TINJAUAN PUSTAKA
5
6
1 1
mutu normal) dengan diameter berkisar - in, kemudian baut baja dengan kadar
4 2
karbon tinggi merupakan tipe A325 dan A490 (baja mutu tinggi) dengan diameter berkisar
1 1
- 1 in [CITATION Set08 \p 109 \l 1057 ]. Untuk menentukan luas penampang baut (
2 2
Ab ) digunakan rumus sebagai berikut:
1
Ab =
4
π d s2...................................................................................................(2-)
Dimana :
Ab = Luas penampang baut
d n +3. d k
ds =
4
Selain itu terdapat dua jenis ulir yang digunakan pada sambungan baut baja yaitu:
a. Baut ulir penuh
Ulir pada baut hanya terdapat pada ujung baut. Diameter inti baut atau diameter kern
dinotasikan d k dan diameter nominal dinotasikan d n.
Mengenai jarak baut pada suatu sambungan, mengikuti peraturan SNI 03-1729-2002
pasal 13.4 jarak antar pusat lubang baut harus diambil tidak kurang dari 3 kali diameter
nominal baut (d n) dan jarak maksimum tidak lebih dari 15 kali tebal plat (t p) tertipis dalam
sambungan atau 200 mm. Sedangkan jarak baut tepi dengan ujung plat sekurang-
kurangnya 1,5 kali diameter nominal baut (d n) dan jarak maksimum baut tepi dengan ujung
plat tidak melebihi 12 kali tebal plat (t p) atau 200 mm.
Gambar 2. Ilustrasi sambungan kering panel dinding (a) vertikal dan (b) horizontal
9
C4AF yang rendah, kemudian pembetonan sebuah DAM dan bangunan luas lainnya harus
digunakan jenis semen yang memiliki panas hidrasi rendah [CITATION Wib \p 6 \l 1057 ].
2.3.2 Air
Peran air dalam campuran beton sangat penting yakni berfungsi menciptakan pasta
setelah terjadi reaksi kimia dengan semen. Pasta tersebut memiliki fungsi sebagai bahan
perekat yang melumasi permukaan agregat. Kualitas air serta jumlah penggunaan air yang
digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dalam [CITATION Wib \p 19
\l 1057 ]. menjelaskan beberapa kriteria air yang dapat digunakan sebagai bahan
campuran beton yakni:
a. Air mengandung bagian solid kurang dari 1000 ppm (part per million) serta kadar
sodium dan potasium yang rendah
b. Memiliki kadar pH (kadar keasaman) antara 6 - 8.
c. Air yang dipergunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, zat
organik atau bahan - bahan lain yang dapat merusak beton atau pun baja tulangan
10
d. Air yang dipergunakan boleh mengandung sejumlah ion khlorida dengan batasan ≤ 500
ppm serta kandungan SO3 ≤ 1000 ppm.
Pemakaian faktor air semen (FAS) harus memiliki batasan optimum untuk dapat
mencapai kuat tekan beton yang maksimal. FAS yang terlalu besar akan mengakibatkan
penyusutan dan pori-pori beton tertutup oleh pasta semen yang terlalu cair, sedangkan bila
terlalu sedikit dapat membuat beton rapuh karena kelekatan antar semen dengan agregat
yang kurang sempurna sehingga akan terjadi penurunan kekuatan pada beton.
2.3.3 Agregat Kasar
Agregat kasar alami memiliki sifat kimia dan sifat fisik yang berasal dari batuan induk
(batuan yang ada di kerak bumi). Agregat mengisi 60 – 80 % dari volume mortar atau
beton. Oleh sebab itu, karakterisitik kimia, fisik, maupun mekanik agregat yang digunakan
akan mempengaruhi sifat – sifat beton meliputi kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat,
biaya produksi, dan lain sebagainya [CITATION Wib \p 38 \l 1057 ]. Untuk memperoleh
mutu beton yang baik maka beberapa sifat fisik agregat kasar yang harus dipenuhi yakni:
a. Modulus halus (Fineness modulus) agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu 0,2.
b. Kadar lumpur agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu maksimal 1,0% dari berat
kering.
c. Absorpsi (penyerapan air) berdasarkan ASTM C-33 yaitu maksimal 2,0%.
d. Keausan (abration) agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu 15%- 50%.
e. Berat jenis (specific gravity) agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu 1,60- 3,20
kg/liter dengan nilai absorpsi sebesar 0,2 - 0,4%. Sementara untuk beton mutu tinggi
akan lebih baik dengan absorpsi kurang dari 1%.
f. Berat volume agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu 1,6-1,9 kg/liter.
g. Kadar air agregat kasar berdasarkan ASTM C-33 yaitu 0,5%-50%.
Gradasi agregat bertujuan untuk mengetahui jenis distribusi agregat yaitu dari ukuran
dan pemeriksaan gradasi. Distribusi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Gradasi sela (gap grade) , yaitu gradasi yang akan menunjukkan satu garis horizontal
dalam grafiknya berdasarkan gradasi yang salah satu atau lebih dari ukuran butir pada
satu set ayakan tidak ada.
b. Gradasi menerus (continous grade), yaitu gradasi yang terdiri dari semua jenis ukuran
butiran agregat dan terdistribusi dengan baik.
11
c. Gradasi seragam (uniform grade), yaitu gradasi agregat yang terdiri dari batas yang
sempit dari ukuran fraksi dan terlihat garis yang hampir tegak dalam diagram. Gradasi
ini mempunyai ukuran yang sama didefinisikan sebagai agregat seragam.
2.3.4 Agregat halus
Agregat halus merupakan pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami dari batu
atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
terbesar 5,0 mm [CITATION Bad12 \l 1057 ]. Beberapa hal mengenai sifat fisik agregat
halus sebagai berikut:
a. Batas gradasi
Tabel 2. Batas gradasi berdasarkan SNI 03-2834-2000
Persen bahan butiran yang lewat ayakan
ayakan Daerah
(mm) Daerah I Daerah II Daerah III IV
1 100 100 100 100
0
4, 90-100 90-100 90- 95-100
8 100
2, 60-95 75-100 85- 95-100
4 100
1, 30-70 55-90 75- 90-100
2 100
0, 15-34 35-59 60- 80-100
6 79
0, 5-20 8-30 12- 15-50
3 40
0, 0-10 0-10 0-10 0-15
1
5
Keterangan: Daerah I : Pasir kasar Daerah III : Pasir agak halus
Daerah II : Pasir agak kasar Daerah IV : Pasir halus
b. Modulus Halus Butir (MHB) agregat halus berdasarkan ASTM C-33 yaitu 2,20 - 3,10.
Sementara nilai MHB 2,5 - 3,0 disarankan untuk beton mutu tinggi.
c. Berat jenis (specific grafity) agregat halus berdasarkan ASTM C-33 yaitu 1,60- 3,20
kg/liter.
d. Absorpsi (penyerapan air) berdasarkan ASTM C-33 yaitu 0,2%-2,0%.
e. Spesifikasi berat volume berdasarkan ASTM C-33 yaitu 3%-5%.
f. Kadar lumpur agregat halus berdasarkan ASTM C-33 yaitu 0,2%- 6,0%.
12
2.5 Daktilitas
2.5.1 Definisi daktilitas
Kondisi material atau elemen atau sistem dari struktur untuk tetap berdiri saat
mengalami deformasi inelastic bolak – balik secara berulang setelah leleh pertama sambil
mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk mendukung bebannya
walaupun sudah retak atau rusak dan diambang keruntuhan merupakan pengertian
daktilitas. Daktilitas dapat dirumuskan sebagai perbandingan deformasi saat ultimat
dengan deformasi saat leleh. Penentuan titik leleh ditunjukkan pada gambar 2. dan dari
beberapa alternatif yang ada, banyak peneliti yang menggunakan opsi D atau penentuan
titik leleh berdasarkan ekivalensi titik leleh pada saat elasto-plastis[ CITATION Sun19 \l
1057 ].
∆u
µ= ...........................................................................................................................(2-)
∆y
dengan :
µ = faktor daktilitas
∆ u = titik deformasi ultimat
∆ y = titik deformasi leleh
2.6 Kekakuan
Deformasi yang diakibatkan gaya lateral dapat diukur dengan memperhatikan sifat
mekanis material yang digunakan seperti data geometri dan modulus elastisitas. Kekakuan
merupakan perbandingan antara beban / gaya dengan deformasi pada elemen. Pada saat
beban berulang (cyclic loading), kurva hubungan beban - perpindahan diidealisasi sebagai
kurva linear.
onyx memiliki kekuatan yang memenuhi syarat beton struktural. Kemudian beton
agregat onyx umur 28 hari menunjukkan struktur mikro yang sama dengan beton
normal. Sehingga pemanfaatan limbah agregat onyx dapat meningkatkan nilai ekonomis
beton dengan warna yang lebih cerah dan estetika yang lebih tinggi.
b. Penelitian “A Demountable Connection for Low-Rise Precast Concrete Structures with
DfD for Construction” yang dilakukan oleh Gaochuang Cai, dkk. (2019) meneliti
perilaku siklik pada blok beton bertulang dengan sambungan baut akibat beban aksial,
berfokus pada kerusakan dan mode kegagalan, mekanisme ketahanan, dan kekakuan
pada sambungan. Adapun data yang diperoleh berdasarkan perlakuan model benda uji
sesuai data dibawah.
1) Observasi kerusakan
Tabel 2. Detail spesimen (Cai, G.; dkk., 2019)
Retak pertama pada benda uji LSSZ 4 dan LSSZ 5 terjadi saat beban 80 kN
sedangkan benda uji LSSZ 11 terjadi saat beban 120 kN. Hal tersebut dikarenakan
jumlah tulangan sengkang LSSZ 11 pada daerah joint lebih banyak sehingga retak
beton akibat geser didaerah joint lebih terminimalisir. Pada benda uji LSSZ 12 dan
LSSZ 13 terjadi retak pertama saat beban 280 kN. Kemudian bila dibandingkan
benda uji LSSZ 11, benda uji LSSZ 12 dan 13 memiliki kapasitas bearing lebih
tinggi dan memiliki karakterisitik lebih daktail.
2) Hubungan beban-perpindahan
c. Penelitian “Perilaku Retak Dinding Panel Beton Limbah Onyx sebagai Beton Ekspos”
yang dilakukakan oleh Danang Hadi Nugroho, Edhi Wahyuni Setyowati, dan
Wisnumurti (2019). Didapatkan data bahwa perlakuan grinding dengan tebal 2 mm dan
4 mm tidak memberikan dampak terjadinya retak awal pada panel beton yang telah
digrinding. Kemudian rata-rata selisih lebar retak pada panel beton grinding 2 mm
sebesar 1,044 mm atau lebih kecil 17,09% dari panel beton tanpa grinding, sedangkan
grinding 4 mm sebesar 1,232 mm atau lebih besar 24,93% dari panel beton tanpa
grinding. Hal tersebut menunjukkan grinding tidak selalu mengakibatkan lebar retakan
lebih besar dari pada panel beton yang tidak digrinding.
d. Penelitian “Pengaruh Penggunaan Limbah Batu Onyx Sebagai Pengganti Agregat Kasar
Pada Campuran Beton Terhadap Modulus Elastisitas Beton” yang dilakukakan oleh
Abdullah Ghiyats D.U., Edhi Wahyuni Setyowati, dan Agoes Soehardjono (2016).
Didapatkan data bahwa dengan variasi FAS 0,4; 0,5; dan 0,6 menghasilkan nilai
modulus elastisitas pada beton onyx umur 28 hari sebesar 24496, 20876, dan 17919
Mpa. Sedangkan hasil penelitian terhadap beton normal dengan variasi FAS 0,4; 0,5;
dan 0,6 menghasilkan nilai modulus elastisitas sebesar 17675, 15978, dan 14592 MPa.
25
Hal tersebut menunjukkan terjadi peningkatan modulus elastisitas pada seluruh variasi
FAS yaitu sebesar 38,59%; 30,65%; dan 22,80% .