugasi suatu loncat air. Dengan
pertimbangan bahwa kisaran harga ΔH/hc yang kurang dari 2,4 berada di luar
jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman
konjugasi sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga ΔH/hc yang
lebih kecil dari 2,4. Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung
rusak akibat gerusan lokal yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-
kadang kerusakan ini diperparah lagi oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena
itu, dianjurkan untuk menentukan kedalaman air hilir berdasarkan perkiraan
degradasi dasar sungai yang akan terjadi di masa datang.
g Analisa Rembesan
Rembesan terjadi apabila bangunan harus mengatasi beda tinggi muka air dan
jika aliran yang disebabkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar bangunan.
Aliran ini mempunyai pengaruh yang dapat merusak stabilitas bangunan karena

31
terangkutnya bahan-bahan halus sehingga dapat menyebabkan erosi bawah tanah
(piping). Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka terbentuklah lajur rembesan
(jaringan aliran) antara bagian hulu dan hilir bangunan. Air rembesan yang
mengalir pada lapisan tanah akan mengangkut butiran tanah yang lebih halus
menuju lapisan tanah yang kasar.
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method),
adalah yang dianjurkan untuk mencek bangunan-bangunan utama untuk
mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman
dan mudah dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode
lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya
lebih sulit.
Metode Lane diilustrasikan pada Gambar dibawah:

Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di


sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air antara
kedua sisi bangunan. Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam
dari 45o dianggap vertikal dan yang kurang dari 45o dianggap horisontal. Jalur
vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat dari pada
jalur horisontal. Oleh karena itu, rumusnya adalah:

dimana:
CL : Angka rembesan Lane
ΣLv : jumlah panjang vertikal, m
ΣLH : jumlah panjang horisontal, m

32
H : beda tinggi muka air, m
h Stabilitas Bendung
Stabilitas bendung merupakan perhitungan kontruksi untuk menentukan ukuran
bendung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya
dalam segala keadaan, dalam hal ini termasuk terjadinya angin kencang dan gempa bumi
hebat dan banjir besar. Syarat-syarat stabilitas kontruksi seperti lereng di sebelah hulu dan
hilir bendung tidak mudah longsor, harus aman terhadap geseran, harus aman terhadap
rembesan, dan harus aman terhadap penurunan bendung Perhitungan konstruksi yang
dilakukan untuk menentukan dimensi/ ukuran bendung (weir) supaya mampu menahan
muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada bendung dalam keadaan apapun,
termasuk banjir besar dan gempa bumi. Penyelidikan geologi teknik, ditujukan untuk
mengetahui apakah pondasi bendung cukup kuat, apakah rembesan airnya tidak
membahayakan konstruksi, dan apakah bendung akan dapat dioperasikan bagi penggunaan
airnya dalam jangka waktu yang lama minimal 30 tahun (Mawardi & Memet, 2010).
Syarat-syarat stabilitas bendung antara lain:
1. Pada konstruksi batu kali dengan selimut beton, tidak boleh terjadi tegangan tarik.
2. Momen tahan lebih besar dari pada momen guling.
3. Konstruksi tidak boleh menggeser.
4. Tegangan tanah yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan tanah yang diijinkan.
5. Setiap titik pada seluruh konstruksi harus tidak boleh terangkat oleh gaya ke atas
(balance antara tekanan ke atas dan tekanan ke bawah).
Stabilitas bendung akan terancam dari bahaya-bahaya sebagai berikut:
1. Bahaya geser/ gelincir (sliding)
a. Sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi.
b. Sepanjang pondasi.
c. Sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
Bendung dinyatakan stabil terhadap bahaya geser apabila hasil perbandingan
antara jumlah gaya vertikal dikalikan sudut geser tanah dengan jumlah gayagaya
horisontal harus lebih besar dari nilai keamanan yang ditentukan.
2. Bahaya guling (overturning)
a. Di dalam bendung.
b. Pada dasar (base).

33
c. Pada bidang di bawah dasar.
Bangunan akan aman terhadap guling, apabila semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong
bidang guling dan tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan manapun, tiap bagian
bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi gaya-gaya
melalui momen lentur.
Dalam peninjauan stabilitas bendung, maka potongan-potongan yang di
tinjau terutama adalah potongan-potongan I-I dan II-II karena potongan ini adalah
yang terlemah. Potongan lain yang perlu di tinjau akan di jelaskan di belakang.

1. Gaya-gaya yang bekerja.


Sebuah bendung akan menderita tekanan gaya-gaya seperti gaya berat, gaya
gempa, tekanan lumpur, gaya hidrostatis dan gaya uplift-pressure.
a. Gaya berat.
Gaya berat ini adalah berat dari kontruksi, berarah vertikal ke bawahyang
garis kerjanya melewati titik barat kontruksi.

Untuk memudahkan perhitungan, biasanya di bagi segitiga, segi empat atau


trapesium. Karena peninjauan gaya yang di perhitungkan adalah luas bidang kali
berabatu kali biasanya di ambil 1,80 ).
b. Gaya Gempa

34
Untuk daerah-daerah yang banyak gunung berapinya seperti di Indonesia,
maka gaya gempa harus di perhitungkan terhadap kontruksi. Gaya gempa sebesar,
K=f.G
Dimana : f = koefisien gempa.
G = berat kontruksi.
c. Tekanan Lumpur
Apabila bendung sudah ber-exploitasi, maka akan tertimbun endapan di
depan bendung. Endapan ini di perhitungkan sebagian setinggi mercu.

Dimana : ɣs = b.d. lumpur (biasanya di ambil 1,6)


Φ = sudut geser alam dari silt (repose angle)
untuk silt diambil ϕ = 30o
d. Gaya Hidrostatis
Sebagaimana akan tercantum dalam syarat-syarat stabilitas nanti, maka harus
di tinjau pada waktu air banjir dan pada waktu air normal ( air di muka setinggi
mercu dan di belakang kosong).
Di samping itu di tinjau pula terhadap pengaliran dimana mercu tenggelam
dan mercu tidak tenggelam.
1) Mercu tidak tenggelam.
W1 = ½.γ.a.h
W2 = ½. γ.h2
W3 = ½. γ .a (2h1 – h)
W4 = ½. γ.h (2h1 – h)
W5= ½. γ.b.h2
W6 = ½. γ.h22

35
2) Mercu Tenggelam
Pada saat air normal adalah sama dengan peristiwa mercu tidak tenggelam.
Pada saat air banjir keadaannya sebagai berikut:

W1 = ½.γ.a (2h1 – h)
W2 = ½. γ.h (2h1 – h)
W3 = ½. γ.c (h1 – h + d)
W4 = ½. γ.b (h2 + d)
W5 = ½. γ.h22
e. Uplift – pressure
Untuk ini harus di cari tekanan pada tiap-tiap titik sudut, baru kemudian bisa di
cari besarnya gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.

Secara umum besarnya tekanan pada titik X adalah:

36
Dimana : Ux = uplift – pressure titik X.
Hx = tingginya titik X terhadap air di muka.
X = panjangnya creep line sampai ke titik X ( ABCX ).
L = jumlah panjang creep line ( ABCXDE )
H = beda tekanan.
Dengan demikian maka besarnya tekanan tiap-tiap titik akan dapat diketahui. Di
lihat dari rumus di atas maka teoritis uplift-pressure kemungkinan dapat bernilai
positif maupun negatif. Dalam hal ini tekanan negatif kenyataannya tidak akan
terjadi oleh karena adanya liang-liang renik di antara butir-butir tanah, sehingga
akan berhubungan dengan atmosphere.
Jadi untuk tekanan negatif ini besarnya di anggap nol.

37
III.2. Bangunan Pengambilan (intake)

Bangunan berbentuk pintu air sebagai tempat masuknya air sungai ke dalam
jaringan saluran irigasi, banyaknya air yang masuk saluran dapat diatur sesuai
kebutuhan dan mencegah masuknya air yang banyak mengandung sedimen pada saat
banjir

38
III.3. Bangunan Pembilas

Bangunan yang digunakan untuk mencegah masuknya sedimen kasar ke dalam


jaringan saluran dan menguras sedimen yang mengendap pada kantong lumpur
Beberapa jenis bangunan pembilas:
6. Pembilas pada tubuh bendung
7. Pembilas bawah
8. Shunt undersluice
9. Pembilas bawah tipe box

39
III.4.Bangunan Kantong Lumpur (sand trape)

Merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai panjang dan lebar


tertentu sehingga kecepatan aliran menjadi berkurang dan sedimen dengan ukuran
relatif kecil dapat mengendap.
Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari
fraksi pasir halus (0,06 - 0,07 mm) dan biasanya ditempatkan persis disebelah hilir
pengambilan. Bahan-bahan yang lebih halus tidak dapat ditangkap dalam kantong
lumpur terangkut melalui jaringan saluran ke sawah-sawah. Bahan yang telah
mengendap di dalam kantong kemudian dibersihkan secara berkala. Pembersihan ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan aliran air yang deras untuk menghanyutkan
bahan endapan tersebut kembali ke sungai. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan ini
perlu dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan jalan mengeruknya atau dilakukan
dengan tangan.

40
III.5. Bangunan Perkuatan Sungai

Bangunan-bangunan yang dibuat bertujuan untuk melindungi agar bangunan


irigasi berfungsi dengan baik, yang terdiri dari:
3. Bangunan untuk melindungi kerusakan akibat penggerusan aliran dan
sedimentasi (krib, matras batu, pasangan batu).
4. Bangunan pelindung terhadap genangan banjir (tanggul banjir).
5. Bangunan untuk melindungi bangunan pengambilan/ pembilas bawah agar
bongkah tidak menyumbat (saringan bongkah).
6. Bangunan untuk menutup bagian sungai lama (tanggul penutup)

III.6. Bangunan-bangunan pelengkap


Bangunan-bangunan yang dibuat sebagai tambahan pada bangunan utama untuk
kepentingan tertentu, seperti:

41
1. Bangunan pengukur debit dan elevasi muka air pada sungai atau saluran
2. Pengoperasian pintu
3. Alat komunikasi, perumahan, gudang dan ruang kerja eksploitasi
4. Jembatan diatas bendung untuk mempermudah jangkauan dan inspeksi

IV. Kesimpulan dan Saran


IV.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas, perlunya mempersiapkan data terlebih dahulu sebelum


melaksanakan perencanaan bending. Bangunan utama didefinisikan sebagai:
“semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan
air ke dalam jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa
mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk
mengukur dan mengatur air yang masuk. Salah satu bangunan utama yang
mempunyai fungsi membelokkan air dan menampung air disebut bendungan.

IV.2. Saran

Banyak hal yang perlu dipahami betul oleh penulis, terutama mengenai
bendungan dan stabilitas tanah itu sendiri. Oleh karena itu perlunya dilaksanakan
studi lapangan dengan sarana yang cukup untuk penunjang bendungan.

42
DAFTAR PUSTAKA

https://www.coursehero.com/file/p2ot76b/32-Syarat-syarat-Penentuan-Lokasi-Bendung-
Aspek-yang-mempengaruhi-dalam/
https://www.buildingengineeringstudy.com/2019/11/bagian-bagian-bangunan-utama-
irigasi.html
https://academia-engineering.blogspot.com/2019/02/data-apa-saja-yang-diperlukan-
untuk.html

43
44

Anda mungkin juga menyukai