Anda di halaman 1dari 22

Manajemen Triage pada kondisi Darurat Gedung Runtuh karena Gempa

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana

Oleh : Kelompok 1

Anis Sa’adah Fitriana Endah Soemanti


Annisya Hervina Barang
Apriliyanti Pratiwi Indartik
Asyie mahmudah Irma Husen
Atiul Marifa Iswi Sandra
Dedi Hariyadi Juliana Hernisah
Dewi sri handayani Jupriadi Tou’pa
Dwie aulia oktarina Keltywanasari
Eny Setiawati Lilik Daiyah
Fera Herlina Lilik kurniawati

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI NERS TAHAP
SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN
SAMARINDA
2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN

Bertambahnya kekayaan negara setiap tahunnya menyebabkan pemerintah perlu


memperhatikan berbagai aspek manajemen aset, termasuk di dalamnya aspek manajemen
risiko. Salah satu risiko terhadap aset Barang Milik Negara (BMN) terutama pada bangunan
gedung negara adalah risiko terhadap bencana alam. Kondisi geografi Indonesia yang
terletak di jalur gunung api menjadikan negara ini tidak lepas dari ancaman bencana alam
berupa letusan gunung api dan gempa bumi tektonik.
Pembangunan infrastruktur tentu sangat diperlukan untuk mempercepat putaran roda
ekonomi. Namun, pembangunan tersebut seyogyanya harus memperhatikan potensi bencana
yang ada. Menurut Davidson (1997: 5) dan (The World Bank, 2012: 12), meningkatnya
pertumbuhan tanpa adanya manajemen risiko dan semakin bertambah tuanya aset tersebut
merupakan penyebab utama meningkatnya kerusakan pada saat bencana. Nugroho (2013)
menyatakan besarnya kerusakan dan kerugian akibat bencana gempa bumi di indonesia
setiap kejadian adalah 5 s.d. 8 kali biaya untuk membangun jembatan besar, sehingga
dampak akibat bencana alam ini tentu berpengaruh terhadap laju pembangunan.
Bencana gempa tsunami di Aceh dan gempa di Bantul telah menginisiasi lahirnya
Undang- Undang (UU) Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Melalui
undang-undang ini, paradigma lama berupa penanganan bencana yang sifatnya pasif diubah
menjadi penanggulangan bencana yang sifatnya aktif. Berpedoman pada undang-undang
tersebut, kini bencana telah dikelola sejak sebelum terjadinya bencana hingga sesudahnya.
Pengertian Manajemen Risiko Bencana atau Disaster risk management (DRM) menurut The
World Bank (2009: 2) adalah:
“refers to the systematic process of using administrative decisions, organization,
operational skills, and capacities to implement policies, strategies, and coping capacities
of the society and communities to lessen the impacts of natural hazards and related
environmental and technological disasters. This includes all forms of activities, including
structural and nonstructural measures to avoid (prevention) or to limit (mitigation,
preparedness, and response) the adverse effects of hazards”.

Berhubungan dengan pengertian manajemen risiko bencana tersebut, aset pemerintah


terutama bangunan gedung negara semestinya wajib mengadopsi konsep manajemen risiko.
Konsep manajemen risiko diperlukan karena sifat dari aset pemerintah yang merupakan pusat
layanan publik, sehingga kecepatan pemulihan aset pasca bencana tersebut akan memperkuat
kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Sejarah mencatat bencana sebagai gejala alam yang terjadi secara alami. Kita tidak bisa
menentukan kapan dan dimana bencana alam dapat terjadi, tetapi kita memiliki kesempatan
untuk mengurangi risiko bencana. UNISDR, (2015) menyatakan identifikasi dan perencanaan
pembangunan ekonomi dan perkotaan yang baik, akan mengurangi risiko dari bencana
sehingga keberlangsungan pembangunan akan berlanjut.

Pemerintah sebagai entitas penggerak pembangunan memiliki andil besar dalam manajemen
risiko bencana. Entitas nasional yang terlibat dalam manajemen risiko bencana adalah
Kepresidenan, Badan Penanggulangan Bencana, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sektor
asuransi dan entitas nasional lainnya (UNISDR 2017).
Pelaksanaan Kegiatan PRB-BK telah memasuki tahap implementasi,. Di sisi lain beberapa
desa/kelurahan replikasi sedang memasuki tahap persiapan penyusunan rencana penataan
permukiman. Dengan demikian beberapa beberapa komponen rehabilitasi dan rekonstruksi
infrastruktur tersier lingkungan permukiman berbasis pengurangan risiko bencana telah selesai
direalisasikan.
Komponen – komponen infrastruktur yang telah terbangun merupakan sebagian dari upaya
pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Komponen lainnya yang lebih penting
adalah kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan
risiko bencana serta fungsi dari infrastruktur lingkungan permukiman yang telah terbangun.
Pada dasarnya komponen – komponen infrastruktur terbangun merupakan sebagian dari upaya
pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Namun di sisi lain tingkat kecukupan
pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan risiko bencana
masih belum seimbang dengan prasarana dasar lingkungan permukiman yang telah terbangun.
Mempertimbangkan akan pentingnya kecukupan pengetahuan, pemahaman serta tindak nyata
warga secara berkelanjutan terkait dengan pengurangan risiko bencana, maka perlu upaya
peningkatan kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta ketrampilan warga dalam
menghadapi bencana. Salah satu kegiatan yang dirasakan perlu adalah melakukan simulasi
bencana di tingkat komunitas dan/atau desa/kelurahan.

B. Pengertian
Menurut Djojosoedarso (2003: 14), manajemen risiko dilakukan dengan menemukan
kerugian potensial atau mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi suatu entitas.
Setelah risiko tersebut dapat diidentifikasi, maka perlu segera dilakukan evaluasi terhadap
kerugian potensial yang dapat terjadi meliputi:
a. Menghitung besarnya kemungkinan atau frekuensi terjadinya kerugian.
b. Mengukur besarnya kegawatan atau menilai besarnya kerugian yang mungkin akan
diderita.
Setelah evaluasi disusun, maka langkah selanjutnya adalah memilih cara atau kombinasi dari
cara yang tepat guna menanggulangi kerugian. Teknik/cara atau kombinasi teknik/cara
sebagaimana disarankan oleh Djojosoedarso (2003: 15)
Teknik manajemen risiko dengan membagi pada beberapa kawasan sebagai berikut:
Kawasan I ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Tinggi)
Pada kawasan ini, tingkat kerugian ketika dibangun suatu infrastruktur akan berdampak
besar. Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah menghindari atau relokasi.
Infrastruktur yang dapat dibangun adalah infrastruktur sederhana seperti jalan yang dapat
digunakan untuk kegiatan tanggap darurat. Bangunan Milik Negara pada daerah ini perlu
diminimalisir dan hanya diutamakan terdapat bangunan untuk pertolongan pada bencana
seperti kantor polisi, pemadam kebakaran, fasilitas kesehatan. Untuk infrastruktur dan
bangunan milik negara selain untuk kegiatan tanggap darurat, sebaiknya direlokasi ke zona
yang lebih aman. Pada zona sangat rawan ini, bangunan milik negara dibangun tidak
bertingkat atau hanya bertingkat dua sederhana, agar beban yang disangga oleh bangunan
tidak melebihi batas aman. Bentuk bangunan harus regular atau seragam pada semua sisinya
dan dan tidak terlalu panjang seperti bangunan sekolah. Bangunan yang akan dibangun atau
telah eksisting harus diperkuat sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Kawasan II ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Rendah)
Di zona kedua merupakan zona rawan bencana, dimana masih memliki propabilitas bencana
yang sedang. Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah retensi atau
memperkuat, Pengendalian yaitu dengan langkah urban planning dan asuransi. Pada zona ini
masih memungkinkan untuk mendirikan infrastruktur dan bangunan tingkat sederhana
dengan melakukan penguatan. Bangunan yang telah existing dengan fungsi di luar
administrasi seperti laboratorium harus direlokasi dari zona ini. Pembangunan sekolah
menggunakan material kayu atau dibuat semi permanen.
Kawasan III ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Tinggi)
Di zona ketiga propabilitas bencana rendah dengan tingkat kerusakan tinggi. Teknik
manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah Asuransi dan Pengendalian melaui urban
planning. Pada zona ini, infrastruktur dapat didirikan dengan jumlah yang telah
diperhitungkan dan seluruh infrastruktur tersebut di asuransikan. Bangunan yang telah
existing dengan fungsi di luar administrasi seperti laboratorium harus direlokasi dari zona
ini.
Kawasan IV ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Rendah)
Zona ini merupakan zona aman, dimana semua jenis Infrastruktur vital dapat dibangun seperti
bandara, rel kereta, pipa gas, dan pusat listrik.

Dalam Kepmenkes No.45/Menkes/Sk/1/2007 korban massal adalah korbanakibat kejadian


dengan jumlah relatif banyak oleh karena sebab yang sama dan perlu mendapatkan pertolongan
kesehatan segera dengan menggunakan sarana,fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia
sehari-hari. Manajemen korbanmassal akibat kedaruratan komplek harus mengutamakan
keselamatan penolongnyakemudian menyelamatkan korban. Manajemen korban massal harus
dilakukansecepat mungkin untuk menghindari cedera dan kecacatan lebih lanjut.
a. Penyebab
1.Alam : seperti : banjir, gempa bumi,tsunami dan lain sebagainya.
2.Teknologi : seperti : tabrakan kereta api, rubuhnya gedung dan lain sebagainya.
3.Konflik : seperti : konflik antar etnis,terorisme dan lain sebagainya
b. Penatalaksanaan Korban Massal
Penanganan medis untuk korban cedera dalam jumlah besar diperlukansegera setelah
terjadinya gempa bumi, kecelakaan transportasi atau industri yang besar, dan bencana
lainnya. Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan muncul
dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak tertolong karena sumbersumber daya
lokal, termasuk transportasi tidak dimobilisasisegera. Oleh karena itu sumber daya lokal
sangat menentukan dalam penanganankorban di fase darurat.Menurut Pan American
Health Organization (2006), penanganan korbanmassal dikelompokkan menjadi 3 tahap,
yaitu :
1.Layanan darurat pra-rumah sakit
2.Penerimaan dan pengobatan dirumah sakit
3.Redistribusi pasien antar-rumah sakit
c. Penatalaksanaan di Lapangan
Penatalaksanaan lapangan meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengelola
daerah bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan korban.
1. Proses Penyiagaan
Proses penyiagaan merupakan bagian dari aktivitas yang bertujuan untuk melakukan
mobilisasi sumber daya secara efisien. Proses ini mencakup peringatan awal, penilaian
situasi, dan penyebaran pesan siaga. Proses ini bertujuan untuk memastikan tanda bahaya,
mengevaluasi besarnya masalahdan memastikan bahwa sumber daya yang ada
memperoleh informasi dandimobilisasi.
a. Penilaian Awal
Penilaian awal merupakan prosedur yang dipergunakan untuk segeramengetahui
beratnya masalah dan risiko potensial dari masalah yangdihadapi. Aktivitas ini dilakukan
untuk mencari tahu masalah yang sedangterjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi dan
memobilisasi sumber dayayang adekuat sehingga penatalaksanaan lapangan dapat
diorganisasi secara benar.
Di dalam penilaian awal dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk
mengidentifikasi :
1)Lokasi kejadian secara tepat
2)Waktu terjadinya bencana
3)Tipe bencana yang terjadi
4)Perkiraan jumlah korban
5)Risiko potensial tambahan
6)Populasi yang terpapar oleh bencana.
b. Pelaporan ke Tingkat Pusat
Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat komunikasi
sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi kecelakaan.Keterlambatan akan timbul dalam
mobilisasi sumber daya ke lokasi bencana jika tim melakukan aktivitas lanjutan sebelum
melakukan pelaporan penilaian awal, atau informasi yang dibutuhkan dapat hilang
jikakemudian tim tersebut juga terlibat dalam kecelakaan.
c. Penyebaran Informasi Pesan Siaga
Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan pesan siaga,
memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan dan menyebarkaninformasi kepada tim atau
institusi dengan keahlian khusus dalam penanggulangan bencana massal. Pesan siaga
selanjutnya harus dapat disebarkan secara cepat dengan menggunakan tata cara yang telah
ditetapkan sebelumnya (lihat bagian Pengelolaan data dan informasi penanganan krisis).
2. Identifikasi Awal
Lokasi BencanaTugas kedua tim penilai awal adalah untuk mengidentifikasi lokasi
penanggulangan bencana. Hal ini mencakup:
a.Daerah pusat bencana
b.Lokasi pos komando
c.Lokasi pos pelayanan medis lanjutan
d.Lokasi evakuasi
e.Lokasi VIP dan media massa
f.Akses jalan ke lokasi.

Identifikasi awal lokasi-lokasi di atas akan memungkinkan masing-masingtim bantuan


untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja merekasecara cepat dan efisien. Salah
satu cara terbaik untuk proses pra-identifikasiini adalah dengan membuat suatu peta
sederhana lokasi bencana yangmencantumkan topografi utama daerah tersebut seperti jalan
raya, batas-batas wilayah alami dan artifisial, sumber air, sungai, bangunan, dan lain-
lain.Dengan peta ini dapat dilakukan identifikasi daerah-daerah risiko potensial, lokalisasi
korban, jalan untuk mencapai lokasi, juga untuk menetapkan perbatasan area larangan.
Dalam peta tersebut juga harusdicantumkan kompas dan petunjuk arah mata angin.
3.Tindakan Keselamatan
Tindakan penyelamatan diterapkan untuk memberi perlindungan kepada korban, tim
penolong dan masyarakat yang terekspos dari segala risiko yangmungkin terjadi dan dari
risiko potensial yang diperkirakan dapat terjadi(perluasan bencana, kemacetan lalu lintas,
material berbahaya, dan lain-lain).
Langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan, antara lain:
a. Aksi langsung yang dilakukan untuk mengurangi risiko seperti dengan memadamkan
kebakaran, isolasi material berbahaya, penggunaan pakaian pelindung, dan evakuasi
masyarakat yang terpapar oleh bencana.
b. Aksi pencegahan yang mencakup penetapan area larangan berupa:
 Daerah pusat bencana—terbatas hanya untuk tim penolong profesional yang
dilengkapi dengan peralatan memadai.
 Area sekunder—hanya diperuntukkan bagi petugas yang ditugaskanuntuk
operasi penyelamatan korban, perawatan, komando dan kontrol,komunikasi,
keamanan/keselamatan, pos komando, pos medislanjutan, pusat evakuasi
dan tempat parkir bagi kendaraan yangdipergunakan untuk evakuasi dan
keperluan teknis.
 Area tersier—media massa diijinkan untuk berada di area ini, area juga
berfungsi sebagai “penahan” untuk mencegah masyarakatmemasuki daerah
berbahaya. Luas dan bentuk area larangan ini bergantung pada jenis bencana
yang terjadi (gas beracun, material berbahaya, kebakaran, kemungkinan
terjadinya ledakan), arah angindan topografi.Langkah penyelamatan akan
diterapkan oleh Tim Rescue dengan bantuan dari Dinas Pemadam
Kebakaran dan unit unit khusus (seperti ahli bahan peledak, ahli material
berbahaya, dan lain-lain) dalam menghadapi masalah khusus. Area larangan
ditetapkan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan jika diperlukan dapat
dilakukan koordinasi dengan petugas khusus seperti kepala bandar udara,
kepala keamanan di pabrik bahan kimia, dan lain-lain.
4. Langkah Pengamanan
Langkah pengamanan diterapkan dengan tujuan untuk mencegah campur tangan pihak
luar dengan tim penolong dalam melakukan upaya penyelamatan korban. Akses ke setiap area
penyelamatan dibatasi dengan melakukan kontrollalu lintas dan keramaian. Langkah
penyelamatan ini memengaruhi penyelamatan dengan cara:
a.Melindungi tim penolong dari campur tangan pihak luar.
b.Mencegah terjadinya kemacetan dalam alur evakuasi korban danmobilisasi sumber
daya.
c.Melindungi masyarakat dari kemungkinan risiko terpapar oleh kecelakaanyang
terjadi.
Faktor keamanan ini dilaksanakan oleh Kepolisian, unit khusus (AngkatanBersenjata),
petugas keamanan sipil, petugas keamanan bandar udara, petugaskeamanan Rumah Sakit, dan
lain-lain.
5. Pos Komando
Pos Komando merupakan unit kontrol multisektoral yang dibentuk dengan tujuan:
a. Mengoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam penatalaksanaan dilapangan.
b. Menciptakan hubungan dengan sistem pendukung dalam proses penyediaan informasi
dan mobilasi sumber daya yang diperlukan.
c. Mengawasi penatalaksanaan korban.
Semua hal di atas hanya dapat terwujud jika Pos Komando tersebut mempunyai
jaringan komunikasi radio yang baik. Penatalaksanaan lapangan dari suatu bencana massal
membutuhkan mobilisasi dan koordinasi sektor-sektor yang biasanya tidak bekerja sama
secara rutin. Efisiensi aktivitas pra-rumah sakit ini bergantung pada tercipta-nya koordinasi
yang baik antara sektor-sektor tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan koordinasi ini Pos
komando harus dibentuk pada awal operasi pertolongan bencana massal.
Kriteria utama bagi efektifnya Pos Komando adalah tersedianya sistem komunikasi
radio. Sistem ini dapat bervariasi antara peralatan yang sederhana seperti radio komunikasi
di mobil polisi hingga yang kompleks pos komando bergerak khusus, bertempat di tenda
hingga yang ditempatkan dalam bangunan permanen.Pos Komando ditempatkan diluar
daerah pusat bencana, berdekatan dengan pos medis lanjutan dan lokasi evakuasi korban.
Pos ini harus mudah dikenali dan dijangkau, dapat mengakomodasi semua metode
komunikasi baik komunikasi radio maupun visual.
a.Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana dalam Pos Komando berasal dari petugas-petugas dengan pangkat tertinggi
dari Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran, petugas kesehatan dan Angkatan Bersenjata.
Tenaga inti ini dapat dibant uoleh tenaga sukarela dari berbagai organisasi yang terlibat, dan
jika diperlukan dapat dibantu oleh tenaga khusus seperti Kepala Bandar Udara

dalam kasus kecelakaan pesawat terbang, Kepala Penjara dalam kasuskecelakaan massal di
penjara.Sudah menjadi ketentuan umum bahwa Kepala Pos Komando iniditunjuk dari
Kepolisian. Tetapi, dengan mempertimbangkan jeniskecelakaan yang terjadi jabatan ini dapat
dipercayakan kepada petugas lainmisalnya kepala bandar udara pada kecelakaan pesawat
terbang.Petugas-petugas yang bekerja di Pos komando harus saling mengenalsatu dengan
lainnya, menyadari peranan masingmasing, dan telah sering bertemu dalam pertemuan reguler.
Pertemuan reguler ini diadakan sebagaisarana latihan koordinasi sumber daya yang diperlukan,
juga untuk mendiskusikan tentang perubahan sumber daya dan prosedur sesuai perkembangan
waktu. Pertemuan ini sebaiknya diadakan secara teratur sekalipun tidak perlu terlampau sering.
b. Metode
Pos Komando merupakan pusat komunikasi/koordinasi bagi penatalaksanaan pra Rumah Sakit.
Pos Komando ini secara terus menerusakan melakukan penilaian ulang terhadap situasi yang
dihadapi,identifikasi adanya kebutuhan untuk menambah atau mengurangi sumber daya di
lokasi bencana untuk:
1) Membebas tugaskan anggota tim penolong segera setelah mereka tidak dibutuhkan di
lapangan. Dengan ini, Pos Komando turut berperandalam mengembalikan kegiatan rutin di
Rumah Sakit
2) Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja di bawahsituasi yang berbahaya
dengan tim pendukung.
3) Memastikan suplai peralatan dan sumber daya manusia yang adekuat.
4) Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong (makanan danminuman).
5) Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas lainnya,serta media massa
(melalui Humas).
6) Menentukan saat untuk mengakhiri operasi lapangan.

6. Pencarian dan Penyelamatan


Kegiatan pencarian dan penyelamatan terutama dilakukan oleh Tim Rescue
(Basarnas, Basarda) dan dapat berasal dari tenaga suka rela biladibutuhkan. Tim ini akan:
a. Melokalisasi korban.
b. Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat pengumpulan/penampungan jika
diperlukan.
c. Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
d. Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
e. Memindahkan korban ke pos medis lanjutan jika diperlukan.
Bergantung pada situasi yang dihadapi (gas beracun, material berbahaya),tim ini akan
menggunakan pakaian pelindung dan peralatan khusus. Jika tim ini bekerja di bawah
kondisi yang sangat berat, penggantian anggota tim dengantim pendukung harus lebih sering
dilakukan.
Penerapan Rencana Penatalaksanaan Korban Bencana Massal Rumah Sakit
1.Penerimaan di Rumah Sakit dan Pengobatan
Di rumah sakit, struktur perintah yang jelas diperlukan dan pelaksanaantriase harus menjadi
tanggung jawab dari klinisi yang berpengalaman hal inidapat berarti hidup atau mati bagi si
pasien, dan akan menetapkan prioritas danaktivitas dari keseluruhan petugas.
 
Prosedur terapetik harus dipertimbangkan secara ekonomis baik mengenaisumber daya
manusia maupun material. Penanganan medis ini pertama harusdisederhanakan dan bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa dan menghindarikomplikasi atau masalah sekunder yang besar:
Prosedur yang distandarisasi (telah ditetapkan secarasungguh-sungguh),seperti tindakan debrid
emen yangdiperluas, penundaan penutupan luka primer, penggunaan bidai dibandingkan
perban sirkuler, dapat memberikan penurunan mortalitas dan kecacatan jangka panjang yang
berarti.
O Individu dengan pengalaman yang terbatas, dapat melakukan prosedur sederhana secara
cepat dan efektif, dalam beberapa keadaan. Teknik
yanglebih canggih dan membutuhkan individu terlatih dan peralatan yangkompleks serta
peralatan yang banyak (seperti perawatan luka bakar
yang besar) bukan merupakan investasi sumber daya yang bijaksana dalam penanganan cedera
massal.
a. Proses Penyiagaan
Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung kepada Unit Gawat Darurat
(melalui telepon atau radio).Kepala penanganan korban massal yang ditunjuk di Rumah sakit
harus mengaktifkan rencana penanganan korban massal. Dan mulai memanggiltenaga
penolong yang dibutuhkan. 
b. Mobilisasi
Jika bencana terjadi dalam radius 20 menit dari Rumah Sakit, TimSiaga Penanggulangan
Bencana di Rumah Sakit akan segera diberangkatkanke lokasi kejadian. Jika bencana tersebut
terjadi dalam jarak lebih dari
20menit dari Rumah Sakit, tim tersebut hanya akan diberangkatkan berdasarkan permintaan
Tim Kesehatan
Daerah.Dalam bencana yang cenderung menimbulkan banyak korban(kecelakaan pesawat
terbang, kebakaran di atas kapal) tim ini harus segeradiberangkatkan ke lokasi kecelakaan
tersebut.
c. Pengosongan Fasilitas
Penerima Korban Harus diusahakan untuk menyediakan tempat tidur di Rumah Sakit untuk
menampung korban bencana massal yang akan dibawa ke Rumah Sakit tersebut. Untuk
menampung korban, Pos Komando Rumah Sakit
harussegera memindahkan para penderita rawat inap yang kondisinya telahmemungkinkan
untuk dipindahkan.
d. Perkiraan Kapasitas Rumah Sakit
Daya tampung Rumah Sakit ditetapkan tidak hanya berdasarkan
jumlahtempat tidur yang tersedia, tetapi juga berdasarkan kapasitasnya untuk merawat korban. 
Dalam suatu kecelakaan massal, “permasalahan” yangmuncul dalam penanganan korban
adalah kapasitas perawatan Bedah dan Unit Perawatan Intensif.
Korban dengan trauma multipel, umumnya akan membutuhkan paling sedikit dua jam
pembedahan. Jumlah kamar operasi efektif (mencakup jumlah kamar operasi, dokter bedah,
ahli anestesi dan peralatan yang dapat berjalan secara simultan) merupakan penentu kapasitas
perawatan Bedah,dan lebih jauh kapasitas Rumah Sakit dalam merawat korban
2.Penerimaan Pasien
a. Lokasi Tempat penerimaan korban di Rumah Sakit adalah tempat dimana triase
dilakukan. Untuk hal itu dibutuhkan:
 Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban
 Merupakan tempat tertutup
 Dilengkapi dengan penerangan yang cukup
 Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi,
dan Unit Perawatan Intensif.
Jika penatalaksanaan pra Rumah Sakit dilakukan secara efisien jumlah korban yang dikirim ke
Rumah Sakit akan terkontrol sehingga setelah triase korban dapat segera dikirim ke unit
perawatan yang sesuai dengan kondisimereka. Tetapi jika hal ini gagal akan sangat banyak
korban yang dibawa ke Rumah Sakit sehingga korban-korban tersebut harus ditampung
terlebih dahulu dalam satu ruangan sebelum dapat dilakukan triase. Dalam situasi seperti ini
daya tampung Rumah Sakit akan segera terlampaui.
b. Tenaga Pelaksana
Petugas triase di Rumah Sakit akan memeriksa setiap korban untuk konfirmasi triase
yang telah dilakukan sebelumnya, atau untuk melakukankategorisasi ulang status
penderita. Jika penatalaksanaan pra Rumah Sakit cukup adekuat, triase di Rumah Sakit
dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman di Unit Gawat Darurat.Jika penanganan
pra-rumah sakit tidak efektif sebaiknya triase di RumahSakit dilakukan oleh dokter Unit
Gawat Darurat atau ahli anestesi yang berpengalaman.
3.Hubungan dengan Petugas Lapangan
Jika sistem penataksanaan korban bencana massal telah berjalan baik akandijumpai hubungan
komunikasi yang konstan antara Pos Komando RumahSakit, Pos Medis Lanjutan, dan Pos
Komando Lapangan.Dalam lingkungan Rumah Sakit, perlu adanya aliran informasi yang
konstanantara tempat triase, unit-unit perawatan utama dan Pos Komando Rumah
Sakit.Ambulans harus menghubungi tempat triase di Rumah Sakit lima menitsebelum
ketibaannya di Rumah Sakit.
4.Tempat Perawatan di Rumah Sakit
a.Tempat Perawatan Merah
Untuk penanganan korban dengan trauma multipel umumnya dibutuhkan pembedahan
sedikitnya selama dua jam. Di kota-kota atau daerah-daera kabupaten dengan jumlah kamar
operasi yang terbatas hal ini mustahil untuk dilakukan sehingga diperlukan tempat khusus
dimana dapat dilakukan perawatan yang memadai bagi korban dengan status “merah”. Tempat
perawatan ini disebut “tempat perawatan merah” yang dikelola oleh ahli anestesi dan sebaiknya
bertempat di Unit Gawat Darurat yang telah dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan
disiapkan untuk menerima penderita gawat darurat.
b.Tempat Perawatan Kuning
Setelah triase korban dengan status “kuning” akan segera dipindahkan ke Perawatan Bedah
yang sebelumnya telah disiapkan untuk menerima korban kecelakaan massal. Tempat ini
dikelola oleh seorang dokter.Di tempat perawatan ini secara terus menerus akan dilakukan
monitoring, pemeriksaan ulang kondisi korban dan segala usaha untuk mempertahankan
kestabilannya. Jika kemudian kondisi korban memburuk, ia harus segeradipindahkan ke tempat
“merah”.
c.Tempat Perawatan Hijau
Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke Rumah Sakit,tetapi cukup ke
Puskesmas atau klinik-klinik. Jika penatalaksanaan pra Rumah Sakit tidak efisien, banyak
korban dengan status ini akan dipindahkan ke Rumah Sakit.Harus tercantum dalam rencana
penatalaksanaan korban bencana massaldi Rumah Sakit upaya untuk mencegah terjadinya hal
seperti ini dengan menyediakan satu tempat khusus bagi korban dengan status “hijau”
ini.Tempat ini sebaiknya berada jauh dari unit perawatan utama lainnya. Jika memungkinkan,
korban dapat dikirim ke Puskesmas atau klinik terdekat.
d.Tempat Korban dengan Hasil Akhir/Prognosis Jelek
Korban-korban seperti ini, yang hanya membutuhkan perawatan suportif,sebaiknya
ditempatkan di perawatan/bangsal yang telah dipersiapkan untuk menerima korban kecelakaan
massal.
e.Tempat Korban Meninggal
Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana massal diRumah Sakit harus
disiapkan suatu ruang yang dapat menampung sedikitnyasepuluh korban yang telah meninggal
dunia.
5.Evakuasi Sekunder
Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung Rumah Sakit terlampaui, atau
korban membutuhkan perawatan khusus (mis., bedah saraf), korban harus dipindahkan ke
Rumah Sakit lain yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita. Pemindahan seperti
ini dapat dilakukan ke Rumah Sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau
bahkan ke negara lain.Pelayanan medis spesialistik, seperti bedah saraf, mungkin tersedia
padarumah sakit di luar area bencana.
Namun, evakuasi medis semacam ini harus dengan hati-hati dikontrol dan terbatas bagi pasien
yang memerlukan penanganan spesialistik yang tidak tersedia pada area bencana. Kebijakan
mengenai evakuasi harus distandardisasi diantara tenaga kesehatan yangmemberikan bantuan
pemulihan di area bencana, dan kepada rumah sakit yangakan menerima pasien.Rumah sakit
darurat yang dilengkapi petugas dan mandiri, dari pihak pemerintah, militer, palang merah
atau pihak swasta didalam negeri atau dari negara tetangga yang memiliki kultur dan bahasa
yang sama, dapatdipertimbangkan penggunaannya dalam kasus yang ekstrim tetapi lihat
masalah yang potensial. Rumah sakit didaftarkan sesuai dengan lokasi geografiknya,dimulai
dari yang terdekat dengan lokasi bencana
Pada dasarnya kegiatan simulasi adalah kegiatan yang diciptakan seolah sebagai suatu kegiatan
yang nyata dengan maksud untuk menguji sesuatu. Simulasi tanggap bencana merupakan
merupakan alat atau instrumen untuk menguji tingkat pengetahuan, pemahaman, respon dan
tindakan warga ketika akan, saat dan pasca terjadi bencana.

C. Maksud dan Tujuan

1. Maksud diadakannya kegiatan simulasi ini adalah sebagai berikut:


- Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kesiapsiagaan kebencanaan baik
di tingkat masyarakat maupun pemerintahan desa/kelurahan.
- Mendorong peningkatan kapasitas warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam
melakukan tindakan antisipatif menghadapi bencana
- Memberikan keterampilan masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan dalam
menghadapi bencana
- Menguji fungsi komponen insfrastruktur lingkungan permukiman yang telah terbangun
melalui Kegiatan PRB-BK

2. Tujuan
- Masyarakat dan aparat pemerintahan desa/kelurahan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai kesiapsiagaan kebencanaan
- Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai kapasitas yang lebih
memadai dalam menghadapi bencana
- Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai ketrampilan dalam
menghadapi bencana
- Komponen infrastruktur berfungsi sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko
bencana

D. Sasaran

- Warga desa pada umumnya (dimulai dari tingkat individu dan keluarga)
- Unsur pemerintahan desa (pemerintah desa/kelurahan dan BPD/LKMDesa/Kelurahan)
- Warga dusun, RT/RW
- Kelompok perempuan dan
- Pemangku kepentingan PRB lainnya (Tagana dll)
- BPBD kabupaten/kota

E. Langkah-Langkah Pelaksanaan

a. Persiapan

Pelaku utama dan penanggungjawab pelaksanaan kegitan persiapan ini adalah Tim Inti
Perencana Partisipatif (TIPP). Dalam melaksanakan kegitaan-kegiatan ini TIPP wajib
bekerjasama dengan BKM dan pemerintahan desa/kelurahan serta BPBD kabupaten/kota serta
pemangku kepentingan PRB lainnya (PMI, Tagana dll).
Kegiatan persiapan simulasi bencana mencakup beberapa kegiatan, yaitu:
Langkah 1
Pemilihan dan Penetapan Lokasi Simulasi
Kegiatan adalah kegiatan pemilihan dan penetapan lokasi pelaksanaan simulasi. Dalam
pemilihan lokasi ini hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain:
- Titik potensi bencana (sumber bencana)
- Konsentrasi/sebaran tempat tinggal penduduk (hunian)
- Prasarana dan sarana yang ada (khususnya yang terbangun melalui PRB-BK)
- Keluaran Lokasi pelaksanaan simulasi

Langkah 2
Identifikasi dan Pemetaan Prasarana dan Sarana
Merupakan kegiatan pemetaan prasarana dan sarana mitigasi bencana yang telah terbangun
dan/atau yang mempunyai potensi untuk difungsikan sebagaimana prasarana dan sarana
mitigasi bencana.
Keluaran
- Daftar identifikasi prasarana dan sarana yang layak untuk mendukung kegiatan simulasi
- Peta prasarana dan sarana yang layak mendukung kegiatan simulasi

Langkah 3
Pengumpulan Data Kependudukan dan Pemangku Kepentingan PRB
Data kependudukan yang diperlukan mencakup:
- Data jumlah penduduk (termasuk usia dan kondisi fisik/kejiwaannya) dan sebarannya
- Ragam aktivitas penduduk dan lokasi aktivitasnya
- Data pemangku kepentingan PRB lain (Tagana, BPBD dll)
Keluaran
- Profil penduduk dan pemangku kepentingan PRB bencana beserta aktivitasnya

Langkah 4
Menyusun Clustering Area
Yang dimaksud dengan clustering area adalah pengelompokan prasarana dan sarana yang ada
berdasar kapasitas dan radius pelayanannya dalam memfasilitasi partisipan simulasi. Dokumen
rujukan wajib penyusunan clustering area adalah dokumen RTPRB.
Keluaran
- Peta clustering area

Langkah 5
Menyusun Skenario Simulasi
Pada dasarnya skenario peristiwa bencana tergantung pula dengan karakter bencana yang
diasumsikan (gempa bumi, gempa bumi dan tsunami, banjir, longsor dan sebagainya).
Skenario simulasi paling tidak mencakup:
- Jenis bencana
- Urutan peristiwa bencana (sebelum, selama dan sesudah peristiwa)
- Respon dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan urutan peristiwa bencana
- Partisipan pada setiap urutan peristiwa bencana

Keluaran
- Skenario simulasi bencana dalam bentuk tabel rinci.
- Kesepakatan dan ketetapan skenario simulasi yang tertuang dalam berita acara

Contoh tabel skenario simulasi bencana


PERISTI
RESPON /
WA PARTISIPA CATATA
NO WAKTU TINDAKA
(AKTVIT N N
N
AS)

Langkah 6
Menyusun Proposal Teknis Simulasi
Sebelum pelaksanaan kegiatan simulasi bencana ini maka BKM dan/atau UPS atau TIPP wajib
menyusun proposal teknis simulasi. Rencana teknis yang merupakan proposal teknis yang
lengkap dengan skenario peristiwa bencana, penanggungjawab kegiatan serta anggaran biaya
pelaksanaan kegiatan.
Proposal teknis selanjutnya menjadi bagian dari RTPRB yang akan diverifikasi dan disetujui
oleh Korkot/Asisten Korkot.
Keluaran
- Proposal teknis simulasi bencana

b. Pelaksanaan

Langkah 1
Pembentukan Panitia Pelaksana
Pembentukan Panitia Pelaksana seperti halnya pada pembentukan panitia pelaksanaan/KSM,
yaitu dilaksanakan paling tidak setelah RTPRB tersusun. Dalam pembentukan panitia TIPP
bekerja sama dengan BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku
kepentingan PRB lainnya.
Susunan pengurus panitia pelaksanaan paling tidak terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan
sektor/seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan simulasi bencana yang dirancang. Sebaiknya
disiapkan pula tim pemantau yang nantinya bertugas mengamati dan mencatat proses
pelaksanaan simulasi.
Keluaran
- Panitia Pelaksana

Langkah 2
Pelatihan Panitia Pelaksana
Fasilitator bersama TIPP dan BKM wajib melaksanakan pelatihan simulasi bencana bagi
panitia pelaksana.
Keluaran
- Panitia memahami tugas dan wewenangnya
- Panitia mengetahui dan memahami rencana simulasi bencana
- Panitia mempunyai RKTL

Dalam pelatihan panitia pelaksana, TIPP bekerja sama dengan BKM serta wajib melibatkan
BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya
Langkah 3
Sosialisasi Tingkat Desa
Tujuan dari kegiatan sosialisasi tingkat desa ini adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai rencana dan skenario simulasi bencana di tingkat desa/kelurahan.
Keluaran
- Peserta sosialisasi menyadari dan memahami rencana simulasi bencana
- Peserta sosialisasi menyepakati dan bersedia untuk mendukung dan terlibat dalam kegiatan
simulasi bencana yang dituangkan dalam berita penyepakatan dan kesediaan

Dalam pelaksanaan sosialisasi tingkat desa ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP,
BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.

Langkah 4
Sosialisasi Tingkat Basis
Tujuan dari kegiatan sosialisasi tingkat basis/dusun ini adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai rencana dan skenario simulasi bencana di tingkat basis yaitu dusun.
Keluaran
- Peserta sosialisasi menyadari dan memahami rencana simulasi bencana
- Peserta sosialisasi menyepakati dan bersedia untuk mendukung dan terlibat dalam kegiatan
simulasi bencana yang dituangkan dalam berita penyepakatan dan kesediaan

Dalam pelaksanaan sosialisasi tingkat basis/dusun ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan
TIPP, BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB
lainnya. Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia
pelaksana.

Langkah 5
Pembekalan dan Technical Meeting
Pembekalan dan technical meeting dilaksanakan di semua tingkat partisipan, baik di tingkat
desa, dusun maupun RT/RW serta keluarga. Dalam pelaksanaan pembekalan ini, panitia
pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau
pemangku kepentingan PRB lainnya
Keluaran
- Semua partisipan memahami skenario simulasi tanggap bencana
- Semua partisipan memahami peran dan tanggungjawab masing-masing
- Semua partisipan siap melaksanakan simulasi bencana
- Semua perlengkapan dan sarana prasarana pendukung simulasi bencana

Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.

Langkah 6
Pelaksanaan Simulasi Bencana
Pada dasarnya pelaksanaan simulasi ini tergantung dari skenario yang telah dibuat. Oleh karena
itu keberhasilan pelaksanaan simulasi ini tergantung pula seberapa cermat dan rinci skenario
yang disusun serta seberapa jauh komitmen partisipan serta pemahaman partisipan terhadap
skenario yang disusun.
Tim pemantau melakukan pengamatan dan pencatatan terkait dengan keseluruhan pelaksanaan
kegiatan simulasi.

Keluaran
- Praktek simulasi bencana
- Catatan proses

Dalam pelaksanaan simulasi ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta
wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.

Langkah 7
Pelaporan
Setelah kegiatan simulasi bencana maka segera panitia pelaksana menyusun laporan kegiatan.
Laporan kegiatan disampaikan kepada BKM dan TIPP sebagai bahan laporan.
Keluaran
- Laporan pertanggungjawaban kegiatan
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.
Selanjutnya laporan pertanggungjawaban ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
laporan pertanggungjawaban BKM.

C. Evaluasi
Lingkup evaluasi mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Evaluasi terhadap pelaksanaan skenario simulasi bencana
- Evaluasi terhadap kelayakan fungsi prasarana dan sarana yang digunakan dalam simulasi
- Evaluasi kinerja partisipan dalam melaksanakan simulasi untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan kesiapsiagaan warga dan pemerintah desa/keluarahan.
- Evaluasi tingkat kapasitas warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam melakukan tindakan
antisipatif menghadapi bencana
- Evaluasi tingkat ketrampilan warga dan pemerintahan desa/kelurahan dalam menghadapi
bencana

Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan untuk memperoleh informasi sebagai bahan pembelajaran
warga (lesson learned) terkait dengan kesiapsiagaan tetapi juga terkait dengan pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan permukiman di masa mendatang. Evaluasi
dilaksanakan dengan cara membandingkan antara rencana yang telah dibuat dengan praktek
yang telah dilakukan.
Dalam pelaksanaan evaluasi ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta
wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan evaluasi adalah sebagai berikut:

Langkah 1
Persiapan
Kegiatan persiapan ini mencakup pengumpulan dokumen rencana simulasi, khususnya
skenario simulasi bencana dan semua hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
termasuk catatan proses pelaksanaan simulasi.

Keluaran
- Dokumen rencana simulasi
- Hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
- Catatan proses pelaksanaan simulasi

Langkah 2
Pelaksanaan Evaluasi
Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan membandingkan antara rencana simulasi, khususnya
skenario simulasi bencana dengan semua hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
serta catatan proses pelaksanaan simulasi. Jika dalam pelaksanaan simulasi terdapat
dokumentasi visual berupa rekaman video maka sebaiknya hasil rekaman ini diputar sebagai
bagian dari bahan evaluasi.
Keluaran
- Daftar mengenai ketidaksesuaian antara yang direncanakan dan praktek dan/atau
kekurangan yang muncul
- Daftar mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dan/atau ditingkatkan dalam kegiatan
simulasi
- Daftar kelayakan prasarana dan sarana pendukung praktek simulasi, khususnya yang telah
dibangun melalui Kegiatan PRB-BK

Langkah 3
Penyusunan dan Penyepakatan Rekomendasi
Setelah dilaksanakan evaluasi maka pada saat itu juga disusun rekomendasi-rekomendasi bagi
perbaikan kegiatan simulasi ke depan maupun kemungkinkan-kemungkinan perbaikan dan/atau
peningkatan prasarana dan sarana yang telah dibangun melalui Kegiatan PRB-BK.
Hasil rekomendasi ini hendaknya dituangkan dalam bentuk berita acara yang dilampiri hasil
evaluasi dan disepakati dalam rembug penyepakatan di tingkat desa/kelurahan.
Keluaran
- Berita acara kesepakatan rekomendasi simulasi bencana
Sedangkan penanggungjawab dan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.

Langkah-langkah pelaksanaan simulasi secara rinci adalah sebagai berikut:

NO KEGIATAN PELAKU KELUARAN KETERANGAN

A. Persiapan
1. Pemilihan dan Penanggungjawa - Lokasi - Sumber Data:
Penetapan Lokasi b: TIPP Simulasi
1. Hasil
Simulasi
Penyelenggara: Pemetaan
TIPP Swadaya
Peserta: TIP, UPL, 2. Dokumen
dan Relawan RTPRB
- Wajib
koordinasi
dan
konsultasi
dengan BPBD
dan/atau
pemangku
kepentingan
PRB lainnya

2. Identifikasi dan Penanggungjawa  Daftar - Sumber Data:


Pemetaan b: TIPP identifikasi
1. Hasil
Prasarana dan prasarana dan
Penyelenggara: Pemetaan
Sarana sarana yang layak
TIPP Swadaya
untuk
Peserta: TIP, UPL, mendukung 2. Dokumen
dan Relawan kegiatan simulasi RTPRB
 Peta prasarana - Wajib
dan sarana yang koordinasi
layak mendukung dan
kegiatan simulasi konsultasi
dengan BPBD
dan/atau
pemangku
kepentingan
PRB lainnya
3. Pengumpulan Penanggungjawa Profil penduduk - Sumber Data:
Data b: TIPP dan pemangku
1. Hasil
Kependudukan kepentingan
Penyelenggara: Pemetaan
dan Pemangku PRBbencana
TIPP Swadaya
Kepentingan PRB beserta
Peserta: TIP, UPS aktivitasnya 2. Dokumen
dan UPL serta RTPRB
Relawan
- Wajib
koordinasi
dan
konsultasi
dengan
Contoh Sederhana

Tabel Lingkup Tindak Tanggap Bencana

N JENIS PENYEBAB AKIBAT SKAL PRAKTEK UTAMA


O BENCANA/ A
PENGERTIAN SIM
ULAS
I
1. Gempa Bumi 1. Pergeseran 1. Tanah longsor Kelom 1. Sebelum Terjadi Gempa Bumi
lempengan pok
Suatu peristiwa bumi 2. Potensi Tsunami Rumah - Identifikasi kelompok rentan dan tempat terbuka terdekat
alam yang /
menimbulkan 2. Aktivitas 3. Rusak dan hancurnya - Tentukan tugas masing-masing anggota keluarga jika gempa bumi terjadi
Bangun
getaran pada Gunung Berapi rumah / bangunan
an - Kenali/tandai tempat yang bisa dijadikan tempat berlindung (pekarangan, lapangan da
lempeng atau Gedun
4. Korban jiwa dan harta sebagainya)
permukaan bumi. g
Gempa bumi 5. Kebakaran - Amankan benda-benda yang berpotensi jatuh dan melukai
terjadi karena
adanya 6. Listrik padam - Letakan barang-barang yang besar dan berat di bagian bawah rak
pergerakan kerak
bumi atau - Simpan barang pecah belah di bagian bawah
lempeng bumi
2. Saat Terjadi Gempa Bumi

- Jangan panik

- Cari jalan keluar yang aman

- Cari tempat terbuka

- Berlindung di bawah meja

- Berlindung di sudut siku dinding bangunan

- Hentikan kendaraan, cari tempat terbuka

- Cari tempat yang tinggi jika tinggal di pesisir pantai

3. Setelah Terjadi Gempa Bumi

- Lakukan pertolongan pertama untuk diri sendiri

- Matikan listrik, gas dan api

- Waspada terhadap gempa susulan

- Dengarkan informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan bertindak sesuai denga
himbauan

Anda mungkin juga menyukai