Oleh : Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintah sebagai entitas penggerak pembangunan memiliki andil besar dalam manajemen
risiko bencana. Entitas nasional yang terlibat dalam manajemen risiko bencana adalah
Kepresidenan, Badan Penanggulangan Bencana, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sektor
asuransi dan entitas nasional lainnya (UNISDR 2017).
Pelaksanaan Kegiatan PRB-BK telah memasuki tahap implementasi,. Di sisi lain beberapa
desa/kelurahan replikasi sedang memasuki tahap persiapan penyusunan rencana penataan
permukiman. Dengan demikian beberapa beberapa komponen rehabilitasi dan rekonstruksi
infrastruktur tersier lingkungan permukiman berbasis pengurangan risiko bencana telah selesai
direalisasikan.
Komponen – komponen infrastruktur yang telah terbangun merupakan sebagian dari upaya
pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Komponen lainnya yang lebih penting
adalah kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan
risiko bencana serta fungsi dari infrastruktur lingkungan permukiman yang telah terbangun.
Pada dasarnya komponen – komponen infrastruktur terbangun merupakan sebagian dari upaya
pemenuhan kegiatan pengurangan risiko bencana. Namun di sisi lain tingkat kecukupan
pengetahuan dan pemahaman serta tindak nyata warga terkait pengurangan risiko bencana
masih belum seimbang dengan prasarana dasar lingkungan permukiman yang telah terbangun.
Mempertimbangkan akan pentingnya kecukupan pengetahuan, pemahaman serta tindak nyata
warga secara berkelanjutan terkait dengan pengurangan risiko bencana, maka perlu upaya
peningkatan kecukupan pengetahuan dan pemahaman serta ketrampilan warga dalam
menghadapi bencana. Salah satu kegiatan yang dirasakan perlu adalah melakukan simulasi
bencana di tingkat komunitas dan/atau desa/kelurahan.
B. Pengertian
Menurut Djojosoedarso (2003: 14), manajemen risiko dilakukan dengan menemukan
kerugian potensial atau mengidentifikasi seluruh risiko murni yang dihadapi suatu entitas.
Setelah risiko tersebut dapat diidentifikasi, maka perlu segera dilakukan evaluasi terhadap
kerugian potensial yang dapat terjadi meliputi:
a. Menghitung besarnya kemungkinan atau frekuensi terjadinya kerugian.
b. Mengukur besarnya kegawatan atau menilai besarnya kerugian yang mungkin akan
diderita.
Setelah evaluasi disusun, maka langkah selanjutnya adalah memilih cara atau kombinasi dari
cara yang tepat guna menanggulangi kerugian. Teknik/cara atau kombinasi teknik/cara
sebagaimana disarankan oleh Djojosoedarso (2003: 15)
Teknik manajemen risiko dengan membagi pada beberapa kawasan sebagai berikut:
Kawasan I ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Tinggi)
Pada kawasan ini, tingkat kerugian ketika dibangun suatu infrastruktur akan berdampak
besar. Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah menghindari atau relokasi.
Infrastruktur yang dapat dibangun adalah infrastruktur sederhana seperti jalan yang dapat
digunakan untuk kegiatan tanggap darurat. Bangunan Milik Negara pada daerah ini perlu
diminimalisir dan hanya diutamakan terdapat bangunan untuk pertolongan pada bencana
seperti kantor polisi, pemadam kebakaran, fasilitas kesehatan. Untuk infrastruktur dan
bangunan milik negara selain untuk kegiatan tanggap darurat, sebaiknya direlokasi ke zona
yang lebih aman. Pada zona sangat rawan ini, bangunan milik negara dibangun tidak
bertingkat atau hanya bertingkat dua sederhana, agar beban yang disangga oleh bangunan
tidak melebihi batas aman. Bentuk bangunan harus regular atau seragam pada semua sisinya
dan dan tidak terlalu panjang seperti bangunan sekolah. Bangunan yang akan dibangun atau
telah eksisting harus diperkuat sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Kawasan II ( Frekuensi Tinggi – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Rendah)
Di zona kedua merupakan zona rawan bencana, dimana masih memliki propabilitas bencana
yang sedang. Teknik manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah retensi atau
memperkuat, Pengendalian yaitu dengan langkah urban planning dan asuransi. Pada zona ini
masih memungkinkan untuk mendirikan infrastruktur dan bangunan tingkat sederhana
dengan melakukan penguatan. Bangunan yang telah existing dengan fungsi di luar
administrasi seperti laboratorium harus direlokasi dari zona ini. Pembangunan sekolah
menggunakan material kayu atau dibuat semi permanen.
Kawasan III ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Tinggi)
Di zona ketiga propabilitas bencana rendah dengan tingkat kerusakan tinggi. Teknik
manajemen risiko yang dapat diaplikasikan adalah Asuransi dan Pengendalian melaui urban
planning. Pada zona ini, infrastruktur dapat didirikan dengan jumlah yang telah
diperhitungkan dan seluruh infrastruktur tersebut di asuransikan. Bangunan yang telah
existing dengan fungsi di luar administrasi seperti laboratorium harus direlokasi dari zona
ini.
Kawasan IV ( Frekuensi Rendah – Kemungkinan Tingkat Kerusakan Rendah)
Zona ini merupakan zona aman, dimana semua jenis Infrastruktur vital dapat dibangun seperti
bandara, rel kereta, pipa gas, dan pusat listrik.
dalam kasus kecelakaan pesawat terbang, Kepala Penjara dalam kasuskecelakaan massal di
penjara.Sudah menjadi ketentuan umum bahwa Kepala Pos Komando iniditunjuk dari
Kepolisian. Tetapi, dengan mempertimbangkan jeniskecelakaan yang terjadi jabatan ini dapat
dipercayakan kepada petugas lainmisalnya kepala bandar udara pada kecelakaan pesawat
terbang.Petugas-petugas yang bekerja di Pos komando harus saling mengenalsatu dengan
lainnya, menyadari peranan masingmasing, dan telah sering bertemu dalam pertemuan reguler.
Pertemuan reguler ini diadakan sebagaisarana latihan koordinasi sumber daya yang diperlukan,
juga untuk mendiskusikan tentang perubahan sumber daya dan prosedur sesuai perkembangan
waktu. Pertemuan ini sebaiknya diadakan secara teratur sekalipun tidak perlu terlampau sering.
b. Metode
Pos Komando merupakan pusat komunikasi/koordinasi bagi penatalaksanaan pra Rumah Sakit.
Pos Komando ini secara terus menerusakan melakukan penilaian ulang terhadap situasi yang
dihadapi,identifikasi adanya kebutuhan untuk menambah atau mengurangi sumber daya di
lokasi bencana untuk:
1) Membebas tugaskan anggota tim penolong segera setelah mereka tidak dibutuhkan di
lapangan. Dengan ini, Pos Komando turut berperandalam mengembalikan kegiatan rutin di
Rumah Sakit
2) Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja di bawahsituasi yang berbahaya
dengan tim pendukung.
3) Memastikan suplai peralatan dan sumber daya manusia yang adekuat.
4) Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong (makanan danminuman).
5) Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas lainnya,serta media massa
(melalui Humas).
6) Menentukan saat untuk mengakhiri operasi lapangan.
2. Tujuan
- Masyarakat dan aparat pemerintahan desa/kelurahan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai kesiapsiagaan kebencanaan
- Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai kapasitas yang lebih
memadai dalam menghadapi bencana
- Masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan mempunyai ketrampilan dalam
menghadapi bencana
- Komponen infrastruktur berfungsi sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko
bencana
D. Sasaran
- Warga desa pada umumnya (dimulai dari tingkat individu dan keluarga)
- Unsur pemerintahan desa (pemerintah desa/kelurahan dan BPD/LKMDesa/Kelurahan)
- Warga dusun, RT/RW
- Kelompok perempuan dan
- Pemangku kepentingan PRB lainnya (Tagana dll)
- BPBD kabupaten/kota
E. Langkah-Langkah Pelaksanaan
a. Persiapan
Pelaku utama dan penanggungjawab pelaksanaan kegitan persiapan ini adalah Tim Inti
Perencana Partisipatif (TIPP). Dalam melaksanakan kegitaan-kegiatan ini TIPP wajib
bekerjasama dengan BKM dan pemerintahan desa/kelurahan serta BPBD kabupaten/kota serta
pemangku kepentingan PRB lainnya (PMI, Tagana dll).
Kegiatan persiapan simulasi bencana mencakup beberapa kegiatan, yaitu:
Langkah 1
Pemilihan dan Penetapan Lokasi Simulasi
Kegiatan adalah kegiatan pemilihan dan penetapan lokasi pelaksanaan simulasi. Dalam
pemilihan lokasi ini hendaknya memperhatikan beberapa hal, antara lain:
- Titik potensi bencana (sumber bencana)
- Konsentrasi/sebaran tempat tinggal penduduk (hunian)
- Prasarana dan sarana yang ada (khususnya yang terbangun melalui PRB-BK)
- Keluaran Lokasi pelaksanaan simulasi
Langkah 2
Identifikasi dan Pemetaan Prasarana dan Sarana
Merupakan kegiatan pemetaan prasarana dan sarana mitigasi bencana yang telah terbangun
dan/atau yang mempunyai potensi untuk difungsikan sebagaimana prasarana dan sarana
mitigasi bencana.
Keluaran
- Daftar identifikasi prasarana dan sarana yang layak untuk mendukung kegiatan simulasi
- Peta prasarana dan sarana yang layak mendukung kegiatan simulasi
Langkah 3
Pengumpulan Data Kependudukan dan Pemangku Kepentingan PRB
Data kependudukan yang diperlukan mencakup:
- Data jumlah penduduk (termasuk usia dan kondisi fisik/kejiwaannya) dan sebarannya
- Ragam aktivitas penduduk dan lokasi aktivitasnya
- Data pemangku kepentingan PRB lain (Tagana, BPBD dll)
Keluaran
- Profil penduduk dan pemangku kepentingan PRB bencana beserta aktivitasnya
Langkah 4
Menyusun Clustering Area
Yang dimaksud dengan clustering area adalah pengelompokan prasarana dan sarana yang ada
berdasar kapasitas dan radius pelayanannya dalam memfasilitasi partisipan simulasi. Dokumen
rujukan wajib penyusunan clustering area adalah dokumen RTPRB.
Keluaran
- Peta clustering area
Langkah 5
Menyusun Skenario Simulasi
Pada dasarnya skenario peristiwa bencana tergantung pula dengan karakter bencana yang
diasumsikan (gempa bumi, gempa bumi dan tsunami, banjir, longsor dan sebagainya).
Skenario simulasi paling tidak mencakup:
- Jenis bencana
- Urutan peristiwa bencana (sebelum, selama dan sesudah peristiwa)
- Respon dan tindakan yang diperlukan sesuai dengan urutan peristiwa bencana
- Partisipan pada setiap urutan peristiwa bencana
Keluaran
- Skenario simulasi bencana dalam bentuk tabel rinci.
- Kesepakatan dan ketetapan skenario simulasi yang tertuang dalam berita acara
Langkah 6
Menyusun Proposal Teknis Simulasi
Sebelum pelaksanaan kegiatan simulasi bencana ini maka BKM dan/atau UPS atau TIPP wajib
menyusun proposal teknis simulasi. Rencana teknis yang merupakan proposal teknis yang
lengkap dengan skenario peristiwa bencana, penanggungjawab kegiatan serta anggaran biaya
pelaksanaan kegiatan.
Proposal teknis selanjutnya menjadi bagian dari RTPRB yang akan diverifikasi dan disetujui
oleh Korkot/Asisten Korkot.
Keluaran
- Proposal teknis simulasi bencana
b. Pelaksanaan
Langkah 1
Pembentukan Panitia Pelaksana
Pembentukan Panitia Pelaksana seperti halnya pada pembentukan panitia pelaksanaan/KSM,
yaitu dilaksanakan paling tidak setelah RTPRB tersusun. Dalam pembentukan panitia TIPP
bekerja sama dengan BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku
kepentingan PRB lainnya.
Susunan pengurus panitia pelaksanaan paling tidak terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan
sektor/seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan simulasi bencana yang dirancang. Sebaiknya
disiapkan pula tim pemantau yang nantinya bertugas mengamati dan mencatat proses
pelaksanaan simulasi.
Keluaran
- Panitia Pelaksana
Langkah 2
Pelatihan Panitia Pelaksana
Fasilitator bersama TIPP dan BKM wajib melaksanakan pelatihan simulasi bencana bagi
panitia pelaksana.
Keluaran
- Panitia memahami tugas dan wewenangnya
- Panitia mengetahui dan memahami rencana simulasi bencana
- Panitia mempunyai RKTL
Dalam pelatihan panitia pelaksana, TIPP bekerja sama dengan BKM serta wajib melibatkan
BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya
Langkah 3
Sosialisasi Tingkat Desa
Tujuan dari kegiatan sosialisasi tingkat desa ini adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai rencana dan skenario simulasi bencana di tingkat desa/kelurahan.
Keluaran
- Peserta sosialisasi menyadari dan memahami rencana simulasi bencana
- Peserta sosialisasi menyepakati dan bersedia untuk mendukung dan terlibat dalam kegiatan
simulasi bencana yang dituangkan dalam berita penyepakatan dan kesediaan
Dalam pelaksanaan sosialisasi tingkat desa ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP,
BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.
Langkah 4
Sosialisasi Tingkat Basis
Tujuan dari kegiatan sosialisasi tingkat basis/dusun ini adalah memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai rencana dan skenario simulasi bencana di tingkat basis yaitu dusun.
Keluaran
- Peserta sosialisasi menyadari dan memahami rencana simulasi bencana
- Peserta sosialisasi menyepakati dan bersedia untuk mendukung dan terlibat dalam kegiatan
simulasi bencana yang dituangkan dalam berita penyepakatan dan kesediaan
Dalam pelaksanaan sosialisasi tingkat basis/dusun ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan
TIPP, BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB
lainnya. Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia
pelaksana.
Langkah 5
Pembekalan dan Technical Meeting
Pembekalan dan technical meeting dilaksanakan di semua tingkat partisipan, baik di tingkat
desa, dusun maupun RT/RW serta keluarga. Dalam pelaksanaan pembekalan ini, panitia
pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau
pemangku kepentingan PRB lainnya
Keluaran
- Semua partisipan memahami skenario simulasi tanggap bencana
- Semua partisipan memahami peran dan tanggungjawab masing-masing
- Semua partisipan siap melaksanakan simulasi bencana
- Semua perlengkapan dan sarana prasarana pendukung simulasi bencana
Langkah 6
Pelaksanaan Simulasi Bencana
Pada dasarnya pelaksanaan simulasi ini tergantung dari skenario yang telah dibuat. Oleh karena
itu keberhasilan pelaksanaan simulasi ini tergantung pula seberapa cermat dan rinci skenario
yang disusun serta seberapa jauh komitmen partisipan serta pemahaman partisipan terhadap
skenario yang disusun.
Tim pemantau melakukan pengamatan dan pencatatan terkait dengan keseluruhan pelaksanaan
kegiatan simulasi.
Keluaran
- Praktek simulasi bencana
- Catatan proses
Dalam pelaksanaan simulasi ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta
wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.
Langkah 7
Pelaporan
Setelah kegiatan simulasi bencana maka segera panitia pelaksana menyusun laporan kegiatan.
Laporan kegiatan disampaikan kepada BKM dan TIPP sebagai bahan laporan.
Keluaran
- Laporan pertanggungjawaban kegiatan
Penanggungjawab dan pelaksana kegiatan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.
Selanjutnya laporan pertanggungjawaban ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
laporan pertanggungjawaban BKM.
C. Evaluasi
Lingkup evaluasi mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Evaluasi terhadap pelaksanaan skenario simulasi bencana
- Evaluasi terhadap kelayakan fungsi prasarana dan sarana yang digunakan dalam simulasi
- Evaluasi kinerja partisipan dalam melaksanakan simulasi untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan kesiapsiagaan warga dan pemerintah desa/keluarahan.
- Evaluasi tingkat kapasitas warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam melakukan tindakan
antisipatif menghadapi bencana
- Evaluasi tingkat ketrampilan warga dan pemerintahan desa/kelurahan dalam menghadapi
bencana
Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan untuk memperoleh informasi sebagai bahan pembelajaran
warga (lesson learned) terkait dengan kesiapsiagaan tetapi juga terkait dengan pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan permukiman di masa mendatang. Evaluasi
dilaksanakan dengan cara membandingkan antara rencana yang telah dibuat dengan praktek
yang telah dilakukan.
Dalam pelaksanaan evaluasi ini, panitia pelaksana bekerja sama dengan TIPP, BKM serta
wajib melibatkan BPBD kabupaten/kota atau pemangku kepentingan PRB lainnya.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan evaluasi adalah sebagai berikut:
Langkah 1
Persiapan
Kegiatan persiapan ini mencakup pengumpulan dokumen rencana simulasi, khususnya
skenario simulasi bencana dan semua hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
termasuk catatan proses pelaksanaan simulasi.
Keluaran
- Dokumen rencana simulasi
- Hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
- Catatan proses pelaksanaan simulasi
Langkah 2
Pelaksanaan Evaluasi
Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan membandingkan antara rencana simulasi, khususnya
skenario simulasi bencana dengan semua hasil dokumentasi pelaksanaan kegiatan simulasi
serta catatan proses pelaksanaan simulasi. Jika dalam pelaksanaan simulasi terdapat
dokumentasi visual berupa rekaman video maka sebaiknya hasil rekaman ini diputar sebagai
bagian dari bahan evaluasi.
Keluaran
- Daftar mengenai ketidaksesuaian antara yang direncanakan dan praktek dan/atau
kekurangan yang muncul
- Daftar mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dan/atau ditingkatkan dalam kegiatan
simulasi
- Daftar kelayakan prasarana dan sarana pendukung praktek simulasi, khususnya yang telah
dibangun melalui Kegiatan PRB-BK
Langkah 3
Penyusunan dan Penyepakatan Rekomendasi
Setelah dilaksanakan evaluasi maka pada saat itu juga disusun rekomendasi-rekomendasi bagi
perbaikan kegiatan simulasi ke depan maupun kemungkinkan-kemungkinan perbaikan dan/atau
peningkatan prasarana dan sarana yang telah dibangun melalui Kegiatan PRB-BK.
Hasil rekomendasi ini hendaknya dituangkan dalam bentuk berita acara yang dilampiri hasil
evaluasi dan disepakati dalam rembug penyepakatan di tingkat desa/kelurahan.
Keluaran
- Berita acara kesepakatan rekomendasi simulasi bencana
Sedangkan penanggungjawab dan pelaksana kegiatan adalah panitia pelaksana.
A. Persiapan
1. Pemilihan dan Penanggungjawa - Lokasi - Sumber Data:
Penetapan Lokasi b: TIPP Simulasi
1. Hasil
Simulasi
Penyelenggara: Pemetaan
TIPP Swadaya
Peserta: TIP, UPL, 2. Dokumen
dan Relawan RTPRB
- Wajib
koordinasi
dan
konsultasi
dengan BPBD
dan/atau
pemangku
kepentingan
PRB lainnya
- Jangan panik
- Dengarkan informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan bertindak sesuai denga
himbauan