Anda di halaman 1dari 11

Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.

2, Tahun 2018

KARAKTERISTIK TEPUNG CAMPOLAY (Pouteria campechiana) UNTUK BISKUIT


DENGAN VARIASI TINGKAT KEMATANGAN DAN SUHU BLANSING

Ela Turmala Sutrisno


Dede Zainal Arief
Tanti Oktapiani

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jl. Dr.Setiabudi No 93, Bandung, 40153,
Indonesia
E-mail : elaturmala@unpas.ac.id

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah campolay (mengkal dan matang)
dan suhu blansing yang berbeda terhadap karakteristik tepung campolay untuk biskuit. Rancangan percobaan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pola faktorial 2 x 3 dalan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan ulangan yang
dilakukan sebanyak empat kali, sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Faktor yang digunakan dalam penelitian
adalah tingkat kematangan (mengkal dan matang) dan suhu blansing (50°C, 60°C dan 70°C). Respon penelitian utama
mencakup respon kimia yaitu kadar air, kadar pati, kadar gula reduksi, kadar lemak, kadar abu, kadar serat kasar.
Respon fisik terdiri dari daya serap air, kelarutan tepung, dan swelling power, serta penentuan rendemen tepung.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kematangan buah campolay berpengaruh terhadap karakteristik tepung campolay
yaitu pada kadar air, pati, gula reduksi, rendemen tepung dan kelarutan tepung. Suhu blansing buah campolay
berpengaruh terhadap kadar air, pati, gula reduksi, abu, serat kasar, rendemen, daya serap air, kelarutan dan swelling
power tepung campolay. Kadar lemak tidak dipengaruhi baik oleh tingkat kematangan maupun suhu blansing. Interaksi
antara tingkat kematangan dan suhu blansing juga tidak berpengaruh terhadap karakteristik tepung campolay.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sampel terpilih yaitu pada kode sampel k1s3 (tingkat kematangan mengkal dan
suhu blansing 70°C) dengan hasil respon kimia meliputi kadar air sebesar 8,81%, kadar gula 13,02%, kadar pati
44,17%, kadar abu 3,88%, kadar lemak 0,51%, kadar serat kasar 5,07%. Hasil respon fisik meliputi rendemen tepung
sebesar 26,19%, kelarutan tepung 41,53%, daya serap air sebesar 48,03% dan swelling power 6,78 g/g. Berdasarkan
hasil uji organoleptik biskuit tepung campolay sampel kode 172 (perbandingan tepung campolay dan tepung terigu 75 :
25) paling disukai dalam hal warna, kerenyahan dan rasa.
Abstract
The purpose of this research is to know the influence of maturity level of campolay fruit (mature and ripe) and different
blanching temperature to campolay flour for biscuit characteristic.The experimental design used in this study is a 2 x 3
factorial pattern in Randomized Block Design (RAK) and replication performed four times, to obtain 24 units of
experiments. Factors used in the study were maturity level (mature and ripe) and blanching temperature (50°C, 60°C
and 70°C). The main research responses include chemical response: moisture content, starch content, reducing sugar
content, fat content, ash content, crude fiber content. Physical response consists of water absorption, flour solubility,
and swelling power, and flour rendemen. Based on the results of research, the maturity level of campolay fruit has an
effect on the campolay flour characteristic that is in water content, starch, reducing sugar, flour rendemen and flour
solubility. Blanching temperature effect on water content, starch, reducing sugar, ash, crude fiber, yield, water
absorption, solubility and swelling power of campolay flour. Fat levels are not affected either by maturity level or
blanching temperature. The interaction between maturity level and blanching temperature also has no effect on the
campolay flour characteristics.Based on the result of the research, the samples obtained are the sample code k1s3
(mature and blanching temperature 70° C) with the result of chemical response include water content of 8.81%, sugar
content 13.02%, starch content 44,17%, ash 3,88%, fat content 0.51%, crude fiber content 5.07%. Physical responses
include flour rendemen 26.19%, flour solubility 41.53%, water absorption by 48.03% and swelling power 6.78 g/g.
Based on organoleptic test results of campolay flour biscuits 172 code samples (comparations of campolay flour and
wheat flour 75: 25) are most preferred in terms of color, crispness and taste.
Keywords: Alkesa, Campolay, Campoleh, Canistel, Sawo Mentega, Biscuit, Campolay Flour, Maturity Level,
Blanching Temperature

1. Pendahuluan dalam bahasa inggris buah ini disebut sebagai Canistel,


Buah campolay sering disebut Sawo Mentega, Egg Fruit, atau Yellow Sapote. Melihat manfaat buah
Sawo Ubi, Alkesa, atau Kanistel. Nama buah ini ini, di beberapa negara termasuk Indonesia di beberapa
merujuk pada nama kota di Meksiko “Campeche”,

111
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

daerah mulai membudidayakan tanaman campolay pendukung lain yang dapat mempertahankan kualitas
(Rizky,2012). produk.
Buah campolay memiliki kandungan gizi yang Pematangan merupakan proses perubahan
cukup lengkap seperti serat, zat tepung, mineral, susunan yang terjadi dari tingkat akhir pertumbuhan dan
kalsium, fosfor, karoten, thiamin, riboflavin, niasin, dan perkembangan yang terus-menerus akan menyebabkan
vitamin C. Dengan adanya kandungan ini membuat kelayuan dan menentukan kualitas, yang ditandai
buah ini disebut sebagai pangan fungsional sehingga dengan perubahan komposisi, warna, tekstur, dan sifat
mulai banyak di budidaya (Warta, 2015). sensorik lainnya. Salah satu komposisi utama dalam
Campolay memiliki prospek dan peluang yang buah adalah kandungan gula. Semakin matang buah
cukup besar sebagai bahan baku industri pangan. maka kandungan gula buah semakin tinggi, hal ini
Perkembangan pemanfaatannya dapat ditingkatkan sesuai dengan pernyataan Novita (2000) bahwa pada
dengan cara penerapan teknologi yang tepat. saat buah mulai matang kadar gula akan meningkat
Pemanfaatan buah ini masih terbatas, pada saat ini akibat terjadinya hidrolisis polisakarida menjadi gula.
campolay diolah menjadi sirup buah campolay. Buah yang akan dikeringkan atau akan dibuat
Bila dilihat dari tekstur buahnya, daging buah tepung umumnya diberi perlakuan pendahuluan berupa
campolay yang kaya gizi ini dapat dipakai sebagai blansing sebelum pengeringan untuk meminimalisir
bahan campuran es krim, susu kocok (milkshake) dan reaksi pencoklatan pada buah. Menurut Muchtadi, dkk.
juga cocok dijadikan bahan baku selai atau dodol. (2013) blansing pada bahan pangan yang akan
Bentuk pengolahan campolay yang memiliki peluang dikeringkan juga akan mempercepat proses pengeringan
untuk dikembangkan salah satunya adalah pengolahan karena membuat membran sel permeabel terhadap
tepung campolay. perpindahan air.
Pertimbangan buah campolay untuk dijadikan Blansing dapat menyebabkan perubahan fisik
tepung selain pada kurangnya pemanfaatan buah dan kimia yang mengakibatkan perubahan tekstur dan
campolay juga dikarenakan buah campolay memiliki struktur bahan. Perubahan tersebut tergantung pada
kandungan pati yang dapat dijadikan alternatif tepung suhu dan lama blansing, serta jenis dan kondisi bahan
lain dari sumber karbohidrat seperti tepung singkong, yang diblansing. Umumnya suhu blansing yang
tepung ubi jalar atau tepung ganyong selain ditujukan digunakan berkisar 55ºC hingga 80ºC selama 5 sampai
untuk mensubtitusi tepung terigu. Pertimbangan lainnya 15 menit (Estiasih, 2009).
yaitu karena bahan baku campolay yang memiliki Berdasarkan pada pernyataan tersebut maka
kandungan gizi yang lengkap. Rasa dan aroma tepung dilakukan penelitian pengolahan tepung campolay untuk
yang akan dihasilkan juga menarik untuk diaplikasikan diaplikasikan pada pembuatan biskuit menggunakan
pada produk biskuit. buah campolay pada berbagai tingkat kematangan yang
Produk tepung merupakan bahan padatan yang berbeda yaitu tingkat kematangan agak tua (mengkal)
diperoleh dari proses penggilingan suatu bahan dalam dan tingkat kematangan tua (matang penuh), dengan
bentuk butiran-butiran halus yang mengandung kadar suhu blansing yang berbeda.
air 10% sampai 13%. Tepung dapat diperoleh dari hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat tinggi (Hafiz, 2. Metode Penelitian
2008). Bahan yang digunakan adalah buah campolay
Pengolahan bahan pangan menjadi tepung yang mengkal dipilih buah yang telah matang dipohon
menjadi salah satu cara dalam mengawetkan bahan dan buah campolay yang matang digunakan buah
pangan segar sehingga lebih tahan lama, mudah untuk matang yang disimpan 2 hari dari hari pemetikan dari
dikemas, memudahkan dalam penyimpanan dan Cikalong Wetan. Bahan-bahan kimia yang digunakan
pendistribusian, serta dapat digunakan untuk berbagai dalam analisis kimia adalah HCl 3%, NaOH, aquadest,
keperluan pengolahan sebagai bahan campuran larutan Luff Schoorl, KI, 25%, N ,
cake, brownies, kue talam, biskuit atau kue kering (Adi, 0,3 N, NaOH 1 N, etanol 95% dan kloroform, alkohol
2016). 90%, iodin, asam asetat.
Pada olahan diatas, bahan baku utama yang Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
digunakan umumnya adalah tepung terigu. Perbedaan adalah neraca digital, talenan, pisau, baskom, sendok,
kandungan zat gizi yang mendasar pada tepung pengering, pengayak.
campolay adalah tidak mengandung zat gluten, yaitu zat Alat- alat untuk analisis fisik yaitu mangkok,
yang hanya ada pada terigu yang menentukan klem, statif dan buret, tabung sentrifuge, sentrifugator,
kekenyalan makanan. Oleh karena itu perlu diperhatikan alat viscometer DV-II Pro, gelas kimia dan penangas.
persentase penggunaan tepung campolay untuk Sedangkan alat-alat untuk analisis kimia adalah cawan,
mensubstitusi terigu disesuaikan dengan jenis spatula, neraca digital, eksikator, spektrofotometer, labu
produknya, sehingga tidak merubah kualitas produk, ukur 100 ml, tangkrus, oven, kaca arloji, tanur, kertas
atau dapat dengan mensubtitusikan seluruh terigu saring, corong, erlenmeyer 500 mL, batang pengaduk,
dengan tepung campolay dan penambahan bahan penangas, cawan porselen, buret, labu pengenceran 500

112
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

mL, soxhlet, klem, statif, pipet tetes, pipet ukur, gelas 3. Hasil dan Pembahasan
ukur, dan gelas kimia. Hasil Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1. Lama pengeringan
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian Hasil penelitian penentuan waktu pengeringan
pendahuluan bertujuan untuk untuk menentukan waktu dalam pembuatan tepung campolay dapat dilihat pada
pengeringan buah campolay hingga didapatkan tepung Tabel 2.
dengan kadar air mendekati standar kadar air tepung Tabel 1. Hasil Penentuan Waktu Pengeringan pada
terigu yaitu maksimal 14,5% dengan menguji kadar air Pembuatan Tepung Campolay.
campolay kering yang telah digiling dan diayak. Waktu Pengeringan Kadar Air (%)
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui 10 jam 21
karakteristik tepung campolay untuk biskuit yang 15 jam 16
dipengaruhi oleh tingkat kematangan dan suhu blansing 20 jam 13
yang berbeda. Selanjutnya dilakukan analisis tepung Berdasarkan hasil penelitian tersebut waktu
campolay antara lain penentuan rendemen, daya serap pengeringan yang dipilih adalah 20 jam karena kadar air
air, kelarutan, swelling power, kadar air, kadar pati, yang dihasilkan mendekati kadar air tepung terigu
kadar gula, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar sebagai bahan baku makanan yaitu 14,5%.
abu. Selanjutnya tepung campolay terpilih diuji sifat Kadar air menurun seiring bertambahnya waktu
amilografi dan kadar amilosa. Pada penelitian tahap 2 pengeringan, hal ini disebabkan semakin lama bahan
tepung hasil pengujian terpilih diaplikasikan pada dikeringkan maka air yang teruapkan semakin banyak.
pembuatan biskuit. Hal ini juga berkaitan dengan udara kering pada
Rancangan perlakuan pada penelitian ini terdiri pengering yang digunakan dimana semakin lama waktu
dari dua faktor, yaitu tingkat kematangan campolay (K) yang digunakan semakin lama aliran udara kering di
yang terdiri dari dua taraf (k1=mengkal dan k2= dalamnya untuk menampung uap air yang menyebabkan
matang); dan suhu blansing (S) yang terdiri dari tiga semakin banyak air yang keluar dari bahan tersebut
taraf, yaitu s1 = 50º C; s2 = 60º C dan s3 = 70º (Nurba, 2008).
Rancangan percobaan yang dilakukan pada Dalam mencegah kerusakan selama masa
penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor
dengan pola faktorial 2x3 dengan 4 kali pengulangan penting. Selama masa penyimpanan kadar air bahan
didapatkan 6 kombinasi perlakuan yang masing-masing akan bergerak menuju kadar air kesetimbangan, dimana
4 kali ulangan sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. bahan tidak lagi menyerap atau melepaskan uap air
Respon fisik yang dilakukan pada penelitian adalah uji (Nurba, 2008). Pengeringan mekanis untuk menurunkan
daya serap air tepung (Muchtadi, dkk., 2013), uji kadar air sampai 13% selama 20 jam bertujuan agar
kelarutan (Kainuma dkk, 1967), dan uji swelling power pada saat masa simpan bila terjadi kenaikan kadar air
(Li, 2001) serta penentuan rendemen tepung (Hafiz, diharapkan tidak melebihi kadar air 14,5%.
2008). Respon fisik tepung terpilih yaitu uji sifat
amilografi dengan Brookfield Viscometer (Brookfield 2. Analisis Bahan Baku
Engineering Labs., Inc, 2005). Hasil analisis bahan baku buah campolay dapat
Rancangan Respon pada penelitian ini meliputi dilihat pada Tabel 3.
respon kimia, fisik dan organoleptik. Respon kimia Tabel 2. Hasil Analisis Bahan Baku Campolay Mengkal
yang dilakukan, yaitu kadar air metode destilasi dan Matang
(Sudarmadji, 2010); kadar pati metode Luff Schoorl Campolay Campolay
Komponen
(AOAC, 2005); kadar gula metode Luff Schoorl Mengkal Matang
(AOAC, 2005); kadar lemak metode Soxhlet (AOAC, Air 46,58% 48,20%
2005); kadar serat kasar metode gravimetri (Sudarmadji, Pati 22,78% 20,48%
2010); kadar abu metode gravimetri (AOAC, 2005), Gula Pereduksi 7,86% 9,63%
serta kadar amilosa metode spektrofotometri (SNI Lemak 0,61% 0,50%
6128:2008). Respon Organoleptik Biskuit (Soekarto, Berdasarkan tabel hasil analisis, terlihat bahwa
2006) dilakukan untuk menentukan diterima atau campolay yang digunakan sebagai bahan baku baik
tidaknya suatu produk oleh konsumen yang diwakili mengkal dan matang dalam pembuatan tepung
oleh panelis. Uji yang dilakukan adalah uji kesukaan campolay memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda
dengan menggunakan metode hedonik. Adapun dengan data campolay dalam beberapa literatur, salah
penilaian yang diberikan untuk tepung campolay satunya data penelitian yang dilakukan di Kuba dan
meliputi warna dan aroma. Sedangkan respon Filipina oleh Verheij dan Coronel (1997), campolay
organoleptik untuk biskuit, parameter uji yang mengandung lemak sebesar 0,1 hingga 0,6 %,
digunakan adalah warna, kerenyahan dan rasa. sedangkan kadar air campolay sebesar 57,2 hingga 60,6
Pengujian dilakukan oleh 30 orang panelis agak terlatih. %. Kadar pati dan gula belum dilakukan penelitian.
Perbedaan yang terlihat pada komponen air dari
data penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh

113
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

perbedaan tingkat kematangan buah yang digunakan bahan saat pengeringan. Pada saat proses blansing
sebagai sampel, umur fisiologis, penanganan bahan terjadi pemekaran dan pengembangan struktur granula
baku sebelum pengolahan dan peralatan penelitian yang pati. Granula pati tersebut akan menyerap air sehingga
digunakan dalam analisis. Hal ini sesuai dengan uap air yang terserap dalam bahan akan semakin
pernyataan Hamsah (2013) yang menyatakan bahwa banyak. Pengembangan struktur bahan menyebabkan
jumlah nutrisi dalam tanaman berbeda tergantung umur rongga pada bahan tersebut akan semakin luas dan
fisiologis, kondisi agronomis, dan lingkungan walaupun mudah menyerap air tetapi mudah untuk melepas air
tanaman tersebut masih dalam satu varietas yang sama. ketika proses pengeringan (Ayu dan Yuwono, 2014).
Perbedaan kadar komponen air, pati, gula dan Berdasarkan hasil penelitian kadar air tepung
lemak antara buah campolay mengkal dan matang campolay rata-rata kadar air berkisar antara 8,81%
dikarenakan proses metabolisme yang berbeda pada hingga 13,62% telah memenuhi Standar Nasional
tingkat kematangan yang berbeda. Pada buah matang Indonesia 01-3751-2000 tentang standar tepung terigu
terjadi proses perombakan komponen seperti pati yang kadar air maksimumnya 14,5% dan untuk kadar
menjadi lebih sederhana yang menyebabkan air maksimum tepung ubi jalar sebagai salah satu tepung
peningkatan kadar gula, sedangkan kadar pati akan non terigu yaitu 7 hingga 11% (Choliq, dkk., 2009) serta
menurun dibandingkan dengan buah yang mengkal. kadar air maksimal tepung singkong adalah 12% (SNI
Kadar air akan semakin meningkat seiring dengan 01-2997-1996).
bertambahnya tingkat kematangan buah campolay. Hal
2. Kadar Pati
ini ada hubungannya dengan reaksi respirasi buah
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap
dimana hasil akhir dari reaksi ini adalah berupa air dan
kadar pati menunjukkan bahwa tingkat kematangan dan
dengan terjadinya hidrolisis komponen dinding sel
suhu blansing berpengaruh nyata terhadap tepung
seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin menyebabkan
campolay yang dihasilkan Hasil uji lanjut terhadap
buah kehilangan tekanan turgor akibat bocornya sel dan
kadar pati tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 6
air sel keluar.
dan Tabel 7.
Hasil Penelitian Utama Tabel 5. Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap Kadar
1. Kadar Air Pati
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
kadar air menunjukkan bahwa tingkat kematangan dan k1 (mengkal) 45,04 b
suhu blansing berpengaruh nyata terhadap tepung k2 (matang) 43,51 a
campolay yang dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap
kadar air tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 6. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kadar Pati
dan Tabel 5. Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
Tabel 3. Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap Kadar s1 (50°C) 45,22 c
Air s2 (60°C) 44,25 b
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) s3 (70°C) 43,36 a
k1 (mengkal) 10,45 a Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan .
k2 (matang) 12,20 b
Pada tepung campolay dengan meningkatnya
Tabel 4. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kadar Air kematangan menyebabkan penurunan kadar pati tepung
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) campolay, hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat
s1 (50°C) 12,82 c kematangan buah maka kandungan pati dalam buah
s2 (60°C) 11,50 b akan menurun akibat peningkatan kadar gula. Hal ini
s3 (70°C) 9,65 a sesuai dengan pernyataan Pantastico (1997) Selama
Keterangan : Nilai Rata-rata yang diikuti huruf berbeda menunjukkan pematangan zat pati seluruhnya terhidrolisis dan
perbedaan nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan. terbentuk gula-gula pereduksi, serta kebanyakan
Pada tepung campolay dengan meningkatnya karbohidrat terlarut lainnya mengalami metabolisme
kematangan menyebabkan peningkatan kadar air tepung selama pematangan buah. Winarno (2008) juga
campolay, hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat menyatakan bahwa kandungan pati buah secara umum
kematangan buah secara umum maka kadar air berubah menjadi gula-gula pereduksi yang akan
meningkat (Julianti, 2011). Hal ini sesuai dengan menimbulkan rasa manis.
pernyataan Karim (2016) bahwa buah mentah yang Dalam proses pematangan perubahan penting
menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya. adalah penguraian pati, yang umumnya hampir semua
Kadar air pada tepung campolay seiring dengan dikonversikan menjadi gula. Penguraian ini dikatalisa
bertambahnya suhu blansing semakin menurun oleh enzim amilase yang menghidrolisa pati menjadi
kadarnya, hal ini disebabkan oleh proses blansing maltosa dan dihidrolisa lebih lanjut oleh enzim maltase
dimana semakin tinggi suhu yang digunakan menjadi glukosa (Hariyadi dan Aini, 2015)
mengakibatkan sifat permeabel dinding sel meningkat, Kadar pati pada tepung campolay seiring dengan
sehingga memudahkan penguapan air keluar dari dalam bertambahnya suhu blansing semakin menurun

114
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

kadarnya, hal ini diduga karena kandungan pati ketika Berdasarkan hasil penelitian kadar gula reduksi
proses blansing mengalami gelatinisasi akibat perlakuan tepung campolay berkisar antara 11,78% hingga
suhu yang tinggi. Pati yang tergelatinisasi selanjutnya 13,26%. Mutu tepung buah yang baik sangat ditentukan
lebih mudah diuraikan menjadi gula reduksi, sehingga oleh tingkat umur panen. Semakin rendah kandungan
kadar pati menurun (Ayu dan Yuwono, 2014). gula reduksi yang dihasilkan, dapat menghasilkan
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kadar pati tepung yang bermutu baik (Radiena, 2016).
tepung campolay berkisar antara 42,55% hingga 46%.
4. Kadar Lemak
Kadar pati ini lebih rendah dibandingkan kadar pati dari
Berdasarkan perhitungan ANAVA menunjukkan
tepung non terigu lainnya seperti tepung ubi jalar
bahwa tingkat kematangan, suhu blansing serta interaksi
dengan kandungan pati 55% (Antarlina, 1999), tepung
keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
beras 67,68% (Imanningsih, 2012) dan SNI 01-2997-
tepung campolay. Hasil analisis variasi dapat dilihat
1996 standar mutu tepung singkong dengan kandungan
pada Tabel 10.
pati 75%.
Tabel 9. Hasil Analisis Kadar Lemak Tepung Campolay
3. Kadar Gula Reduksi Sampel Hasil Rata-Rata
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap k1s1 0,55 a
kadar gula reduksi menunjukkan bahwa tingkat k1s2 0,53 a
kematangan dan suhu blansing berpengaruh nyata k1s3 0,51 a
terhadap tepung campolay yang dihasilkan. Hasil uji k2s1 0,54 a
lanjut terhadap kadar gula pereduksi tepung campolay k2s2 0,51 a
dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. k2s3 0,50 a
Tabel 7. Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap Gula Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
Reduksi menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan.
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) Tabel di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi
k1 (mengkal) 12,24 a suhu blansing dan semakin matang buah campolay tidak
k2 (matang) 12,82 b berpengaruh terhadap kadar lemak tepung campolay,
Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama hal ini dapat disebabkan kerusakan dan penurunan
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan. kandungan lemak selama proses blansing dan selama
Tabel 8. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kadar Gula pematangan tidak terlalu besar, sehingga komponen gizi
Reduksi lemak yang berubah disebabkan oleh pecahnya
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) komponen-komponen lemak menjadi produk volatil,
seperti aldehid, keton, alkohol, asam-asam dan
s1 (50°C) 12,11 a
hidrokarbon juga tidak terlalu besar (Apriliyanti, 2010).
s2 (60°C) 12,51 b
Lemak yang menurun kadarnya selama pematangan
s3 (70°C) 12,98 c
Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
atau pada saat pembentukan pigmen tidak terlalu besar
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan. seperti terlihat pada tabel di atas dapat disebabkan
Kadar gula reduksi pada tepung campolay tingkat kematangan yang tidak terlalu jauh jaraknya
semakin meningkat kadarnya seiring dengan (Hariyadi dan Aini, 2015).
bertambahnya suhu blansing, hal ini dapat disebabkan Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kadar
oleh berubahnya pati menjadi gula reduksi diakibatkan lemak berkisar antara 0,50% hingga 0,55% sama bila
oleh suhu tinggi. Pada tepung campolay dengan dibandingkan kadar lemak dari tepung non terigu seperti
meningkatnya kematangan menyebabkan peningkatan tepung ubi jalar dengan kandungan lemak 0,50% hingga
kadar gula reduksi tepung campolay, hal ini disebabkan 1,02% (Choliq, dkk., 2009).
semakin tinggi tingkat kematangan buah maka 5. Kadar Abu
kandungan pati dalam buah secara umum berubah Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap
menjadi gula-gula pereduksi (Winarno, 2008). Hal ini kadar abu menunjukkan bahwa suhu blansing
didukung oleh Hadiwiyoto dan Soehardi (1981) yang berpengaruh nyata terhadap tepung campolay yang
menyatakan bahwa karbohidrat dibentuk melalui proses dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap kadar abu tepung
fotosintesis dalam bentuk tepung, kemudian tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 11.
diubah menjadi sukrosa dan gula-gula reduksi yaitu Tabel 10. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kadar Abu
glukosa dan fruktosa. Perubahan ini tergantung suhu, Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
waktu dan tingkat masak fisiologis hasil pertanian,
s1 (50°C) 3,65 a
misalnya saat pemetikan, tingkat pemasakan dan lain-
s2 (60°C) 3,84 b
lain. Tingkat umur (kemasakan) yang berbeda-beda itu
s3 (70°C) 3,96 c
menyebabkan perbedaan sifatnya. Perbedaan sifat ini Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
jelas terlihat pada kandungan zat-zat penyusunnya menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan .
seperti gula reduksi. Peningkatan kadar abu terjadi seiring dengan
meningkatnya suhu blansing yang ditunjukkan dalam

115
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

tabel disebabkan oleh banyaknya air yang teruapkan Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kadar serat
dari bahan. Hal ini berkaitan dengan kadar air pada kasar berkisar antara 5% hingga 6,63%. Kadar serat
tepung campolay yang menurun dengan semakin kasar ini sebanding dengan kadar serat kasar tepung ubi
tingginya suhu blansing, hal ini disebabkan oleh proses jalar kuning yaitu 5,54%, tetapi lebih tinggi
blansing dimana semakin tinggi suhu yang digunakan dibandingkan dengan kadar serat kasar dari tepung ubi
mengakibatkan sifat permeabel dinding sel meningkat, jalar varietas lain dengan kandungan serat kasar sebesar
sehingga memudahkan penguapan air keluar dari dalam 1,95% hingga 4,72% (Choliq, dkk., 2009) dan tepung
bahan saat pengeringan. Hal ini sesuai dengan singkong maksimal 4% (SNI 01-2997-1996).
pernyataan Sudarmadji (2010) bahwa kadar abu
7. Rendemen
tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA pada
suhu yang digunakan saat pengeringan. Peningkatan
lampiran 4, halaman 96 terhadap rendemen
kadar abu berkaitan dengan semakin besarnya air yang
menunjukkan bahwa tingkat kematangan dan suhu
keluar dari dalam bahan.
blansing berpengaruh nyata terhadap tepung campolay
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk
yang dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap rendemen
berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik
tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel
tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan
14.
yang digunakan dan sebagai penentu parameter nilai
Tabel 12. Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap
gizi suatu bahan (Kartono, 2015). Menurut Suarni
Rendemen
(2009) kadar abu pada tepung mempengaruhi proses
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
dan hasil akhir produk, antara lain warna produk dan
tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar abu k1 (mengkal) 27,32 b
semakin buruk kualitas tepung dan sebaliknya. k2 (matang) 26,39 a
Tingginya kadar abu menunjukkan tingginya komponen Tabel 13. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Rendemen
mineral. Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kadar abu s1 (50°C) 27,82 c
berkisar antara 3,62% hingga 4,04%. Kadar abu ini s2 (60°C) 26,97 b
sebanding dengan kadar abu dari tepung non terigu s3 (70°C) 25,78 a
lainnya seperti tepung ubi jalar dengan kandungan abu Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
2,58 hingga 4,71% (Choliq, dkk., 2009), tetapi lebih menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan.
tinggi dibanding kadar abu tepung singkong sebesar Persentase rendemen tepung campolay
1,5% (Badan Standarisasi Nasional : SNI 01-2997- mengalami penurunan dengan bertambahnya suhu
1996) dan abu pada tepung terigu dengan kadar abu blansing dan tingkat kematangan. Hal ini dapat
0,6% (SNI 01-3751-2006). disebabkan semakin tinggi suhu blansing menyebabkan
terjadinya gelatinisasi dan penyusutan berat buah
6. Kadar Serat Kasar
sehingga rendemen yang dihasilkan semakin rendah hal
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap
ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2009) pada bahan
kadar serat kasar menunjukkan bahwa suhu blansing
pangan yang diblansing, terjadi penyusutan yang sangat
berpengaruh nyata terhadap tepung campolay yang
besar sehingga menyebabkan kehilangan berat bahan
dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap kadar serat kasar
yang cukup tinggi. Kehilangan berat ini dapat mencapai
tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 20.
19% yang diakibatkan oleh kondisi suhu 50ºC sampai
Tabel 11. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kadar Serat
550C.
Kasar
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata rendemen
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)
tepung berkisar antara 26,19% hingga 28,33%.
s1 (50°C) 6,33 c Rendemen tepung campolay ini sebanding dengan
s2 (60°C) 5,88 b rendemen tepung non terigu seperti tepung ubi jalar
s3 (70°C) 5,03 a dengan persentase rendemen tepung sebesar 26,58%
Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan.
hingga 29,58% (Apriliyanti, 2010).
Penurunan serat kasar tepung campolay seiring 8. Daya Serap Air
dengan bertambahnya suhu blansing disebabkan oleh Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap
dinding sel dari bahan berubah selama proses blansing daya serap air menunjukkan bahwa suhu blansing
yang menyebabkan turunnya kadar serat kasar pada berpengaruh nyata terhadap tepung campolay yang
bahan, karena struktur gel pektin dan hemiselulosa dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap daya serap air
rusak oleh pemanasan pada saat blansing (Kusumawati, tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 15.
dkk., 2012). Hal ini didukung dengan pernyataan
Hariyadi dan Aini (2015) dimana terjadi penurunan Tabel 14. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Daya Serap
serat yang tidak larut asam dan basa karena adanya Air
penurunan polisakarida akibat terhidrolisis. Perlakuan Hasil Rata-Rata (%)

116
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

s1 (50°C) 45,00 a Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kelarutan


s2 (60°C) 45,96 b tepung berkisar antara 38,2% hingga 42,98%. Kelarutan
s3 (70°C) 47,93 c tepung campolay ini lebih rendah dibandingkan dengan
Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama kelarutan tepung non terigu seperti tepung ubi jalar
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan. dengan persentase kelarutan tepung sebesar 45% hingga
Peningkatan daya serap air tepung dengan 53,22% (Antarlina, 1999).
bertambahnya suhu blansing terkait dengan kadar air
dalam tepung, pada data kadar air sebelumnya seiring 10. Swelling Power
bertambahnya suhu blansing kadar air tepung yang Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap
dihasilkan semakin rendah, sedangkan dengan swelling power menunjukkan bahwa suhu blansing
bertambahnya kematangan buah menyebabkan berpengaruh nyata terhadap tepung campolay yang
penurunan daya serap air diakibatkan kenaikan kadar air dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap swelling power
pada tepung, hal ini sesuai dengan pernyataan Suarni tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 18.
(2012) dimana kemampuan daya serap air tepung Tabel 17. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Swelling
berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi. Power
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata daya serap Perlakuan Hasil Rata-Rata (g/g)
air tepung berkisar antara 44,91% hingga 48,03%. s1 (50°C) 6,44 a
Kelarutan tepung campolay ini sebanding dengan daya s2 (60°C) 6,61 b
serap air tepung non terigu seperti tepung ubi jalar s3 (70°C) 6,79 c
dengan persentase daya serap air tepung sebesar 41,31% Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan.
hingga 47,69% (Apriliyanti, 2010).
Hasil menunjukkan semakin tinggi suhu blansing
9. Kelarutan semakin meningkat daya pengembangannya.
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA terhadap Peningkatan swelling power ini diakibatkan pemanasan
kelarutan menunjukkan bahwa tingkat kematangan dan pati pada suhu yang semakin tinggi, hal ini sesuai
suhu blansing berpengaruh nyata terhadap tepung dengan hasil penelitian Armiati, dkk., (2015) dimana
campolay yang dihasilkan. Hasil uji lanjut terhadap peningkatan swelling power ini disebabkan kadar
kelarutan tepung campolay dapat dilihat pada Tabel 16 amilosa yang semakin rendah atau amilopektin dalam
dan Tabel 17. pati lebih tinggi. Semakin tinggi suhu blansing, maka
Tabel 15. Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap semakin banyak amilosa tereduksi, sehingga penurunan
Kelarutan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) swelling power (Amalia, 2015). Menurut Jading, dkk.,
k1 (mengkal) 39,67 a (2011), swelling power pada tepung juga dipengaruhi
k2 (matang) 41,66 b oleh daya serap air. Semakin besar daya serap air
menyebabkan swelling power meningkat.
Tabel 16. Pengaruh Suhu Blansing terhadap Kelarutan Swelling power yang tinggi berarti semakin
Perlakuan Hasil Rata-Rata (%) tinggi pula kemampuan pati mengembang dalam air
s1 (50°C) 39,28 a (Suriani, 2008). Yuliasih (2007) menyatakan bahwa
s2 (60°C) 40,46 b komponen pati dalam suatu bahan mempengaruhi
s3 (70°C) 42,25 c kemampuan penyerapan air dan daya pengembangan
Keterangan: Nilai rata-rata yang ditandai dengan huruf yang sama pati (swelling power).
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Duncan.
Berdasarkan pada hasil di atas kelarutan tepung 11. Produk Terpilih
campolay meningkat dengan bertambahnya suhu Berdasarkan hasil skoring, perlakuan k1s3
blansing, dan juga meningkat dengan bertambahnya menjadi tepung terpilih karena memiliki nilai skoring
tingkat kematangan. Hal ini dapat disebabkan oleh pati tertinggi, dengan hasil respon kimia sebagai berikut :
dalam buah campolay dimana semakin tinggi suhu kadar air sebesar 8,81%, kadar gula 12,7%, kadar pati
blansing, pati buah terhidrolisis dan berubah dari bentuk 44,17%, kadar abu 3,88%, kadar lemak 0,51%, kadar
karbohidrat yang kompleks (polisakarida) menjadi serat kasar 5,07%. Hasil respon fisik meliputi rendemen
karbohidrat atau gula sederhana yang lebih mudah larut tepung sebesar 26,19%, kelarutan tepung 41,53%, daya
dalam air. Begitu pula dengan meningkatnya serap air sebesar 48,03% dan swelling power 6,78 g/g.
kematangan buah campolay, Maharani, dkk., (2015) Tepung campolay terpilih dilakukan pengujian
mengemukakan bahwa dalam proses metabolisme buah, sifat amilografi dan kadar amilosa dengan hasil sebagai
pati mengalami perombakan menjadi glukosa, fruktosa, berikut :
dan gula pereduksi lainnya yang lebih mudah larut Tabel 18. Data Hasil Penelitian Sifat Amilografi dan
dalam air. Berdasarkan pada pernyataan tersebut dapat Kadar Amilosa
diketahui kelarutan tepung campolay dalam air menjadi Gelatinisasi
Viskositas Visko-
Kadar
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu blansing Puncak (Cp) sitas
Kode Amilos
Waktu Suhu Wakt Suh Balik
dan kematangannya. (menit) (°C) u u (Cp)
a (%)

117
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

(men (°C) Uji kesukaan terhadap rasa dan tingkat


it) kerenyahan biskuit campolay menunjukkan biskuit
dengan kode 172 lebih disukai oleh panelis. Hal ini
k1s3 5,08 58,45 - - 356,71 17,15 dapat disebabkan proporsi yang cukup antara tepung
campolay dan tepung terigu serta dengan penambahan
Menurut Scoch dan Maywald (1968) dalam mentega, gula dan kuning telur yang tepat sehingga
Utami (2010) pati yang telah mencapai suhu awal menghasilkan rasa dan tingkat kerenyahan yang disukai
gelatinisasi akan menyerap air dan mengalami panelis.
peningkatan viskositas. Penyerapan air secara terus Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil
menerus akan meningkatkan viskositas pasta pati kesimpulan sebagai berikut :
sampai akhirnya granula pati akan pecah kemudian 1. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kematangan
mengalami penurunan viskositas. Namun pada buah campolay berpengaruh terhadap karakteristik
penelitian ini, hal tersebut tidak ditemukan pada tepung tepung campolay yaitu pada kadar air, pati, gula
campolay, sehingga pada tabel di atas viskositas puncak reduksi, rendemen tepung dan kelarutan tepung.
tepung campolay tidak dapat diketahui. Hal ini 2. Suhu blansing buah campolay berpengaruh terhadap
dikarenakan tepung campolay terus mengalami kadar air, pati, gula reduksi, abu, serat kasar, rendemen,
peningkatan viskositas selama proses pemanasan dan daya serap air, kelarutan dan swelling power tepung
pendinginan sehingga tidak ada viskositas puncak. campolay.
Tepung untuk olahan pangan ragam jenis dan 3. Kadar lemak tidak dipengaruhi baik oleh tingkat
fungsinya contohnya terdapat tepung Tang Mien atau kematangan maupun suhu blansing. Interaksi antara
Tang Flour, merupakan endapan (sari pati) dari tepung tingkat kematangan dan suhu blansing juga tidak
terigu, lalu diambil glutennya. Fungsi tepung ini salah berpengaruh terhadap karakteristik tepung campolay.
satunya untuk hasil akhir tampilan kulit dim sum 4. Penentuan produk terpilih dilihat dari respon fisik dan
tampak bening/transparan. Selanjutnya terdapat tepung respon kimia dan perlakuan yang terpilih adalah
putih telur yang digunakan sebagai sumber protein perlakuan k1s3 (tingkat kematangan mengkal dengan
dalam olahan pangan, dan ada tepung custard khusus suhu blansing 70°C).
untuk membuat vla yang dibuat dari campuran tepung 5. Biskuit yang mendapat penilaian paling disukai oleh
kentang (atau maizena), gula, susu dan kuning telur dan panelis dari atribut warna, kekerasan dan rasa adalah
bahan pengental lainnya. biskuit dengan kode 172 (perbandingan tepung
campolay dan tepung terigu yaitu 75:25).
12. Pengaplikasian pada Biskuit
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik Daftar Pustaka
pada lampiran 6 halaman 107 tingkat kesukaan panelis 1. Adi, Irwanto. (2016). Alkesa : Klasifikasi, dan
terhadap warna, kerenyahan dan rasa biskuit Manfaat Buah Alkesa. Retrieved Mei 03, 2017
menunjukkan bahwa biskuit dengan kode 172 from Blog from Learning :
(perbandingan tepung campolay dan tepung terigu 75 : http://irwantoadi926.blogspot.co.id/2016/10/alkesa-
25) memiliki nilai rata-rata tertinggi dengan penilaian klasifikasi-dan-manfaat-buah.html.
suka (skala 4). Hasil rata-rata terbesar dari masing- 2. Afrianti, H. Leni. (2013). Teknologi Pengawetan
masing atribut dapat dilihat pada tabel 20. Pangan. Alfabeta, Bandung.
Tabel 19. Hasil Perhitungan Rata-rata Biskuit 3. Agustiningrum, Ayu, D., Susilo, Bambang., dan
RATA-RATA Yulianingsih, Rini. (2014). Studi Pengaruh
KODE Kere Konsentrasi Oksigen pada Penyimpanan
War TOTAL
SAMPEL nyah Rasa
na Atmosfer Termodifikasi Buah Sawo. Jurnal
an
Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2, No. 1. Fakultas
680 (25 :
3,23 3,20 3,27 9,70 Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya,
75)
461 (50 : Malang.
3,23 3,17 3,17 9,57
50) 4. Amalia, A. (2015). Pembuatan Pati. Retrieved
172 (75 : September 17, 2017 from :
4,13 4,20 4,13 12,47
25)
523 (100
https://arrafidiena2013.wordpress.com/2015/07/29/
3,17 3,27 3,33 9,77 pembuatan-pati/
: 0)
Dari segi warna, biskuit dengan perbandingan 5. Amiruddin, Chaerah. (2013). Pembuatan Tepung
tepung campolay dan tepung terigu (75 : 25) lebih Wortel ( Daucus carrota L ) Dengan Variasi
disukai. Warna biskuit yang diterima oleh konsumen Suhu Pengering. Skripsi : Fakultas Pertanian,
adalah warna kuning hingga kuning kecoklatan. Warna Universitas Hasanuddin, Makasar.
coklat pada biskuit campolay yang dihasilkan setelah 6. Antarlina, S.S. (1999). Kandungan Gizi, Mutu
pemanggangan merupakan reaksi pencoklatan non Tepung Ubi Jalar serta Produk Olahannya.
enzimatis atau reaksi Maillard (Gracia, dkk., 2009). Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.

118
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

7. AOAC Association of Official Analytical Chemist, Skripsi : Fakultas Pertanian, Universitas


(2005). Official Method of Analysis of The Hasanuddin, Makassar.
Association of Official Analytical of Chemist. 23. Hariyadi, P. dan Aini, Nur. (2015). Dasar-dasar
Arlington: The Association of Official Analytical Penanganan Fasca Panen Buah dan Sayur.
Chemist, Inc. Alfabeta, Bandung.
8. Apriliyanti, Tina., (2010). Kajian Sifat 24. Hidayat, Beni., Ahza B. Adil., dan Sugiyono.
Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu (2007). Karakterisasi Tepung Ubi Jalar
(Ipomoea batatas blackie) dengan Variasi Proses (Ipomoea batatas L.) Varietas Shiroyutaka serta
Pengeringan. Skripsi, Fakultas Pertanian, Kajian Potensi Penggunaan sebagai Sumber
Universitas Sebelas Maret. Pangan Karbohidrat Alternatif. Jurnal Teknologi
9. Armiati, Mila., dkk., (2015). Proses Perubahan dan Industri Pangan Vol. XVIII No. 1. Fakultas
Pada Pati (Swelling). Fakultas Teknologi Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. 25. Imanningsih, Nelis., (2012). Profil Gelatinisasi
10. Ayu, C. Disafitri, dan Yuwono S. Sudarminto., Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk
(2014). Pengaruh Suhu Blansing Dan Lama Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan
Perendaman Terhadap Sifat Fisik Kimia 2012, 35 (1): 13-22.
Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium). 26. Jading, dkk., (2011). Karakteristik Fisikokimia
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.2 p.110- Pati Sagu Hasil Pengeringan secara Fluidisasi
120. FTP Universitas Brawijaya, Malang. Menggunakan Alat Pengering Cross Flow
11. Badan Standarisasi Nasional, (1996). Tepung Fluidized Bed Bertenaga Surya dan Biomassa
Singkong : SNI 01-2997-1996. Jakarta. Reaktor. Jurnal Pangan 13 (3): 155-164.
12. Badan Standarisasi Nasional, (2006). Tepung 27. Julianti, E. (2011). Pengaruh tingkat kematangan
Terigu sebagai Bahan Makanan : SNI 01-3751- dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah
2006. Jakarta. terung belanda (Cyphomandra betacea). J.
13. Brookfield Engineering Labs., Inc. (2005) Hortikultura Indonesia 2(1).
Operating Instructions Manual No. M/03-165- 28. Kainuma. K, Odat T, dan Cuzuki S. 1967. Study of
A0404. Brookfield. starch Phosphates Monoester. J. Technol, Soc.
14. Choliq, A., Sarjana, dan Ambarsari, Indrie. (2009). Starch 14: 24-28.
Rekomendasi dalam Penetapan Standar Mutu 29. Karim, O. Yani., (2016). Kadar Air dalam Bahan
Tepung Ubi Jalar. Balai Pengkajian Teknologi Pangan. Retrieved September 25, 2017 from :
Pertanian, Jawa Tengah. yanialkarim.blogspot.com.
15. Effendi, Supli. (2009). Teknologi Pengolahan dan 30. Karsinah dan Rebin, (2013). Buah Tropika yang
Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung. Berpotensi Sebagai Sumber Pangan Alternatif.
16. Estiasih. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok,
PT Bumi Aksara. Jakarta. Sumatera Barat.
17. Fitrayana, Chandra. (2014). Pengaruh Lama dan 31. Kartono, Hendry. (2015). Penentuan Kadar Air
Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Teh dan Kadar Abu. Retrieved Agustus 27, 2017 from:
Herbal Pare (Momordica charantia L). Skripsi : hendry.blogspot.co.id/2015/06/penentuan-kadar-
Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung. air-dan-kadar-abu.html/
18. Gasperz, Vincent. (2006). Teknik Analisis dalam 32. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi
Penelitian Percobaan (Cetakan Ketiga). Tarsito, Online. Matang. Retrieved Mei 23, 2017 from :
Bandung. http://kbbi.web.id/matang
19. Gracia, Cynthia, Sugiyono dan Haryanto, 33. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi
Bambang. (2009). Kajian Formulasi Biskuit Online. Mengkal. Retrieved Mei 23, 2017 from :
Jagung dalam Rangka Substitusi Tepung http://kbbi.web.id/mengkal
Terigu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 34. Komalasari, Sri., (2015). Pengaruh Perbandingan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Air Rendaman dengan Kacang Koro Pedang
Bogor. Menggunakan Metode Sirkulasi Berpengaduk
20. Hadiwiyoto, S. dan Soehardi, (1981). Penanganan terhadap Kadar Sianida dan Kadar Protein
Lepas Panen. Departemen Pendidikan dan Tepung Kacang Koro Pedang (Canavalia
Kebudayaan, Jakarta. ensiformis). Skripsi : Fakultas Teknik, Universitas
21. Hafiz, L. Ikhwan., (2008). Pengaruh Lama dan Pasundan, Bandung.
Suhu Pengeringan terhadap Mutu Tepung 35. Kusmawati, dkk. (2000). Dasar-Dasar
Pandan. Skripsi : Fakultas Pertanian, Universitas Pengolahan Hasil Pertanian I. Central Grafika.
Sumatera Utara. Jakarta.
22. Hamsah, (2013). Karakterisasi Sifat Fisikokimia 36. Kuspito, Djoko., (2011). Sawo. Retrieved Mei 03,
Tepung Buah Pedada (Sonneratia Caseolaris). 2017, from Aneka Buah-buahan : http://aneka-
buah-buahan.blogspot.co.id/2011/05/sawo.html

119
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

37. Kusumawati, D. Desti, Amanto S. Bambang dan http://www.rizumablog.com/2012/ buah-


Muhamad A.R. Dimas. (2012). Pengaruh alkesah.htm.
Perlakuan Pendahuluan Dan Suhu Pengeringan 51. Sandria, Adi. (2015). Pengamatan Tingkat
Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Pengaruh Kematangan. Retrieved Mei 31, 2017
Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). from Agronomiunhas :
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1, Jurusan Ilmu http://agronomiunhas.blogspot.
dan Teknologi Pangan, Universitas Sebelas Maret, co.id/2015/03/pengamatan-tingkat-pengaruh-
Surakarta. kematangan.html?m=1.
38. Li, J.Y. (2001). Relationship Between Thermal, 52. Soekarto, (2006). Penilaian Organoleptik.
Rheological Characteristics, And Swelling Bharatara Karya Aksara, Jakarta.
Power For Various Starches. J. Food Engineering 53. Suarni, (2009). Prospek Pemanfaatan Tepung
Vol.50 : 141-148 Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Jurnal
39. Maharani, dkk., (2015). Metabolisme Senyawa Litbang Pertanian, 28(2), 2009.
Polisakarida. Akademisi Farmasi Saraswati, 54. Suarni, (2012). Struktur dan Komposisi Biji dan
Denpasar. Nutrisi Gandum. Balai Penelitian Tanaman
40. Muchtadi, Tien., M. Sugiyono dan Serealia. Retrieved September 15, 2017 from :
Ayustaningwarno Fitriyono. (2013). Ilmu balitsereal.litbang.pertanian.go.id
Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. 55. Sudarmadji, (2010). Analisa Bahan Makanan dan
41. Natalia, (2014). Sawo Mentega. Retrieved Mei 03, Pertanian. Penerbit : Liberty Yogyakarta.
2017:https://leliisriani94.wordpress.com/category/j 56. Suprapti, (2005). Selai dan Cake. Yogyakarta.
enis-jenis/jns-sawo-mentega/. Penerbit: Kanisius.
42. Novita, T. (2000). Peran Fisiologi Poliamin dan 57. Suriani, A.I., (2008). Mempelajari Pengaruh
Etilen pada Proses Pemasakan Buah Pepaya Pemanasan dan Pendinginan Berulang terhadap
Solo (Caricapepaya L.). Tesis. Institut Pertanian Karakteristik Sifat Fisik dan Fungsional Pati
Bogor. Bogor. Garut (Marantha Arundinacea) Termodifikasi
43. Nurba, D., (2008). Analisis Distribusi Suhu, (Skripsi). Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Aliran Udara, RH dan Kadar Air. Retrieved 58. Trisnawati, W., Suter K., Suastika K., dan Putra K.
October 04, 2017 from : repository.ipb.ac.id. Nengah., (2014). Pengaruh Metode Pengeringan
44. Nurhasari, (2011). Pengaruh Formulasi Mentega Terhadap Kandungan Antioksidan, Serat
terhadap Mutu Cookies. Laporan Praktikum : Pangan dan Komposisi Gizi Tepung Labu
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Kuning. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Ilmu
Pertanian, Universitas Sahid Jakarta. Retrieved Mei dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
17, 2017 from Teknologi Pangan : http://elfinta- Pertanian, Universitas Udayana, Bali.
nurhastari.blogspot.co.id/2011/08/pengola han- 59. Utami, (2010). Modifikasi Pati Ganyong Dengan
biskuit.html. Teknik Heat Moisture Treatment (HMT) Dan
45. Pantastico, Er. B., (1997). Fisiologi Pasca Panen. Aplikasinya Dalam Pembuatan Sohun Dengan
Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Penambahan Hidrokoloid. Bogor. IPB
46. Purwandari, U., Supriyanto dan Burhan. (2012). 60. Verheij, EWM., dan Coronel, RE. (1997). Buah-
Sifat Fisika, Kimia, dan Tekstural Beberapa buahan yang dapat dimakan, Proses,
Tepung Non-Konvensional dan Karakteristik Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2. Gramedia
Roti Tawar yang Dihasilkan. Jurnal : Jurusan Pustaka Utama. Jakarta.
Teknologi Industri Pertanian, Universitas 61. Warta, (2015). Alkesa / Sawo Mentega. Retrieved
Trunojoyo Madura, Madura. Mei 03, 2017 :
47. Primarasa, (2004). Kue Kering. Gaya Favorit http://www.wartatani.com/2015/07/alkesa-sawo-
Press, Jakarta. mentega.html
48. Radiena, Mozes S.Y., (2016). Umur Optimum 62. Wibowo, Djony. 2012. Uji Coba Pembuatan
Panen Pisang Kepok (Musa paradisiaca, L) Cookies Dengan Tepung Kulit Telur Ayam
Terhadap Mutu Tepung Pisang. Balai Riset dan Sebagai Pengganti Tepung Terigu. Publisher:
Standardisasi Industri, Ambon. Binus University.
49. Rauf, Rusdin., dan Sarbini, Dwi. (2015). Daya 63. Wijaya, Hendra. (2010). Kajian Teknis Standar
Serap Air sebagai Acuan Menentukan Volume Nasional Indonesia Biskuit SNI 01- 2973-1992.
Air dalam Pembuatan Adonan Roti dari Bogor : Balai Besar Industri Argo Kementrian
Campuran Terigu dan Tepung Singkong. Perindustrian
Agritech, Vol. 35, No. 3, Fakultas Ilmu Kesehatan, 64. Wikipedia, (2017). Pouteria campechiana.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Retrieved Mei 05, 2017 from Wikipedia.org :
50. Rizky, (2012). Buah Alkesah. Retrieved Mei 03, https://en.wikipedia.org/wiki/Pouteria_campechian
2017, from Rizumablog: a.

120
Pasundan Food Technology Journal, Volume 5, No.2, Tahun 2018

65. Winarno, (2008). Kimia Pangan dan Gizi. PT


Gramedia Pustaka, Jakarta.
66. Yuliasih, dkk., (2007). Pengaruh Proses
Fraksinasi Pati Sagu Terhadap Karakteristik
Fraksi Amilosanya. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian 17 (1): 29-36.

121

Anda mungkin juga menyukai