Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I

NERACA MASSA DAN ENERGI PADA UNIT EVAPORASI

Dosen Pembimbing:
Dra. Yusnimar, M.Si, M. Phill

Disusun Oleh :

Kelompok : V (Lima)
Kelas :B
Nama Kelompok : 1. Fredy Sitohang ( 1407034197 )
2. Mitha Arwandi ( 1407034121 )
3. Yossy Afrilla ( 1407038697 )

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
ABSTRAK

Proses evaporasi adalah proses pemisahan pelarut larutan induknya dengan


cara penguapan. Proses evaporasi dilakukan untuk mendapatkan larutan yang lebih
pekat dari larutan encernya. Umumnya proses evaporasi didasarkan pada proses
pemanasan, dimana suhulah yang menjadi patokannya. Tujuan pada percobaan ini
adalah menyusun neraca massa total pada unit evaporator, menghitung efisiensi kinerja
rotary evaporator, dan menentukan kadar alkohol sebelum dan sesudah di evaporasi
dengan alkoholmeter. Pada percobaan zat yang akan dipekatkan adalah larutan alkohol
dengan variasi kecepatan alir air pendingin yang secara berturut-turut yaitu 300
ml/menit, 400 ml/menit, dan 500 ml/menit. Banyaknya komponen yang masuk (input)
untuk kecepatan alir air pendingin dari 300 ml/menit, 400 ml/menit, dan 500 ml/menit
secara berturut-turut adalah 11400 ml, 13100ml, 14300ml sedangkan untuk komponen
yang keluar secara berturut-turut adalah 11030ml, 12780ml, dan 14020ml. Efisiensi
kerja dari alat untuk setiap kecepatan alir air pendingin secara berturut-turut adalah
96,7%, 97,5% dan 98%.

Kata kunci : efisiensi kerja, evaporasi, input, konsentrasi, dan output.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan pustaka


Proses Evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses
penguapan dari padatan ( zat terlarut ) yang tidak volatil ( tidak mudah menguap ).
Inti dari proses ini adalah terjadinya perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa
uap, suatu proses yang membutuhkan energi yang relatif besar. Evaporasi
dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya,
sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap
yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan
jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan
komponenkomponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang
dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang.

1.1.1 Karakteristik Zat Cair yang di Evaporasikan


Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh
karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting dari zat
cair yang dievaporasikan :
1. Konsentrasi
Walaupun cairan encer diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup
encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya
meningkat, larutan itu akan makin bersifat individual. Densitas dan viskositasnya
meningkat bersamaan dengan kandungan zat padatnya, hingga larutan itu menjadi
jenuh, atau jika tidak, menjadi terlalu lamban sehingga tidak dapat melakukan
perpindahan kalor yang memadai. Jika zat cair jenuh dididihkan terus, maka akan
terjadi pembentukan kristal, dan kristal ini harus dipisahakan karena bisa
menyebabkan tabung evaporator tersumbat. Titik didih larutanpun dapat
meningkat dengan sangat bila kandungan zat padatnya bertambah, sehingga suhu
didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan
yang sama.
2. Pembentukan Busa
Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat-zat organik, membusa ( foam )
pada waktu diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap,
dan menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa-ikut. Dalam hal-hal yang
ekstrem, keseluruhan massa zat cair itu mungkin meluap ke dalam saluran uap
keluar dan terbuang.

3. Kepekaan Terhadap Suhu


Beberapa bahan kimia berharga, bahan kimia farmasi dan bahan makanan
dapat rusak bila dipanaskan pada suhu sedang selama waktu yang singkat saja.
Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan teknik khusus
untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu pemanasan.

4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan kerak pada permukaan pemanasan.
Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh makin lama makin berkurang, sampai
akhirnya operasi evaporator terpaksa dihentikan untuk membersihkannya. Bila
kerak itu keras dan tak dapat larut, pembersihan itu tidak mudah dan memakan
biaya.

5. Bahan Konstruksi
Bilamana mungkin, evaporator itu dibuat dari baja. Akan tetapi, banyak
larutan yang merusak bahan-bahan besi, atau menjadi terkontaminasi oleh bahan
itu. Karena itu digunakan juga bahan-bahan kondtruksi khusus, seperti tembaga,
nikel, baja tahan karat, aluminium, grafit tak tembus dan timbal. Oleh karena
bahan-bahan ini relatif mahal, maka laju perpindahan kalor harus harus tinggi agar
dapat menurunkan biaya pokok peralatan.
Oleh karena adanya variasi dalam sifat-sifat zat cair, maka
dikembangkanlah berbagai jenis rancang evaporator. Evaporator mana yang
dipilih untuk suatu masalah tertentu bergantung terutama pada karakteristik zat
cair itu.
1.1.2 Metode pada Evaporator
Ada dua metode pada evaporator yaitu :
1. Operasi efek Tunggal ( single-effect evaporation )
Hanya menggunakan satu evaporator dimana uap dari zat cair yang
mendidih dikondensasikan dan dibuang. Walaupun sederhana, nemun proses ini
tidak efektif dalam penggunaan uap.

2. Operasi Efek Berganda ( multiple-effect evaporation )


Metode yang umum digunakan untuk meningkatkan evaporasi perpon uap
dengan menggunakan sederetan evaporator antara penyediaan uap dan kondensor.
Jika uap dari satu evaporator dimasukkan ke dalam rongga uap ( steam chest )
evaporator kedua, dan uap dari evaporator kedua dimasukkan ke dalam
kondensor, maka operasi itu akan menjadi efek dua kali atau efek dua ( doubble-
effect ). Kalor dari uap yang semula digunakan lagi dalm efek yang kedua dan
evaporasi yang didapatkan oleh satu satuan massa uap yang diumpankan kedalam
efek pertama menjadi hampir lipat dua. Efek ini dapat ditambah lagi dengan cara
yang sama.
Untuk bisa memahami proses evaporasi ini, maka diperlukan pengetahuan
dasar tentang neraca massa dan neraca energi untuk proses dengan perubahan
fasa. Salah satu alat yang menggunakan prinsip ini adalah alat pembuat aquades
(auto still). Pada pembuatan aquades ini, air ( pelarut ) dipisahkan dengan dari
padatan pengotornya ( Padatan pengotor tidak volatil ) dengan proses penguapan.
Pada praktikum ini penekanannya pada pengguaan neraca massa dan neraca
energi untuk mengetahui performance dari suatu unit operasi, dan mendapatkan
kondisi optimal proses.

Neraca Massa ( keadaan steady ) adalah


Kecepatan massa masuk – Kecepatan massa keluar = 0

Neraca Energi ( keadaan steady ) adalah


Kecepatan panas masuk – Kecepatan panas keluar = 0
Entalpi ( H )
Isi panas dari satu satuan massa bahan dibandingkan dengan isi panas dari bahan
tersebut pada suhu referensinya.

Entalpi Cair pada suhu T ( hl pada T )


Hl = Panas Sensibel
= Cp1( T – TR )

Entalpi Uap pada suhu T ( HV pada T )


HV = Panas Sensibel Cair - Panas Laten (Panas Penguapan) + Panas Sensibel
uap
= Cp1 ( Tb – TR ) – λ . CpV ( T – Tb )

hl = entalpi spesifik keadaan cair  KJ 


 Kg 

HV = entalpi spesifik keadan uap

Cp1 = kapasitas panas bahan dalam keadan cair KJ , untuk air = 4,182 KJ
0 0
Kg C Kg C

CpV = kapasitas panas bahan dalam keadan uap KJ , untuk uap air suhu
Kg0 C

menengah = 1,185 KJ
0
Kg C

T = suhu bahan dalam ( °C )


TR = suhu referensi, pada “steam table” digunakan 0 °C
Tb = titik didih bahan ( °C )
Λ = panas laten / panas penguapan bahan, untuk air pada suhu 100 °C =
2260,16 KJ
Kg

Neraca Massa Total Keadaan Steady State


Kecepatan Massa Masuk = Kecepatan Massa Keluar
FT = O + D……………………………………….( 1 )
Neraca Energi Total Keadaan Steady State
Kecepatan Panas Masuk = Kecepatan Panas Keluar
Panas dibawa pendingin + Panas dari Heater = Panas dibawa Over Flow + Panas
dibawa Distilat – Panas hilang ke lingkungan.
FT . Cp1 ( TFT – TR ) + Q = O . Cp1 ( TO – TR ) + D . Cp1 ( TD – TR ) + Qloss …( 2 )

Neraca Energi di Pendingin


Panas dibawa air pendingin masuk + Panas dibawa uap masuk = Panas dibawa
Distilat keluar + Panas dibawa air pendingin keluar.
FT . Cp1 ( TFT – TR ) + V. HV = D . Cp1 ( TD – TR ) + ( O + FB ) . Cp1 . ( TO – TR )
Karena FB = V = D
O + FB = O + D = FT
FT . Cp1 ( TFT – TR ) + V. HV = D . Cp1 ( TD – TR ) + FT. Cp1 . ( TO – TR ) …..( 3 )

Neraca Energi di Boiler


Panas dari Heater = Panas dibawa Uap + Panas hilang ke lingkungan
Q = V . HV + Qloss, karena V = D, maka
Q = D . HV + Qloss ……..……………………..( 4 )
HV = Cp1 . ( Tb – TR ) + λ + CpV . ( T – Tb ), karena T = Tb = 100 °C
HV = Cp1 . ( 100 – TR ) + λ .……..……………….( 5 )

1.1.3 Faktor-faktor yang mempercepat proses evaporasi


Bagi pakar hidrology, kehilangan air akibat evaporasi biasanya dilihat dari
dua sisi. Pertama, evaporasi dari permukaan (Eo) yaitu penguapan air langsung
dari danau, sungai dan badan air lainnya. Kedua, kehilangan air melalui vegetasi
oleh proses-proses intersepsi dan transpirasi.
1. Radiasi matahari
Sebagian radiasi gelombang pendek ( shortwave radiation ) matahari akan
diubah menjadi energi panas di didalam tanaman, air dan tanah. Energi panas
tersebut akan menghangatkan udara di sekitarnya. Panas yang dipakai untuk
menghangatkan partikel – partikel berbagai material di udara tanpa mengubah
bentuk partikel dinamakan panas – tampak ( sensible heat ). Sebagian energi
matahari diubah menjadi tenaga mekanik. Tenaga mekanik ini akan menyebabkan
perputaran udara dan uap di atas permukaan tanah. Hal ini menyebabkan udara di
atas permukaan tanah jenuh, sehingga mempertahankan tekanan uap air yang
tinggi pada permukaan bidang evaporasi.

2. Ketersediaan air
Melibatkan jumlah air yang ada dan juga persedian air yang siap untuk
terjadinya evaporasi. Permukaan bidang evaporasi yang kasar akan memberikan
laju evaporasi lebih tinggi daripada bidang permukaan rata karena pada bidang
permukaan kasar besarnya turbulent meningkat.

3. Kelembapan udara
Jika kelembapan udara kurang, berarti udara sekitar kering. Semakin kering
udara (sedikitnya kandungan uap air di dalam udara) semakin cepat evaporasi
terjadi. Contohnya, tetesan air yang berada di kepingan gelas di ruang terbuka
lebih cepat terevaporasi lebih cepat daripada tetesan air di dalam botol gelas. Hal
ini menjelaskan mengapa pakaian lebih cepat kering di daerah kelembapan
udaranya rendah.

4. Tekanan
Semakin besar tekanan yang dialami semakin lambat evaporasi terjadi.
Pada tetesan air yang berada di gelas botol yang udaranya telah dikosongkan
(tekanan udara berkurang), maka akan cepat terevaporasi.

5. Gerakan udara
Pakaian akan lebih cepat kering ketika berada di ruang yang sirkulasi udara
atau angin lancar karena membantu pergerakan molekul air. Hal ini sama saja
dengan mengurangi kelembapan udara.

6. Sifat cairan
Cairan dengan titik didih yang rendah terevaporasi lebih cepat daripada
cairan yang titik didihnya besar. Contoh, raksa dengan titik didih 357°C lebih
susah terevapporasi daripada eter yang titik didihnya 35°C.
1.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Evaporasi
1. Panas
Panas diperlukan untuk berlangsungnya perubahan bentuk dari zat cair ke
zat gas dan secara alamiah matahari menjadi sumber energy panas.

2. Suhu Udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi dan tanah)


dan energi panas matahari
Makin tinggi suhu udara di atas permukaan bidang pengupan, makin
mudah terjadi perubahan bentuk dari zat cair menjadi zat gas. Dengan demikian,
laju evapotranspirasi menjadi lebih besar di daerah tropic daripada daerah
beriklim sedang. Perbedaan laju evapotranspirasi yang sama juga dijumpai di
daerah tropic pada musim kering dan musim basah.

3. Kapasitas kadar air dalam udara


Kapasitas kadar air dalam udara secara langsung dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya suhu di tempat tersebut. Beasarnya kadar air dalam udara di suatu
tempat tersebut. Proses evaporasi tergantung pada deficit tekanan uap jenuh air,
Dvp,( saturated vapour pressure deficit ) di udara atau jumlah uap air yang dapat
diserap oleh udara sebelum udara tersebut menjadi jenuh. Sehingga, evaporasi
lebih banyak di daerah pedalaman karena kondisi udara cenderung lebih kering
daripada di daerah pantai yang lembab karena penguapan dari permukaan air laut.

4. Kecepatan angin
Ketika pengupan berlangsung, udara di atas permukaan bidang penguapan
secara bertahap menjadi lembab, sampai pada tahap ketika udara menjadi jenuh
dan tidak mampu menampung uap air lagi. Pada tahap ini, udara jenuh di atas
permukaan bidang tersebut akan berpindah ke tempat lain akibat beda tekanan dan
kerapatan udara, dan demikian, proses penguapan air dari bidang penguapan
tersebut akan berlangsung secara terus – menerus. Hal ini terjadi karena adanya
pergantian udara lembab oleh udara yang lebih kering atau gerakan massa udara
dari tempat dengan tekanan udara lebih tinggi ke tempat dengan tekanan udara
lebih rendah ( proses adveksi ) dalam hal ini kecepatan angin di atas permukaan
bidang penguapan sangat penting. Penguapan air di daerah lapang lebih besar dari
daerah dengan banyak naungan karena di daerah lapang perpindahan udara
menjadi lebih bebas.

5. Bidang permukaan
Secara alamiah bidang permukaan penguapan akan mempengaruhi proses
evoporasi melalui perubahan pola perilaku angin. Pada bidang permukaan yang
kasar atau tidak beraturan, kecepatan angin akan berkurang oleh adanya proses
gesekan. Tapi, pada tingkat tertentu, permukaan bidang penguapan yang kasar
juga dapat gerakan angin berputar ( turbulent ) yang dapat memperbesar
evaporasi. Pada bidang permukaan air yang luas, angin kencang juga dapat
menimbulkan gelombang air besar dan dapat mempercepat terjadinya
evopotranspirasi.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan antara lain:
1. Menentukan dan menyiapkan alcohol dengan kadar tertentu sesuai dengan
penugasan.
2. Mengoperasikan alat Rotary Evaporator Buchi R200
3. Menyusun neraca massa total pada unit evaporasi tersebut.
4. Menghitung efisiensi kinerja Rotary Evaporator Buchi R200 yang
digunakan.
5. Menentukan kadar alcohol sebelum dan setelah dievaporasi dengan
alkoholmeter.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah : air keran, aquadest, dan
alkohol 8%.

2.2 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah : alkoholmeter, gelas
beaker 500 ml dan 1 liter, labu ukur 1 liter, gelas ukur 100 ml, stopwatch, pipet
tetes, dan rotary vacuum evaporator.

2.3 Rangkaian Alat

1 7
4 2

Gambar 2.1 Rotary vacuum Evaporator


Keterangan Gambar :
1. Selang air masuk 5. Kondensor
2. Selang air keluar 6. Labu destilat
3. Selang vakum 7. Labu sampel
4. Pompa Vakum 8. Heater (pemanas)
2.4 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan neraca massa pada unit evaporasi ini adalah :
1. Alat dirangkai sesuai dengan gambar skema alat.
2. Alkohol 8% sebanyak 1000ml dibuat dengan pengenceran menggunakan
alcohol 96% yang tersedia di laboratorium.
3. Alkohol 8% diambil sebanyak 100ml untuk menentukan kadar alcohol
dengan menggunakan alat alkoholmeter.
4. Kecepatan alir air pendingin diatur dengan memutar kran sehingga
didapatkan debit alir air pendinginnya 300ml/menit.
5. Alkohol 8% sebanyak 300ml dimasukkan kedalam labu alas bulat.
6. Suhu diatur sebesar 80oC dari boiler.
7. Waktu dicatat saat pertama kali destilat menetes sampai hasil destilat
tekumpul sebanyak 100ml. Perhitungan waktu dimulai saat pertama kali
destilat menetes.
8. Hasil destilat yang diperoleh dihitung kadar alkoholnya menggunakan
alkoholmeter.
9. Prosedur percobaan diatas diulangi untuk debit alir air pendingin
400ml/menit dan 500ml/menit.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan data hasil percobaan
yang disajikan dalam bentuk tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan

Kecepatan alir (ml/detik) Waktu


Kadar
Kadar destilat
alcohol
Alkohol Air Air sampai
No Volume (setelah di
(sebelum di pendingin pendingin terkumpul
Distilat evaporasi)
Evaporasi) masuk keluar 100 ml
(ml) (%)
(ml/menit) (ml/menit) (menit)

1. 8% 300 290 100 ml 37 menit 16%

2. 8% 400 390 100 ml 32 menit 18%

3. 8% 500 490 100 ml 28 menit 20%

Pada tabel 3.1. diatas dapat dilihat bahwa semakin besar kecepatan alir air
pendingin masuk, maka akan semakin cepat waktu destilat yang diperoleh dan
semakin besar kadar alcohol yang diperoleh setelah evaporasi. Kadar alcohol yang
terbesar adalah 20% yaitu dari kecepatan alir air pendingin 500 ml/menit
sedangkan kadar alcohol yang terkecil adalah 16% dari kecepatan alir air
pendingin 300 ml/menit.
Waktu untuk destilat pertama kali menetes juga berbeda untuk setiap
variasi kecepatan alir air yang diumpankan. Dari data tebel 3.1 diatas dapat
diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil destilat
sebanyak 100 ml semakin cepat seiring dengan semakin besarnya kecepatan alir
air nya.
Air dingin yang dimasukkan kedalam kondensor dibuat tetap pada laju 300
ml/menit, 400 ml/menit, dan 500 ml/menit dan untuk air pendingin yang keluar
(overflow) memilki laju yang berbeda dari air pendingin yang masuk. Hal ini
disebabkan karena ketika proses kondensasi, air yang digunakan untuk
mendinginkan membentuk gelembung dalam jumlah yang sedikit akibat adanya
panas yang berpindah dari uap yang dikondensasikan sehingga laju alir yang
keluar menjadi berkurang dari laju alir yang masuk.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Neraca Massa pada Kecepatan Alir Air 300ml/menit
Neraca massa dari setiap variasi kecepatan aliran air umpan memiliki nilai
yang berbeda-beda, baik input maupun output. Neraca massa untuk larutan
alkohol 8% dengan kecepatan alir air 300 ml/menit disajikan dalam bentuk tabel
3.2.1 dibawah ini.
Tabel 3.2.1 Data neraca massa total pada Proses Evaporasi dengan kecepatan alir
air 300ml/menit (larutan alcohol 8%)
Komponen Input (ml) Output (ml)

Sampel 300 200

Destilat - 100

Air Pendingin 300 x 37 = 11100 290 x 37 = 10730

Total 11400 11030

Efisiensi kerja

Berdasarkan tabel 3.2.1 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alkohol 8% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah
11400ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil
dari proses evaporasi adalah 11030ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan
output inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator.
Efisiensi kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 96,7%, dan menunjukkan
hasil kerja alat yang memuaskan. Ketidaksamaan nilai output dan input juga
mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan, seperti dalam pengukuran laju
alir yang kurang teliti, pengukuran zat hasil destilat dan lain sebagaimana. Namun
perbedaan yang tidak cukup jauh antara input dan output menyatakan bahwa error
dalam percobaan tidak terlalu besar.

3.2.2 Neraca Massa pada Kecepatan Alir Air 400ml/menit


Neraca massa untuk larutan alkohol 8% dengan kecepatan alir air
400ml/menit disajikan dalam bentuk tabel 3.2.2 dibawah ini.
Tabel 3.2.2 Data neraca massa total pada Proses Evaporasi dengan kecepatan alir
air 400ml/menit (larutan alcohol 8%)
Komponen Input (ml) Output (ml)

Sampel 300 200

Destilat - 100

Air Pendingin 400 x 32 = 12800 390 x 32 = 12480

Total 13100 12780

Efisiensi kerja x 100% = 97,5 %

Berdasarkan tabel 3.2.2 diatas dapat diketahui banyaknya komponen yang


masuk kedalam proses evaporasi dan yang begitu pula yang keluar. Komponen
yang masuk (input) sebanyak 13100ml sedangkan yang keluar (output) sebesar
12780ml. Perbedaan nilai antara banyaknya komponen masuk dan keluar pada
larutan alkohol 8% dengan kecepatan alir air 400 ml/menit memiliki jarak yang
lebih besar dibandingkan dengan larutan alkohol 8% pada kecepatan 300
ml/menit. Efisiensi kerja alat untuk run yang kedua ini bernilai lebih besar
dibandingkan efisiensi kerja pada run yang pertama, efisiensi kerja untuk run
yang kedua adalah 97,5%.

3.2.3 Neraca Massa pada Kecepatan Alir Air 500ml/menit


Neraca massa untuk larutan alkohol 8% pada kecepatan alir air
500ml/menit yang diumpankan kedalam proses evaporasi disajikan dalam bentuk
tabel diawah ini.
Tabel 3.2.3 Data neraca massa total pada Proses Evaporasi dengan kecepatan alir
air 500ml/menit (larutan alcohol 8%)
Komponen Input (ml) Output (ml)

Sampel 300 200

Destilat - 100

Air Pendingin 500 x 28 = 14000 490 x 28 = 13720

Total 14300 14020

Efisiensi kerja=

Berdasarkan tabel 3.2.3 diatas dapat diketahui bahwa banyaknya


komponen input dan output memiliki perbedaan yang cukup jauh. Banyaknya
komponen yang masuk adalah 14020ml sedangkan yang keluar adalah 14300ml.
Selisih antara keduanya adalah 280ml. Efisiensi kerja dari alat untuk run yang
ketiga ini adalah 98%, dan efisiensi ini adalah yang terbesar dari percobaan.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Hasil evaporasi menghasilkan larutan yang lebih pekat, Larutan alkohol


8% dengan kecepatan alir air 300 ml/menit, 400ml/menit dan 500ml/menit
yang diumpankan menghasilkan destilat dengan konsentrasi alkohol
berturut-turut adalah 16%, 18%, dan 20%
2. Efisiensi kerja pada larutan alcohol 8% dengan kecepatan alir air
300ml/menit, 400ml/menit, dan 500ml/menit secara berturut-turut adalah
96,7% , 97,5% dan 98%
3. Semakin besar kecepatan alir air maka semakin maka semakin cepat waktu
yang diperlukan untuk destilat pertama kali menetes dan semakin banyak
kadar alcohol yang dihasilkan setelah evaporasi. Berdasarkan percobaan,
waktu yang diperoleh untuk mendapatkan kadar alcohol dengan kecepatan
alir air 300 ml/menit, 400ml/menit, dan 500ml/menit adalah 37menit,
32menit, dan 28menit.
DAFTAR PUSTAKA

Dunan, Hendri. 2009. Proses Evaporasi. Surabaya : Edublogs.

Tim Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D3 Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau 2013. Penuntun Praktikum
Dasar-Dasar Proses I. Pekanbaru : Laboratorium Dasar Proses dan
Operasi Pabrik Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Riau.

McCabe, W.L, dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
LAMPIRAN A

LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Penentuan Neraca Massa dan Energi pada Unit


Evaporasi

Hari/Tanggal Praktikum : Senin / 2 Oktober 2015

Pembimbing : Dra. Yusnimar, M.Si, M. Phill

Asisten Laboratorium : Ahmad Dedi F

Nama Kelompok VII : Fredy sitohang

Mitha Arwandi

Yossy Afrilla

A. Data Hasil Percobaan

Data hasil percobaan penentuan neraca massa pada unit evaporasi dapat
dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :

Tabel A.1. Data Percobaan 1

Debit Air Pendingin Suhu Volume


Kadar
NO Masuk Keluar
Alkohol Masuk Keluar Masuk Keluar
(ml/menit) (ml/menit) (0C) (0C) (ml) (ml)

1. 1% 250 247.3 80 28 500 88.5

2. 2% 250 247.2 80 28 500 93

3. 3% 250 240.2 80 28 500 100


Tabel A.2. Data Percobaan 2

Kadar Alkohol Waktu Tetesan Waktu Tetesan


NO Pertama Destilat Terakhir Destilat
Maasuk Keluar
(menit) (menit)

1 1% 3% 3.24 23.24

2 2% 4% 3.05 23.05

3 3% 6% 2.18 22.18

Pekanbaru, 2 Oktober 2015

Asisten Labor,

Ahmad Dedi F
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

A. PEMBUATAN LARUTAN
1. Pembuatan Alkohol 8% Sebanyak 1000 ml

V1  N1 = V2 N2
V1 96 % = 1000 ml  8%
V1 =
V1 = 83,3 ml
Jadi, alkohol yang dibutuhkan untuk membuat alkohol 8% adalah
sebanyak 83,3 ml

B. NERACA MASSA
1. Neraca massa untuk ml/menit Larutan alkohol 8 %
Waktu destilat tidak menetes lagi 37 menit
 Destilat output = 100 ml
 Sampel input = 300 ml
 Sampel output = Sampel input – Destilat output
= 300 ml – 100 ml
= 200 ml

 Air pendingin (F) = 300 ml/menit

 Volume air pendingin = 300 ml/menit x 37 menit


= 11100 ml

 t rata-rata air pendingin keluar =


= 64,096 detik
= 1,07 menit

 Q air pendingin keluar =


= 280,4 ml/menit

 volume over flow =280,4 ml/menit × 37 menit


=10730 ml
 input = sampel input + volume over flow input
= 300 ml + 11100 ml
= 11400 ml

 output = sampel output + destilat output +volume output


= 200 ml + 100 ml + 10730 ml
= 11030

 efisiensi kerja alat = x 100%

= x 100%
= 96,7%

2. Neraca massa untuk ml/menit Larutan alkohol 8 %


Waktu destilat tidak menetes lagi 32 menit
 Destilat output = 100 ml
 Sampel input = 300 ml
 Sampel output = Sampel input – Destilat output
= 300 ml – 100 ml
= 200 ml

 Air pendingin (F) = 400 ml/menit

 Volume air pendingin = 400 ml/menit x 32 menit


= 12800 ml

 t rata-rata air pendingin keluar =


= 64,096 detik
= 1,07 menit

 Q air pendingin keluar =


= 374 ml/menit

 volume over flow =374 ml/menit × 37 menit


=12480 ml

 input = sampel input + volume over flow input


= 300 ml + 12800 ml
= 13100 ml
 output = sampel output + destilat output +volume output
= 200 ml + 100 ml + 12480ml
= 12780

 efisiensi kerja alat = x 100%

= x 100%
= 97,5%

3. Neraca massa untuk ml/menit Larutan alkohol 8 %


Waktu destilat tidak menetes lagi 28 menit
 Destilat output = 100 ml
 Sampel input = 300 ml
 Sampel output = Sampel input – Destilat output
= 300 ml – 100 ml
= 200 ml

 Air pendingin (F) = 500 ml/menit

 Volume air pendingin = 500 ml/menit x 28 menit


= 14000 ml

 t rata-rata air pendingin keluar =


= 64,096 detik
= 1,07 menit

 Q air pendingin keluar =


= 467,3 ml/menit

 volume over flow =467,3 ml/menit × 28 menit


=11020 ml

 input = sampel input + volume over flow input


= 300 ml + 14000 ml
= 14300 ml

 output = sampel output + destilat output +volume output


= 200 ml + 100 ml + 11020ml
= 14020

 efisiensi kerja alat = x 100%

= x 100%
= 98%

Anda mungkin juga menyukai