Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN MOTIVASI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI PADA LANSIA


DI UNIT RAWAT JALAN RS PUPUK KALTIM
BONTANG

PROPOSAL PENELITIAN

TANTI NIATI
NIM. P0722020035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
HUBUNGAN MOTIVASI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI PADA LANSIA
DI UNIT RAWAT JALAN RS PUPUK KALTIM BONTANG

PROPOSAL
PENELITIAN
Disusun dan diajukan oleh:

TANTI NIATI
NIM P0722020035

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan


diseminarkandiseminarkan

Samarinda, 11 Februari 2021

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., MH. Ns. Edi Purwanto, SST., M.Kes.
NIP. 197512152002121004 NIP. 198104142003121002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Tahap Sarjana Terapan
Keperawatan

Ns. Parellangi. S.Kep,.M. Kep,.MH


NIP. 197512152002121004

ii
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN MOTIVASI DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN HIPERTENSI PADA LANSIA
DI UNIT RAWAT JALAN RS PUPUK KALTIM
BONTANG

PROPOSAL PENELITIAN
Disusun dan diajukan oleh:
TANTI NIATI
NIM P07220214014

Telah dipertahankan dalam sidang ujian proposal skripsi


pada tanggal 11 Februari 2021
dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Penguji I
Hj. Umi Kalsum,S.Pd. M.Kes
(NIP. 196508251985032001) ..............................................

Penguji II
Ns. Parrellangi, S.Kep., M.Kep., M.H.
(NIP. 197512152002121004) ..............................................

Penguji III
Ns. Edi Purwanto, SST., M. Kes
(NIP. 198104142003121002) ..............................................

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parrellangi, S.Kep., M.Kep., M.H.


NIP. 19751215200212100

III
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama : Tanti Niati
NIM : P0722020035
Program Studi : Profesi Ners Tahap Sarjana Terapan Keperawatan
Angkatan : 2020
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah/Skripsi saya yang berjudul :
“Hubungan Motivasi Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
Hipertensi Pada Lansia Di Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bontang, 09 Januari 2021

Tanti Niati

KATA PENGANTAR

IV
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Penulisan proposal ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk melakukan penelitian.
Proposal ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. DR. H. Supriadi, S.Kep., M.Kep selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kaltim.
2. dr.Nurul Fathoni,M.Kes selaku Direktur Utama PT.Kaltim Medika Utama.
3. dr.Dina Lailani selaku Direktur RS Pupuk kaltim Bontang.
4. Umi Kalsum, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Kaltim dan selaku ketua tim penguji.
5. Ns. Parellangi, S.Kep,. M.Kep,. MH selaku Ketua Program Studi D-IV Keperawatan
dan selaku Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan
pada penulis dalam penyelesaian proposal penelitian.
6. Ns. Edi Purwanto,SST,.M.Kes selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan dan perbaikan sehubungan dengan penulisan proposal
penelitian.
7. Agus Indra selaku Kasi Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang.
8. Staf dosen dan staf pendidikan Poltekkes Kemenkes Kaltim.
9. Kepada seluruh staf perpustakaan Poltekkes Kemenkes Kaltim yang telah memberikan
bantuan baik secara langsung atau tidak, sehingga penulisan proposal ini dapat
diselesaikan.
10. Kepada orang tua, suami dan anak-anak karena do’a dan semangat yang mereka
berikan sehingga penulis dapat melakukan aktivitas termasuk penyusunan dan
penulisan proposal ini dapat terselesaikan.
11. Kepada seluruh sahabat saya yang telah memberikan support sehingga proposal ini
dapat terselesaikan.
Penulisan proposal ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis membutuhkan
kritik yang membangun demi kesempurnaan proposal ini.

V
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Proposal ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu berikutnya.

Bontang, Januari 2021

Tanti Niati

VI
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN................................................................................................iv
KATA PENGANTAR......................................................................................................v
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................ix
BAGAN.............................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................6
E. Keaslian Penelitian...............................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................10
A Konsep Lansia....................................................................................................10
B Hipertensi............................................................................................................16
C Kepatuhan Minum Obat....................................................................................37
D Motivasi( pengertian-Pengukuran)...................................................................45
E Dukungan Keluarga...........................................................................................50
F Kerangka Teori..................................................................................................57
G Kerangka konsep................................................................................................58
H Hipotesis Penelitian............................................................................................58
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................60
A. Rancangan Penelitian.........................................................................................60
B. Populasi dan Sampel..........................................................................................60
C. Waktu dan Tempat Penelitian...........................................................................62
D. Definisi Operasional...........................................................................................62
E. Instrumen Penelitian..........................................................................................64
F. Uji Validitas dan Realibilitas.............................................................................66
G. Teknik Pengumpulan Data...............................................................................66
H. Teknik Analisa Data...........................................................................................68
I. Jalannya Penelitian............................................................................................72

VII
J. Etika penelitian...................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................79

VIII
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

IX
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

X
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia (lanjut usia) merupakan bagian dari proses tumbuh kembang dari

bayi, anak-anak, dewasa, dan menjadi tua, hal ini normal, dengan perubahan fisik

dan tingkah laku yang dapat dilihat pada saat mencapai tahap perkembangan

kronologis tertentu (Kurniajati & Pandiangan, 2016). Lansia merupakan suatu

proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi tahap akhir

dalam siklus hidup manusia (Lilik, 2011). Lansia akan mengalami penurunan

fungsi tubuh akibat perubahan fisik, psikososial, kultural, dan spiritual (Herlinah,

Wiarsih, & Rekawati, 2013). Semakin bertambahnya usia seseorang, beberapa

fungsi vital dalam tubuh mengalami kemunduran fungsional. Lansia mengalami

banyak perubahan secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam

berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya (Ariyani, 2013). Lansia

akan mengalami perubahan pada fungsi tubuh yang menyebabkan perubahan pada

pembuluh darah. Lansia yang tidak bisa mengalami perubahan secara fisiologis

pada pembuluh darahnya, maka akan menyebabkan Hipertensi.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan diastolik lebih dari 90 mmHg yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri

pada proses menua, pada dua kali pengukuran selang waktu lima menit dalam

1
2

keadaan tenang (Mursiany, 2013). WHO (World Health Organization)

mengemukakan bahwa Hipertensi terjadi bila tekanan darah lebih dari 160/95

mmHg (Ariyanto, 2016).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang

persisten (Hairunisa, 2013). Hipertensi merupakan penyakit kronis yang tidak bisa

disembuhkan tetapi hanya bisa dikontrol dan membutuhkan pengobatan dalam

jangka panjang, untuk itu kepatuhan dalam mengkonsumsi obat sangat penting

tujuannya untuk menjaga tekanan darah tetap terkontrol (Mursiany et al., 2013).

Kepatuhan menggambarkan perilaku pasien untuk melaksanakan aturan

dalam pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Hairunisa et al., 2013).

Kepatuhan minum obat anti Hipertensi dilihat dari pasien Hipertensi yang

mengikuti anjuran klinis dari dokter untuk mengkonsumsi obat Hipertensi

(Triguna & Sudhana, 2013). Tujuan pemberian obat anti Hipertensi secara rutin

agar obat ini selalu berada dalam sirkulasi darah untuk melakukan fungsinya yaitu

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan terkontrol (Sepalawandika &

Gunawan, 2016). Untuk mencapai target tekanan darah pada pasien Hipertensi

diperlukan kepatuhan minum obat. Kepatuhan merupakan syarat untuk keefektifan

terapi Hipertensi dan potensi terbesar untuk pengendalian Hipertensi dalam

meningkatan perilaku pasien tersebut (Ariyanto et al., 2016).

Motivasi merupakan suatu dorongan kehendak yang menyebabkan

seseorang akan melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu . Segala
3

sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya

adalah kepatuhan minum obat (Evadewi dan Luh, 2013).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat

menurut Ningsih,dkk (2013) terdiri dari pengetahuan,usia, keterjangkauan

pelayanan kesehatan,motivasi, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan

keluarga. Menurut penelitian Yanik Arnoldus Toulasik (2019), bahwa dukungan

keluarga berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam minum obat dan tekanan

darah. Menurut penelitian Indiyah,dkk (2018), bahwa ada hubungan antara

motivasi dengan kepatuhan minum obat.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar

1,13 Miliar orang di dunia menyandang Hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia

terdiagnosis Hipertensi. Jumlah penyandang Hipertensi terus meningkat setiap

tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang  yang terkena

Hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat

Hipertensi dan komplikasinya.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan

tahun 2018 menghasilkan peningkatan kejadian Hipertensi dibandingkan hasil

pada tahun 2013. Terdapat 76 kejadian Hipertensi yaitu 34,1%. Angka tersebut

lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang menyentuh angka prevalensi 25,8%.

Hasil tersebut merupakan kejadian Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran

tekanan darah pada masyarakat Indonesia berusia 18 tahun ke atas (Kementerian


4

Kesehatan RI, 2018). Prevalensi Hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada

penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),

sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54

tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi Hipertensi sebesar

34,1%  diketahui bahwa sebesar  8,8% terdiagnosis Hipertensi dan 13,3% orang

yang terdiagnosis Hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum

obat.

Menurut hasil sensus penduduk di Indonesia tahun 2014 jumlah lansia ada

18.781.000 jiwa. Jumlah lansia di Kalimantan Timur tahun 2015 berdasarkan data

BPS sebesar 3.983.203 jiwa. Jumlah lansia di Kota Bontang tahun 2015

berdasarkan data BPS sebanyak 98.121 jiwa. Jumlah lansia dengan Hipertensi

yang berobat ke Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang bulan Oktober-Desember

tahun 2020 sebanyak 98 lansia. Dari pengamatan penulis dan wawancara langsung

dengan pasien, 6 dari 10 pasien mengatakan tidak rutin mengonsumsi obat karena

kurangnya perhatian dari keluarga dan keluarga tidak mengingatkan waktu minum

obat.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas serta mengingat masih

banyaknya penderita Hipertensi lansia yang tidak minum obat secara teratur, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Motivasi

dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi Pada

Lansia Di Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang”.


5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitin tersebut adalah : “Apakah terdapat

hubungan antara motivasi dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang? ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan motivasi dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat penderita Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan

RS Pupuk Kaltim.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan

dan lama pengobatan) pasien Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan

RS Pupuk Kaltim Bontang.

b. Mengidentifikasi motivasi minum obat pasien Hipertensi pada lansia di

Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang.

c. Mengidentifikasi dukungan keluarga pasien Hipertensi pada lansia di Unit

Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang.

d. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan minum obat pasien Hipertensi pada

lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim.


6

e. Menganalisis hubungan motivasi dengan kepatuhan minum obat pasien

Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Pupuk Kaltim.

f. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Pupuk

Kaltim.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis adalah sebagai bahan masukan dan

evaluasi keilmuan, serta dapat digunakan sebagai masukan informasi dalam

rangka pengembangan pembelajaran pada keilmuan keperawatan gerontik

dengan kasus Hipertensi dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya

untuk melakukan penelitian berikutnya tentang ilmu kesehatan masyarakat

khususnya mengenai hubungan motivasi dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pasien Hipertensi pada lansia.

2. Praktis

a. RS. Pupuk Kaltim

Manfaat bagi RS Pupuk Kaltim adalah memberikan informasi

mengenai hubungan motivasi dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pasien Hipertensi pada lansia dan sebagai pertimbangan

dalam melakukan upaya peningkatan kepatuhan minum obat pasien

Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang,.


7

b. Responden

Manfaat penelitian bagi responden adalah untuk memberikan

informasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya motivasi dan

dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat.

c. Peneliti Selanjutnya

Manfaat penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah sebagai bahan

acuan untuk melakukan penelitian berikutnya tentang hubungan

motivasi dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

Hipertensi pada lansia dalam menjalani pengobatan.

d. Keluarga

Manfaat penelitian bagi keluarga responden adalah untuk

memberikan informasi akan pentingnya memberikan dukungan dan

meningkatkan dukungan kepada pasien lansia dengan hipertensi

terutama untuk patuh dalam minum obat. Dengan cara mengevaluasi

kepatuhan minum obat pasien secara rutin tiap bulan.


8

N Judul Peneliti Variabel Metode Hasil Perbedaan


o
1. Ketaatan Terapi Puspa Independen: teknik Terdapat Dari judul,
Responden Hipertensi Raras Ketaatan analitik perbedaan variabek
Usia 40-75 Tahun Damasari terapi operasional perbedaan independen
Menggunakan (2016) Dependen : dengan tidak dan
Instrumen Morisky di Penggunaan rancangan bermakna dependen,
Kecamatan Ngemplak Instrument cross pada teknik
Sleman, DIY Morisky sectional variable sampling,
tekhnik usia, tempat dan
pengambilan penghasilan, tahun
sampel pekerjaan, penelitian
dengan jaminan
cluster kesehatan
random terhadap
sampling. ketaatan
terapi yang
ditunjukkan
dengan nilai
p>0,05
2. Hubungan Johani Independen pendekatan Ada Dari
Pengetahuan Dan Dewita : cross hubungan variable
Sikap Lansia Dengan Nasution, Pengetahuan sectional dan signifikan independen
Riwayat Hipertensi SKM, dan sikap menggunaka antara dan
Dalam Pengendalian M.Kes lansia n jenis hubungan dependen,
Tekanan Darah Pada (2019) Dependen : penelitian pengetahuan teknik
Lansia Di Puskesmas Pengendalian analitik. lansia pengambilan
Sibolangit Kabupaten tekanan darah Teknik tentang sampling,
Deli Serdang Tahun pengabilan Hipertensi tempat dan
2019 sampel yaitu dengan tahun
eccidental pengendalian penelitian
sampling tekanan
darah pada
lansia p-
value 0.009
3. Hubungan Antara Yani Independen : Metode Ada Variable
Dukungan Keluarga Arnoldus Hubungan penelitian hubungan independen,
Dengan Kepatuhan Toulasik keluarga deskriptik antara metode
Minum Obat pada (2019) Dependen : korelasional dukungan penelitian,
Penderita Hipertensi Kepatuhan dengan keluarga an tempat dan
di RSUD Minum Obat pendekatan kepatuhan tahun
Prof.DR.WZ.Johanne pada coss sectional minum obat penelitian
9

s Kupang NTT Penderita Teknik p=0,000


Hipertensi pengabilan
sampel
purposive
sampling
E. Keaslian Penelitian
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian

Lansia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama

dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai

menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui

tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam

Kholifah, 2016).

Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi tua

akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup manusia

yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami kemunduran
10

fisik, mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat melakukan

tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan

kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang

mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan

dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,

pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan

kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai

penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain

(Kholifah, 2016)

2. Batasan Lansia

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

3. Kecenderungan Penyakit pada Lansia

Penyakit-penyakit yang dialami lansia memiliki karakteristik yang

khas atau unik. Bahkan pada sisi tertentu sering tidak mudah dikenali

gejalanya. Keunikan-keunikan ini yang memunculkan studi khusus untuk

mempelajari penyakit lansia. Studi tersebut dikenal dengan gerontology. Studi


11

gerontology adalah disiplin ilmu 9 medis yang mempelajari penyakit-penyakit

yang perubahan umur manusia.

Studi gerontology lahir dan berkembang dalam klaster ilmu medis.

Namun demikian, studi gerontology juga melihat aspek psikologi dan sosial,

khususnya yang menyangkut perubahan sosial di lingkungan lansia. Studi

gerontology memiliki sumbangan penting dalam meningkatkan kesehatan

lansia. Sumbangan yang nyata adalah munculnya klinik geriatri.

Pelayanan kesehatan dalam bentuk klinik geriatri telah umum di

negara-negara maju sehingga memudahkan lansia untuk memperoleh

pelayanan kesehatan. Namun tidak demikian di negara-negara berkembang,

seperti Indonesia. Hanya ada sebagian dari puskesmas yang memiliki layanan

pada lansia dalam bentuk klinik geriatri atau posyandu lansia. Padahal jumlah

lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Melihat kenyataan tersebut, pemerintah hendaknya mempersiapkan

puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan untuk menyongsong

meningkatnya populasi lansia. Sehingga lansia dapat mengakses pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhannya. Para lansia memiliki kecenderungan

terserang penyakit-penyakit degeneratif dalam berbagai tingkatan. Darah

tinggi, kolesterol dan gula di atas normal, dan radang persendian merupakan

penyakit yang paling sering diderita lansia (Bahrudin, 2012).

4. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia


12

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan 15 pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial

dan sexual (Azizah, 2011).

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra Sistem pendengaran

Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang

tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60

tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering

dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan

berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan

glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal

dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain

sebagai berikut : jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen


13

sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan

pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

4) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi 16 rata, kemudian

kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang

terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada

persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.

5) Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah

bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih

lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.

6) Otot

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.

7) Sendi

Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penuaan elastisitas.

b. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi

Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi mencakup :


14

1) Sistem kardiovaskuler massa jantung bertambah, vertikel kiri

mengalami hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang

karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan

klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan

ikat.

2) Sistem respirasi pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru

berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak

mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang.

3) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan

produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata : kehilangan gigi, indra

pengecap menurun, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),

liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,

berkurangnya aliran darah.

4) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak

fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,

dan reabsorpsi oleh ginjal.

5) Sistem saraf
15

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang

progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan

koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

6) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya

ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih

dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara

berangsur-angsur.

7) Perubahan Kognitif

a) Daya ingat, Ingatan (Memory)

b) IQ (Intellegent Quocient)

c) Kemampuan Belajar (Learning)

d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

f) Pengambilan Keputusan (Decission Making)

g) Kebijaksanaan (Wisdom)

h) Kinerja (Performance)

i) Motivasi

Menurut peneliti, lansia adalah seseorang yang telah berumur diatas 60 tahun

dan telah mengalami penurunan beberapa fungsi tubuh. Fungsi Kognitif dapat

didefinisikan sebagai suatu proses dimana semua masukan sensoris (taktil, visual
16

dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk

hubungan interneuron secara sempurna sehingga individu mampu melakukan

penalaran terhadap masukan sensoris tersebut. Fungsi kognitif menyangkut

kualitas pengetahuan yang dimiliki seseorang. Modalitas dari kognitif terdiri dari

sembilan modalitas yaitu: memori, bahasa, praksis, visuospasial, atensi serta

konsentrasi, kalkulasi, mengambil keputusan (eksekusi), reasoning dan berpikir

abstrak (Wiyoto, 2012).

Memori Memori dapat didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyimpan

dan mengulang kembali informasi yang diperoleh yang terdiri dari 3 tahap. Tahap

pertama yaitu encoding yang merupakan fungsi menerima, proses, dan 23

penggabungan informasi. Tahap kedua yaitu storage merupakan pembentukan

suatu catatan permanen dari informasi yang telah dilakukan encoding. Tahap yang

ketiga yaitu retrieval merupakan suatu fungsi memanggil kembali informasi yang

telah disimpan untuk interpretasi dari suatu aktivitas (Satyanegara et al, 2010).

Pembagian klasifikasi memori sangat beragam ada beberapa pendapat ahli

yang membagi memori secara berbeda-beda. Menurut American Academy of

Neurology fungsi memori secara garis besar dibagi menjadi 3 kategori yaitu, short

term memory yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengingat informasi

baru misalnya pada saat kita mengingat nomor telepon baru. Kategori kedua

adalah long term memory adalah kemampuan seseorang dalam mengingat perihal

yang pernah kita pelajari atau dapat pada masa lampau, misalnya kemampuan
17

mengingat nama teman masa kecil. Kategori ketiga adalah working memory yaitu

fungsi pengerjaan dua aktivitas secara sekaligus misalnya saat kita melakukan

penghitungan terhadap pembagian angka, kita harus menyimpan satu angka hasil

dan pada waktu yang bersamaan kita melakukan penghitungan terhadap angka

yang lain. Ketiga fungsi memori tersebut akan terpengaruhi fungsinya pada proses

penuaan (Satyanegara et al, 2010).

Berdasarkan neurologi klinis, fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan

bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu:

1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan

recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian

untuk 25 mengingat (attention) seperti nama, nama keluarga, dll.

2. Memori baru (recent memory), rentang waktunya lebih lama yaitu

beberapa menit, jam, hari. 3. Memori lama (remote memory), rentang

waktumya bertahun- tahun bahkan seumur hidup (Satyanegara et al, 2010).

Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk

berkomunikasi antara satu orang dengan yang lainnya. Bila terdapat gangguan

dalam hal ini, akan mengakibatkan hambatan yang cukup besar bagi penderita.

Kemampuan berbahasa seseorang mencakup kemampuan untuk berbicara spontan,

pemahaman, pengulangan, membaca, dan menulis (Satyanegara et al, 2010).


18

Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disartria (pelo), disfonia

(serak), disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral, afasia, aleksia atau

agrafia (Satyanegara et al, 2010). Praksis merupakan integrasi motorik untuk

melakukan gerakan kompleks yang bertujuan, sebagai contoh seseorang dapat

menggambar segilima, membuat gambar secara spontan, membuat rekonstruksi

balok tiga dimensi (Satyanegara et al, 2010). Visuospasial merupakan kemampuan

untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan pengalaman lampau, sebagai contoh

orientasi seseorang terhadap orang lain, waktu, dan tempat (Satyanegara et al,

2010). Atensi merupakan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada sesuatu

yang dihadapi, dapat diperiksa dengan mengulangi 7 angka yang kita pilih secara

acak untuk diucapkan kembali atau mengetukkan jari diatas meja sesuai angka

yang kita sebutkan (Satyanegara et al, 2010).

Kalkulasi Kemampuan berhitung sebenarnya lebih dipengaruhi oleh

pendidikan dan pekerjaan seseorang, kemampuan berhitung misalnya mengitung

100 dikurangi 7 dan seterusnya . Eksekusi / pengambilan keputusan merupakan

salah satu fungsi kognitif yang penting, dimana seseorang memiliki kemampuan

untuk mengambil keputusan, misalnya untuk menentukan tindakan apa yang perlu

dilakukan untuk mengerjakan suatu tugas. Abstraksi yaitu berpikir abstrak

diperlukan untuk menginterpretasi suatu pepatah atau kiasan, misalnya seseorang

mampu menginterpretasi pepatah ada gula ada semut, atau kemampuan seseorang
19

untuk mendeskripsikan perbedaan antara kucing dengan anjing (Satyanegara et al,

2010).

B. Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari

jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–

menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi bila arteriol–

arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit mengalir dan

meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi dapat didifinisikan

sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg

dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Syamsudin, 2011). Populasi

manula, Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik 90 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2012).

Hipertensi disebut juga sebagai “pembunuh diam–diam” karena orang

dengan Hipertensi sering tidak menampakan gejala, Institut Nasional Jantung,

Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita Hipertensi tidak

sadar akan kondisinya. Penyakit Hipertensi ini diderita, tekanan darah pasien

harus dipantau dengan interval teratur karena Hipertensi merupakan kondisi

seumur hidup (Smeltzer dan Bare, 2012).


20

Menurut peneliti Hipertensi adalah seseorang yang mengalami suatu

peningkatan tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan diastole diatas 90

mmHg.

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya Hipertensi terbagi menjadi dua golongan

menurut , Irianto (2014), Padila (2013), Syamsudin (2011) :

a. Hipertensi esensial atau Hipertensi primer.

Merupakan 90% dari seluruh kasus Hipertensi adalah Hipertensi

esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak

diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan

berkembangnya Hipertensi esensial seperti berikut ini:

1) Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan Hipertensi,

beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak

dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan

darah tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia

Laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko

tinggi untuk mengalami Hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan


21

darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin

laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.

3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya Hipertensi. Faktor ini bisa

dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena

dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah

dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita

Hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam

yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam

akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam

tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada

volume darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa

lebih banyak cairan.

Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang

menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan

tekanan darah didalam dinding pembuluh darah. Kelenjar adrenal

memproduksi suatu hormon yang dinamakan Ouobain. Kelenjar ini akan

lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika seseorang

mengkonsumsi terlalu banyak garam. Hormon ouobain ini berfungsi

untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan

kalsium dalam pembuluh darah, namun ketika konsumsi garam


22

meningkat produksi hormon ouobain menganggu kesimbangan kalsium

dan garam dalam pembuluh darah.

Kalsium dikirim kepembuluh darah untuk menyeimbangkan

kembali, kalsium dan garam yang banyak inilah yang menyebabkan

penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Konsumsi garam

berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal menyempit dan menahan

aliran darah. Ginjal memproduksi hormone rennin dan angiostenin agar

pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah yang besar sehingga

pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan darah seperti biasanya.

Tekanan darah yang besar dan kuat ini menyebabkan seseorang menderita

Hipertensi.

Konsumsi garam per hari yang dianjurkan adalah sebesar 1500 –

2000 mg atau setara dengan satu sendok teh. Perlu diingat bahwa

sebagian orang sensitif terhadap garam sehingga mengkonsumsi garam

sedikit saja dapat menaikkan tekanan darah. Membatasi konsumsi garam

sejak dini akan membebaskan anda dari komplikasi yang bisa terjadi.

4) Berat badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan

dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal)

dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau

Hipertensi.

5) Gaya hidup
23

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola

hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu Hipertensi itu terjadi yaitu

merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap

dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan

lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi

alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat

meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan

darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan

darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting

agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus Hipertensi

adalah Hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal

atau gangguan tiroid, Hipertensi endokrin, Hipertensi renal, kelainan saraf

pusat yang dapat mengakibatkan Hipertensi dari penyakit tersebut karena

Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut Hipertensi ginjal

(renal hypertension).

Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah

tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan

pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan
24

darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang

meningkatkan tekanan darah serta ganguan yang terjadi pada tiroid juga

merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang

mengakibatkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga

mengakibtkan Hipertensi. Faktor pencetus munculnya Hipertensi sekunder

antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik

(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan

volume intravaskuler, luka bakar, danstress karena stres bisa memicu sistem

saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada

pembuluh darah.

3. Klasifikasi

Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah

sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80

mmHg. Seseorang yang dikatakan Hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The

Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan

berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:

Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII


Tahun 2014
Batasan tekanan darah Kategori
(mmHg)
Usia ≥60 tahun tanpa penyakit
≥150/90 mmHg diabetes dan
cronic kidney disease
25

Usia 19-59 tahun tanpa penyakit


≥140/90 mmHg penyerta
Usia ≥18 tahun dengan penyakit
≥140/90 mmHg ginjal
Usia ≥18 tahun dengan penyakit
≥140/90 mmHg diabetes

Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).

Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association


Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg < 80 mmHg
PreHipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 ≥ 180mmHg ≥ 110 mmHg
(keadaan gawat)

Sumber: American Heart Assosiation (2014).

Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu Hipertensi primer

dan Hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2012, Udjianti, 2010). Hipertensi

primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya.

Dari 90% kasus Hipertensi merupakan Hipertensi primer. Beberapa faktor yang

diduga berkaitan dengan berkembangnya Hipertensi primer adalah genetik,

jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah

peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya

seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus Hipertensi

merupakan Hipertensi sekunder.

4. Patofisiologi
26

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah (Padila, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan

Hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi

Hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam

genesis Hipertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf,

ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin,

sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid


27

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah

(Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon

ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan

keadaan Hipertensi (Padila, 2013).

5. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Pengaturan diet

Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit

kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan

lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan resiko

tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih segar yang

belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam yang berlebih

(Syamsudin, 2011).

b. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat

Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko

komplikasi Hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum


28

kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga ,

makanan yang diawetkan didalam kaleng memiliki kadar natrium yang

tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah yang meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi Hipertensi karena jika pasien memiliki tekanan darah tinggi

tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik maka

akan banyak komplikasi yang akan terjadi.

Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik

bagi penderita penyakit Hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat

badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total.

Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat

mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran

yang masih segar dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011).

c. Menejemen Stres

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi

Hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita Hipertensi diharapkan mampu

mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istrirahat

(Lumbantobing, 2013). Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana

dengan olahraga teratur membuat badan lebih rileks dan sering melakukan

relaksasi (Muawanah, 2012).


29

Menurut (Sutaryo, 2011) ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam

penanganan stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi

pada pasien Hipertensi yaitu dengan cara :

1) Scan tubuh.

2) Meditasi pernafasan.

3) Meditasi kesadaran.

4) Hipnotis atau visualisasi kreatif.

5) Senam yoga.

6) Relaksasi otot progresif.

7) Olahraga.

8) Terapi musik.

d. Mengontrol kesehatan

Penting bagi penderita Hipertensi untuk selalu memonitor tekanan

darah. Kebanyakan penderita Hipertensi tidak sadar dan mereka baru

menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita Hipertensi dianjurkan

untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut. Obat

anti Hipertensi juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengendalian

tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi, et.al, 2012). Keteraturan berobat sangat

penting untuk menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk

menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit Hipertensi yang

tidak terkontrol (Annisa, et.al, 2013).


30

e. Olahraga teratur

Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan

kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan

bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan

seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011).

f. Manajemen Pengobatan Hipertensi (Farmakologi Hipertensi)

Menurut Ganiswarna, Setiabudy, Suyatna, Purwantyyastuti, dan,

Syamsudin (2011), Sukandar, Andrajati, Sigit, Adnyana, Stiadi, :

1) Prinsip pengobatan dengan anti Hipertensi adalah sebagai berikut:

a) Tujuan pengobatan Hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.

b) Manfaat terapi Hipertensi menurunkan tekanan darah dengan anti

Hipertensi yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif,

dan memberatnya Hipertensi.

c) Memutuskan untuk memulai pengobatan Hipertensi tidak hanya

ditentukan dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor resiko

penyakit kardiovaskuler lainnya.

d) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan darah

tidak dikendalikan). Penderita Hipertensi pada tahap awal atau tahap 1


31

memulai dengan jenis obat antiHipertensi diuretik, β- bloker,

penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker dengan

memodifikasi pola hidup serta menjonsumsi obat monoterapi

antiHipertensi.

e) Mulai dengan satu obat juga bisa mengobati dan atau tidak

mengganggu suatu kondisi yang ada contoh obat yang bisa digunakan

yaitu jenis diuretik: diuretik tiazid (hidroklorotiazid, klortalidon,

bendroflumetiazid, indapamid, Xipamid), beta bloker (kardioselektif:

asebutolol, atenolol, bisopronol, metoprolol, Nonselektif: alprenolol,

karteolol, nedolol,oksprenolol), Alfa bloker: Doxazosin, prazosin,

terazosin, terazosin, bunazosin, labetalol, Penghambat ACE:

kaptropil,lisinopril,enalapril,benazepril, delapril, fosinopril, kui napril,

perinderopil,ramipril,silazapril, Antagonis kalsium: Verapamil,

diltiazem, nifedipin).

f) Tambahkan obat kedua dari kelas obat yang berbeda (pelengkap) jika

tekanan darah tidak dikontrol dengan dosis sedang untuk agen

pertama, obat anti Hipertensi lainnya yang bisa digunakan yaitu

vasodilator langsung, adrenolitik sentral(α2 agonis) dan penghambat

saraf adrenergik ini semua bukan jenis obat monoterapi tahapan

pertama anti Hipertensi tetapi merupakan obat anti Hipertensi

tambahan.
32

g) Mulai dengan obat yang mungkin paling mudah ditoleransi oleh

pasien. Kepatuhan jangka panjang berkaitan dengan tolerabilitas dan

khasiat obat pertama yang digunakan. Rekomendasi yang diberikan

WHO menganjurkan lima jenis obat yaitu diuretik, β- bloker,

penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker.

h) Gunakan terapi diuretik jika ada dua obat yang digunakan, berlaku

untuk hampir semua kasus.

i) Gunakan diuretik tiazid hanya dengan dosis rendah 25mg/ hari untuk

hidroklorotiazida atau obat yang ekuivalen, kecuali ada alasan yang

mendesak.

j) Gunakan terapi kombinasi dosis rendah, jika diperlukan, sebagai terapi

awal.

k) Suatu diuretik dengan penyekat β (beta), ACE inhibitor , atau

antagonis angiotensin II.

l) Suatu kalsium antagonis denga ACE inhibitor atau penyekatβ (beta).

m)Satu atau dua obat akan mengendalikan tekanan darah pada 90%

pasien Hipertensi. Cara untuk mendapatkan tekanan darah diastolik <

90 mmHg, sekitar 70% kasus memerlukan dua obat.

n) Jika terjadi komplikasi yang terjadi jika Hipertensi dengan diabetes

kombinasi obat memiliki resistensi insulin. Pada kasus ini digunakan

suatu penghambat ACE atau β-bloker selektif. Jika terdapat

kontraindikasi terhadap kelompok ini, dianjurkan untuk obat-obat lain


33

seperti alfa-bloker dan angiotensin kalsium. Komplikasi yang disertai

gagal jantung dengan diuretika, β-bloker, atau ACE inhibitor.

Hipertensi dengan angina pectoris dengan β-bloker, atau antagonis

kalsium. Reniopati diabetes dengan Hipertensi bias menggunakan

ACE inhibitor. Hipertensi disertai infark jantung menggunakan β-

bloker, atau ACE Inhibitor.

2) Obat Anti Hipertensi

Anti Hipertensi adalah agen yang menurunkan tekanan darah tinggi

(Dorland, 2012). Rekomendasi obat anti Hipertensi menurut World

Health Organization (WHO) dan The Joint National Committee (JNC

VIII) tahun 2014 adalah :

a) Diuretik

Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium dan

air di bagian asenden ansa henle (Dorland, 2012).Terdapat tiga faktor

utama yang mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretik

mereabsorpsi sedikit sodium akan memberi efek yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang

mereabsorpsi banyak sodium. Kedua, status fisiologi organ akan

memberikan respons yang berbeda dengan diuretik. Misalnya

dekompensasi jantung, sirosis hati, dan gagal ginjal. Ketiga, interaksi

anatara obat dengan reseptor (Syamsudin, 2011).


34

Jenis diuretika berdasarkan cara kerjanya menurut Sutedjo

(2011):

1) Menghambat reabsorbsi Natrium dan air dari Tubulus Ginjal dan

Ansa Henle, misalnya: Tiazid dan Derifatnya (Chlortalidon,

Hidroklorotiazid, Indopamid, Sipamid) merupakan Diuretika

potensi sedang mampu mengesresikan 5-10% Natrium yang

difiltrasikan Glomerulus, Diuretika Loop atau High Celling

(Furosemid, Bumetanide,Asam Etakrinat) Diuretik kuat dibanding

Tiazid, dapat mengekresikan 15-30% Natrium yang difiltrasikan

Glomerulus, dan bekerja banyak pada Anse Henle Asenden (Loop).

2) Diuretik osmotik yaitu menarik cairan jaringan peritubuler menuju

tubulus dan menambah jumlah kencing karena adanya perbedaan

tekanan osmotis antara intratubuler dan peritubuler.

3) Antagonis Aldosteron (spironolakton) digunakan untuk diuretik,

pengurangan oedema, hiperaldosteron primer maupun sekunder dan

jenis obat deuretik lainnya.

b) Penyekat α (α - Blocker)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α,

tetap hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan profil

farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat

efek vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin. Efek ini menyebabkan


35

vasodilatasi arteriola dan resistensi vascular perifer yang lemah.

Kombinasi efek penurunan resistensi vascular perifer dan penurunan

kembalinya pembuluh vena menyebabkan terjadinya hipotensi

ortostatik khususnya pada dosis awal (first dose effect).

Efek anti Hipertensi dari penyekat α dapat menurunkan tekanan

darah 10/10 mmHg dan meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat

digunakan pada penderita asma sebab memiliki efek sebagai relaksan

ringan pada otot polos bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada

Hipertensi dengan prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi gejala

urinary hesitancy dan spasme leher kandung kemih yang berhubungan

dengan hipertrofi prostat.

c) Penyekat b (b- Blocker)

Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan inotropik

negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan

menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek

penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat dipermukaan

membrane sel jukstaglomruler dapat menyebabkan penurunan sekresi

renin yang berperan didalam sistem renin angiotensin aldosteron dan

menurunkan tekanan darah.

d) ACE Inhibitor
36

Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki efek

dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan resistansi perifer

tanpa disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung,

maupun laju filtrasi glomerolus. Penurunan tekanan darah melalui

penghambatan sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).

Renin merupakan enzim yang disekresi terutama dari sel

jukstaglomeruler di bagian arteriol aferen ginjal dan menyebabkan

perangsangan pada sitem RAA sehingga menurunkan tekanan darah,

penurunan konsentrasi ion Na+ sehingga dapat menurunkan tekanan

darah, nyeri, dan stres. Pada sistem RAA, kerja ACE inhibitor adalah

menghambat enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan

angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin II merupakan suatu

vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks adrenal untuk

menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara langsung menekan

pelepasan renin.

Enzim ACE juga dapat mendegradasi bradikinin dari bentuk

aktif. ACE Inhibitor dapat menyebabkan bradikinin tidak terdegradasi

dan terakumulasi di saluran pernafasan dan paru sehingga

menimbulkan batuk kering. Batuk kering merupakan efek samping

yang paling sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih sering

pada wanita dan terjadi pada malam hari.

e) Antagonis Reseptor Angiotensin II


37

Obat-bat yang mempengaruhi jalur sistem renin angiotensin

(RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II RA. Tampaknya A II

RA merupakan obat yang mempunyai prospek yang baik karena obat

ini mampu memblok kerja semua angiotensin II yang terbentuk baik

melalui jalur ACE atau non-ACE. A II RA dapat secara selektif

memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT, sehingga A II RA

disamping menurunkan tekanan darah juga mempunyai kemampuan

melindungi organ-organ lain (end organ protection).

Terdapat dua tipe reseptor yaitu AT1 dan AT2 dengan efek

kerja yang berbeda. Angiotensin II yang seharusnya bekerja pada

reseptor AT1 akan diblokade oleh A II RA sehingga terjadi penurunan

tekanan darah, penurunan retensi air dan sodium, serta penurunan

aktivitas seluler yang merugikan (antaralain hiperetrofi sel dan lain-

lain). Angiotensin II yang terakumulasi akan kerja di reseptor AT2

dengan efek berupa vasodilatasi dan antiproliferasi. Akhirnya

rangsangan reseptor AT2 akan bekerja sinergis dengan efek hambatan

pada reseptor AT1.

f) Antagonis Kalsium

Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa heterogen yang

memiliki efek bervariasi pada otot jantung, nodus, SA, konduksi AV,

pembuluh darah perifer, dan sirkulasi koroner. Senyawa penghambat

kanal kalsium tersebut adalah nifedipin, nikardipin, nimodipin,


38

felodipin, isradipin, amlodipin, verapamil, diltiazem, bepridil, dan

mibefradil. Ion kalsium berperan penting dalam mengatur kontraksi

otot polos dan rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit.

Antagonis kalsium banyak digunakan untuk pengobatan

Hipertensi dengan cara mengambat masuknya ion kalsium kedalam sel

otot polos melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung

pada tegangan (tipe I). Ada dua macam kanal ion kalsium pada

membrane sel eksitabel yaitu voltage operated channel (VCO) yang

terbuka oleh depolarisasi dan receptor operated channel (ROC) yaitu

kalsium yang terbuka oleh neurotransmitter tanpa terjadi depolarisasi.

Selanjutnya VOC dapat dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu

kanal N(neuronal), T(transien), dan L (long lasting). Kanal N terutama

terutama terdapat pada jaringan saraf, sedangkan kanal T terdapat pada

pacemaker dan jaringan konduksi. Kanal N dan T tidak sensitive

terhadap antagonis kalsium sedangkan kanal L sangat sensitive

terhadap antagonis kalsium dan terdapat pada otak, jantung, otot polos,

serta otot rangka.Kanal L terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2,β,γ dan

δ sedangkan reseptor antagonis kalsium terdapat pada subunit α1.

Pharmaceutical care untuk penyakit Hipertensi menjelaskan ada 9

kelas obat anti Hipertensi : diuretik, penyekat beta, penghambat enzim

konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),

dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antiHipertensi utama.


39

6. Komplikasi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya

menurut dan Syam (2014), Irianto (2014) seperti :

a. Payah Jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi jantung tidak

mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi

karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi stroke, karena

tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang

sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak,

maka terjadi pendarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga

dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet dipembuluh

yang sudah menyempit.

c. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang

menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan

adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan

membuangnya kembali kedarah.

d. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,

sehingga mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur atau buta. Pendarahan


40

pada retina mengakibatkan pandangan menjadi kabur, kerusakan organ mata

dengan memeriksa fundus mata untuk menemukan perubahan yang

berkaitan dengan Hipertensi yaitu retinopati pada Hipertensi. Kerusakan

yang terjadi pada bagaian otak, jantung, ginjal dan juga mata yang

mengakibatkan penderita Hipertensi mengalami kerusanan organ mata yaitu

pandangan menjadi kabur.

Komplikasi dari Hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti

jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah

faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient

ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal

ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.

C. Kepatuhan Minum Obat

1. Pengertian

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari

dokter yang mengobatinya dan mengunakan obat sesuai anjuran yang sudah

diberikan (Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, 2013). Kepatuhan

atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai tingkat pasien

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya

atau oleh tim medis lainnya. Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan

petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. Segala sesuatu yang

harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah

kepatuhan minum obat (Evadewi dan Luh, 2013).


41

Kepatuhan adalah tingkatan prilaku seseorang yang mendapatkan

pengobatan mengikuti diet dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan

rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan adalah secara sederhana

sebagai perluasan prilaku individu yang berhubungan dengan minum obat,

mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis

yang sudah dianjurkan (Annisa, Wahiduddin, dan Ansar, 2013).

Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Prilaku aktif dapat dilihat seperti

menyediakan obat, mengawasi penderita saat minum obat sedangkan prilaku

tidak tampak misalnya, pengetahuan, kepatuhan dan presepsi atau motivasi

(Natoatmojo, 2012).

2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat menurut Mubin (2012),

Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani (2013), Ekarini (2011), Evadewi dan Luh

(2013), Suharmiati (2012),Friedman (2010), Pare, Amiruddin, dan Leida,

(2012),Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, (2013) meliputi :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Ada hubungan

yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kontrol tekanan darah

secara rutin. Hal ini dikarenakan jika seseorang memiliki pengetahuan

tentang penyakit Hipertensi seperti akibat dari penyakit tersebut jika tidak
42

minum obat atau tidak terkontrol tekanan darah secara rutin maka akan

mengakibatkan komplikasi penyakit sehingga mereka meluangkan waktunya

untuk mengontrol tekanan darah dan patuh berobat.

Pengetahuan tidak hanya didapat secara formal melainkan juga

melalui pengalaman. Pengetahuan penderita Hipertensi akan sangat

berpengaruh pada sikap patuh berobat. Semakin tinggi pengetahuan yang

dimiliki oleh penderit tersebut, maka semakin tinggi pula kesadaran atau

keinginan untuk bisa sembuh dengan cara patuh kontrol dan datang berobat

kembali.

b. Usia

Usia adalah umur sesorang yang menandakan seseorang itu muda

atau tuanya mereka. Penyakit yang diderita berdasakan usia mereka dan

disaat usia 45 tahun hingga 59 tahun ini merupakan awal mula individu bisa

mengalami banyak penyakit regeneratif yang datang. Penyakit yang bisa

diderita biasanya penyakit kronis yang mengancam jiwa. Salah satu penyakit

kronis yang bisa dialami pada usia 45 tahun hingga 59 tahun salah satunya

adalah Hipertensi. Tidak hanya penyakit Hipertensi pada usia ini juga bisa

terjadi penyakit komplikasi lainnya yang diakibatkan oleh penyakit

Hipertensi menahun yang tidak terkontrol. Dibutuhkan kepatuhan untuk

mengkonsumsi obat anti Hipertensi untuk menurunkan angka komplikasi


43

yang bisa terjadi dan menjaga tekanan darah dalam keadaan stabil. Usia

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan mengkonsumsi

obat anti Hipertensi.

c. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan

Keterjangkauan pelayanan kesehatan adalah mudah atau sulitnya

seseorang untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan. Keterjangkauan

yang dimaksud adalah keterjangkauan yang dilihat dari segi jarak, waktu

tempuh dan kemudahan transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan.

Kurangnya sarana transportasi merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan keteraturan berobat menyatakan bahwa rendahnya

keterjangkauan masyarakat pada pelayanan kesehatan puskesmas dan

jaringannya terkait dengan kendala pada keterbatasan sumber daya serta pola

pelayanan yang belum sesuai dengan tuntutan masyarakat. Semakin jauh

jarak rumah pasien dari tempat pelayanan kesehatan yang tersedia dan

sulitnya transportasi maka, akan berhubungan dengan keteraturan berobat

pasien yang membutuhkan persedian obat.

d. Motivasi

Motivasi sebagai interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga

dapat meningkatkan, menurunkan dan mempertahankan perilaku. Sebagian

besar pasien Hipertensi yang menjalani pengobatan memiliki motivasi yang

tinggi dalam menjalani pengobatan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya

kebutuhan dari klien untuk mencapai suatu tujuan yaitu agar sembuh dari
44

sakitnya. Adanya motivasi yang tinggi dari klien Hipertensi berarti ada suatu

keinginan dari dalam diri klien untuk menjalani pengobatan secara teratur.

Motivasi yang tinggi dapat terbentuk karena adanya hubungan antara

kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Adanya kebutuhan untuk sembuh, maka

penderita Hipertensi akan terdorong untuk patuh dalam menjalani

pengobatan.

e. Dukungan Petugas kesehatan

Peranan petugas kesehatan dalam melayani pasien Hipertensi

diharapkan dapat membangun hubungan yang baik dengan pasien. Unsur

kinerja petugas kesehatan mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan

kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan terhadap pasien Hipertensi yang

secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap keteraturan

berobat pasien yang pada akhirnya juga menentukan hasil pengobatan.

Dukungan yang diberikan oleh petugas kesehatan sangatlah penting bagi

pasien yang menderita penyakit Hipertensi terutama dalam hal penyuluhan.

Hal ini disebabkan masih banyaknya penderita Hipertensi yang kurang

mengetahui gejala dan penyebab Hipertensi tersebut bisa terjadi. Penyuluhan

kesehatan merupakan salah satu bentuk dari dukungan petugas kesehatan,

dimana penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga banyak masyarakat

yang tidak sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan

suatu anjuran yang ada hubunganya dengan kesehatan.


45

Hal yang sama yaitu dukungan petugas kesehatan sangat diperlukan

untuk mensosialisasikan pentingnya menjalani pengobatan yang teratur bagi

pasien Hipertensi. Hal ini disebabkan karena ada berbagai masalah yang

menyebabkan pasien Hipertensi tidak melaksanakan kontrol tekanan darah,

diantaranya adalah pasien Hipertensi tidak merasakan adanya keluhan, serta

kurangnya pengetahuan pada pasien.

Adanya dukungan petugas kesehatan berupa edukasi dapat

menambah pengetahuan penderita Hipertensi mengenai penyakit yang

dideritanya seperti pentingnya melakukan pengobatan secara rutin untuk

menghindari terjadinya komplikasi akibat dari Hipertensi tersebut. Adanya

dukungan dari petugas kesehatan dapat meningkatkan motivasi akan

pentingnya memperhatikan kesehatan serta dapat meningkatkan kepatuhan

minum obat.

f. Dukungan Keluarga

Menurut Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih (2013)

dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem

pendukung bagi anggota keluarganya dan anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan

dengan bantuan jika diperlukan.

Salah satu upaya untuk menciptakan sikap penderita patuh dalam

pengobatan adalah adanya dukungan keluarga. Hal ini karena keluarga


46

sebagai individu terdekat dari penderita Hipertensi. Tidak hanya

memberikan dukungan dalam bentuk lisan, namun keluarga juga harus

mampu memberikan dukungan dalam bentuk sikap. Misalnya yang

dilakukan keluarga penderita yaitu keluarga membantu penderita untuk

mencapai suatu pelayanan kesehatan dengan cara mengantarkan penderita ke

tempat pelayanan kesehatan sesuai dengan jadwal kontrol pasien.

Cara - cara yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam meminum

obat menurut Saepudin, Padmasari, Hidayanti, dan Ningsih, (2013) :

a. Persepsi dan perilaku pasien (misalnya: presepsi berat ringannya penyakit

yang diderita, sikap dan harapan pasien yang akhirnya mempengaruhi

motivasi pasien untuk memulai dan menjaga perilaku minum obat selama

proses pengobatan berlangsung).

b. Interaksi antara pasien dan dokter dan komunikasi medis antara kedua

belah pihak (misal keterampilan dalam memberi konsultasi dapat

memperbaiki kepatuhan, dan pesan yang berbeda dari sumber yang

berbeda ternyata dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum

obat).

c. Kebijakan dan praktek pengobatan dipublik yang dibuat oleh pihak yang

berwenang (misalnya: sistem pajak dalam resep, deregulasi tentang resep

dan hak konsumen dalam proses pembuatan resep).

d. Berbagai intervensi yang dilakukan agar kepatuhan dalam mengkonsumsi

obat terjadi (misalnya: intervensi yang menggunakan model teori ASE


47

atau Attitud- Social Influence-Self efficacy, yang diterapkan dalam rumah

sakit saat perawat kunjungan ke bangsal, perawat meminta pasien

mengingat tentang peraturan dalam mengkonsumsi obat, untuk mengecek

ingatan dan juga pemahamanpasien akan informasi yang diberikan

dengan memberikan pertanyaan stimulan).

Cara- cara untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum

obat menurut Lailatushifah (2012), Syamsudin (2011), Saepudin, Padmasari,

Hidayanti, dan Ningsih, (2013), Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, (2013) :

a. Memberikan informasi pada pasien akan manfaat dan pentingnya

kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.

b. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus

dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat

komunikasi lainnya.

c. Menunjukan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau dengan

cara menunjukan obat aslinya.

d. Memberikan keyakinan pada pasien akan efektivitas obat dalam

penyembuhan.

e. Memberikan resiko ketidakpatuhan dalam meminum obat.

f. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,

mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.


48

g. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang disekitarnya

untuk selalu mengingatkan pasien, agar teratur minum obat demi

keberhasilan minum obat.

3. Pengukuran Kepatuhan

Keberhasilan pengobatan pada pasien Hipertensi dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaannya untuk

memeriksakan ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta

kepatuhan dalam meminum obat anti Hipertensi. Kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah satu

metode yang dapat digunakan adalah metode MMAS-8 (Modifed Morisky

Adherence Scale) (Evadewi, 2013:34).

Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam

mengkonsumsi obat dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan

yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan

berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk

mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat (Morisky & Muntner, 2010).

D. Motivasi

1. Pengertian

Motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk

pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan


49

yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya dan

tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan (Sobur,2016). Karena itu,

bias juga dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motivasi,

membangkitkan daya gerak, menggerakkan seseorang atau diri sendiri

untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu keputusan atau

tujuan.

2. Teori-Teori Motivasi

Teori motivasi dalam aplikasi dan praktik (Nursalam, 2012)

mengemukakan beberapa teori motivasi. Berikut ini akan dijelaskan lebih

lanjut tentang beberapa teori motivasi.

a. Teori Kebutuhan

Teori kebutuhan fokus pada kebutuhan orang untuk hidup

berkecukupan.Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan

bagian pengkaryaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut teori kebutuhan, motivasi dimiliki seseorang pada saat belum

mencapai 13 tingkat tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupannya.

Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator.

1) Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow

Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow dengan kebutuhan

FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri dan

Aktualisasi Diri), dimana memandang bahwa kebutuhan manusia


50

sebagai lima macam hierarki yang paling mendasar sampai yang

paling tinggi. Individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan

yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu

tertentu.

2) Teori ERG

Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa bekerja

keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence,

kebutuhan mendasar dari Maslow) kebutuhan yang bisa dipuaskan

oleh faktor-faktor seprti makanan, minuman, upah dengan

kebutuhan eksistensi ini sama dengan kebutuhan fisiologis dan

keamanan dalam hierarki kebutuhan maslow, kebutuhan keterkaitan

(Relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) kebutuhan yang

dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi.

Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan tingkat ketiga dalam hierarki

maslow yaitu rasa memiliki, sosial dan cinta dan kebutuhan

pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi atau

pengaruh produktif) kebutuhan yang biasa dipuaskan bila seorang

memberikan kontribuasi yang kreatif dan produktif. Kebutuhan ini

sama dengan kebutuhan tingkat empat dan lima dalam hierarki

maslow yaitu harga diri dan aktualisasi diri. Teori ERG menyatakan

bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan,


51

kebutuhan yang lebih rendah akan kembali walaupun sudah

terpuaskan.

3) Teori Tiga Macam Kebutuhan

John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan

mendasar dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk

mencapai prestasi (need for achievement), kebutuhan kekuatan

(need of power) dan kebutuhan untuk dekat dengan orang lain

(need for affiliation).

4) Teori Motivasi Dua Faktor

Teori ini dikenal dengan teori dua faktor dari motivasi, yaitu faktor

motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan.Yang dimaksud

faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi

yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri

seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygene atau

pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang

berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan prilaku

seseorang dalam kehidupannya

b. Teori Keadilan

Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam

motivasi pekaryaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari

penghargaan yang diterima. Individu akan termotivasi jika hal mereka

dapatkan seimbang dengan usaha yang mereka kerjakan diharapkan.


52

c. Teori Harapan

Teori ini menyatakan cara memilih bertindak dari berbagai alternatif

tingkah laku berdasarkan harapannya (apakah ada keuntungan yang

diperoleh dari tiap tingkah laku).

d. Teori Penguatan

Ahli psikologi Skinner (Nursalam: 2011), menjelaskan bagaimana

konsekuensi tingkah laku dimasa lampau akan mempengaruhi

tindakan dimasa depan dalam proses belajar silkis. Dalam pandangan

ini, tingkah 15 laku sekarela seseorang terhadap suatu situasi atau

peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Teori

penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman

rangsangan atau respon konsekuensi. Menurut teori penguatan,

seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respon pada

rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu.

3. Jenis-Jenis Motivasi

Menurut penyebabnya motivasi terdiri atas: (Notoatmojo,2012)

a. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu

tanpa adanya rangsangan dari luar tetapi dengan sendirinya terdorong

untuk berbuat sesuatu. Misalnya, seseorang mau menjalani pengobatan

Hipertensi karena merasa penting bagi dirinya sendiri.

b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal karena adanya

rangsangan dari luar. Misalnya, seseorang mau menjalani pengobatan


53

rutin Hipertensi karena adanya dorongan dari orang lain baik dari

keluarga, teman dan lain-lain.

E. Dukungan Keluarga

1. Pengertian

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang yang hidup dalam satu

rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran

masing-masing, dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya

(Andarmoyo, 2012).

Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian

dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal

dalam sebuah rumah tangga (Muklisin, 2012).

2. Tipe keluarga

Menurut Muklisin (2012) tipe keluarga terdiri dari dua yaitu:

a. Tipe keluarga tradisional

1) Nuclear family atau keluarga inti adalah suatu rumah tangga yang

terdiri dari suami, istri dan anak kandung atau anak adopsi.
54

2) Extended family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah

dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya

kakek, nenek, bibi dan paman.

3) Dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang

tinggal dalam satu rumah tanpa anak.

4) Single parent family adalah suatu keluarga yang terdiri dari satu

orang tua dan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat

disebabkan oleh perceraian atau kematian.

5) Single adult adalah satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang

dewasa.

6) Keluarga usia lanjut adalah keluarga yang terdiri dari suami dan

istri yang sudah lanjut usia.

b. Tipe keluarga non tradisional

1) Keluarga communy yang terdiri dari satu keluarga tanpa pertalian

darah, hidup dalam satu rumah.

2) Orang tua (ayah, ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak,

hidup bersama dalam satu rumah tangga.

3) Homo seksual dan lesbian adalah dia individu sejenis yang hidup

bersama dalam satu rumah dan berperilaku layaknya suami istri.

3. Fungsi Keluarga

Menurut Harmoko (2012), terdapat beberapa fungsi keluarga yang

dapat dijalankan yaitu:


55

a. Fungsi Biologis

1) Untuk meneruskan keturunan.

2) Memelihara dan membesarkan anak.

3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

4) Memelihara dan merawat anggota keluarga.

b. Fungsi Psikologis

1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

3) Membina kedewasaan kepribadian anggota keluarga.

4) Memberikan identitas keluarga.

c. Fungsi sosialisasi

1) Membina sosial pada anak.

2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak.

3) Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

1) Mencari sumber–sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.
56

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa

yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua

dan sebagainya.

e. Fungsi Pendidikan

1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimiliki.

2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

2. Dukungan Keluarga

a. Pengertian

Dukungan keluarga adalah upaya yang diberikan kepada anggota

keluarga baik moril maupun materiil berupa motivasi, saran, informasi

dan bantuan yang nyata. Dukungan keluarga dapat diperoleh dari anggota

keluarga (suami, istri, anak, dan kerabat), teman dekat atau relasi.

(Karunia, 2016)

Menurut Ambarwari (2010) dalam (Rizkiyanti, 2014) bahwa

dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, menciptakan

kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri,

mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan yang utama bagi seluruh

keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.


57

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus perkembangan

kehidupan. Dengan adanya dukungan yang diberikan oleh keluarga

membuat anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian

dan akal, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(Friedman, 2013).

b. Jenis Dukungan Keluarga Menurut House and Kahn (1985) dalam

Friedman et al., (2013), terdapat 4 tipe dukungan keluarga yaitu

dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental,

dan dukungan informasional.

1) Dukungan emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaaan emosional.

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman,

yakin, diterima oleh anggota keluarga berupa ungkapan empati,

kepedulian, perhatian, cinta, kepercayaan, rasa aman dan selalu

mendampingi pasien dalam perawatan. Dukungan ini sangat penting

dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak terkontrol.

2) Dukungan penghargaan

Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan dan validator identitas

anggota keluarga. Dimensi ini terjadi melalui ekspresi berupa


58

sambutan yang positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau

pernyataan setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Dukungan

ini membuat seseorang merasa berharga, kompeten dan dihargai.

Dukungan penghargaan juga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga

yang dapat meningkatkan status psikososial pada keluarga yang sakit.

Melalui dukungan ini, individu akan mendapat pengakuan atas

kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

3) Dukungan instrumental

Dukungan instrumental (peralatan atau fasilitas) yang dapat

diterima oleh anggota keluarga yang sakit melibatkan penyediaan

sarana untuk mempermudah perilaku membantu pasien yang

mencakup bantuan langsung biasanya berupa bentuk-bentuk kongkrit

yaitu berupa uang, peluang, waktu, dan lain-lain. Bentuk dukungan ini

dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan

masalahnya yang berhubungan dengan materi.

4) Dukungan informasi

Dukungan informasi merupakan bentuk dukungan yang

meliputi pemberian informasi, sarana atau umpan balik tentang situasi

dan kondisi individu. Menurut Nursalam (2013) dukungan ini berupa

pemberian nasehat dengan mengingatkan individu untuk menjalankan

pengobatan atau perawatan yang telah direkomendasikan oleh petugas

kesehatan (tentang pola makan sehari-hari, aktivitas fisik atau latihan


59

jasmani, minum obat, dan kontrol), mengingatkan tentang prilaku

yang memperburuk penyakit individu serta memberikan penjelasan

mengenai hal pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat

ataupun menjelaskan hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit yang

diderita individu.

F. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori


60

F . Kerangka konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Peneliti


61

G. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis alternative (Ha), yaitu :

Ha1 : Terdapat hubungan antara tingkat motivasi dengan kepatuhan minum

obat pasien Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk

Kaltim.

Ha2 : Terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat pasien Hipertensi pada lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk

Kaltim.

2. Hipotesis Nol (H0), yaitu :

H01 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat motivasi dengan kepatuhan

minum obat pasien Hipertensi lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk

Kaltim.

H02: Tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pasien Hipertensi lansia di Unit Rawat Jalan RS Pupuk

Kaltim.
62

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasional dengan

pendekatan crossectional yaitu melakukan pengamatan pada variabel yang

diteliti secara langsung atau tidak langsung tanpa ada perlakuan maupun

intervensi (oktavia, 2015). Penelitian ini menganalisis hubungan motivasi dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien Hipertensi pada lansia.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

lansia yang memiliki riwayat Hipertensi yang berobat di rawat jalan RS

Pupuk Kaltim Bontang bulan Oktober-Desember 2020 sebanyak 98 lansia

(Mediacal Record, 2021).


63

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2012). Pengambilan sampel pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode non-probability sampling dengan

teknik sampling digunakan purposive sampling yaitu teknik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga

sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2013).

Banyaknya sampel yang akan di teliti dengan menggunakan rumus

Slovin adalah sebagai berikut :

N
n=
1+ Ne2

98
n=
1+ 98(0,01)

98
n=
1+0,98

98
n=
1,98

n=49

Jadi jumlah responden yang diteliti pada penelitian ini berjumlah 49


64

responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Peneliti juga menentukan kriteria sampel untuk membantu mengurangi

terjadinya bias pada hasil penelitian. Adapun kriteria sampel penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti antara lain:

1) Lansia yang berumur > 60 tahun.

2) Lansia yang mempunyai keluarga.

3) Pasien Hipertensi lansia yang berobat ke rawat jalan RS Pupuk

Kaltim Bontang.

4) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

5) Lansia dengan tingkat kognitif yang baik yang di tetapkan dengan

kuesiner fungsi kognitif lansia.

6) Pasien yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi yang ditetapkan penelitian antara lain:

1) Pasien menolak menjadi responden.

2) Pasien dengan dimensia/pikun.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari –


65

Mei 2021 di Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian  adalah suatu atribut atau sifat atau

nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajar dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiono, 2015).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Dukungan Sikap, tindakan, Kuesioner 1. Mendukung =76-100% Ordinal
Keluarga dan penerimaan dukungan 2. Cukup Mendukung =
keluarga terhadap keluarga 56-75%
penderita yang sakit 3. Kurang mendukung=
di unit Rawat Jalan <55%
RS Pupuk Kaltim (Yani Arnoldus Taulasik,
Bontang. 2019)
2 Motivasi Motivasi sebagai Kuesioner 1. Motivasi tinggi = 61-80 ordinal
interaksi antara motivasi
perilaku dan 2. Motivasi cukup = 41-60
lingkungan 3. Motivasi rendah = 20-40
sehingga dapat
meningkatkan, (Handhayani Rizky,2013)
menurunkan dan
mempertahankan
perilaku di unit
Rawat Jalan RS
Pupuk Kaltim
66

Bontang.
3 Kepatuhan Kepatuhan pasien Kuesioner 1. Kepatuhan tinggi > 6 Ordinal
Minum Obat Hipertensi dalam kepatuhan 2. Kepatuhan rendah < 6
minum obat anti
Hipertensi (Morisky et al,2009 dalam
menggunakan Sinuraya, dkk, 2018)
metode (MMAS-8)
di unit Rawat Jalan
RS Pupuk Kaltim
Bontang.

E. Instrumen Penelitian

Pada penyusunan instrumen penelitian tahap awal perlu dituliskan data-data

tentang karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin dan lama pengobatan.

Data tersebut akan sangat membantu peneliti dalam pembahasaan jika sewaktu-

waktu dibutuhkan dan tidak kembali mencari responden lain. Instrumen

penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner.

Kuesioner adalah pertanyaan yang diajukan kepada responden berbentuk

tulisan, pada jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal

kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2011).

Kuesioner yang di pakai dalam penelitian ini adalah kuesioner dukungan

keluarga menggunakan kuesioner dari Yani Arnoldus Taulasik (2019), kuesioner

motivasi menggunakan kuesioner dari Handhayani Rizky (2013), dan kuesioner

kepatuhan menggunakan Morisky Medication Aderence Scale- 8 (MMAS-8).

1. Kuesioner dukungan keluarga


67

Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner baku berisi tentang

dukungan keluarga yang diambil dalam penelitian yang dilakukan oleh Yani

Arnoldus Taulasik (2019). Skala yang di pakai adalah skala likert dengan

pertanyaan positif. Setiap pertanyaan memiliki empat pilihan dengan kriteria

jawaban yaitu 4= selalu, 3= sering, 2= kadang-kadang, 1=tidak pernah.

Dengan hasil perhitungan skor yang dibagi menjadi 3 kriteria yaitu 76-100%

= mendukung, 56-75%= cukup mendukung, < 55% = kurang mendukung.

2. Kuesioner Motivasi

Untuk mengukur motivasi kesembuhan bila responden menjawab

pertanyaan yang sangat sesuai (SS) = 4, sesuai (S) = 3, tidak sesuai (TS) = 2,

sangat tidak sesuai (STS) = 1. Kemudian baru diberikan 3 kategori dengan

ketentuan sebagai berikut:

Skor minimum : 1 x 20 =20

Skor maksimum : 4 x 20 = 80

Rentang kategori : (80-20) /3 = 20

Setelah ditetapkan kriteria seperti di atas, maka responden di kelompokkan

menjadi 3 kriteria berdasarkan skor, yaitu:

a. Motivasi kurang : 20 – 40

b. Motivasi cukup : 41 - 60
68

c. Motivasi tinggi : 61 - 80

3. Kuesioner Kepatuhan Minum Obat

Kuesioner kepatuhan minum obat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale). MMAS-8 digunakan

untuk menilai kepatuhan minum obat yang karena sudah baku dan sudah

tervalidasi . Kuesioner ini berisi 8 pertanyaan berskala guttman, setiap

pertanyaan memiliki pilihan jawaban ya & tidak. Pada item pertanyaan 1-4 dan

6-8 nilainya 1 bila jawabannya “tidak” dan 0 jika jawabannya “ya”. Sedangkan

pertanyaan nomor 5 bernilai 1 apabila jawabannya “ya” dan bernilai 0 apabila

jawabannya “tidak”. Interpretasi dari kuesioner ini adalah > 6 dinyatakan patuh,

dan < 6 dinyatakan tidak patuh.

4. Kuesioner fungsi kognitif lansia

Kuesioner fungsi kognitif lansia yang di gunakan dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disediakan

jawabannya sehingga responden tinggal memilih jawaban yang menurut

responden sesuai. Kuesioner yang di pakai adalah kuesioner dari Nursalam

(2013) terkait dengan fungsi kognitif, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 18

dengan skor apabila jawaban “ya” : 1 dan apabila jawaban “tidak” : 0. Dengan

kriteria fungsi kognitif baik : 76%-100%, cukup : 56%-75% , kurang : <56%

(Giswena, 2019).
69

F. Uji Validitas dan Realibilitas

Realibilitas memiliki pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik.

Pada penelitian ini uji validitas dan realibilitas kepatuhan minum obat, dukungan

keluarga dan motivasi menggunakan kuesioner yang telah diuji validitasnya oleh

peneliti sebelumnya.

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas karena

instrument yang di pakai sudah baku yang digunakan pada penelitian

sebelumnya, yaitu Yani Arnoldus Taulasik (2019) untuk kuesioner dukungan

keluarga , kuesioner motivasi menggunakan kuesioner dari Handhayani Rizky

(2013), kuesioner fungsi kognitif lansia menggunakan kuesioner dari Nursalam

(2013), dan kuesioner kepatuhan menggunakan Morisky Medication Aderence

Scale- 8 (MMAS-8).

G. Teknik Pengumpulan Data

Menurut sumbernya data penelitian digolongkan sebagai data primer dan

data sekunder:

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan

kuesioner. Data primer ini adalah lembar jawaban responden atau kuesioner

yang diberikan saat penelitian yaitu kuesioner dukungan keluarga, kuesioner

motivasi dan kuesioner kepatuhan minum obat dengan menggunakan MMAS


70

8.

2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari data kunjungan pasien

lansia Hipertensi mengenai jumlah kunjungan yang ada di Rawat Jalan RS

Pupuk Kaltim Bontang.

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek dan

proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengumpulkan data berupa angket. Angket adalah suatu cara pengumpulan

data atau suatu penelitian mengenai suatu yang umumnya banyak

menyangkut kepentingan umum (banyak orang). Angket selalu berbentuk

formulir yang berisi pertanyaan question. Maka angket sering disebut

Questionaire (Notoatmodjo, 2012).

Data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner yang

disesuaikan dengan karakteristik subyek penelitian dan variabel. Prosedur

pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada subyek pasien lansia

dengan Hipertensi yang berobat ke Rawat Jalan RS Pupuk Kaltim Bontang

bulan Oktober-Desember tahun 2020.

Pertama yang dilakukan peneliti ialah mengidentifikasi tempat

penelitian dan populasi target. Kemudian peneliti mengajukan surat

permohonan izin kepada Kepala Seksi Rawat Jalan untuk mengadakan


71

penelitian. Setelah memperoleh izin dari Kepala Seksi Rawat Jalan RS PKT,

peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden dengan

menjelaskan tujuan dan latar belakang penelitian. Setelah itu peneliti

memberikan lembar persetujuan responden dan menjelaskan bahwa

persetujuan tersebut menjamin hak-hak dan kerahasiaan responden.

Kemudian peneliti membagikan lembar kuesioner kepada pasien dan

memberikan penjelasan untuk mengisi kuesioner. Setelah kuesioner terbagi

peneliti memberikan waktu 30 menit untuk mengisi kuesioner. Setelah waktu

selesai peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh pasien.

H. Teknik Analisa Data

Analisa data bertujuan mengubah data menjadi informasi dalam statistika,

infomasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan,

terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat

langkah-langkah yang harus ditempuh, di antaranya:

1. Editing

Data perlu diedit untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya. Hal

yang perlu diperhatikan dalam mengedit adalah apakah pernyataan telah

terjawab dengan lengkap, apakah catatan sudah jelas dan mudah dibaca, dan

apakah coretan yang ada sudah diperbaiki. Jangan sekali-kali mengganti

jawaban dan angka dengan maksud menyesuaikan dengan keinginan peneliti.


72

2. Koding

Koding adalah usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban

responden. .

3. Entering

Data entering adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode

kedalam mesin pengolahan data. Program komputer yang dapat dipakai

untuk mengolah data adalah SPSS (Statistical Package for Social Science)

(Prasetyo dan Jannah, 2011).

4. Cleaning

Data cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah

dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan yang

sebenarnya (Prasetyo dan Jannah, 2011).

5. Tabulasi

Analisis data dibedakan menjadi:

a. Analisa Univariat

Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan presentase dari tiap variabel. Tujuan analisis ini adalah

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing

variabel yang diteliti. Bentuk tergantung pada jenis datanya


73

(Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini variabel dengan skala data

kategorik adalah jenis kelamin, pekerjaan, kunjungan berobat , kepatuhan

minum obat menggunakan rumus distribusi frekuensi :

f
P= x 100
n

Keterangan :

P= persentase yang dicari

f= frekuensi sampel/responden untuk setiap pertanyaan

n= jumlah keseluruhan sampel/responden

2. Analisa Bivariat

Sebelum melakukan analisa bivariat, peneliti melakukan uji

normalitas data. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah

dalam sebuah model regresi baik variabel independen maupun dependen

mempunyai distribusi yang normal. Pengujian normalitas dalam

penelitian ini dilakukan dengan uji Sapiro-Wilk karena jumlah data < 50.

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat pasien

Hipertensi pada lansia di rawat jalan RS Pupuk Kaltim Bontang. Uji


74

statistik yang digunakan adalah Chi Square dengan tingkat kemaknaan

5%. Rumus sebagai berikut :

2 ( O−E )2
x =∑
E

Keterangan :

x 2 = statistik chi square

O= observasi

E= expected atau hasil yang diharapkan

Setelah didapatkan x2 hitung, kemudian nilai x2 tabel dengan

derajat uji kebebasan:

df= (b-1) (k-1)

b= Jumlah baris

k= Jumlah kolom

Keputusan uji :

2 2
1) Jika X hitung ≥ X tabel maka H0 ditolak artinya ada

hubungan
2 2
2) Jika X hitung ≤ X tabel maka H0 diterima artinya tidak ada

hubungan
75

Dalam penelitian ini jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka

peneliti menggunakan uji alternatif Fisher Excat, dengan rumus:

( A +B ) ! (C +D ) ! ( A +C ) ! ( B+D ) !
P( a, b , c , d )=
N ! ( A ) ! ( B ) !(C )!( D )!

I. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Menentukan judul penelitian melalui koordinator mata kuliah skripsi

sebanyak empat judul selanjutnya satu judul yang diterima sebagai judul

proposal penelitian dan dikonsulkan ke pembimbing. Judul proposal

penelitian di ganti dan dikonsulkan judul proposal yang baru.

2. Menyusun proposal penelitian yang terdiri dari tiga bab berdasarkan literatur

dari berbagai sumber, studi pendahuluan dan penelitian lain yang terkait

dengan proposal penelitian pada November – Desember 2020.

3. Sidang proposal penelitian akan dilaksanakan setelah penyusunan materi

proposal penelitian disetujui untuk disidangkan oleh para pembimbing

proposal penelitian pada Bulan Februari 2021.

4. Revisi proposal penelitian akan dilaksanakan selama maksimal 1 minggu

setelah sidang proposal.

5. Melakukan pengurusan perizinan penelitian dari RS PKT Bontang.


76

6. Setelah mendapat izin peneliti datang ke rawat jalan RS PKT Bontang untuk

mendatangi subjek peneliti dan meminta kesediaan subyek peneliti atas

partisipasi dalam penelitian yang dilakukan. Setiap responden yang setuju

dapat menandatangani surat persetujuan dan diberikan kuesioner kemudian

diminta untuk mengisi kuesioner.

J. Etika penelitian

Mengemukakan segi etika penelitian yang perlu diperhatiakan antara lain

adalah sebagai berikut:

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan

informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian,

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonymity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)
77

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya.hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil penelitian.

K. Alur penelitian

Memilih Sampel dengan


mempertimbangkan Sampel Populasi
kriteria inklusi dan
ekslusi

Informed
Consent

Tidak Setuju
Setuju

Lembar
Lembar Stop
Observasi
Observasi
Length of Stay
triase

Analisa Data Pelaporan


Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian


78

KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk :
Isilah lembar kuisioner ini sesuai dengan keadaan anda yang
sebenarnya. Seluruh jawaban akan berlaku sangat rahasia, data akan disimpan
dan dipergunakan hanya untuk penelitian.
Identitas responden
Nama (Inisial) :
Jenis kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Lama pengobatan
Alamat :

I. KUESONER MOTIVASI
No Pernyataan SS S TD STS
1 Saya merasa akan segera sembuh dari penyakit ini
2 Dalam menanggapi pembicaraan saya, perawat
berusaha mendebat atau merubah pikiran saya
3 Saya harus segera sembuh dari penyakit ini
4 Saya harus selalu optimis untuk segera sembuh
5 Saya merasa penyakit yang saya idap terlalu parah
6 Saya merasa penyakit yang saya idap tidak kunjung
sembuh

8 Perawat selalu memotivasi saya untuk segera


sembuh dari penyakit ini
79

9 Saya takut bila penyakit saya tidak bisa


disembuhkan
10 Saya tidak yakin akan segera sembuh dari
penyakit ini
11 Saya harus menghabiskan jatah makan saya
supaya saya cepat sembuh
12 Lingkungan rumah sakit membuat saya nyaman
menjalani proses penyembuhan ini
13 Saya merasa lelah menghadapi penyakit ini
14 Saya tidak takut jika ada perawat yang akan
melakukan tindakan perawatan
15 Perawat selalu menguatkan saya agar segera
sembuh dari penyakit yang saya idap
16 Saya merasa penyakit yang saya idap tidak bisa
disembuhkan
17 Saya merasa penyakit yang saya idap tidak
kunjung sembuh
18 Perawat tidak pernah menyemangati saya supaya
lekas sembuh
19 Dukungan dari keluarga membuat saya ingin
segera sembuh dari penyakit ini
20 Saya merasa percuma menjalani proses
penyembuhan ini
21 Saya merasa kamar ini tidak nyaman karena
terlalu penuh dengan pasien lain
80

II. KUISIONER DUKUNGAN KELUARGA


Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda
check atau centang () pada jawaban yang dipilih.
No Jenis Dukungan Keluarga Selalu Sering Kadang- Tidak Skor
kadang pernah
1 Dukungan Emosional dan
penghargaan
1. Keluarga selalu mendampingi
saya dalam perawatan
2. Keluarga selalu memberi pujian
dan perhatian kepada saya
3. Keluarga tetap mencintai dan
memperhatikan keadaan saya
selama saya sakit
4. Keluarga memaklumi bahwa
sakit yang saya alami sebagai
suatu musibah
2 Dukungan Instrumental
5. Keluarga selalu menyediakan
waktu dan fasilitas jika saya
memerlukan untuk keperluan
pengobatan
6. Keluarga sangat berperan aktif
dalam setiap pengobatan dan
perawatan sakit saya
7. Keluarga bersedia membiayai
perawatan dan pengobatan saya
81

8. Keluarga selalu berusaha untuk


mencarikan kekurangan sarana
dan peralatan perawatan yang
saya perlukan
3 Dukungan informasi
9. Keluarga selalu memberitahu
tentang hasil pemeriksaan dan
pengobatan dari dokter yang
merawat kepada saya
10. Keluarga selalu mengingatkan
saya untuk kontrol, minum obat,
olahraga dan makan
11. Keluarga selau mengingatkan
saya tentang perilaku-perilaku
yang memperburuk penyakit
saya
12. Keluarga selalu menjelaskan
kepada saya setiap saya
bertanya hal-hal yang tidak
jelas tentang
penyakit saya

II. KEPATUHAN MINUM OBAT MORISKY (MMAS)


Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda
check atau centang () pada jawaban yang dipilih.
NO Pertanyaan Ya Tidak Skor
1 Apakah anda terkadang lupa minum obat
Anti Hipertensi?
2 Apakah selama 2 pekan terakhir ini, anda dengan
sengaja tidak meminum obat?
3 Pernahkah anda mengurangi atau berhenti
minum obat tanpa memberitahu dokter anda,
karena anda merasa kondisi anda bertambah
parah ketika meminum obat tersebut ?
82

4 Ketika anda pergi berpergian atau meninggalkan


rumah, apakah anda kadang-kadang lupa
membawa obat anda ?
5 Apakah kemarin anda minum obat ?
6 Ketika anda merasa sehat, apakah anda juga
kadang berhenti meminum obat ?
7 Minum obat setiap hari merupakan hal yang
tidak menyenangkan bagi sebagian orang.
Apakah anda pernah merasa terganggu dengan
kewajiban anda untuk minum obat setiap hari ?
8 Seberapa sering anda mengalami kesulitan
minum semua obat anda ?
a. Tidak pernah/jarang
b. Beberapa kali
c. Kadang kala
d. Sering
e. Selalu
Tulis : Ya (bila memilih: b/c/d/e; Tidak (bila
memilih:a)

III. Kuesioner Fungsi Kognitif Lansia


Berikan tanda (√) pada jawaban yang menurut anda tepat.

N Pertanyaan Ya Tidak
O
1 Apakah anda tahu hari ini hari apa ?
2 Apakah anda tahu tahun ini tahun berapa ?
3 Apakah anda tahu presiden pertama Indonesia ?
4 Apakah anda bisa membaca dan menulis ?
5 Apakah anda bisa sebutkan nama orang yang sesuai
dengan huruf awalnya “R” ?
6 Apakah anda bisa menggambar seperti segitiga,
segiempat dan lingkaran ?
7 Apakah anda mempunyai sahabat saat sekolah dulu ?
8 Apakah ada kejadian saat ini yang mengingatkan anda
terhadap pengalaman masa lalu ?
9 Apakah anda ingat apa yang anda bicarakan saat anda
berkomunikasi dengan orang lain ?
10 Apakah anda bisa berhitung 1-100 ?
83

11 Apakah anda sering memberikan solusi atau pemecah


masalah saat keluarga ada masalah ?
12 Apakah anda mempunyai kepercayaan yang sesuai
dengan dunia nyata/ terjadi di sekitar kita ?
13 Apakah anda mempunyai kiasan atau pepatah yang
sering kita gunakan yang dijadikan pedoman hidup atau
inspirasi hidup ?
14 Apakah anda ingat kejadian yang dialami sebelumnya ?
15 Apakah and a bisa melakukan hitungan seperti
tambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian ?
16 Apakah anda mempunyai rencana sebelum anda
melakukan sesuatu ?
17 Apakah anda rutin melakukan ibadah terhadap
kepercayaan anda ?
18 Apakah anda menginspirasikan seseorang yang membuat
hidup anda lebih semangat dan terinspirasi ?
DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, A. M. (2014). Lansia Di Panti Werdha ( Studi Deskriptif Mengenai


Proses Adaptasi Lansia Di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya ). 1–13.
Ariyanto, Y. ., Sucipto, A., & Adinugraha, T. S. (2016). Hubungan Kepatuhan
Minum Obat Dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di Puskesmas
Banguntapan 1 Bantul.
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu.
Darmojo. (2015). ilmu kesehatan usia lanjut.
Hairunisa. (2014). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dan Diet Dengan
Tekanan Darah terkontrol Pada Penderita Hipertensi Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat. 7, 219–232.
Herlinah, L., Wiarsih, W., & Rekawati, E. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Perilaku Lansia Dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal
Keperawatan Komunitas, 1(2), 108–115.
Irianto. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular, Panduan
Klinis. Alfabeta. Bandung.
Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan. Jakarta.
Kurniajati, S., & Pandiangan, R. B. (2016). Motivasi Lansia Hipertensi
menurunkan Tekanan Darah Dengan Penatalaksanaan Nonformakologi.
Journal Penelitian Keperawatan, 2.
Muawanah, Suroso, & Pratikto, H. (2012). KEMATANGAN EMOSI, KONSEP
DIRI DAN KENAKALAN REMAJA. Jurnal Persona, 6–14.
Mursiany, A., Ermawati, N., & Oktaviani, N. (2013). Gambaran Penggunaan Obat
dan Kepatuhan Mengonsumsi Obat pada Penderita Penyakit Hipertensi di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun 2013.
Universitas Pekalongan, 28(2), 237–248.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. : Yogyakarta: Nuha Medika.
Saepudin, Padmasari, Hidayanti, & Ningsih. (2013). Kepatuhan Penggunaan Obat
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas. Jurnal Farmasi Indonesia.
Sepalawandika, A., & Gunawan, S. (2016). Profil Kepatuhan Minum Obat
AntiHipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Lingkungan Universitas
Tarumanegara Periode Juli-Desember 2015.

79
80

Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal.


Salemba Medika: Jakarta.
Triguna, I. P. B., & Sudhana, I. W. (2013). Gambaran kepatuhan minum obat anti
Hipertensi pada pasien Hipertensi di wilayah kerja puskesmas petang ii
kabupaten bandung periode juli-agustus 2013. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, 4(6), 1–12.

Anda mungkin juga menyukai