Anda di halaman 1dari 22

ETHICAL FRAMEWORK FOR DECISION MAKING

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Leadership dengan dosen pengampu
Masdum Ibrahim M.Kep

Disusun oleh :

Anita Hidayat Putri 218090

Firlan Sastra Diriyan 218102

Nadia Khofifah 218108

Tasya Tasharofa 218122

Verawati Sanjaya 218124

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang setia kepadannya
sampai akhir zaman, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunnya. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Leadership, kami membuat makalah dengan judul “ETHICAL FRAMEWORK FOR
DECISION MAKING”. Dalam menyelesaikan makalah ini kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang senantiasa membantu dan membimbing pada proses
pembuatan makalah. Kami sangat mengharapkan kritikan dan saran untuk perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini. Pada akhirnnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini dan berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat, khususnya bagi penyusun
dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, 23 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2
2.1 Pengertian Pengambilan Keputusan........................................................................2
2.2 Dasar – Dasar Pengambilan Keputusan...................................................................3
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................5
3.1 Kerangka Pembuatan Keputusan.............................................................................5
3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam Praktik
Keperawatan..................................................................................................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................................17
3.1 SARAN..................................................................................................................17
3.2 KESIMPULAN......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keputusan adalah pilihan yang dibuat dari dua atau lebih pilihan. Pengambilan
keputusan biasanya terjadi atas adanya masalah atau pun suatu pilahan tentang
kesempatan. Suatu masalah adalah perbedaan urusan (kepentingan) yang
memerlukan pertimbangan alternatif dari sebuah keputusan. Pengambilan keputusan
terjadi disebabkan reaksi atas suatu masalah atau kesempatan.
Dalam suatu organisasi diperlukan suatu kebijakan dalam pengambilan
keputusan yang baik dalam menentukan strategi, sehingga menimbulkan pemikiran
tentang cara-cara baru untuk melanjutkannya. Seringkali salah satu dari kita
membuat keputusan, kita memiliki proses yang harus dilalui untuk membantu kita
sampai pada keputusan itu. Beberapa dari kita mengambil pendekatan yang sangat
rasional, dengan langkah-langkah spesifik dimana kita menganalisis bagian
keputusan, yang lain mengandalkan intuisi, dan beberapa hanya memutuskan untuk
menempatkan dua atau lebih alternatif pada tempat untuk jalan keluar.

1.2 Rumusan Masalah


Makalah ini akan membahas mengenai :
a. Jelaskan pengambilan keputusan?
b. Bagaimana dasar – dasar pengambilan keputusan
c. Bagaimana kerangka pembuatan keputusan?
d. Apa saja faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis dalam
keperawatan?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu:
a. Untuk memahami pengertian pengambilan keputusan.

1
b. Untuk memahami dasar – dasar pengambilan keputusan
c. Dapat mengetahui kerangka pembuat keputusan
d. Dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis
dalam keperawatan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengambilan Keputusan


Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan pengambilan
keputusan (Decision Making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau
kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua
alternatif atau lebih karena seandainya hanya terdapat satu alternatif tidak akan
ada satu keputusan yang akan diambil.1Menurut J.Reason, Pengambilan
keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental
atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara
beberapa alternatif yang tersedia. 2 Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan satu pilihan final.
G. R. Terry mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang
mungkin.3 Sedangkan Claude S. Goerge, Jr Mengatakan proses pengambilan
keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran,
kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan
diantara sejumlah alternatif.
Ahli lain yaitu Horold dan Cyril O‟Donnell mengatakan bahwa
pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak
ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat dan P. Siagian mendefinisikan pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah,
pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan
tindakan.4
Pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk perbuatan berpikir
dan hasil dari suatu perbuatan itu disebut keputusan. Pengambilan keputusan
dalam Psikologi Kognitif difokuskan kepada bagaimana seseorang mengambil
keputusan. Dalam kajiannya, berbeda dengan pemecahan masalah yang mana
ditandai dengan situasi dimana sebuah tujuan ditetapkan dengan jelas dan
dimana pencapaian sebuah sasaran diuraikan menjadi sub tujuan, yang pada
saatnya membantu menjelaskan tindakan yang harus dan kapan diambil.
Pengambilan keputusan juga berbeda dengan penalaran, yang mana ditandai
dengan sebuah proses oleh perpindahan seseorang dari apa yang telah mereka
ketahui terhadap pengetahuan lebih lanjut.

3
Menurut Suharnan, pengambilan keputusan adalah poses memilih atau
menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti.
Pembuatan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta seseorang
harus membuat prediksi kedepan, memilih salah satu diantara dua pilihan atau
lebih, membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi prakiraan yang akan
terjadi.6 Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan.7 Keputusan
yang diambil seseorang beraneka ragam. Tapi tanda-tanda umumnya antara
lain : keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, keputusan
selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, keputusan selalu melibatkan
tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Pengambilan Keputusan (Decision Making) merupakan suatu proses
pemikiran dari pemilihan alternatif yang akan dihasilkan mengenai prediksi
kedepan.
Fungsi Pengambilan Keputusan individual atau kelompok baik secara
institusional ataupun organisasional, sifatnya futuristik.8 Tujuan Pengambilan
Keputusan tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan
dengan masalah lain) Tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan,
dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif). Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan
organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancar
dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Namun, kerap kali terjadi
hambatan- hambatan dalam melaksanakan kegiatan.Ini merupakan masalah yang
harus dipecahkan oleh pimpinan organisasi. Pengambilan keputusan
dimaksudkan untuk memecahkan masalah tersebut.
2.2 Dasar – Dasar Pengambilan Keputusan
George R. Terry menjelaskan dasar-dasar dari pengambilan keputusan yang
berlaku, antara lain :
a. Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat
subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat
subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu :
(1) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan.
(2) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat
kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang
singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan
keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan
keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya

4
dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh
satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.
b. Pengalaman
Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam
menyelesaikan masalah.Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat
bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang
menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu
dalam memudahkan pemecahan masalah.
c. Fakta
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu
memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan
informasi yang cukup itu sangat sulit.
d. Wewenang

Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat
rutin dan mengasosiasikan dengan praktik diktatorial. Keputusan berdasarkan
wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang
seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.
e. Rasional
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah
yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional.Keputusan
yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam
masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat
dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.
Jadi, dasar-dasar pengambilan Keputusan antara lain berdasarkan intuisi,
pengalaman, fakta, wewenang dan rasional.

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kerangka Pembuatan Keputusan


Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan
bagi perawat untuk menjalankan praktik keperawatan profesional (Fry, 1989).
Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi, yaitu
nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawat, dan
prinsip etis dan model kerangka keputusan etis.
Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan
moral dalam praktik keperawatan :

Nilai dan kepercayaan pribadi

Kode etik perawat Indonesia Kerangka


Pembuatan Keputusan dan
Konsep moral keperawatan tindakan moral
Keputusan
Teori prinsip etik
etika
Kerangka Pembuatan Keputusan
Pengenalan dilema etik keperawatan

Mengumpulkan data aktual yang relevan

Menganalisis dan mencari kejelasan individu yang terlibat

Mengkonsep dan mengevaluasi argumentasi untuk setiap isu


dan membuat alternatif

Mengambil tindakan

Mengadakan evaluasi

6
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh
banyak ahli etika dan semua kerangka etika tersebut berupaya menjawab
pertanyaan dasar tentang etika.

Modul I
Tahap Keterangan
1 Identifikasi masalah. Ini berarti klasifikasi masalah dilihat dari
nilai dan konflik hati nurani. Perawat juga harus mengkakji
keterlibatannya pada masalah erika yang timbul dan mengkaji
parameter waktu untuk proses pembuatan keputusan. Tahap ini
akan memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan “
Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar ?”. nilai
– nilai diklasifikasikan dan eran perawat dalam situasi yang
terjadi diidentifikasikasi.
2 Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang
dikumpulkan dalam tahap ini meliputi orang yang dekat dengan
klien, yang terlibat dalam membuat keputusan bagi klien,
harapan/ keinginan klien dan orang yan terlibat dalam
pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan
tertulis kisah dari konflik yang terjadi.
3 Perawat harus mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif
secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan
yang memungkinan harus terjadi, termasuk hasil yang mungkin
diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban
atas pertanyaan, “ Jens tindakan apa yang benar ?”.
4 Perawat harus memikirkan masalah etis secara
berkesinambungan. Ini berarti perawat mempertimbangkan nilai
dasar manusia yang penting bagi individu, nilai dasar manusia
yang menjadi pusat masalah, dan prinsip etis yang dapat
dikaitkan dengan masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan,

7
“Bagaimana aturan tertentu diterapkan pada situasi tertentu ?”.
5 Pembuatan keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti
bahwa pembuatan keputusan memilih tindakan yang menurut
keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan
etika, “Apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu ?”.
Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan
6 dan hasil.

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan


dikembangkan dengan mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika
medis ( Murphy, 1976; Borody, 1981 ). Beberapa kerangka disusun berdasarkan
posisi falsafah praktik keperawatan ( Benyamin dan Curtis, 1986; Aroskar, 1980
), sementara model – model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan
masalah seperti diajarkan di pendidikan keperawatan ( Bergman, 1973; Curtin,
1978; Jameton, 1984; Stanley, 1980; Stenberg, 1979; Thompson, 1985 ).

Berikut ini merupakan contoh model pengambilan keputusan etis


keperawatan yang dikembangkan oleh Thompson dan Jameton. Metode Jameton
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etika keperawatan yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan klien. Kerangka Jameton , seperti yang
ditulis oleh Fry( 1991 ) adalah Model I yang terdiri atas enam tahap, Model II
yang terdiri atas tujuh tahap, dan Model III yang merupakan keputusan biotes.

8
Modul II
Tahap Keterangan
1 Mengenali dengan tajam masalah yang terjadi, apa intinya, apa
sumbernya, mengenal hakikat masalah.
2 Mengumpulkan data atau informasi yang berdasarkanfakta, meliputi
semua data yang termasuk variabel masalah yang telah dianalisis secara
teliti.
3 Menganalisis data yang telah diperoleh dari menganalisis kejelasan orang
yang terikat, bagaimana kedalaman dan intesitas keterlibatannya, relevansi
keterlibatannya dengan masalah etika.
4 Berdasarkan analisis yang telah dibuat, mencari kejelasan konsep etika
yang relevan untuk penyelesaian masalah dengan mengemukakan konsep
filsafat yang mendasari etika maupun konsep sosial budaya yang
menentukan ukuran yang diterima.
5 Menginse argumentasi semua jenis isi yang didapati merasionalisasi
kejadia, kemudian membuat alternatif tentang tindakan yan akan
diambilnya.
6 Langkah selanjutnya mengambil tindakan, setelah semua alernatif diuji
terhadap nilai yang ada di dalam masyarakat dan ternyata dapat diterima
maka pilihan tersebut dikatakan sah (valid) secara etis. Tindakan yang
dilakukan menggunakan proses yang sistematis.
Langkah terakhir adalah mengevaluasi, apakah tindakan yang dilakukan
7 mencapai hasil yang diinginkan mencapai tujuan penyelesaian masalah,
bila belum berhasil, harus mengkaji lagi hal – hal apa yang menyebabkan
kegagalan, dan menjadi umpan balik melkasanakan
pemecahan/penyelesaian masalah secara ulang.

Modul III ( Model Keputusan Bioetis )


Tahap Keterangan
1 Tinjau ulang situasi yang dihadapi untuk mennetukan masalah kesehatan,
keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan.
2 Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.

9
3 Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
4 Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
5 Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
6 Identifikasi konflik – konflik nilai bila ada.
7 Gali siapa yang harus membuat keputusan.
8 Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
9 Tentukan tindakan dan laksanakan
10 Evaluai hasil dari keputusan/ tindakan.

Penyelasaian masala etika keperawatan menjadi tanggung jawab perawat.


Berarti perawat melaksanakan norma yang diwajibkan dalam perilaku keperawatan,
sedangkan tanggung gugat adalah mempertanggungjawabkan kepada diri sendiri,
kepada klien/masyarakat, kepada profesi keperawatan dengan menggunakan dasar
etika dan standar keperawatan. Dalam pertanggunggugatan tindakannya, perawat
akan menyampaikan pemikiran etiknya dan perkembangan personal dalam profesi
keperawatan.

3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam Praktik


Keperawatan
Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat
keputusan etis. Faktor ini antara lain faktor agama, sosial, ilmu
pengetahuan/teknologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi
klien maupun perawat, kode etik keperawatan, dan hak-hak klien.

A. Faktor Agama dan Adat-Istiadat


Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam
membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang
diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini memang
diperlukan proses. Semakin tua akan semakin banyak pengalaman dan belajar,
seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai yang dimilikinya.

10
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk
dengan berbagai agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang
menjadi warga negara Indonesia harus beragama/berkepercayaan. Ini sesuai
dengan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan Indonesia
menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar yang paling utama. Setiap warga
negara diberi kebebasan untuk memilih agama/kepercayaan yang dianutnya. Ini
sesuai dengan Bab XI pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi 1) Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan 2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Sebagai negara berketuhanan, segala kebijakan/aturan yang dibuat
diupayakan tidak bertentangan dengan aspek agama yang ada di Indonesia
(Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu). Misalnya, sebelum
keluarga berencana (KB) dijadikan program nasional, pihak pemerintah telah
mendiskusikan berbagai metode kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan
agama dengan para pemuka agama. Dengan adanya kejelasan tentang program
kesehatan nasional (misalnya, KB) dengan ketentuan agama maka perawat tidak
ragu-ragu lagi dalam mempromosikan program tersebut dan dapat memberi
informasi yang tidak bertentangan dengan agama yang dianut pasien.
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada
seseorang dalam membuat keputusan etis. Indonesia yang terdiri atas lebih
13.000 pulau dan 300 suku bangsa yang mempunyai adat istiadat yang
bervariasi. Kaitan adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai saat ini
belum tergali secara jelas di Indonesia. Di beberapa negara maju, misalnya
Amerika Serikat, aspek adat istiadat dan budaya yang telah digali menjadi
spesialisasi khusus keahlian keperawatan. Beberapa Universitas di Amerika
yang membuka program ini antara lain the University of Utah mempunyai
program doktoral transkultural nursing dan the University of Washington serta
the Pennssylvania State University mempunyai program transkultural nursing
tingkat master. Dengan ditawarkannya program ini maka penelitian tentang
keperawatan pada pasien dari berbagai budaya menjadi semakin marak dan

11
membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan selaras dengan
budaya pasiennya. Kita di Indonesia yang mempunyai budaya lebih beraneka
ragam sudah harus mempertimbangkan hal ini.
Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau pasien sangat
berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Contoh masalah praktik adat
istiadat bisa diperhatikan berikut ini.
Dalam budaya Jawa dan daerah lain dikenal falsafah tradisional “mangan
ora mangan anggere kumpul” (makan tidak makan asalkan tetap bersama).
Falsafah ini smapai sekarang masih banyak memengaruhi sistem kekerabatan
orang Jawa. Bila ada anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit,
biasanya ada salah satu keluarga yang ingin selalu menungguinya. Ini berbeda
dengan sistem kekerabatan orang Barat yang bila ada anggota keluarga yang
sakit maka sepenuhnya diserahkan kepada perawat dalam keperawatan sehari-
hari. Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan menunggu dan
persyaratan klien yang boleh ditunggu. Namun, hal ini sering tidak dihiraukan
oleh kelurga pasien, misalkan dengan alsan rumah jauh, klien tidak tenang bila
tidak ditunggu kelurga, dan lain-lain. Ini sering menimbulkan masalah etis bagi
perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan.

B. Faktor Sosial
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis.
Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
hukum dan peraturan perundang-undangan. Beberapa tahun terakhir ini telah
terjadi berbagai perkembangan perilaku sosial dan budaya kita. Masyarakat
indonesia yang awalnya merupakan masyarakat agraris, yang sebagian besar
tinggal di pedesaan, lambat laun mampu mengembangkan industri yang
menyebabkan berbagai perubahan, antara lain semakin meningkatnya area
kawasan industri.
Nilai-nilai tradisional sedikit demi sedikit telah ditinggalkan oleh
beberapa kalangan masyarakat. Misalnya, kaum wanita yang pada awalnya
hanya sebagai ibu rumah tangga yang bergantung pada suami, telah beralih

12
pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan dan banyak yang menjadi
wanita karir. Dengan semakin meningkatnya orang menekuni profesinya,
semakin banyak pula orang menunda perkawinan dan banyak pula yang
mempertahankan kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem
kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang awalnya berorientasi pada
program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengan
pendekatan tim kesehatan. Ini menyebabkan beberapa perubahan dalam
berbagai kebijakan pemerintah. Berbagai kebijakan dirumuskan dengan
melibatkan tim kesehatan. Namun, untuk menentukan kebijaksanaan dan
peratusan tidak mudah. Oleh karena cukup luasnya eilayah Indonesia maka kita
ketahui adanya berbagai peraturan yang bersifat regional, misalnya peraturan
daerah.
Nilai-nilai yang diyakini masyarakat berpengaruh pula terhadap
keperawatan. Sebagai contoh, seorang klien yang menderita penyakit kronis dan
dirawat di rumah sakit, sudah beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh
karena itu, pasien atau keluarganya mungkin memilih untuk membawa klien
pulang agar dapat dipersiapkan agar meninggal dunia dengan tenang. Selain
dengan pertimbangan faktor biaya, adat, hal ini juga karena adanya
anggapan/nilai di masyarakat bahwa “orang yang etikanya tidak baik selama
hidup maka sulit meninggal dunia,” klien kemudian dibawa pulang, atas
permintaan sendiri (APS). Beberapa hari kemudian klien tersebut meninggal
dunia.
Contoh tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di
rumah sakit, sedangkan sebagian besar penduduk tidak mempunyai asuransi
kesehatan. Ajaran agama juga menyebutkan bahwa kehidupan dunia hanyalah
kehidupan sementara sehingga hidup di dunia hanyalah “mampir ngombe”
(singgah sejenak untuk minum) sehingga mereka rela/siap bila sewaktu-waktu
dipanggil Tuhan. Ini cukup berbeda (ateis), yang menganggap hidup di dunia
merupakan segala-galanya dan menganggap kehidupan setelah mati merupakan
ajaran tradisional atau khayalan manusia saja.

13
C. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada era ke-20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi berbagai bidang. Manusia telah
menjelajahi ruang angkasa dan mendarat di beberapa planet selain bumi. Sistem
komunikasi antar negara dapat dilaksanakan secara langsung dari tempat yang
jaraknya ribuan kilometer.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas
hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obatan baru. Misalnya, klien
dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin
hemodialisis. Wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan
berbagai inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan yang berhubungan
dengan etika.

D. Faktor Legislasi dan Keputusan Yuridis


Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap
perubahansosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang
merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan tindakan menurut
hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan
suatu konflik (Ellis, Hartley, 1990).
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah
etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan. Hukum
kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-undangan lama atau
untuk mengantisipasi perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena
itu, diperlukan undang-undang praktik keperawatan dan keputusan menteri
kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik keperawatan.
Pemberian izin praktik bagi perawat merupakan manifestasi dari UU
Kes.RI No. 23 tahun 1992 pasal 53 ayat 1, tentang hak memperoleh
perlindungan hukum, yaitu “Tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya,” dan

14
ayat 2 tentang perlindungan/melindungi hak klien, yaitu “Tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak klien.”
Upaya pengendalian mutu praktik keperawatan melalui legislasi
keperawatan. Legislasi berarti suatu ketetapan hukum atau ketentuan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan
tindakan (Lieberman, 1970). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239 Tahun
2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.

E. Faktor Keuangan
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat
menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program yang
dibiayai pemerintah. Walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana yang
besar untuk pembangunan kesehatan, dana ini belum seluruhnya dapat
mengatasi berbagai masalah kesehatan sehingga partisipasi swasta dan
masyarakat bnayak digalakkan.
perawat sebagai tenaga kesehatan yang setiap hari menghadapi klien,
sering menerima keluhan klien mengenai pendanaan. Dalam daftar diagnosis
keperawatan tidak ada pernyataan yang menyatakan ketidakcukupan dana,
tetapi hal ini dapat menjadi etiologi bagi berbagai diagnosis keperawatan, antara
lain ansietas dan ketidakpatuhan. Masalah ketidakcukupan dana dapa
tmenimbulkan konflik, terutama bila tidak dapat dipecahkan. Contoh dapat
dilihat pada maslah berikut.
Ny. Karlina dirawat di unit rawat inap penyakit dalalm dengan masalah
diabetes melitus. Selama 3 minggu, Ny. Kerlina diperbolehkan pulang. Ny.
Karlina menjadi gelisah dan tidak dapat tidur setelah mengetahui perincian
biaya rawat yang cukup tinggi. Ia tidak mempunyai uang yang cukup dan
menyuruh anaknya yang menengok untuk pulang mencari dana.
Diana, seorang mahasiswa akademi keperawatan yang diberi tugas
praktis merawat Ny. Karlina. Ia mendapat banyak keluhan dari Ny. Karlina dan

15
pada pendataan terakhir Ny. Karlina menyatakan “Anak saya sedang saya suruh
pulang untuk mencari uang pinjaman. Sebenarnya saya sudah boleh pulang 3
hari yang lalu, tetapi bingung karena sampai saat ini dia belum datang padahal
saya tidak boleh minggalkan rumha sakit sebelum melunasi biaya mondok.”
Diana mengetahui ansietas Ny. Karlina, namun ia tidak tahu tindakan apa yang
paling tepat untuk klien ini dan sejauh mana kewenangan perawat dalam
pembuatan keputusan terhadap masalah ini. Akhirnya, ia menganggukan kepala
dan menyarankan Ny. Karlina untuk bersabar.

F. Faktor Pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan, perawat perlu mempertimbangkan
posisi pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang
praktik sendiri, tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta, atau
institusi kesehatan lainnya. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat
dilaksanakan; namun harus disesuaikan dengan keputusan atau aturan tempat
bekerja. Perawat yang mementingkan kepentingan pribadi sering mendapat
sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagia konsekuensinya, ia mendapat
sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan. Contoh dapat dilihat
melalui masalah berikut.
DH, seorang perawat baru yang ditempatkan disuatu rumah sakit di unit
perawatan bedah. Setelah bekerja selama 3 bulan, ia berpendapat bahwa
kesejahteraan perawat yang menyangkut keselamatan kerja kurang dijamin oleh
rumah sakit. Persediaan peralatan habis pakai, misalnya kapas, kasa steril, dan
sarung tangan pada unit bedah tersebut sangat terbatas sehingga para perawat
dapat bekerja mengalami kesulitan dalam menjada teknik aseptik. Mereka
terpaksa harus sering bersinggungan langsung dengan luka operasi ataupun
darah klien sehingga kemungkinan terjadi infeksi lewat kontak luka atau darah
bagi perawat cukup besar. Tahun sebelumnya terdapat sekitar 25% klien pasca
operasi mengalami infeksi pada luka operasi dan pada hal ini, perawat dituduh
kurang dapat menjaga teknik aseptik. DH mendiskusikan hal ini dengan para
perawat yang akhirnya mengajukan usulan agar persediaan peralatan sekali

16
pakai ditingkatkan menjadi sekitar 400%. Pihak rumah sakit menolak dengan
alasan tidak ada dana. DH kemudian mempelajari alokasi dana rumah sakit. Ia
mendapatkan data bahwa sebagian besar pemasukan dana operasi yang cukup
tinggi digunakan untuk membayar jasa operator, sedangkan jasa perawat yang
merawat sama sekali tidak ada. DH mengusulkan agar jasa operator dikurangi
sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan persediaan peralatan habis
pakai. Pihak rumah sakit dan para operator tersinggung dan mengecam DH
sebagai perawat yang tidak sopan. Akhirnya, muncul keputusan baru bahwa DH
dipindahkan dari unit rawat inap bedah ke unit rawat jalan.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan penting untuk memahami bagaimana kerangka
pembuat keputusan serta faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat
menyelesaikan masalah etis keperawatan dengan bijak

3.2 KESIMPULAN
Keputusan adalah pilihan yang dibuat dari dua atau lebih pilihan. Pengambilan
keputusan biasanya terjadi atas adanya masalah atau pun suatu pilahan tentang
kesempatan. Suatu masalah adalah perbedaan urusan (kepentingan) yang
memerlukan pertimbangan alternatif dari sebuah keputusan. Pengambilan keputusan
terjadi disebabkan reaksi atas suatu masalah atau kesempatan.
Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat
keputusan etis. Faktor ini antara lain faktor agama, sosial, ilmu
pengetahuan/teknologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi
klien maupun perawat, kode etik keperawatan, dan hak-hak klien. Sehingga sangat
perlu bagi kita dalam mempelajari setiap faktor-faktor tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

JENNING D, WATTAM S, 1998, DecisionMaking : An Integrated Approach,


Financial Times, Petman Publishing, Londom.
Suhaemi, Mimin Emi, Hj.2003.Etika Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik.Jakarta :
EGC
https://id.scribd.com/document/349380554/Ethical-Decision-Making
https://www.academia.edu/17124504/Makalah_Pengambilan_Keputusan
https://www.slideshare.net/roni09071995/corporate-responsibility-and-ethical-
decision-making

iii

Anda mungkin juga menyukai