Anda di halaman 1dari 2

TEORI MODEL PUBLIK HEALTH DARI CAPLAN

Model ini dikembangkan oleh Gerald Caplan, yang membicarakan tentang 3 (tiga)
level intervensi pencegahan pada klien dengan gangguan emosional dan sakit jiwa.
Model Caplan ini lebih diperuntukkan untuk psikiari komunitas/masyarakat dan
pelayanan kesehatan jiwa yang berhubungan dengan masyarakat, pusat pelayanan
pengobatan dasar di komunitas seperti Puskesmas, pendekatan tim multidisiplin,
perawatan berlanjut melalui pencegahan, perlindungan dan pengobatan, dan
menghindari rawat nginap di Rumah Sakit. Tiga level intervensi pencegahan psikiatri
meliputi, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer, bertujuan 1) mengurangi kasus baru melalui mengidentifikasi
kelompok risiko tinggi, situasi stress, kejadian stress dalam kehidupan yang
berpotensi sakit jiwa; 2) pendidikan kepada komunitas dengan memanfaatkan strategi
koping untuk mengatasi stress atau cara mengatasi masalah, memecahkan masalah; 3)
menguatkan kemampuan individu dengan menurunkan stress, tekanan, cemas, yang
bisa menyebabkan sakit jiwa. Komponen dalam pencegahan primer adalah promosi
kesehatan dan perlindungan khusus.
Karakteristik pencegahan primer untuk promosi kesehatan, membangun adaptasi,
gunakan sumber-sumber koping untuk menjaga kesehatan mental seseorang.
Perhatikan total populasi, khususnya fokus pada melayani kelompok risiko tinggi.
Alat utama untuk pencegahan primer adalah pendidikan dan perubahan sosial.
Pemanfaatan agen-agen di masyarakat yang menjaga kesejahteraan masyarakat,
seperti penyembuh tradisional, tenaga sukarela, dll. membekali diri dengan sumber-
sumber dari diri dan lingkungan terutama strategi koping. Efektifkan hubungan
interpersonal, tingkatkan tugas-tugas yang sesuai kelompok umur, kembangkan
kemampuan kontrol dalam kelompok. Peroleh kepuasan dengan diri sendiri dan
keberadaannya, pendidikan kesehatan, motivasi untuk melakukan aktivitas untuk
mengurangi stress, bekali diri dengan dukungan psikososial. Tingkatkan pola hidup
sehat, pertahankan standar hidup yang tinggi dan implementasi kebijakan
Kementerian Kesehatan dalam hal pencegahan.
Komponen perlindungan khusus dalam pencegahan primer dengan cara
mengembangkan kompetensi sosial, ajarkan tehnik pencegahan dan kontrol masalah
sosial, hindari kejadian dari kondisi sosial yang patologi, tingkatkan kontrol diri dan
kemampuan pengambilan keputusan sosial. Memberdayakan sistem asuhan yang ada,
kembangkan interaksi dan pola prilaku; kembangkan partisipasi sebagai warga,
tingkatkan kontrol dan buat keputusan-keputusan kritis dalam hidup. mengefektifkan
strategi koping untuk menangani situasi stress. Hindari stress dengan cara kenali
stress kalau ada dan hilangkan atau modifikasi. Tangani kelompok berisiko untuk
menghindari atau atasi stress dengan strategi koping. Melakukan manajemen stress,
dan beri dukungan sosial dan emosional untuk menolong orang dalam situasi stress.
Komponen dalam pencegahan sekunder adalah diagnosa dini dan penemuan kasus
serta program skrining. Pencegahan untuk diagnosa dini dan penemuan kasus berupa
memberi pendidikan kepada masyarakat tentang manifestasi dini sakit jiwa. Memberi
motivasi kepada pemimpin masyarakat, LSM dan swasta lainnya di masyarakat untuk
terlibat aktiv dalam mengidentifikasi orang yang sakit jiwa. mengadakan lokakarya,
pelatihan atau program kampanye kepada kelompok-kelompok tentang pentingnya
identifikasi dini kasus jiwa untuk skrining dan pengobatan sejak periode awal sakit.
Program skrining masal sakit jiwa menggunakan kuisioner dalam bahasa lokal untuk
mengidentifikasi sakit jiwa.
Pencegahan tersier, meliputi rehabilitasi ketidakmampuan, keterbatasan dan
mencegah komplikasi. Komponen dalam pencegahan tertier adalah mengurangi
prevalensi gejala sisa atau ketidakmampuan. Mengurangi lama rawat inap di RS-Jiwa,
mencegah keretakan keluarga. Membuat klien berguna bagi diri sendiri secara fisik,
mental, sosial, kerja, ekonomi. Mendidik keluarga dan masyarakat agar mengobati
klien secara individual. Meningkatkan motivasi klien untuk kontrol dan mendapatkan
terapi (termasuk terapi kerja). Rujuk klien ke agent kesehatan jiwa professional.
Pasien dibekali untuk mampu merawat diri sehari-hari dan merencanakan aktivitas
harian. Sosialisasi pasien sakit jiwa kronik di masyarakat. Gunakan sumber yang ada
dalam keluarga dan masyarakat (Neeraja 2009).
Risiko minum alkohol dalam keluarga dan masyarakat berhubungan dengan
kemiskinan, gaya hidup, stress, demografi, ritual budaya, dll. Masalah pengguna
alkohol seperti fenomena gunung es. Kaum muda merupakan kelompok risiko
masalah alkoholik karena ingin coba-coba, tidak tahu akibatnya, tidak ada
penanganan dari petugas kesehatan karena sering terkait dengan budaya (Viora, Eka,
2011).
Keluarga turut menentukan risiko peminum alkohol. Jika ada seorang anggota
keluarga stress, hal itu berdampak pada anggota yg lain. Keluarga yang memberikan
rasa cinta, aman, rileks, percaya, selain hubungan yang baik satu sama lain, dapat
mengatasi stress yang dialami anggotanya, demikian sebaliknya tidak diperoleh dalam
keluarga, anak muda atau remaja akan mencari kompensasi di luar rumah, misalnya
minum alkohol (Caplan, Gerald. 2001)
Tabel 2.3. Level Prevention menurut model public health

Primary Prevention
( By intervening potential health problem
melalui promosi kesehatan & perlindungan
khusus)
Secondary prevention
( by interventing aktual
PREVENTIVE health problem: diagnosis
MEASURES dini & pengobatan tepat
waktu)
Tertiary Prevention
( by interventing limit disability by
chronic illness and rehabilitation:
rehabilitasi keterbatasan dan
ketidakmampuan & mencegah
komplikasi)
Sumber : Neeraja, KP. 2009, hal. 95.

Melihat semua uraian diatas, model Public health dari Caplan untuk pencegahan
psikiatri lebih berhubungan dengan keluarga dan masyarakat, intervensi-intervensi
untuk klien pada tiga level pencegahan, meminta perawat sebagai tenaga kesehatan
utama.

Anda mungkin juga menyukai