Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar manajemen, antara lain:
1. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch. Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang
mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan
kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-
kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara
2. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa
depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang
mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik
untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa
dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut
3. Menurut Guruge (1972). Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di
masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
4. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975). Perencanaan Pendidikan adala investasi
pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di
dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan social
5. Menurut Coombs (1982). Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis
sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif
dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan
masyarakat.
6. Menurut Y. Dror (1975). Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social
secara menyeluruh dari suatu Negara
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat
tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis,
merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus
mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan
keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang
lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus
selalu satu kegiatan mendahului dan didahukan.
Pendekatan sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan sosial adalah suatu istilah
yang kabur dan mengcaukan(jarang digunakan oleh pendidik) dan dapat diartikan bermacam-
macam. “Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan tuntuntan yang umum untuk
memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan individu akan pendidikan di suatu tempat,
pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya politik dan ekonomi tertentu”. (Coombs,
1982:33).
Sedangkan menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) “Pendekatan kebutuhan
sosial adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan
lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan sekolah
serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid dan
orangtuanya secara bebas”.
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para
ahli disebut dengan pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak
dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada tercapainya pemenuhan
kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar, pemberian layanan
pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf), dan
pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan,
kebodohan dan kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya
dilaksanakan pada negara yang baru merdeka dengan kondisi masyarakat yang masih
terbelakang kondisi pendidikan dan sosial ekonominya.
Menurut Timan (2004:25) terdapat beberapa kritik utama yang ditujukan pada
pendekatan sosial demand dalam perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Pendekatan ini tidak memikirkan tentang berapa sumber-sumber biaya yang tersedia untuk
pendidikan.
2. Dalam pendekatan ini tidak diingat adanya sifat dan pola tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
dunia perekonomian dan akan berlebih-lebihan menghasilkan tenaga skerja dalam satu
bidang sedangkan yang lainnya sangat kekurangan.
3. Pendekatan ini cenderung memberikan stimulasi demand yang berlebihan, understimate
dalam pembiayaan, dan mengarahkan pembagian sumber yang sangat kecil.
Menurut Davis dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga bentuk
perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1. Bila yang ditargetkan adalah pendidikan dasar, biasanya dinyatakan dalam term-term
demografis, misalnya semua anak yang berumur 7-12 th mendapatkan pendidikan dasar.
2. Bila rencana mentargetkan pada tujuan nasional yang ditunjang oleh nilai-nilai etis sosial,
misalnya semua warga Negara berhak atas pendidikan dasar.
3. Bila proyeksi rencana didasarkan pada analisis kebutuhan yang disamakan untuk semua
tingkat dan jenis pendidikan.