Sri Widiyastuti Fkik
Sri Widiyastuti Fkik
Skripsi
OLEH:
SRI WIDIYASTUTI
NIM: 1112101000006
JAKARTA
1439 H / 2018 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sri Widiyastuti
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Januari 2018
Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis (HACCP) Rendang (Studi Kasus di
Rumah Makan Padang X Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan)
Tahun 2017
ABSTRAK
Makanan yang aman, sehat, dan bergizi akan menentukan derajat kesehatan.
Saat ini, banyak rumah makan yang menjual berbagai jenis makanan tetapi belum
diketahui apakah makanan yang disajikan dalam keadaan aman atau tidak. Salah
satu makanan khas dari rumah makan padang adalah daging rendang. Proses
memasaknya membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga rendang dibuat
dalam jumlah yang banyak. Hal itu, mengakibatkan rendang mengalami
penyimpanan cukup lama yang dapat memicu pertumbuhan bakteri. Oleh karena
itu, diperlukan HACCP untuk dapat mencegah adanya kontaminasi makanan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran HACCP makanan
rendang di Rumah Makan Padang X Wilayah Pamulang Kota Tangerang Selatan
Tahun 2017. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Informan penelitian ini adalah karyawan rumah makan padang yang
bertugas membeli bahan-bahan untuk membuat rendang dan karyawan yang
memasak rendang dengan menggunakan purposive sampling. Analisis data pada
penelitian ini menggunakan teori Miles dan Huberman dan HACCP.
Hasil perumusan tahapan HACCP menunjukkan bahwa yang menjadi titik
kritis yaitu bahan baku bumbu dan santan, penerimaan dan penyiapan bahan baku,
penyiapan alat-alat yang dipakai, proses pemasakan, serta penyimpanan dan
distribusi. Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan yaitu mengembalikan bahan
baku dan memberikan saran kepada penjual, memilih penjual bahan baku dan
pemasok kemasan pangan yang dapat menjamin keamanan pangan, mencuci
kembali bahan baku, membilas kembali alat-alat yang dipakai, menggunakan cairan
pencuci piring dengan kadar senyawa kimia rendah, suhu masak minimal 90°C atau
jika suhu tidak sesuai dapat perpanjang atau persingkat waktu masak,
membersihkan dapur, mengganti ulek dan cobek yang sudah keropos,
membersihkan etalase dan rumah makan, mengganti wadah yang tertutup, suhu
penyimpanan >60°C, serta mengganti jenis plastik/kertas pembungkus makanan.
Dari hasil pengujian bakteri pada rendang memenuhi syarat SNI 7474:2009.
Pengusaha rumah makan padang disarankan memilih pemasok bahan baku
yang menerapkan sistem keamanan pangan dan menerapkan personal higiene serta
higiene sanitasi makanan.
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, January 2018
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) of Rendang (Study Case
at Padang X Restaurant in Pamulang Subdistrict, South Tangerang) 2017
(xxi + 221 pages, 26 tables, 5 chards, 1 graphs, 8 appendixs)
ABSTRACT
The food that are safe, healthy, and nutritious will determine the level of
health. Nowadays, a lot of restaurants that sells various types of food, but people
haven't known yet the the food served in a safe condition or not. One of the typical
food from padang restaurant is rendang. The cooking processes of rendang take
long time, therefore rendang have always made in large quantities. This is the
reason of rendang would have long time in storage that could trigger of the bacterial
growth. Therefore, HACCP is needed to prevent the determination of food
contamination.
The aim of research to know the description of HACCP of rendang at
Padang X Restaurant in Pamulang Region, South Tangerang 2017. This study is a
qualitative research with study case design. Informant of this study is the restaurant
padang's employees in charge of buying ingredients to make rendang and the
employees who cooks rendang by using purposive sampling. This study used Miles
Terory and Huberman, and HACCP.
The results of HACCP steps showed that became a crisis point of rendang
are raw materials of spices and coconut milk, acceptance and preparation of raw
materials, preparation of tools, cooking process, storage and distribution. The
actions that could be done are restoring the raw materials and giving suggestion to
seller, selecting a seller of raw materials and food packaging suppliers that can
ensure the security food, washing back raw materials, rinsing the tools used, a
minimum cooking temperature of 90°C or if the temperature is not suitable to
extend or shorten the cooking time, cleaning the kitchen, change the pestle dan
mortar, cleaning the storefront and the restaurant, replacing closed containers,
storage temperature > 60°C, and replacing the type of plastic / food wrapping paper.
The results of bacterial testing in rendang satisfy the requirements of SNI 7474:
2009.
The owner of Padang restaurant are advised to select the raw material
suppliers that implement food safety system and implement personal hygiene and
hygiene of food sanitation.
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
NIM : 1112101000006
Agama : Islam
e-mail : widiyastuti.sri@gmail.com
Riwayat Pendidikan
vi
KATA PENGANTAR
kepada Allah SWT karena hanya dengan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
skrispsi yang berjudul Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis (HACCP)
Kota Tangerang Selatan) Tahun 2017. Penulis menyadari hanya karena kekuatan
dan semangat dari Allah SWT, pada akhirnya penulis mampu melewati tantangan
Dalam penulisan ini, penulis mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis bermaksud untuk mengucapkan terima
tidak langsung dalam proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
2. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ela Laelasari, S.KM, M.Kes selaku pembimbing pertama dan Ibu
4. Bapak Jarimun dan Ibu Witi Asih selaku Orang tua dan Pujo, S.E, M.M
vii
5. Sahabat-sahabat penulis yaitu Yufa Zuriya, Lilis Yuliarti, Nuril Hidayah Al-
Hasanah, Tyas Indah Permatasari, Isnaeni Wahyu Saputri, dan Abdu Rohim
7. Widhy Reza Putra, S.Tr K.L yang selalu menemani, mendoakan dan
Penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang harus penulis pelajari dan
perbaiki. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran serta
tercapai.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS .............................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 6
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8
1.5.1. Manfaat Bagi Pengusaha Rumah Makan Padang .................................. 8
1.5.2. Manfaat Bagi Universitas ...................................................................... 8
1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................ 9
1.6. Ruang Lingkup ............................................................................................. 9
BAB II ................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 10
2.1. Keamanan Pangan ...................................................................................... 10
2.2. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) ............................. 11
2.2.1. Definisi HACCP .................................................................................. 11
2.2.2. Sejarah HACCP ................................................................................... 11
2.2.3. Tahapan HACCP ................................................................................. 12
2.3. Perilaku ....................................................................................................... 34
2.4. Rendang ...................................................................................................... 37
2.4.1. Bahan-bahan Rendang ......................................................................... 38
ix
2.5. Kerangka Teori ........................................................................................... 45
BAB III ................................................................................................................. 48
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ................................................. 48
3.1. Kerangka Pikir ............................................................................................ 48
3.2. Definisi Istilah ............................................................................................ 50
BAB IV ................................................................................................................. 52
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 52
4.1. Desain Penelitian ........................................................................................ 52
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................................... 52
4.3. Informan Penelitian .................................................................................... 52
4.4. Instrumen Penelitian ................................................................................... 53
4.5. Sumber Data ............................................................................................... 53
4.6. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 53
4.6.1. Wawancara........................................................................................... 53
4.6.2. Observasi ............................................................................................. 54
4.6.3. Pengukuran Temperatur ....................................................................... 54
4.6.4. Penilaian Warna Daging ...................................................................... 54
4.6.5. Pengambilan Sampel Makanan untuk Pengujian Bakteri .................... 54
4.6.6. Menentukan Titik Kendali Kritis ......................................................... 55
4.7. Pengolahan Data ......................................................................................... 60
4.8. Teknik dan Analisis Data ........................................................................... 60
4.9. Pengujian Keabsahan Data ......................................................................... 61
BAB V................................................................................................................... 63
HASIL ................................................................................................................... 63
5.1. Gambaran Umum Proses Pembuatan Rendang .......................................... 63
5.2. Tim HACCP ............................................................................................... 64
5.3. Deskripsi Produk ........................................................................................ 64
5.4. Tujuan Akhir Penggunaan Rendang........................................................... 66
5.5. Bagan Alir Proses Pembuatan Rendang ..................................................... 67
5.6. Mengkonfirmasi Alur Proses Pembuatan Rendang .................................... 68
5.7. Identifikasi Analisis Bahaya ....................................................................... 75
5.8. Menentukkan Titik Kendali Kritis.............................................................. 87
5.8.1. Menentukkan Titik Kendali Kritis pada Bahan Baku Rendang .......... 87
5.8.2. Menentukkan Titik Kendali Kritis pada Proses Pengolahan Rendang 91
x
5.9. Menentukan Batas Kritis pada masing-masing TKK ................................. 95
5.10. Pemantauan Batas Kritis Setiap TKK ...................................................... 98
5.11. Penetapan Tindakan Perbaikan .............................................................. 103
5.12. Penetapan Prosedur Verifikasi ............................................................... 108
5.13. Dokumentasi dan Pencatatan .................................................................. 113
5.14. Hasil Pengujian Mikrobiologi pada Rendang ........................................ 119
BAB VI ............................................................................................................... 121
PEMBAHASAN ................................................................................................. 121
6.1. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 121
6.2. Tim HACCP ............................................................................................. 121
6.3. Deskripsi Produk ...................................................................................... 122
6.4. Tujuan Akhir Penggunaan Rendang......................................................... 123
6.5. Bagan Alir Proses Pembuatan Rendang ................................................... 124
6.6. Mengkonfirmasi Alur Proses Pembuatan Rendang .................................. 125
6.7. Identifikasi Analisis Bahaya ..................................................................... 142
6.8. Menentukan Titik Kendali Kritis ............................................................. 157
6.8.1. Menentukan Titik Kendali Kritis pada Bahan Baku rendang ............ 158
6.8.2. Menentukan Titik Kendali Kritis pada Proses Pengolahan Rendang 160
6.9. Menentukan Batas Kritis pada Masing-masing TKK .............................. 167
6.10. Pemantauan Batas Kritis Setiap TKK .................................................... 170
6.11. Penetapan Tindakan Perbaikan .............................................................. 174
6.12. Penetapan Prosedur Verifikasi ............................................................... 177
6.13. Dokumentasi dan Pencatatan .................................................................. 179
6.14. Hasil Pengujian Mikrobiologi pada Rendang ........................................ 180
BAB VII .............................................................................................................. 183
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 183
7.1. Kesimpulan ............................................................................................... 183
7.2. Saran ......................................................................................................... 183
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 185
LAMPIRAN ........................................................................................................ 195
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.9. Penetapan Titik Kendali Kritis pada Bahan Baku Daging, Bumbu, dan
Santan 88
Tabel 5.10 Penetapan Titik Kendali Kritis pada Proses Pengolahan
Rendang 92
Tabel 5.11. Penentuan Batas Kritis pada TKK Bahan Baku Rendang 95
Tabel 5.12. Penentuan Batas Kritis pada TKK Proses pengolahan
Rendang 96
Tabel 5.13. Pemantauan Batas Kritis pada Bahan Baku Rendang 98
Tabel 5.14. Pemantauan Batas Kritis pada Proses Pengolahan Rendang 100
Tabel 5.15. Tindakan Perbaikan pada Bahan Baku Rendang 103
Tabel 5.16. Tindakan Perbaikan pada Proses Pengolahan Rendang 105
Tabel 5.17. Prosedur Verifikasi pada Bahan Baku Rendang 108
Tabel 5.18. Prosedur Verifikasi pada Proses Pengolahan Rendang 110
Tabel 5.19. Pencatatan pada Bahan Baku Rendang 113
Tabel 5.20. Pencatatan pada Proses Pengolahan Rendang 115
xii
Tabel 5.27. Dokumentasi 118
Tabel 5.28. Hasil Pengujian Bakteri pada Rendang 119
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Bahan Baku 24
Bagan 2.2 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Proses
Pengolahan 25
Bagan 2.3. Kerangka Teori 47
Bagan 3.1 Kerangka Pikir 49
Bagan 5.1 Proses Pembuatan Rendang 68
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 6.1 Pertumbuhan Bakteri ALT pada Rendang 0 Jam, 12 Jam, dan
24 Jam 120
xv
BAB I
PENDAHULUAN
bagi manusia. Makanan yang dibutuhkan tentu harus bernilai gizi baik serta
Saat ini, tersedia berbagai pilihan makanan dan minuman di tempat-tempat umum
manusia, bisa ditemukan penjual makanan. Makanan adalah salah satu bagian yang
penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-
penyakit yang diakibatkan oleh makanan (Chandra, 2007). Makanan yang tidak
aman (unsafe) yang disebabkan oleh adanya zat asing yang membahayakan,
memberi dampak terhadap timbulnya berbagai penyakit yang ringan hingga yang
Pangan yang aman dan sehat setara bermutu dan bergizi tinggi, sangat
kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Pangan yang tidak aman akan
1
Berdasarkan laporan WHO, memperkirakan penyakit yang ditularkan
melalui makanan disebabkan oleh 31 agen berupa bakteri, virus, parasit, racun, dan
bahan kimia lainnya. Menyatakan bahwa setiap tahun sebanyak 600 juta atau
hampir 1 dari 10 orang di dunia jatuh sakit setelah mengkonsumsi makanan yang
anak dibawah usia 5 tahun. Penyakit diare bertanggung jawab lebih dari setengah
beban global penyakit melalui makanan menyebabkan 500 juta orang jatuh sakit
dan 230.000 kematian disetiap tahunnya. Anak-anak berada pada risiko penyakit
diare akibat makanan, dengan 220 juta jatuh sakit dan 96.000 meninggal setiap
tahun. Diare sering disebabkan oleh makanan mentah atau kurang matang seperti
daging, telur, produk segar, dan prosuk susu yang terkontaminasi oleh patogen
Data yang telah diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Tahun 2016, kasus diare tertinggi terdapat di wilayah pamulang dengan jumlah
penderita diare sebanyak 2977. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
menjaga agar makanan tidak tercemar sebelum disajikan. Penerapan HACCP tidak
2
proses pembuatan makanan, dan tindakan pengendalian untuk mencegah
Saat ini banyak masyarakat yang bekerja jauh dari rumah dan mempunyai
dikonsumsi dirumah. Oleh sebab itu, harus diperhatikan keamanan pangan agar
penyakit. Untuk mencegah hal tersebut, perlu melakukan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) dari proses pembelian bahan baku, pemasakan, sampai
konsumen.
Salah satu icon terkenal makanan indonesia adalah rumah makan padang.
Ciri khas makanan dari rumah makan padang yaitu rendang daging. CNN
makanan khas Padang, Sumatera Barat adalah salah satu makanan yang paling
wilayah Pamulang, didapatkan membuat rendang dengan jumlah antara satu sampai
tiga kilogram dalam sehari sehingga dapat dikonsumsi jangka waktu beberapa hari
atau dapat habis waktu satu hari tergantung dari banyaknya pembeli. Hal itu
3
Namun, hal tersebut dapat berisiko adanya kontaminasi pangan yaitu kontaminasi
penyimpanan yang cukup lama. Jika rendang disimpan dalam waktu lama dengan
suhu makanan yang tidak optimal maka akan memicu pertumbuhan bakteri maupun
jamur. Tidak hanya itu, rendang juga dapat berubah warna, bau, bentuk, serta rasa.
seperti diare, muntah-muntah, demam, dan sebagainya, serta rendang sudah tidak
layak untuk dikonsumsi. Sejalan dengan penelitian Prasafitra, Suada, & Swacita
tahun 2014, semakin lama masakan daging rendang tanpa pemasakan ulang
disimpan dalam suhu ruang, maka waktu reduktasenya semakin cepat sehingga
perkiraan beban bakterinya semakin banyak serta bau, tekstur dan rasa masakan
tersebut semakin cepat berubah ke arah yang buruk. Sama halnya dengan penelitian
pada rendang meningkat secara perlahan dari 104 menjadi 106 (rumah makan besar)
dan dari 103 menjadi 107 koloni/gr (rumah makan sedang) setelah penyimpanan
mengenai analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP) rendang (studi kasus di
2017.
4
jarang memasak makanan dirumah. Saat ini banyak rumah makan yang
padang. Makanan khas yang dibuat yaitu rendang daging. Dalam proses memasak,
rendang dimasak dengan waktu yang cukup lama sehingga membuatnya dalam
jumlah yang banyak. Karena hal tersebut, rendang juga disimpan dalam waktu yang
lama. Oleh sebab itu, harus diperhatikan keamanan pangan agar makanan yang
analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP) rendang (studi kasus di rumah
5
6. Bagaimana identifikasi analisis bahaya pada proses pembuatan rendang di
Selatan?
Tangerang Selatan?
Selatan?
6
1.4.2. Tujuan Khusus
Selatan.
Tangerang Selatan.
7
10. Untuk mengetahui penetapan tindakan perbaikan pada proses
Tangerang Selatan.
rumah makan padang untuk mengetahui titik kritis dan bahaya-bahaya apa saja
rendang dari awal hingga akhir sehingga dapat mengetahui titik kritis dan
8
1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis bahaya dan titik kendali
Pamulang Kota Tangerang Selatan) tahun 2017. Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Mei sampai Agustus 2017. Data penelitian ini merupakan data primer dan
observasi, penilaian warna daging, serta uji laboratorium. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan jenis
bahaya fisik dan mikrobiologinya saja dikarenakan bahaya fisik dapat dilihat secara
dengan cepat mengkontaminasi makanan jika suhu penyimpanan bahan baku dan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang
yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi
tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
dikenal di tiap titik atau tahapan. Misalnya, larangan penggunaan bahan makan
berbahaya, seperti borak dan formalin pada makanan atau minuman karena dapat
10
2.2. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
bahaya yang sudah diketahui (bahaya biologi, kimia, dan fisik) dan
setiap titik kritis dalam proses produksi (dari sejak tahap produksi bahan baku,
keamanan pangan dalam industri makanan yang sudah dikenal dan berlaku
kendali atas mutu bahan mentah, sistem pengolahan, lingkungan tempat proses
11
Administration (NASA) dan Laboratorium Angkatan Bersenjata Amerika
Serikat. Sistem ini didasarkan pada konsep teknis analisis kegagalan, cara, dan
analisis dampak (failure, mode and effect analysis, FMEA) yang mengkaji
Saat itu, sistem keamanan dan mutu makanan umumnya didasarkan pada
tampak jelas bahwa ada suatu kebutuhan untuk mendatangkan sesuatu yang
lain, sebuah metode praktik dan pencegahan yang dapat memberi jaminan
makanan yang aman telah diakui. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai
12
Tahap 1 : Menyusun Tim HACCP
pengetahuan dan keahlian khusus sesuai dengan produk dan proses. Tim
kualitas, dan mikrobiologi makanan. Tim juga memasukkan staf yang terlibat
bantuan dari pakar luar yang mempunyai pengetahuan tentang potensi bahaya
biologi, kimia, dan fisik terkait dalam proses maupun produk (Hui, Cornillon,
Lim, Murrell, & Nip, 2004). Industri ukuran kecil dan menengah jika tidak
konsultan dari luar untuk menerapkan sistem ini (FDA, HACCP Principles &
Nama produk
Komposisi produk
Bagaimana penggunaannya
Jenis kemasan
13
Bagaimana produk didistribusikan
dalam penentuan jenis-bahaya dan batas kritis yang akan diidentifikasi lebih
lanjut (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016). Setiap produk yang dikendalikan
satu-satunya titik kontrol kritis yang dapat membuat produk menjadi aman
dimaksud bisa menjadi masyarakat umum atau segmen tertentu dari populasi
seperti bayi atau orang tua. Jika produk tersebut dijual ke rumah sakit atau
dan batasan kritis perlu lebih ketat (HACCP Europa Publication, 2012).
14
Tahap 4 : Menyusun Alur
melihat secara dekat proses produksi dan membuat diagram alir yang
membuat diagram alir tidak perlu rumit dengan menggambarkan proses dari
langkah yang dilewati oleh produk tersebut. Tujuan diagram alir adalah
harus disertakan (HACCP Europa Publication, 2012). Bagan alir atau diagram
alir yang dibuat harus memuat semua tahapan di dalam operasional produksi
(Thaheer, 2005). Diagram alir proses harus mencakup data seperti (Mortimore
Kondisi penyimpanan
Gambaran desain/perlengkapan
15
Tabel 2.1 Simbol yang digunakan dalam diagram alir
ketepatannya. Bagan alir yang telah dibuat belum dapat dikatakan sama dengan
16
melakukannya, pastikan bahwa langkah-langkah yang tertera pada diagram
(HACCP Europa Publication, 2012). Proses diagram alir yang lengkap kadang
kimiawi, maupun fisik. Bahaya ini dapat berasal dari bahan mentah, kemasan,
proses, dan penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun dari
Bahaya aktual dan potensial yang terkait dengan setiap tahapan dalam
proses.
Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap
17
Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap
tersebut terjadi.
tahapan proses.
kelompok yaitu:
1. Bahaya biologis
18
Tabel 2.2 Profil Patogen
19
Organisme Sumber Makanan Terkait Karakteristik
Pertumbuhan Optimum
Vibrio Laut berperairan Kerang dan ikan Aerob
parahaemolyticus hangat 37℃
pH 7,8 – 8,6
aw 0,981
Aspergillus Lingkungan Kacang tanah, biji- 33℃
(aflatoksin) bijian mengandung pH 5,0 – 8,0
minyak aw 0,98 - > 0,99
Virus (mis., Penjamah makanan Kerang dua Virus tidak tumbuh dalam
Norwalk, yang terinfeksi, air cangkang transfer makanan
Hepatitis A kotor, air yang pasif ke makanan
Enterovirus) tercemar siap santan
Sumber : (Mortimore & Wallace, 2004)
2. Bahaya kimia
Bahaya kimia adalah bahaya yang timbul secara kimiawi yang dapat
pada bahan makanan dapat terjadi melalui bahan-bahan, saat produksi atau
Tim HACCP perlu mengkaji ulang setiap zat kimia toksik yang ada pada
bahan mentah dan kemasan. Berikut ini contoh kontaminasi zat kimia
- Kemasan : bahan plastik dan zat aditif, tinta, zat perekat, peluruhan
20
3. Bahaya fisik
dipandang sebagai bahaya pada keamanan makanan jika zat tersebut masuk
Sesuatu yang tajam dan menyebabkan nyeri dan cedera, mis., serpihan
logam, batu.
Alasan lain untuk mengatasi kontaminasi zat asing adalah bahwa zat
Contohnya adalah keberadaan lalat dalam kue krim yang baru matang.
lalat ke dalam kue, bukan lalat itu sendiri yang menjadi bahaya (Mortimore
21
Benda keras dan tajam berukuran panjang 7 – 25 mm adalah
berbahaya.
Benda keras dan tajam berukuran < 7 atau > 25 mm berbahaya untuk
melukai.
Analisis Risiko
potensial dengan resiko menengah. Berikut ini adalah penilaian risiko dengan
22
Tahap 7 : Menentukan Titik Kendali Kritis (TKK)
dihasilkan produk yang aman. Dari hasil identifikasi ini, maka akan didapatkan
apa yang disebut Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (CCP). CCP
dapat didefinisikan sebagai titik, atau tahapan atau prosedur dalam pengolahan
diturunkan pada tingkat yang dianggap aman. Untuk menetapkan apakah suatu
tahapan proses dapat dikategorikan sebagai titik kritis atau bukan, maka
23
P1 Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku yang akan digunakan?
Ya Tidak CCP
Tidak Ya CCP
Bukan CCP
Bagan 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Bahan Baku
Sumber : (Fardiaz, 1996)
24
P1 Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan?
Tidak Ya CCP
Ya Tidak CCP
Bukan CCP
Berhenti
Bagan 2.2 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Proses Pengolahan
Sumber: (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016)
25
Tahap 8 : Menentukan Batas Kritis untuk Masing-Masing TKK
Batas kritis adalah nilai maksimum atau nilai minimum bahaya biologi,
kimia, atau fisik yang teridentifikasi yang harus dikendalikan pada titik kritis
dianggap aman. Setiap CCP akan memiliki satu atau lebih tindakan
efektif setiap batas kritis harus (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016):
dapat diukur pada saat proses produksi berjalan, yaitu seperti paparan suhu
dan waktu pada proses sterilisasi, pH, ukuran benda fisik dan sebagainya.
atau standar perusahaan yang didukung dengan data ilmiah analisis risiko
dan data pemantauan CCP harus dicatat dan didokumentasikan secara rutin.
26
Dokumen sistem pemantauan CCP harus menjelaskan (Surono, Sudibyo, &
Waspodo, 2016):
pengukuran terhadap:
saringan.
Pemeriksaan kimiawi, seperti analisis klorin, pH, dan aw. Jenis uji
kimia lain dapat mencakup analisis residu pestisida, uji residu alergen,
penampakan visual dapat diterapkan pada CCP benda asing, dan tekstur
27
mungkin sangat menentukan untuk penetrasi panas yang efektif, seperti
hasilnya tidak dapat langsung tersedia. Hasil langsung pada saat itu lebih
2. Penetapan frekuensi
dihasilkan.
3. Manusia
4. Pencatatan
Hasil aktivasi pemantauan harus dicatat oleh pemantau CCP. Buku laporan
terkendali, dan catatan itu harus ditelaah secara teratur dan disimpulkan
28
oleh pihak terlatih yang berwenang. Catatan pemantauan CCP dapat
berikut:
tidak memenuhi syarat agar tidak bercampur dengan produk yang normal.
(dengan memeriksa kembali bahwa proses atau produk pada CCP tersebut
secara umum tercakup dalam dua kategori, yaitu validasi dan verifikasi
1. Validasi
29
dikendalikan. Validasi merupakan sebuah pemastian bahwa tindakan
2. Verifikasi
30
untuk mengendalikan CCP. Jika audit internal diselenggarakan–audit
oleh karyawan yang tidak terlibat dalam kajian HACCP ini atau tidak
maupun oleh usaha itu sendiri. Audit secara teratur menghasilkan bukti
terkelola.
Analisis data
praktik higiene yang baik yang menjadi prasyarat, catatan tersebut juga
harus dikaji di tempat asalnya. Jenis data yang perlu dikaji secara
31
a. HACCP : buku laporan harian HACCP, hasil uji, bagan kendali
menunjukkan bahwa sistem itu memang disusun dengan tepat dan berfungsi
dengan benar. Jenis data yang akan disimpan meliputi (Mortimore & Wallace,
2004):
penyimpangan.
Catatan audit
Catatan kalibrasi
32
berkaitan dengan prinsip 1 sampai dengan prinsip 7, yaitu sebagai berikut
Dokumentasi HACCP
(2) HACCP
Fisik
sampai dengan tahapan 12) yang merupakan untuk dari kerangka HACCP.
Penelitian yang dilakukan oleh (Surahman & Ekafitri, 2014), hasil kajian
HACCP terhadap produksi sari buah jambu biji di Pilot Sari Buah B2PTTG
menunjukkan bahwa yang ditetapkan sebagai CCP adalah proses sortasi, pencucian,
33
sterilisasi dan pengisian. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan bahan baku
yang baik, kontrol kebersihan operator, penggunaan air yang sesuai dengan
persyaratan, dan memastikan kecukupan panas saat sterilisasi sari buah. Sedangkan
penyimpangan pada penerapan HACCP paling sering terjadi pada tahap awal yaitu
Surabaya hanya melalui 4 tahap yaitu penetapan bahaya dan risiko, penetapan CCP,
penetapan batas kritis, dan pemantauan CCP. 3 tahap yang lain yaitu penetapan
2.3. Perilaku
yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).
atau bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni
1. Persepsi
34
2. Respon terpimpin
contoh.
3. Mekanisme
4. Adaptasi
menderita penyakit infeksi, bukan karier dari suatu penyakit. Untuk personil
dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, penampilan yang baik dan cara
berkala setiap enam bulan atau satu tahun (Chandra, Ilmu Kedokteran
35
Selalu membasuh tangan setelah menggunakan toilet, sebelum
syarat 73,3% dimana hasil uji statistik di dapatkan p = 0,029. Hal itu
penelitian (Yunus, Umboh, & Pinontoan, 2015), ada hubungan yang signifikan
= 0,002). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 25,200, artinya personal
higiene penjamah makanan yang tidak baik mempunyai peluang 25,200 kali
36
untuk terjadinya kontaminasi Escherichia coli pada makanan. Namun
sebaliknya, pada penelitian (Lestari, Nurjazuli, & D, 2015) tidak ada hubungan
Escherichia coli pada sambal yang disediakan (p = 0,063) dan tidak ada
2.4. Rendang
Rendang merupakan salah satu masakan dari Kota Padang, Sumatera Barat.
Masakan ini sudah ada sejak abad ke-8. Kultur orang Padang yang suka merantau
sering kali membawa rendang sebagai makanan bekal di perjalanan. Kondisi inilah
yang membuat rendang semakin cepat tersebar ke daerah di luar Kota Padang.
Berdasarkan asal katanya, rendang berasal dari kata ‘randang’ dalam bahasa Padang
yang artinya ‘pelan’. Hal ini merujuk pada proses pembuatan rendang yang
memerlukan waktu yang lama. Rendang biasanya terbuat dari daging sapi yang
rendang tidak hanya terbuat dari daging sapi namun dapat menggunakan daging
kambing, daging ayam, udang, ikan, bahkan telur, dan sayuran seperti kentang.
Nama masakan rendang biasanya mengacu dari bahan utamanya, seperti rendang
37
daging, rendang ayam, rendang telur, dan rendang kentang (Sutomo, Rendang:
1. Daging
Daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak, dan
lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar
35,29% Salmonella.
2. Santan
Santan merupakan emulsi lemak dalam air yang diperoleh dari daging
Penelitian yang dilakukan oleh (Suharyono, Erna, & Kurniadi, 2009), total
mikroba krem santan yang paling rendah yaitu 6,6 x 108 CFU/ml dengan
kelapa adalah 1x105 CFU/ml. Total mikroba pada krem santan kelapa
3. Cabai Merah
Cabai merah mengandung kapsaisin yang memberi rasa pedas dan hangat
penambah nafsu makan dan obat pengurang rasa sakit. Kapasaisin bersifat
38
anti koagulan sehingga bisa mencegah seseorang terserang stroke dan
(Suyanti, 2014).
cabai merah giling yang dijual dari beberapa pasar tradisional umumnya
penyegar. Digunakan untuk mengatasi badan letih dan lemah sehabis sakit
Pada penelitian (Yulliani, Indrayudha, & Rahmi, 2011) minyak atsiri daun
5. Serai
Kandungan kimia alamiah yang ada pada herbal ini adalah minyak asiri
disembuhkan dengan serai di antaranya batuk, nyeri dan pegal linu, sakit
39
Dalam penelitian (Puspawati, Suirta, & Bahri, 2016) nilai konsentrasi
hambat minimum (KHM) pada minyak atsiri daun dan batang sereh wangi
terhadap Bakteri yang di Isolasi dari Sapi Mastitis Subklinis, 2009) minyak
konsentrasi 12,5%.
6. Lengkuas
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Parwata & Dewi, 2008), minyak
atsiri rimpang lengkuas pada konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif
7. Kayu Manis
Kandungan kimia dari kayu manis antara lain minyak asiri, safrole,
40
dan ranting yang merupakan nilai utama dari kayu manis. Minyak asiri
antivirus. Kayu manis berkhasiat sebagai obat asam urat, tekanan darah
tinggi, maag, kurang nafsu makan, sakit kepala, diare, perut kembung,
konsentrasi antara 100.000 ppm (part per million) sampai 200.000 ppm
8. Ketumbar
terganggu radang lambung atau pencernaan yang kurang baik, dan haid
adanya pengaruh angka lempeng total yang tidak diberi larutan ketumbar
41
9. Jintan
Manfaat dari jintan hitam yaitu dapat memperbaiki saluran pencernaan dan
yang diartikan tidak terdapat efek antibakteri dari minyak jintan hitam yang
25%, 50%, 75%, dan 100%. Minyak jintan hitam mampu menghambat
Asam kandis adalah asam yang terbuat dari kulit buah sejenis jeruk limau
42
11. Asam Gelugur
Asam yang terbuat dari sejenis mangga hutan yang berwarna merah
kekuningan ketika masih segar. Sering dijual dalam keadaan kering. Selain
memberi rasa asam segar pada masakan, asam gelugur juga bisa
daun asam gelugur selama 5 menit dari waktu memasak pasta gulai
12. Kemiri
Kemiri memiliki khasiat yang banyak untuk kesehatan. Biji kemiri yang
ditumbuk halus dapat dipakai untuk mengobati sakit gigi, bisul, meredakan
demam, dan mengatasi bengkak pada sendi tulang. Biji kemiri juga
13. Pala
Selain itu, pala juga mengandung minyak atsiri, zat samak, dan zat pati
43
2014), menunjukkan bahwa penghambatan ekstrak daging buah pala banda
Escherichia coli.
Pada penelitian (Surono A. S., 2013), ekstrak etanol umbi lapis bawang
merah (Allium cepa L.) dengan konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70%, 80%
udara bebas. Minyak asiri dari bawang putih ini diduga mempunyai
diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin. Di
(Fajri, Erly, & Usman, 2016), menunjukkan bahwa kapsul minyak dan
Escherichia coli.
44
16. Jahe
(nonvolatile oil), dan pati. Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap
dan merupakan suatu komponen yang memberi bau yang khas. Kandungan
dan oleoresin, jahe merah yang kadarnya paling tinggi, lalu disusul oleh
jahe putih kecil dan jahe gajah. Hal itu karena jahe gajah banyak digunakan
2004).
pemberian sari rimpang jahe pada konsentrasi (2%, 4%, 6% dan 8%) dapat
Escherichia coli.
tahapan selanjutnya adalah kerangka HACCP yang terdiri dari: identifikasi analisis
45
bahaya, menentukan titik kendali kritis (TKK), menentukan batas kritis untuk
46
Prinsip 1 – Identifikasi
Prinsip 7 – Dokumentasi dan
analisis hazard
pencatatan
Persiapan dan
Prinsip 2 – Menentukan
Perencanaan
titik kendali kritis
1. Menyusun tim (TKK)
HACCP Bagan alir proses
Prinsip 3 – Menentukan
2. Deskripsi produk Bagan kendali HACCP
batas kritis untuk
rendang
masing-masing TKK Daftar tim HACCP
3. Identifikasi
tujuan akhir Prinsip 4 – Pemantauan Rancangan Gambaran Produk
penggunaan batas kritis setiap TKK HACCP Bagan analisis Hazard
produk rendang
Prinsip 5 – Penetapan
4. Menyusun alur
Tindakan Perbaikan
5. Mengkonfirmasi
Alur
Catatan pemantauan
Audit
Kajian ulang catatan
Prinsip 6 – Penetapan
Prosedur Verifikasi
Catatan CCP
Bagan 2.3 Kerangka Teori
HACCP Pelatihan
Sumber: (Mortimore & Wallace, 2004)
47
BAB III
tahun 2017. Proses pemasakan rendang membutuhkan waktu yang cukup lama,
sehingga perlu mengetahui pada tahap apa yang dapat menjadi titik kritis dan
batas kritis untuk masing-masing TKK, pemantauan batas kritis setiap TKK,
pencatatan.
48
Menyusun tim HACCP
Mengidentifikasi Tujuan
Penggunaan Produk Rendang
Menyusun Alur
Mengkonfirmasi Alur
49
3.2. Definisi Istilah
50
No. Variabel Definisi Istilah
51
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus tahun
Informan dalam penelitian ini adalah karyawan rumah makan padang yang
52
4.4. Instrumen Penelitian
mendalam, lembar observasi, pengukuran suhu, penilaian warna daging, dan uji
laboratorium.
kepada responden.
pada makanan dan melihat apakah rendang yang dikonsumsi masih dalam
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dapat berupa data primer yaitu data
4.6.1. Wawancara
53
rendang. Dari metode wawancara mendalam, informasi yang ingin didapat
adalah proses pembuatan rendang dari bahan-bahan dan alat yang digunakan,
4.6.2. Observasi
rendang.
termometer makanan ke rendang dan secara digital suhu yang diukur akan
Cooler bag
Es batu
Plastik
Label
54
Pulpen
Ya Tidak CCP
Tidak Ya CCP
Bukan CCP
55
Pertanyaan pertama dijawab dengan melihat analisis bahaya
pada bahan baku. Jika jawab P1 adalah “YA” maka lanjut ke pertanyaan
TKK.
Jika jawaban P3 adalah “YA” maka sebagai TKK. Jika “TIDAK” bukan
termasuk TKK.
56
4.6.6.2. Menentukan Titik Kendali Kritis pada proses pengolahan
rendang
Tidak Ya CCP
Ya Tidak CCP
Bukan CCP
Berhenti
57
Pertanyaan pertama (P1): Apakah ada tindakan pengendalian?
atau peningkatan suhu proses) atau produk (mis., formulasi ulang untuk
58
Pertanyaan ketiga (P3): Apakah kontaminasi bahaya yang
diterima?
selanjutnya.
sebagai CCP. Mulai kembali ke decision tree untuk proses atau bahaya
berikutnya.
59
4.7. Pengolahan Data
data yang telah didapatkan dari hasil wawancara mendalam, observasi, pengukuran,
1. Wawancara
2. Observasi
dibandingkan dengan peraturan atau standar yang berlaku, apakah sesuai atau
tidak.
Teknik dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori Miles dan
1. Reduksi data
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dan membuang
informasi yang tidak dipakai kemudian terkumpul data-data yang sesuai dengan
tujuan penelitian.
60
2. Penyajian data (display data)
Data yang sudah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang
Hasil penelitian yang telah terkumpul dan terangkum harus diulang kembali
dengan mencocokkan pada reduksi data dan display data, agar kesimpulan yang
telah dikaji dapat disepakati untuk ditulis sebagai laporan yang memiliki tingkat
identifikasi tujuan akhir penggunaan, penyusunan bagan alir, konfirmasi alur proses
di lapangan, identifikasi dan analisis potensi bahaya pada seluruh tahapan proses
produksi, penentuan titik kendali kritis, penentuan batas kritis untuk setiap titik
1. Triangulasi sumber
rendang.
61
2. Triangulasi teknik
rendang.
62
BAB V
HASIL
Rendang merupakan salah satu makanan khas dari Kota Padang, Sumatera
dan santan. Pertama-tama siapkan bahan dan alat yang digunakan. Daging yang beli
dipasar sudah dipotong-potong terlebih dahulu. Daging langsung dicuci dengan air
yang sudah dihaluskan pada saat membeli di pasar. Tambahkan santan cair lalu
diaduk sampai rata. Cuci daun jeruk, daun kunyit, dan serai sampai bersih.
Kemudian serai dipipihkan menggunakan ulek dan cobek. Setelah itu, masukkan
daun jeruk, daun kunyit, dan serai yang sudah dipipihkan ke dalam penggorengan.
Tambahkan vetsin (MSG) sedikit, tidak dimasukan garam karena bumbu yang
dihaluskan sudah diberi garam. Selanjutnya, aduk kembali dan masak hingga
matang selama dua sampai tiga jam. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut
ini.
“... kan mau masak rendang nih, daging dicuci dulu terus dimasukin, kan
masukin santan nih, terus masukin daun semua, terus diaduk dulu semua.
Jadi kaya laos, jahe, bawang putih, bawang merah, cabe giling. Pertama
naro daging, terus bumbu-bumbu, santan langsung dimasak. Iya daun
jeruk, daun kunyit, serai cuci bersih, terus serai di geprek masukinnya awal
semua. Semua bahan dimasukin pas awal semua. di bumbu udah ada
garamnya dan kasih sedikit (micin)” (A1)
63
5.2. Tim HACCP
Hasil penelitian ini, belum ada tim HACCP di rumah makan padang X.
Untuk keperluan penelitian ini, maka peneliti sendiri bertindak sebagai tim
HACCP. Peneliti dibantu oleh salah satu teman peneliti dan petugas laboratorium
pembuatan rendang dari bahan baku, alat yang dipakai untuk memasak, lingkungan
(dapur, tempat penyimpanan, bangunan), pengukuran suhu, dan bahaya apa saja
yang dapat mengkontaminasi dari mulai pembelian bahan baku hingga rendang
disajikan kepada konsumen. Bahan baku dan rendang yang sudah matang dilakukan
uji laboratorium.
Deskripsi rendang yang dibuat oleh rumah makan padang X dibuat dengan
komposisi yang terdiri dari, daging sapi, cabai merah, daun jeruk purut, serai, daun
kunyit lengkuas, kayu manis, ketumbar, jintan, asam kandis, asam gelugur, kemiri,
pala, bawang merah, bawang putih, jahe, santan. Hal tersebut diperoleh dari
wawancara informan.
“Laos, jahe, bawang putih, bawang merah, kayu manis, ketumbar, jintan,
asam kandis, asam gelugur, kemiri, pala, santan, daging, daun jeruk, daun
kunyit, serai, cabe giling.” (A1)
“... jahe, santan, bawang merah, laos, cabe giling, daging sapi” (A2)
informan.
64
“Pake plastik biasa yang setengah kilo. Kalo belinya sama nasi ya pake
kertas nasi dibungkusnya.” (A1)
“Pake plastik bening gitu tapi kadang pake kertas nasi juga kalo belinya
sama nasi, kalo belinya ga pake nasi baru pake plastik” (A2)
Masa simpan atau kadaluarsa rendang selama dua hari. Rendang bisa tahan
sampai tujuh hari apabila dipanaskan ulang dan disimpan pada suhu ruang. Hal
“Dua hari. Kadang kalo rendang yang bagus tahan 3 hari tuh, yang
matangnya kering sampe item banget” (A1)
“Kalau rendang awetnya itu semakin dipanasin semakin bagus, tambah
enak dia. Bisa tahan selama seminggu. Cuma bedanya nanti makin hitam.
Makin lama makin hitam lebih bagus dia. Tambah keluar minyaknya” (A2)
Rendang yang sudah matang dijual di rumah makan padang dan dapat
dengan informan.
“Iya itu pake wadah yang dari dapur (mangkok). Kalau udah dingin baru
ditutup. Jangan ditaro di kulkas” (A2)
etalase dengan menggunakan mangkuk yang tidak tertutup. Hal tersebut sesuai
“Bawanya pake mangkok biasa. Kalo ibu tidak ditutup, kalau ditutup nanti
basi karena masih panas. Dibuka saja” (A1)
65
Tabel 5.1 Deskripsi Produk Rendang
produk, penyajian, dan konsumen. Rendang yang sudah matang dapat langsung
informan.
“Macem-macem. Dari SMP sampe tua. Ya dari muda sampe tua lah” (A1)
66
Tabel 5.2 Tujuan Akhir Penggunaan Rendang
proses pembuatan rendang dari awal hingga akhir. Proses pembuatan rendang di
rumah makan padang X diawali dengan membeli bahan baku yaitu daging, bumbu,
dan santan. Kemudian bahan diangkut dengan kendaraan bermotor. Bahan baku
diterima masih dalam keadaan baik dan sama seperti saat membeli dipasar.
Sebelum dimasak, siapkan bahan-bahan tadi dengan mencuci terlebih dahulu. Lalu
bahan ke dalam penggorengan/wajan, nyalakan kompor lalu aduk rata dan tunggu
67
Pembelian Bahan Baku
Memasak
rendang yang dibuat sebelumnya sudah sesuai atau belum. Pada konfirmasi alur ini
dilihat secara rinci dari proses pembelian bahan baku hingga penyimpanan dan
68
- Pembelian bahan baku
Pembelian bahan pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Bahan-bahan yang
a) Daging
standar. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian fisik pada daging.
69
Berdasarkan tabel 5.4, hasil pengujian fisik pada daging berwarna
b) Bumbu
merah, daun jeruk purut, serai, lengkuas, kayu manis, ketumbar, jintan,
asam kandis, asam gelugur, kemiri, pala, bawang merah, bawang putih,
makanan.
rendang.
c) Santan
70
kemudian menghasilkan santan. Santan yang keluar dari mesin
bahan yang sudah dibeli kemudian dibawa dengan kendaraan bermotor. Saat
yang selanjutnya akan langsung diolah. Bahan baku yang diterima tidak
mengalami kerusakan.
yang mengalir sampai bersih. Sedangkan bumbu yang sudah dihaluskan dan
71
santan dikeluarkan dari kantung plastik. Untuk bumbu seperti daun jeruk, daun
1. Penggorengan
2. Sodet
informan.
72
- Jadwal pembuatan
- Proses pemasakan
sedang. Bumbu, daging, serta santan diaduk sampai tercampur rata. Sesekali
“... kan mau masak rendang nih, daging dicuci dulu terus dimasukin,
kan masukin santan nih, terus masukin daun semua, terus diaduk dulu
semua. Jadi kaya laos, jahe, bawang putih, bawang merah, cabe giling.
Pertama naro daging, terus bumbu-bumbu, santan langsung dimasak.
Iya daun jeruk, daun kunyit, serai cuci bersih, terus serai di geprek
masukinnya awal semua. Semua bahan dimasukin pas awal semua. di
bumbu udah ada garamnya dan kasih sedikit (micin)” (A1)
”Dua jam. Iya, tapi tergantung juga, kalo rendang yang sampe item
banget yang tahan 3 hari itu 3 jam. Rendang padang yang bagus itu 3
jam.” (A1)
73
- Penyimpanan dan distribusi
wawancara informan.
“Bawanya pake mangkok biasa. Kalo ibu tidak ditutup, kalau ditutup
nanti basi karena masih panas. Dibuka saja” (A1)
“Iya itu pake wadah yang dari dapur (mangkok). Kalau udah dingin
baru ditutup. Jangan ditaro di kulkas” (A2)
“Pake plastik biasa yang setengah kilo. Kalo belinya sama nasi ya pake
kertas nasi dibungkusnya” (A1)
“Pake plastik bening gitu tapi kadang pake kertas nasi juga kalo belinya
sama nasi, kalo belinya ga pake nasi baru pake plastik” (A2)
penyimpanan 0 jam, 12 jam, dan 24 jam. Dari hasil pengukuran tersebut, suhu
26,1°C.
74
5.7. Identifikasi Analisis Bahaya
Analisis bahaya di rumah makan padang X terdiri dari bahan baku dan
proses pengolahan rendang. Analisis bahaya pada bahan baku meliputi daging,
bumbu, dan santan. Sedangkan analisis bahaya pada proses pengolahan terdiri dari
penerimaan bahan baku, proses penyiapan bahan baku, proses penyiapan alat-alat
ini analisis bahaya pada bahan baku (tabel 5.7) dan proses pengolahan (tabel 5.8).
75
Tabel 5.7 Analisis Bahaya pada Bahan Baku Rendang
76
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
77
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
pada bumbu kepala, bumbu yang disimpan dalam wadah yang tertutup dan mencuci bumbu sebelum
sebelum akan dihaluskan tidak penjual menggunakan penutup kepala sampai dihaluskan
dihaluskan dicuci sampai bersih tertutup
Santan Biologi : - Sanitasi kebersihan Tinggi Menjaga kebersihan tempat
Coliform tempat mengolah Berdasarkan Peraturan BPOM No. 5 Tahun penjualan, tempat
santan yang tidak 2015 tentang Pedoman cara ritel pangan yang penampungan air tertutup,
higiene baik di pasar tradisional, lokasi penjualan serta menggunakan sarung
- Penjual yang tidak terjaga kebersihannya, bebas dari sampah, tangan
menggunakan bau, asap, kotoran, dan debu. Tempat
sarung tangan saat penjualan mudah dibersihkan dan dilakukan
mengolah tindakan sanitasi, mudah dipelihara, dan tidak
- Tempat terjadi pencemaran silang diantara produk
penampungan air ataupun bangunan. Bangunan dilengkapi
tidak tertutup dengan sumber air bersih, pipa mengalirkan
air, dan tempat penampungan air.
Fisik : serabut - Serabut yang jatuh Rendah Menggunakan wadah yang
kelapa, batok ke dalam wadah Berdasarkan Peraturan BPOM No. 5 Tahun setengah tertutup pada saat
kelapa, debu, santan 2015 tentang Pedoman cara ritel pangan yang memeras santan, mengupas
rambut - Terdapat sisa batok baik di pasar tradisional: kelapa sampai bersih,
kelapa pada kelapa - Penjual harus memiliki pengetahun, memakai penutup kepala,
yang sulit kemampuan, dan keterampilan mengenai dan menjaga kebersihan
dibersihkan tempat pengolahan
78
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Berdasarkan tabel 5.7, bahaya yang terdapat pada bahan baku pembuatan rendang yaitu bahaya biologi berupa bakteri Coliform, lalat
sebagai perantara adanya kontaminasi bakteri, dan jamur. Sedangkan kontaminasi bahaya fisik meliputi debu, kayu, rambut, tanah yang
menempel pada bumbu sebelum dihaluskan, serabut kelapa, serta batok kelapa.
79
Tabel 5.8 Analisis Bahaya pada Proses Pengolahan Rendang
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
Penerimaan Fisik : debu, Adanya kontaminasi Rendah Pengangkutan menggunakan
bahan baku pasir pada saat proses Berdasarkan Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015 tempat penampungan bahan
pengangkutan tentang Pedoman cara ritel pangan yang baik di makanan yang tertutup dan
pasar tradisional, wadah yang digunakan untuk melakukan pengecekan bahan
mengirim pangan, kemasan maupun wadah dan makanan
material lainnya yang akan digunakan untuk
pangan sebaiknya dalam kondisi bersih dan tidak
digunakan untuk mengangkut bahan selain
pangan.
Kimia : Kontaminasi silang Rendah Menggunakan wadah yang
senyawa kimia dari plastik Berdasarkan Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015 aman untuk pangan
plastik berasal tentang Pedoman cara ritel pangan yang baik di
dari wadah pasar tradisional, penggunaan kemasan tidak
plastik menggunakan kemasan kantong plastik hitam,
plastik daur ulang, kertas koran/kertas bertinta,
dan kemasan yang dilarang lainnya untuk
pangan siap saji.
Proses Fisik : debu dan Debu, tanah, debu Rendah - Mencuci bahan baku
penyiapan tanah yang yang berterbangan Berdasarkan Keputusan BPOM No. sampai bersih
bahan baku menempel pada HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang cara - Bahan baku yang sudah
bahan baku, dibersihkan ditempatkan
80
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
kotoran debu produksi pangan yang baik untuk industri rumah menggunakan wadah yang
dari langit- tangga: tertutup
langit - Lokasi Industri Rumah Tangan Pangan - Menjaga kebersihan dapur
(IRTP) seharusnya dijaga tetap bersih, bebas
dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu.
- Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya
menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh
bahaya fisik, biologis, dan kimia selama
dalam proses produksi serta mudah
dibersihkan dan disanitasi.
Proses Fisik : debu Penyimpanan alat-alat Sedang Penyimpanan alat masak pada
penyiapan masak tidak ditempat Berdasarkan Keputusan BPOM No. tempat yang tertutup (lemari),
alat-alat yang yang tertutup dan HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang cara permukaan peralatan
dipakai wajan digantung di produksi pangan yang baik untuk industri rumah menghadap ke bawah, dan
dinding tangga, semua peralatan seharusnya diperlihara, mengelapnya sebelum
diperiksa, dan dipantau agar berfungsi dengan digunakan
baik dan selalu dalam keadaan bersih.
Penyimpanan peralatan yang telah dibersihkan
tetapi belum digunakan harus di tempat bersih
dan dalam kondisi baik, sebaiknya permukaan
peralatan menghadap ke bawah supaya
81
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
terlindung dari debu, kotoran, atau pencemaran
lainnya.
Kimia : cairan Membilas alat masak Rendah Mencuci dan membilas alat
pencuci piring tidak sampai bersih Berdasarkan Keputusan BPOM No. masak sampai bersih
HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang cara
produksi pangan yang baik untuk industri rumah
tangga, pembersihan dan sanitasi sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan proses fisik
(penyikatan, penyemprotan dengan air
bertekanan/penghisap vakum), proses kimia
(sabun atau deterjen), atau gabungan proses fisik
dan kimia untuk menghilangkan kotoran dan
lapisan jasad renik dari dan peralatan.
Jadwal - - - - - -
pembuatan
Proses Biologi : Terdapat bakteri yang Tinggi Pengaturan suhu pada saat
pemasakan patogen yang tahan panas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI proses masak agar bakteri
tahan terhadap No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi dapat dihilangkan
panas Jasaboga, pengaturan suhu dan waktu perlu
diperhatikan karena setiap bahan makanan
mempunyai waktu kematangan yang berbeda.
82
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
Suhu pengolahan minimal 90°C agar kuman
patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar
kandungan zat gizi tidak hilang akibat
penguapan.
Fisik : debu, - Kondisi dapur Rendah - Menjaga kebersihan dapur
serpihan batu yang tidak higiene Berdasarkan Keputusan BPOM No. dan
- Cobek dan ulek HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang cara - Menggunakan cobek dan
yang sudah produksi pangan yang baik untuk industri rumah ulek yang tidak keropos
keropos tangga,
- Lokasi Industri Rumah Tangan Pangan
(IRTP) seharusnya dijaga tetap bersih, bebas
dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu.
- Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya
menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh
bahaya fisik, biologis, dan kimia selama
dalam proses produksi serta mudah
dibersihkan dan disanitasi.
- Permukaan peralatan yang kontak langsung
dengan pangan harus halus, tidak bercelah
atau berlubang, tidak mengelupas, tidak
berkarat, dan tidak menyerap air.
83
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096
Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga,
keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak
retak, tidak gompal, dan mudah dibersihkan.
Penyimpanan Biologi : - Wadah yang Tinggi Menggunakan wadah yang
dan distribusi - Lalat digunakan tidak Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tertutup, dan pengaturan suhu
sebagai tertutup Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga : saat penyimpanan
perantara - Suhu makanan - Tempat atau wadah penyimpanan yang
kontaminasi dingin digunakan harus terpisah untuk setiap jenis
bakteri makanan jadi dan mempunyai tutup yang
- Pertumbuha dapat menutup sempurna dan dapat
n bakteri mengeluarkan udara panas dari makanan
untuk mencegah pengembunan.
- Penyimpanan makanan jadi harus
memperhatikan suhu yaitu > 60°C.
Fisik : debu - Lokasi penjualan Rendah - Menjaga kebersihan tempat
di pinggir jalan Berdasarkan Keputusan BPOM No. penyimpanan makanan dan
- Wadah tidak HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang rumah makan
tertutup Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri - Memakai wadah yang
Rumah Tangga : tertutup
84
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
- Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih,
bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan
debu.
- Bangunan dan fasilitas IRTP seharusnya
menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh
bahaya fisik, biologis, dan kimia selama
dalam proses produksi serta mudah
dibersihkan dan disanitasi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096
Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga,
tempat atau wadah penyimpanan yang
digunakan harus terpisah untuk setiap jenis
makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat
menutup sempurna dan dapat mengeluarkan
udara panas dari makanan untuk mencegah
pengembunan.
Kimia : bahan Kontaminasi silang Tinggi - Memilih dan menggunakan
kimia pada dari plastik/kertas Berdasarkan Keputusan BPOM No. kemasan yang aman
plastik/kertas pembungkus makanan HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang
pembungkus Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri
makanan Rumah Tangga, seharusnya menggunakan bahan
kemasan yang sesuai untuk pangan. Desain dan
85
Tahapan
Bahaya Sumber Bahaya Penilaian Risiko Pencegahan
Proses
bahan kemasan seharusnya memberikan
perlindungan terhadap produk dalam
memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan,
dan memungkinkan pelabelan yang baik.
Berdasarkan tabel 5.8, bahaya yang mengkontaminasi saat proses pengolahan rendang yaitu bahaya fisik berupa debu, pasir dan
serpihan batu, sedangkan bahaya biologi meliputi patogen yang tahan terhadap panas, lalat sebagai perantara kontaminasi bakteri dan
pertumbuhan bakteri, dan yang terakhir bahaya kimia berasal dari senyawa kimia plastik dari wadah plastik, cairan pencuci piring, dan
86
5.8. Menentukkan Titik Kendali Kritis
Untuk menentukan titik kendali kritis menggunakan decision tree atau pohon
keputusan. Berikut ini penentuan titik kendali kritis pada bahan baku maupun
titik kendali kritis pada bahan baku daging, bumbu, dan santan.
87
Tabel 5.9 Penetapan Titik Kendali Kritis pada Bahan Baku Daging, Bumbu, dan Santan
TKK /
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Pencegahan P1 P2 P3 Bukan Alasan
TKK
Daging Fisik: - Pemotongan Alas yang dipakai Ya Ya Tidak Bukan TKK Pada tahapan
Debu, Kayu menggunakan alas yang untuk memotong penyiapan bahan
terbuat dari kayu daging diganti dengan baku terdapat
- Penjualan daging dalam alas berbahan plastik proses pencucian
keadaan terbuka dan penjualan daging
dalam keadaan tertutup
Biologi: - Perlakuan pada saat Penyimpanan daging Ya Ya Tidak Bukan TKK Akan ada proses
- Coliform pemotongan daging di pada suhu yang rendah pemanasan pada
pasar dan tertutup serta saat memasak
- Suhu daging yang tidak pemotongan sehingga bakteri
sesuai pada saat penjualan menggunakan alat yang yang tumbuh dapat
- Keberadaan lalat sebagai bersih dihilangkan
perantara untuk terjadinya
kontaminasi
- Penjualan daging dengan
kondisi terbuka
88
TKK /
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Pencegahan P1 P2 P3 Bukan Alasan
TKK
Bumbu Fisik: Bumbu dijual dengan keadaan Menggunakan wadah Ya Tidak - TKK Proses berikutnya
Debu, rambut, terbuka dan penjual tidak yang tertutup, penjual tidak ada tahapan
tanah yang menggunakan penutup memakai penutup untuk
menempel pada kepala, bumbu yang akan kepala, dan mencuci menghilangkan
bumbu sebelum dihaluskan tidak dicuci bumbu sebelum bahaya tersebut dan
dihaluskan sampai bersih dihaluskan tidak ada proses
penyaringan saat
mengolah masakan
Biologi: - Bumbu yang dijual tidak Penyajian bumbu Ya Ya Tidak Bukan TKK Terdapat proses
- Coliform menggunakan wadah memakai wadah yang pemanasan pada
- Lalat yang tertutup tertutup dan bumbu- saat memasak
sebagai - Bumbu kering yang sudah bumbu kering disimpan
perantara lama disimpan dan tidak di tempat yang kering
adanya ditempat pada tempat
kontaminasi yang kering
bakteri
- Jamur
89
TKK /
Bahan Bahaya Sumber Bahaya Pencegahan P1 P2 P3 Bukan Alasan
TKK
Santan Fisik : - Serabut yang jatuh ke Menggunakan wadah Ya Tidak - TKK Tidak dilakukannya
serabut kelapa, dalam wadah santan yang setengah tertutup, proses penyaringan
batok kelapa, - Terdapat sisa batok kelapa mengupas kelapa kembali pada saat
debu, rambut pada kelapa yang susah sampai bersih, penyiapan bahan
dibersihkan memakai penutup baku untuk
- Penjual tidak memakai kepala, dan menjaga memasak
penutup kepala kebersihan tempat
- Tempat mengolah yang pengolahan
tidak bersih
Biologi: - Sanitasi kebersihan Menjaga kebersihan Ya Ya Tidak Bukan TKK Saat proses
- Coliform tempat mengolah santan dan menggunakan pemasakan terjadi
yang tidak higiene sarung tangan pemanasan pada
- Penjual yang tidak rendang yang
menggunakan sarung dimasak sehingga
tangan saat mengolah bakteri dapat
dihilangkan
Berdasarkan tabel 5.9, menunjukkan bahwa bahan baku yang termasuk ke dalam titik kendali kritis yaitu bahaya fisik pada bumbu
dan santan. Hal itu dikarenakan pada proses berikutnya tidak ada tahapan untuk menghilangkan bahaya tersebut dan tidak dilakukannya
penyaringan kembali.
90
5.8.2. Menentukkan Titik Kendali Kritis pada Proses Pengolahan
Rendang
tidak sama dengan penentuan TKK bahan baku. Hal itu dikarenakan diagram
pohon yang digunakan berbeda. Berikut ini penentuan titik kendali kritis pada
proses pengolahan terdiri dari, penerimaan bahan baku, penyiapan bahan baku,
dan distribusi.
91
Tabel 5.10 Penetapan Titik Kendali Kritis pada Proses Pengolahan Rendang
TKK /
Tahap
Bahaya Penyebab Pencegahan P1 P2 P3 P4 Bukan Alasan
Proses
TKK
Penerimaan Fisik : Debu, Adanya Pengangkutan bahan Ya Tidak Ya Ya Bukan Mudah dihilangkan dan proses
bahan baku pasir kontaminasi makanan menggunakan TKK selanjutnya bisa
pada saat proses tempat penampungan menghilangkan bahaya
pengangkutan yang tertutup dan tersebut
dan penjualan melakukan pengecekan
saat dipasar bahan makanan
Kimia : senyawa Kontaminasi Menggunakan wadah Ya Tidak Ya - TKK Monomer plastik
kimia plastik silang dari yang aman untuk menkontaminasi bahan baku
yang dipakai plastik pangan
sebagai wadah
Penyiapan Fisik : debu dan Debu, tanah, - Mencuci bahan Ya Ya - - TKK Pada proses ini sudah
bahan baku tanah yang Debu yang baku sampai bersih menghilangkan bahaya fisik
menempel pada berterbangan - Bahan baku yang dengan mencuci bahan baku
bahan baku, sudah dibersihkan daging dan bumbu (daun jeruk,
kotoran debu ditempatkan daun kunyit, dan serai)
dari bangunan menggunakan sebelum dimasak, namun pada
(langit-langit, wadah yang saat setelah mencuci bahan
jendela) tertutup baku tidak ditempatkan pada
- Menjaga kebersihan wadah yang tertutup sehingga
dapur debu dapat menempel kembali
92
TKK /
Tahap
Bahaya Penyebab Pencegahan P1 P2 P3 P4 Bukan Alasan
Proses
TKK
Penyiapan Fisik : Debu Penyimpanan - Penyimpanan alat Ya Tidak Tidak - Bukan Tahap ini sudah
alat-alat yang alat-alat masak masak pada tempat TKK menghilangkan debu pada alat
dipakai tidak ditempat yang tertutup masak yang akan digunakan
yang tertutup (lemari) atau
dan digantung permukaan
di dinding peralatan
menghadap ke
bawah
- Mengelapnya atau
mencuci sebelum
digunakan
Kimia : cairan Membilas alat Mencuci dan membilas Ya Tidak Ya Tidak TKK Bahan kimia yang terkandung
pencuci piring masak tidak alat masak sampai di cairan pencuci piring dapat
sampai bersih bersih mengkontaminasi masakan
Pemasakan Fisik : Debu, - Kondisi - Menjaga kebersihan Ya Ya - - TKK Bahaya fisik yang tidak terlihat
serpihan batu dapur yang dapur dan dapat dikonsumsi oleh
tidak - Menggunakan konsumen
higiene cobek dan ulek
- Cobek dan yang tidak keropos
ulek yang
sudah
keropos
93
TKK /
Tahap
Bahaya Penyebab Pencegahan P1 P2 P3 P4 Bukan Alasan
Proses
TKK
Biologi : Terdapat bakteri Pengaturan suhu pada Ya Ya - - TKK Bakteri yang terdapat di bahan
Patogen yang yang tahan saat proses masak agar baku dapat dihilangkan pada
tahan terhadap panas bakteri dapat tahap ini dengan suhu yang
panas dihilangkan tepat
Penyimpanan Fisik : Debu - Lokasi - Menjaga kebersihan Ya Tidak Ya Tidak TKK Debu yang berterbangan dapat
dan distribusi penjualan di tempat mengkontaminasi rendang di
pinggir jalan penyimpanan etalase
- Wadah tidak makanan dan
tertutup rumah makan
- Memakai wadah
yang tertutup
Biologi : - Wadah yang - Menggunakan Ya Tidak Ya Tidak TKK Selama penyimpanan rendang
- Lalat sebagai digunakan wadah yang tidak dipanaskan kembali
perantara tidak tertutup
kontaminasi tertutup - Pengaturan suhu
bakteri - Suhu saat penyimpanan
- Pertumbuhan makanan
bakteri dingin
Kimia : Senyawa Kontaminasi Memilih dan Ya Tidak Ya Tidak TKK Perpindahan monomer plastik
kimia silang dari menggunakan kemasan atau kertas ke makanan
plastik/kertas plastik/kertas yang aman sehingga makanan
pembungkus pembungkus terkontaminasi
makanan makanan
94
Berdasarkan tabel 5.10, menunjukkan bahwa pada proses pengolahan rendang yang menjadi titik kendali kritis yaitu bahaya kimia
pada tahap penerimaan bahan baku, bahaya fisik tahap penyiapan bahan baku, bahaya kimia tahap penyiapan alat-alat yang dipakai, bahaya
fisik dan biologi tahap pemasakan, serta bahaya fisik, biologi dan kimia pada tahap penyimpanan dan distribusi.
Setelah menentukan titik kendali kritis, kemudian menentukkan batas kritis untuk memusnahkan atau mengendalikan bahaya sampai
dititik yang aman. Batas kritis ditentukan berdasarkan dari bahaya yang ada di bahan baku ataupun proses pengolahan. Berikut ini merupakan
penentuan batas kritis pada TKK bahan baku (Tabel 5.11.) dan proses pengolahan (Tabel 5.12.) di rumah makan padang X.
Tabel 5.11 Penentuan Batas Kritis pada TKK Bahan Baku Rendang
95
Berdasarkan tabel 5.11, batas kritis untuk menghindari bahaya fisik tersebut yaitu bebas dari benda asing berupa debu, rambut,
tanah yang menempel pada bumbu sebelum dihaluskan, serabut kelapa, dan batok kelapa.
Tabel 5.12 Penentuan Batas Kritis pada TKK Proses Pengolahan Rendang
Tahap
Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Proses
Penerimaan Kimia : senyawa kimia plastik Menggunakan wadah yang aman untuk pangan Plastik yang digunakan jenis
bahan baku yang dipakai sebagai wadah plastik PP, HDPE, LDPE, dan
PET atau terdapat logo serta
tulisan aman untuk makanan
Penyiapan Fisik : debu dan tanah yag - Mencuci bahan baku sampai bersih Bebas dari benda asing (debu)
bahan baku menempel pada bahan baku, - Bahan baku yang sudah dibersihkan
kotoran debu dari langit-langit ditempatkan menggunakan wadah yang
tertutup
- Menjaga kebersihan dapur
Proses Kimia : cairan pencuci piring Mencuci dan membilas alat masak sampai bersih Bebas dari bahan kimia yang
penyiapan terdapat di cairan pencuci piring
alat-alat yang
dipakai
Proses Biologi : patogen yang tahan Pengaturan suhu pada saat proses masak agar Suhu saat memasak minimal 90°C
pemasakan terhadap panas bakteri dapat dihilangkan
Fisik : debu, serpihan batu - Menjaga kebersihan dapur dan - Sanitasi dapur yang baik
- Menggunakan cobek dan ulek yang tidak - Bebas dari benda asing
keropos (serpihan batu)
96
Tahap
Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Proses
Penyimpanan Fisik : debu - Menjaga kebersihan tempat penyimpanan - Sanitasi etalase dan rumah
dan distribusi makanan dan rumah makan makan yang baik
- Memakai wadah yang tertutup - Bebas dari benda asing (debu)
Biologi : lalat sebagai perantara - Menggunakan wadah yang tertutup - Bebas dari lalat dan bakteri
kontaminasi bakteri, - Pengaturan suhu saat penyimpanan - Suhu penyimpanan > 60°C
pertumbuhan bakteri
Kimia : senyawa kimia Memilih dan menggunakan kemasan yang aman Plastik atau kertas yang digunakan
plastik/kertas cocok untuk makanan panas, jenis
plastik PP atau terdapat logo
serta tulisan aman untuk makanan
Berdasarkan tabel 5.12, batas kritis pada masing-masing TKK saat memasak rendang yaitu plastik atau kertas yang digunakan cocok
untuk makanan panas, jenis plastik PP, HDPE, LDPE, dan PET atau terdapat logo serta tulisan aman untuk makanan, bebas dari benda
asing berupa debu dan serpihan batu, bebas dari bahan kimia pencuci piring, suhu pemasakan minimal 90°C, dan sanitasi dapur yang baik,
Sanitasi etalase dan rumah makan yang baik, bebas dari lalat dan bakteri serta suhu penyimpanan > 60°C.
97
5.10. Pemantauan Batas Kritis Setiap TKK
Pemantauan batas kritis pada masing-masing TKK mencakup apa yang dipantau, dimana dilakukan pemantauan, bagaimana cara
pemantauan, kapan dilakukan pemantauan dan siapa yang memantau. Berikut ini adalah tabel pemantauan batas kritis bahan baku (tabel
5.13) dan proses pengolahan rendang (tabel 5.14) dirumah makan padang X.
Pemantauan
Bahan Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Bumbu Fisik : Menggunakan wadah Bebas dari benda Keadaan Pasar - Memastikan Saat proses Penjual
Debu, yang tertutup, penjual asing (debu, bahan baku tradisional tidak ada penghalusan
rambut, memakai penutup rambut, tanah) (bumbu) tanah yang bumbu dan
tanah yang kepala, dan mencuci menempel penjualan di
menempel bumbu sebelum pada pasar
pada bumbu dihaluskan bumbu.
sebelum - Memastikan
dihaluskan wadah yang
digunakan
untuk
berjualan,
dan
memakai
98
Pemantauan
Bahan Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
penutup
kepala
Santan Fisik : Menggunakan wadah Bebas dari benda Keadaan Pasar - Memastikan Proses Penjual
Serabut yang setengah asing (serabut bahan baku tradisional tidak ada membuat
kelapa, tertutup, mengupas kelapa, batok (santan) bahaya fisik santan
batok kelapa sampai bersih, kelapa, debu, yang masuk
kelapa, memakai penutup dan rambut) ke dalam
debu, kepala, dan menjaga santan.
rambut kebersihan tempat - Memastikan
pengolahan menggunak
an penutup
kepala
Berdasarkan tabel 5.13, pemantauan batas kritis bahan baku bumbu dan santan yaitu dengan melihat keadaan bahan baku bumbu dan
santan. Tempat dilakukannya pemantauan di pasar tradisional pada saat proses membuat bumbu dan santan. Pelaksanaannya pemantauan
dengan memastikan tidak ada tanah yang menempel pada bumbu, wadah yang digunakan untuk berjualan dan memakai penutup kepala, serta
tidak ada bahaya fisik yang masuk ke dalam santan. Pemantauan dilakukan oleh penjual bumbu dan santan.
99
Tabel 5.14 Pemantauan Batas Kritis pada Proses Pengolahan Rendang
Tahap Pemantauan
Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Penerimaan Kimia : Menggunakan wadah Plastik yang Plastik Pasar Mengecek Saat Penjamah
bahan baku senyawa yang aman untuk digunakan jenis jenis plastik membeli makanan
kimia pangan plastik PP, HDPE, yang dipakai bahan baku
plastik LDPE, dan PET atau penjual
yang sebagai
dipakai terdapat logo serta wadah bahan
sebagai tulisan aman untuk baku
wadah makanan
Penyiapan Fisik : - Mencuci bahan Bebas dari benda Keadaan Dapur Pengecekan Setiap Penjamah
bahan baku debu dan baku sampai bersih asing (debu, tanah) bahan kembali menyiapkan makanan
tanah yang - Bahan baku yang baku yang bahan baku bahan baku
menempel sudah dibersihkan sudah yang sudah
pada bahan ditempatkan disiapkan disiapkan
baku, menggunakan
kotoran wadah yang
debu dari tertutup
langit- - Menjaga
langit kebersihan dapur
Penyiapan Kimia : Mencuci dan membilas Bebas dari bahan Keadaan Dapur Pengecekan Setiap Penjamah
alat-alat Cairan alat masak sampai kimia yang terdapat alat-alat alat-alat menyiapkan makanan
yang dipakai pencuci bersih di cairan pencuci untuk masak yang alat-alat
piring piring memasak akan dipakai masak
100
Tahap Pemantauan
Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Pemasakan Fisik : - Menjaga - Sanitasi dapur Keadaan Dapur Mengecek Setiap Penjamah
Debu, kebersihan dapur yang baik rendang kebersihan memasak makanan
serpihan dan - Bebas dari benda pada saat dapur, dan rendang
batu, - Menggunakan asing (serpihan dimasak alat masak
cobek dan ulek batu, rambut)
yang tidak keropos
Biologi : Pengaturan suhu pada Suhu saat memasak Suhu Dapur Mengukur Setiap Penjamah
Patogen saat proses masak agar minimal 90°C pada saat suhu saat memasak makanan
yang tahan bakteri dapat memasak proses rendang
terhadap dihilangkan memasak
panas
Penyimpana Fisik : - Menjaga - Sanitasi etalase Keadaan Etalase Mengecek Setiap Penjamah
n dan debu kebersihan tempat dan rumah makan wadah dan kebersihan penyimpana makanan
distribusi penyimpanan dan yang baik dan rumah etalase dan n rendang
rumah makan - Bebas dari benda tempat makan rumah di etalase
- Memakai wadah asing (debu) penyimpa makan,
yang tertutup nan mengecek
wadah yang
dipakai
Biologi : - Menggunakan - Bebas dari lalat Keadaan Etalase Mengukur Setiap Penjamah
lalat wadah yang dan bakteri rendang suhu saat penyimpana makanan
sebagai tertutup - Suhu saat penyimpana n rendang
perantara - Pengaturan suhu penyimpanan penyimpa n dan di etalase
kontaminas saat penyimpanan >60°C nan mengecek
i bakteri,
101
Tahap Pemantauan
Bahaya Pencegahan Batas Kritis
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
pertumbuh wadah yang
an bakteri dipakai
Kimia : Memilih dan Plastik atau kertas Wadah Tempat Mengecek Setiap Penjamah
senyawa menggunakan wadah yang digunakan plastik/ke penjual jenis membeli makanan
kimia yang aman cocok untuk makanan rtas yang plastik plastik/kerta plastik/kert
plastik/kert panas, jenis plastik dipakai s yang as
as PP atau terdapat logo untuk dipakai
kemasan
serta tulisan aman rendang
untuk makanan
Berdasarkan tabel 5.14, pemantauan batas kritis proses pengolahan rendang yaitu dengan melihat plastik yang digunakan sebagai
wadah bahan baku, keadaan bahan baku yang sudah disiapkan, alat-alat untuk memasak, rendang pada saat dimasak, suhu saat memasak,
wadah dan tempat penyimpanan, rendang saat penyimpanan, dan wadah plastik/kertas yang dipakai untuk kemasan rendang. Pelaksanaan
pemantauan dilakukan di dapur, etalase, rumah makan, dan tempat penjual plastik. Pelaksanaan pemantauan batas kritis dilakukan dengan
mengecek jenis plastik yang dipakai penjual sebagai wadah bahan baku, pengecekan kembali bahan baku yang sudah disiapkan, pengecekan
alat-alat masak yang akan dipakai, mengecek kebersihan dapur dan alat masak, mengukur suhu saat proses memasak, mengecek kebersihan
etalase dan wadah yang dipakai, mengukur suhu saat penyimpanan, dan mengecek jenis plastik/kertas yang dipakai. Waktu dilaksanakannya
102
pemantauan pada setiap membeli bahan baku, menyiapkan bahan baku, menyiapkan alat-alat masak, saat memasak rendang, penyimpanan
rendang di etalase, dan membeli plastik/kertas. Pemantauan dilakukan oleh penjamah makanan.
Dalam suatu proses, terdapat tahapan yang bahayanya melampaui batas atau produk yang dihasilkan tidak aman. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan. Berikut ini tindakan perbaikan pada bahan baku (Tabel 5.15) dan
Batas Pemantauan
Bahan Bahaya Tindakan Perbaikan
Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Bumbu Fisik : Debu, Bebas dari Keadaan Pasar - Memastikan Saat proses Penjual - Penjamah makanan
rambut, tanah benda asing bahan tradisional tidak ada penghalusan mengembalikan bahan baku,
yang (debu, baku tanah yang bumbu dan memberikan saran kepada
menempel rambut, (bumbu) menempel penjualan di penjual
pada bumbu tanah) pada pasar - Memilih penjual bahan baku
sebelum bumbu. (bumbu) yang dapat menjamin
dihaluskan - Memastikan keamanan pangan dan terhindar
wadah yang dari bahaya fisik
digunakan
103
Batas Pemantauan
Bahan Bahaya Tindakan Perbaikan
Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
untuk
berjualan,
dan
memakai
penutup
kepala
Santan Fisik : Bebas dari Keadan Pasar - Memastikan Proses Penjual - Penjamah makanan
serabut benda asing bahan tradisional tidak ada membuat mengembalikan bahan baku,
kelapa, batok (serabut baku bahaya fisik santan memberikan saran kepada
kelapa, debu, kelapa, (santan) yang masuk penjual
rambut batok ke dalam - Memilih penjual bahan baku
kelapa, santan. (santan) yang dapat menjamin
debu, dan - Memastikan keamanan pangan dan terhindar
rambut) menggunaka dari bahaya fisik
n penutup
kepala
Berdasarkan tabel 5.15, tindakan perbaikan yang dapat dilakukan pada bahan baku bumbu dan santan yaitu mengembalikan bahan
baku kepada penjual, memberikan saran kepada penjual, memilih penjual bahan baku yang dapat menjamin keamanan pangan dan terhindar
104
Tabel 5.16 Tindakan Perbaikan pada Proses Pengolahan Rendang
105
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
alat-alat yang pencuci cairan cairan untuk masak yang alat-alat
dipakai piring pencuci piring memasak akan dipakai memasak
Proses Biologi : Suhu saat Suhu pada Dapur Mengukur Setiap Penjamah Penjamah makanan
pemasakan patogen memasak saat suhu saat memasak makanan mengatur suhu
yang tahan minimal 90°C memasak proses rendang sampai minimal 90°C
terhadap memasak atau jika suhu tidak
panas sesuai dapat
memperpanjang atau
mempersingkat
waktu pemasakan
Fisik : debu, - Sanitasi Keadaan Dapur Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan
serpihan dapur yang rendang pada kebersihan memasak makanan membersihkan dapur
batu baik saat dimasak dapur, dan rendang serta mengganti ulek
- Bebas dari alat masak dan cobek yang
benda asing sudah keropos
(serpihan
batu, debu)
Penyimpanan Fisik : debu - Sanitasi Keadaan Etalase Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan
dan distribusi etalase dan wadah dan dan kebersihan penyimpanan makanan membersihkan
rumah tempat rumah etalase dan rendang di etalase dan rumah
makan baik penyimpanan makan rumah etalase makan serta
makan,
106
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
- Bebas dari mengecek mengganti wadah
benda asing wadah yang yang ada tutupnya
(debu) dipakai
Biologi : - Bebas dari Keadaan Etalase Mengukur Setiap Penjamah Penjamah mengatur
lalat sebagai lalat dan rendang saat suhu saat penyimpanan makanan suhu saat
perantara bakteri penyimpanan penyimpanan rendang di penyimpanan
kontaminasi - Suhu dan etalase dietalase >60°C serta
bakteri, penyimpana mengecek mengganti wadah
pertumbuha n >60°C wadah yang yang ada tutupnya
n bakteri dipakai
Kimia : Plastik atau Wadah Tempat Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan
senyawa kertas yang plastik/kertas penjual jenis membeli makanan mengganti jenis
kimia digunakan yang dipakai plastik plastik/kertas plastik/kertas plastik/kertas
cocok untuk untuk yang dipakai
plastik/kerta pembungkus
makanan panas, kemasan
s rendang makanan
jenis plastik PP
atau terdapat
logo serta
tulisan aman
untuk makanan
107
Berdasarkan tabel 5.16, tindakan perbaikan yang dapat dilakukan pada proses pengolahan rendang yaitu memilih pemasok yang dapat
menjamin kemasan yang dipakai aman untuk makanan dan mengganti plastik yang aman untuk pangan, mencuci kembali bahan baku yang
akan digunakan, membilas kembali alat-alat masak yang dipakai, suhu diatur minimal 90°C atau jika suhu tidak sesuai dapat memperpanjang
atau mempersingkat waktu pemasakan dan membersihkan dapur, mengganti ulek dan cobek yang sudah keropos, membersihkan etalase dan
rumah makan serta mengganti wadah yang ada tutupnya, mengatur suhu saat penyimpanan di etalase >60°C, dan mengganti jenis
Verifikasi yang dilakukan pada bahan baku dan proses pengolahan rendang di rumah makan padang X sebagai berikut.
Pemantauan
Bahan Bahaya Batas Kritis Tindakan Perbaikan Verifikasi
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Bumbu Fisik : Bebas dari Keadaan Pasar - Memastikan Saat proses Penjual - Penjamah Penjamah
Debu, benda asing bahan tradisional tidak ada penghalusan makanan makanan meninjau
rambut, (debu, baku tanah yang bumbu dan mengembalikan penjual yang dapat
tanah yang rambut, (bumbu) menempel penjualan di bahan baku, memenuhi kriteria
menempel tanah) pada bumbu. pasar bahan baku
108
Pemantauan
Bahan Bahaya Batas Kritis Tindakan Perbaikan Verifikasi
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
pada - Memastikan memberikan saran bumbu yang aman
bumbu wadah yang kepada penjual dari bahaya fisik
sebelum digunakan - Memilih penjual
dihaluskan untuk bahan baku
berjualan, dan (bumbu) yang
memakai dapat menjamin
penutup keamanan pangan
kepala dan terhindar dari
bahaya fisik
Santan Fisik : Bebas dari Keadan Pasar - Memastikan Proses Penjual - Penjamah Penjamah
serabut benda asing bahan tradisional tidak ada membuat makanan makanan meninjau
kelapa, (serabut baku bahaya fisik santan mengembalikan penjual yang dapat
batok kelapa, batok (santan) yang masuk bahan baku, memenuhi kriteria
kelapa, kelapa, debu, ke dalam memberikan saran bahan baku santan
debu, dan rambut) santan. kepada penjual yang aman dari
rambut - Memastikan - Memilih penjual bahaya fisik
menggunakan bahan baku
penutup (santan) yang
kepala
dapat menjamin
keamanan pangan
dan terhindar dari
bahaya fisik
109
Berdasarkan tabel 5.17, prosedur verifikasi pada bahan baku rendang yaitu penjamah makanan meninjau penjual yang dapat
memenuhi kriteria bahan baku bumbu dan santan yang aman dari bahaya fisik.
110
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis Verifikasi
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
debu dari
langit-langit
Proses Kimia : Bebas dari bahan Keadaan alat- Dapur Pengecekan Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah
penyiapan cairan kimia yang alat untuk alat-alat menyiapkan makanan membilas kembali makanan
alat-alat yang pencuci terdapat di cairan memasak masak yang alat-alat alat-alat yang dipakai meninjau alat-alat
dipakai piring cairan pencuci akan dipakai memasak yang dipakai
piring
Proses Biologi : Suhu saat Suhu pada Dapur Mengukur Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah
pemasakan patogen yang memasak saat suhu saat memasak makanan mengatur suhu makanan telah
tahan minimal 90°C memasak proses rendang sampai minimal 90°C mencatat suhu
terhadap memasak atau jika suhu tidak pada saat
panas sesuai dapat memasak
memperpanjang atau
mempersingkat
waktu pemasakan
Fisik : debu, - Sanitasi Keadaan Dapur Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah
serpihan batu dapur yang rendang pada kebersihan memasak makanan membersihkan dapur makanan telah
baik saat dimasak dapur, dan rendang serta mengganti ulek mengecek alat
- Bebas dari alat masak dan cobek yang masak dan
benda asing sudah keropos meninjau
(serpihan kebersihan dapur
batu, debu)
Penyimpanan Fisik : debu - Sanitasi Keadaan Etalase Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah telah
dan distribusi etalase dan wadah dan dan kebersihan penyimpanan makanan membersihkan meninjau
111
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis Verifikasi
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
rumah makan tempat rumah etalase dan rendang di etalase dan rumah kebersihan
baik penyimpanan makan rumah etalase makan serta etalase dan
- Bebas dari makan, mengganti wadah rumah makan
serta mengecek
benda asing mengecek yang ada tutupnya
wadah yang
(debu) wadah yang dipakai
dipakai
Biologi : lalat - Bebas dari Keadaan Etalase Mengukur Setiap Penjamah Penjamah mengatur Penjamah telah
sebagai lalat dan rendang saat suhu saat penyimpanan makanan suhu saat mencatat suhu
perantara bakteri penyimpanan penyimpanan rendang di penyimpanan saat penyimpanan
kontaminasi - Suhu dan etalase dietalase >60°C serta dan mengecek
bakteri, penyimpanan mengecek mengganti wadah wadah yang
pertumbuhan >60°C wadah yang yang ada tutupnya dipakai
bakteri dipakai
Kimia : Plastik atau Wadah Tempat Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah telah
senyawa kertas yang plastik/kertas penjual jenis membeli makanan mengganti jenis mengecek jenis
kimia digunakan cocok yang dipakai plastik plastik/kertas plastik/kertas plastik/kertas plastik/kertas
untuk makanan untuk yang dipakai
plastik/kertas pembungkus pembungkus
panas, jenis kemasan
rendang makanan makanan
plastik PP atau
terdapat logo
serta tulisan
aman untuk
makanan
112
Berdasarkan tabel 5.18, prosedur verifikasi pada proses pengolahan rendang yaitu penjamah makanan meninjau penjual yang dapat
menjamin kemasan plastik yang digunakan aman untuk pangan dan mengecek jenis plastik yang dipakai, meninjau kebersihan bahan baku dan
tempat pengolahan, telah mengecek jenis plastik yang digunakan aman untuk pangan, meninjau alat-alat yang dipakai, telah mencatat
pengukuran suhu pada saat memasak, telah mengecek alat masak, meninjau kebersihan dapur, meninjau kebersihan etalase dan rumah makan
serta mengecek wadah yang dipakai, telah mencatat suhu saat penyimpanan, serta telah mengecek jenis plastik/kertas pembungkus makanan.
Pada proses penerapan HACCP harus didokumentasikan dan dicatat. Berikut ini tabel pencatatan pada bahan baku rendang (Tabel
5.25) dan proses pengolahan rendang (Tabel 5.19), serta tabel dokumentasi (tabel 5.20) di rumah makan padang X.
Batas Pemantauan
Bahan Bahaya Tindakan Perbaikan Verifikasi Pencatatan
Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Bumbu Fisik : Bebas Keadaan Pasar - Memastikan tidak Saat proses Penjual - Penjamah makanan Memilih penjual Data
Debu, dari bahan tradisional ada tanah yang penghalusan mengembalikan bahan yang dapat pengecekan
rambut, benda baku menempel pada bumbu dan baku, memberikan memenuhi kriteria bahan baku
tanah yang asing (bumbu) bumbu. penjualan di saran kepada penjual bahan baku (bumbu)
menempel (debu, pasar
113
Batas Pemantauan
Bahan Bahaya Tindakan Perbaikan Verifikasi Pencatatan
Kritis
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
pada rambut, - Memastikan - Memilih penjual bahan bumbu yang aman
bumbu tanah) wadah yang baku (bumbu) yang dari bahaya fisik
sebelum digunakan untuk dapat menjamin
dihaluskan berjualan, dan keamanan pangan dan
memakai penutup terhindar dari bahaya
kepala fisik
Santan Fisik : Bebas Keadan Pasar - Memastikan tidak Proses Penjual - Penjamah makanan Memilih penjual Data
serabut dari bahan tradisional ada bahaya fisik membuat mengembalikan bahan yang dapat pengecekan
kelapa, benda baku yang masuk ke santan baku, memberikan memenuhi kriteria bahan baku
batok asing (santan) dalam santan. saran kepada penjual bahan baku santan (santan)
kelapa, (serabut - Memastikanmeng - Memilih penjual bahan yang aman dari
debu, kelapa, gunakan penutup baku (santan) yang bahaya fisik
rambut batok kepala dapat menjamin
kelapa, keamanan pangan dan
debu,
terhindar dari bahaya
dan
fisik
rambut)
Berdasarkan tabel 5.19, pencatatan yang dilakukan pada bahan baku rendang yaitu berupa data pengecekan bahan baku bumbu dan santan.
114
Tabel 5.20 Pencatatan Proses Pengolahan Rendang
115
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis Verifikasi Pencatatan
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
Proses Biologi : Suhu saat Suhu pada Dapur Mengukur Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah Data
pemasakan patogen memasak saat suhu saat memasak makanan mengatur suhu makanan telah pengukuran
yang tahan minimal 90°C memasak proses rendang sampai minimal mencatat suhu temperatur
terhadap memasak dan analisis
90°C atau jika suhu pada saat
panas laboratorium
tidak sesuai dapat memasak
memperpanjang atau
mempersingkat
waktu pemasakan
Fisik : debu, - Sanitasi Keadaan Dapur Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah Data
serpihan dapur yang rendang kebersihan memasak makanan membersihkan makanan pengecekan
batu baik pada saat dapur, dan rendang dapur serta mengecek alat alat masak dan
- Bebas dari dimasak alat masak
mengganti ulek dan masak dan
kebersihan
benda asing dapur
(serpihan cobek yang sudah meninjau
batu) keropos kebersihan
dapur
Penyimpanan Fisik : debu - Sanitasi Keadaan Etalase Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah telah Data
dan distribusi etalase dan wadah dan dan kebersihan penyimpana makanan membersihkan meninjau pengecekan
rumah tempat rumah etalase dan n rendang di etalase dan rumah kebersihan kebersihan
etalase dan etalase dan
makan baik penyimpana makan rumah etalase makan serta
rumah makan rumah makan
- Bebas dari n makan, mengganti wadah serta mengecek serta wadah
benda asing mengecek yang ada tutupnya wadah yang untuk
(debu) wadah yang dipakai menyimpan
dipakai rendang di
etalase
116
Tahap Pemantauan Tindakan
Bahaya Batas Kritis Verifikasi Pencatatan
Proses Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Perbaikan
Biologi : - Bebas dari Keadaan Etalase Mengukur Setiap Penjamah Penjamah mengatur Penjamah telah Data
lalat sebagai lalat dan rendang saat suhu saat penyimpana makanan suhu saat mencatat suhu pengukuran
perantara bakteri penyimpana penyimpanan n rendang di penyimpanan saat temperatur,
analisis
kontaminasi - Suhu n dan etalase dietalase >60°C penyimpanan
laboratorium,
bakteri, penyimpana mengecek serta mengganti dan mengecek pengecekan
pertumbuha n >60°C wadah yang wadah yang ada wadah yang wadah untuk
n bakteri dipakai tutupnya dipakai menyimpan
rendang di
etalase
Kimia : Plastik atau Wadah Tempat Mengecek Setiap Penjamah Penjamah makanan Penjamah telah Data
senyawa kertas yang plastik/kerta penjual jenis membeli makanan mengganti jenis mengecek jenis pengecekan
kimia digunakan s yang plastik plastik/kertas plastik/kerta plastik/kertas plastik/kertas jenis
cocok untuk dipakai yang dipakai s plastik/kertas
plastik/kerta pembungkus pembungkus
makanan panas, untuk pembungkus
s kemasan makanan makanan makanan
jenis plastik PP
rendang
atau terdapat
logo serta
tulisan aman
untuk makanan
Berdasarkan tabel 5.20, pencatatan yang dilakukan pada saat proses pengolahan adalah data pengecekan jenis plastik, pengecekan
penyiapan bahan baku dan kebersihan dapur, data pengecekan peralatan masak, data pengukuran temperatur dan analisis laboratorium, data
117
pengecekan kebersihan etalase dan rumah makan serta wadah untuk menyimpan
Dokumentasi HACCP
1. Informasi Proses dan Produk
1.1. Deskripsi Produk
1.2. Tujuan Akhir Penggunaan Produk
1.3. Diagram Alir
1.4. Konfirmasi Diagram Alir
2. HACCP
2.1. Identifikasi analisis bahaya
2.2. Menentukkan titik kendali kritis (TKK)
2.3. Menentukkan batas kritis
2.4. Pemantauan batas kritis
2.5. Penetapan tindakan perbaikan
2.6. Penetapan prosedur verifikasi
2.7. Pencatatan dan Dokumentasi
terdiri dari deskripsi produk, tujuan akhir penggunaan produk, diagram alir,
lembar pengecekan.
118
5.14. Hasil Pengujian Mikrobiologi pada Rendang
tidak. Rendang diuji pada 0 jam, 12 jam, dan 24 jam. Berikut ini hasil pengujian
tersebut.
Keterangan
Rendang 0 Rendang 12 Rendang 24
Bakteri (SNI
Jam Jam Jam
7474:2009)
Angka < 1,0 x 101 1,0 x 102 9,6 x 102
Memenuhi
Lempeng Total koloni/gr koloni/gr koloni/gr
syarat
(ALT)
Coliform < 3 APM/gr < 3 APM/gr < 3 APM/gr Memenuhi
syarat
Salmonella Negatif Negatif Negatif Memenuhi
syarat
Clostridium Negatif Negatif Negatif Memenuhi
perfringens syarat
Kapang dan < 1,0 x 101 < 1,0 x 101 < 1,0 x 101 Memenuhi
khamir koloni/gr koloni/gr koloni/gr syarat
jam masih berada dibawah ambang batas SNI. Namun, angka lempeng total
mengalami kenaikan pada rendang 0 jam sampai dengan 24 jam. Sedangkan bakteri
Coliform, serta kapang dan khamir tidak mengalami kenaikan. Untuk bakteri
Berikut ini adalah grafik dari pertumbuhan bakteri ALT pada rendang 0 jam,
119
Grafik 6.1 Pertumbuhan Bakteri ALT pada Rendang 0 Jam, 12 Jam, dan 24 Jam
120
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis kualitas kimia (pH, kadar air, kadar
abu, kadar lemak, dan kadar protein) sehingga tidak diketahui faktor yang
3. Pada penelitian ini tidak menguji kualitas air yang digunakan untuk mencuci
bahan baku dan pemerasan santan, serta analisis swab peralatan masak dan
secara rinci.
sebaiknya tidak dijalankan oleh satu orang saja walaupun bagi perusahaan skala
menengah dan kecil. Pengembangan proyek HACCP harus dilakukan oleh tim
multidisipliner. Untuk keperluan penelitian ini maka peneliti dan satu orang teman
peneliti bertindak sebagai tim HACCP dan dari pihak luar yaitu petugas
laboratorium.
121
Menurut (Thaheer, 2005), bidang keahlian yang sebaiknya terwakilkan pada
quality control, laboratory analyst, legal officer, dan procurement officer (masukan
mengenai bahan baku). Sedangkan (Mortimore & Wallace, 2004) tim HACCP
mengendalikan bahaya atau menurunkan bahaya ke titik yang lebih aman. Tetapi
dalam proses pemasakan dan alat yang dipakai untuk masak tim HACCP tidak
pembuatan rendang.
kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan tim HACCP karena anggota
tim HACCP tidak ada yang mengetahui bagaimana proses pembuatan rendang.
yang berisi tentang komposisi, sifat fisik atau kimia, perlakuan mikrosida atau
122
Hasil penelitian sejalan dengan teori (Thaheer, 2005) yaitu deskripsi produk
masa kadaluarsa selama dua hari. Apabila rendang dipanaskan kembali dapat
1994), mengemukakan bahwa terjadi peningkatan total mikroba pada rendang yang
tidak dipanaskan. Sedangkan pada rendang yang dipanaskan, angka total mikroba
atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu sasaran konsumennya.
produk terdiri dari bayi, ibu hamil dan menyusui, manula, orang sakit atau dalam
perawatan pengobatan, dan orang dengan daya tahan tubuh yang rendah atau alergi
Hasil tujuan akhir penggunaan rendang pada penelitian ini berupa produk
rendang daging, dapat disajikan langung dikonsumsi setelah diolah, dan konsumen
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yuniarti, Azlia, & Sari, 2015), dalam
123
dan konsumen berusia anak-anak hingga dewasa. Hasil penelitian tersebut sama
dengan penelitian (Trisnaini, 2012), pada deskripsi produk tujuan akhir penggunaan
bola-bola daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit diperuntukan bagi pasien dari semua
kalangan, usia, dan kelas sehingga pasien anak-anak maupun dewasa dan pasien
kelas III sampai dengan kelas I dengan diet tinggi kalori dan tinggi protein dapat
Menurut (Hui, Cornillon, Lim, Murrell, & Nip, 2004), proses diagram alir
tertentu yang ditinjau. Diagram alir dirancang untuk memberikan deskripsi lengkap
tentang semua langkah yang terlibat dalam proses pembuatan dari bahan baku yang
diterima sampai pengiriman produk jadi. Sejalan dengan (Mortimore & Wallace,
membuat rendang terdiri dari daging sapi, bumbu, dan santan. Bumbu yang dibeli
menggunakan kendaraan bemotor. Kondisi bahan baku yang diterima masih sama
saat pembelian dipasar, tidak ada kerusakan pada bahan baku selama pengangkutan.
debu, pasir dan benda asing lainnya. Siapkan alat-alat masak yang akan dipakai dan
atau penggorengan kemudian aduk rata. Tunggu sampai rendang matang dan
124
Menurut (Sutomo, Rendang: Juara Masakan Terlezat Sedunia, 2012),
santan tanpa ditumis terlebih dahulu. Selanjutnya santan dituang dan dimasak
dengan api sedang sambil sesekali diaduk-aduk hingga diperoleh tekstur rendang
Bagan alir yang dibuat belum dikatakan sama dengan proses sebenarnya di
langsung (Thaheer, 2005). Keakuratan diagram alir proses yang lengkap kemudian
harus diperiksa dengan cara mengamati jalannya proses dan membandingkan setiap
langkah pada proses dengan diagram (Mortimore & Wallace, 2004). Berikut ini
bersih, segar, dan tidak tercemar (Arisman, 2009). Pembelian bahan baku
125
untuk membuat rendang terdiri dari daging, bumbu, dan santan cair. Berikut
a) Daging
Daging adalah bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman,
layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar,
daging segar dingin, atau daging beku. Definisi daging segar adalah
daging yang belum diolah dan atau tidak ditambahkan dengan bahan
rendang menggunakan bahan baku daging segar. Hal ini terlihat dari
hasil uji fisik (tabel 5.4), daging yang digunakan berwarna merah terang
dengan skor tiga. Hal itu sesuai dengan standar SNI 3932:2008 pada
dengan daging wagyu yang memiliki warna lebih gelap akibat dikemas
kontaminasi awal pada daging sapi segar salah satunya dapat dilihat
dari jumlah angka lempeng total (ALT) dan Escherichia coli, karena
bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan
126
diperoleh sebesar 2,5 x 103 menunjukkan bahwa hasil uji tersebut masih
daging yang diteliti berkisar antara 0,93 x 105 - 3,1 x 105 koloni/gr yang
atau lebih jenis mikroba patogen atau berkorelasi dengan adanya toksin
hasil uji Coliform pada daging tidak memenuhi syarat SNI 3938:2008
Coliform pada daging berkisar antara angka 0,11 x 107 APM/gr hingga
dalam keadaan terbuka, dan daging disimpan dalam suhu yang tidak
127
semakin cepat, serta peralatan yang tidak steril juga menambah
olahannya yang akan digunakan dalam waktu 3 hari atau kurang suhu
(Sakti, Rudyanto, & Suarjana, 2012), rata-rata dari hasil jumlah bakteri
Coliform pada telur ayam lokal yang disimpan pada suhu kamar dan
rataan total bakteri Coliform pada suhu kamar ialah 93 x 104 lebih tinggi
bersifat mesofilik dapat berkembang biak pada suhu kamar dengan baik
merah terang. Dari hasil pengujian ALT, daging sudah memenuhi syarat
128
bahwa ketika pembelian daging dipasar, dijual dengan keadaan yang
b) Bumbu
daun kunyit, daun jeruk purut, kunyit, serai, daun salam, lengkuas, kayu
manis, ketumbar, jintan, asam kandis, asam gelugur, kemiri, pala, dan
jahe.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan SNI 7388:2009. Bumbu yang dipakai
terdiri dari: cabai merah, daun jeruk purut, serai, daun kunyit, lengkuas,
129
kayu manis, ketumbar, jintan, asam kandis, asam gelugur, kemiri, pala,
mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait dengan
produksi. Hasil pengujian bumbu rendang pada bakteri ALT yaitu 3,0 x
total terhadap daya awet tahu. Tahu yang direndam dengan larutan
dengan Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015, pangan yang akan diolah
lebih lanjut (bumbu, santan, dll) harus disimpan pada suhu 4°C atau jika
disimpan pada suhu kamar (28 - 32°C) sebaiknya tidak lebih dari 4 jam.
130
Foods - Chapter 3. Factors that Influence Microbial Growth, 2001),
wadah yang digunakan tidak tertutup dan suhu tidak optimal sehingga
karena itu, penjual bumbu memakai wadah yang dipakai harus tertutup
dan penyajian tidak lebih dari 4 jam. Pemilik rumah makan padang juga
c) Santan
Santan adalah cairan putih kental hasil ekstrasi dari kelapa yang
dihasilkan dari ekstrak (daging buah) kelapa tua baik dengan atau tanpa
131
pembuatan di pasar tradisional, kelapa diparut terlebih dahulu kemudian
Coliform akan menjadi lebih banyak di atas ambang batas dan dapat
melebih jumlah bakteri patogen lain. Oleh karena itu, jika bakteri
Coliform terdapat dalam jumlah besar di atas ambang batas, maka perlu
wadah yang dipakai untuk menampung air bersih tidak dalam keadaan
instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik terdiri dari pH, kadar air,
132
faktor ekstrinsik meliputi suhu penyimpanan, kelembapan relatif
disiapkan untuk diproses lebih lanjut harus disimpan pada suhu 4°C atau
jika disimpan pada suhu kamar (28 - 32°C) sebaiknya tidak lebih dari 4
jumlah mikroba dalam suatu produk. ALT secara umum tidak terkait
Lempeng Total (ALT) pada santan masih di bawah ambang batas SNI
yaitu 1,6 x 105. Hasil tersebut masih berada dibawah ambang batas.
mikroba sebesar 1,3 x 104, di suhu 70oC jumlah mikroba sebesar 3,2 x
103. Pada pemanasan suhu 75, 80, 85, dan 90oC jumlah mikroba yang
karena suhu pada saat penjualan tidak sesuai sehingga bakteri dapat
133
serta air yang digunakan tercemar karena wadah untuk menampung air
bersih tidak tertutup. Maka dari itu, penjual perlu memperhatikan tempat
tiba harus diperiksa dengan cermat dan dipastikan bahwa suhu dan
atau rusak) selain potensi keberadaan jamur, serangga, dan juga bau.
bahan baku daging, bumbu, dan santan masih dalam kondisi yang baik sama
134
(Triandini, 2015), menunjukkan bahwa sebagian besar bahan makanan
Misalnya, setelah mengolah daging mentah, unggas, ikan laut, dan telur;
setelah menyentuh binatang; sehabis buang air besar dan kecil; setelah
(Arisman, 2009).
dengan air mengalir untuk menghilang pasir dan debu serta membuang
bahan baku yang sudah rusak. Lalu serai dipipihkan terlebih dahulu sebelum
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011 tentang higiene
siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir. Sejalan dengan penelitian
135
(Naria, 2006), menunjukkan bahwa pedagang mencuci bahan sebelum
bahan baku yang sudah dicuci diletakkan pada wadah yang tertutup sebelum
dimasak.
menunjukkan alat masak yang digunakan juga masih dalam kondisi tidak
1098 Tahun 2003, bahwa peralatan yang digunakan tidak rusak, gompel,
langsung dengan makanan harus conus atau tidak ada sudut mati, rata, halus,
digunakan.
penggorengan, sodet, serta ulek dan cobek. Sebelum dipakai, peralatan dilap
136
Berdasarkan uraian penyiapan alat-alat yang dipakai, penyiapan dan
5. Jadwal Pembuatan
Bahan baku yang sudah dibeli di pasar tidak ada perlakuan penyimpanan
6. Proses Pemasakan
dengan tubuh. Dalam proses ini yang perlu diperhatikan yaitu kesehatan
dan santan ke dalam penggorengan kemudian diaduk rata lalu masak dengan
api sedang dan tunggu hingga matang. Sesekali diaduk agar bagian bawah
masakan tidak hangus. Saat memasak, dilakukan pengukuran suhu dari awal
Pengukuran dilakukan pada pukul 09.21 WIB, 09.57 WIB, 10.01 WIB, dan
10:54 WIB. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
137
No. 1096 Tahun 2011 tentang higiene sanitasi jasaboga, suhu pengolahan
temperatur pengasapan yang lebih tinggi dan waktu pengasapan lebih lama.
saat sakit, menggunakan pakaian yang bersih saat memasak dan menyajikan
sudah hampir sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098 Tahun
ataupun penjepit untuk mengambil makanan. Hal itu sudah sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011 tentang higiene sanitasi
sebanyak 22 orang.
138
Berdasarkan uraian proses pemasakan rendang, suhu pada saat
celemek.
bahan makanan.
menggunakan wadah harus utuh, kuat, tidak karat, dan ukurannya memadai
apabila membeli dengan nasi beserta lauk pauk lainnya. Hal itu sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011, nasi bungkus yaitu
139
penyajian makanan dalam satu campuran menu yang dibungkus dan siap
santap.
penuh. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun
2011, isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang
mencair (kondensasi).
syarat 83,9%.
suhu makanan.
diletakkan pada etalase dan sisanya masih di dalam wajan yang dipakai
untuk memasak. Etalase yang digunakan dalam keadaan bersih dan ditutupi
140
dipakai saat mengangkut rendang dari dapur, sedangkan penyimpanan
selama 0 jam, 12 jam, dan 24 jam. Suhu rendang yang kurang dari 60°C
pada penyimpanan 12 jam dan 24 jam. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011, tempat atau wadah penyimpanan
harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang
keadaan bersih lebih dari 62% pedagang sudah melakukannya serta etalase
yang terhindar dari pencemaran dan serangga masih banyak yang tidak
Suhu pada saat penyimpanan pun juga harus diperhatikan karena dapat
141
6.7. Identifikasi Analisis Bahaya
sistematik pada makanan spesifik dan bahan baku atau ingredient untuk
menentukan risiko. Risiko keamanan pangan yang harus diperiksa meliputi: aspek
keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek keamanan kontaminasi fisik, dan aspek
a) Daging
Analisis bahaya bahan baku rendang dapat dilihat pada tabel 5.7. Di
dalam bahan baku daging terdapat bahaya biologi yaitu bakteri Coliform.
terdapat golongan yang lebih tahan panas atau sering disebut sebagai
di daging meliputi suhu daging yang tidak sesuai yaitu 26,6oC, lalat dapat
142
terbuka. Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Jasmadi, Haryani, & Jose,
2014), jumlah bakteri Coliform pada sampel daging sapi dari pasar
daging dilakukan dalam keadaan terbuka, dan daging disimpan dalam suhu
bakteri semakin cepat, serta peralatan yang tidak steril juga menambah
penjualan, penyimpanan daging pada suhu yang rendah dan tertutup, serta
terbuka, selain itu daging juga jangan terlalu banyak dipegang. Upaya
143
Tidak hanya itu, terdapat beberapa bahaya fisik yang mencemari daging
yaitu bersumber dari alas pemotongan daging berupa potongan kayu yang
dapat menempel pada daging, menjual daging tidak dalam keadaan yang
kepala atau hairnet. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan BPOM No. 5
Tahun 2015 tentang pedoman cara ritel pangan yang baik di pasar
fisik berupa debu, rambut, maupun kayu, dan bahaya biologi yang
bersumber dari alas yang digunakan untuk memotong berbahan dasar kayu,
menjual daging dengan suhu yang tidak dingin, serta lalat dapat menjadi
yaitu, mengganti alas pemotongan dengan bahan plastik yang aman untuk
144
makanan, penjual memakai hairnet atau penutup kepala, menjual dengan
keadaan tertutup, serta daging disajikan pada suhu yang sesuai atau dingin.
b) Bumbu
cabai merah giling yang dijual dari beberapa pasar tradisional umumnya
(Putri, Periadnadi, & Indriati, 2014) juga membuktikan bahwa serai giling
bakteri Coliform.
145
Mengkontrol suhu merupakan metode yang paling banyak digunakan
BPOM No. 5 Tahun 2015 tentang pedoman cara ritel pangan yang baik di
pangan yang akan diolah lebih lanjut (bumbu, santan, dll) harus disimpan
pada suhu 4°C atau jika disimpan pada suhu kamar (28 - 32°C) sebaiknya
halus yang dijual tidak menggunakan wadah yang tertutup, bumbu kering
yang sudah lama disimpan dan tidak ditempat pada tempat yang kering,
bumbu yang dihaluskan tidak dicuci sampai bersih, serta penjual tidak
memakai penutup kepala. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan BPOM No.
5 Tahun 2015 tentang pedoman cara ritel pangan yang baik di pasar
tradisional, pangan yang akan disiapkan untuk proses lebih lanjut sebaiknya
serta pangan mentah yang kering dipajang pada wadah yang bersih dan
146
rempah yang akan diolah menjadi bumbu giling dipilih yang segar, bersih,
dan tidak berjamur. Tidak hanya itu, pedagang yang menangani pangan
segar dan pangan siap saji sebaiknya menutup rambutnya dengan hairnet
bumbu rendang terdiri dari bakteri Coliform, lalat yang menjadi perantara
c) Santan
tertentu. Namun bila terjadi pencemaran air maka jumlah Coliform akan
menjadi lebih banyak di atas ambang batas dan dapat melebihi jumlah
bakteri patogen lain. Oleh karena itu, jika bakteri Coliform terdapat dalam
jumlah besar diatas ambang batas, maka perlu untuk memeriksa keberadaan
147
Santan yang dipakai untuk membuat rendang terkontaminasi bahaya
tangan, serta tempat penampungan air yang tidak tertutup. Hasil dari
Pengukuran suhu pada santan cair sedikit melebihi batas yang tertera di
Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015 tentang pedoman cara ritel pangan yang
harus disimpan pada suhu 4°C atau jika disimpan pada suhu kamar (28 -
148
Bahaya fisik yang terdapat di santan terdiri dari serabut kelapa, batok
kelapa, debu, dan rambut. Adanya bahaya fisik tersebut disebabkan karena
serabut kelapa yang jatuh ke dalam wadah santan, sisa batok kelapa yang
bahaya fisik yaitu dengan menggunakan wadah yang setengah tertutup saat
dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara sampah dibuang dan tidak
ruangan dibuat sesuai dengan jenis pangan yang dijual sehingga mudah
Berdasarkan uraian analisis bahaya bahan baku santan, suhu pada santan
melewati batas yang ditentukan oleh Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015.
Hal itu diasumsikan karena saat proses pengangkutan bahan baku dari pasar
terpapar oleh sinar matahari dan panas yang berasal dari kendaraan
149
pengolahan santan disebabkan dari penjual yang tidak membersihkan
Barang yang baru tiba, harus diperiksa dengan cermat dan dipastikan
tertutup berupa plastik tetapi bisa saja debu ataupun pasir masuk ke
dilakukan (Sari, Partiwi, & Janti, 2011), pada tahap penerimaan bahan
150
(Amaliyah, 2017). Bahaya kimia yang terdapat pada proses penerimaan
yang aman.
tertutup rapat agar tidak terkontaminasi oleh debu dan pasir selama
keadaan panas.
151
terkontaminasi bahaya fisik berupa kotoran debu dari langit-langit.
baku yang sudah dibersihkan ditempatkan pada wadah yang tertutup dan
bahan baku yang telah dicuci diletakkan pada wadah yang tertutup
Pada proses ini terdapat bahaya fisik dan bahaya kimia. Bahaya
pedoman cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga
152
supaya terlindung dari debu, kotoran, atau pencemaran lainnya.
bersih. Cairan pencuci piring yang masih menempel pada alat masak
dipakai, debu yang menempel pada alat masak dikarenakan dari dinding
masak dilap atau dicuci kembali agar debu yang menempel pada
permukaan alat masak dapat hilang dan saat mencuci peralatan dibilas
hingga bersih.
d) Jadwal pembuatan
langsung dimasak.
e) Proses pemasakan
tahan terhadap panas. Hal itu dikarenakan terdapat bakteri yang tahan
153
panas. Hasil pengukuran suhu saat rendang matang yaitu 80,6°C.
serpihan batu. Sumber bahaya fisik tersebut berasal dari kondisi dapur
yang tidak bersih serta cobek dan ulek yang sudah keropos. Pencegahan
kecoa, tikus, dan hewan lainnya. Dari hasil observasi, dapur yang
yang dipakai berupa ulek dan cobek masih dalam kondisi baik, tetapi
154
Sehingga sebelum memipihkan serai, dicek terlebih dahulu kondisi ulek
dan cobeknya.
dipinggir jalan dan wadah tidak tertutup. Hal itu sangat mudah
155
Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.
utuh, kuat, tidak karat, dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan
kebersihannya.
dapur dan tidak tertutup. Lokasi rumah makan padang yang berdekatan
lalat dan debu masih dapat mencemari makanan yang ada di etalase.
plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan pangan adalah PP,
HDPE, LDPE, dan PET atau terdapat logo , tulisan aman untuk
merupakan pilihan bahan plastik yang baik untuk kemasan pangan. Dari
156
hasil observasi yang dilakukan, wadah yang digunakan untuk
Critical Control Points (CCP) atau titik kendali kritis (TKK) adalah suatu
titik tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, dikurangi sampai tingkat yang dapat
diterima (Thaheer, 2005). Sejalan dengan (Mortimore & Wallace, 2004), titik
kendali kritis (CCP) adalah suatu langkah yang didalamnya “tindakan pengendalian
dapat dilakukan dan merupakan titik yang sangat penting untuk mencegah atau
ke tingkat yang dapat diterima. Dalam menganalisis titik kendali kritis (CCP)
bahaya dan tingkat keparahan yang ditimbulkan. Pada proses pembuatan rendang,
ditemukan beberapa titik kendali kritis (CCP) yaitu didalam bahan baku bumbu dan
penerimaan bahan baku terdapat bahaya kimia, proses penyiapan bahan baku
157
terdapat bahaya fisik, proses penyiapan alat-alat yang dipakai ada bahaya kimia,
proses memasak terdapat bahaya biologi dan fisik, dan yang terakhir penyimpanan
Terdapat dua bahaya pada bahan baku daging yaitu bahaya fisik
berbahan dasar kayu dan menjual dalam kondisi terbuka. Saat proses
bahan baku daging tidak termasuk ke dalam kategori titik kendali kritis.
dengan memanaskannya.
terdapat bahaya fisik dan biologi yaitu patogen yang umum pada daging
158
tersebut tidak termasuk dalam TKK dikarenakan ada proses pencucian
dan pemanasan.
rendang yaitu bahaya fisik dan bahaya biologi. Dalam proses memasak
adanya proses penyaringan sebelum bumbu dimasak dan tidak ada tahap
TTK dikarenakan penyimpanan pada kondisi yang sesuai dan ada proses
sterilisasi.
bahaya fisik masuk ke dalam kategori titik kendali kritis. Hal itu
159
6.8.1.3. Menentukan Titik Kendali Kritis pada Bahan Baku Santan
dan biologi. Bahaya fisik terdiri dari serabut kelapa, batok kelapa, debu,
mikrobiologi.
Baku
dari debu dan pasir. Sumber bahaya tersebut berasal dari proses
160
pengangkutan bahan makanan menggunakan tempat penampungan
fisik pada bahan baku dapat meningkat melebihi batas aman. Namun,
terlebih dahulu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Putri E. W.,
2008) , penerimaan bahan baku termasuk TKK karena bahan baku yang
yang berasal dari plastik digunakan sebagai wadah bahan baku. Hal
yang aman untuk makanan (food grade). Pada tahap ini, tidak dirancang
161
sampai melebihi ambang batas. Sehingga bahan baku yang akan
TKK. Sejalan dengan penelitian (Sari, Partiwi, & Janti, 2011), pada
baku, bahaya fisik tidak termasuk titik kendali kritis dikarenakan pada
Bahan Baku
dibersihkan dan selalu menjaga kebersihan dapur. Pada tahap ini juga
sampai ke batas yang lebih aman. Hal itu dikarenakan, pada proses ini
162
dapat mengkontaminasi bahan baku tersebut. Sejalan dengan penelitian
(Yanti & Novalinda, 2016), pencucian nanas menjadi CCP karena tahap
ada kapang.
bahan baku, terdapat bahaya fisik yang termasuk dalam titik kendali
kritis karena setelah bahan baku dicuci tidak ditempatkan pada wadah
yang tertutup.
163
hingga bersih tanpa tersisa cairan pencuci piring. Pada tahap ini tidak
karena itu, bahaya kimia termasuk ke dalam titik kendali kritis karena
mengkontaminasi makanan.
alat yang dipakai, bahaya fisik tidak termasuk titik kendali kritis
164
6.8.2.4. Menentukan Titik Kendali Kritis pada Proses Memasak
Rendang
bahaya fisik berupa debu maupun serpihan batu, dan bahaya biologi
tersebut dikarenakan kondisi dapur yang tidak higiene, cobek dan ulek
yang keropos, serta ada bakteri yang tahan terhadap panas. Pada tahap
kategori titik kendali kritis. Hal itu dikarenakan bahaya fisik berupa batu
TKK karena terdapat bahaya biologi berupa spora dan mikroba patogen.
Sama halnya dengan penelitian (Surahman & Ekafitri, 2014), pada tahap
sterilisasi termasuk TKK karena tahapan ini memiliki risiko bahaya dan
tahan panas. Untuk bahaya fisik saat memasak sejalan dengan penelitian
165
6.8.2.5. Menentukkan Titik Kendali Kritis pada Proses
berupa senyawa kimia yang berasal dari plastik atau kertas pembungkus
ambang batas aman. Hal itu dikarenakan, debu yang berterbangan dapat
166
tidak dipanaskan kembali, dan perpindahan monomer plastik atau kertas
ke makanan.
distribusi, terdapat tiga bahaya yang ada pada proses penyimpanan dan
Menurut (Thaheer, 2005), batas kritis adalah suatu kondisi atau keadaan
yang menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas
kritis juga merupakan satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk menjamin
bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia,
dan fisik. Sejalan dengan (Mortimore & Wallace, 2004) batasan kritis adalah
kriteria yang membedakan antara aman dan kemungkinan tidak aman. Berikut ini
fisik, kimia, atau biologis yang harus dikendalikan pada tingkat TKK dalam
tingkat yang dapat diterima (Arisman, 2009). Batas kritis pada bahan baku
bumbu dan santan yaitu bebas dari benda asing yang terdapat pada bahan baku
Batas kritis pada bahan baku sejalan dengan penelitian yang dilakukan
bahaya fisik yaitu rekontaminasi benda asing. Batas kritis untuk menghilangkan
167
bahaya tersebut adalah tidak boleh ada benda asing. Penelitian (Hastomo,
2006), juga terdapat bahaya fisik berupa bulu dan kotoran. Batas kritis untuk
Batas kritis adalah nilai maksimum atau nilai minimum bahaya biologi,
kimia, atau fisik yang teridentifikasi yang harus dikendalikan pada titik kritis
Batas kritis penerimaan bahan baku adalah plastik yang digunakan jenis
plastik PP, HDPE, LDPE, dan PET atau terdapat logo serta tulisan aman
untuk makanan. Menurut (BPOM, 2017), beberapa jenis plastik yang aman
digunakan sebagai kemasan pangan adalah PP, HDPE, LDPE, dan PET.
Keamanan kemasan dapat dikenali dari logo atau tulisan yang tertera misalnya
, tulisan ‘aman untuk makanan’ atau food safe / for food use / food grade.
dipakai yaitu cocok untuk penggunaan makanan (produk udang) dan memenuhi
Batas kritis pada penyiapan bahan baku yaitu bebas dari benda asing berupa
debu. Sejalan dengan penelitian (Rakhmawati, Partiwi, & Suparno, 2008), pada
tahap penyimpanan gandum, tidak boleh ada benda asing yang terlihat pada
gandum. Untuk proses penyiapan alat-alat yang dipakai terdapat bahaya kimia
sehingga batas kritis pada proses tersebut bebas dari bahan kimia yang terdapat
di cairan pencuci piring. Hal itu sesuai dengan penelitian (Sadek, 2010), batas
168
kritis pada proses pencucian peralatan masak, wadah masakan, dan peralatan
tahan terhadap panas yaitu memasak dengan suhu minimal 90oC. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011, suhu pengolahan makanan
tahap pengukusan singkong pada proses pembuatan tape singkong, batas kritis
Sedangkan bahaya fisik pada saat memasak berupa debu, dan serpihan batu.
Batas kritis untuk bahaya tersebut adalah sanitasi dapur yang baik dan bebas
dari benda asing (debu dan serpihan batu). Sejalan dengan penelitian (Sadek,
2010), batas kritis bahaya fisik pada proses penghalusan terdapat yaitu tidak ada
serpihan batu dari cobek dan ulekan. Penelitian (Putri E. W., 2008), batas kritis
untuk susu pasteurisasi yaitu kebersihan sarana, prasarana, ruang produksi, dan
lingkungan sekitar.
Batas kritis untuk ketiga bahaya tersebut yaitu sanitasi etalase dan rumah makan
yang baik, bebas dari benda asing, bebas dari lalat dan bakteri, suhu
penyimpanan >60°C, dan plastik atau kertas yang digunakan cocok untuk
makanan panas, jenis plastik PP atau terdapat logo serta tulisan aman untuk
makanan.
169
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011, jenis
makanan basah (berkuah) suhu penyimpanan saat akan segera disajikan >60°C.
(BPOM, 2017), jenis plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan
pangan adalah PP, HDPE, LDPE, dan PET. Keamanan kemasan dapat dikenali
dari logo atau tulisan yang tertera, misalnya , tulisan ‘aman untuk makanan’
atau food safe / for food use / food grade. Plastik jenis PP merupakan pilihan
yang baik untuk kemasan pangan, tempat obat, botol susu, sedotan.
Penelitian (Sarwono, 2007), batas kritis pada tahap penyimpanan yaitu tidak
terdapat bau pada ruang produk, cemaran benda asing, dan bebas serangga.
serangga, debu, dan kotoran lainnya pada tahap penyimpanan yaitu tempat
kritis pada tahap penyimpanan susu pasteurisasi yaitu suhu < -15°C. Penelitian
yang dilakukan (Prasojo, 2003), batas kritis plastik/wadah yang dipakai yaitu
cocok untuk penggunaan makanan (produk udang) dan memenuhi batas migrasi
legal.
memastikan bahwa proses terkendali dan berjalan dalam batasan kritis yang
ditentukan (Mortimore & Wallace, 2004). Menurut (Thaheer, 2005), batas kritis
penanganan pada CCP dibawah kendali. Komponen yang terlibat dalam sistem
170
monitoring berdasarkan kaidah 4W + 1 H (what, where, when, who, dan how).
Berikut ini pemantauan batas kritis setiap TKK pada proses pembuatan rendang.
terkontrol (WHO, 2005). Pada bahan baku rendang berupa bumbu dan santan
terdapat bahaya fisik dengan batas kritis bebas dari benda asing (debu, rambut,
serabut kelapa, batok kelapa). Pemantauan yang dilakukan yaitu dengan melihat
keadaan bahan baku yang dijual, serta memastikan tidak ada tanah yang
memastikan tidak ada bahaya fisik yang masuk ke dalam santan, dan penjual
Monitoring dilakukan oleh staff Quality Control (QC) untuk memerika surat
171
pengendali untuk menilai apakah TKK dalam kendali. Pemantauan yang
dilakukan tahap penerimaan bahan baku dengan melihat plastik apa yang
dipakai. Mengecek jenis plastik yang dipakai penjual sebagai wadah bahan
makanan dan pelaksanaannya di dapur pada saat setiap menyiapkan bahan baku
bahwa bahan baku yang akan dimasak sudah bersih dan tidak terdapat debu dan
yang akan dipakai tidak licin, tidak terdapat sisa-sisa bahan kimia yang
bahan baku yaitu menantau tanah dan kerikil pada bahan baku masakan dengan
memastikan pencucian dilakukan dengan bersih dan tidak ada kerikil atau tanah
172
yang masih menempel. Sedangkan pemantauan pada proses pencucian
peralatan bebas dari residu sabun (tidak licin) dan tidak berbau sabun.
dilakukan untuk menghindari bahaya biologi dengan mengukur suhu saat proses
dilakukan tahap pengukusan yaitu dengan pengukuran suhu dan waktu pada
(Trisnaini, 2012), melakukan pemeriksaan alat masak yang dinilai telah rusak
dan tidak layak digunakan lagi. Penelitian (Putri E. W., 2008) pemantauan
Tahap penyimpanan dan distribusi terdapat bahaya fisik, biologi, dan kimia.
makanan di etalase, rumah makan, dan tempat penjual plastik dengan mengecek
plasik/kertas.
173
Sejalan dengan penelitian (Miskiyah & Widaningrum, 2008), monitoring
yang dilakukan pada tahap penyimpanan yaitu cek sanitasi pada setiap tahap
secara berkala setiap hari. Penelitian (Putri E. W., 2008), menunjukkan bahwa
pada bahan baku rendang (bumbu dan santan) yaitu mengembalikan bahan baku
yang tertutup, serta menggunakan pemasok bahan baku (bumbu dan santan)
yang dapat menjamin keamanan pangan dan terhindar bahaya fisik. Hasil
174
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian (Trisnaini, 2012), tindakan
terjadi penyimpangan yaitu berbagai produk yang dinilai berkualitas buruk atau
rusak dikembalikan pada pemasok untuk diganti dengan produk yang baru dan
berkualitas baik. Sama dengan penelitian (Sari, Partiwi, & Janti, 2011), tindakan
perbaikan yang dilakukan yaitu bila masih dapat ditoleransi maka konfirmasi
yaitu memilih pemasok yang dapat menjamin kemasan yang dipakai aman
untuk makanan dan mengganti plastik yang aman untuk pangan. Sejalan dengan
penelitian (Prasojo, 2003), tindakan koreksi pada wadah yang dipakai yaitu
dilakukan dengan mencuci kembali bahan baku yang akan digunakan kemudian
penelitian (Surahman & Ekafitri, 2014), tindakan koreksi pada tahap pencucian
dengan melakukan pencucian secara berulang agar buah jambu biji yang diolah
bersih.
(Sadek, 2010), tindakan koreksi pada tahap pencucian peralatan yaitu membilas
175
Pada tahap proses pemasakan terdapat bahaya biologi dan fisik. Tindakan
perbaikan pada proses pengovenan pembuatan brownies tepung ubi jalar merah
dengan membersihkan dapur, serta mengganti cobek dan ulek yang sudah
keropos. Sejalan dengan penelitian (Trisnaini, 2012), jika ditemukan alat masak
yang dianggap tidak layak untuk digunakan diharuskan mengganti alat masak
dengan yang baru. Sedangkan pada penelitian (Hotri, 2008) tindakan koreksi
wadah yang ada tutupnya, mengatur suhu saat penyimpanan dietalase >60°C,
wadah yang dipakai yaitu mengganti wadah atau supplier. Penelitian (Hastomo,
176
2006), tindakan perbaikan yang dilakukan pada penyimpanan suhu dingin yaitu
untuk memastikan kesesuaiannya dengan semua tujuan dan kendala (Dym, 1995
dalam (Thaheer, 2005)). Menurut (Mortimore & Wallace, 2004), verifikasi adalah
pemastian bahwa tindakan pengendalian telah dilakukan selama proses. Berikut ini
verifikasi proses pembuatan rendang. Berikut ini prosedur verifikasi bahan baku
telah dijalankan dengan benar, memastikan setiap tahapan kritis dalam proses
sudah tercapai.
makanan meninjau penjual yang dapat memenuhi kriteria bahan baku bumbu
dan santan yang aman dari bahaya fisik. Verifikasi tersebut berbeda dengan
penelitian (Sari, Partiwi, & Janti, 2011), verifikasi bahaya kimia pada proses
penerimaan bahan baku dengan Certificate of Analysis (COA) dan hasil analisis
laboratorium.
177
b) Prosedur verifikasi pada proses pengolahan rendang
rendang pada saat penyiapan bahan baku yaitu penjamah makanan meninjau
kebersihan bahan baku dan tempat pengolahan. Pada tahap penyiapan alat-alat
makanan telah mencatat suhu, telah mengecek alat masak dan meninjau
verifikasi yang dilakukan pada proses produksi MSG adalah dengan melakukan
efektif.
178
6.13. Dokumentasi dan Pencatatan
dengan baik dan dikendalikan secara administratif. Pencatatan pada bahan baku
rendang berisi data pengecekan bahan baku untuk bumbu dan santan. Sedangkan
kebersihan dapur, etalase, dan rumah makan, dan data pengecekan wadah untuk
menyimpan rendang di etalase. Hasil tersebut sejalan dengan Penelitian (Utomo &
Septifani, 2017), pencatatan yang dilakukan pada proses produksi MSG yaitu
Dokumentasi pada HACCP proses pemasakan rendang berisi informasi proses dan
produk serta HACCP. Informasi dan produk terdiri dari deskripsi produk, tujuan
akhir penggunaan produk, diagram alir, dan konfirmasi diagram alir. Sedangkan
179
6.14. Hasil Pengujian Mikrobiologi pada Rendang
Rendang merupakan masakan khas daerah Sumatera Barat yang terbuat dari
daging sapi tanpa lemak yang sarat dengan bumbu dan santan. Dari pengujian
7474:2009. Dilihat pada grafik 6.1, rendang yang sudah dilakukan pengujian
bakteri ALT mengalami pertumbuhan secara terus menerus tetapi masih dibawah
ambang batas SNI, yaitu 1 x 101, 1 x 102, dan 9,6 x 102 koloni/gr. Untuk bakteri
Coliform serta kapang dan khamir, masih berada dibawah ambang batas SNI dan
tidak mengalami kenaikan yaitu < 3 APM/gr dan < 1,0 x 101 koloni/gr. Penelitian
bahwa rendang yang diperoleh dari rumah makan sedang dengan lama simpan
sampai tiga hari mengalami kenaikan pada bakteri ALT, Coliform, serta kapang dan
khamir.
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi kadar air, pH dan keasaman, kandungan gizi,
struktur biologis, potensi redoks, pertumbuhan bakteri terjadi secara alami dan
ekstrinsik terdiri dari jenis kemasan, pengaruh waktu atau suhu pertumbuhan
karena dipengaruhi salah satu faktor tersebut yaitu suhu pada rendang mengalami
penurunan yaitu 67,3°C, 27,3°C, dan 26,1°C. Hal itu disebabkan tidak adanya
pemanasan kembali setelah rendang dimasak. Suhu rendang 12 jam dan 24 jam
tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011 tentang
180
Higiene Sanitasi Jasaboga yaitu lebih dari >60°C. Sejalan dengan penelitian
(Prasafitra, Suada, & Swacita, 2014), bahwa semakin lama masakan daging
rendang tanpa pemasakan ulang disimpan dalam suhu ruang, maka waktu
ALT bakteri lebih sedikit dibandingkan penyimpanan suhu kamar. Semakin lama
telur ayam kampung disimpan dapat meningkatkan angka lempeng total bakteri
dengan jangka waktu tertentu. Ada interaksi suhu dan lama penyimpanan terhadap
dipakai untuk memasak rendang sehingga bakteri tersebut tidak dapat tumbuh.
Sejalan dengan penelitian (Poeloengan, Uji Daya Hambat Perasan Umbi Bawang
Putih (Alium Sativum Linn.) terhadap Bakteri yang Diisolasi dari Telur Ayam
Kampung, 2007), perasan umbi bawang putih dengan konsentrasi 50, 25, dan
digunakan sebagai anti bakteri, namun pada konsentrasi 6,25% tidak memberikan
daya anti bakteri. Penelitian yang dilakukan (Jatmiko, Widodo, & Sjofjan, 2013),
menunjukkan bahwa pengaruh penambahan jus jahe merah dalam berbagai level
pada usus halus itik pedaging. Penelitian (Wit, Notermans, Gorin, &
181
merah dapat menghambat racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum tipe A
pada daging.
ALT dan Coliform pada rendang masih didalam bawah ambang batas SNI dan
rendang masih layak untuk dikonsumsi. Tetapi rendang harus tetap dikontrol karena
angka bakteri ALT tersebut dapat dilakukan dengan pemanasan kembali saat proses
penyimpanan di etalase.
182
BAB VII
7.1. Kesimpulan
Dalam penelitian ini didapatkan titik kendali kritis yaitu bahan baku bumbu
dan santan, tahap penerimaan bahan baku, tahap penyiapan bahan baku, tahap
7.2. Saran
pangan.
bahan makanan yang baik dan tidak terkontaminasi bahan non pangan,
183
pengangkutan makanan dilakukan dengan menjaga kondisi bahan
2. Bagi Masyarakat
keadaan hangat/panas.
sanitasi makanan.
baku, air yang digunakan untuk membilas bahan baku dan pencucian
184
DAFTAR PUSTAKA
Amaliyah, N. (2017). Penyehatan Makanan dan Minuman. Yogyakarta:
Deepublish.
Andareto, O. (2015). Apotik Herbal di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta.
Angelica, N. (2013). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Kulit Batang
Kayu Manis Cinnamomum burmannii (Nees & Th. Ness)) terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya.
Anwar, Y. (2010). 38 Inspirasi Usaha Makanan Minuman untuk Home Industry.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Arisman. (2009). Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Asniyah. (2009). Efek Antimikroba Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap
Pertumbuhan Escherichia coli In Vitro. Jurnal Biomedik.
Astawan, M. (2014). Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Ayustaningwarno, F., Retraningrum, G., Safitri, I., Anggraheni, N., Suhardinata,
F., Umami, C., & Rejeki, M. S. (2014). Aplikasi Pengolahan Pangan.
Yogyakarta: Deepublish.
Baskoro, D. (2015, April 9). Tips agar Rendang Awet Dibawa ke Luar Negeri.
Diambil kembali dari www.okezone.com:
https://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/09/298/1131475/tips-agar-
rendang-awet-dibawa-ke-luar-negeri
Batt, C. A., & Tortorello, M.-L. (2014). Encyclopedia of Food Microbiology
Second Edition. London: Elsevier.
BPOM. (2017). Plastik Sebagai Kemasan Pangan. Diambil kembali dari Sentra
Informasi Keracunan Pangan:
http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/Plastiksebagaikemasanpangan.pdf
Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Chandra, B. (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC.
Dalimartha, S. (2015). Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Jakarta: Puspa Swara.
Demedia, T. D. (2010). Kitab Masakan Nusantara Kumpulan Resep Pilihan dari
Aceh sampai Papua. Jakarta: Demedia.
Dewi, N. (2012). Dahsyatnya Jintan Hitam. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Abon. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
185
Fajri, I., Erly, & Usman, E. (2016). Perbedaan Efek Antibakteri Kapsul Minyak
Bawang Putih (Garlic Oil) dan Kapsul Bubuk Bawang Putih (Garlic
Powder) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas.
Fakhmi, A., Rahman, A., & Riawati, L. (2014). Desain Sistem Keamanan Pangan
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada Proses Produksi
Gula PG. Kebon Agung Malang. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem
Industri.
Fardiaz, S. (1996). Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Institut Pertanian
Bogor.
Fatimah, S., Prasetyaningsih, Y., & Sari, M. F. (2017). Analisis Coliform pada
Minuman Es Dawet yang Dijual di Malioboro Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional IKAKESMADA "Peran Tenaga Kesehatan dalam
Pelaksanaan SDGs". Yogyakarta.
FDA. (1997, August 14). HACCP Principles & Application Guidelines. Diambil
kembali dari U.S. Food and Drug Administration:
https://www.fda.gov/Food/GuidanceRegulation/HACCP/ucm2006801.htm
#app-d
FDA. (2001, Desember 31). Evaluation and Definition of Potentially Hazardous
Foods - Chapter 3. Factors that Influence Microbial Growth. Diambil
kembali dari U.S. Food and Drug Administration:
http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/SafePracticesforFoodProc
esses/ucm094147.htm
Febriana, R., & Artanti, G. D. (2009). Penerapan Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) dalam Penyelenggaraan Warung Makan Kampus. Media
Pendidikan, Gizi, dan Kuliner.
Food and Drug Administration. (2001, December 31). Evaluation and Definition of
Potentially Hazardous Foods. Diambil kembali dari U.S. Food and Drug
Administration:
https://www.fda.gov/downloads/food/foodborneillnesscontaminants/ucm5
45171.pdf
Gea, S., Sebayang, K., & Aththorick, T. A. (2016). Peningkatan Kualitas Produksi
Santan Kelapa Sebagai Bahan Baku Industri Kuliner di Kota Medan.
Abdimas Talenta.
Goulding, S., & Mansur. (2014). Penerapan Hazard Analysis and Critical Control
Points (HACCP) Produk Sashimi di Restoran Tomoto Surabaya. Jurnal
Hospitally dan Manajemen.
HACCP Europa Publication. (2012). HACCP Implementation in Food
Manufacturing a Practical Guide. HACCP Europa Publications.
186
Hafiz, A. A., Yen, L. H., N, H., Hazrina, G., Norhana, N. W., & Ainy, M. A. (2015).
Effect of Vietnamese Coriander (Persicaria odorata), Turmeric (Curcuma
longa) and Asam Gelugor (Garcinia atroviridis) Leaf on the Microbiological
Quality of Gulai Tempoyak Paste. International Food Research Journal.
Hardianto, Suarjana, I. G., & Rudyanto, M. D. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung Ditinjau dari Angka
Lempeng Total Bakteri. Indonesia Medicus Veterinus.
Harijani, N., Ernawati, & Suwarno. (2011). Pemanfaatan Sari Rimpang Jahe
(Zingiber officinale) sebagai Antibakterial Alami pada Susu Pasteurisasi
Berdasarkan Penurunan Jumlah Bakteri Escherichia coli. Veterinaria
Medika.
Hastomo, W. S. (2006). Mempelajari Aspek HACCP dalam Penanganan Susu
Pasteurisasi di Unit Pengolahan Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Institut
Pertanian Bogor.
Hayes, R. (1995). Food Microbiology and Hygiene. New York: Springer US.
Hendrawati, V. S., Suyasa, I. N., & Sujaya, I. N. (2014). Efektifitas Larutan Bawang
Putih (Allium sativum L.) dan Ketumbar (Coriandrum sativum) Terhadap
Daya Awet Tahu Lombok. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Hernando, D., Septinova, D., & Adhianto, K. (2015). Kadar Air dan Total Mikroba
pada Daging Sapi di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bandar Lampung.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
Hotri, M. (2008). Kajian Awal Penerapan HACCP pada Unit Usaha Pengelolaan
Kefir Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Salatiga. Institut Pertanian
Bogor.
Hoyyi, A., & Darwanto. (2017). Penguatan Pengelolaan Buah-buahan melalui
Peningkatan Nilai Ekonomis Produk Lokal pada Klaster Jambu Biji Getas
Merah di Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal. Eko-Regional.
Hui, Y. H., Cornillon, P., Lim, M. H., Murrell, K. D., & Nip, W.-K. (2004).
Handbook of Frozen Foods. New York: Marcel Dekker, Inc.
Hui, Y. H., Meunier-Goddik, L., Hansen, A. S., Josephsen, J., Nip, W.-K.,
Stanfield, P. S., & Toldra, F. (2004). Handbook of Food and Bevarage
Fermentation Technology. New York: Marcel Dekker.
Ilmiawan, N., Astuti, S., & Nawansih, O. (2014). Penggabungan Penerapan Sistem
Jaminan Mutu ISO 9001:2008 dan Sistem HACCP ke dalam Sistem
Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2009 (Studi Kasus di PT
Indokom Samudra Persada). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian.
Indriastuti, A. N. (2006). Kajian tentang Produk Brownies dengan Subtitusi Tepung
Ubi Jalar Merah. Universitas Negeri Yogyakarta.
187
Jaelani. (2007). Khasiat Bawang Merah. Yogyakrta: Penerbit Kanisius.
Jasmadi, Haryani, Y., & Jose, C. (2014). Prevalensi Bakteri Coliform dan
Escherichia coli pada Daging Sapi yang Dijual di Pasar Tradisional dan
Pasar Modern di Kota Pekanbaru. JOM FMIPA.
Jatmiko, N., Widodo, E., & Sjofjan, O. (2013). Pengaruh Penambahan Jus Jahe
Merah (Zinger officinale var. Rubrum) sebagai Imbuhan Pakan dalam
Pakan terhadap Kondisi Mikroflora Usus Halus Itik Pedaging Hibrida.
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2003 tentang Hygiene Sanitasi
Rumah Makan dan Restoran
Keputusan BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Produksi
Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga.
Khaidir, Y. (2010). Pengobatan Alternatif dengan Aneka Tanaman Obat. UBA
Press.
Khairani, C., Rahadjo, Y. P., Dalapati, A., & Sumarni. (2007). Pengkajian
Teknologi Pengolahan Kelapa Mendukung Agroindustri di Kabupaten
Donggala. Diambil kembali dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian: http://pfi3pdata.litbang.pertanian.go.id/litkaji/one/138/
Kuntoro, B., Maheswari, R. R., & Nuraini, H. (2012). Hubungan Penerapan
Standard Sanitation Operasional Procedure (SSOP) Terhadap Mutu Daging
Ditinjau dari Tingkat Cemaran Mikroba. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan.
Kurniadi, Y., Saam, Z., & Afandi, D. (2013). Faktor Kontaminasi Bakteri E. coli
pada Makanan Jajanan di Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah
Kecamatan Bangkinang. Jurnal Ilmu Lingkungan.
Kurniawati, N. (2010). Sehat dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Laelasari, E. (2015). Islam dan Keamanan Pangan. Tangerang Selatan: UIN Press.
Lentera, T. (2004). Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Lestari, D. P., Nurjazuli, & D, Y. H. (2015). Hubungan Higiene Penjamah dengan
Keberadaan Bakteri Escherichia coli Pada Minuman Jus Buah di
Tembalang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.
Likotrafiti, E., Anagnou, M., Lampiri, P., & Roades, J. (2014). Effect of Storage
Temperature on the Behaviour of Escherichia coli O157:H7 and Salmonella
enterica Serotype Typhimurium on Salad Vegetables. Journal of Food
Research.
188
Maharani, N. E. (2016). Hubungan Hygiene Sanitasi Penjamah Makanan dengan
Angka Kuman Makanan Jajanan Sekitar SMA Negeri 3 Wonogiri. Jurnal
IKESMA.
Marisdayana, R., Harahap, P. S., & Yosefin, H. (2017). Teknik Pencucian Alat
Makan, Personal Hygiene terhadap Kontaminasi Bakteri pada Alat Makan.
Jurnal Endurance.
Maulana, H., Afrianto, E., & Rustikawati, I. (2012). Analisis Bahaya dan Penentuan
Titik Pengendalian Kritis pada Penanganan Tuna Segar Utuh di PT. Bali
Ocean Anugrah Linger Indonesia Benoa-Bali. Jurnal Perikanan dan
Kelautan.
McConnan, I. (Penyunt.). (2006). Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum
dalam Respons Bencana. (P. Pujiono, T. Wuryantari, & I. Leman, Penerj.)
Musumeci, Italy: Sphere Project.
Megawati, M. Y., & Felecia. (2013). Pembuatan Dokumentasi HACCP di Plant-1
PT X. Jurnal Tirta.
Merthayasa, J. D., Suada, I. K., & Agustina, K. K. (2015). Daya Ikat Air, pH,
Warna, Bau dan Tekstur Daging Sapi Bali dan Daging Wagyu. Indonesia
Medicus Veterinus.
Mirawati, M., Djajaningrat, H., & Purwanti, A. (2013). Kualitas Bakteriologis
Cabai Giling yang Dijual di Pasar Tradisional Wilayah Pondok Gede.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan.
Miskiyah, & Widaningrum. (2008). Pengendalian Aflatoksin pada Pascapanen
Jagung melalui Penerapan HACCP. Jurnal Standardisasi.
Moelyaningrum, A. D. (2012). Hazard Analysis Critical Point (HACCP) pada
Produk Tape Singkong Untuk Meningkatkan Keamanan Pangan
Tradisional Indonesia. The Indonesian Journal of Health Science.
Mortimore, S., & Wallace, C. (2004). HACCP Sekilas Pandang. Jakarta: EGC.
Mulyani, R. (2014). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Higiene Pengolah Makanan.
Jurnal Keperawatan.
Murhadi, Fardiaz, S., S, S. L., & Satiawihardja, B. (1994). Pengaruh Penyimpanan
dan Pemanasan Kembali terhadap Mutu Mikrobiologis Kalio dan Rendang
Daging Sapi. Buletin Teknologi dan Industri Pangan.
Musliati, D., Fifendy, M., & Periadnadi. (2013). Uji Bakteriologis Cabai Merah
Giling (Capsicum annum L.) dari Beberapa Pasar Tradisional di Kota
Padang. Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi.
Naria, E. (2006). Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman Jajanan di Kompleks
USU, Medan. USU e-Journals.
189
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurhasanah. (2014). Antimicrobial Activity Of Nutmeg (Myristica fragrans Houtt)
Fruit Methanol Extract Againts Growth Staphylococus aureus and
Escherichia coli. Jurnal Bioedukasi.
Nurmufida, M., Wangrimen, G. H., Reinalta, R., & Leonardi, K. (2017). Rendang:
The Treasure of Minangkabau. Journal of Ethnic Foods.
Nurwantoro, M, B. A., Purnomoadi, A., Ambara, L. D., Prakoso, A., & Mulyani, S.
(2012). Nilai pH, Kadar Air, dan Total Escherichia coli Daging Sapi yang
di Marinasi dalam Jus Bawang Putih. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Nurwantoro, Pramono, Y. B., Setiani, B. E., Sulistiarto, S., Arissaputra, H.,
Perdana, G. A., & Bintoro, V. P. (2012). Marinasi Daging Sapi dengan
Menggunakan Bawang Putih untuk Meningkatkan Keamanan Pangan.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah.
Nuryani, D., Putra, N. A., & Sudana, I. B. (2016). Kontaminasi Escherichia coli
pada Makanan Jajanan di Kantin Sekolah Dasar Negeri Wilayah Denpasar
Selatan. Ecotrophic.
Parwata, I. M., & Dewi, P. S. (2008). Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia.
Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik
di Pasar Tradisional.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga.
Permata, A. D. (2017, December 2017). Indonesia Rebut Juara Satu dan Dua
dalam Daftar 10 Makanan Terenak di Dunia Tahun 2017 Versi Pembaca
CNN! Makanan Apa Saja Ya? Diambil kembali dari Intisari Online:
http://intisari.grid.id/Intisari-News/Indonesia-Rebut-Juara-Satu-Dan-Dua-
Dalam-Daftar-10-Makanan-Terenak-Di-Dunia-Tahun-2017-Versi-
Pembaca-Cnn-Makanan-Apa-Saja-Ya?page=2#
Poeloengan, M. (2007). Uji Daya Hambat Perasan Umbi Bawang Putih (Alium
Sativum Linn.) terhadap Bakteri yang Diisolasi dari Telur Ayam Kampung.
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII. Bogor.
Poeloengan, M. (2009). Pengaruh Minyak Atsiri Serai (Andropogon citratus DC.)
terhadap Bakteri yang di Isolasi dari Sapi Mastitis Subklinis. Berita Biologi.
Prasafitra, A. F., Suada, I. K., & Swacita, I. B. (2014). Ketahanan Daging Rendang
Tanpa Pemasakan Ulang Selama Penyimpanan Suhu Ruang Berdasarkan
Uji Reduktase dan Organoleptik. Indonesia Medicus Veterinus.
190
Prasojo, T. (2003). Survival Bakteri Patogen pada Udang selama Pengolahan dan
Penetapan Rencana HACCP untuk Proses Produksi Udang Beku. Institut
Pertanian Bogor.
Pratiwi, L. R. (2014). Hubungan Antara Personal Hygiene dan Sanitasi Makanan
dengan Kandungan E. coli pada Sambal yang Disediakan Kantin
Universitas Negeri Semarang Tahun 2012. Unnes Journal of Public Health.
Prihatini, R. I. (2008). Analisa Kecukupan Panas pada Proses Pasteurisasi Santan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Puspawati, N. M., Suirta, I. W., & Bahri, S. (2016). Isolasi, Identifikasi, serta Uji
Aktivitas Antibakteri pada Minyak Atsiri Sereh Wangi (Cymbopogon
winterianus Jowitt). Jurnal Kimia.
Putra, G. U., Djamal, A., & Masri, M. (2015). Uji Efek Antibakteri Minyak Jintan
Hitam (Nigella Sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama Tahun
2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas.
Putri, E. W. (2008). Kajian Awal Sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) pada Produksi Susu Pasteurisasi di Milk Treatment KPBS
Pengalengan Bandung. Institut Pertanian Bogor.
Putri, R. I., Periadnadi, & Indriati, G. (2014). Uji Bakteriologis Serai Giling
(Andropogon nardus L.) yang Dijual di Pasar Raya Kota Padang. Jurnal
Pendidikan Biologi.
Rahman, M. S. (1999). Handbook of Food Preservation. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Rahminiwati, M., Mustika, A. A., Saadiah, S., Andriyanto, Soeripto, & P., U.
(2010). Bioprospeksi Ekstrak Jahe Gajah sebagai Anti-CRD: Kajian
Aktivitas Antibakteri. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.
Rakhmawati, Partiwi, S. G., & Suparno. (2008). Perbaikan Proses pada Pengolahan
Tepung Terigu dengan Pendekatan Lean dan HACCP sebagai Upaya
Peningkatan Kualias Produk. Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya.
Rastuti, U., Widyaningsih, S., Kartika, D., & Ningsih, D. R. (2013). Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pala dari Banyumas terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli serta Identifikasi Senyawa
Penyusunnya. Jurnal Ilmiah Kimia Molekul.
Repi, N. B., Mambo, C., & Wuisan, J. (2016). Uji efek antibakteri ekstrak kulit
kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap Escherichia coli dan
Streptococcus pyogenes. Jurnal e-Biomedik.
191
Robertson, G. L. (2012). Food Packaging Principles and Practice Third Edition.
Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group.
Sadek, N. F. (2010). Penerapan Sistem HACCP pada Warung Tegal dan Pembuatan
Modul Pelatihannya sebagai Salah Satu Bentuk CSR PT Bintang Toedjoe,
Jakarta. Institut Pertanian Bogor.
Sakti, M. R., Rudyanto, M. D., & Suarjana, I. G. (2012). Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan Telur Ayam Lokal terhadap Jumlah Coliform. Indonesia
Medicus Veterinus.
Saparinto, C., & Hidayati, D. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sari, D. N., Partiwi, S. G., & Janti, G. (2011). Perancangan Sistem Kerja pada
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Makanan untuk Memenuhi HACCP
(Studi Kasus: UKM Syafrida Produsen Snacks). Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS).
Sarwono, E. (2007). Mempelajari Penerapan HACCP pada Unit Pengolahan
Produk Chicken Nugget PT Japfa Santori Indonesia. Institut Pertanian
Bogor.
SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
SNI 3932:2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi.
SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.
SNI 7474:2009 tentang Rendang Daging Sapi.
Sudarmaji. (2005). Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis
Critical Control Point). Jurnal Kesehatan Lingkungan.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyoto, Adhianto, K., & Wanniatie, V. (2015). Kandungan Mikroba pada Daging
Sapi dari Beberapa Pasar Tradisional di Bandar Lampung. Jurnal Ilmiah
Perternakan Terpadu.
Suharmiati, & Handayani, L. (2005). Ramuan Tradisional untuk Keadaan Darurat
di Rumah. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Suharyono, A. S., Erna, M. K., & Kurniadi, M. (2009). Pengaruh Sinar Ultra Violet
dan Lama Penyimpanan terhadap Sifat Mikrobiologi dan Ketengikan Krem
Santan Kelapa. Jurnal Agritech.
Sulchan, M., & Nur W, E. (2007). Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan
Styrofoam. Majalah Kedokteran Indonesia.
192
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Suradi, K., & Suryaningsih, L. (2008). Pengaruh Temperatur dengan Lama
Pengasapan terhadap Keasaman dan Total Bakteri Daging Ayam Boiler.
Jurnal Ilmu Ternak.
Surahman, D. N., & Ekafitri, R. (2014). Kajian HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point) Pengolahan Jambu Biji di Pilot Plant Sari Buah UPT.
B2PTTG - Lipi Subang. Agritech.
Surono, A. S. (2013). Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Lapis Bawang Merah
(Allium Cepa L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
Surono, I. S., Sudibyo, A., & Waspodo, P. (2016). Pengantar Keamanan Pangan
untuk Industri Pangan. Yogyakarta: Deepublish.
Sutomo, B. (2011). Rahasia Sukses Berbisnis Masakan Padang. Jakarta: Demedia.
Sutomo, B. (2012). Rendang: Juara Masakan Terlezat Sedunia. Jakarta: Kawan
Pustaka.
Suyanti. (2014). Membuat Aneka Olahan Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syafirah, S., & Andrias, D. R. (2012). Higiene Penjamah Makanan dan Sanitasi
Kantin Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. Media
Gizi Indonesia.
Syamsiah, I. S., & Tajudin. (2003). Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja
Antibiotik Alami. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Syarifudin, A. (2003). Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada Saus Cabai di PT. Heinz ABC Indonesia, Karawang. Institut Pertanian
Bogor.
Thaheer, H. (2005). Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi Aksara.
Triandini, F. A. (2015). Pengetahuan, Sikap Penjamah Makanan dan Kondisi
Higiene Sanitasi Produksi Otak-otak Bandeng di Kabupaten Gresik. e-
journal boga.
Trisnaini, I. (2012). Analisis Bahaya Titik Kendali Kritis Proses Pengolahan Bola-
Bola Daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional.
Utami, P., & Puspaningtyas, D. E. (2013). The Miracle of Herbs. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Utomo, S. S., & Septifani, R. (2017). Hazard Analysis and Critical Control Point
Proses Pengolahan Monosodium Glutamat di PT. Ajinomoto Indonesia.
Jurnal Sains dan Teknologi Pangan.
193
WHO. (2005). Penyakit Bawaan Makanan. (A. Hartono, Penerj.) Jakarta: EGC.
WHO. (2015, Desember 3). WHO's First Ever Global Estimates of Foodborne
Disesases Find Children Under 5 Account for Almost One Third of Deaths.
Diambil kembali dari WHO:
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2015/foodborne-disease-
estimates/en/
Wijonarko, G., & Arsil, P. (2007). Evaluasi Bahaya dan Penetapan Titik Kendali
Kritis pada Pembuatan Makanan Jajanan yang Dijual di Kawasan Wisata
Baturraden, Purwokerto. Jurnal Pembangunan Pedesaan.
Winarto, W. P., & Karyasari, T. (2003). Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk
Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Wisna, W. B. (2001). Pengaruh Konsentrasi Pala dan Lama Penyimpanan Suhu
Dingin terhadap Jumlah Bakteri Coliform dan Tekstur Daging Sapi. Jurnal
Veteriner.
Wit, J. C., Notermans, S., Gorin, N., & Kampelmacher, E. H. (1979). Effect of
Garlic Oil or Onion Oil on Toxin Production by Clostridium botulinum in
Meat Slurry. Journal of Food Protection.
Yanti, L., & Novalinda, D. (2016). Kajian Keamanan Pangan pada Proses
Pembuatan Dodol Nanas Tangkit (Studi Kasus di Desa Tangkit, Kecamatan
Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi). Universitas Sriwijaya.
Yulliani, R., Indrayudha, P., & Rahmi, S. S. (2011). Aktivitas Antibakteri Minyak
Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli. Pharmacon.
Yuniarti, R., Azlia, W., & Sari, R. A. (2015). Penerapan Sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) pada Proses Pembuatan Keripik Tempe.
Jurnal Ilmiah Teknik Industri.
Yunus, S. P., Umboh, J. M., & Pinontoan, O. (2015). Hubungan Personal Higiene
dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Escherichia coli pada Makanan
di Rumah Makan Padang Kota Manado dan Kota Bitung. Jikmu.
194
LAMPIRAN
195
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
angkatan 2012, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
196
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Hari, Tanggal :
Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
No. Telepon :
Pertanyaan
Mendeskripsikan Produk
1. Apa saja bahan-bahan yang dibutuhkan dalam membuat rendang?
2. Dimana menyimpan bahan-bahan rendang sebelum diolah?
Probing :
- Bagaimana kondisi penyimpanannya?
- Bagaimana wadah yang dipakai?
3. Setelah rendang matang, bagaimana proses pendistribusiannya dari dapur
ke tempat penyajian?
4. Berapa lama masa simpan/kadaluwarsa rendang?
5. Dimana menyimpan rendang yang sudah matang?
Probing :
- Bagaimana kondisi penyimpanannya?
- Bagaimana wadah yang digunakan?
6. Jenis kemasan/wadah apa yang digunakan untuk membungkus rendang?
Mengidentifikasi Tujuan Penggunaan Produk
1. Usia berapakah yang membeli rendang dirumah makan padang
[Bapak/Ibu]?
Mengkonfirmasi Alur Proses di Lapangan
1. Bagaimana proses pembuatan rendang?
Probing :
- Apakah ada bahan tambahan yang pakai?
- Apa saja bahan tambahan yang digunakan?
2. Peralatan apa saja yang digunakan saat membuat rendang?
197
3. Butuh waktu berapa lama untuk memasak rendang?
4. Bagaimana jika rendang tidak habis dalam waktu satu hari?
Probing :
- Jika disimpan, disimpan dimana?
- Bagaimana wadah yang digunakan?
Menentukan Upaya-upaya Perbaikan
1. Bagaimana cara [Bapak/Ibu] untuk mengurangi kontaminasi terhadap
makanan rendang?
198
LEMBAR OBSERVASI PERSONAL HIGIENE
Pengamatan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1 Selalu menjaga kebersihan tangan dan mencuci
tangan pakai sabun setelah menggunakan toilet,
sebelum memegang bahan mentah, bersin, batuk, dll.
2 Memotong dan menjaga kebersihan kuku.
3 Mengenakan pakaian dan celemek yang bersih.
4 Memakai penutup kepala yang bersih dan rambut
jangan dibiarkan tergerai
5 Tidak makan dan merokok ketika bekerja
6 Tidak mengenakan perhiasan (contoh: cincin)
7 Menggunakan alat atau sarung tangan plastik ketika
menyentuh/mengambil makanan
8 Tidak berjualan ketika merasa sakit
9 Menggunakan pakaian bersih saat menyajikan
makanan
10 Menggunakan alas kaki saat menyajikan makanan
199
LEMBAR PENGUKURAN SUHU BAHAN BAKU DAN PROSES
PEMASAKAN RENDANG
200
Lampiran 2
201
Lampiran 3
Matrix Hasil Wawancara
Variabel A1 A2
Mendeskripsikan produk
- Bahan-bahan rendang Laos, jahe, bawang putih, bawang merah, kayu Santan, bawang merah, laos, cabe giling,
manis, ketumbar, jintan, asam kandis, asam daging
gelugur, kemiri, pala, santan, daun jeruk, daun
serai, daun kunyit, dan daging.
- Penyimpanan bahan-bahan - Setelah membeli dari pasar langsung Pakai plastik yang diperoleh dari pasar
rendang dilakukan pemasakan, sehingga tidak ada
penyimpanan karena bumbunya hanya untuk
satu kali masak.
- Saat pembelian bahan baku sudah dibungkus
menggunakan plastik sehingga sudah pasti
tertutup
- Pendistribusian dari dapur ke - Membawanya menggunakan mangkuk - Memakai mangkuk
tempat penyajian - Wadah tidak tertutup - Wadah tidak tertutup
- Masa simpan rendang Dua hari Satu minggu jika dipanaskan kembali
- Penyimpanan rendang yang sudah - Memakai mangkuk yang dipakai saat Memakai wadah yang dipakai saat
matang pendistribusian dari dapur ke etalase membawa rendang dari dapur ke etalase
- Mangkuk berbahan dasar stainless steel
202
Variabel A1 A2
- Kemasan/wadah untuk Memakai plastik yang dipakai berukuran Memakai plastik bening. Kalau
pembungkus rendang setengah kilogram. Apabila membeli rendang membelinya dengan nasi menggunakan
ditambah dengan nasi menggunakan kertas kertas pembungkus/nasi
pembungkus/nasi
Mengidentifikasi tujuan produk
203
Variabel A1 A2
Menentukan upaya-upaya
perbaikan
- Mengurangi kontaminasi rendang Ditutup menggunakan tirai Ditutup pakai tirai
204
Lampiran 4
Kutipan Transkip Mendeskripsikan Produk
Apa saja bahan-bahan yang “Laos, jahe, bawang putih, bawang “... jahe” Semua informan
dibutuhkan untuk membuat merah, kayu manis, ketumbar, “... santan, bawang merah, laos, menyatakan bahwa bahan-
rendang? jintan, asam kandis, asam gelugur, cabe giling, daging sapi” bahan membuat rendang
kemiri, pala” yaitu, laos, jahe, bawang
“santan, daging” putih, bawang merah, kayu
“..., daun jeruk” manis, ketumbar, jintan,
“...., daun kunyit, serai” asam kandis, kemiri, pala,
“... cabe giling.” santan, daun jeruk, daun
kunyit, serai, dan cabe.
Bagaimana penyimpanan - “Beli dari pasar langsung “ya diplastik biasa yang dapat Semua informan
bahan-bahan rendang? dimasak jadi tidak pakai dari pasar” menyatakan penyimpanan
disimpan. Bumbunya sekali bahan-bahan rendang
habis.” menggunakan wadah plastik
- “Dari pasar sudah diplastikin, yang didapatkan dari pasar
jadi sudah dibungkusin pakai dan tidak disimpan karena
plastik. Sudah pasti tertutup langsung habis
kan.”
205
Mendeskripsikan produk A1 A2 Kesimpulan
Bagaimana pendistribusian - “Bawanya pake mangkok biasa” - “Pakai mangkok biasa” Semua informan
dari dapur ke tempat - “Kalo ibu tidak ditutup, kalau - “Bawanya tidak ditutup menyatakan pendistribusian
penyajian? ditutup nanti basi karena masih karena masih panas rendang yang sudah matang
panas. Dibuka saja” rendangnya, kalau langsung dari dapur ke tempat
ditutup nanti berair dan penyajian (etalase)
rasanya jadi beda” menggunakan mangkok
biasa dengan berbahan
stainless steel dan tidak
tertutup karena masih dalam
keadaan panas
dikhawatirkan makanan
menjadi basi atau rasanya
berbeda
Berapa lama masa simpan “Dua hari. Kadang kalo rendang “Kalau rendang awetnya itu Informan menyatakan masa
rendang? yang bagus tahan 3 hari tuh, yang semakin dipanasin semakin simpan rendang selama dua
matangnya kering sampe item bagus, tambah enak dia. Bisa hari tetapi rendang yang
banget” tahan selama seminggu. Cuma bagus tahan sampai tiga hari
bedanya nanti makin hitam. dan jika semakin
Makin lama makin hitam lebih dipanaskan terus menerus
bagus dia. Tambah keluar bisa tahan selama seminggu
minyaknya”
206
Mendeskripsikan produk A1 A2 Kesimpulan
Bagaimana penyimpanan - “Pake mangkok, langsung dari “Iya itu pake wadah yang dari Semua informan
rendang yang sudah matang? dapur itu” dapur (mangkok). Kalau udah menyatakan penyimpanan
- “Itu pake mangkok yang dingin baru ditutup. Jangan rendang di etalase
bahannya stainless steel” ditaro di kulkas” menggunakan wadah
mangkok yang dibawa dari
dapur
Kemasan/wadah apa yang Pake plastik biasa yang setengah pake plastik bening gitu tapi Semua infroman
dipakai untuk membungkus kilo. Kalo belinya sama nasi ya pake kadang pake kertas nasi juga menyatakan
rendang? kertas nasi dibungkusnya kalo belinya sama nasi, kalo kemasan/wadah untuk
belinya ga pake nasi baru pake membungkus rendang
plastik menggunakan plastik dan
kertas nasi jika konsumen
membeli rendang ditambah
dengan nasi
207
Mengidentifikasi tujuan
A1 A2 Kesimpulan
produk
rendang dari rentang usia
muda sampai dengan tua
208
Mengkonfirmasi alur proses
A1 A2 Kesimpulan
dilapangan
- ”Iya kasih sedikit micin”
Peralatan yang dipakai - ”Wajan atau kuali, kalo orang - ”Wajan, kalau dikampung Semua informan
membuat rendang sini bilangnya wajan, kalo kita namanya talenang. ” menyatakan alat yang
bilangnya kuali” - ”Sama sodet juga. ” digunakan untuk memasak
- “Sodet, sodet yang besi boleh rendang adalah
atau kayu terserah” penggorengan, sodet,
- ”Pake cobek sama ulekannya, cobek, dan ulek
ntar kaya ditumbuk gitu”
- Waktu masak rendang - ”Dua jam. ” ”3 jam, kalau yang lebih Semua informan
- ”Iya, tapi tergantung juga, kalo bagusnya 2 – 3 jam” menyatakan waktu yang
rendang yang sampe item banget diperlukan untuk memasak
yang tahan 3 hari itu 3 jam. rendang yaitu 2 – 3 jam
Rendang padang yang bagus itu
3 jam. ”
- Rendang tidak habis dalam ”Gak dimasukin kulkas, dipanasin - ”Dipanasin lagi” Semua informan
waktu satu hari lagi terus ditutup pake tutupan panci - ”Jangan simpan dilemari es” menyatakan apabila
yang rapet” - ”Kalau disimpan dikulkas rendang tidak habis dalam
gak bagus dia, jadi ditutup waktu satu hari tidak
aja” dimasukkan ke dalam
- ”Iya dipanasin, ditambahin lemari es. Dipanaskan
air dikit biar gak terlalu kembali kemudian ditutup
kering”
209
Mengkonfirmasi alur proses
A1 A2 Kesimpulan
dilapangan
- ”Ditutup pake kain yang
jarang-jarang”
210
Lampiran 5
Proses Pemasakan Rendang
Gambar 4 Gambar 5
Rendang diletakkan Proses membeli daging di pasar
di etalase dengan
wadah terbuka
Gambar 6 Gambar 7
Proses membeli bumbu di pasar Proses membeli santan di pasar
211
Lampiran 6
Hasil Pengujian Laboratorium
212
213
214
Lampiran 7
Nilai/Rating Tingkat
Kriteria/Deskripsi
Kemungkinan
1 Maksimal 1 kali dalam 1 tahun
2 2 – 10 kali dalam 1 tahun
3 11 – 20 kali dalam 1 tahun
4 Lebih dari 20 kali dalam 1 tahun
215
Nilai/Rating tingkat Keparahan Kriteria/Deskripsi
Tingkat Severity
Bahaya (Hazard)
No.
Fisik Kimia Biologi
216
Lampiran 8
Lembar Pengecekan, Analisis Laboratorium, dan Pengukuran
217
LEMBAR PENGECEKAN BAHAN BAKU SANTAN
Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1 Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan
tidak membusuk
2 Kelapa yang akan diolah menjadi kelapa parut atau
santan dipilih yang segar dan bagus. Bila
diguncangkan terdengar bunyi kocokan air
3 Kelapa parut dan santan disiapkan langsung saat ada
pembeli
218
LEMBAR PENGECEKAN PENYIAPAN BAHAN BAKU
Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1 Memisahkan atau membuang bagian bahan yang
rusak
2 Bahan baku dicuci dengan air mengalir
219
LEMBAR PENGECEKAN KEMASAN PLASTIK
Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1 Plastik/kertas pembungkus makanan yang dipakai
aman untuk pangan
2 Terdapat logo serta tulisan aman untuk makanan
3 Terdapat kode plastik (nomor dan jenis plastik)
220
Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
6 Lubang angin dalam keadaan bersih, tidak dipenuhi
sarang laba-laba, dan tidak berdebu
TEMPAT PENYIMPANAN RENDANG
1 Terlindung dari debu, bahan berbahaya, serangga,
tikus, dan hewan lainnya
2 Wadah penyimpanan menutup sempurna tetapi
berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air
221