Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu


Pada Stase Anak Program Profesi Ners

Oleh :

EMY ERMILA ARSYAD, S.Kep


NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)

DISUSUN OLEH :
EMY ERMILA ARSYAD, S.Kep
NIM :

Banjarmasin,
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Ria Anggara HambaS. Kep, Ns, M.MKes Musa Adah, S. Kep, Ns


LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

1. Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan
akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
1.1 Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
1.2 Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan
bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini,
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
1.3 Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ISPA memiliki arti
sebagai berikut :
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam
infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,
radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah
satunya adalah Pneumonia (WHO).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi
pernapasan jarang  memilki ciri area anatomik tersendiri. Infesi sering
menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari
membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi saluran
pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur,
meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.

2. Epidemiologi
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA. Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah
pencemaran udara. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan
merusak mekanisme  pertahanan paru-paru sehingga mempermudah
timbulnya gangguan  pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara
menyebabkan ISPA memiliki angka yang paling banyak diderita oleh
masyarakat dibandingkan  penyakit lainnya. Selain faktor tersebut,
peningkatan penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh perubahan
iklim serta rendahnya kesadaran  perilaku hidup bersih dan sehat dalam
masyarakat. maka di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap
semua hal yang berkaitan dengan ISPA.

3. Klasifikasi
3.1 Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
3.1.1 Infeksi saluran pernafasan akut / ISPA bagian atas merupakan
infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
3.1.2 Infeksi saluran pernafasan atas / ISPA bagian bawah
merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah
faring sampai dengan alveolus paru-paru.
3.2 Menurut Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi
ISPA sebagai berikut:
3.2.1 Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
3.2.2 Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3.2.3 Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek,
bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,
tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia.
3.3 Sedangkan menurut Suyudi 2002 ISPA dibedakan menjadi 3
klasifikasi yaitu
3.3.1 ISPA Ringan
3.3.2 ISPA Sedang
3.3.3 ISPA Berat

4. Etiologi
4.1 Virus Utama :
4.1.1 ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero
Virus
4.1.2 ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno
virus
4.2 Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
4.3 Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah : Mycoplasma pneumonia.

5. Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak


adalah sebagai berikut:
5.1 Faktor host (diri)
5.1.1 Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda
akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).

5.1.2 Jenis kelamin


Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu
diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis
kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
5.1.3 Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP)
telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling
mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang
lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun
dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi
anak.
5.1.4 Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun
tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang
mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat
memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah
kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
5.1.5 Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama
pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

5.1.6 Pemberian air susu ibu (ASI)


ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama
pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya
merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk
sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian
antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
5.2 Faktor lingkungan
5.2.1 Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi
dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan
yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO,
1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko
lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal
di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
5.2.2 Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
5.2.3 Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak
ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA,
akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian
ISPA berat dengan rendahnya status sosio ekonomi
(Darmawan,1995).
5.2.4 Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya
mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat
dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA
meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al,
2003)
5.2.5 Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis,
fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas
Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap
gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD)
dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di
wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di
wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru
atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada
siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak
berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi
sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah
terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
6. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong
virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan
juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem
imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari
folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
6.1 Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
6.2 Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
6.3 Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
6.4 Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
7. Pathway ISPA
8. Tanda Dan Gejala
Penyakit ini biasanya ditandai adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi
menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
8.1 Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3
tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
8.2 Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
8.3 Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
8.4 Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
8.5 Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
8.6 Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
8.7 Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.8 Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
8.9 Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
8.10 Menurut  (Suyudi, 2002), Tanda dan gejala menurut tingkat
keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

8.10.1 ISPA Ringan


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan gejala sebagai berikut:
8.10.1.1 Batuk.
8.10.1.2 Serak, yaitu bersuara parau pada waktu
mengeluarkan suara (misalnya pada waktu
berbicara atau menangis).
8.10.1.3 Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari
hidung.
8.10.1.4 Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C
atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan
terasa panas.
8.10.2 Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di
jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai
berikut :
8.10.2.1 Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak
umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40
kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
8.10.2.2 Suhu lebih dari 390C.
8.10.2.3 Tenggorokan berwarna merah
8.10.2.4 Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai
bercak campak
8.10.2.5 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
telinga
8.10.2.6 Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
8.10.2.7 Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
8.10.3 Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala
ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
8.10.3.1 Bibir atau kulit membiru
8.10.3.2 Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup
lebar) pada waktu bernapas
8.10.3.3 Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
8.10.3.4 Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak
gelisah
8.10.3.5 Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
8.10.3.6 Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
8.10.3.7 Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
8.10.3.8 Tenggorokan berwarna merah
8.11 Sedangkan Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun tanda dan
gejalanya berdasarkan klasifikasi penyakit yaitu :
8.11.1 Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak
menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
8.11.2 Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah
untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan
untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
8.11.3 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan
tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat
(Rasmaliah, 2004).

9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
9.1 Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
9.2 Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia, dan
9.3 Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
10. Penatalaksanaan
10.1 Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
10.2 Antibiotik :
10.2.1 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
10.2.2 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
10.2.3 Menurut WHO :
Pneumonia Rawat Jalan  : Kotrimoksasol,Amoksisillin,
Ampisillin,Penisillin Prokain
Pnemonia Berat : Benzil Penicillin, Klorampenikol,
Kloksasilin, Gentamisin.
10.3 Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

11. Komplikasi 
ISPA ( Infeksi saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan self limited
disease yang sembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman
lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan
yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal,
penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas
(Whaley and Wong, 2000 ).

12. Pencegahan
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
12.1 Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik. Dengan menjaga kesehatan
gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari
penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum
air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup,
kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan
tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat,
sehingga dapat mencegah virus /bakteri penyakit yang akan masuk ke
tubuh kita.
12.2 Imunisasi. Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-
anak maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
12.3 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. Membuat ventilasi
udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi
asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan
terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi
sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
12.4 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui
udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk
aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk
aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM,
Diagnosa Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
1.2 Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien
mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot
dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
1.3 Riwayat penyakit dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit ini
1.4 Riwayat penyakit keluarga. Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
1.5 Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya
2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau
sakit berat.
2.2 Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah
klien
2.3 Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
2.4 Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
2.5 Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada
gangguan dalam penglihatan
2.6 Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada
gangguan dalam penciuman
2.7 Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab,
lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah
ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
2.8 Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
2.9 Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam
pernafasan.
2.10 Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
2.10.1 Inspeksi
2.10.1.1 Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
2.10.1.2 Tonsil tampak kemerahan dan edema
2.10.1.3 Tampak batuk tidak produktif
2.10.1.4 Tidak ada jaringan parut dan leher
2.10.1.5 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan
2.10.2 Palpasi
2.10.2.1 Adanya demam
2.10.2.2 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada
daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
2.10.2.3 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
2.10.3 Perkusi : Suara paru normal (resonance)
2.10.4 Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru.
2.10.4.1 Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor
kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan
pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
2.10.4.2 Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin,
distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin.
Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
2.10.4.3 Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit
utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada
nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas
2.10.4.4 Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak,
kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.

3. Diagnosa Keperawatan
3.1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran pernafasan, aadanya sekret
3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret
3.3 Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
3.4 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang
dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
3.5 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
3.6 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
3.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
3.8 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
3.9 Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi

4. Intervensi keperawatan
4.1 Diagnosa Keperawatan. 1
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran pernafasan, aadanya secret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai
oksigen ke paru-paru.

Intervensi:
a. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan.
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan
memperbaiki ventilasi
c. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode
tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
Kolaborasi
e. Pemberian oksigen.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
f. Nebulizer.
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran
sekret
g. Pemberian obat bronchodilator.
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
4.2 Diagnosa keperawatan.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret.
Tujuan                     :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil          : Jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya
pengeluaran sekret, suara napas bersih
Intervensi:
a. Kaji bersihan jalan napas klien.
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Auskultasi bunyi napas.
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c. Berikan posisi yang nyaman.
d. Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan
side lying position).
e. Lakukan suction sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
f. Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat.
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk
dikelurkan
Kolaborasi
g. Pemberian ekspectorant.
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
h. Pemberian antibiotic.
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi
sekret
4.3 Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan                   : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil          :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien
melaporkan
nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien
tidak gelisah dan rewel
Intervensi                :
a. Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan
nonverbal.
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi
selajutnya
b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat.
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c. Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
Kolaborasi
d. Pemberian antibiotik.
e. Rasional: Mengobati infeksi
f. Pemberian ekspectoran.
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang
rasa sakit saat batuk
4.4 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang
dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan                      :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan
peningkatan melakukan koping
Kriteria Hasil          :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak
dengan tenang, terlibat secara positif dalam
perawatan anak
Intervensi:
a. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi
dukungan.
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi.
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh
keluarga. Dapat mengurangi kecemasan
c. Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme
coping yang efektif
d. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau
langsung perkembangan anaknya
e. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi
yang diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
dan mengurangi kecemasan
4.5 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan
proses infeksi hilang
Intervensi :
a. Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien.
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan selanjutnya.
c. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres
dengan air pada daerah dahi dan ketiak.
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses
konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan
melalui rute oral sesuai indikasi.
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
e. Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan
menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian
yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik.
Rasional: Untuk mengontrol panas
4.6 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
Tujuan                   :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil         :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan
turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, TTV dalam batas
normal
Intervensi              :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi.
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi TTV.
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya
dehidrasi
c. Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral.
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi
tubuh.
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
orang tua dalam tindakan keperawatan
e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
4.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasi :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua
melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien.
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
b. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan
klien tidak nyaman untuk tidur
c. Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
Kolaborasi
d. Pemberian obat sedatif.
Rasional :membantu klien untuk istirahat
e. Pemberian antibiotic.
Rasional: Mengobati infeksi
4.8 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
Tujuan                   : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil            : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan
klien meningkat, porsi makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak
terjadi penurunan berat badan 15-20%
Intervensi                 :
a. Kaji status nutrisi klien.
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi
selanjutnya
b. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
d. Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan
hangat.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e. Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam
proses kesembuhan.
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
keluarga dalam pemberian tindakan
f. Kolaborasi dengan bagian gizi.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai
kebutuhan
4.9 Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi
Tujuan                      : Pengetahuan orang tua klien tentang proses
penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil          : Pengetahuan orang tua klien meningkat
ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit anaknya,
nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
anaknya.
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
b. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan
memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan
keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas
yang sesuai.
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat
meningkatkan pemahaman keluarga
d. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal
yang belum dimengertinya.
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak  dijelaskan dan
belum dimengerti oleh keluarga

5. Evaluasi
5.1 Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali
normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
5.2 Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas
yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas
bersih
5.3 Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang,
ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
5.4 Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan
melakukan koping ditandai dengan orang tua mengajukan pertanyaan
yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan
tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
5.5 Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh
dalam batan norma, keluarga melaporkan anaknya tidak demam
5.6 Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
5.7 Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya
sudah dapat tidur, klien nampak segar
5.8 Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi
makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan
berat badan 15-20%
5.9 Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua
mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering bertanya,
terlibat aktif dalam proses perawatan
DAFTAR PUSTAKA

Alba, A.D. (2018). Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua dengan Kejadian ISPA
pada Balita. Jurnal Kesehatan Stikes Mitra Bunda Persada, Volume 10
Nomor 1.
Asriati, Zamrud, M., Kalenggo, D.F. (2012).Analisis Faktor Risiko Kejadian ISPA
pada Anak Balita. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan UHO.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.(2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2010). Riskesdas Indonesia Tahun 2010. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta
Hull, D. (2008). Dasar-dasar Pediatri Edisi 3 : Jakarta.
Ide, P. (2010). Health Secret of Pepino. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kementerian Kesehatan RI.(2011). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI.(2017).Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Kemenkes RI.(2011) Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media
Notoatmojo, S. (2011).Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Proverawati & Sulistyorini. (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu

Anda mungkin juga menyukai