Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 2

IMELDA AGUS SAROPA


530050885

Perencanaan dalam Pendidikan


Perencanaan pendidikan merupakan cabang ilmu pendidikan yang relatif masih muda
usia. Sebagai ilmu, ia baru dikenal sekitar tahun 1950 ketika sejumlah ahli pendidikan dan ahli
ekonomi merasa peduli untuk menyusun rumusan perencanaan pendidikan yang dikaitkan
dengan perencanaan pembangunan masyarakat.

Prinsip-Prinsip Perencanaan Pendidikan


1. Perencanaan pendidikan harus mengunakan pandangan jangka panjang. Dalam hal ini
perencanaan pendidikan dibedakan menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah,
jangka pendek. Namun menjadi kurang baik apabila pendidikan direncanakan terlalu jauh
kedepan. Karena apabila pendidikan direncanakan terlalu jauh ke depan, sementara manusia
belum tahu persis perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi pada masa depan yang jauh
itu, akan menjadikan usah pendidikan itu sia-sia jika ternyata tuntunan-tuntunan perubahan
yang terjadi justru berbeda dari apa yang diramalkan.
2. Perencanaan pendidikan harus bersifat komprehensif, artinya perencanaan pendidikan itu
mencakup perencanaan seluruh bagian dari sistem pendidikan dalm satu pandangan yang
utuh, yang akan menjamin keharmonisan perkembangan masing-masing bagian tersebut.
Termasuk dalam hal ini perencaan pendidikan non-formal (luar sekolah) yang harus
diintegrasikan dengan pendidikan formal untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan
masyarakat.
3. Perencanaan pendidikan harus diintegrasikan dengan perencanaan ekonomi, sosial, budaya,
dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan. Kalau pendidikan ingin diarahkan untuk
membantu individu dan masyarakat, serta agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan
seefisien mungkin, maka pendidikan tidak boleh berjalan sendirian mengabaikan kebutuhan
realitas (perkembangan) sekitarnya. Melainkan ia harus diintegrasikan dengan perencanaan
makro pembangunan masyarakat.
4. Perencanaan pendidikan harus merupakan bagian integral dari pengelola pendidikan.
Artinya, perencanaan itu harus punya akses ke arah proses pengambilan keputusan dibidang
pendidikan oleh pihak peneglola. Kalau berdiri sendiri, maka perencanaan pendidikan hanya
akan tampil sebagai karya akademis yang tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap
pembaruan dan pembangunan pendidikan.
5. Perencanaan pendidikan harus memperhatikan perkembangan kualitatif di samping
perluasan secara kuantitatif. Karena hanya dengan begitu perencanaan pendidikan akan
dapat menjadi pendidikan yang relevan, efisien, dan efektif.

Langkah-Langkah Perencanaan Pendidikan 


Secara garis besar, langkah-langkah perencanaan pendidikan dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yakni perencanaan strategi dan perencanaan operasional pendidikan. Perencanaan
strategi menyangkut penepatan kebijaksanaan yang diambil dalam soal pendidikan, pendekatan
yang dipakai, serta tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Sedangkan perencanaan oprasional
berkaitan dengan penetapan alternatif upaya yang dipakai untuk merealisasikan perencanaan
stertegi dan tujuan perencanaan tersebut dalam bentuk metode, prosedur, koordinasi, dll.
Perencanaan strategi di sebut oleh Cunningham sebagai “ Doing the right things”, sedangkan
perencanaan oprasional disebut sebagai “doing things right”. Jadi dalam perencanaan strategi
yang direncanakan adalah bagaimana melakukan sesuatu yang benar, sementara dalam
perencanaan oprasional yang direncanakan adalah bagaimana mengerjakan sesuatu itu secara
benar.

Dari berbagai pendapat atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar manajemen, antara lain:
1. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch. Perencanaan Pendidikan, adalah suatu proses yang yang
mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan
kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-
kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara
2. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa
depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang
mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik
untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa
dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut
3. Menurut Guruge (1972). Perencanaan Pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di
masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
4. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975). Perencanaan Pendidikan adala investasi
pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di
dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan social
5. Menurut Coombs (1982). Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis
sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif
dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan
masyarakat.
6. Menurut Y. Dror (1975). Perencanaan Pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social
secara menyeluruh dari suatu Negara
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat
tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis,
merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus
mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan
keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang
lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus
selalu satu kegiatan mendahului dan didahukan.

Pendekatan sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan sosial adalah suatu istilah
yang kabur dan mengcaukan(jarang digunakan oleh pendidik) dan dapat diartikan bermacam-
macam. “Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan tuntuntan yang umum untuk
memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan individu akan pendidikan di suatu tempat,
pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya politik dan ekonomi tertentu”. (Coombs,
1982:33).
Sedangkan menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) “Pendekatan kebutuhan
sosial adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan
lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan sekolah
serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid dan
orangtuanya secara bebas”.
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para
ahli disebut dengan pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak
dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada tercapainya pemenuhan
kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar, pemberian layanan
pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf), dan
pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan,
kebodohan dan kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya
dilaksanakan pada negara yang baru merdeka dengan kondisi masyarakat yang masih
terbelakang kondisi pendidikan dan sosial ekonominya.
Menurut Timan (2004:25) terdapat beberapa kritik utama yang ditujukan pada
pendekatan sosial demand dalam perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Pendekatan ini tidak memikirkan tentang berapa sumber-sumber biaya yang tersedia untuk
pendidikan.
2. Dalam pendekatan ini tidak diingat adanya sifat dan pola tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
dunia perekonomian dan akan berlebih-lebihan menghasilkan tenaga skerja dalam satu
bidang sedangkan yang lainnya sangat kekurangan.
3. Pendekatan ini cenderung memberikan stimulasi demand yang berlebihan, understimate
dalam pembiayaan, dan mengarahkan pembagian sumber yang sangat kecil.
Menurut Davis dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga bentuk
perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1. Bila yang ditargetkan adalah pendidikan dasar, biasanya dinyatakan dalam term-term
demografis, misalnya semua anak yang berumur 7-12 th mendapatkan pendidikan dasar.
2. Bila rencana mentargetkan pada tujuan nasional yang ditunjang oleh nilai-nilai etis sosial,
misalnya semua warga Negara berhak atas pendidikan dasar.
3. Bila proyeksi rencana didasarkan pada analisis kebutuhan yang disamakan untuk semua
tingkat dan jenis pendidikan.

Kelebihan pendekatan Social Demand


Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam
perencanaan pendidikan. Di antara sisi positif dari pendekatan ini antara lain adalah pendekatan
ini lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi
kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang
buta huruf. Selain itu pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan
pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang
pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan
dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat

Kekurangan pendekatan Social Demand


Selain kelebihan, pendekatan kebutuhan sosial ini juga memiliki beberapa kekurangan.
Menurut Arifin (2010) kekurangan pendekatan sosial ini antara lain adalah:
1. Pendekatan ini cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat
pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-
besarnya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan.
2. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kualitas (jumlah yang terlayani sebanyak-
banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh
karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros.
3. Pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di
sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan cenderung kurang
bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
4. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif)
dan kurang mementingkan aspek kualitatif. Di samping itu pendekatan ini kurang
memberikan jawaban yang tepat dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih
menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang
kehidupan yang lain kurang diperhatikan.

Anda mungkin juga menyukai