Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA

PENENTUAN NERACA MASSA TOTAL DAN


EFISIENSI PADA UNIT EVAPORASI

DISU

Dosen Pembimbing
Dra. Yusnimar, M.Si, M. Phill

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I (SATU)

ASRI AULIANI (1607036601)


FACHRI LUTHFI (1607036567)
RISTONO MT SITINJAK (1607036730)
VIVI SRIRISKA WAHYUNI (1607036668)

LABORATORIUM TEKNOLOGI
BAHAN ALAM DAN MINERAL
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
ABSTRAK

Proses evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses


penguapan dari padatan (zat pelarut) yang tidak mudah menguap. Tujuan dari
percobaan ini adalah menyiapkan alkohol dengan kadar 7%, mengoperasikan alat
Rotary Evaporator Buchi R200, menyusun neraca massa total pada unit evaporator,
menghitung efisiensi kerja Rotary Evaporator Buchi R200, dan menentukan kadar
alkohol sebelum dan setelah di evaporasi dengan alkoholmeter. Pada percobaan ini zat
yang dipekatkan adalah larutan alkohol 7%. Alkohol dievaporasi atau dipekatkan dengan
laju alir air pendingin 650 ml/menit, 750 ml/menit, dan 850 ml/menit. Setelah proses
evaporasi selesai didapatkan alhokol dengan kadar masing-masing meningkat menjadi
8%, 9%, dan 10% dari tiap-tiap laju alir air pendingin tersebut. Efisiensi kerja alat
dipengaruhi oleh kecepatan aliran dari air pendingin. Pada percobaan ini diperoleh
efisiensi kerja alat pada kecepatan alir air pendingin 650 ml/menit, 750 ml/menit, dan
850 ml/menit yaitu masing-masing sebesar 97,7%, 98%, dan 98%. Dari hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran air pendingin masuk
mempengaruhi efisiensi kerja alat dan kadar alkohol yang di dapat, dimana semakin
cepat aliran air pendingin maka semakin besar efisiensi kerja alat yang digunakan dan
semakin besar kadar alkohol yang diperoleh.

Kata Kunci: Efisiensi Kerja, Evaporasi, Input, Konsentrasi dan Output


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Teori
Evaporasi adalah salah satu metoda yang digunakan untuk pengentalan
larutan. Tujuan Evaporasi ialah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat
terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam
kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi dilaksanakan
dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair
pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah
zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan bukan zat padat.
Evaporasi berbeda dari distilasi karena disini uapnya biasanya komponen tunggal
dan walaupun uap itu merupakan campuran. Dalam proses evaporasi ini tidak ada
usaha untuk memisah-misahkannya menjadi fraksi-fraksi. Evaporasi lain dari
kristalisasi dalam hal penekanannya disini ialah pada pemekatan larutan dan
bukan pembuatan zat padat atau kristal.
Proses evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses
penguapan dari padatan (zat terlarut) yang tidak volatil (tidak mudah menguap).
Inti dari proses ini adalah terjadinya perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa
uap, suatu proses yang membutuhkan energi yang relatif besar. Evaporasi
dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya,
sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap
yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan
jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan
komponen-komponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang
dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang.
Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh
karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting dari zat
cair yang dievaporasikan antara lain: 1) Konsentrasi, 2) Pembentukan Busa, 3)
Kepekaan terhadap Suhu, 4) Kerak, 5) Bahan Konstruksi.
1. Konsentrasi
Walaupun cairan encer diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup
encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya
meningkat, larutan itu akan makin bersifat individual. Densitas dan viskositasnya
meningkat bersamaan dengan kandungan zat padatnya, hingga larutan itu menjadi
jenuh, atau jika tidak menjadi terlalu lamban sehingga tidak dapat melakukan
perpindahan kalor yang memadai. Jika zat cair jenuh dididihkan terus, maka akan
terjadi pembentukan kristal, dan kristal ini harus dipisahakan karena bisa
menyebabkan tabung evaporator tersumbat. Titik didih larutanpun dapat
meningkat dengan sangat bila kandungan zat padatnya bertambah, sehingga suhu
didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan
yang sama.
2. Pembentukan Busa
Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat-zat organik, membusa (foam) pada
waktu diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap dan
menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa-ikut. Dalam hal-hal yang ekstrim,
keseluruhan massa zat cair itu mungkin meluap ke dalam saluran uap keluar dan
terbuang.
3. Kepekaan Terhadap Suhu
Beberapa bahan kimia berharga, bahan kimia farmasi dan bahan makanan
dapat rusak bila dipanaskan pada suhu sedang selama waktu yang singkat saja.
Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan teknik khusus
untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu pemanasan.
4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan kerak pada permukaan pemanasan.
Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh makin lama makin berkurang sampai
akhirnya operasi evaporator terpaksa dihentikan untuk membersihkannya. Bila
kerak itu keras dan tak dapat larut, pembersihan itu tidak mudah dan memakan
biaya.
5. Bahan Konstruksi
Apabila evaporator dibuat dari baja, banyak larutan yang merusak bahan-
bahan besi, atau menjadi terkontaminasi oleh bahan itu. Karena itu digunakan
juga bahan-bahan kondtruksi khusus, seperti tembaga, nikel, baja tahan karat,
aluminium, grafit tak tembus dan timbal. Karena bahan-bahan ini relatif mahal,
maka laju perpindahan kalor harus harus tinggi agar dapat menurunkan biaya
pokok peralatan.

Karena adanya variasi dalam sifat-sifat zat cair, maka dikembangkanlah


berbagai jenis rancang evaporator. Evaporator mana yang dipilih untuk suatu
masalah tertentu bergantung terutama pada karakteristik zat cair itu. Ada dua
metode pada evaporator yaitu :
1. Operasi efek Tunggal (single-effect evaporation)
Hanya menggunakan satu evaporator dimana uap dari zat cair yang
mendidih dikondensasikan dan dibuang. Walaupun sederhana, nemun
proses ini tidak efektif dalam penggunaan uap.
2. Operasi Efek Berganda (multiple-effect evaporation)
Metode yang umum digunakan untuk meningkatkan evaporasi perpon uap
dengan menggunakan sederetan evaporator antara penyediaan uap dan
kondensor. Jika uap dari satu evaporator dimasukkan ke dalam rongga uap
(steam chest) evaporator kedua, dan uap dari evaporator kedua dimasukkan
ke dalam kondensor, maka operasi itu akan menjadi efek dua kali atau efek
dua (doubble-effect). Kalor dari uap yang semula digunakan lagi dalm efek
yang kedua dan evaporasi yang didapatkan oleh satu satuan massa uap yang
diumpankan ke dalam efek pertama menjadi hampir lipat dua. Efek ini dapat
ditambah lagi dengan cara yang sama.

Untuk bisa memahami proses evaporasi ini, maka diperlukan pengetahuan


dasar tentang neraca massa dan neraca energi untuk proses dengan perubahan
fasa. Salah satu alat yang menggunakan prinsip ini adalah alat pembuat aquades
(auto still). Pada pembuatan aquades ini, air (pelarut) dipisahkan dengan dari
padatan pengotornya (padatan pengotor tidak volatil) dengan proses penguapan.
Pada praktikum ini penekanannya pada pengguaan neraca massa dan neraca
energi untuk mengetahui performance dari suatu unit operasi, dan mendapatkan
kondisi optimal proses.

Neraca Massa ( keadaan steady ) adalah


Kecepatan massa masuk – Kecepatan massa keluar = 0 .................................. (1.1)

Neraca Energi ( keadaan steady ) adalah


Kecepatan panas masuk – Kecepatan panas keluar = 0 ....................................(1.2)

Entalpi ( H )
Isi panas dari satu satuan massa bahan dibandingkan dengan isi panas dari bahan
tersebut pada suhu referensinya.

Entalpi Cair pada suhu T ( hl pada T )


Hl = Panas Sensibel
= Cp1 ( T – TR ) .........................................................................................(1.3)

Entalpi Uap pada suhu T ( HV pada T )


HV = Panas Sensibel Cair – Panas Penguapan + Panas Sensibel uap
= Cp1 ( Tb – TR ) – λ . CpV ( T – Tb ) ........................................................(1.4)

Keterangan:

hl = entalpi spesifik keadaan cair  KJ 


 Kg 

HV = entalpi spesifik keadan uap  KJ 


 Kg 

Cp1 = kapasitas panas bahan dalam keadan cair KJ0 , untuk air = 4,182 KJ0
Kg C Kg C

CpV = kapasitas panas bahan dalam keadan uap KJ0


Kg C

untuk uap air suhu menengah = 1,185 KJ0


Kg C
T = suhu bahan dalam (°C)
TR = suhu referensi, pada “steam table” digunakan 0°C
Tb = titik didih bahan (°C)
λ = panas laten atau panas penguapan bahan, untuk air pada suhu 100°C =
2260,16 KJ
Kg

Neraca Massa Total Keadaan Steady State


Kecepatan Massa Masuk = Kecepatan Massa Keluar
FT = O + D …………………………………………………………………… (1.5)

Neraca Energi Total Keadaan Steady State


Kecepatan Panas Masuk = Kecepatan Panas Keluar
Panas dibawa pendingin + Panas dari Heater = Panas dibawa Over Flow + Panas
dibawa Distilat – Panas hilang ke lingkungan.
FT .Cp1 (TFT – TR) + Q = O.Cp1 (TO – TR) + D.Cp1 (TD – TR) + Qloss ..………(1.6)

Neraca Energi di Pendingin


Panas dibawa air pendingin masuk + Panas dibawa uap masuk = Panas dibawa
Distilat keluar + Panas dibawa air pendingin keluar.
FT.Cp1 (TFT – T) + V.HV = D.Cp1 (TD – TR) + (O + FB) Cp1(TO – TR) ..............(1.7)
Karena FB = V = D
O + FB = O + D = FT
FT . Cp1 (TFT – TR) + V. HV = D . Cp1 (TD – TR) + FT. Cp1 . (TO – TR) ….........(1.8)

Neraca Energi di Boiler


Panas dari Heater = Panas dibawa Uap + Panas hilang ke lingkungan
Q = V . HV + Qloss, karena V = D, maka
Q = D . HV + Qloss ………………………………………………....................(1.9)
HV = Cp1 . ( Tb – TR ) + λ + CpV . ( T – Tb ), karena T = Tb = 100 °C
Maka,
HV = Cp1 . ( 100 – TR ) + λ ……………………...………………....…….…....(1.10)
1.2 Faktor-Faktor Yang Mempercepat Proses Evaporasi
Faktor-faktor yang mempercepat proses evaporasi antara lain sebagai
berikut:
1. Suhu
Walaupun cairan bisa evaporasi di bawah suhu titik didihnya, namun
prosesnya akan cepat terjadi ketika suhu di sekeliling lebih tinggi. Hal ini
terjadi karena evaporasi menyerap kalor laten dari sekelilingnya. Dengan
demikian, semakin hangat suhu sekeliling semakin banyak jumlah kalor
yang terserap untuk mempercepat evaporasi.
2. Kelembapan udara
Jika kelembapan udara kurang, berarti udara sekitar kering. Semakin kering
udara (sedikitnya kandungan uap air di dalam udara) semakin cepat
evaporasi terjadi. Contohnya, tetesan air yang berada di kepingan gelas di
ruang terbuka lebih cepat terevaporasi lebih cepat daripada tetesan air di
dalam botol gelas. Hal ini menjelaskan mengapa pakaian lebih cepat kering
di daerah kelembapan udaranya rendah.
3. Tekanan
Semakin besar tekanan yang dialami semakin lambat evaporasi terjadi. Pada
tetesan air yang berada di gelas botol yang udaranya telah dikosongkan
(tekanan udara berkurang), maka akan cepat terevaporasi.
4. Gerakan udara
Pakaian akan lebih cepat kering ketika berada di ruang yang sirkulasi udara
atau angin lancar karena membantu pergerakan molekul air. Hal ini sama
saja dengan mengurangi kelembapan udara.
5. Sifat cairan
Cairan dengan titik didih yang rendah terevaporasi lebih cepat daripada
cairan yang titik didihnya besar. Contoh, raksa dengan titik didih 357°C
lebih susah terevapporasi daripada eter yang titik didihnya 35°C.
1.3. Tujuan Percobaan
Tujuan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengevaporasi alkohol 7%.
2. Menentukan pengaruh variasi kecepatan laju alir air pendingin terhadap kadar
alkohol encer yang dipekatkan.
3. Menghitung efisiensi kinerja Rotary Buchi R200 yang digunakan.
BAB II
METODE PERCOBAAN

2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air keran, alkohol 7%,
dan aquadest.

2.2. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkoholmeter, gelas ukur
100 ml dan 1000 ml, labu ukur 250 ml, labu leher satu 500ml, stopwatch dan
Rotary Evaporator Buchi R200.

Rangkaian alat :

Gambar 2.1 Rotary Evaporator Buchi R200


Keterangan :
1. Selang air masuk
2. Selang air keluar
3. Selang vakum
4. Vakum
5. Kondensor
6. Labu destilat
7. Labu sampel
8. Heater (pemanas)
2.3. Prosedur Percobaan
Pada percobaan ada dua prosedur yang dilakukan yaitu pengenceran alkohol
7% dalam 1000 ml larutan dan proses evaporasi pada evaporator.

2.3.1 Pembuatan Alkohol 7% sebanyak 250 ml dari Alkohol 96%


1. Alkohol 96% diambil sebanyak 18,2 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur
250 ml.
2. Ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
3. Labu ukur dikocok hingga larutan homogen.
4. Larutan dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml dan diukur kadarnya
menggunakan alkoholmeter.
2.3.1 Proses Evaporasi pada Evaporator
1. Alat Rotary Evaporator Buchi R200 sudah dipastikan dirangkai sesuai
dengan gambar.
2. Kran air pendingin dibuka, kecepatan aliran air masuk diukur dengan jalan
aliran Over Flow Input ditampung selama 1 menit, dan volumenya diukur
(V/ml) dan kran diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan kecepatan alir
650 ml/menit
3. Larutan alkohol 7% yang telah dibuat dimasukkan kedalam labu leher satu
500 ml sebanyak 250 ml.
4. Labu yang telah diisi alkohol 7% dirangkai pada alat evaporator.
5. Dihitung waktu destilat yang menetes dengan menggunakan stopwatch.
6. Kecepatan aliran air keluar diukur dengan jalan aliran Over Flow Output
ditampung selama 1 menit dan volumenya diukur (V/ml).
7. Distilat ditampung dan ditentukan kadar alkoholnya dengan alkoholmeter.
8. Percobaan diatas diulangi untuk kecepatan alir 750 ml/menit dan 850
ml/menit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Percobaan


Penentuan neraca massa dan energi pada unit evaporator, penentuan ini
dilakukan untuk memekatkan larutan alkohol 7% sebanyak 1 liter dalam keadaan
vakum pada unit evaporator dengan memvariasikan laju aliran air pendingin yang
masuk. Dari percobaan tersebut didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan Evaporasi
Kecepatan alir (ml/detik)
Kadar Waktu
Kadar
alkohol Air Air destilat
Volume alkohol
(5%) pendingin pendingin tidak
No destilat (5%)
setelah di masuk keluar menetes
(ml) setelah di
evaporasi (ml/menit) (ml/menit) (menit)
evaporasi
640 141
635 141 92 8%
1 7% 650
630 141
735 153
730 153 87 9%
2 7% 750
740 153
830 162
850 162 74 10%
3 7% 850
820 162

3.2 Pembahasan
Sebelum alkohol di evaporasi menggunakan evaporator, alkohol terlebih
dahulu di encerkan dari larutan induk yang berkonsentrasi 96% menjadi 7%
dengan cara mengambil 18.2 ml larutan alkohol di masukkan ke labu ukur 250 ml
dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Dari Tabel 3.1 dapat di lihat kadar
alkohol mengalami kenaikan setelah dimasukkan ke unit evaporator, hal ini
dikarenakan evaporator yang berfungsi untuk meningkatkan suatu sampel dari
keadaan awal. Kadar alkohol mengalami kenaikan seiring dengan besarnya
kecepatan alir air pendingin masuk, dimana semakin cepat kecepatan aliran air
pendingin maka semakin besar kadar alkohol yang dihasilkan. Pada kecepatan
aliran pendingin masuk 650 ml/menit, 750 ml/menit dan 850 ml/menit di dapatkan
kadar alkohol setelah melakukan evaporasi secara berturut–turut adalah 8%, 9%
dan 10%. Untuk hasil destilat diperoleh 141 ml, 153 ml dan 162 ml untuk setiap
kecepatan aliran air pendingin masuk dengan kadar alkohol awal 7%. Waktu
untuk destilat pertama kali menetes juga berbeda untuk setiap variasi kecepatan
laju aliran air pendingin masuk. Semakin cepat laju aliran air pendingin masuk
menghasilkan waktu destilat semakin cepat.
Pemisahan alkohol dari air oleh proses pemanasan, menggunakan perbedaan
titik didih dari suatu larutan yang tercampur, dimana larutan yang mempunyai
titik didih yang lebih rendah menguap lebih dahulu. Pada percobaan ini titik didih
alkohol lebih kecil dari pada air sehingga alkohol lebih cepat menguap dari pada
air. Alkohol yang berubah kedalam fase uap akan terkondensasi oleh aliran air
pendingin dalam kondesor. Berdasarkan Tabel 3.1 juga dapat dilihat bahwa waktu
yang diperlukan untuk destilat pertama kali menetes sudah stabil, dimana pada
kecepatan air pendingin 650 ml/menit memerlukan waktu 92 menit, kecepatan air
pendingin 750 ml/menit memerlukan waktu 87 menit dan kecepatan air pendingin
850 ml/detik memerlukan waktu 74 menit.

3.3 Neraca Massa Pada Larutan Alkohol 7% dengan Kecepatan Aliran Air
Pendingin 650 ml/menit , 750 ml/menit, dan 850 ml/menit
Neraca massa dari setiap variasi umpan memiliki nilai yang berbeda-beda,
baik input maupun output. Neraca massa untuk larutan alkohol 7% dengan
kecepatan aliran air 650 ml/menit disajikan dalam bentuk tabel 3.2 dibawah ini.
Tabel 3.2 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air
650 ml/menit
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 109
Destilat - 141
Air Pendingin Masuk 59800 -
Air Pendingin Keluar - 58420

Total 60050 58670


𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 58670
Efisiensi kerja alat = × 100% = 60050 × 100% = 97,7%
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Berdasarkan tabel 3.2 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alcohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 60050
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 58670 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 97,7%,. Hal tersebut menunjukkan
hasil kerja alat yang memuaskan. Ketidaksamaan nilai output dan input juga
mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan, seperti dalam pengukuran laju
alir yang kurang teliti, pengukuran zat hasil destilat dan lain sebagainya. Namun
perbedaan yang tidak cukup jauh antara input dan output menyatakan bahwa
kesalahan dalam percobaan tidak terlalu besar.

Tabel 3.3 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air 750
ml/menit
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 97
Destilat - 153
Air Pendingin Masuk 65250 -
Air Pendingin Keluar - 63945

Total 65500 64195

𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 64195
Efisiensi kerja alat = × 100% = 65500 × 100% = 98%
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alcohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 65500
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 64195 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 98%.
Tabel 3.4 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air
850ml/detik
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 88
Destilat - 162
Air Pendingin Masuk 62900 -
Air Pendingin Keluar - 61642

Total 63150 61892

𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 61892
Efisiensi kerja alat = × 100% = 63150 × 100% = 98%
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alkohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 63150
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 61892 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 98%,.
Dari percobaan dapat diketahui bahwa semakin besar kecepatan alir masuk,
maka semakin besar pula konsentrasi alkohol yang dihasilkan, semakin cepat
waktu yang dibutuhkan dan semakin besar pula efisiensi kerja dari alat
evaporator.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar alkohol awal adalah 7%, setelah dipekatkan dalam unit evaporasi
dengan menggunakan variasi laju aliran air pendingin masuk yaitu 650
ml/menit, 750 ml/menit, dan 850 ml/menit didapatkan kadar alkohol
meningkat menjadi 8%, 9%, dan 10%.
2. Kecepatan aliran air pendingin masuk mempengaruhi kadar alkohol yang di
dapat, dimana semakin cepat aliran air pendingin maka semakin besar kadar
alkohol yang diperoleh.
3. Efisiensi kerja alat dipengaruhi kecepatan aliran air pendingin. Efisiensi
terendah adalah 97,7% pada kecepatan aliran air pendingin 650 ml/menit
dan efisiensi tertinggi adalah 98% pada kecepatan aliran air pendingin 750
ml/menit dan 850 ml/menit.

4.2. Saran
Saat pengenceran alkohol sebaiknya lebih teliti agar saat diperiksa
menggunakan alkoholmeter kadar yang didapatkan tepat dan pada saat proses
evaporasi sebaiknya dimulai saat vakum mulai dihidupkan sehingga waktu
destilat pertama menetes di setiap variasi percobaan stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Brennan, J. G. 1969. Operasi Teknik Kimia Jilid I. Jakarta : Erlangga

Fellow, P. 1990. Operasi Teknik Kimia. Jakarta : Erlangga

McCabe L. 1985. Operasi Teknik Kimia Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Penentuan Neraca Massa Total dan Efisiensi pada


Unit Evaporasi
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 6 November 2017
Pembimbing : Dra. Yusnimar, M.Si, M. Phill
Kelompok : I (Satu)
Nama Kelompok : 1. Asri Auliani
2. Fachri Luthfi
3. Ristono MT Sitinjak
4. Vivi Sririska Wahyuni

Data hasil percobaan

Kadar Kecepatan alir (ml/menit)


Waktu Kadar
Alkohol
Air Air destilat Alkohol
(%) Volume
No pendingin pendingin tidak (%)
(sebelum destilat
masuk keluar menetes (setelah di
di (ml)
(ml/menit) (ml/menit) (menit) evaporasi)
evaporasi)
640 141
1 7 650 635 141 92 8
630 141
735 153
2 7 750 730 153 87 9
740 153
830 162
3 7 850 850 162 74 10
820 162

Mengetahui Pekanbaru, 6 November 2017


Asisten Praktikan

Pebriansyah Putra Vivi Sririska Wahyuni


LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

A. Pembuatan Alkohol 7% sebanyak 250 ml dari Alkohol 96%


V1  M1 = V2  M2
V1  0,96 = 250  0,07
17,5
V1 =
0,96
V1 = 18,2 ml
Jadi, alkohol yang dibutuhkan untuk membuat alkohol 7% adalah 18,2 ml.

B. Neraca Massa
1. Neraca Massa untuk 650 ml/menit
 Destilat Output = 141 ml
 Sampel Input = 250 ml
 Sampel Output = Sampel Input – Destilat Output
= 250 ml – 141 ml
= 109 ml
 Air Pendingin Input = 650 ml/menit  92 menit
= 59800 ml

 Air Pendingin Output =  640  635  630 


 3 
= 635 ml/menit  92 menit
= 58420 ml
 Total Input = 250 ml + 59800 ml
= 60050 ml
 Total Output = 141 ml + 109 ml + 58420 ml
= 58670 ml

output
 Efisiensi Kerja Alat = × 100%
input
58670
= × 100%
60050

= 97,7%
2. Neraca Massa untuk 750 ml/menit
 Destilat Output = 153 ml
 Sampel Input = 250 ml
 Sampel Output = Sampel Input – Destilat Output
= 250 ml – 153 ml
= 97 ml
 Air Pendingin Input = 750 ml/menit  87 menit
= 65250 ml

 Air Pendingin Output =  735  730  740 


 3 
= 735 ml/menit  87 menit
= 63945 ml
 Total Input = 250 ml + 65250 ml
= 65500 ml
 Total Output = 153 ml + 97 ml + 63945 ml
= 64195 ml
output
 Efisiensi Kerja Alat = × 100%
input
64195
= × 100%
65500

= 98%

3. Neraca Massa untuk 850 ml/menit


 Destilat Output = 162 ml
 Sampel Input = 250 ml
 Sampel Output = Sampel Input – Destilat Output
= 250 ml – 162 ml
= 88 ml
 Air Pendingin Input = 850 ml/menit  74 menit
= 62900 ml
 Air Pendingin Output =  830  850  820 
 3 
= 833 ml/menit  74 menit
= 61642 ml
 Total Input = 250 ml + 62900 ml
= 63150 ml
 Total Output = 162 ml + 88 ml + 61642 ml
= 61892 ml
output
 Efisiensi Kerja Alat = × 100%
input
61892
= × 100%
63150

= 98%

Anda mungkin juga menyukai