Anda di halaman 1dari 9

1

SPESIFIKASI TEKNIS
KEGIATAN : PEMBUATAN TROTOAR TAHUN 2009 BETON K. 225 UNTUK PELEBARAN JALAN
PEKERJAAN : PEMBUATAN TROTOAR JALAN IR. H. JUANDA
LOKASI : KECAMATAN CIANJUR KABUPATEN CIANJUR

JENIS PEKERJAAN
BETON K. 225 UNTUK PELEBARAN JALAN

A. UMUM

1. Uraian

1.1. Pekerjaan ini mencakup seluruh pelaksanaan struktur beton, termasuk tulangan, struktur
pencetak dan komposit, sesuai dengan spesifikasi serta sesuai dengan garis, elevasi,
kelandaian dan dimensi.
1.2. Pekerjaan ini juga mencakup penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton, pemeliharaan
pondasi, pengadaan lantai kerja, pemompaan atau tindakan lain untuk mempertahankan
agar pondasi tetap kering.
1.3. Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan sesuai dengan
spesifikasi yang ditentukan.
CV. SATRIA

1.4. Syarat dari PBI NI-2 1971 diterapkan sepenuhnya pada semua bagian pekerjaan beton yang
dilaksanakan, kecuali ada ketentuan lain yang dipersyaratkan.

2. Kaitan Pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan ini, antara lain :

2.1. Pemeliharaan dan Pengaturan Lalu Lintas;


2.2. Rekayasa Lapangan;
2.3. Pasangan Batu dengan Mortar;
2.4. Gorong-gorong dan Drainase Beton;
2.5. Drainase Porous;
2.6. Excavation;
2.7. Timbunan;
2.8. Baja Tulangan;
2.9. Adukan Semen;
2.10. Pembongkaran Struktur.

3. Toleransi

3.1. Toleransi Dimensi


3.1.1. Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m = +5 mm
3.1.2. Panjang keseluruhan lebih dari 6 m = +15 mm
3.1.3. Panjang Balok, Pelat Dek, Kolom Dinding, atau
antara kepala jembatan = -0 mm dan +10 mm

3.2. Toleransi Bentuk


3.2.1. Persegi [selisih dalam panjang diagonal ] = 10 mm
3.2.2. Kelurusan atau lengkungan [penyimpangan dari
garis yang dimaksud] untuk panjang s/d 3 m = 12 mm
3.2.3. Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3 m – 6 m = 15 mm
2

SPESIFIKASI TEKNIS
3.2.4. Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 BETON
m K. 225=UNTUK
20 mmPELEBARAN JALAN

3.3. Toleransi kedudukan [dari titik patokan]


3.3.1. Kedudukan kolom pra cetak dari rencana = ±10 mm
3.3.2. Kedudukan permukaan horizontal dari rencana = ±10 mm
3.3.3. Kedudukan permukaan vertikal dari rencana = ±20 mm

3.4. Toleransi Alinyemen Vertikal


3.4.1. Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding = ±10 mm

3.5. Toleransi Ketinggian [elevasi]


3.5.1. Puncak lantai kerja dibawah pondasi = ±10 mm
3.5.2. Puncak lantai kerja dibawah plat injak = ±10 mm
3.5.3. Puncak kolom, tembok kepala dan balok melintang = ±10 mm

3.6. Toleransi Alinyemen horizontal 10 mm dalam 4 m panjang mendatar.

3.7. Toleransi Untuk Penutup/Selimut Beton Tulangan


3.7.1. Selimut beton sampai dengan 3 cm = 0 mm dan +5 mm
3.7.2. Selimut beton 3 cm sampai dengan 5 cm = -0 mm dan +10 mm
3.7.3. Selimut beton 5 cm sampai dengan 10 cm = ±10 mm
CV. SATRIA

4. Standar Rujukan

4.1. Standar Industri Indonesia [SII]


4.1.1. SII-13-1977 [AASHTO M 85-75]
Semen portland.

4.2. Standar Nasional Indonesia [SNI]


4.2.1. PB! 1971
Peraturan beton bertulang Indonesia [NI-2].
4.2.2. SK SNI M 02-1994-03 [AASHTO T 11-90]
Metode pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan Nomor 200
[0,075 mm].
4.2.3. SNI 03-2816-1992 [AASHTO T 21-87]
Metode pengujian kotoran organik dalam pasir untuk campuran mortar dan beton.
4.2.4. SNI 03-1974-1990 {AASHTO T 22-90]
Metode pengujian kuat tekan beton.
4.2.5. Pd M 16-1996-03 [AASHTO T 23-90]
Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton lapangan.
4.2.6. SNI 03-1968-1990 [AASHTO T 27-88]
Metode pengujian tentang analisis saringan agregat halus dan kasar.
4.2.7. SNI 03-3407-1994 [AASHTO T 96-87]
Metode pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles .
4.2.8. SNI 03-3407-1994 [AASHTO T 104-86]
Metode pengujian sifat kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium sulfat dan
magnesium sulfat.
4.2.9. SK SNI M 01-1994-03 [AASHTO T 112-87]
Metode pengujian gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat .
3

SPESIFIKASI TEKNIS
4.2.10. SNI 03-2493-1991 [AASHTO T 126-90] BETON K. 225 UNTUK PELEBARAN JALAN
Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium .
4.2.11. SNI 03-2458-1991 [AASHTO T 141-84]
Metode pengambilan contoh untuk campuran beton segar.

4.3. AASHTO
4.3.1. AASHTO T 26-79
Quality of water to be used in concrete.

B. BAHAN

1. Semen dan Air

1.1. Semen yang digunakan untuk pekerjaan Beton adalah jenis Semen Portland atau jenis lain
yang memenuhi AASHTO M85.
1.2. Untuk campuran, perawatan dan pemakaian lainnya, air yang digunakan adalah air bersih
dan bebas dari minyak, garam, asam, basa, gula dan organik. Air tersebut memenuhi
ketentuan AASHTO T26.

2. Ketentuan Gradasi Agregat


CV. SATRIA

2.1. Ketentuan gradasi agregat dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini.

Tabel 1.
KETENTUAN GRADASI AGREGAT

Ukuran Ayakan Berat Yang Lolos Untuk Agregat


ASTM [mm] HALUS KASAR
2” 50,8 - 100% - - -
1 ½” 38,1 - 95% - 100% 100% - -
1” 25,4 - - 95% - 100% - -
¾” 19 - 35% - 72% - 92% - 100% -
½” 12,7 - - 25% - 60% - 90% - 100%
3/8” 9,5 100% 10% - 30% - 20% - 55% 40% - 70%
No. 4 4,75 95% - 100% 0% - 5% 0% - 10% 0% - 10% 0% - 15%
No. 8 2,26 - - 0% - 5% 0% - 5% 0% - 5%
No. 16 1,18 45% - 80% - - - -
No. 50 0,300 10% - 30% - - - -
No. 100 0,150 2% - 10% - - - -

2.2. Agregat kasar dipilih sedemikian rupa, sehingga ukuran partikel terbesar tidak lebih dari ¾
dari jarak minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan dengan acuan, atau
celah-celah lainnya dimana beton harus dicor.

3. Sifat Agregat

3.1. Agregat untuk pekerjaan beton terdiri dari partikel yang bersih, keras, kuat, yang diperoleh
dengan pemecahan batu [rock] atau berangkal [boulder], atau dari pengayakan dan jika
perlu pencucian dari kerikil dan pasir sungai.
3.2. Agregat terbebas dari bahan organik dengan ketentuan SNI 03-2816-1992.
3.3. Sifat-sifat lain dari agregat dijelaskan pada Tabel 2. berikut ini.
4

SPESIFIKASI TEKNIS
Tabel 2. BETON K. 225 UNTUK PELEBARAN JALAN
SIFAT-SIFAT AGREGAT

Batas Maksimum
Sifat-Sifat Metode Pengujian Agregat
HALUS KASAR
Keausan agregat dengan mesin Los
SNI 03-2417-1991 - 40%
Angeles pada 500 putaran
Kekekalan bentuk batu terhadap
natrium sulfat atau magnesium sulfat SNI 03-3407-1994 10% 12%
setelah 5 siklus
Gumpalan lempung partikel yang
SK SNI M 01-1994-03 0,5% 0,25%
mudah pecah
Bahan yang lolos ayakan No. 200 SK SNI M 02-1994-03 3% 1%

3.4. Bahan semen yang digunakan untuk pekerjaan beton, seluruhnya ditempatkan di tempat
yang tahan cuaca dan kedap udara serta mempunyai lantai kayu yang lebih tinggi dari tanah,
bahan ditutup dengan lembar plastik [polyethylene].

C. CAMPURAN DAN TAKARAN

1. Proporsi bahan dan berat penakaran ditentukan dengan menggunakan metode PBI dan sesuai
dengan batas-batas yang diperlihatkan oleh Tabel 3. berikut ini :
CV. SATRIA

Tabel 3.
BATAS TAKARAN

Ukuran Agregat Rasio Air/Semen Kadar Semen


Mutu Beton Maksimal Maksimal Minimal
[mm] [terhadap berat] [kg/m3 dari campuran]
K. 600 - - -
K. 500 - 0,375 450
37 0,45 356
K. 400 25 0,45 370
19 0,45 400
37 0,45 315
K. 350 25 0,45 335
19 0,45 365
37 0,45 300
K. 300 25 0,45 320
19 0,45 350
37 0,50 290
K. 250 25 0,50 310
19 0,50 340
K. 175 - 0,57 300
K. 125 - 0,60 250

2. Seluruh beton yang digunakan memenuhi kuat tekan dan “ slump” yang dibutuhkan, serta
pengambilan contoh, perawatan dan pengujian sesuai dengan SNI 03-1974-1990 [AASHTO T22],
Pd M-16-1996-03 [AASHTO T23], SNI 03-2493-1991 [AASHTO T126], SNI 03-2458-1991 [AASHTO
T141]. Sifat-sifat campuran beton yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini.

Tabel 4.
SIFAT-SIFAT CAMPURAN BETON
5

SPESIFIKASI TEKNIS
BETON K. 225 UNTUK PELEBARAN JALAN

Kuat Tekan Karakteristik Minimal Slump


[kg/m2] [mm]
Mutu
Benda Uji Kubus Benda Uji Silinder Tidak
Beton Digetarkan
[15 x 15 x 15 cm3] [15 x 30 cm] Digetarkan
7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
K. 600 390 600 325 500 20 – 50 -
K. 500 325 500 260 400 20 – 50 -
K. 400 285 400 240 330 20 – 50 -
K. 350 250 350 210 290 20 – 50 50 – 100
K. 300 215 300 180 250 20 – 50 50 – 100
K. 250 180 250 150 210 20 – 50 50 – 100
K. 225 150 225 125 190 20 – 50 50 – 100
K. 175 115 175 95 145 30 – 60 50 – 100
K. 125 80 125 70 105 20 – 50 50 – 100
Catatan : Bila menggunakan concrete slump bisa berkisar antara 75 – 25 mm

3. Kelecakan [workability] dan tekstur campuran diatur sedemikian rupa sehingga beton dapat dicor
pada pekerjaan tanpa membentuk rongga, celah, gelembung udara atau gelembung air, hingga
pada saat pembungkaran acuan diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.

4. Sebelum penakaran, agregat dibasahi sampai titik jenuh dan dipertahankan dalam kondisi lembab,
CV. SATRIA

pada kadar yang mendekati keadaan jenuh-kering permukaan, dengan menyemprot tumpukan
agregat dengan air secara berkala. Pada saat penakaran, agregat telah dibasahi paling sedikit 12
jam sebelumnya untuk menjamin pengaliran yang memadai dari tumpukan agregat.

5. Beton dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan ukuran yang disetujui
sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan. Percampuran bahan
dilengkapi dengan tangki air serta alat ukur yang akurat untuk mengukur dan mengendalikan
jumlah air yang dipergunakan dalam setiap penakaran.

6. Alat pencampur diisi dengan agregat dan semen yang telah ditakar, dan selanjutnya alat
pencampur dijalankan sebelum air ditambahkan. Waktu pencampuran diukur pada saat air
dimasukkan ke dalam campuran bahan kering, seluruh air yang diperlukan dimasukan sebelum
waktu pencampuran telah berlangsung seperempat bagian. Waktu pencampuran untuk mesin
berkapasitas ¾ m3 atau kurang selama 1,5 menit, untuk mesin yang lebih besar waktu yang
diperlukan ditambah 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.

D. PELAKSANAAN PENGECORAN

1. Persiapan Tempat Kerja

1.1. Struktur lama yang akan diganti dibongkar agar dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
beton. Pembongkaran dilaksanakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
1.2. Penggalian dan Penimbunan kembali pondasi atau formasi untuk pekerjaan beton sesuai
dengan garis yang ditunjukkan pada gambar kerja. Untuk dapat menjamin dicapainya seluruh
sudut pekerjaan, maka dilakukan pembersihan dan penggaruan tempat disekeliling pekerjaan
beton yang cukup luas.
1.3. Jalan kerja yang stabil disediakan agar menjamin seluruh sudut pekerjaan dapat diperiksa
dengan mudah dan aman.

1.4. Seluruh telapak pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton dijaga agar tetap kering.
6

SPESIFIKASI TEKNIS
1.5. Agar tidak terjadi penggeseran struktur beton pada saat pengecoran,
BETON sebelum
K. 225 UNTUK pengecoran
PELEBARAN JALAN
dimulai seluruh acuan, tulangan, pipa atau selongsong dimasukkan kedalam beton.

2. Acuan

2.1. Bahan acuan dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan dari adukan yang kedap dan
kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan dan
perawatan.
2.2. Jika Acuan dari tanah dipersyaratkan, maka acuan dibentuk dari galian, dan sisi-sisi samping
serta dasarnya dipangkas secara manual sesuai dimensi yang diperlukan.
2.3. Seluruh kotoran tanah yang lepas akan dibuang sebelum pengecoran dilakukan.
2.4. Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos, menggunakan kayu yang
permukaannya tidak diserut. Sedangkan untuk permukaan beton yang terekspos,
menggunakan kayu yang diserut dengan tebal yang rata, dan seluruh sudut acuan yang
tajam dibulatkan.
2.5. Acuan yang dibuat diatur sedemikian rupa, sehingga dalam pelaksanaan pembongkaran
acuan tidak merusak beton.

3. Pengecoran

3.1. Sebelum pengecoran dimulai, acuan dibasahi dengan air atau dioles dengan minyak di bagian
CV. SATRIA

sisi dalamnya dengan tidak meninggalkan bekas.


3.2. Bilamana beton tidak dicor sampai posisi akhir dalam cetakan pada waktu 1 jam setelah
pencampuran, atau dalam waktu yang lebih pendek, campuran beton tidak boleh digunakan
berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan [setting time] semen yang
digunakan, kecuali diberikan bahan tambah (aditif) untuk memperlambat proses pengerasan
[retarder].
3.3. Pengecoran dilakukan tanpa berhenti sampai dengan sambungan konstruksi [construction
joint] atau sampai pekerjaan selesai.
3.4. Beton dicor sedemikian rupa hingga terhindar dari segregasi partikel kasar dan halus dari
campuran. Beton dicor dalam cetekan sedekat mungkin dengan yang dicapai pada posisi
akhir beton untuk mencegah pengaliran yang tidak boleh melampaui 1 meter dari tempat
awal pengecoran.
3.5. Beton dicor dalam lapisan-lapisan horizontal dengan tebal tifak melampaui 15 cm, bilamana
dicor kedalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit dan penulangan yang rapat.
Untuk dinding beton, tinggi pengecoran dapat 30 cm menerus sepanjang seluruh keliling
struktur.
3.6. Pada ketinggian 150 cm, beton tidak boleh jatuh bebas ke dalam cetakan dan beton tidak
boleh dicor langsung ke dalam air. Bilamana beton dicor di dalam air dan pemompaan tidak
dapat dilakukan dalam waktu 48 jam setelah pengecoran, maka beton dicor dengan metode
tremi atau metode drop-bottom-bucket, dimana bentuk dan jenis yang khusus digunakan
untuk tujuan tersebut. Tremi harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup untuk
memungkinkan pengaliran beton dan tremi harus diisi penuh selama pengecoran.
3.7. Pengecoran dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran beton yang telah
dicor masih plastis, sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang baru.
3.8. Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor, terlebih
dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepad dan rapuh serta disiram dengan
air hingga titik jenuh. Sesaat sebelum pengecoran beton baru, bidang-bidang kontak beton
lama disapu dengan adukan semen dan campuran yang sesuai dengan betonnya.
7

SPESIFIKASI TEKNIS
3.9. Dalam waktu 24 jam, air tidak boleh dialirkan di atas atau dinaikan
BETON ke permukaan
K. 225 UNTUK pekerjaan
PELEBARAN JALAN
beton setelah pengecoran.

4. Sambungan Konstruksi [construction joint]

4.1. Seluruh sambungan kontruksi tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan diletakan pada
titik dengan gaya geser minimum.
4.2. Bila sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan menerus melewati sambungan sedemikian
rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.
4.3. Lidah alur disediakan pada sambungan konstruksi dengan kedalaman minimal 4 cm untuk
dinding, pelat dan antara telapak pondasi serta dinding. Untuk pelat yang terletak diatas
permukaan, sambungan konstruksi diletakkan sedemikian rupa sehingga pelat-pelat
mempunyai luas tidak melampaui 40 m2, dengan dimensi yang lebih besar tidak melampaui
1,2 kali dimensi yang lebih kecil.

5. Konsolidasi

5.1. Beton dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar. Jika diperlukan,
penggetaran disertai dengan penusukan secara manual dengan alat untuk menjamin
pemadatan yang tepat.
5.2. Alat penggetar mekanis dari luar mampu mengasilkan minimal 5000 putaran per menit
CV. SATRIA

dengan berat efektif 0,25 kg. Untuk penggetar mekanis dari dalam dengan jenis pulsating
(berdenyut) mampu menghasilkan minimal 5000 putaran per menit jika digunakan pada
beton yang mempunyai slump 2,5 cm atau kurang, dengan radius daerah penggetaran tidak
kurang dari 45 cm.
5.3. Alat penggetar mekanis dari dalam dimasukkan ke dalam beton basah secara vertikal, hingga
dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar beton yang baru dicor, dan menghasilkan
kepadatan pada seluruh kedalaman pada bagian tersebut. Alat penggetar kemudian ditarik
perlahan dan dimasukan kembali pada posisi lain dengan jarak antara itik lama dengan titik
baru tidak lebih dari 45 cm, dan alat penggetar berada pada satu titik dengan rentak waktu
tidak boleh lebih dari 30 detik serta dalam pemindahannya tidak boleh menyentuh tulangan
beton.
5.4. Jumlah minimum alat penggetar beton mekanis dijelaskan pada Tabel 5. berikut ini.

Tabel 5.
JUMLAH MINIMUM
ALAT PENGGETAR BETON MEKANIS

Kecepatan Pengecoran Beton


Jumlah Alat
[m3/jam]
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6

E. PEKERJAAN AKHIR

1. Pembongkaran Acuan

1.1 Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan struktur yang
sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton.
8

SPESIFIKASI TEKNIS
1.2. Cetakan yang ditopang oleh perancah di bawah pelat,BETON
balok,K. gelagar,
225 UNTUKatau strukturJALAN
PELEBARAN busur,
tidak boleh dibongkar hingga pengujian menunjukan paling sedikit 85% dari kekuatan
rancangan beton.
1.3. Acuan yang digunakan untuk pekerjaan ornamen, sandaran [railing], dinding pemisah
[parapet] dan permukaan vertikal yang terekspos, akan dibongkar dalam waktu setelah
minimal 9 jam dari pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam [tergantung keadaan cuaca].

2. Permukaan

2.1. Permukaan beton dikerjakan segera setelah pembongkaran acuan.


2.2. Seluruh perangkat kawat atau logam yang digunakan untuk memegang cetakan, dan cetakan
yang melewati badan beton, dibuang atau dipotong paling sedikit 2,5 cm dibawah permukaan
beton.
2.3. Jika memungkinkan untuk pengisian lubang besar akibat keropos, pekerjaan akan dipahat
sampai pada bagian yang utuh [sound], membentuk permukaan yang tegak lurus terhadap
permukaan beton. Lubang dibasahi dengan air dan adukan semen acian (semen dan air,
tanpa pasir) dioleskan pada permukaan lubang.
2.4. Lubang selanjutnya diisi dan ditumbuk dengan adukan kental dengan pencampuran 1 : 2
[satu bagian semen dan 2 bagian pasir], yang dibuat menyusut sebelumnya dengan proses
pencampuran ± 30 menit sebelum dipakai.
CV. SATRIA

2.5. Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal lainnya, akan digaru
dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera
setelah pengecoran beton dan diselesaikan secara manual sampai halus dan rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, sebelum beton mulai
mengeras.
2.6. Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar, harus sedikit
kasar tetapi merata dengan penyapuan, dan dilakukan sebelum beton mulai mengeras.
2.7. Permukaan bukan horisontal yang nampak, yang telah ditambal atau yang masih belum rata
harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar ( medium), dengan menempatkan sedikit
adukan semen pada permukaannya.
2.8. Adukan harus terdiri dari semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan proporsi yang
digunakan untuk pengerjaan akhir beton. Penggosokan dilaksanakan sampai seluruh tanda
bekas acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh
permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan harus dibiarkan tertinggal
ditempat.

3. Perawatan

3.1. Segera setelah pengecoran, beton dilindungi dari pengeringan dini, temperatur yang terlalu
panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar kehilangan kadar air yang terjadi
seminimal mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan
untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan beton.
3.2. Beton segera diselimuti dengan bahan yang dapat menyerap air setelah beton mulai
mengeras. Lembatan bahan penyerap air ini harus dibuat jenuh dalam waktu minimal 3 hari.
Lembaran bahan penyerap air, dibebani atau diikat ke bawah untuk mencegah permukaan
yang terekspos dari aliran udara.
3.3. Acuan dengan menggunakan kayu, akan dipertahankan basah pada setiap saat sampai
pembongkaran, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan pengeringan
beton. Permukaan beton tidak boleh digunakan (diinjak) dalam waktu 7 hari setelah beton
dicor.
9

SPESIFIKASI TEKNIS
3.4. Lantai beton sebagai lapis aus, dirawat setelah permukaannya
BETON K.mulai mengeras,
225 UNTUK dengan
PELEBARAN cara
JALAN
ditutup oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm, dan dibiarkan minimal selama 21 hari.
3.5. Beton yang dibuat dengan semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi atau
beton yang dibuat dengan semen biasa yang ditambah bahan aditif, akan dibasahi sampai
kekuatannya mencapai 70% dari kekuatan rancangan beton berumur 28 hari.

Cianjur, 15 Juni 2009


CV. Satria

Hj. Meita Permatasari, SH.


DIREKTRIS

CV. SATRIA

Anda mungkin juga menyukai