Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS PENGEMBANGAN RUNWAY DAN FASILITAS ALAT

BANTU PENDARATAN DI BANDAR UDARA DEPATI AMIR BANGKA

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


Mencapai derajat Sarjana S1

Disusun oleh:

ANNA HARTATI DAMAR UTAMI


07050027

JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO

YOGYAKARTA

2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Anna Hartati Damar Utami

Nomor Mahasiswa : 07050027

Program Studi : Teknik Penerbangan

Judul Skripsi : Analisis Pengembangan Runway dan Fasilitas


Alat Bantu Pendaratan di Bandar Udara Depati
Amir Bangka

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan sepanjang
pengetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau di tulis oleh
orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan penyelesaian
studi pada universitas atau instansi lain.

Yogyakarta, Januari 2012

Yang Menyatakan

Anna Hartati Damar Utami

iii
HALAMAN MOTTO

Kesuksesan dalam belajar bukan hanya karena kecerdasan semata,

tetapi dari besarnya kemauan dan kesungguhan hati.

Allah tidak akan merubah nasib ( seseorang ) suatu kaum apabila

ia tidak ingin atau mau merubah nasibnya sendiri

( QS. Ar – Radu’ : 11 )

Belajarku dan bekerjaku adalah ibadahku

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

( QS. Al – Insyirah : 6 )

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT, atas rahmat-Nya skripsi ini

dapat terselesaikan

Terima kasih yang tidak terhingga

atas perhatian, doa dan dukungan selama ini kepada :

Ibu dan Bapak Tercinta

Atas segala kasih sayang, doa, ilmu dan didikan, dukungan, kesabaran serta

pengorbanan yang telah diberikan yang takkan terbalas oleh apapun.

Kakakku Tersayang

Atas segala dukungan, perhatian

semangat dan doanya

Pembimbing Akademikku

yang telah sabar membimbing penulis

dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan


rahmatNya jua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “
ANALISIS PENGEMBANGAN RUNWAY DAN FASILITAS ALAT BANTU
PENDARATAN DI BANDAR UDARA DEPATI AMIR BANGKA “ guna
memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S–1) pada
Jurusan Teknik Penerbangan, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini


masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki mengingat keterbatasan
kemampuan dalam diri penulis. Untuk itu diharapkan adanya kritik dan saran dari
pembaca yang akan penulis terima dengan senang hati untuk penyempurnaan dan
perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari banyak menerima


bantuan dan dukungan baik moril maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, dukungan, bimbingan kepada penulis. Dan
secara khusus penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu, Bapak, dan kakak tercinta yang selalu memberikan dukungan kepada
penulis dalam menempuh pendidikan.
2. Bapak Ir. Sutjianto S., MT selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Adisutjipto.
3. Bapak Ir. Djarot Wahju Santoso M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik
Penerbangan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta.
4. Bapak Drs. C Suhardiwarno M.Si , selaku Dosen Pembimbing I, terima
kasih atas kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.

vi
5. Bapak Karseno, KS, INZ, SE, MM, selaku Dosen Pembimbing II, terima
kasih atas kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dedi, Bapak Agung, Bapak Bathur, Bapak Sunandar, Bapak Beni,
Bapak Ito, bapak Edi, Bapak Jauhari, bapak Gunadi dan Bapak Widi yang
telah membimbing penulis selama pencarian data di Bandar Udara Depati
Amir Bangka serta telah memberikan masukan dan sabar dalam
membimbing penulis.
7. Seluruh teman – teman seperjuangan Jurusan Teknik Penerbangan
terutama angkatan 2007.
8. Teman – teman kosan yaitu, De Candra, De mala, De Annisa, De Pini, De
Cici, De Lisa, De Upik yang telah semangat serta doanya terhadap penulis.
9. Seluruh Dosen, Seluruh Staff, dan segenap Civitas Akademika dan
karyawan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan agar skripsi ini menjadi lebih sempurna.

Yogyakarta, Januari 2012

Penulis

vii
ANALISIS PENGEMBANGAN RUNWAY DAN FASILITAS ALAT
BANTU PENDARATAN DI BANDAR UDARA DEPATI AMIR BANGKA

Anna Hartati Damar Utami


07050027

ABSTRAK

Mengingat kondisi Bandar Udara Depati Amir Bangka saat ini kurang
representatif dalam urusan penumpang dan barang. Pemerintah Kabupaten
Bangka Tengah melalui Dinas Perhubungan merencanakan akan melakukan
pengembangan secara bertahap. Hal ini dikarenakan agar Bandar Udara Depati
Amir Bangka dapat didarati oleh pesawat Boeing 737 series. Serta pengadaan
fasilitas alat bantu pendaratan agar dalam proses pendaratan keselamatannya
lebih terjamin.
Perkembangan jumlah penumpang selama kurun waktu tahun 2006
sampai dengan tahun 2010 di Bandar Udara Depati Amir Bangka mengalami
peningkatan di tiap tahunnya. Panjang runway yang direncanakan 2250 m
memiliki effective length 1937. pesawat rencana yang akan dilayani adalah
Boeing 737 – 400 dengan effective length 2222 m maka panjang landasan yang
dibutuhkan 2582 m. Serta fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh
Bandar Udara Depati Amir Bangka.
Perkembangan lalu lintas angkutan udara di Bandar Udara Depati Amir
Bangka mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga perlu dilakukan
pengembangan runway. Dalam pengembangan runway 2250 m tidak dapat
melayani pesawat yang direncanakan yaitu Boeing 737 – 400 dengan Maximum
Takeoff Weight ( MTOW ) maksimum. Untuk fasilitas alat bantu pendaratan
seperti marka, approach lighting, windsock, threshold lighting, runway end
indentification lighting, runway edge light, precission approach path indicator.
Alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandara Depati Amir Bangka masih
memerlukan peningkatan.

Kata Kunci : Runway, Fasilitas Alat Bantu Pendaratan, Representatif.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
HALAMAN MOTTO................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 2
1.4. Batasan Masalah....................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Bandar Udara ...................................................... 4
2.2 Pengertian Landasan Pacu ( Runway ) ................................... 5
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Panjang Runway .......... 9
2.4 Kemiringan Runway.............................................................. 12
2.4.1 Kemiringan Memanjang ( Longitudinal ) ..................... 12
2.4.2 Kemiringan Melintang ( Transversal ) ........................... 14

ix
2.5 Alat Bantu Pendaratan ........................................................... 15
2.5.1 Marka .......................................................................... 15
2.5.2 Airfield Lighting System ............................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Materi Penelitian .. ................................................................. 23
3.2. Lokasi Penelitian ................................................................... 23
3.3. Tahap Penelitian .................................................................... 23
3.4. Diagram Alur Penelitian ........................................................ 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Spesifikasi Bandara Depati Amir .......................................... 29
4.2 Perkembangan Lalu Lintas Angkutan Udara di Bandar Udara
Depati Amir Bangka ............................................................. 32
4.2.1 Perkembangan Jumlah Pesawat..................................... 32
4.2.2 Perkembangan Jumlah Penumpang.. ............................. 33
4.2.3 Pergerakan Cargo ............................................................ 34
4.3 Evaluasi Runway .................................................................. 35
4.3.1 Panjang Runway .............................................................. 35
4.3.2 Lebar Runway .................................................................. 36
4.3.3 Perhitungan Aeroplane Reference Field Length.............. 37
4.3.4 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan.................. 42
4.4 Fasilitas Alat Bantu Pendaratan ............................................... 49
4.4.1 Marka ………………....................................................... 49
4.4.2 Approach Lighting ………………................................... 61
4.4.3 Windsock ………………................................................ 62
4.4.4 Threshold Lighting ……….............................................. 62
4.4.5 Runway End Indentification Lighting ............................ 63
4.4.6 Runway Edge Light ......................................................... 63
4.4.7 Precission Approach Path Indicator ................................ 64
4.5 Evaluasi Alat Bantu Pendaratan Berdasarkan KM 47
Tahun 2002 ............................................................................. 67

x
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 70
5.2 Saran ..................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 72


LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tampak Atas Unsur – Unsur Runway.. .................................. 6


Gambar 2.2 Surface Wind ........................................................................ 7
Gambar 2.3 Longitudinal Slope per Section ............................................. 13
Gambar 2.4 Longitudinal Change ............................................................. 14
Gambar 2.5 Konfigurasi PAPI .................................................................. 20
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ........................................................ 26
Gambar 4.1 Ilustrasi Titik Referensi AES Tahap Akhir Pengembangan .... 45
Gambar 4.2 Runway Side Stripe Marking ................................................ 50
Gambar 4.3 Runway Designation Marking ............................................... 51
Gambar 4.4 Runway Designation Marking Untuk Angka 6 dan 9.............. 52
Gambar 4.5 Bentuk dan Ukuran Angka dan Huruf pada Runway
Designation Marking ............................................................ 52
Gambar 4.6 Threshold Marking ............................................................... 53
Gambar 4.7 Runway Centre Line Marking ................................................ 55
Gambar 4.8 Aiming Point Marking .......................................................... 57
Gambar 4.9 Touchdown Marking.............................................................. 59
Gambar 4.10 Windsock .............................................................................. 62
Gambar 4.11 Threshold Lighting ............................................................... 62
Gambar 4.12 Runway End Indentification Lighting .................................... 63
Gambar 4.13 Runway Edge Light .............................................................. 63
Gambar 4.14 PAPI Lights .......................................................................... 64
Gambar 4.15 Formasi PAPI ........................................................................ 66

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Lebar Landasan Pacu ( Runway ) Berdasarkan Annex 14..….. 6


Tabel 2.2 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway ........ 11
Tabel 2.3 Aerodrome Reference Code ( ARC )...................................... 12
Tabel 2.4 Effective Gradient .................................................................... 13
Tabel 2.5 Longitudinal Slope per Section ............................................. 13
Tabel 2.6 Longitudinal Slope Change ................................................... 14
Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandar Udara Depati Amir
Bangka Tahun 2006 – 2010 .................................................. 33
Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penumpang di Bandar Udara Depati
Amir Bangka Tahun 2006 – 2010 ......................................... 34
Tabel 4.3 Perkembangan Cargo Movement di Bandar Udara Depati
Amir Bangka Tahun 2006 – 2010 ........................................... 35
Tabel 4.4 Lebar Landasan Pacu ( Runway ) Berdasarkan ICAO 2004.. .. 36
Tabel 4.5 Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) Bandar Udara
Depati Amir Bangka.............................................................. 41
Tabel 4.6 Obstacle Pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
Bandar Udara Depati Amir Bangka ....................................... 48
Tabel 4.7 Ukuran Threshold Marking ................................................... 54
Tabel 4.8 Letak dan Ukuran Aiming Point Marking ............................. 58
Tabel 4.9 Jumlah Masing – Masing Pada Touchdown Marking ............. 60
Tabel 4.10 Perbandingan Alat Bantu Pendaratan Tahap I Stage I Dengan
KM 47 Tahun 2002 ............................................................... 69

xiii
DAFTAR SINGKATAN

AES Aerodrome Elevation System


AFL Airfield Lighting System
APLL Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas
ARFL Aeroplane Reference Field Length
ARC Aerodrome Reference Code

ARP Aerodrome Reference Point


ATC Air Traffic Control
DME Distance Measuring Equipment
DVOR Doppler Very High Frequency Directional Omni Range
FAA Federation Aviation Administration
Fe Faktor Koreksi Elevasi
Fs Faktor Koreksi Kemiringan
Ft Faktor Koreksi Temperature
h Elevasi di Atas Permukaan Laut
ICAO International Civil Aviation Organization
ILS Instrument Landing System
INP Instrument Non Precision
IP Instrument Precision
ISA International Standart Atmosfer
KBK Kemungkinan Bahaya Kecelakaan
KKOP Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
KM Keputusan Menteri
MSL Mean Sea Level
NDB Non Directional Beacon
NI Non Instrument

xiv
PAPI Precission Approach Path Indicator
PAR Precision Approach Radar
PHD Permukaan Horizontal-Dalam
PHL Permukaan Horizontal-Luar
PK Permukaan Kerucut
PL Panjang Runway Actual
PT Permukaan Transisi
RESA Runway End Safety Area
RTIL Runway Threshold Indentification Light
S Kemiringan Runway
SNI Standar Nasional Indonesia
T Temperatur
TCH Threshold Crossing Height

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kondisi Eksisting Bandar Udara Depati Amir Bangka


Lampiran 2 Rencana Pengembangan dan Tahap Pembangunan Fasilitas Sisi
Udara Bandar Udara Depati Amir Bangka
Lampiran 3 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Lampiran 4 Rencana Pengembangan Tahap Ultimate
Lampiran 5 Dimensi Bandar Udara dan Informasi Terkait

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi dan peranan transportasi sangat penting dan strategis dalam
kehidupan manusia yaitu sebagai pendorong, penggerak dan penunjang
kegiatan pembangunan dalam segala sektor, baik sektor perhubungan,
perdagangan, sosial dan ekonomi, maupun lingkungan.
Bandar Udara merupakan prasarana penting dalam kegiatan
transportasi udara pada setiap negara khususnya Indonesia yang merupakan
negara kepulauan dimana transportasi udara sangat berperan penting bagi
kelancaran aktivitas penduduknya.
Perkembangan dunia penerbangan sangatlah besar perannya dalam
melayani jasa transportasi udara. Hal ini diketahui dengan banyak berdirinya
maskapai – maskapai penerbangan di dunia, yang bertujuan untuk memenuhi
permintaan arus transportasi udara yang semakin luas jangkauannya dan
padat arus lalu lintasnya. Jasa transportasi udara membuat perjalanan sangat
cepat dan efisien terutama untuk perjalanan yang sangat jauh.
Bandar Udara Depati Amir Bangka masih banyak tambahan dan
perbaikan dibandingkan Bandara HAS Hanandjoedin, maka dari itu
diprioritaskan untuk membangun Bandar Udara Depati Amir Bangka.
Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah melalui Dinas Perhubungan
(Dishub) sedang giat-giatnya memperluas kawasan Bandar Udara Depati
Amir Bangka mengingat kondisinya saat ini kurang representatif dalam
urusan lalu lintas penumpang dan barang sesuai petunjuk Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 79 Tahun 2009 Tentang Rencana Induk Bandara Depati
Amir dalam rangka pengembangan kawasan. Sehubungan dengan itu,
fasilitasi dan koordinasi Pemda Bangka Tengah merencanakan pembangunan
secara bertahap yang terdiri dari Tahap I : Perpanjangan runway menjadi

1
2

2250 meter, Tahap II : perpanjangan runway menjadi 2400 meter, dan Tahap
III perpanjangan runway menjadi 2600 meter.
Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam menggunakan
pesawat maka pihak Angkasa Pura II akan mengembangkan dimensi landasan
pacu di Bandar Udara Depati Amir Bangka. Hal ini dikarenakan agar Bandar
Udara Depati Amir Bangka dapat didarati oleh pesawat Boeing 737 series.
Serta pengadaan fasilitas pendaratan agar dalam proses pendaratan
keselamatannya lebih terjamin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Faktor apa saja yang mempengaruhi untuk diadakannya pengembangan
runway?
2. Apakah perencanaan pengembangan runway dapat melayani pesawat yang
direncanakan?
3. Apa saja fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandar Udara
Depati Amir Bangka?
4. Apakah fasilitas alat bantu pendaratan telah sesuai dengan KM 47 tahun
2002 tentang sertifikasi operasi penerbangan?

1.3 Tujuan Penelitian


Penulisan skripsi dengan judul “ Analisis Pengembangan Runway dan
Fasilitas Alat Bantu Pendaratan di Bandar Udara Depati Amir Bangka “ ini
bertujuan untuk:
1. Faktor – faktor yang mempengaruhi diadakannya perencanaan
pengembangan runway.
2. Menganalisis perencanaan pengembangan runway untuk melayani pesawat
yang direncanakan.
3. Mengetahui fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandar
Udara Depati Amir Bangka.
3

4. Mengevaluasi fasilitas alat bantu pendaratan di Bandar Udara Depati Amir


Bangka dengan KM 47 tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi
Penerbangan.

1.4 Batasan Masalah


Mengingat terbatasnya waktu serta terbatasnya kemampuan penulis dalam
menghimpun data maka penulis hanya memberi batasan pada:
1. Bandar Udara yang ditinjau adalah Bandar Udara Depati Amir Bangka
khususnya pada pengembangan runway yaitu pada pengembangan panjang
runway tanpa memperhitungkan faktor ekonomi dan konstruksi
perkerasan.
2. Perencanaan pengembangan panjang runway yang akan dibahas hanya
pada tahap I stage I. Alat bantu pendaratan yang di bahas yaitu alat bantu
pendaratan visual dan tidak membahas alat bantu navigasi.
3. Analisis runway length sesuai dengan ketentuan ICAO Annex 14 dan
Keputusan Menteri sebagai pembanding fasilitas alat bantu pendaratan.

1.5 Manfaat Penelitian


Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Peneliti
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menambah
pengetahuan, wawasan dan pengalaman, sebagai penerapan teori – teori
yang didapat di bangku kuliah dan dapat menjadi sebagai bekal ilmu
khususnya teknologi pendidikan penerbangan kedepannya.
2. Civitas Akademika
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu dan informasi
di bidang sistem transportasi udara.
3. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola
Bandara maupun pemerintah daerah mengenai kondisi fasilitas sisi udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bandar Udara


Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat
dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.
Suatu Bandar Udara mencakup suatu kumpulan kegiatan yang luas
yang mempunyai kebutuhan – kebutuhan yang berbeda dan terkadang saling
bertentangan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Misalnya
kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan ( pintu – pintu )
antara sisi darat ( land side ) dan sisi udara ( air side ), sedangkan kegiatan
pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari sisi darat ke
sisi udara agar pelayanan berjalan lancar. Kegiatan – kegiatan itu saling
tergantung satu sama lainnya sehingga suatu kegiatan tunggal dapat
membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan.
Sebelum tahun 1960-an rencana induk Bandara dikembangkan
berdasarkan kebutuhan-kebutuhan penerbangan lokal. Namun sesudah tahun
1960-an rencana tersebut telah digabungkan ke dalam suatu rencana induk
Bandara yang tidak hanya memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan di suatu
daerah, wilayah, provinsi atau negara. Agar usaha-usaha perencanaan
Bandara untuk masa depan berhasil dengan baik, usaha-usaha itu harus
didasarkan kepada pedoman-pedoman yang dibuat berdasarkan pada
rencana induk dan sistem Bandara yang menyeluruh, baik berdasarkan
peraturan FAA, ICAO ataupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan dan Kepmen Perhubungan
No. KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

4
5

2.2 Pengertian Landasan Pacu ( Runway )


Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat
terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off). Menurut
Horonjeff sistem runway di suatu Bandara terdiri dari perkerasan struktur,
bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman
runway (runway end safety area). Uraian dari sistem runway (dapat dilihat
pada gambar 2.1 ) adalah sebagai berikut:
1) Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban
struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi
dan operasi lainnya.
2) Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir
perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung
peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.
3) Bantal hembusan (blast pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk
mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung
runway yang menerima hembusan jet yang terus-menerus atau yang
berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 feet (30 m),
namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya
200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal
hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120 m). Lebar bantal hembusan
harus mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan.

4) Daerah aman runway (runway end safety area) adalah daerah yang
bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan
mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan
daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu
untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat
juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena
sesuatu hal keluar dari landasan.
6

Gambar 2.1 Tampak Atas Unsur – Unsur Runway


Sumber : Ari Sandhyavitri & Hendra Taufik

Lebar runway
Dalam melakukan analisa lebar landas pacu (runway) baik untuk
perencanaan pembangunan baru, maupun untuk perencanaan pengembangan
landas pacu (runway) beberapa ketentuan klasifikasi lebar runway harus
dipenuhi sebagai standar perencanaan Bandar Udara yaitu ketentuan-
ketentuan yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization
( ICAO ). Lebar landas pacu yang direkomendasikan diperlihatkan dalam
tabel 2 1.

Tabel 2.1 Lebar Landasan Pacu ( Runway ) Berdasarkan Annex 14


Kode Kode ( huruf )

( No ) A B C D E F

1 18m 18m 23m - - -

2 23m 23m 30m - - -

3 30m 30m 30m 45m - -

4 - - 45m 45m 45m 60m

Sumber : Annex 14, 2004


7

Keadaan sekeliling Bandara juga mempengaruhi panjang – pendeknya


runway. Keadaan ( condition ) yang penting diperhatikan adalah :
1. Temperatur
Keadaan temperatur Bandara pada masing-masing tempat tidak
sama. Makin tinggi temperatur di Bandara makin panjang runwaynya.
Sebab semakin tinggi temperatur maka densitynya makin kecil yang
mengakibatkan thrust ( kekuatan mendesak ) pesawat ( untuk lari diatas
landasan) itu berkurang. Sehingga dengan kondisi seperti ini akan
dituntut runway yang panjang.

2. Surface wind ( angin yang lewat di atas permukaan landasan )

Gambar 2.2 Surface wind


Sumber : Achmad Zainuddin

Panjang runway sangat ditentukan oleh angin. Dibedakan atas 3


keadaan. ( lihat gambar 2.2 )
Keadaan ( a ) arah angin = arah pesawat, hal ini akan
memperpanjang landasan.
Keadaan ( b ) arah angin berlawanan dengan arah pesawat, hal ini
akan memperpendek landasan.
Keadaan ( c ) arah angin tegak lurus arah pesawat, hal ini tidak
mungkin dipakai suatu perencanaan.
8

3. Runway Gradient ( Kemiringan Landasan )


Kemiringan ini juga mempengaruhi panjang pendek landasan.
Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih jika
dibandingkan apabila panjang landasan itu datar ( rata ). Landasan yang
menurun juga mempengaruhi panjang runway dimana panjang runway
akan menjadi lebih pendek ( memperpendek panjang runway yang
dituntut ).
Hubungan kemiringan dan pertambahan panjang mendekati
linear, sebagai perbandingan panjang, maka :
 Untuk runway yang melayani jenis pesawat turbo jet maka tiap 1 %
dari kemiringan akan menuntut 7 – 10 % pertambahan panjang.
 Pada peraturan – peraturan penerbangan maka kemiringan yang
dipakai pada ummnya kemiringan “ average – uniform gradient “
( kemiringan rata – rata yang sama ), walaupun kemiringan tanah
itu tidak sama ( tidak uniform gradient ).

4. Altitude of the airport ( ketinggian )


Bila Bandara letaknya semakin tinggi dari permukaan laut maka
hawanya lebih tipis dari hawa laut ( temperatur semakin kecil )
sehingga pada landasan membutuhkan runway yang lebih panjang.
Makin tinggi letak runway dari permukaan laut maka ada perpanjangan
runway yaitu setiap naik 1000ft perpanjangannya 7 %.

5. Condition of the runway surface


Adanya genangan air akan menyebabkan runway lebih panjang
karena pada waktu take off pesawat mengalami hambatan – hambatan
kecepatan dengan adanya genangan air tersebut.
Dengan adanya genangan – genangan air tersebut juga
menyebabkan percikan – percikan air yang membahayakan
bagian – bagian mesin pesawat.
9

2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Panjang Runway


Lingkungan Bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway
adalah: temperatur, angin permukaan ( surface wind ), kemiringan runway
( effective gradient ), elevasi runway dari permukaan laut ( altitude ) dan
kondisi permukaan runway. Sesuai dengan rekomendasi dari International
Civil Aviation Organization ( ICAO ) bahwa perhitungan panjang runway
harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi Bandara. Metoda ini dikenal
dengan metoda Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ). Menurut
International Civil Aviation Organization ( ICAO ), Aeroplane Reference
Field Length ( ARFL ) adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk
lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut,
kondisi standard atmosfir, keadaan tanpa ada angin, runway tanpa
kemiringan ( kemiringan = 0 ). Jadi didalam perencanaan
persyaratan - persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi
akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi
tersebut adalah sebagai berikut:

1) Koreksi ketinggian ( elevasi )


Menurut International Civil Aviation Organization ( ICAO )
bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m
( 1000 ft ) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut.

Maka rumusnya adalah:

Dengan Fe : Faktor koreksi elevasi


h : Elevasi di atas permukaan laut ( m )
10

2) Koreksi temperatur
Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan runway yang
lebih panjang sebab temperatur tinggi akan menyebabkan kepadatan
( density ) udara yang rendah, menghasilkan output daya dorong yang
rendah. Suhu temperatur standar adalah 15⁰C atau 59°F. Menurut ICAO
panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk
setiap kenaikan 1⁰C. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari
permukaaan laut temperatur akan turun 6.5⁰C.
Dengan dasar ini International Civil Aviation Organization ( ICAO )
menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus:
Ft = 1 + 0,01 { T – ( 15 – 0,0065 x h )}

Dengan Ft : Faktor koreksi temperatur


T : Temperatur dibandara ( ⁰C )

3) Koreksi kemiringan runway


Kemiringan (slope) memerlukan runway yang lebih panjang
untuk setiap kemiringan 1%, maka panjang runway harus ditambah
dengan 10%. Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
Fs = 1 + ( 0,1 S )

Dengan Fs : Faktor koreksi kemiringan


S : Kemiringan runway ( % )

4) Koreksi angin permukaan (surface wind)


Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin
haluan (head wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind)
maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin buritan ( tail wind )
maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots. Tabel 2.2
berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang
runway.
11

Tabel 2.2 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway


Kekuatan Angin Persentase Pertambahan / pengurangan Runway

+5 -3

+10 -5

-5 +7

Sumber : Heru Basuki

Untuk perencanaan Bandara diinginkan tanpa tiupan angin tetapi tiupan


angin lemah masih baik.

5) Kondisi permukaan runway


Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah
adanya genangan tipis air ( standing water ) karena membahayakan
operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat
licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek
dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan
pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA
tinggi maksimum genangan air adalah 1,27 cm. Oleh karena itu
drainase Bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat
mungkin. Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL
dihitung dengan persamaan berikut:

Dengan PL : Panjang runway aktual


Ft : Faktor koreksi temperatur
Fe : Faktor koreksi elevasi
Fs : Faktor koreksi kemiringan
12

Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol


lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk
mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat
terbang dengan berbagai karakteristik Bandara. Kontrol dengan ARC
dapat dilakukan berdasarkan pada tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Aerodrome Reference Code (ARC)


Kode Elemen I Kode Elemen II

Kode ARFL ( m ) Kode Huruf Bentang Jarak terluar pada


Angka Sayap ( m ) pendaratan ( m )

1 < 800 A < 15 < 4.5

2 800 – 1200 B 15 – 24 4.5 – 6

3 1200 – 1800 C 24 – 36 6–9

4 >1800 D 36 – 52 9 – 14

E 52 - 60 9 – 14

Sumber : Horonjeff hal 286

2.4 Kemiringan Runway


2.4.1 Kemiringan Memanjang ( Longitudinal )
1. Effective gradient
Effective gradient adalah kemiringan yang dihitung
dengan membagi perbedaan antara elevasi maksimum dan
elevasi minimum dengan panjang runway.

G=
13

Tabel 2.4 Effective Gradient

Code number 1 2 3 4

G max ( % ) 2 2 1 1

Sumber : Wardhani Sartono

2. Longitudinal Slope per Section

Gambar 2.3 Longitudinal Slope per Section


Sumber : Wardhani Sartono

Tabel 2.5 Longitudinal Slope per Section


Code Number 1 2 3 4

g1 max ( % ) 2 2 0,8 0,8

g2 max ( % ) 2 2 1,5 1,25

Sumber : Wardhani Sartono


14

3. Longitudinal Slope Change

Gambar 2.4 Longitudinal Slope Change


Sumber : Wardhani Sartono

Tabel 2.6 Longitudinal Slope Change


Code Number 1 2 3 4

Δ g max ( % ) 2 2 1,5 1,5

Sumber : Wardhani Sartono

2.4.2 Kemiringan Melintang (Transversal)


Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di
atas landasan perlu kemiringan melintang pada landasan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) 1,5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.
15

2.5 Alat Bantu Pendaratan


Di dalam FAR part 77 dan ICAO Annex 14 part IV membicarakan
ruangan imaginer. Bandar Udara dengan luas tertentu untuk kepentingan
operasi pesawat dan navigasi udara. Di dalam part 77 Bandar Udara
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Landasan Visuil
Adalah landasan yang semata – mata hanya untuk operasi
pesawat dengan menggunakan prosedur visuil approach. Alat – alat
bantu navigasi penerbangan untuk landas pacu yang dilengkapi dengan
alat bantu navigasi penerbangan Non Directional Beacon ( NDB ).
2. Non Precision Instrument
Adalah landasan yang mempunyai prosedur pendaratan dengan
instrument, dengan tuntunan horizontal atau dengan peralatan navigasi
tipe area. Alat – alat bantu navigasi penerbangan untuk landas pacu
yang dilengkapi dengan alat bantu navigasi penerbangan Doppler Very
High Frequency Directional Omni Range ( DVOR ).
3. Precision Instrument
Adalah landasan dengan prosedur pendaratan instrument,
menggunakan sebuah Instrument Landing System ( ILS ) atau
pendaratan tepat dengan radar ( Precision Approach Radar/PAR ).
Dengan tujuan menentukan apakah sebuah benda merupakan halangan
bagi navigasi udara dibuat beberapa permukaan imaginer di sekeliling
di atas Bandara dengan pandangan sentral landasan.

2.5.1 Marka
Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara
dan Direktorat Keselamatan Udara melalui modul yang berjudul Safety
Regulation yang dimaksud dengan marka adalah suatu tanda yang
dituliskan atau digambarkan diatas permukaan daerah pergerakan
pesawat dengan maksud untuk memberikan suatu petunjuk,
16

menginformasikan suatu kondisi ( gangguan/larangan ) atau


menggambarkan batas – batas.
Bandar Udara wajib menerapkan persyaratan marka,
memelihara kondisi marka yang terdapat didaerah pergerakan sehingga
dapat terlihat jelas dan memberikan informasi dengan jelas sesuai
dengan standar.
Marka didaerah pergerakan dituliskan atau digambarkan atau
dibuat / ditempatkan pada permukaan runway, taxiway, dan apron.
Marka runway terdiri dari :
1. Runway Side Stripe Marking
2. Runway Designation Marking
3. Threshold Marking
4. Runway Centre Line Marking
5. Aiming Point Marking
6. Touchdown Zone Marking

2.5.2 Airfield Lighting System


Kebutuhan penerbang akan alat bantu visual, sejak awal mula
penerbangan. Penerbang telah menggunakan tanda – tanda di darat
sebagai alat bantu navigasi ketika mendekati suatu Bandar Udara,
seperti halnya dengan pelaut menggunakan di tepi pantai ketika
mendekati pelabuhan. Penerbang membutuhkan alat bantu baik dalam
cuaca baik maupun dalam cuaca buruk, pada siang hari maupun malam
hari.
Airfield Lighting System ( AFL ) merupakan alat bantu navigasi
udara yang berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama
tinggal landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak
secara efisien dan aman. Fasilitas ini terdiri dari lampu – lampu
khusus, yang memberikan isyarat dan informasi secara visual kepada
penerbang terutama pada waktu penerbang akan melakukan pendaratan
17

atau tinggal landas. Isyarat dan informasi visual ini disediakan dengan
mengatur konfigurasi warna dan intensitas cahaya dari lampu – lampu
khusus tersebut. Pada umumnya, sewaktu akan melakukan pendaratan
atau tinggal landas, penerbangan lebih mengandalkan penglihatannya
ke luar pesawat dari pada melihat instrument yang terdapat dalam
cockpit pesawatnya.
Fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) tidaklah diperlukan
hanya karena cahaya atau penerangan yang dipancarkan, melainkan
lebih pada isyarat dan informasi yang disediakan. Karena itu, fasilitas
ini tidaklah diperlukan pada malam hari saja, namun pada siang hari
dalam cuaca buruk dan setiap kali atas permintaan penerbangan.
Kebutuhan akan instalasi fasilitas Airfield Lighting System ( AFL )
ditentukan menurut kelas Bandar Udaranya dan kategori dari
runwaynya. Semua fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) ini
dioperasikan dan dikendalikan secara jarak jauh dari tower oleh
petugas Air Traffic Control ( ATC ).
Karena operasi penerbangan meliputi dunia internasional, maka
standarisasi atau pembakuan instalasi fasilitas Airfield Lighting System
( AFL ) tersebut merupakan suatu persyaratan yang sangat penting.
Standarisasi ini ditetapkan oleh International Civil Aviation
Organization ( ICAO ) dan wajib dipatuhi oleh semua Negara di dunia.
Seperti halnya fasilitas navigasi udara, maka terhadap fasilitas Airfield
Lighting System ( AFL ) harus dilakukan flight calibration secara
berkala, menurut prosedur dan tata cara yang juga ditetapkan oleh
International Civil Aviation Organization ( ICAO ).
Sesuai dengan kelas Bandaranya atau juga karena keadaan cuaca
pada umumnya di Bandara itu. Fasilitas Airfield Lighting System
( AFL ) dapat diinstalasi High Intensity, Medium Intensity atau Low
Intensity. Disini, intensitas mengacu pada intensitas pancaran cahaya
lampu – lampu dari fasiliats tersebut. Dengan perkataan lain, besaran
watt dari lampu – lampunya.
18

Mengingat pentingnya fasilitas Airfield Lighting System ( AFL )


untuk memberikan pelayanan dan bantuan bagi keselamatan operasi
pesawat terbang. Maka setiap fasilitas telah didesain untuk tujuan
tertentu dan masing – masing fasilitas menjadi penyumbang bagi
tercapainya tujuan utamanya yaitu keselamatan penerbangan.
Maka perencanaan yang matang dalam pemasangan Airfield
Lighting System ( AFL ) di Bandar Udara harus memperhatikan :
1. Klasifikasi Airfield Lighting System
2. Utility Airfield Lighting System
3. Persyaratan teknis
4. Installation design

Airfield Lighting System ( AFL ) atau alat bantu pendaratan


visual, yaitu merupakan fasilitas pada Bandar Udara untuk membantu
pendaratan secara visual. Serta menunjang pendaratan dan tinggal
landas pada kondisi cuaca buruk atau penerbangan malam guna
mempertinggi tingkat pelayanan keselamatan penerbang.
a. Peralatan Airfield Lighting System ( AFL )
Airfield Lighting System ( AFL ) meliputi peralatan–peralatan
sebagai berikut:
1. Threshold Lighting
Threshold Lighting adalah rambu penerangan yang
berfungsi sebagai penunjuk ambang batas landasan. Dipasang
pada batas ambang landasan pacu dengan menggunakan filter
hijau dan merah.
2. Taxiway Lighting
Taxiway Lighting adalah rambu penerangan yang
terdiri dari lampu – lampu yang memancarkan cahaya biru
yang dipasang pada tepi kiri dan kanan taxiway. Berfungsi
memandu penerbang untuk mengemudikan pesawat
terbangnya dari apron ke landasan pacu.
19

3. Runway End Indentification Lighting


Dua ( 2 ) unit lampu yang berkedip ( flash ) terpasang di
kedua sisi ujung landasan.
4. Flood Lighting
Flood Lighting adalah lampu penerangan untuk
menerangi latar tempat parkir pesawat terbang.
5. Approach Lighting
Approach Lighting adalah instalasi penerangan bagi
ancangan pendaratan yang dipasang simetris dari ujung
perpanjangan landasan pacu.
6. Precission Approach Path Indicator
Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) yaitu alat
bantu / panduan pendaratan visual yang memancarkan cahaya
untuk memberi informasi kepada penerbang mengenai sudut
luncur ( slope angle ) yang benar, untuk memandu penerbang
melakukan pendekatan menuju titik pendaratan yang
digunakan pada siang atau malam hari.
Pemakaian Precission Approach Path Indicator
( PAPI ) tidak memerlukan tambahan instrument apapun pada
pesawat terbang, jadi setiap penerbang dapat
mempergunakannya segera setelah alat tersebut terpasang di
Bandar Udara. Dengan berpedoman Precission Approach Path
Indicator ( PAPI ), penerbang dapat mengetahui posisinya
dengan tepat pada sudut pendaratan, serta dapat mengetahui
dengan segera setiap penyimpangan dari jalur yang benar dan
penerbang pada saat itu dapat segera melakukan koreksi /
pembenaran arah / sudut pendaratan.
Pada konfigurasi dua sisi, masing – masing unit dari
kedua sisi landasan harus disetel secara tepat dan secara terus
menerus penampilan harus tetap sama dilihat oleh penerbang.
Beberapa alasan yang menjadikan acuan dalam pemilihan
20

pemasangan Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) dua


sisi adalah :
1. Berdasarkan prinsip kerja, Precission Approach Path
Indicator ( PAPI ) harus menampilkan secara terus
menerus empat sinyal yang dipancarkan oleh 4 unit
box, dimana setiap sinyal yang dilihat sangat tergantung
pada situasi / posisi pesawat udara terhadap sudut
pendaratan.
2. Pemasangan Precission Approach Path Indicator
( PAPI ) dua sisi akan memberikan keyakinan yang
lebih bagi penerbang, karena penerbang akan
memperoleh informasi yang sama dari sisi lain atau
dapat dipergunakan sebagai pembanding.

Kebutuhan area minimal yang diperlukan pada


pemasangan Precission Approach Path Indicator ( PAPI )
adalah 42 ±1 meter ( dimana bila jarak antara box tidak
mencukupi 9 meter dapat direduksi menjadi 6 meter ) dan
apabila kebutuhan area tersebut tidak dapat dipenuhi, maka
dapat dilaksanakan pemasangan APAPI ( simple PAPI ). Lihat
gambar 2.5

Gambar 2.5 Konfigurasi PAPI


Sumber : PAPI / VASI System
21

7. Rotating Beacon atau Petunjuk Lokasi Bandar Udara


Rotating Beacon adalah dua rambu sumber cahaya
bertolak belakang yang dapat berputar sehingga dapat
memancarkan cahaya berputar yang diberi warna hijau dan
putih untuk akan didarati. Pada umumnya dipasang di atas
tower.
8. Turning Area Light
Turning Area Light adalah lampu untuk memberi tanda
bahwa disitu terdapat tempat pemutaran pesawat terbang.
9. Squence Flasher Lighting
Squence Flasher Lighting adalah lampu berkedip
berurutan sebagai alat bantu pendekatan bagi pesawat terbang
pada jalur dan posisi di tengah landasan sebelum pesawat
tersebut mendarat.
10. Obstruction Light
Obstruction Light adalah lampu hambatan kesegala arah
yang digunakan untuk menunjukkan ketinggian suatu
bangunan yang dapat menyebabkan halangan / gangguan pada
penerbangan.
11. Wind Cone
Wind Cone adalah suatu tanda yang memberi tahu arah
angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang.
12. Constant Current Regulation
Constant Current Regulation adalah pengatur arus agar
konstan sesuai yang diinginkan. Biasanya digunakan pada
peralatan yang mengatur arus konstan untuk rambu – rambu
pada peralatan visual.
22

b. Klasifikasi Airfield Lighting System ( AFL )


Airfield Lighting System ( AFL ) dapat disebut juga dengan
Aeronautical Lights. Yang diklasifikasikan berdasarkan
kepentingan dan penggunaan di suatu Bandar Udara.
a. Airway Lighting
Pengertian Airway adalah suatu control area berbentuk
koridor atau lorong yang dilengkapi dengan fasilitas bantuan
navigasi udara dan bantuan panduan dari stasiun – stasiun di
darat bagi operasi penerbangan.
b. Airport Lighting
Airport Lighting pengertiannya mencakup visual aids
dan berbagai instalasi penerangan listrik lainnya di Bandara
seperti penerangan di apron untuk naik turunnya penumpang
dan bongkar muat barang. Instalasi penerangan jalan
dilingkungan Bandara, instalasi tempat parkir kendaraan
airport lighting dibagi menjadi 3 fungsi :
1. Landing and Take Off Lighting
Alat bantu pendaratan visual guna mendukung
kegiatan operasional pesawat terbang pada saat tinggal
landas maupun mendarat disuatu Bandara
2. Runway Light System
3. Other
Ini merupakan peralatan yang memberikan berbagai
informasi kepada penerbang dan juga kepada para petugas
Bandar Udara serta penerangan di apron pada saat pesawat
menaikkan atau menurunkan penumpang pada malam hari.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian


Materi pokok yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah analisis
pengembangan runway dan fasilitas alat bantu pendaratan apa saja yang ada
di Bandar Udara Depati Amir Bangka sesuai dengan yang disyaratkan
dalam ICAO Annex 14 dan Keputusan Menteri Perhubungan KM 47 tahun
2002.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di Bandar Udara Depati Amir Bangka yang
terletak di Jl. Sukarno Hatta / Jl. KOBA Km 7 Pangkalan Baru Kab. Bangka
Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka - Belitung.

3.3 Tahap Penelitian


Penelitian tersebut akan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap persiapan penelitian
Persiapan penelitian meliputi penjabaran maksud dan tujuan
penelitian, penyiapan metodelogi penelitian, check list kebutuhan
pelaksanaan penelitian, kajian awal hasil studi kepustakaan dan
perencanaan terkait.

b. Tahap pengumpulan data


1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dilapangan melalui penelitian tentang runway dan fasilitas alat
bantu pendaratan di Bandar Udara Depati Amir Bangka.
2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber–sumber
lain seperti buku referensi, studi pustaka, serta data yang

23
24

diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian dari pihak


pengelolah PT Angkasa Pura Bandar Udara Depati Amir Bangka.

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam


penelitian ini meliputi :
1. Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara
sengaja dan sistematis. Dalam observasi ini penulis melakukan
pengamatan secara langsung dan yang sedang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Data yang dikumpulkan dari
pengamatan secara langsung antara lain :
1. Informasi dari Kadin Teknik Umum Bandara Depati Amir
Bangka tentang kondisi eksisting, serta perencanaan
pengembangan runway.
2. Pesawat apa saja yang mendarat di Bandar Udara Depati
Amir Bangka.
3. Fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandar
Udara Depati Amir Bangka.

2. Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data


yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung
dengan menggunakan pertanyaan atau mewawancarai
orang – orang yang berkompeten dalam penyusunan skripsi ini
atau kepada pihak – pihak yang berhubungan dengan objek
penelitian. Metode ini dilaksanakan oleh penulis dengan cara
melakukan wawancara dengan Kepala Divisi, Kepala Dinas,
maupun staff guna memperoleh informasi yang berguna bagi
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Studi literatur merupakan kajian teoritik yang dilakukan untuk


mendapatkan informasi dengan cara mencari sumber – sumber
25

data lewat buku yang berkaitan dengan penulisan yang diambil


oleh penulis. Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data perkembangan jumlah penumpang, pesawat dan cargo
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.
2. Data eksisting runway Bandar Udara Depati Amir Bangka.
3. Data – data ICAO, Annex 14 untuk membandingkan
standarisasi dari pengembangan runway dan fasilitas alat
bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandar Udara Depati
Amir Bangka.
4. Data Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
( KKOP ) yang dipergunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan untuk menjamin keselamatan penerbangan.

c. Tahap analisis
Merupakan kajian data primer dan sekunder yang berupa analisis
kebutuhan peningkatan kapasitas runway dan fasilitas alat bantu
pendaratan guna antisipasi peningkatan kebutuhan angkutan udara.
1. Analisis dimensi runway, apakah perencanaan pengembangan
runway dapat melayani pesawat yang direncanakan.
2. Fasilitas alat bantu pendaratan apa saja yang dimiliki oleh Bandar
Udara Depati Amir Bangka. Serta Annex 14 dan Keputusan Menteri
Perhubungan untuk membandingkan standarisasi dari
pengembangan runway dan fasilitas alat bantu pendaratan yang
dimiliki oleh Bandar Udara Depati Amir Bangka.
26

3.4 Diagram Alur Penelitian

Mulai

Rumusan Masalah, dan


Batasan Masalah

Tujuan

Pengumpulan Data

Hasil Penelitian dan Pembahasan:

1. Faktor yang mempengaruhi diadakannya pengembangan runway.


2. Apakah perencanaan pengembangan runway dapat melayani
pesawat yang direncanakan.
3. Fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki Bandara Depati
Amir Bangka.
4. Apakah fasilitas alat bantu pendaratan telah sesuai berdasarkan
KM 47 Tahun 2002.

Valid

Ya

Kesimpulan dan Saran

Final

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Sumber : Perguruan Tinggi Bermutu, Daulat P. Tampubolon


27

Keterangan diagram alur ( lihat gambar 3.1 ) pengembangan runway dan


fasilitas alat bantu pendaratan di Bandar Udara Depati Amir Bangka:

1. Rumusan Masalah, Batasan Masalah


Rumusan masalah merupakan rumusan ide yang tertuang
dalam pikiran terhadap masalah yang akan diteliti. Batasan Masalah
merupakan pembahasan masalah skripsi agar tinjauan tidak terlalu
luas.

2. Tujuan
Penetapan tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai
dalam penelitian sehingga dapat mendapatkan tujuan terhadap objek
yang akan diteliti.

3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data berisi metode – metode dan cara – cara
memperoleh data sebagai bagian yang sangat penting dalam
kesuksesan dalam penelitian. Data – data yang dikumpulkan data
yang sebenarnya atau tidak mengada – ada. Data yang disajikan harus
valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Merupakan data yang telah didapat dengan melakukan
pengumpulan data yang telah di laksanakan di Bandar Udara Depati
Amir Bangka dan membahas dimensi runway dalam perencanaan
pengembangan runway untuk melayani pesawat yang direncanakan,
dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan yang dipergunakan
untuk kegiatan operasi penerbangan dalam menjamin keselamatan
penerbangan serta membahas fasilitas alat bantu pendaratan yang
dimiliki oleh Bandar Udara depati Amir Bangka.
28

5. Kesimpulan dan Saran


Merupakan tahap akhir dari proses penelitian berisi jawaban
dari tujuan penelitian yang telah ditetapkan serta di analisis pada
pokok pembahasan yang telah diolah dari suatu data untuk diambil
suatu kesimpulan serta saran yang bersifat membangun agar
terciptanya kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Spesifikasi Bandara Depati Amir


Bandar Udara Depati Amir adalah Bandar Udara yang terletak di
kota Pangkal Pinang Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bandara ini
dikelolah oleh PT. Angkasa Pura II sejak bulan april 2007.
PT. Angkasa Pura II ( PERSERO ) merupakan Perusahaan Pengelola
Jasa Kebandarudaraan dan Pelayanan Lalu Lintas Udara yang telah
melakukan aktifitas pelayanan jasa penerbangan dan jasa penunjang
Bandara di Kawasan Barat Indonesia sejak tahun 1984. Seiring dengan
pertumbuhan industri angkutan udara Indonesia yang meningkat pesat, PT.
Angkasa Pura II ( PERSERO ) selalu mengedepankan pelayanan yang
terbaik bagi pengguna jasa Bandar Udara.
Kota Pangkal Pinang adalah salah satu Daerah Pemerintahan Kota di
Indonesia yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung sekaligus merupakan ibukota Provinsi. Kota ini terletak di bagian
timur Pulau Bangka.
Kondisi topografi wilayah kota PangkalPinang pada umumnya
bergelombang dan berbukit dengan ketinggian 20 – 50 m dari permukaan
laut, dan kemiringan 0 – 25 %. Secara morfologi daerahnya berbentuk
cekung dimana bagian pusat kota berada didaerah rendah.
Iklim daerah kota Pangkal Pinang tergolong tropis basah. Hawa
didaerah ini dipengaruhi oleh laut, baik angin maupun kelembabannya.
Suhu udara bervariasi antara 23,3 – 32,4 °C, sedangkan kelembabannya
berkisar antara 76 – 88 %. Untuk kondisi eksisting Bandar Udara Depati
Amir Bangka dapat dilihat pada lampiran 1

29
30

Spesifikasi eksisting Bandara Depati Amir Bangka adalah sebagai berikut :

I. Data Umum

1. Nama Aerodrome : Bandar Udara Depati Amir Bangka

2. Alamat : Jl. Sukarno Hatta / Jl. Koba Km 7,


Pangkalan Baru, Kab. Bangka Tengah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

3. Kelas : Domestik

4. Kode Referensi Bandara : 4C

5. Luas Lahan : ± 1.527.918 m²

6. Email : ap2_pgk@angkasapura2.co.id

II. Lokasi

7. Koordinat Bandara : 020 09’ 45,3” S 1060 08’ 17,4” E

8. Jam Operasi : 06.00 – 19.00 WIB

9. Jarak dari kota : 7 km dari kota Pangkal Pinang

10. Klasifikasi Runway : Non Precision Approach Category 4

11. Elevasi Bandar Udara : 109 Feet ( 33 meter )

12. Temperatur : 300 C

13. Slope : 0,7 %

14. Landasan

 Arah : 16 – 34

 Dimensi : 2000 m × 30 m
31

15. Taxiway

 Dimensi ( A ) : 153 m × 20 m

 Dimensi ( B ) : 136 m × 20 m

16. Apron

 Dimensi : 225 m × 60 m

 Kapasitas : Type Boeing 737-200/300/500

 Surface : Asphalt Concrete

III. Fasilitas Penerbangan

17. Telekomunikasi : VHF / HF, AMSC

18. Navigasi Udara : VOR / DME / NDB

IV. Fasilitas Bandara

19. Power Supply : PLN, MPS/Genset

20. Water Supply : PDAM

21. Peralatan Mekanikal : Timbangan, Conveyor Belt, Trolley

22. Keamanan : X – Ray, Walk Through, Handy Metal


Detector, Security, CCTV

23. Meteo

 Pengamatan : Tersedia

 Prakiraan : Tersedia
32

4.2 Perkembangan Lalu Lintas Angkutan Udara Di Bandar Udara Depati


Amir Bangka

Dalam transportasi khususnya angkutan udara penerbangan domestic


di Bandar Udara Depati Amir Bangka diperoleh data selama kurun waktu
2006 sampai dengan tahun 2010 dapat disampaikan kajian perkembangan
lalu lintas angkutan udara diantaranya perkembangan jumlah pesawat,
perkembangan jumlah penumpang dan pergerakan cargo, yang mana telah
dilakukan pengolahan data yang diuraikan sebagai berikut:

4.2.1 Perkembangan Jumlah Pesawat

Perkembangan jumlah pesawat di Bandar Udara Depati Amir


Bangka dapat terlihat penurunan dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2008 sebagaimana tertera dalam tabel 4.1 sedangkan pada
tahun 2009 dan 2010 mengalami peningkatan. Perkembangan
pergerakan pesawat di Bandar Udara Depati Amir Bangka pada
tahun 2006 sebesar 3.576 dan pada tahun 2007 mengalami
penurunan sebesar 0,99% menjadi 3.541. Pada tahun 2008
mengalami penurunan sebesar 0,2% menjadi 3.534. Namun di tahun
2009 pergerakan pesawat mengalami kenaikan sebesar 21,05 %
menjadi 4.278 pergerakan. Serta pada tahun 2010 pergerakan
pesawat juga mengalami kenaikan sebesar 8,49% menjadi 4.641
pergerakan. Beberapa hal yang dapat diidentifikasi menjadi
penyebab fluktuasi perkembangan jumlah pergerakan pesawat ini
adalah adanya perubahan jenis pesawat yang dipergunakan operator
penerbangan dan adanya penambahan atau pengurangan rute
penerbangan yang terjadi.

Berikut ini data – data pesawat yang tiba dan berangkat di


Bandar Udara Depati Amir Bangka selama kurun waktu tahun
2006–2010. lihat tabel 4.1
33

Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Pesawat di Bandar Udara Depati Amir


Bangka Tahun 2006 – 2010

No Tahun Pesawat

1. 2006 3.576

2. 2007 3.541

3. 2008 3.534

4. 2009 4.278

5. 2010 4.641

Sumber : PT. Angkasa Pura

4.2.2 Perkembangan Jumlah Penumpang

Untuk perkembangan jumlah penumpang pada Bandar Udara


Depati Amir Bangka dilihat dari data perkembangan jumlah
penumpang yang datang dan berangkat dapat diketahui bahwa
volume penumpang dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010
mengalami peningkatan di tiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah
penumpang yang melalui Bandara ini ada sebesar 338.906 orang
dan tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 368.442 orang atau
sebesar 8,71%. Pada tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi
400.508 orang atau sebesar 8,70%. Tahun 2009 kembali mengalami
kenaikan 482.899 orang atau sebesar 20,57%. Dan pada tahun 2010
juga mengalami kenaikan 552.213 orang atau sebesar 14,35%. Hal
ini terjadi karena semakin banyaknya permintaan atas penggunaan
transportasi udara sehingga banyak penumpang yang datang ke
Bangka dan berangkat dari Bangka menuju ke kota lain.
34

Data – data perkembangan jumlah penumpang yang datang


dan berangkat dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penumpang di Bandar Udara Depati


Amir Bangka Tahun 2006 – 2010

No. Tahun Penumpang

1. 2006 338.906

2. 2007 368.442

3. 2008 400.508

4. 2009 482.899

5. 2010 552.213

Sumber : PT Angkasa Pura

4.2.3 Pergerakan Cargo

Arus cargo di Bandar Udara Depati Amir Bangka juga


cenderung meningkat dari tahun 2006 - 2010. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.3. Pada tahun 2006 cargo movement sebesar 2.934 ton
dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 4.613 ton atau
sebesar 57,23%. Pada tahun 2008 juga mengalami kenaikan yakni
sebesar 5.325 ton atau sebesar 15,43%. Akan tetapi pada tahun 2009
cargo movement mengalami penurunan sebesar 4.459 ton atau
sebesar -19,42%. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan lagi yaitu
sebesar 5.735 ton atau sebesar 28,61%.
35

Tabel 4.3 Perkembangan Cargo Movement di Bandar Udara Depati


Amir Bangka Tahun 2006- 2010

No Tahun Cargo Movement / Ton

1. 2006 2.934

2. 2007 4.613

3. 2008 5.325

4. 2009 4.459

5. 2010 5.735

Sumber : PT. Angkasa Pura

4.3 Evaluasi Runway


Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat
terbang untuk mendarat ( landing ) atau lepas landas ( take off ). Bandar
Udara Depati Amir Bangka akan melakukan perencanaan pengembangan
runway 2250 meter × 45 meter ( tahap I stage I ). Berdasarkan Aerodrome
Reference Code ( Lihat tabel 2.3 ), Bandar Udara Depati Amir Bangka
termasuk pada kode number 4C.
4.3.1 Panjang Runway
Pengembangan runway pada tahap I stage I ( 2250 meter )
Bandar Udara Depati Amir Bangka termasuk pada code number
4C ( lihat lampiran 2 ). Berdasarkan Aerodrome Reference Code
( Lihat tabel 2.3 ) angka 4 didapat dari panjang runway pada tahap
I adalah 2250 meter ( > 1800 meter ). Sedangkan huruf C didapat
dari bentang sayap dengan kisaran sekitar 24 – 36 meter. Untuk
pengembangan runway tahap I stage I pesawat yang direncanakan
36

adalah pesawat Boeing 737 – 400 ( lihat lampiran 2 ). Bentang


sayap Boeing 737 – 400 adalah 28,90 meter ( 94 Ft 9 In ).

4.3.2 Lebar Runway


Dalam melakukan analisa lebar landas pacu (runway) baik
untuk perencanaan pembangunan baru, maupun untuk perencanaan
pengembangan landas pacu (runway) beberapa ketentuan
klasifikasi lebar runway harus dipenuhi sebagai standar
perencanaan Bandar Udara yaitu ketentuan-ketentuan yang
dikeluarkan oleh ICAO. Lebar landas pacu yang direkomendasikan
diperlihatkan dalam tabel 4 4.

Tabel 4.4 Lebar Landasan Pacu ( Runway ) Berdasarkan ICAO 2004


Kode Kode ( huruf )

( No ) A B C D E F

1 18m 18m 23m - - -

2 23m 23m 30m - - -

3 30m 30m 30m 45m - -

4 - - 45m 45m 45m 60m

Sumber : ICAO 2004

Bandar Udara Depati Amir Bangka pada perencanaan


pengembangan tahap I lebar landasan pacu ( runway ) yaitu 45
meter. Ini telah sesuai dengan standart yang diberlakukan
International Civil Aviation Organization ( ICAO ). Sehingga
runway telah dapat digunakan sebagaimana mestinya.
37

4.3.3 Perhitungan Aeroplane Reference Field Length ( ARFL )

Angkasa Pura II akan melaksanakan pengembangan dimensi


runway di Bandar Udara Depati Amir Bangka. Hal ini dikarenakan
agar Bandar Udara Depati Amir Bangka dapat didarati oleh
pesawat Boeing 737 series. Dalam pengembangan runway pada
tahap I stage I, pesawat rencana yang akan mendarat di Bandar
Udara Depati Amir Bangka adalah Boeing 737 – 400 ( lihat
lampiran 2 ). Adapun spesifikasi dari pesawat Boeing 737 – 400
yaitu:

Data Pesawat Rencana

a. Pesawat Rencana : Boeing 737 – 400

b. Single Class Seating : 170 passenger

c. Two Class Seating : 146 passenger

d. Engine Manufacture : CFM

e. Engine Type : 56 – 3B – 2

f. Wingspan : 28.90 m ( 94 ft 9 in )

g. Aircraft Length : 35.30 m ( 115 ft 9 in )

h. Height : 11.15 m ( 36 ft 7 in )

i. Operating Empty Weight : 33.370 kg ( 73.568 lb )

j. Max. Takeoff Weight : 62.820 kg ( 138.494 lb )

k. Max. Landing Weight : 54.880 kg ( 120.990 lb )

l. Max. Zero Fuel Weight : 51.250 kg ( 112.987 lb )

m. Panjang Takeoff ISA Sea Level : 2222 m


38

Lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap


panjang runway adalah : temperatur, angin permukaan ( surface
wind ), kemiringan runway ( effective gradient ), ketinggian
runway dari permukaan laut ( altitude ) dan kondisi permukaan
runway. Menurut International Civil Aviation Organization
( ICAO ), Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) adalah
runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas.

Seperti yang sudah kita lihat, bahwa perbedaan didalam


kebutuhan panjang runway banyak disebabkan oleh faktor – faktor
lokal, yang mempengaruhi kemampuan pesawat. Panjang runway
yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai dengan kemampuan menurut
perhitungan pabrik itulah yang disebut Aeroplane Reference Field
Length ( ARFL ) maka bila ada suatu runway bila dipertanyakan
terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat pada runway
itu, dikonversikan ke Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ).
Oleh karena itu akan dilakukan perhitungan dengan data sebagai
berikut.
Perhitungan Aeroplane Reference Field Length ( ARFL )
Bandar Udara Depati Amir Bangka pada Tahap I, yaitu :
Diketahui :
Panjang runway setelah pengembangan ( Tahap I ) : 2250 m
Ketinggian ( Elevasi ) : 33 meter
Temperatur : 30°C
Kemiringan ( Slope ) : 0,7 %

Ditanya :
Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) Bandar Udara Depati
Amir Bangka setelah pengembangan ( Tahap I ) ?

Jawab :
39

Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) Bandar Udara Depati


Amir Bangka Setelah Pengembangan ( Tahap I )
1. Koreksi terhadap Ketinggian

= 1,0077

2. Koreksi terhadap Temperatur


Ft = 1 + 0,01 { T – ( 15 – 0,0065 x h )}
Ft = 1 + 0,01 { 30 – ( 15 – 0,0065 × 33)}
Ft = 1,152

3. Koreksi terhadap Kemiringan


Fs = 1 + ( 0,1 S )
Fs = 1 + ( 0,1 × 0,7% )
Fs = 1,0007

4. Aeroplane Reference Field Length ( ARFL )

ARFL = 1937 meter

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa


Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) Bandar Udara Depati
Amir Bangka setelah pengembangan ( Tahap I ) adalah 1937
meter.
40

Panjang runway yang dibutuhkan untuk memenuhi


kebutuhan pesawat Boeing 737 – 400 untuk melakukan takeoff
menurut ISA ( International Standart Atmosfer ) dalam keadaan
sea level.
Dengan menggunakan rumus seperti diatas, maka dapat
dihitung panjang runway yang dibutuhkan dengan mengetahui
panjang takeoff ISA sea level Boeing 737 – 400 yaitu 2222 meter.
Panjang runway yang dibutuhkan untuk pesawat Boeing 737 – 400
yaitu :

Diketahui :
ARFL Boeing 737 – 400 : 2222 m
Ketinggian ( Elevasi ) : 33 meter
Temperatur : 30°C
Kemiringan ( Slope ) : 0,7 %

Ditanya :
Panjang runway yang dibutuhkan untuk pesawat Boeing 737 – 400

Jawab :
1. Koreksi terhadap Ketinggian

= 1,0077

2. Koreksi terhadap Temperatur


Ft = 1 + 0,01 [ T – ( 15 – 0,0065 x h )]
Ft = 1 + 0,01 [ 30 – ( 15 – 0,0065 × 33)]
Ft = 1,152
41

3. Koreksi terhadap Kemiringan


Fs = 1 + ( 0,1 S )
Fs = 1 + ( 0,1 × 0,7% )
Fs = 1,0007

4. Panjang runway yang dibutuhkan Boeing 737 – 400

PL = 2582 meter

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa


Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ) Bandar Udara Depati
Amir Bangka setelah pengembangan ( Tahap I ) adalah 1937 m.
Sesuai dengan rencana pengembangan Bandar Udara Depati Amir
Bangka, pada tahap I stage I pesawat rencana yang akan mendarat
di Bandar Udara Depati Amir Bangka adalah Boeing 737 – 400,
panjang runway yang dibutuhkan pesawat Boeing 737 – 400
adalah 2582 m. ( Lihat tabel 4.5 )

Tabel 4.5 Aeroplane Reference Field Length ( ARFL )


Bandar Udara Depati Amir Bangka

Runway Eksisting Length ARFL

Tahap I 2250 m 1937 m

Panjang runway yang


dibutuhkan pesawat 2582 m 2222 m
Boeing 737 – 400
42

Panjang runway yang dibutuhkan untuk pesawat Boeing


737–400 adalah 2582 meter. Berdasarkan hasil perhitungan
panjang runway, pengembangan runway tahap I stage I dengan
panjang runway 2250 meter tidak dapat melayani pesawat yang
direncanakan yaitu Boeing 737 – 400 dengan Maximum Takeoff
Weight ( MTOW ) maximum. Maka Bandar Udara Depati Amir
Bangka harus mengevaluasi ulang tentang pesawat rencana yang
akan mendarat di Bandar Udara Depati Amir Bangka. Hal ini
dilakukan untuk menunjang keselamatan penerbangan khususnya
di Bandar Udara Depati Amir Bangka.

4.3.4 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


Dengan diadakannya penambahan panjang runway maka
akan mempengaruhi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
( KKOP ) pada suatu Bandara tersebut.

Keberadaan Bandar Udara secara langsung mempengaruhi


wilayah di sekitarnya sebagai efek dari aktivitas penerbangannya.
Dampak tersebut dapat dilihat dari aspek keselamatan. Bentuk
antisipasi untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan
oleh aktivitas penerbangan di wilayah sekitar Bandar Udara adalah
dengan menyusun Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
( KKOP ).

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah tanah


dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar Bandar Udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka
menjamin keselamatan penerbangan.

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan ( KKOP )


diatur berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM
48 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum.
43

Petunjuk tentang pelaksanaan penyusunan Kawasan Keselamatan


Operasi Penerbangan telah termuat dalam Keputusan Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/110/VI/2000. Kedua
sumber peraturan tersebut masih relevan digunakan sepanjang
belum ada revisi terkait penerapan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan.

 Penetapan KKOP di Bandar Udara Depati Amir Bangka


dan Sekitarnya
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan ( KKOP )
di wilayah sekitar Bandar Udara di tentukan berdasarkan
klasifikasi landas pacu yang terdapat pada Bandar Udara.
Klasifikasi landas pacu di buat berdasarkan kelengkapan alat
bantu navigasi penerbangan dan dimensi landas pacu di
Bandar Udara tersebut.
Berdasarkan kelengkapan alat bantu navigasi
penerbangan, landas pacu diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Instrument Precision (IP)


Merupakan landas pacu yang dilengkapi dengan alat
bantu pendaratan Instrument Landing System (ILS) dan
alat bantu pendaratan visual.
b. Instrument Non Precision (INP)
Merupakan landas pacu yang dilengkapi dengan alat
bantu navigasi penerbangan Doppler Very High Frequency
Direcional Omni Range (DVOR) dan alat bantu
pendaratan visual.
c. Non Instrument (NI)
Merupakan landas pacu yang dilengkapi dengan alat
bantu navigasi penerbangan Non Directional Beacon
(NDB).
44

Berdasarkan dimensi landas pacu ( panjang landas pacu ),


landas pacu diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Code Number 1 : panjang landas pacu kurang dari 800


meter.
2. Code Number 2 : panjang landas pacu lebih besar atau
sama dengan 800 meter tetapi lebih
kecil dari 1200 meter.
3. Code Number 3 : panjang landas pacu lebih besar atau
sama dengan 1200 meter tetapi lebih
kecil dari 1800 meter.
4. Code Number 4 : panjang landas pacu lebih besar atau
sama dengan 1800 meter.

Berdasarkan kedua kriteria di atas didapat 10 klasifikasi


landas pacu sebagai berikut :

1. Instrument Precision, category I code number 1 dan 2,


2. Instrument Precision, category I code number 3 dan 4,
3. Instrument Precision, category II dan III code number 3
dan 4,
4. Instrument Non Precision, code number 1 dan 2,
5. Instrument Non Precision, code number 3,
6. Instrument Non Precision, code number 4,
7. Non instrument code number 1,
8. Non instrument code number 2,
9. Non instrument code number 3, dan
10. Non instrument code number 4,
45

Berdasarkan Rancangan Rencana Induk Bandar Udara


Depati Amir-Pangkal Pinang, klasifikasi landas pacunya ialah
Instrument Precision Category I Code Number 4.

Runway 34 terletak pada ketinggian 31,66 m dari


permukaan laut, sedangkan Runway 16 ( eksisting ) terletak
pada ketinggian 26,00 m di atas permukaan laut. Titik referensi
ketinggian Bandar Udara ( AES ) terletak pada ambang batas
landas pacu ( runway ) yang terendah. Maka, titik referensi
ketinggian Bandar Udara (AES) akan terletak pada Runway 16.

Di asumsikan ketinggian runway 16 pengembangan


(tahap ultimate) akan mengikuti ketinggian landas pacu
eksisting seperti pada gambar berikut ( lihat gambar 4.1 ).

RWY 34 :
RWY 16 (eksisting): RWY 16 (ultimate):
31,66 m MSL
26,00 m MSL 26,00 m MSL

2.000 m 600 m
(eksisting) (pengembangan) ( not to scale )

Gambar 4.1 Ilustrasi titik referensi AES pada tahap akhir pengembangan

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan


Udara Nomor : SKEP/110/VI/2000, batas-batas ketinggian pada
Kawasan Di Bawah Permukaan Transisi, Kawasan Di Bawah
Permukaan Horizontal-Dalam, Kawasan Di Bawah Permukaan
Kerucut, Kawasan Di Bawah Permukaan Horizontal-Luar
ditentukan berdasarkan elevasi ambang landas pacu rata-rata.
46

 Batas – Batas Kawasan Keselamatan Operasi


Penerbangan ( KKOP )
Batas-batas kawasan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan ( KKOP ) ditentukan berdasarkan persyaratan
permukaan batas penghalang untuk landas pacu Instrumen
Presisi Kategori 1 Nomor Kode 4 (2.600 m x 45 m) ( Lihat
lampiran 3 ):

1. Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas


Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas
adalah suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landas
pacu, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas
atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran lebar dan
panjang tertentu.

2. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan


Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan adalah
sebagian kawasan pendekatan yang berbatasan langsung
dengan ujung-ujung landas pacu dan mempunyai ukuran
tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan.

3. Kawasan di bawah permukaan transisi


Kawasan di bawah permukaan transisi adalah bidang
dengan kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak
tertentu dari sumbu landas pacu, pada bagian bawah
dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis-garis datar
yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu dan pada
bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan
permukaan horisontal dalam.
47

4. Kawasan di bawah permukaan horisontal dalam


Kawasan di bawah permukaan horisontal dalam
adalah bidang datar di atas dan di sekitar Bandar Udara
yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran
tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan
terbang rendah pada saat akan mendarat atau setelah lepas
landas.

5. Kawasan di bawah permukaan kerucut


Kawasan di bawah permukaan kerucut adalah bidang
dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh
garis perpotongan dengan horisontal dalam dan bagian
atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan
horisontal luar, masing-masing dengan radius dan
ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang
ditentukan.

6. Kawasan di bawah permukaan horisontal luar


Kawasan di bawah permukaan horisontal luar adalah
bidang datar di sekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh
radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk
kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan
antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan
untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau
gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan.
48

Obstacle Pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka
didapatkan obstacle pada Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Bandar Udara Depati Amir – Bangka seperti pada
tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Obstacle Pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di


Bandar Udara Depati Amir Bangka

Sumber : PT. Angkasa Pura II


49

Keterangan :

APLL : Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas

KBK : Kemungkinan Bahaya Kecelakaan

PT : Permukaan Transisi

PHD : Permukaan Horizontal-Dalam

PK : Permukaan Kerucut

PHL : Permukaan Horizontal-Luar

4.4 Fasilitas Alat Bantu Pendaratan


Dalam upaya menunjang keselamatan penerbangan di Indonesia,
perlu didukung oleh adanya alat bantu pendaratan baik secara visual
maupun secara instrument. Hal ini dikarenakan untuk meningkatkan
pelayanan keselamatan penerbangan pada siang hari, baik dalam keadaan
cuaca baik maupun cuaca buruk ( kabut, awan, dan asap ) serta pada
kondisi malam hari. Adapun fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki
oleh Bandar Udara Depati Amir Bangka adalah :

4.4.1 Marka
Marka adalah suatu tanda yang dituliskan atau
digambarkan di atas permukaan dengan maksud untuk
memberikan suatu petunjuk, menginformasikan suatu kondisi
( gangguan atau larangan ) atau menggambarkan batas – batas.
Adapun bentuk dan ukuran marka runway pada Bandar Udara
Depati Amir Bangka berdasarkan standarisasi dari ICAO
( Annex 14 ) atau KM 21 Tahun 2005 tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia ( SNI ) 03-7095-2005 Mengenai
Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di
Bandar Udara yaitu :
50

1. Runway Side Stripe Marking


Runway side stripe marking adalah garis berwarna
putih di sepanjang tepi pada awal sampai dengan akhir
runway. Runway side stripe marking dapat berupa garis
solid / tunggal atau terdiri dari serangkaian garis dengan
lebar keseluruhan sama dengan garis solid / tunggal. Yang
berfungsi sebagai tanda batas tepi runway. Adapun bentuk
dan ukuran runway side stripe marking dapat dilihat pada
gambar 4.2 .

Gambar 4.2 Runway Side Stripe Marking

Keterangan : ( Untuk standar ICAO dan SNI )

Lebar garis : 1) 0,9 m untuk runway dengan lebar ≥ 30 m

2) 0,45 m untuk runway dengan lebar < 30 m

Berdasarkan standar ICAO atau SNI lebar garis


runway side stripe marking 0,9 m untuk runway dengan
lebar ≥ 30 m. Untuk ukuran lebar garis runway side stripe
marking pada Bandar Udara Depati Amir Bangka tidak
mengalami perubahan baik sebelum atau sesudah
pengembangan runway yaitu 0,9 m. Hal ini dikarenakan
dalam pengembangan runway pada tahap I Bandar Udara
Depati Amir Bangka dengan lebar runway 45 m.
51

2. Runway Designation Marking


Runway designation marking adalah tanda berwarna
putih dalam bentuk dua angka atau kombinasi angka dan
satu huruf tertentu yang ditulis di runway sebagai identitas
runway. Terletak diantara threshold dengan runway centre
line marking. Fungsinya sebagai petunjuk arah runway
yang dipergunakan untuk lepas landas atau mendarat.
Adapun bentuk dan ukuran runway designation marking
dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Runway Designation Marking

Untuk standar ICAO dan SNI:


1. Untuk runway designation marking panjang seluruh
angka adalah 9 m, kecuali untuk angka 6 dan 9 dengan
panjang 9,5 m. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.5.

2. Jarak dari threshold marking adalah 12 m, kecuali


untuk angka 9 yaitu 11,5 m. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 4.4 bagian b.

3. Jarak dari runway centre line marking adalah 12 m,


kecuali untuk angka 6 yaitu 11,5m. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 4.4 bagian a.
52

Gambar 4.4 Runway Designation Marking Untuk


Angka 6 dan 9

Gambar 4.5 Bentuk Dan Ukuran Angka Dan Huruf Pada


Runway Designation Marking
53

Tanda runway designation marking Bandar Udara


Depati Amir Bangka dengan angka yaitu 16 dan 34. Untuk
runway nomor 34 dengan panjang 9 m, jarak dari threshold
marking 12 m, jarak dari runway centre line 12 m. Akan
tetapi pada runway nomor 16 dengan panjang 9,5 m, jarak
dari threshold marking 12 m, dan jarak dari runway centre
line 11,5 m. Jadi runway designation marking Bandar
Udara Depati Amir Bangka telah memenuhi standar dari
penempatan, bentuk dan ukuran yang telah ditetapkan oleh
ICAO atau SNI.

3. Threshold Marking
Threshold marking adalah tanda berupa garis – garis
putih sejajar dengan arah runway yang terletak di
permulaan runway. Letaknya 6 meter dari awal runway.
Threshold marking berfungsi sebagai tanda permulaan
runway yang digunakan untuk pendaratan ( Landing ).
Adapun bentuk dan ukuran threshold marking dapat dilihat
pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Threshold Marking


54

Keterangan :

a : Jarak stripe dari awal runway =6m


b : Panjang stripe = 30 m
c : Lebar stripe threshold = 1,8 m
d : Jarak antar stripe pada sisi stripe = 1,8 m
e : Jarak ( celah ) kedua sisi = 2,6 – 3,6 m
f : Jarak tepi luar stripe terhadap tepi dalam runway side
stripe marking min 0,20 m

Tabel 4.7 Ukuran Threshold Marking

Panjang runway eksisting Bandar Udara Depati


Amir Bangka adalah 2000 m dengan lebar runway 30 m.
Ukuran threshold marking Bandar Udara Depati Amir
Bangka adalah memiliki jumlah stripe 8, banyaknya celah
6, lebar stripe threshold 1,8 m, jarak antar stripe pada sisi
stripe 1,8 m, jarak celah kedua sisi 2,8 m, panjang stripe 30
m dan jarak stripe dari awal runway 6 m. Dalam
pengembangan runway Bandar Udara Depati Amir Bangka
pada tahap I dengan panjang 2250 m dan lebar runway 45
m, maka ukuran threshold marking belum memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh ICAO ( Annex 14 ) atau SNI. Oleh
55

karena itu Bandar Udara Depati Amir Bangka memerlukan


penambahan dalam banyaknya stripe threshold marking
agar memenuhi standar ICAO ( Annex 14 ) atau SNI. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi keselamatan dan keamanan
dalam operasi penerbangan.

4. Runway Centre Line Marking


Tanda berupa garis putus – putus berwarna putih
yang letaknya di tengah – tengah sepanjang runway. Yang
berfungsi sebagai petunjuk garis tengah runway. Bentuk
dan ukuran runway centre line marking dapat dilihar pada
gambar 4. 7.

Gambar 4.7 Runway Centre Line Marking


56

Keterangan :
- Panjang a + b : 50 m s/d 75m
- Lebar garis :
1) Precision runway : 0,9 m
( category ii & iii ).
2) Precision approach cat I : 0,45 m
3) Non instrument : 0,3 m
4) Non precision runway : 0,45 m
( code 3 & 4 )
5) Non precision runway : 0,3 m
( code 1 & 2 )

Bentuk dan ukuran runway centre line marking :


a) Runway centre line marking terdiri dari garis dan celah.
b) Jumlah panjang stripe setiap garis dan celah tidak
kurang dari 50 m dan tidak boleh lebih dari 75 m.
c) Panjang setiap garis sekurang – kurangnya harus sama
dengan panjang celah atau minimum 30 m, dipilih mana
yang lebih panjang.

Mengacu pada batasan masalah pembahasan yang


akan dibahas adalah pada pengembangan runway pada
tahap I stage I dengan kategori runway pada Bandar Udara
Depati Amir Bangka adalah Non Precision Runway. Oleh
karena itu tidak ada perubahan dalam penempatan, bentuk
dan ukuran, runway centre line marking pada saat sebelum
atau sesudah pengembangan runway yaitu dengan panjang
30 m dan jarak celah antar runway centre line marking 20
m ( atau a + b = 30 + 20 ) dan dengan lebar garis 0,45 m.
57

5. Aiming Point Marking


Aiming point marking adalah tanda di runway yang
terdiri dari dua garis lebar yang berwarna putih. Fungsinya
menunjukkan tempat pertama roda pesawat diharapkan
menyentuh runway saat mendarat. Adapun letak dan ukuran
aiming point marking dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Aiming Point Marking


58

Tabel 4.8 Letak dan Ukuran Aiming Point Marking

Panjang Panjang
Panjang
runway 800 runway 1200 Panjang
runway
Lokasi dan dimensi m sampai m sampai runway 2400
kurang dari
dengan dengan 2399 m atau lebih
800 m
1199 m m

Jarak dari threshold


150 m 250 m 300 m 400 m
(a)

Panjang stripe
30 m – 45 m 30 m – 45 m 45 m – 60 m 45 m – 60 m
( panjang b )

Lebar ( c ) 4m 6m 6 m – 10 m 6 m – 10 m

Jarak spasi antar


stripe bagian dalam 6m 9m 16 m – 22,5 m 16 m – 22,5 m
(d)

Berdasarkan tabel 4.8 letak dan ukuran aiming point


marking Bandar Udara Depati Amir Bangka telah sesuai
dengan standar ICAO atau SNI. Tidak ada perubahan
ukuran marka baik sebelum atau sesudah pengembangan.
Hal ini dikarenakan, berdasarkan tabel 4.8 untuk panjang
runway 1200 m sampai dengan 2399 m dan panjang
runway 2400 m atau lebih, tidak mengalami perubahan
ukuran yaitu jarak dari threshold, panjang stripe, lebar,
jarak spasi antar stripe bagian dalam.
59

6. Touchdown Marking
Touchdown marking adalah tanda di runway yang
terdiri dari garis – garis berwarna putih berpasangan di
kiri–kanan dari garis tengah runway. Fungsinya
menunjukkan panjang runway yang masih tersedia pada
saat melakukan pendaratan. Touchdown marking terletak
simetris pada kiri – kanan garis tengah runway. Untuk letak
dan ukuran touchdown marking dapat dilihat pada gambar
4.9.

Gambar 4.9 Touchdown Marking

Keterangan :

- Panjang stripe : 22,5 m


- Lebar stripe :3m
- Jarak antar stripe : 1,5 m
- Jarak dari threshold : 150 m
- Jarak stripe dari pinggir runway : 1,5 m
- Jarak antar touchdown : 150 m
60

Tabel 4.9 Jumlah Masing – Masing Pada Touchdown Marking

Landing distance
available or the
Pair ( s ) of marking Jumlah garis
distance between
threshold

< 900 1 Satu

900 m – 1199 m 2 Dua, Satu

1200 m – 1499 m 3 Dua, Satu, Satu

1500 m – 2399 m 4 Dua, Dua, Satu, Satu

> 2400 m 6 Tiga, Tiga, Dua, Dua, Satu, Satu

Untuk ukuran dan penempatan touchdown marking


Bandar Udara Depati Amir Bangka telah memenuhi standar
dari ICAO atau SNI. Berdasarkan tabel 4.9 jumlah garis
touchdown marking pada Bandar Udara Depati Amir
Bangka tidak mengalami perubahan baik sebelum maupun
sesudah pengembangan runway yaitu dengan panjang
runway eksisting 2000 m dan pada pengembangan runway
tahap I dengan panjang runway 2250 m. Pada
pengembangan runway tahap I dengan panjang runway
2250 m, jadi jumlah garis touchdown marking mengikuti
standar untuk runway dengan panjang 1500 m – 2399 m
yaitu dengan jumlah garis 4 adalah dua, dua, satu, satu.
61

4.4.2 Approach Lighting


Approach Lighting adalah instalasi penerangan bagi
ancangan pendaratan yang dipasang simetris dari ujung
perpanjangan landasan pacu sampai dengan threshold menurut
kebutuhan operasional Bandar Udara. Yang berfungsi sebagai
petunjuk kepada pilot tentang posisi, arah pendaratan dan jarak
terhadap ambang landasan pada saat pendaratan sampai dengan
akhir ancangan ( final approach ).

Approach Lighting pada Bandar Udara Depati Amir


Bangka adalah Precision Approach Lighting System ( PALS )
Category I. Precision Approach Lighting System ( PALS )
Category I adalah jajaran lampu – lampu yang terpasang
sebanyak 30 barret ( tiap barret terdiri dari 5 lampu ) yang mana
berjarak 900 m dari ambang landasan ( threshold ) dengan
sebuah garis cahaya melintang ( cross bar ) sepanjang 30 m.

Precision Approach Lighting System ( PALS )


dilengkapi dengan lampu Sequence Flasher ( SQFL ). Sequence
Flasher ( SQFL ) adalah lampu – lampu yang dipasang pada
tiap barret lampu approach yang menyala secara berkedip atau
( flashing ) berurutan searah dengan pendaratan pesawat.
Sequence Flasher ( SQFL ) digunakan sebagai alat bantu
pendekatan bagi pesawat terbang pada jalur dan posisi di tengah
landasan sebelum pesawat terbang tersebut mendarat.
62

4.4.3 Windsock
Windsock adalah suatu tanda yang memberi tahu arah
angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang
( lihat gambar 4.10 ).

Gambar 4.10 Windsock

4.4.4 Threshold Lighting


Threshold Lighting adalah rambu penerangan yang
berfungsi sebagai penunjuk ambang batas landasan. Dipasang
pada batas ambang landasan pacu dengan menggunakan filter
hijau dan merah yang berjarak 1,5 meter antar lampu. Threshold
lighting memancarkan cahaya hijau jika dilihat oleh penerbang
yang mendarat dan memancarkan cahaya merah apabila dilihat
oleh penerbang yang akan tinggal landas ( lihat gambar 4.11 ).

Gambar 4.11 Threshold Lights


63

4.4.5 Runway End Indentification Lighting ( REIL )


Peralatan ini berupa 2 unit lampu yang berkedip ( flash )
terpasang di kedua sisi ujung landasan yang memberikan
petunjuk kepada pesawat posisi ambang batas landasan
( threshold ). ( Lihat gambar 4. 12 )

Gambar 4.12 Runway End Identification Lighting ( REIL )

4.4.6 Runway Edge Light


Runway Edge Light adalah lampu untuk menunjukkan
batas sisi kanan / kiri landasan warna lampu yang digunakan
warna putih ( lihat gambar 4.13 ). Runway Edge Light
digunakan untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada
pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang di siang hari
pada cuaca buruk atau pada malam hari. Lampu ini dipasang
sepanjang tepi runway dengan ketinggian maksimum 0,75 meter
diatas perkerasan dan berjarak tidak lebih dari 3 m dari tepi
pavement. Jarak satu lampu lain tidak lebih dari 60 m untuk
instrument runway dan tidak lebih dari 100 m untuk non
instrument runway.

Gambar 4.13 Runway Edge Light


64

4.4.7 Precission Approach Path Indicator ( PAPI )

Definisi PAPI
Salah satu alat bantu pendaratan visual adalah Precission
Approach Path Indicator ( PAPI ). ( lihat gambar 4.14 )

Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) yaitu alat


bantu / panduan pendaratan visual yang memancarkan cahaya
untuk memberi informasi kepada penerbang mengenai sudut
luncur ( slope angle ) yang benar, untuk memandu penerbang
melakukan pendekatan menuju titik pendaratan yang digunakan
pada siang atau malam hari, supaya pendaratan tepat pada saat
luncur dan posisi touch down zone pada kondisi cuaca baik atau
buruk. Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) dapat
digunakan pada siang hari, cuaca buruk dan malam hari.

Fungsi dari Precission Approach Path Indicator ( PAPI )


adalah memberikan sudut pendaratan. Di Bandara Depati Amir
Bangka, sudut pendaratan pada runway nomor 34 adalah 3° dan
pada runway nomor 16 adalah 2,75°. Perbedaan sudut
pendaratan antara runway nomor 34 dan 16 dikarenakan oleh
obstacle. Pada runway nomor 34 terdapat bukit.

Gambar 4.14 PAPI Lights


65

Cara Kerja PAPI


Penempatan Precission Approach Path Indicator ( PAPI )
yang direkomendasikan adalah pada sisi kiri arah pendaratan
atau pada pilot command ( penempatan sederhana ) dan terdiri
dari empat unit box serta berdekatan dengan glidepath origin.
Penyetelan sudut merah / putih dari keempat unit ini bertingkat
dimana setting box yang terdekat dengan runway di set lebih
tinggi dari box yang lain dengan perbedaan sudut antara unit ke
unit adalah 20 menit.

Sudut pendaratan nominal adalah berada di tengah antara


penyetelan dua unit yang tengah. Sudut pendaratan yang benar
atau sinyal “ on course “ ( pesawat terbang berada pada jalur
dan sudut pendaratan yang benar ) ditampilkan dengan dua unit
lampu dengan pancaran cahaya berwarna merah dan dua unit
lainnya berwarna putih.

Apabila pesawat udara terbang dibawah jalur dan sudut


pendaratan yang benar maka penerbang akan melihat
bertambahnya jumlah lampu berwarna merah. Dan apabila
pesawat udara terbang diatas glide slope maka penerbang akan
melihat bertambahnya jumlah lampu berwarna putih. Gambar
formasi Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) dapat
dilihat pada gambar 4.15 yang direkomendasikan sesuai standart
ICAO Annex 14 dan penyetelan unit – unitnya serta penampilan
system dilihat dari penerbang.

Selain pemasangan yang telah direkomendasikan oleh


ICAO pemasangan Precission Approach Path Indicator
( PAPI ) pada kedua sisi dapat dilakukan, dengan komposisi ini
praktis jumlah box yang dibutuhkan menjadi 8 unit dimana 4
66

unit berada pada sisi kiri arah pendaratan dan yang lainnya
berada pada sisi kanan arah pendaratan.

Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) terdiri atas


4 unit terpasang pada sisi kiri landasan ( dilihat dari arah
pesawat ) atau kanan kiri landasan. Setiap unit Precission
Approach Path Indicator ( PAPI ) memancarkan sinar berwarna
putih dan merah dengan batas horizontal. Pemasangan unit–unit
Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) dibuat sedemikian
hingga bagi penerbang akan melihat kombinasi warna yang
dipancarkan memberikan petunjuk pada setiap posisi pesawat.
 Apabila sudut pendaratan tepat ( 3° ) atau “ on slope “
terlihat sinar dipancarkan 2 unit berwarna putih dan 2 unit
berwarna merah ( warna putih pada sisi luar dari landasan ).

 Apabila posisi pesawat terlalu tinggi, terlihat warna putih


makin bertambah, warna merah makin berkurang

 Apabila posisi pesawat terlalu rendah terlihat warna putih


makin berkurang warna merah makin bertambah.

Gambar 4.15 Formasi PAPI


Sumber : PAPI / VASI System
67

4.5 Evaluasi Alat Bantu Pendaratan Berdasarkan KM 47 Tahun 2002

Alat bantu pendaratan visual yang dipasang di Bandar Udara Depati


Amir Bangka untuk menjamin keselamatan penerbangan. Dengan alat
bantu pendaratan ini dapat diharapkan operasi penerbangan dapat berjalan
dan kecelakaan dapat dikurangi. Selain marka landas pacu, pendaratan
sebuah pesawat terbang juga dipandu oleh alat bantu pendaratan visual
yang berbentuk lampu / cahaya ( lights ). Lampu – lampu ini mengatur agar
pesawat bisa mendarat tepat pada as landas pacu, pada titik pendaratan
yang jaraknya tepat dari ujung runway serta mendarat dengan sudut
pendaratan yang tepat.

Dalam upaya menunjang keselamatan penerbangan di Bandar Udara


di Indonesia, selain tersedianya Instrumen Landing System (ILS) perlu juga
didukung oleh adanya alat bantu pendaratan visual ( visual aids ) untuk
meningkatkan pelayanan keselamatan penerbangan pada siang hari, baik
dalam keadaan cuaca baik maupun cuaca buruk ( kabut, awan dan asap )
serta dalam kondisi pada malam hari.
Keamanan dan keselamatan penerbangan memiliki peranan penting
dan strategis dalam penyelengaraan penerbangan. Peraturan perundangan
yang mengatur tentang keamanan dan keselamatan penerbangan sipil di
Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No 3 tahun 2001 tentang Keamanan
dan Keselamatan Penerbangan, dimana dalam penjelasan umumnya
disebutkan bahwa keamanan dan keselamatan penerbangan adalah suatu
kondisi untuk mewujudkan penerbangan dilaksanakan secara aman dan
selamat sesuai dengan rencana penerbangan.

Alat bantu pendaratan visual yang dimiliki oleh Bandar Udara


Depati Amir Bangka adalah marka yang terdiri dari Runway Side Strip
Marking, Runway Designation Marking, Threshold Marking, Runway
Centre Line Marking, Aiming Point Marking, dan Touchdown Marking,
beserta alat bantu pendaratan visual seperti Windsock dan yang berbentuk
68

lampu / cahaya ( lights ) yang terdiri dari Approach Lighting, Threshold


Lighting, Runway End Indentification Lighting, Runway Edge Light,
Precission Approach Path Indicator ( seperti yang tertera dalam penjelasan
subbab 4.4 hal 47 ) dalam kondisi baik atau layak pakai.

Salah satu alat bantu pendaratan visual yang ada di Bandar Udara
Depati Amir Bangka yaitu marka. Pada pembahasan tentang marka pada
halaman 47, ada beberapa marka yang harus dilakukan penambahan ukuran
dan penempatan sesuai dengan standar yang diberlakukan oleh ICAO
( Annex 14 ) dan Standar Nasional Indonesia. Adapun marka yang harus
dilakukan penambahan ukuran pada threshold marking yaitu pada
banyaknya stripe menjadi 12 dan banyaknya celah 10.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan dalam Bab II pasal 7


No : KM 47 Tahun 2002 Tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara suatu
Bandara sekurang – kurangnya memiliki alat bantu pendaratan sbb:

1. Data peralatan bantu pendaratan presisi : Instrument Landing System

2. Data peralatan bantu pendaratan visual : Marking, Rotating Beacon,


Approach Lighting System, Precission Approach Path Indicator,
Runway Threshold Identification Light, Runway Edge Lights,
Runway Threshold, Runway End Lights.

Berdasarkan kelengkapan alat bantu pendaratan visual yang


direncanakan oleh Bandar Udara Depati Amir Bangka pada tahap I stage I
telah memenuhi standar yang diberlakukan di Indonesia yaitu berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan No : KM 47 Tahun 2002 Tentang
Sertifikasi Operasi Bandar Udara suatu Bandara. Hal ini dapat dilihat pada
Bab IV yaitu bagian 4.4. Akan tetapi, Jika dilihat dari peralatan bantu
pendaratan presisi, Bandar udara Depati Amir Bangka belum memenuhi
standar ( lihat tabel 4.10 ). Ini dikarenakan belum tersedianya Instrument
Landing System pada Bandar Udara Depati Amir Bangka. Instrument
69

Landing System baru akan di pasang pada pengembangan tahap I stage II


( Lihat lampiran 2 ). Oleh karena itu, Bandar Udara Depati Amir Bangka
harus melakukan peningkatan atau penambahan kelengkapan fasilitas alat
bantu pendaratan baik alat bantu pendaratan visual maupun alat bantu
pendaratan presisi.

Tabel 4.10 Perbandingan Alat Bantu Pendaratan Tahap I Stage I dengan


KM 47 Tahun 2002

Alat Bantu Pendaratan Tahap I Stage I KM 47 Tahun 2002

Alat bantu pendaratan Instrument Landing


-
presisi System

Alat bantu pendaratan Marking, Rotating


Marking, Approach
visual Beacon, Approach
Lighting, Windsock,
Lighting System,
Threshold Lighting,
Precission Approach
Runway End
Path Indicator, Runway
Indentification
Threshold
Lighting, Runway
Identification Light,
Edge Light,
Runway Edge Lights,
Precission Approach
Runway Threshold,
Path Indicator.
Runway End Lights.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Kajian perkembangan lalu lintas angkutan udara diantaranya


perkembangan jumlah pesawat, perkembangan jumlah penumpang dan
pergerakan cargo di Bandar Udara Depati Amir Bangka selama kurun
waktu 2006 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan tiap
tahunnya.

2. Dalam perencanaan pengembangan runway di Bandar Udara Depati Amir


Bangka dapat diketahui bahwa Aeroplane Reference Field Length (ARFL)
Bandar Udara Depati Amir Bangka setelah pengembangan ( Tahap I )
adalah 1937 meter. Dalam pengembangan runway tahap I stage I pesawat
rencana yang akan dilayani adalah Boeing 737 – 400 dengan Aeroplane
Reference Field Length ( ARFL ) 2222 meter maka panjang landasan yang
dibutuhkan sepanjang 2582 meter. Oleh karena itu, panjang runway 2250
meter tidak dapat melayani pesawat yang direncanakan yaitu Boeing
737 – 400 dengan Maximum Takeoff Weight ( MTOW ) maksimum.

3. Fasilitas alat bantu pendaratan yang dimiliki oleh Bandar Udara Depati
Amir Bangka adalah marka yang terdiri dari Runway Side Strip Marking,
Runway Designation Marking, Threshold Marking, Runway Centre Line
Marking, Aiming Point Marking, dan Touchdown Marking , beserta alat
bantu pendaratan visual seperti windsock dan yang berbentuk
lampu / cahaya ( lights ) yang terdiri dari Approach Lighting, Windsock,
Threshold Lighting, Runway End Indentification Lighting, Runway Edge
Light, Precission Approach Path Indicator.

70
71

4. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No : KM 47 Tahun 2002


tentang Sertifikasi Operasi Penerbangan Bandar Udara, fasilitas alat bantu
pendaratan visual yang dimiliki oleh Bandar udara Depati Amir Bangka
harus dilakukan peningkatan agar sesuai dengan standar yang diberlakukan
oleh ICAO ( Annex 14 ) dan Standar Nasional Indonesia ( SNI ).
Peningkatan yang harus dilakukan seperti penambahan ukuran dan
penempatan untuk marka, dan memfasilitasi peralatan bantu pendaratan
presisi yaitu Instrument Landing System ( ILS ).

5.2 Saran

1. Kelengkapan dan kemampuan fasilitas / peralatan pemanduan lalu lintas


udara saat ini akan lebih baik jika dilengkapi dengan Instrument Landing
System ( ILS ).

2. Hendaknya pembangunan Bandar Udara Depati Amir Bangka segera


diselesaikan, karena mengingat Bangka Belitung akan dijadikan sebagai
objek wisata. Hal ini akan membuat semakin bertambahnya penumpang.
Oleh karena itu, jika Bandar Udara Depati Amir Bangka telah dilakukan
pengembangan maka Bandar Udara Depati Amir Bangka mampu untuk
didarati oleh pesawat Boeing 737 series.

3. Bandar Udara Depati Amir Bangka harus mengevaluasi ulang tentang


pesawat rencana yang akan mendarat di Bandar Udara Depati Amir. Hal ini
dilakukan untuk menunjang keselamatan penerbangan khususnya di
Bandar Udara Depati Amir Bangka.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Penelitian Runway Service Performance Di Lingkungan PT.


Angkasa Pura II ( Persero ) Bandar Udara Depati Amir. Penerbit PT.
Indulexco : Jakarta.

Anonim. AFL Configuration.

Anonim. 2003. PAPI / VASI System.

Basuki, Heru. 1985. Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang. Penerbit


P.T Alumni : Bandung.

Daulat, P. Tampubolon. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu. Penerbit Gramedia :


Jakarta.

Harijanto, Fr. 2000. Buku I Teknik Bandar Udara. Penerbit Ananda : Yogyakarta.

Horonjeff, Robert. & McKelvey F.X. 1988. Perencanaan dan Perancangan


Bandar Udara. Edisi Ketiga, Jilid I. Penerbit Erlangga : Jakarta.

International Civil Aviation Organization. 2004 Aerodrome Annex 14. Vol. 1


Aerodrome Design and Operation. Fourth Edition.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Nomor : SKEP/113/VI/2002.


Tentang Kriteria Penempatan Fasilitas Elektronika dan Listrik
Penerbangan.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/123/VI/1999.


Standar Marka dan Rambu Pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara Di
Bandar Udara.

72
Keputusan Menteri Perhubungan. Tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia ( SNI )03 – 7112 – 2005 Mengenai Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan sebagai Standar Wajib. Nomor : KM 44 tahun
2005.

Keputusan Menteri Perhubungan. Tentang Sertifikasi Operasi Penerbangan.


Nomor : KM 47 tahun 2002.

Peraturan Menteri Perhubungan. Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.


Nomor : KM 11 Tahun 2010

Sandhyavitri, A. & Taufik H. 2005. Teknik Lapangan Terbang 1. Teknik Sipil :


Riau.

Sartono, Wardhani. 1992. Airport Engineering. Biro Penerbit : Yogyakarta.

Zainuddin, Ahmad. 1983. Selintas Pelabuhan Udara. Penerbit Ananda :


Yogyakarta.

http://www.boeing.com

http://www.google.com

73
Tahap I
Tahap II Tahap III
NO Fasilitas Eksisting Stage I Stage II
(2018-2022) (2023-2030)
(2008-2011) (2011-2017)

FASILITAS KEBUTUHAN SISI UDARA

1 Pesawat Terbesar B 737-200/300 B 737-400 B 737-700 B 737-800 B 737-900 ER

2 Rute Terjauh Domestik Babel - Jakarta Babel - Bali Babel - Bali Babel - Bali Babel - Bali

Rute Terjauh Internasional - Babel - Malaysia Babel - Malaysia Babel - Malaysia Babel - Malaysia

3 Aerodrome Reference Code 4C 4C 4C 4C 4D

4 Runway Operational Category Instrument Non Presisi Instrument Non Instrument Presisi Instrument Presisi Instrument Presisi
Presisi
Cat 1 Cat 1 Cat 1

5 Dimensi (2.000 x 30) m2 (2.250 x 45) m2 (2.250 x 45) m2 (2.400 x 45) m2 (2.600 x 45) m2
Runway

6 Runway Strip (2.115 x 150) m2 (2.370 x 150) m2 (2.490 x 300) m2 (2.640 x 300) m2 (2.840 x 300) m2

7 TORA RW 16 2.000 m 2.250 m 2.250 m 2.400 m 2.600 m

RW 34 2.000 m 2.250 m 2.250 m 2.400 m 2.600 m

8 TODA RW 16 2.350 m 2.600 m 2.600 m 2.750 m 2.950 m

RW 34 2.665 m 2.660 m 2.660 m 2.660 m 2.905 m

9 ASDA RW 16 2.060 m 2.310 m 2.310 m 2.460 m 2.660 m

RW 34 2.060 m 2.310 m 2.310 m 2.460 m 2.660 m

10 LDA RW 16 2.310 m 2.310 m 2.310 m 2.460 m 2.660 m

RW 34 2.310 m 2.310 m 2.310 m 2.460 m 2.660 m

11 RESA RW 16 (100 x 150) m2 (100 x 150) m2 (90 x 240) m2 (90 x 240) m2 (90 x 240) m2
Tahap I
Tahap II Tahap III
NO Fasilitas Eksisting Stage I Stage II
(2018-2022) (2023-2030)
(2008-2011) (2011-2017)

FASILITAS KEBUTUHAN SISI UDARA

RW 34 (40 x 150) m2 (90 x 150) m2 (90 x 240) m2 (90 x 240) m2 (90 x 240) m2

12 Stop Way RW 16 (60 x 30) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2

RW 34 (60 x 30) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2 (60 x 45) m2

13 Turning Area RW 16 2 (95 x 20) m2 2 (95 x 20) m2 (75 x 15) m2 (75 x 15) m2 (75 x 15) m2

RW 34 (95 x 20) m2 (95 x 20) m2 (75 x 15) m2 (75 x 15) m2 (75 x 15) m2

14 Taxiway Exit 2 buah 3 buah 4 buah 4 buah 4 buah

Perpendecular A (150 x 20) m2 A (150 x 20 ) m2 - - -

B (137 x 20) m2 B (137 x 20) m2 - - -

- C (225 x 23) m2 C (170 x 23) m2 C (170 x 23) m2 C (170 x 20) m2

Parsial - - D (170 x 23) m2 D (170 x 23) m2 D (170 x 20) m2

Rapid exit - - E (573,5 x 23) m2 E (488,5 x 23) m2 E (428,5 x 23) m2

Pararel - - - - -
Tahap I
Tahap II Tahap III
NO Fasilitas Eksisting Stage I Stage II
(2018-2022) (2023-2030)
(2008-2011) (2011-2017)

FASILITAS KEBUTUHAN SISI UDARA

15 Apron Klasifikasi Pesawat

M50 1 1 - - -

M100-150 2 2 4 2 2

M150-200 - 2 3 5 6

Dimensi (268 x 60) m2 (268 x 60) m2 & (225 (300 x 92) m2 (350 x 92) m2 (410 x 92) m2
x 92) m2

16 Parkir Pesawat Ekstra

Total Stands 3 5 7 7 8

Luas Apron 16.080 m2 16,080 m2 & 27.600 m2 32.200 m2 37.720 m2

20,700 m2

17 Pelayanan Lalu Lintas Udara ADC-APP ADC-APP ADC-APP ADC-APP ADC-APP

18 Fasilitas Navigasi VOR/ DME/ NDB VOR/ DME/ NDB VOR/ DME VOR/ DME VOR/ DME

- PSR, SSR (Radar)/ PSR, SSR (Radar)/ PSR, SSR (Radar)/


ADS-B ADS-B ADS-B

19 PCN 29/F/C/X/T 46/F/C/X/T 60/F/C/X/T 60/F/C/X/T 79/F/C/X/T

20 Fasilitas Bantu Pendaratan Visual R/W Light, T/X Edge R/W Light, T/X Edge R/W Light, T/X Edge R/W Light, T/X Edge R/W Light, T/X
Light, Light, Light, Light, Edge Light,
Tahap I
Tahap II Tahap III
NO Fasilitas Eksisting Stage I Stage II
(2018-2022) (2023-2030)
(2008-2011) (2011-2017)

FASILITAS KEBUTUHAN SISI UDARA

RW 16 A/P Light, Wind Cone, A/P Light, Wind Cone A/P Light, Wind Cone A/P Light, Wind A/P Light, Wind
Cone Cone
PAPI, Treshold Light, PAPI, Treshold Light, RTIL, R/W Lighting,
Marka, RTIL, R/W Lighting, RTIL, R/W Lighting,
REIL, R/W Edge Lights RTIL, R/W Edge Marka, Marka,
Lights PAPI
R/W End Light, MALS PAPI PAPI
R/W End Light, PALS PAPI, PALS Cat I
Cat I PAPI, PALS Cat I PAPI, PALS Cat I

RW 34 PAPI PAPI PAPI, PAPI, PAPI,

REIL REIL REIL REIL REIL

21 Fasilitas Bantu Pendaratan ILS - - Localizer, Glide Path, Localizer, Glide Localizer, Glide
Path, Path,
Inner Marker, Middle
Marker Inner Marker, Inner Marker,
Middle Marker Middle Marker
Outter Marker
Outter Marker Out Marker

22 Fasilitas Komunikasi Penerbangan Transmitter VHF, Transmitter VHF, Transmitter VHF, Transmitter VHF, Transmitter VHF,
Receiver VHF Receiver VHF Receiver VHF Receiver VHF Receiver VHF

HF SSB, AMSC, Telex HF SSB, AMSC, Telex HF SSB, AMSC, Telex HF SSB, AMSC, HF SSB, AMSC,
Telex Telex

23 Kategori PKP-PK VI VII VII VII VII


PT ANGKASA PURA II ( Persero )
KANTOR CABANG BANDARA DEPATI AMIR BANGKA

BAB 3

DIMENSI BANDAR UDARA DAN INFORMASI


TERKAIT

3.1 DATA BANDAR UDARA

3.2 DIMENSI / INFORMASI BANDARA


PT ANGKASA PURA II ( Persero )
KANTOR CABANG BANDARA DEPATI AMIR BANGKA

3.1 DATA BANDAR UDARA

Tabel 3-1
Data Umum

1. Nama Aerodrome Bandar Udara Depati Amir Bangka

2. Location indicator WIPK

3. Lokasi Bandara Pulau Bangka

- Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

- Kabupaten Bangka Tengah

- Kecamatan Pangkalan Baru

- Desa Beluluk

- Jarak dari pusat kota 7 Km dari kota Pangkalpinang, bila mengikuti jalan
raya. 5.4 Km bila ditarik garis lurus ke arah
Bandar udara Depati Amir.

4. Koordinat Bandara (ARP) 020 09’ 45,3” S 1060 08’ 17,4” E

5. Elevasi Bandar Udara (ARP) 109 Feet ( 33 meter ) MSL

6. Temperatur referensi bandara 300 C


7. Penyelenggara Bandar Udara PT. Angkasa Pura II ( Persero )

8. Alamat Bandar Udara Depati Amir Jalan Sukarno - Hatta /


jalan KOBA Km. 7 Pangkalan Baru, Kabupaten
Bangka Tengah Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung.

9. Nomor Telepon (0717) 421041, 421045, HP Tower. 08117178922

10. Faksimili ( 0717 ) 421042, 4261237

11. E - mail gm.pgk@angkasapura2.co.id

aisdepatiamir@ymail.com

12. Traffic yang diijinkan IFR, VFR

13. Sistem waktu UTC + 7 jam

14. Kemampuan Operasi Untuk pesawat B.737-200/300/500.

15. Klasifikasi Rwy Rwy 16 Instrument Approach Procedure Non –


Precision

Rwy 34 Visual Approach Pocedure

16. Layanan LLU ADC / APP Non Radar


PT ANGKASA PURA II ( Persero )
KANTOR CABANG BANDARA DEPATI AMIR BANGKA

Tabel 3-2
Jam Operasi

1. Operasi Bandar Udara 23.00 –12.00 UTC (06.00 – 19.00 WIB)

2. Kantor Administrasi Senin - Jumat : 07.30 – 16.30 WIB

3. Office in Charge (OIC) Diluar jam kantor administrasi

4. Bea cukai dan imigrasi On request

5. Sanitasi dan kesehatan 08.00 – 14.00 WIB

6. AIS Briefing Office 06.00 – 19.00 WIB

7. MET Briefing office 06.00 – 19.00 WIB

8. A T S Units 06.00 – 19.00 WIB

9. ATS Reporting Office 06.00 – 19.00 WIB

10. Security 24 Jam

11. Ground Handling 06.00 – 19.00 WIB (PT Gapura Angkasa)

12. Fuelling 06.00 – 19.00 WIB (DPPU Pertamina)

13. Remark Diluar Jam operasi On Request


PT ANGKASA PURA II ( Persero )
KANTOR CABANG BANDARA DEPATI AMIR BANGKA

Tabel 3-3
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran

1. Kategori VI (enam)

2. Jenis peralatan : Utama dan pendukung

- Crash Car / Foam Tender 3 Unit

- Commando Car 1 Unit

- Rescue Car 2 Unit

- Ambulance 2 Unit
PT ANGKASA PURA II ( Persero )
KANTOR CABANG BANDARA DEPATI AMIR BANGKA

Tabel 3-4
Pengisian Bahan Bakar

1. Pemberi pelayanan DPPU Pertamina


pengisian bahan bakar

2. Sistem pengisian bowser / refueller

3. BBM yang tersedia Jet A1 (AVTUR),

4. Fasilitas mobil 3 mobil tangki Refueler

5. Kapasitas 7.000 Liter / 12.000 liter / 12.000 liter,

6. Kemampuan isi 1.160 liter/menit

7. Kapasitas tanki timbun 200.000 liter

Anda mungkin juga menyukai