DISU
Dosen Pembimbing
Dra. Yusnimar, M.Si, M. Phill
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I (SATU)
LABORATORIUM TEKNOLOGI
BAHAN ALAM DAN MINERAL
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
ABSTRAK
1.1. Teori
Evaporasi adalah salah satu metoda yang digunakan untuk pengentalan
larutan. Tujuan Evaporasi ialah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat
terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam
kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi dilaksanakan
dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair
pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah
zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan bukan zat padat.
Evaporasi berbeda dari distilasi karena disini uapnya biasanya komponen tunggal
dan walaupun uap itu merupakan campuran. Dalam proses evaporasi ini tidak ada
usaha untuk memisah-misahkannya menjadi fraksi-fraksi. Evaporasi lain dari
kristalisasi dalam hal penekanannya disini ialah pada pemekatan larutan dan
bukan pembuatan zat padat atau kristal.
Proses evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses
penguapan dari padatan (zat terlarut) yang tidak volatil (tidak mudah menguap).
Inti dari proses ini adalah terjadinya perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa
uap, suatu proses yang membutuhkan energi yang relatif besar. Evaporasi
dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya,
sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap
yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan
jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan
komponen-komponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang
dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang.
Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh
karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting dari zat
cair yang dievaporasikan antara lain: 1) Konsentrasi, 2) Pembentukan Busa, 3)
Kepekaan terhadap Suhu, 4) Kerak, 5) Bahan Konstruksi.
1. Konsentrasi
Walaupun cairan encer diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup
encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya
meningkat, larutan itu akan makin bersifat individual. Densitas dan viskositasnya
meningkat bersamaan dengan kandungan zat padatnya, hingga larutan itu menjadi
jenuh, atau jika tidak menjadi terlalu lamban sehingga tidak dapat melakukan
perpindahan kalor yang memadai. Jika zat cair jenuh dididihkan terus, maka akan
terjadi pembentukan kristal, dan kristal ini harus dipisahakan karena bisa
menyebabkan tabung evaporator tersumbat. Titik didih larutanpun dapat
meningkat dengan sangat bila kandungan zat padatnya bertambah, sehingga suhu
didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan
yang sama.
2. Pembentukan Busa
Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat-zat organik, membusa (foam) pada
waktu diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap dan
menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa-ikut. Dalam hal-hal yang ekstrim,
keseluruhan massa zat cair itu mungkin meluap ke dalam saluran uap keluar dan
terbuang.
3. Kepekaan Terhadap Suhu
Beberapa bahan kimia berharga, bahan kimia farmasi dan bahan makanan
dapat rusak bila dipanaskan pada suhu sedang selama waktu yang singkat saja.
Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan teknik khusus
untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu pemanasan.
4. Kerak
Beberapa larutan tertentu menyebabkan kerak pada permukaan pemanasan.
Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh makin lama makin berkurang sampai
akhirnya operasi evaporator terpaksa dihentikan untuk membersihkannya. Bila
kerak itu keras dan tak dapat larut, pembersihan itu tidak mudah dan memakan
biaya.
5. Bahan Konstruksi
Apabila evaporator dibuat dari baja, banyak larutan yang merusak bahan-
bahan besi, atau menjadi terkontaminasi oleh bahan itu. Karena itu digunakan
juga bahan-bahan kondtruksi khusus, seperti tembaga, nikel, baja tahan karat,
aluminium, grafit tak tembus dan timbal. Karena bahan-bahan ini relatif mahal,
maka laju perpindahan kalor harus harus tinggi agar dapat menurunkan biaya
pokok peralatan.
Entalpi ( H )
Isi panas dari satu satuan massa bahan dibandingkan dengan isi panas dari bahan
tersebut pada suhu referensinya.
Keterangan:
Cp1 = kapasitas panas bahan dalam keadan cair KJ0 , untuk air = 4,182 KJ0
Kg C Kg C
2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air keran, alkohol 7%,
dan aquadest.
2.2. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkoholmeter, gelas ukur
100 ml dan 1000 ml, labu ukur 250 ml, labu leher satu 500ml, stopwatch dan
Rotary Evaporator Buchi R200.
Rangkaian alat :
3.2 Pembahasan
Sebelum alkohol di evaporasi menggunakan evaporator, alkohol terlebih
dahulu di encerkan dari larutan induk yang berkonsentrasi 96% menjadi 7%
dengan cara mengambil 18.2 ml larutan alkohol di masukkan ke labu ukur 250 ml
dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Dari Tabel 3.1 dapat di lihat kadar
alkohol mengalami kenaikan setelah dimasukkan ke unit evaporator, hal ini
dikarenakan evaporator yang berfungsi untuk meningkatkan suatu sampel dari
keadaan awal. Kadar alkohol mengalami kenaikan seiring dengan besarnya
kecepatan alir air pendingin masuk, dimana semakin cepat kecepatan aliran air
pendingin maka semakin besar kadar alkohol yang dihasilkan. Pada kecepatan
aliran pendingin masuk 650 ml/menit, 750 ml/menit dan 850 ml/menit di dapatkan
kadar alkohol setelah melakukan evaporasi secara berturut–turut adalah 8%, 9%
dan 10%. Untuk hasil destilat diperoleh 141 ml, 153 ml dan 162 ml untuk setiap
kecepatan aliran air pendingin masuk dengan kadar alkohol awal 7%. Waktu
untuk destilat pertama kali menetes juga berbeda untuk setiap variasi kecepatan
laju aliran air pendingin masuk. Semakin cepat laju aliran air pendingin masuk
menghasilkan waktu destilat semakin cepat.
Pemisahan alkohol dari air oleh proses pemanasan, menggunakan perbedaan
titik didih dari suatu larutan yang tercampur, dimana larutan yang mempunyai
titik didih yang lebih rendah menguap lebih dahulu. Pada percobaan ini titik didih
alkohol lebih kecil dari pada air sehingga alkohol lebih cepat menguap dari pada
air. Alkohol yang berubah kedalam fase uap akan terkondensasi oleh aliran air
pendingin dalam kondesor. Berdasarkan Tabel 3.1 juga dapat dilihat bahwa waktu
yang diperlukan untuk destilat pertama kali menetes sudah stabil, dimana pada
kecepatan air pendingin 650 ml/menit memerlukan waktu 92 menit, kecepatan air
pendingin 750 ml/menit memerlukan waktu 87 menit dan kecepatan air pendingin
850 ml/detik memerlukan waktu 74 menit.
3.3 Neraca Massa Pada Larutan Alkohol 7% dengan Kecepatan Aliran Air
Pendingin 650 ml/menit , 750 ml/menit, dan 850 ml/menit
Neraca massa dari setiap variasi umpan memiliki nilai yang berbeda-beda,
baik input maupun output. Neraca massa untuk larutan alkohol 7% dengan
kecepatan aliran air 650 ml/menit disajikan dalam bentuk tabel 3.2 dibawah ini.
Tabel 3.2 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air
650 ml/menit
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 109
Destilat - 141
Air Pendingin Masuk 59800 -
Air Pendingin Keluar - 58420
Berdasarkan tabel 3.2 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alcohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 60050
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 58670 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 97,7%,. Hal tersebut menunjukkan
hasil kerja alat yang memuaskan. Ketidaksamaan nilai output dan input juga
mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan, seperti dalam pengukuran laju
alir yang kurang teliti, pengukuran zat hasil destilat dan lain sebagainya. Namun
perbedaan yang tidak cukup jauh antara input dan output menyatakan bahwa
kesalahan dalam percobaan tidak terlalu besar.
Tabel 3.3 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air 750
ml/menit
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 97
Destilat - 153
Air Pendingin Masuk 65250 -
Air Pendingin Keluar - 63945
𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 64195
Efisiensi kerja alat = × 100% = 65500 × 100% = 98%
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alcohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 65500
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 64195 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 98%.
Tabel 3.4 Neraca massa pada larutan alkohol 7% dengan kecepatan aliran air
850ml/detik
Nama Bahan Input (ml) Output (ml)
Sampel 250 88
Destilat - 162
Air Pendingin Masuk 62900 -
Air Pendingin Keluar - 61642
𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 61892
Efisiensi kerja alat = × 100% = 63150 × 100% = 98%
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡
Berdasarkan tabel 3.4 dapat diketahui bahwa neraca massa pada proses
evaporasi alkohol 7% memiliki nilai input untuk setiap komponen adalah 63150
ml, sedangkan untuk output dari setiap komponen yang keluar sebagai hasil dari
proses evaporasi adalah 61892 ml. Perbedaan antara kedua nilai input dan output
inilah yang menjadi patokan untuk efisiensi kerja dari alat evaporator. Efisiensi
kerja dari alat berdasarkan percobaan sebesar 98%,.
Dari percobaan dapat diketahui bahwa semakin besar kecepatan alir masuk,
maka semakin besar pula konsentrasi alkohol yang dihasilkan, semakin cepat
waktu yang dibutuhkan dan semakin besar pula efisiensi kerja dari alat
evaporator.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar alkohol awal adalah 7%, setelah dipekatkan dalam unit evaporasi
dengan menggunakan variasi laju aliran air pendingin masuk yaitu 650
ml/menit, 750 ml/menit, dan 850 ml/menit didapatkan kadar alkohol
meningkat menjadi 8%, 9%, dan 10%.
2. Kecepatan aliran air pendingin masuk mempengaruhi kadar alkohol yang di
dapat, dimana semakin cepat aliran air pendingin maka semakin besar kadar
alkohol yang diperoleh.
3. Efisiensi kerja alat dipengaruhi kecepatan aliran air pendingin. Efisiensi
terendah adalah 97,7% pada kecepatan aliran air pendingin 650 ml/menit
dan efisiensi tertinggi adalah 98% pada kecepatan aliran air pendingin 750
ml/menit dan 850 ml/menit.
4.2. Saran
Saat pengenceran alkohol sebaiknya lebih teliti agar saat diperiksa
menggunakan alkoholmeter kadar yang didapatkan tepat dan pada saat proses
evaporasi sebaiknya dimulai saat vakum mulai dihidupkan sehingga waktu
destilat pertama menetes di setiap variasi percobaan stabil.
DAFTAR PUSTAKA
McCabe L. 1985. Operasi Teknik Kimia Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA
B. Neraca Massa
1. Neraca Massa untuk 650 ml/menit
Destilat Output = 141 ml
Sampel Input = 250 ml
Sampel Output = Sampel Input – Destilat Output
= 250 ml – 141 ml
= 109 ml
Air Pendingin Input = 650 ml/menit 92 menit
= 59800 ml
output
Efisiensi Kerja Alat = × 100%
input
58670
= × 100%
60050
= 97,7%
2. Neraca Massa untuk 750 ml/menit
Destilat Output = 153 ml
Sampel Input = 250 ml
Sampel Output = Sampel Input – Destilat Output
= 250 ml – 153 ml
= 97 ml
Air Pendingin Input = 750 ml/menit 87 menit
= 65250 ml
= 98%
= 98%