Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional sebagai upaya meningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Pemerintah melalui Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu
pembangunan berkelanjutan sebagai agenda pembangunan global baru
yang merupakan indikator tercapainya pembangunan kesehatan secara
menyeluruh. Salah satu tujuan SDGs sebagai upaya tercapainya indikator
peningkatan derajat kesehatan yang baik yaitu mengurangi sepertiga
kematian akibat penyakit tidak menular (Ermalena, 2017).

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama


kematian di seluruh dunia khususnya negara berkembang. Penyakit tidak
menular bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian yang terjadi
pada tahun 2015. Penyakit tidak menular juga merupakan masalah
kesehatan utama yang mempengaruhi serta mempengaruhi kualitas hidup
dan produktifitas seseorang. Salah satu penyakit tidak menular dengan
jumlah penderita tertinggi adalah diabetes melitus. Diabetes melitus
merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Perkeni, 2015).
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit, yang disebabkan
kaena tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat
glukosa dalam darah(Sustrani, 2010). Pada tubuh yang sehat, pangkreas
melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut melalui darah ke otot-
otot dan jaringan lain untuk memasok energy (Sustrani, 2010).
Berdasarkan data World Health Organization (2016) menyatakan
terdapat 415 juta orang dewasa yang hidup dengan diabetes, diperkirakan
meningkat pada tahun 2040 dengan 642 juta jiwa mengalami diabetes.
Diabetes mellitus juga menyebabkan 1,5 juta kematian penduduk diseluruh
dunia pada tahun 2012. Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2017)
2

mengatakan tingkat prevalensi global penderita DM pada usia 20-79 tahun


pada tahun 2017 sebanyak 8,8% dari total penduduk dunia dan diprediksi
terjadi peningkatan menjadi 9,9% pada tahun 2045. Angka penderita DM di
Asia pada tahun 2017 sebanyak 82 juta dan juga akan terus meningkat dan
diprediksi akan mencapai angka 15 juta penderita pada tahun 2045.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada
rentang usia 55-64 tahun menempati posisi tertinggi sebesar 6,3%, disusul
usia 65-74 tahun sebesar 6,0%. Prevalensi nasional DM berdasarkan hasil
pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur ≥ 15 tahun yang
bertempat tinggal di perkotaan adalah 10,6% (Kementerian Kesehatan,
2018). Di Provinsi Jawa Tengah sendiri pada tahun 2018 terdapat 20,57%
prosentase kejadian diabetes mellitus dari total 2.412.297 kasus penyakit
tidak menular. Dikabupaten Grobogan sendiri pada tahun 2015 terdapat
3118 penderita DM.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa DM tipe 2 berhubungan
dengan peningkatan resiko disfungsi kognitif, demensia dan depresi pada
orang tua. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Thomas (2013),
dengan jumlah responden sebanyak 42 Orang,dimana tingkat kognitif
sebagian besar pra lansia menunjukkan tingkat kognitif normal (62,8%),
yang memiliki gangguan kognitif ringan sebanyak 35,9% dan paling sedikit
memiliki gangguan kognitif berat yaitu 1,3%. Kognitif adalah proses
penerimaan, penyimpanan, mendapatkan kembali serta menggunakan
informasi. Kognitif meliputi kemampuan otak untuk memproses,
mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif
mencakup pemikiran, penilaian, persepsi, perhatian, pemahaman, dan
memori (Aquid, 2013).
Gangguan fungsi kognitif yang ditemukan pada penderita diabetes
melitus tipe 2 diantaranya adalah terjadi peningkatan defisit memori,
penurunan kecepatan psikomotor ,dan penurunan fungsi eksekutif pada
lobus frontal (Kodl C, 2013). Studi yang dilakukan Velayudhan et al pada
tahun 2010 selama 4 tahun terhadap 61 subjek berusia di atas 65 tahun
yang memiliki penurunan kemampuan kognitif ringan, didapatkan 19 orang
berlanjut menjadi demensia, 7 di antaranya menderita diabetes. Hasil ini
3

menunjukkan bahwa selain dapat meningkatkan risiko demensia, diabetes


melitus juga dapat meningkatkan progresifitas penurunan kemampuan
kognitif ringan menjadi demensia (Velayudhan, 2010). Tingginya kadar
glukosa dalam darah akan mengaktifan sitokin-sitokin pro inflamasi melalui
berbagai mekanisme biokimia intraseluler seperti peningkatan jalur aldose
reduktase, aktivasi Protein Kinase C, dan pembentukan advanced glycation
end products (AGEs) yang mengakibatkan disfungsi pada endotel pembuluh
darah (Vijayakumar, 2012). Tingginya risiko disfungsi vaskuler pada
penderita diabetes diyakini sebagai penyebab meningkatnya risiko
demensia.
Dalam riset yang di lakukan oleh Gorska-ciebida dkk (2014)
menyatakan bahwa DM tipe 2 berhubungan dengan peningkatan risiko
disfungsi kognitif, demensia dan depresi pada orang tua. Penelitian lain oleh
Crane yang dilakukan di Washington dengan menggunakan 2067 sampel
memberikan hasil bahwa kadar glukosa tinggi ternyata meningkatkan risiko
terjadinya demensia (Crane, 2013). Di Indonesia, telah dilakukan penelitian
oleh Suharsono et al. (2014) yang menyimpulkan terdapat hubungan antara
diabetes mellitus dengan gangguan kognitif. Pada penderita DM dengan
faktor risiko lain seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit
kardiovaskular, atau stroke lebih berisiko tiga kali terjadi gangguan kognitif
dibanding pada penderita DM saja.
Untuk mencegah timbulnya gangguan fungsi kognitif pada penderita
diabetes mellitus maka perlu dilakukan kontrol glukosa darah yang baik.
Kepatuhan dalam menjalankan diet glukosa merupakan salahsatu pilar
keberhasilan dalam melakukan kontrol glukosa (Tjokroprawiro, 2016).
Pasien yang patuh pada diet akan mempunyai kontrol gula darah (glikemia)
yang lebih baik, dengan kontrol glikemi yang baik dan terus menerus akan
dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka
panjang salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif (Suyono, 2012).
Diet merupakan salah satu dari Lima pilar dalam pengelolaan
Diabetes Melitus (Waspadji, 2013). Menurut Bustan (2015) pengaturan
makanan merupakan kunci manajemen diabetes melitus, yang sekilas
tampak mudah tapi kenyataannya sulit mengendalikan diri terhadap nafsu
makan. Keluhan yang sering dirasakan pasien diabetes melitus salah
4

satunya yaitu polifagia dimana penderita diabetes melitus akan cepat


merasa lapar hal itu dikarenakan glukosa hasil metabolisme karbohidrat
tidak dapat masuk kedalam sel sehingga penyebabkan terjadi kelaparan
(starvasi) sehingga upaya yang dilakukan pasien untuk mengatasi lapar dan
memenuhi kebutuhan sel dengan cara pasien banyak makan. Mematuhi
serangkaian diet yang diberikan merupakan tantangan yang sangat besar
bagi pasien DM supaya tidak terjadi komplikasi.
Tujuan diet Diabetes Melitus yaitu mempertahankan kadar glukosa
darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan
dengan insulin, dengan obat penurun glukosa dan aktivitas fisik, mencapai
dan mempertahankan kadar lipid serum normal, memberi cukup energi untuk
mempertahankan atau mencapai berat badan normal, menghindari atau
menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti
hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama serta masalah
yang berhubungan dengan latihan jasmani, Meningkatkan derajat kesehatan
secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Arisman, 2011).
Dari gambaran tersebut, dapat memberikan gambaran dimana
pentingnya menjagadiet dan pola makan penderita diabetes mellitus.
Penelitian Lestari (2012) prevalensi kepatuhan diet Diabetes Melitus
penderita rawat jalan di RSUP Fatmawati sebesar 56%. Dilihat dari masing-
masing aspek maka kepatuhan dalam jumlah makanan lebih rendah 58%
dibandingkan kepatuhan pemilihan jenis makanan (80%) dan kepatuhan
jadwal makan (59%). Responden masih banyak yang belum mematuhi
aturan diet dalam batasan jumlah asupan energi, karbohidrat, gula murni,
dan lemak jenuh. Penelitian Adnyani, 2015 Tingkat kepatuhan yang tinggi
berada pada item jadwal 81,2% dan tingkat ketidakpatuhan yang tinggi
berada pada item jumlah makanan yang dikonsumsi responden yaitu
sebanyak 84,4%.
Penelitian yang lebih spesifik tentang kepatuhan dalam pengobatan
DM pada umumnya masih rendah, pada penelitian Sukraniti dan Ambartana
(2011) menyatakan terdapat 75% responden yang tidak mau makan sesuai
dengan anjuran. Sedangkan penelitian oleh Phitri dan Widiyaningsih (2013)
memperlihatkan bahwa kepatuhan menjalankan program diet sebagian
besar tidak patuh dengan frekuensi (56.9%).
5

Studi pendahuluan dilakukan di Puskesmas Geyer 1 pada kelompok


program lansia sehat (Prolanis). Kelompok tersebut mempunyai 94 anggota
aktif yang setiap bulan memiliki kegiatan rutin 2x untuk pemeriksaan
kesehatan. Namun dalam 2 bulan ini karena adanya wabah covid-19,
kegiatan sementara ditiadakan. Dari data sebelumnya, dari anggota yang
aktif tersebut sebagian besar mengalami penyakit diabetes mellitus. Dari
beberapa gambaran di atas yang mendorong peneliti untuk meneliti tentang
“Pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus terhadap
kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota prolanis di Puskesmas
Geyer 1”.
B. Rumusan Masalah
Tingginya kejadian diabetes mellitus yang sejalan dengan gangguan
fungsi kognitif dihadapkan pada riset yang menyatakan kurangnya
perilakudiet pasien diabetes mellitus dan kesadaran akan kontrol gula darah.
Sehingga dapat ditarik rumusan masalah pada penelitian yang akan
dilakukan adalah “Adakah pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes
mellitus terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota
prolanis di Puskesmas Geyer 1”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang akan dilakukan adalah : untuk
mengetahui ada tidaknya adakah pengaruhdiet rendah glukosa pasien
diabetes mellitus terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus
anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasidiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus
anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1 pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
b. Mengidentifikasi kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus
anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1 pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
c. Menganalisa pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus
terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota
6

prolanis di Puskesmas Geyer 1 pada kelompok kontrol dan


kelompok intervensi

D. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian selesai peneliti berharap penelitian ini dapat
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Peneliti
Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah dan
pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Institusi Puskesmas Geyer
Hasil penelitian nanti dapat menjadi bahan masukan dalam
perencanaandiet diabetes mellitus.
3. Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan bacaan, menambah wawasan bagi mahasiswa
tenaga kesehatan khususnya UNIVERSITASMUHAMMADIYAH KUDUS
untuk pengembangan ilmu dalam melakukan penanganan fungsi kognitif
pasien diabetes mellitus khususnya dalam memberikan asuhan
keperawatan.
4. Pasien
Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pasien mengenai manfaatdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus.
E. Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian
1 Phitri dan Hubungan Desain penelitian Ada hubungan antara
Widiyanin antara tingkat menggunakan cross motivasi pasien
gsih pengetahuan sectional design diabetes mellitus
(2013) dan sikap Dengan di ikuti 51 dengan kepatuhan
penderita responden . menjalankan
diabetes program diet di
mellitus dengan RSUD semarang
kepatuhan diet dengan p value 0.015
diabetes
mellitus
7

2 Tsalissavri Hubungan lama Deskribtif Terdapat hubungan


na dkk terdiagnosis observasional lama terdiagnosis
(2018) diabetes dan dengan pendekatan diabetes dan kadar
kadar glukosa cross sectional glukosa darah
darah dengan dengan fungsi
fungsi kognitif kognitif penderita
penderita diabetes tipe 2
diabetes dengan p value 0.015
mellitus tipe 2

3 Wardani Hubungan Penelitian deskriptif Ada hubungan


(2017) dukungan korelasi denan dukungan keluarga
keluarga pendekatan cross dengan fungsi
dengan fungsi sectional kognitif pada lansia
kognitif pada diabetes mellitus di
lansia diabetes wilayah kerja
mellitus Puskesmas
Purwosasi dengan p
value 0.001

F. Ruang lingkup penelitian


1. Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan standart pengumpulan
data dan izin pelaksanaan penelitian dari institusi serta Puskesmas Geyer
1 yaitu satu bulan. Penelitian ini rencananya dilaksanakan pada bulan
September 2020.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Geyer 1.
3. Ruang Lingkup Materi
Dalam penelitian ini,landasan teori yang dimasukkan sesuai dengan judul
penelitian yang dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Geyer 1
Grobogan yaitu pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus
terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota prolanis di
Puskesmas Geyer 1.
4. Ruang Lingkup Responden
Responden penelitian ini adalah anggota prolanis penderita diabetes
mellitus di Puskesmas Geyer 1
8

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah kondisi dimana mengalami gangguan
keseimbangan antara transportasi gula dalam sel, gula yang disimpan
dihati, dan gula yang dikeluarkan dari hati (Tandra, 2017).
Menurut Efendi (2019) Diabetes Mellitus adalah adanya defisiensi
insulin absolute atau relative dan gangguan funsi insluin.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan diabetes mellitus
merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena tubuh tidak dapat
secara otomatis mengendalikan tingkat glukosa dalam darah sehingga
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hal tersebut juga disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin yang progresif dilator belakangi oleh resistensi
insulin.
2. Klasifikasi Diabetes mellitus
Menurut Tandra (2017), ada 3 jenis penyakit diabtes mellitus
yaitu :
a. DM tipe 1
DM tipe 1 adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya
rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau langerhans pangkreas. DM tipe 1 dapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
b. DM tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang terjadi bukan desebabkan
oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan
kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,
termasuk yang menyebabkan disfungsi sel beta, gangguan
pengeluaran hormon insulin, resistensi sel terhadap insulin yang
disebabkan oleh disfungsi sel jaringan, utamanya pada hati menjadi
kurang peka terhadap insulin, serta penekanan pada penyerapan
glukosa oleh otot lurik, yang meningkat sekresi gula darah oleh hati.

8
9

c. DM Gastasional
Penyakit diabetes mellitus yang terjadi pada kehamilan,
melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran
hormon insulin yang tidak cukup, mengikuti cirri-ciri DM tipe 2
dibeberapa kasus. DM tipe 3 terjadi selama kehamilan dan dapat
sembuh setelah melahirkan. DM ini dapat merusak kesehatan janin
dan ibu, dan sekitar 20-50% dari perempuan penderita dapat
bertahan hidup. Kemudian DM ini terjadi disekitas 2-5% dari semua
kehamilan.
3. Tanda dan Gejala Diabetes mellitus
Menurut Susilo dan Wulan dari (2011), tanda dan gejala DM
adalah :
a. Banyak kencing (polyuria)
b. Gampang haus dan banyak minum (polydipsia)
c. Gampang lapar dan sering makan (polyphagia)
d. Gampang lelah dan banyak mengantuk
e. Penglihatan kabur
f. Sering pusing dan mual
g. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu
h. Berat badan menurun
i. Sering kesemutan dan gatal – gatal pada tangan dan kaki
j. Riwayat DM dalam keluarga
k. Infeksi kulit dan kaki serasa di potong – potong
l. Mati rasa atau sakit pada anggota tubuh bagian bawah
m. Cepat emosi
n. Mual – mual dan muntah
4. Faktor penyebab Diabetes mellitus
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak.
Akibatnya glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya
diekskresi lewat kemih tanpa digunakan. Kelebihan glukosa terlihat dalam
urine dan dapat ditentukan dengan beberapa pemeriksaan urine atau
dalam darah. Menurut Syamsiyah N, (2017) Berikut ini faktor yang dapat
menyebabkan seseorang beresiko terkena diabetes:
10

a. Faktor keturunan
Seseorang yang memiliki keluarga terkena diabetes melitus berisiko
dua sampai enam kali lipat terkena diabetes melitus juga. Terdapat
pendapat lain yang mengatakan jika kedua orangtuanya menderita
diabetes melitus maka semua anaknya akan menderita diabetes
melitus. Namun, jika hanya salah satu orangtua saja atau
kakek/nenek yang merupakan penderita diabetes melitus maka
kemungkinan besar 50% dari anak-anaknya akan menderita diabetes
melitus.
b. Usia
Resiko terkena diabetes melitus akan meningkat dengan
bertambahnya usia terutama pada usia lebih dari 45 tahun. Diabetes
melitus sering kali ditemukan pada masyarakat dengan usia yang
sudah tua karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis
makin menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin
sehingga kemampuan fungsi tubuh mengendalikan glukosa darah
yang tinggi kurang optimal.
c. Obesitas
Obesitas ini, banyak lemak yang tertimbun di dalam sel sehingga
insulin tidak mampu membawa glukosa masuk ke dalam sel-sel
tersebut. Semakin tinggi obesitas maka akan semakin banyak
berisiko terkena diabetes melitus.
d. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik dan berat badan yang berlebih merupakan
faktor yang paling utama dalam peningkatan kejadian diabetes
melitus diseluruh dunia.
e. Stres
Orang yang mengalami stres umumnya akan sulit tidur, nafsu
makannya meningkat, depresi, lemas dan tekanan darahnya turun.
Saat stres, hormon kortisol akan diproduksi. Hormon ini kemudian
yang mengakibatkan penyebab kejadian diabetes melitus.
11

f. Diet tidak sehat


Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko
menderita diabetes mellitus.
5. Komplikasi Diabetes mellitus
Menurut Tandra (2017), komplikasi diabetes mellitus adalah
sebagai berikut:
a. Komplikasi akut,
Komplikasi akut DM terjadi akibat perubahan yang relatif akut pada
konsentrasi glukosa plasma, yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
b. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis jangka panjang DM meliputi mikroangiopati dan
makroangiopat. Adanya pertumbuhan dan kematian sel merupakan
dasar terjadinya komplikasi vaskuler terutama pada endotel pembuluh
darah, serat otot polos pembuluh darah yang menyebabkan
perubahan pada pertumbuhan dan kesintesisan sel .
6. Pencegahan Diabetes Melitus
Pencegahan diabetes melitus menurut Samosir J,(2017) dilakukan
dengan mengupayakan gaya hidup sehat untuk mengendalikan kadar
gula darah yang tinggi dengan cara:
a. Menurunkan berat badan dan mencegah penumpukan lemak dalam
tubuh.
b. Mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, makanan awetan
dan goreng-gorengan.
c. Banyak mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan glukosa
kompleks.
d. Mengurangi konsumsi makanan manis atau yang berkalori tinggi
yang mengandung banyak glukosa
e. Banyak minum air putih dan olahraga teratur
f. Menghindari stres
g. Menghindari konsumsi alkohol dan minuman soda
h. Menghindari rokok
7. Penatalaksanaan Diabetes mellitus
Penatalaksanaan standar diabetes mellitus mencakup pengaturan
makanan, latihan jasmani, obat hipoglikemia, penyuluhan, dan
12

pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (Brunner and Suddath,


2011). Penatalaksanaan non farmakologis merupakan langkah pertama
dalam pengelolaan diabetes mellitus. Apabila dengan penatalaksanaan
non farmakologis ini sasaran pengendalian glukosa darah belum tercapai,
dapat dilanjutkan dengan terapi farmakologis atau penggunaan obat
((Brunner and Suddath, 2011).
a. Terapi farmakologis
Pengelolaan farmakologis dari diabetes mellitus adalah :
1) Obat Hipoglikemia Oral
a) Pemicu sekresi insulin :
b) Penambah sensitivitas terhadap insulin
c) Penghambat glukosidase alfa
d) Incretin mimetic, penghambat DPP-4
2) Insulin
b. Terapi non farmakoligis
Pengelolaan non farmakologis dari diabetes mellitus adalah :
1) Diit
Tujuan perencanaan makan pada pasien diabetes
mellitus adalah untuk mengendalikan glukosa, lipid, dan
hipertensi. Penurunan berat badan dandiet hipokalori pada
pasien gemuk akan memperbaikai kadar hiperglikemia jangka
pendek dan berpotensi meningkatkan kontrol metabolik jangka
panjang.
2) Latihan jasmani
Masalah utama pada pasien diabetes mellitus adalah
kurangnya respon reseptor insulin terhadap insulin, sehingga
insulin tidak dapat membawa masuk glukosa ke dalam sel-sel
tubuh kecuali oatak. Dengan latihan jasmani secara teratur,
kontraksi otot meningkat yang menyebabkan permeabilitas
membran sel terhadap glukosa juga meningkat. Akibatnya
resistensi berkurang dan sensitivitas insulin meningkat yang
pada akhirnya akan menurunkan kadar glukosa darah .
13

3) Penyuluhan
Salah satu penyebab kegagalan dalam pencapaian
tujuan pengobatan diabetes adalah tidak disiplinnya pasien
terhadap program pengobatan yang telah ditentukan.
Penelitian terhadap pasien diabetes, di dapatkan 80%
menyuntikkan insulin dengan cara yang tidak tepat, 58%
memakai dosis yang salah, dan 75% tidak mengikuti diet yang
dianjurkan. Untuk mengatasi ketidak disiplinnan pasien
tersebut, penyuluhan terhadap pasien dan keluarganya mutlak
diperlukan.
4) Pemantauan kadar gula darah sendiri/skrining
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik dan
memerlukan pengobatan jangka panjang, sehingga pasien
dan keluarganya harus dapat melakukan pemantauan sendiri
kadar glukosa darahnya di rumah. Beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk PKGS adalah dengan pemantauan reduksi
urin, pemantaun glukosa darah, dan pemantauan komplikasi
serta cara mengatasinya

B. Fungsi kognitif
1. Pengertian purunan fungsi kognitif
Penurunan fungsi kognitif adalah suatu sindroma penurunan
kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi
dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial,
pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.(Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2013).
Kemunduran fungsi kognitif dapat berupa mudah-lupa (forgetfulness)
yaitu bentuk gangguan kognitif yang paling ringan; gangguan ini
diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia berusia 50-59 tahun,
meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Di fase
ini seseorang masih bisa berfungsi normal kendati mulai sulit mengingat
kembali informasi yang telah dipelajari; tidak jarang ditemukan pada
orang setengah baya.5 Jika penduduk berusia lebih dari 60 tahun di
Indonesia berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan mudah-
lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah-
14

lupa ini bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan (Mild Cognitive
Impairment-MCI) sampai ke Demensia sebagai bentuk klinis yang paling
berat (Wreksoatmodjo, 2014).

2. Anatomi Fungsi Kognitif


Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri
dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut
sistem limbik.Sistem limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nucleus
talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus,
formasio hipokampus dan korpus mamilare.Alveus, fimbria, forniks,
traktus mammilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras
penghubung sistem ini.(Waxman S.G; 2012).
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi,
emosi, fungsi neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini
merupakan bagian dari sistem limbic (Markam S, 2013):
a. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada
hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan
tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar
emosi pada saat sadar.
b. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran.
c. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori
spasial.
d. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung,
tekanan darah dan kognitif yaitu atensi.
e. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies
dan septal nuclei. Forniks berperan dalam memori dan
pembelajaran.
f. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui
produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung,
lapar, haus, libido, dan siklus tidur/bangun, perubahan memori
baru menjadi memori jangka panjang.
g. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon
membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai
15

pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke koteks serebri.


Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi
kognitif di otak/ sebagi stasiun relay ke korteks serebri.
h. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan
pembelajaran.
i. Girus dentatus, berperan dalam meori baru dan mengatur
kebahagiaan.
j. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan
komponen asosiasi.
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain:
a. Lobus frontalis.
Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian,
bahasa, memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa
dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan
sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik
dengan struktur sistem limbik dan adanya perubahan emosi bila
terjadi kerusakan.
b. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan
visuospasial. Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual,
auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder. Karena menerima input
dari berbagai modalitas sensori sering disebut korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross
modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan
input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau
pegang.
c. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan,
emosi, memori, kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan
auditorik dan visual.
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,
visuospasial, memori dan bahasa
.
16

3. Aspek Fungsi Kognitif


Aspek-aspek kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi yaitu orientasi,
bahasa, atensi (perhatian), memori, fungsi konstruksi, kalkulasi dan
penalaran (Zulsita, 2011), dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Orientasi: Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat
dan waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan menyebutkan
namanya sendiri ketika ditanya). Kegagalan dalam menyebutkan
namanya sendiri sering merefleksikan negatifism, distraksi, gangguan
pendengaran atau gangguan penerimaan bahasa. Orientasi tempat
dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota, gedung dan lokasi
dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai dengan
menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena
perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan
indeks yang paling sensitif untuk disorientasi.
b. Bahasa: fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4
parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.
1) Kelancaran: kelancaran merujuk pada kemampuan untuk
menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang
normal. Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran
pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara
secara spontan.
2) Pemahaman: pemahaman merujuk pada kemampuan untuk
memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan
mampunya seseorang untuk melakukan perintah tersebut.
3) Pengulangan: kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu
pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang.
4) Naming: kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek
beserta bagian-bagiannya.
c. Atensi: atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon
stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar
lingkungannya.
1) Mengingat segera: kemampuan seseorang untuk mengingat
sejumlah kecil informasi selama
17

2) Konsentrasi: kemampuan seseorang untuk memusatkan


perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan
meminta orang tersebut untuk mengurangkan secara berturut-
turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja
kata secara terbalik.
d. Memori
1) Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi yang diperolehnya.
2) Memori baru, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau
hari yang lalu.
3) Memori lama, yaitu kemampuan untuk mengingat informasi yang
diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
4) Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali informasi berupa gambar.
e. Fungsi konstruksi: kemampuan seseorang untuk membangun
dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang
tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau
membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak
sebelumnya.
f. Kalkulasi: kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
g. Penalaran: kemampuan seseorang untuk membedakan baik
buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak
4. Tes untuk menilai fungsi kognitif
Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi pemeriksaan domain-domain
kognitif diantaranya atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi
eksekutif.Untuk pemeriksaan kelima domain tersebut dapat digunakan
pemeriksaan MMSE (atensi, bahasa, memori, visuospasial) dan CDT
(fungsi eksekutif).Untuk memeriksa fungsi kognitif, pemeriksaan CDT
tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT melengkapi domain
kognitif yang tidak terdapat pada MMSE. Pemeriksaan Mini Mental State
Examination (MMSE) ini awalnya dikembangkan untuk skrining demensia,
namun sekarang digunakan secara luas untuk pengukuran fungsi kognitif
secara umum. Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) kini
18

adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan untuk menilai


status kognitif dan status mental pada usia lanjut. (Kochhann dkk, 2010).
Instrumen ini disebut ― mini ― karena hanya fokus pada aspek
kognitif dari fungsi mental dan tidak mencakup pertanyaan tentang mood,
fenomena mental abnormal dan pola pikiran. Mini Mental State
Examination (MMSE) ini direkomendasikan sebagai screnning untuk
penilaian kognitif global oleh American Academy of Neurology (AAN).
(Kochhann dkk, 2010).
Total skor pada MMSE dan CDT jika semua jawaban benar adalah
30. Berdasarkan pada MMSE dan CDT, status demensia pasien dapat
digolongkan menjadi:
1) Normal 24-30
2) Probable Ganguan 17-23
3) Tidak Normal 0-16
4) Sehingga, demensia dapat ditunjukan dengan skor MMSE dan
CDT 0-30

C. Diet diabetes mellitus


1. Pengertian Diet
Diabetes Mellitus Pada dasarnya penyusunan programdiet diabetes
mellitus adalah :
1) Penghitungan jumlah kalori perhari sesuai kebutuhan setiap penderita
2) Mengarah ke berat badan normal
3) Menunjang pertumbuhan
4) Mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal
5) Mencegah atau memperlambat berkembangnya komplikasi vaskuler
6) Sesuai dengan kemampuan daya beli setiap penderita
7) Komposisi sesuai dengan pola makan penderita sehari-hariStandar
komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat 60-70%, protein
10-15%, dan lemak 20-25%, jumlah kandungan kolesterol kurang dari 300
mg/hari, berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh, kandungan serat
sekitar 25 gram/hari, kasuskasus diabetes dengan hipertensi sebaiknya
membatasi konsumsi garam.
19

Menurut Arisman (2014), penentuan jumlah kalori yang dibutuhkan


dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan dengan
rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)2 . Klasifikasi IMT
sebagai berikut
a) 17,0-18,4 = kurus
b) 18,5-25,0 = normal
c) 25,1-27,0 = gemuk
Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam
sehari pada penderita DM yang bekerja biasa adalah : 1) Kurus : BB X 40
– 50 kalori sehari. 2) Normal : BB X 30 kalori sehari. 3) Gemuk : berat
badan (kg) dikalikan 20 kalori
2. Tujuan Diet Diabetes Mellitus
Menurut Smelzer dan Bare (2011), diet dan pengendalian berat badan
merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan
nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut
ini :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
d. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan
kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori
dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda
merupakan hal penting. Di samping itu, konsistensi interval waktu diantara
jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan
membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan
kadar glukosa darah.
3. Syarat-syarat Diet Diabetes Mellitus
Menurut Krisnatuti dkk (2014) syarat umum yang harus dipenuhi dalam
penyusunan menu, diantaranya sebagai berikut :
20

a. Kebutuhan kalori disesuaikan dengan keadaan metabolik, umur,


berat badan, dan aktivitas tubuh.
b. Jumlah kalori disesuaikan dengan kesanggupan tubuh dalam
menggunakannya.
c. Cukup protein, mineral dan vitamin dalam makanan.
d. Menggunakan bahan makanan yang mempunyai indeks glikemik
rendah
4. Komposisi Diet Diabetes Mellitus
Komposisi diet yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus
berulang kali mengalami perubahan. Mula-mula komposisi diet mengacu
pada diet diabetes melitus di Negara Barat dengan komposisi karbohidrat
rendah, sekitar 40-50% dari total energy (diet A). Namun, saat ini
dianjurkan peresentase karbohidrat lebih tinggi sampai 60-70% dari total
kebutuhan energi atau disebut juga diet B. Dalam diet tersebut dianjurkan
juga komposisi protein dan lemak. Disamping anjuran mengenai
karbohidrat, protein, dan lemak dianjurkan pula pemakaian karbohidrat
kompleks yang mengandung banyak serat dan rendah kolesterol
Komposisi diet B merupakan diet yang umum digunakan di
Indonesia. Anjuran penggunaan diet B berdasarkan pada penelitian
prospektif dengan crass over design yang dilakukan pada 260 penderita
diabetes melitus yang terawatt baik. Dari penilaian tersebut, diet B
mempuyai daya yang kuat untuk menurunkan kolesterol selain
mempunyai efek hipoglikemik. Diet B juga tidak menaikkan kadar
trigliserida darah. Dengan demikian, diet B dapat mencapai diet diabetes
melitus. Setiap jenis diet dianjurkan mengandung serat, terutama serat
yang bersifat larut (Krisnatuti dkk, 2014).
5. Komponen diet diabetes mellitus
Komponen makanan menurut Krisnatuti dkk, (2014). yang dianjurkan
terdiri dari:
a. Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
21

3) Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang


diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
5) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa,
asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).
6) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
b. Lemak
1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan elebihi 30% total asupan energi.
2) Komposisi yang dianjurkan, lemak jenuh <7% kebutuhan kalori,
lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
3) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream, Konsumsi kolesterol dianjurkan, 200
g/hari.
c. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber
protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe. Pada pasien dengan efropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari ebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada
penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari
d. Natrium
1) Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu <2300 mg perhari(B). Penyandang DM yang
juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium
secara individual.
22

2) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e. Serat
1) Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat.
2) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
f. Pemanis alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan
menjadi pemanis berkalori yang perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosaalkohol
dan fruktosa. Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol. Pemanis tak berkalori termasuk:
aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori penderita diabetes
mellitus
Menurut Hasdianah (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan kalori pada penderita diabetes melitus antara lain:
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25
kal/kg BB.
b. Umur
Diabetesi di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59
tahun dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70
tahun dikurangi 20%
c. Aktivitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intenssitas aktivitas
fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang
ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.
d. Berat Badan
23

Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan.


Bila kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
e. Kondisi Khusus
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi,
dapat ditambahkan 10-20%.
7. Pengaruh Diet rendah kalori terhadap kadar glukosa darah
Kepatuhan diet pasien DM sangat berperan penting untuk
menstabilkan kadar glukosa darah, sedangkan kepatuhan itu sendiri
merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengembangkan rutinitas
(kebiasaan) yang dapat membantu penderita dalam mengikuti jadwal diet.
Pasien yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet menyebabkan
kadar gula yang tidak terkendali. Menurut Lopulalan (2013), kepatuhan
dapat sangat sulit, dan membutuhkan faktor-faktor yang mendukung agar
kepatuhan dapat berhasil. Faktor pendukung tersebut adalah dukungan
keluarga, pengetahuan, dan motivasi agar menjadi bias dengan
perubahan yang dilakukan dengan cara mengatur untuk meluangkan
waktu dan kesempatan yang dibutuhkan untuk menyesuaikan diri.
Pasien yang patuh akan mempunyai kontrol glikemik yang lebih
baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat
mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka
panjang. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan penurunan
kejadian retinopati, nefropati dan neuropati. Sebaliknya bagi pasien yang
tidak patuh akan mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik
bahkan tidak terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang
mungkin timbul tidak dapat dicegah (Bilous, 2012).
Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk
mengukur indicator-indikator yang telat dipilih..
G. Penelitian terkait
Phitri dan Widiyaningsih (2013) meneliti tentang Hubungan antara
tingkat pengetahuan dan sikap penderita diabetes mellitus dengan
kepatuhan diet diabetes mellitus. penelitian tersebut menggunakan cross
sectional dengan di ikuti 51 responden. Dari penelitian tersebut di dapatkan
24

Ada hubungan antara motivasi pasien diabetes mellitus dengan kepatuhan


menjalankan program diet di RSUD semarang dengan p value 0.015.
Tsalissavrina dkk (2018) Hubungan lama terdiagnosis diabetes dan
kadar glukosa darah dengan fungsi kognitif penderita diabetes mellitus tipe
2. Penelitian tersebut menggunakan desain cross sectional dan di ikuti 51
responden. dari hasil tersebut di dapatkan Terdapat hubungan lama
terdiagnosis diabetes dan kadar glukosa darah dengan fungsi kognitif
penderita diabetes tipe 2 dengan p value 0.015.
Kemudian penelitian yang dilakukan tentang Hubungan dukungan
keluarga dengan fungsi kognitif pada lansia diabetes mellitus. Penelitian
deskriptif korelasi denan pendekatan cross sectional. Ada hubungan
dukungan keluarga dengan fungsi kognitif pada lansia diabetes mellitus di
wilayah kerja Puskesmas Purwosasi dengan p value 0.001.
25

H. Kerangka teori

Penyebab diabetes mellitus


a. Faktor keturunan
b. Usia
c. Obesitas
d. Kurangnya aktivitas fisik
e. Stres
f. Diet tidak sehat

Diabetes mellitus tipe 2

Gula darah tidak terkontrol Gula darah terkontrol

Komplikasi Faktor-faktor yang


mempengaruhi gangguan
1.1. Komplikasi akut
Komplikasi akut fungsi kognitif
2.2. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis
1. Pola makan
3.3. Gangguan fungsi
kognitif 2. Diet

3. Penyakit penyerta
4. Umur
5.Tingkat stress
Aspek-aspek fungsi kognitif 1. penyerta

1. Orientasi
2. Atensi
3. Bahasa
4. Memori
5. Visuospasial
6. Fungsi eksekutif
7. kalkulasi

Diteliti :
Berhubungan/tidak diteliti :

Gambar 2.1 kerangka teori


Sumber : Brunner and Suddath, 2011, Samosir J,(2017), Tandra (2017),
26

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel satu
dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel
independen (variabel bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lain dan Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang
nilainya ditentukan oleh variabel lain, variabel terikat adalah faktor yang
diamati dan diukur untukmenentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh
dari variabel bebas (Nursalam,2012). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan:
1. Variabel bebas adalahdiet rendah glukosa.

2. Variabel terikat adalah kemampuan kognitif.

B. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan
penelitian. Biasanya hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara
kedua variabel, variabel bebas dan terikat (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis
terbagi dalam 2 tipe:
1. Hipotesis nol (Ho) yang berarti tidak ada pengaruhdiet rendah glukosa
pasien diabetes mellitus terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes
mellitus anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1
2. Hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan adanya pengaruhdiet rendah
glukosa pasien diabetes mellitus terhadap kemampuan kognitif pasien
diabetes mellitus anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1
C. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmojo, 2010).
Berdasarkan pola pemikiran diatas maka kerangka konsep
penelitian pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus terhadap
kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota prolanis di Puskesmas
27

Geyer 1.

Fungsi kognitif pasien


Diet rendah glukosa diabetes mellitus

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.1 : Kerangka konsep


D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif
dengan jenis penelitian eksperimen. Arikunto (2010) menjelaskan
penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan suatu
percobaan/perlakuan yang dapat dilakukan di laboratorium maupun
lapangan (Arikunto, 2010).
2. Pendekatan
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Quasi
ekperiment dengan rancangan control group design with pre test and post
test. Pada penelitian ini, diberikan intervensi berupa perlakuan nyata
terhadap responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang
akan mendapatkan diet rendah glukosa. Sedangkan kelompok kontrol
tidak mendapatkan terapi dit rendah glukosa karena sebagai kelompok
pembanding.

I0 Ii Yi : Io : Ii
Ko ki Y2 : Ko: Ki
Nb:
I0 dan Ko : kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus pre
Ii : kemampuan kognitif setelahdiet rendah glukosa
Ki : kemampuan kognitif post tanpa perlakuan
X : perlakuandiet rendah glukosa
O : tanpa perlakuan
Y : Hasil output
28

3. Metode pengumpulan data


a. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer adalah data yang diperoleh dari responden
melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil
wawancara peneliti dengan narasumber (Sujarweni, 2014). Data
primer dalam penelitian ini adalah kuesionerdiet rendah glukosa dan
MMSE untuk mengukur fungsi kognitif.
b. Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari catatan,
buku, majalah berupa laporan keuangan publikasi perusahaan,
laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah, dan
lain sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidsk
perlu diolah lagi (Sujarweni, 2014). Data sekunder dari penelitian ini
adalah data kejadian dari dinas kabupaten Grobogan, data kejadian
dari Puskesmas Geyer 1, literature buku terkait dan jurnal-jurnal dari
internet.
4. Populasi Penelitian.
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek
yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki
subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2017). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien diabetes mellitus di lingkungan kerja Puskesmas
Geyer 1 selama 1 bulan terakhir sejumlah 34 responden.
5. Prosedure sampel dan sampel penelitian
Arikunto (2010) menyatakan Sampel adalah sebagian atau wakil
dari populasi yang akan diteliti. Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling dimana tekhnik yang
digunakan sesuai dengan tujuan penelitian (Hidayat, 2017). Dalam
penentuan jumlah minimal sampel di gunakan perhitungan rumus sebagai
berikut :
29

N
n= 2
N ( d ) +1
34
n= 2
34 ( 0.05 ) + 1
n = 31.33
dari perhitungan tersebut dapat diperoleh minimla sampel
penelitian adalah sejumlah 32 responden. Dari jumlah tersebut dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu 15 responden untuk kelompok intervensi dan
15 responden untuk kelompok kontrol. Dalam pemilihan sampel terdapat
juga kriteria inklusi dan eklusi uang dapat dijadikan batasan-batasan
dalam pemilihan sampel. Untuk kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Penderita diabetes mellitus yang bersedia menjadi responden
penelitian
2) Penderita diabetes mellitus yang tinggal bersama keluarga
3) Penderita diabetes mellitus yang kooperatif
b. Kriteria Eksklusi
1) Penderita diabetes mellitus yang tidak hadir saat program
prolanis
2) Penderita diabetes mellitus dengan kondisi pengawasan

6. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran.


Tabel 3.1 : Definsi operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Skala Data Kategori
diet Merupakan Lembar Ordinal Hasil dikategorikan
rendah pemberian pola observasi menjadi:
kalori makan yang di
anjurkan untuk 1. Dilakukan apabila
pasien diabetes menjalankandiet
mellitus. rendah glukosa
Diberikan 2. Tidak dilakukan bila
selama 2 tidak
minggu. menjalankandiet
rendah glukosa
30

Gangguan Adalah Kuesioner Ordinal Hasil kuesioner


fungsi gangguan gangguan dikategorikan menjadi :
kognitif aktivitas mental fungsi kognitif
secara sadar menggunakan 1. Skor 24-30 : normal
seperti berpikir, MMSE (mini 2. Skor <24 : definite
mengingat, mental state gangguan fungsi
belajar dan examination) kognitif
menggunakan
bahasa
kemampuan
serta gangguan
atensi, memori,
pertimbangan,
pemecahan
masalah yang
di alami pasien
gagal ginjal

7. instrument penelitian dan cara penilaian penelitian


a. Intrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam penelitian.
Dalam hal ini instrumennya adalah kuesioner gangguan fungsi kognitif
menggunakan MMSE (mini mental state examination). Adapun kisi-kisi
instrument pengukuran menggunakan MMSE adalah:

No Indicator Nomor Jumlah


pertanyaan
1 Orientasi 1-2 2
2 Registrasi 3 1
3 Atensi dan kalkulasi 4 1
4 Mengingat kembali 5 1
5 Bahasa 6-11 6
Jumlah 11

b. Prosedure pengumpulan data


Prosedur pengumpulan data penelitian ini di lakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Mengajukan judul proposal kepada pembimbing 1 dan 2
2) Setelah judul disetujui makan mengajukan surat pengambilan data
prevalensi kejadian di Kabupaten Grobogan dan Puskesmas
Geyer
31

3) Melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Geyer 1


4) Mengajukan ijin penelitian kepada institusi Universitas
Muhammadiyah Kudus Indonesia
5) Mengidentifikasi pasien yang mengalami diabetes mellitus di
Puskesmas Geyer 1
6) Menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada calon
responden
7) Memilih responden berdasarkan kriteria inklusi
8) Mengajukan inform consent kepada calon responden
9) Mengidentifikasidiet rendah glukosa menggunkana kuesioner
10) Memberikan lembar kuesionerdiet rendah glukosa
11) Mengidentifikasi fungsi kognitif pasien diabetes menggunakan
MMSE
12) Melakukan analisa data untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
antar variabel
8. Teknik Pengolahan Data dan Analisa.
a. Teknik Pengolahan Data.
Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan teknik pengolahan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Editing
Jawaban kuesioner dari responden secara langsung diolah, tapi
perlu diperiksa terlebih dahulu terkait kelengkapan jawaban
(Setiadi, 2017). Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya
bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi
harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan,
tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan.
2) Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data ke dalam bentuk
yang lebih ringkasdengan menggunakan kode-kode tertentu.
Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas
sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis.Semua
jawaban dari responden dari kuesioner diubah menjadikode-kode
yang memungkinkan peneliti lebih mudah menganalisa data.
3) Pemberian Nilai (Scoring)
32

Pada tahap ini dilakukan pemberian skor atau nilai terhadap


jawaban responden dari pertanyaan dalam kuesioner.
4) Tabulating
Tabulating merupakan proses pengolahan data yang bertujuan
untuk membuat tabel-tabel yang dapat memberikan gambaran
statistik sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai
kategori.
5) Processing/entry
Data dari responden segera dimasukkan ke dalam tabel berupa
pengkodean dengan program SPSS yang ada di komputer
(Setiadi, 2017). Data tersebut berkaitan dengan variabel
penelitian yaitu data tentang diiit rendah glukosa dan data tentang
kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus.
6) Cleaning
Notoatmojo (2010) mengungkapkanbahwa kesalahan-kesalahan
dalam pengkodean, ketidaklengkapan data, dan lain-lain yang
berhubungan dengan data dapat terjadi setelah semua data dari
responden dimasukkan. Oleh sebab itu perlu dilakukan cleaning
untuk pembersihan data-data yang tidak sesuai dengan
kebutuhan (Setiadi, 20`7).
b. Teknik Analisa Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui perbedaan masing-
masing variable independen terhadap variable dependen.
1) Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisa bivariat, dilakukan terlebih
dahulu uji normalitas, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui
sebaran data normal atau tidak. Apabila jumlah sampel <50
maka uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dan apabila >50
maka menggunakan uji normalitas kolmogorov sminor dengan
tingkat kepercayaan 95 % (Dahlan, 2010). Apabila nilai p <0,05
maka distribusi datanya tidak normal, jika nilai p >0,05 maka data
tersebut berdistribusi normal.
2) Uji 2 kelompok
33

Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya adalah


menganalisa kemampuan kognitif sebelum dan sesudah
intervensi pada kelompok perlakuandiet rendah glukosa dan
kelompok kontrol dengan menggunakan uji paired t-test apabila
data berdistribusi normal. Bila tidak berdistribusi normal
digunakan uji non parametric wilcaxon-test. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya Pengaruh pengaruhdiet rendah
purin terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus.
Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya
p>0,05, maka tidak ada pengaruh yang signifikan dan jika p<0,05
maka ada pengaruh yang signifikan (Dahlan, 2010).

3) Analisa tidak berpasangan


Setelah dilakukan uji komparasi dengan paired t-test pada
masing-masing kelompok, kemudian dilakukan uji independen
untuk membandingkan perbedaan pengaruh antara kelompok
perlakuan (diit rendah glukosa) dengan kelompok control tanpa
perlakuan terhadap kemampuan kognitif pasien diabetes
mellitus. Apabila distribusi data normal maka menggunakan uji
independent sampel t-test, jika distribusi data tidak normal maka
menggunakan mann whitney test. Batas kemaknaan yang
digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya p >0,05, tidak ada
perbedaan yang signifikan dan jika <0,05 maka terdapat
perbedaan
9. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan dengan di awal survey awal/studi pendahuluan
yang dilakukan pada bulan januari 2020. Dilanjutkan dengan proses
penyusunan proposal yang ditargetkan siap untuk di ujikan pada bulan
juli 2020. Setelah proposal disetujui maka dilanjutkan dengan proses
penelitian dan menyusun hasil penelitian yang direncanakan akan
memakan waktu dari bulan November 2020.
34

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia.
Jakarta: EGC, 44-54.2011
Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi: Obesitas, Diabetes Melitus, & Dislipidemia:
Konsep, teori dan penanganan aplikatif. Jakarta: EGC. 2014
Aprahamian I. et al. The Clock Drawing Test. A Review of its accuracy in
screening for Dementia. Dementia & Neuropsychologia. 2014
Bilous. Buku Pegangan Diabetes Edisi Ke 4. Jakarta : Bumi Medik. 2012
Bustan. Manajemen pengendalian penyakit tidak menular. Jakarta : Rineka
Cipta. 2015
Brunner and Suddath. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC. 2013
Dahlan. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam. Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. 2010.
Ermalena. Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia. 2017
Efendi. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2019
Hidayat. Metodologi penelitian keperawatan dan kesehatan.Jakarta.Salemba
medika. 2017
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan.
Kualitatif). Jakarta: GP Press.. 2013
Lestari. Hidup Sehat Tanpa Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Monce Publisher.
2012
Nursalam. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jilid I.
Jakarta : Salemba Medika.2012
Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.2010
Phitri dan Widiyaningsih. Hubungan Antara Sikap dan Pengetahuan Penderita
Diabetes Melitus dengan kepatuhan Diabetes Mellitus di RSUD Am.
Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah. 2013
Perkeni. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta. 2015
35

Sukraniti dan Ambartana. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Perubahan Kadar


Gula Darah Berdasarkan Pengetahuan dan Kepatuhan Diet Penderita
Diabetes Melitus di Poliklinik Gizi RSUD KAbupaten Karangasem. Jurnal
Ilmu Gizi, Volume 2, No 2. 2011
Susilo dan Wulan. Diet Sehat Untuk Penderita Diabetes Melitus. Yogyakarta.
2011
Syamsiyah N. Berdamai dengan Diabetes, Bumi Medika, Jakarta. 2017
Samosir J. Profil Peresepan Penggunaan Obat Anti Diabetes Melitus Pada
Pasien Rawat Jalan di RSUD Dr. Pringadi Kota Medan. Laporan Tugas
Akhir. Program Diploma III Poltekkes Kemenkes Medan Jurusan Farmas.
2018
Salim. Perbedaan length of stay pasien diabetes mellitus berdasarkan komplikasi
di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 2014
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. EGC, Jakarta.2014
Sujarweni. Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Setiadi. onsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Cetakan Pertama. Graha.
Ilmu: Yogyakarta.2017
Sustrani. Diabetes. Jakarta . PT Gramedia Pustaka. 2010
Suyono. Penatalaksanaan Diaebetes Melitus Terpadu. Jakarta :Balai Penerbit
FKUI. 2012
Tandra. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. 2017
Thomas. Locus of control among diabetic and non diabetic patient. A
Comparative study
Tjokroprawiro. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2016
Waspadji. Petunjuk Praktis Bagi Penyandang Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Wreksoatmodjo. Beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan faktor
risiko gangguan fungsi kognitif. 2014
Zulsita. Pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti
Wredha Karya Asih Monginsidi Medan
36

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada,
Yth. Calon Responden Penelitian
Di Puskesmas Geyer 1

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nuryati

Nim : 112019030629

Merupakan mahasiswi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus


yang bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “pengaruhdiet
rendah glukosa pasien diabetes mellitus terhadap kemampuan kognitif pasien
diabetes mellitus anggota prolanis di Puskesmas Geyer 1” sebagai syarat
kelulusan.

Peneliti ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai
calon responden. Kerahasiaan serta informasi yang akan diberikan akan dijaga
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara tidak bersedia
menjadi responden, maka saudara diperbolehkan menolak menjadi responden
penelitian. Apabila saudara menyetujui, maka saya mohon untuk dapat
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

Hormat saya,

Nuryati
37

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
Umur :
Kelas` :
Menyatakan bersedia menjadi informan penelitian dari :
Nama : Nuryati

Nim : 112019030629

Judul : pengaruhdiet rendah glukosa pasien diabetes mellitus terhadap


kemampuan kognitif pasien diabetes mellitus anggota prolanis di Puskesmas
Geyer 1

Persetujuan ini saya berikan secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak
manapun. Saya telah diberikan penjelasan mengenai penelitian dan saya telah
diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti.
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya akan menjawab semua pertanyaan
dengan sejujur-jujurnya.

Geyer, ………………. 2020


Responden

(…………………………………)
38

MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)


Nama Pasien:………………..
(Lk / Pr ) Umur:………………Pendidikan……...........……Pekerjaan:........…………

Nilai Nilai
Tes maks.
Item

ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 ---
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 ---
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 3 ---
1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai
1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 ---
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik
kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 ---
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 ---
( pensil, arloji)
7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan atau 1 ---
tetapi ”
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan 3 ---
tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah 1 ---
tangan kiri anda”
39

10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 ---


11 Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 ---
---
Skor total 30

Pedoman Skor kognitif global (secara umum):


Nilai: 24 -30: normal
Nilai: 17-23 :probable gangguan kognitif
Nilai: 0-16:definite gangguan kognitif
Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat
pendidikan dan usia responden
Alat bantu periksa:
Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus dibaca dan gambar
yang harus ditiru / disalin.
40

LAMPIRAN

SOP DIET DIABETES MELLITUS

1. Pengertian Diet diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan bagi


penderita diabetes melitus berdasarkan jumlah, jenis dajn jadwal
0emberian makanan.

2. Tujuan 1. Mengendalikan kadar gula darah sampai batas normal.


2. Menurunkan gula dalam air seni menjadi negatif.
3. Mencapai BB normal.
4. Dapat melakukan pekerjaan seharai-hari seperti orang
normal.

3. Kebijakan Menjaga keseimbangandiet penderita DM agar tidak terjadi


hypoglikemi atau hyperglikemi

4. Raferensi a. Sunita Almatsier 2013 Buku Penuntun Diet .Jakarta


b. Munif.2012.Diet Pada Diabetes Mellitus.Yogyakarta
c. Dinkes.2015. Leaflet diet Diabetes Melitus. Propinsi Riau

5. Prosedur /
langkah –
langkah 1. Anamnesa
Menanyakan sering keringat dingin.
Menanyakan apakah kadang terasa gemetar.
Menanyakan sering pusing-pusing dan mata
berkunang-kunang.
Menanyakan ulu hati terasa perih.
Menanyakan kebiasaan makan sehari-hari.
Membiarkan penderita bercerita.
Mencatat dalam buku register.
2. Therapi
Menerangkan caradiet 3 x makanan pokok dan 3x
makanan selingan.
Bahan makanan yang diperbolehkan dan yang
tidak boleh
Membatasi penggunaan karbohidrat.
Menghindari gula pasir dan gula merah.
Jenis sayuran yang diperbolehkan.
41

Menerangkan Pengelolaan penyakit Diabetes.


Diet.
Obat anti Diabetik.
Olah raga.
Perlu diperhatikan.
Penderita dianjurkan membawa permen untuk
mengatasi hipoglikemia.
Dianjurkan olah raga secara teratur, dilakukan 3
– 4 x seminggu.

6. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai