Anda di halaman 1dari 10

ISSN : 2620-5025 Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017

Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan


Model Integratif Pencegahan Kejahatan
Anggi Aulina
Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia
Depok, Jawa Barat
E-mail: anggi.dakotahara@gmail.com

Abstract

This paper generally aims to provide an outline for the development of crime prevention studies in a
more integrated way. Furthermore, in particular this paper aims to provide answers to the challenges of the
phenomenon of sustainable crime in urban areas and a partial crime approach that is seen as unable to address
the issue of continuing crime in urban areas. This paper demonstrates that a holistic approach is required in the
study of crime prevention and control in order to analyze the issue of continuing crime in urban public spaces.
This paper ultimately generates a model of solutions to the disadvantage of disintegrative crime prevention
studies and provides theoretical recommendations for integrative models of crime prevention, which can give
rise to integrated policy on a practical level, which allows the flexibility of crime prevention aspects reacting
to the threat of crime.

Keywords: crime prevention, integrative model, urban public space, holistic approach, continuous crime,
systems thinking

Abstrak

Tulisan ini secara umum bertujuan memberikan outline bagi pengembangan studi pencegahan
kejahatan dengan cara yang lebih terintegrasi. Selanjutnya, secara khusus tulisan ini bertujuan untuk
memberikan jawaban pada tantangan fenomena kejahatan berkelanjutan di wilayah perkotaan
dan pendekatan kejahatan parsial yang dilihat tidak mampu menjawab permasalahan kejahatan
berkelanjutan di wilayah perkotaan. Tulisan ini memperlihatkan bahwa diperlukan suatu pendekatan
holistik dalam studi pengendalian dan pencegahan kejahatan untuk dapat menganalisa masalah
kejahatan berkelanjutan di ruang publik perkotaan. Tulisan ini pada akhirnya melahirkan sebuah
model solusi atas kelemahan studi pencegahan kejahatan yang disintegratif dan memberikan
rekomendasi teoritis akan model integratif pencegahan kejahatan, yang dapat melahirkan kebijakan
terintegrasi dalam tataran praktis, dimana memungkinkan kelenturan aspek-aspek pencegahan
kejahatan bereaksi terhadap ancaman kejahatan.

Kata kunci: pencegahan kejahatan, model integratif, ruang publik perkotaan, pendekatan holistik,
kejahatan berkelanjutan, systems thinking

6 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

Pendahuluan sebagai kejahatan yang berkelanjutan, sebagai


sebuah kondisi terpeliharanya situasi kriminal
Mencermati data statistik lima tahun
pada lokus tersebut. Inilah yang menjadi
Polda Metro Jaya, ditemukan bahwa pada
fenomena mendasar yang menuntun tulisan ini
wilayah hukum Polda Metro Jaya mempunyai
untuk mengungkap penyikapan dalam kerangka
karakteristik persebaran crime rate (tingkat
teori pengendalian dan pencegahan kejahatan
kejahatan) yang relatif merata1. Sehingga dapat
terhadap langkah pengendalian kejahatan
dikatakan bahwa walaupun wilayah hukum
(paradigma baru) dan model pencegahan
tertentu memiliki signifikansi tingkat kejahatan
kejahatan yang diharapkan lebih efektif.
tertinggi2, namun hal ini berbanding dengan
wilayah polres lainnya di Jakarta. Jenis kejahatan Secara teoretis studi pencegahan kejahatan
yang dicermati adalah jenis kejahatan jalanan merupakan perkembangan studi pengendalian
(street crime) yang dilakukan di ruang publik. Data kejahatan, yang membahas mengenai reaksi
statistik kepolisian tidak menunjukkan spesifikasi kejahatan dalam tataran formal. Studi
lokus, melainkan memberikan penekanan pada pengendalian kejahatan umumnya dicermati
kasus itu sendiri dan wilayah hukum, sehingga dengan pendekatan teoretis positivis (Liska,
dalam tulisan ini kasus seperti curat, curas, 1987). Landasan berpikir positivis tersebut
curanmor dan anirat atau 11 jenis kejahatan menghasilkan model pencegahan kejahatan yang
jalanan lainnya terdapat probabilita dilakukan disintegratif dan tidak sesuai dengan kebutuhan
di wilayah selain ruang publik atau di wilayah masyarakat. Oleh karenanya, studi pencegahan
huni. Namun berdasarkan telaah sosiologis kejahatan kemudian dipandang hanya sebagai
kriminologis yang mendalam atas hubungan ranah praktis, yang menjadi bahan pemikiran
ruang-ruang publik dengan kejahatan dan model dan kajian para praktisi (Lihat misalnya Heal,
pencegahan kejahatan, dan karakter perkotaan 1992; Birkbeck, 2005; Clancey, Lee, Fisher,
di Indonesia telah mengalami perubahan bentuk 2012). Seperti teori Fixing Broken Windowsoleh
menjadi lokus bertipe spasial kombinasi (mix- Kelling dan Coles (Lainer & Henry, 2004: 222),
use area) (Tadié, 2006). Tulisan ini mendasarkan yang menekankan pada faktor pemeliharaan
argumentasinya tidak hanya pada frekuensi dan wilayah untuk mereduksi kemungkinan atau
sifat kejadian kriminalitas jalanan, namun juga peluang terjadinya kejahatan. Teori tersebut
jenis ruang publik dan struktur ruang, yaitu Mall, merupakan satu contoh pendekatan yang bersifat
Pasar, Terminal, Stasiun, Jalan Raya/Keramaian positivis, pragmatis dan praktis. Beberapa kajian
dan dalam telaah wilayah mix-use. Fenomena menilai bahwa pendekatan positivis dalam
yang terjadi di wilayah perkotaan penulis sebut studi pengendalian kejahatan dan pencegahan
kejahatan tidak lagi efektif (T.R. Young, 2002;
1 Data kriminalitas yang digunakan sebagai pembukaan tulisan mengenai Currie, 1999; Milovanovich,1995; White dan
Model Integratif Pencegahan Kejahatan adalah data yang digunakan
penulis dalam Disertasi pada Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Perrone, 2002).
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Tahun 2013. Data
kriminalitas yang digunakan adalah: Data Perbandingan empat kasus
tindak pidana pada tahun 2007-2011 Polda Metro Jaya; Data Kerawanan
Liska (1987) mengungkapkan bahwa
11 Kasus tahun 2011 Polda Metro Jaya, Data Tahunan 2011 (data 11 Jenis
perwilayah); Data Tahun 2011 (data 7 Jenis perwilayah); Data tahun
pendekatan pengendalian kejahatan yang
2010 (data 7 Jenis Kasus, selektif per-polsek); Data Tahun 2011 (data 7
Jenis Kasus, selektif per-polsek); Data Tahun 2011 (data 4&11 Jenis
berlandaskan paradigma positivis, seperti
Kasus, selektif per-posek); Data Tahun 2010 (data 4 jenis, selektif per- pendekatan model ekonomi dan struktural
polsek); Data Tahunan 2010 (data 7 & 11 Jenis Kasus perwilayah). Data
yang digunakan memang terbatas dalam konteks waktu tertentu, namun fungsionalis, menyebabkan pandangan yang
landasan pemikiran Model Integratif Pencegahan Kejahatan tidak terbatas
oleh konteks waktu data kriminalitas tersebut diambil. sempit atas dinamika kejahatan. Setelah
2 Data statistik lima tahun (2007-2012) oleh Polda Metro Jaya
menggambarkan tingkat kejahatan pada wilayah hukum Polres Jakarta Liska (1987), terdapat beberapa pemikir
Barat mempunyai signifikansi paling tinggi, dalam konteks peristiwa
kejahatan yang terjadi di ruang publik. sosial lainnyayang memberikan kritik

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 7


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

terhadap pendekatan satu dimensi, yang selalu prinsip-prinsip kebijakan.


mendominasi penjelasan mengenai kejahatan
Analisa dan penjelasan atas kejahatan
dan penanganannya (T.R. Young, 2002; Currie,
yang dilakukan oleh kajian pengendalian
1999; Milovanovich, 1995; White dan Perrone,
kejahatan, menghasilkan studi pencegahan
2002). Seperti Currie (1999) yang menekankan
kejahatan yang hanya bersifat praktis atau
pada perlunya pemikiran holistik tentang
pada skala mikro. Kajian pencegahan kejahatan
kejahatan dalam kriminologi di era milenium.
hanya membahas cara, teknik dan strategi
Kejahatan dalam pemikiran para pemikir sosial
yang bertujuan untuk mereduksi kejahatan
tersebut, termasuk Currie (1999), adalah suatu
(atau mereduksi perilaku kejahatan) selain
fenomena yang kompleks dan memerlukan
pengendalian kejahatan berdimensi formal
pemahaman yang komprehensif serta tidak
(sistem peradilan pidana), dengan cara menutup
dibatasi oleh paradigma tertentu.
kesempatan kejahatan (Gilling, 1997; Walkate,
Pemahaman pengendalian kejahatan dan 2005). Beberapa pemikir sosial mengungkapkan
pencegahan kejahatan merupakan bagian dari bahwa kecenderungan pragmatis pada strategi
lingkup pengendalian sosial. Pengendalian sosial pencegahan kejahatan menghasilkan landasan
merupakan mekanisme untuk mempengaruhi konsep yang dikemukakan memiliki kaitan yang
perilaku dari individu (atau kelompok sosial) lemah dengan teori atau dengan kata lain hanya
agar sejalan dengan norma dan harapan-harapan sedikit mengacu pada teori (Hughes, 1997;
kelompoknya, dengan tujuan menciptakan Walkate, 2005; Voigt, 1994).
harmoni sosial. Pandangan ini berangkat dari
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan,
pemikiran bahwa masyarakat terikat oleh
maka hubungan antara kajian pengendalian
kesepakatan bersama atau konsensus (F.J. Davis
sosial, pengendalian kejahatan dan pencegahan
dikutip Voigt et.al, 1994: 39; Cohen dikutip
kejahatan selama ini dipahami sebagai kajian yang
White dan Perrone, 2002). Pengendalian
bersifat fragmentatif dalam tingkat makro, meso
sosial mencermati hubungan individu dengan
dan mikro. Pada level makro, studi pengendalian
keluarga, sekolah atau lembaga keagamaan (atau
sosial berbicara mengenai nilai, regulasi, norma,
dikonsepkan sebagai significant others) dalam
sosialisasi, dan penegakan hukum, sementara
melakukan pencegahan kejahatan (Voigt, 1994:
itu studi pengendalian kejahatan dalam dimensi
234).
meso berbicara mengenai analisa kejahatan dan
Penggunaan konsep pengendalian sosial yang regulasi kebijakan formal terhadap kejahatan.
lebih spesifik melahirkan konsep pengendalian Kemudian pada level mikro, yaitu studi
kejahatan. Pengendalian kejahatan berhubungan pencegahan kejahatan berbicara mengenai
dengan studi tentang kejahatan (Pepinski, 1980) teknis praktis dalam upaya mereduksi kejahatan.
dan berhubungan dengan analisa mengenai Studi pencegahan kejahatan misalnya, bersifat
hal-hal yang harus dikendalikan (dilihat pragmatis dan partikular yang berkonsentrasi
dari ukuran biaya pengendalian) dan masih pada cara mencegah perilaku, mereduksi
berada dalam kajian mengenai dimensi formal kesempatan pelaku dan motivasi pelaku secara
pengendalian kejahatan. Contohnya, Hudson parsial, dalam konteks sebab akibat seperti yang
(dikutip Walkate,2005) mengungkapkan bahwa dikemukakan dalam pandangan positivis.
pengendalian kejahatan mempunyai fungsi
Pandangan positivis tidak lagi efektif
pengadilan kriminal (sistem peradilan pidana),
bagi pengendalian kejahatan dan pencegahan
sementara Gilsinan (1990) mengkaitkan
kejahatan, terutama dalam konteks wilayah
pengendalian kejahatan dengan pembuatan

8 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

perkotaan dan ruang publik, karena keduanya mengenai teori-teori yang digunakan bagi
merupakan wilayah yang memiliki karakteristik penyusunan model-model pencegahan kejahatan
khusus (Mitchell, 1961; Lefebvre, 1961; yang telah ada selama ini. Ronald V. Clarke
Lamarche, 1976 dikutip Stilwell, 1992; Pacione, (1995) memperkenalkan model Situational
2001). Wilayah perkotaan dan ruang publik Crime Prevention, model ini menggambarkan
yang ada didalamnya memiliki penyebab pencegahan yang mencoba untuk mereduksi
kejahatan dan ketidakteraturan yang bersifat struktur kesempatan pada bentuk kategori
multikausal. Pendekatan positivis terhadap kejahatan tertentu, dengan cara menambah risiko
penyebab kejahatan dan ketidakaturan tersebut dan kesukaran serta mereduksi keuntungan dari
selama ini dilakukan dengan upaya menghalangi kejahatan yang dilakukan. Model ini memiliki
niat (discouragement) atau menutup kesempatan landasan teori Pilihan Rasional (Rational Choice
melalui manipulasi lingkungan, yang hanya Theory), teori ini pada dekade 1950-an memiliki
menyebabkan pelaku kejahatan mencari hubungan dengan pendekatan psikologi, lalu pada
kesempatan pada target rentan (vulnerable akhir dekade 1960-an memiliki kaitan dengan
victims) lainnya sertapada lokus yang berbeda kajian sosiologis dan pada era 1980-an makin
pula. Hal ini kemudian dikenal sebagai fenomena berkembang pada Ilmu Ekonomi. Terdapat
displacement atau pemindahan kejahatan (Heal, beberapa kritik terhadap model Situational
1992: 208; Shapland, 2010). Crime Prevention, yaitu pencegahan situasional
dapat melahirkan kondisi displacement, karena
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa
akan memindahkan pelaku pada peristiwa
pengendalian dan pencegahan kejahatan positivis
kejahatan pada situasi yang rentan lainnya
yang bersifat parsial ataupun fragmentatif tidak
(Shapland, 2007). Kritik lainnya adalah bahwa
lagi efektif pada upaya penanganan kejahatan
model situasional, yang menekankan pada peran
di wilayah perkotaan. Dalam studi mengenai
aspek situasi kurang memberikan perhatian
kejahatan, pandangan posmodern mengenai
terhadap peran variabel atau faktor persepsi
kejahatan bersifat multidimensi dan kontekstual,
individu, yaitu hal yang berkaitan dengan situasi
yaitu memberikan peran signifikan pada aspek
saat individu akan memutuskan melakukan atau
perbedaan tempat, waktu, struktur sosial dan
tidak melakukan kejahatan (Heal, 1992: 207).
ekonomi. Pada pandangan posmodern, model
Menurut Heal (1992: 211) tujuan signifikan dari
pencegahan kejahatan dapat memperluas batasan
pendekatan tersebut adalah untuk memperoleh
jangkauan dan aplikasi dari teori non-integratif
crime profile (profil kejahatan) sebagai landasan
tentang kejahatan, dan juga menyediakan
bagi rencana strategis pencegahan kejahatan
ruang bagi diversifikasi model yang lebih luas
yang akan dilaksanakan suatu lembaga tertentu.
(Barack, 2002; Henry & Milovanovich, 1996:
144), yang memungkinkan kelenturan aspek- Model pencegahan kejahatan berikutnya
aspek pencegahan kejahatan bereaksi terhadap adalah model Community Crime Prevention,
ancaman kejahatan. yaitu pendekatan pencegahan berdasarkan pada
pemberdayaan kekuatan komunitas melalui
Model-Model Pencegahan Kejahatan aktivitas sehari-hari yang menekankan pada
berjalannya prasyarat sosial yang diharapkan
Kajian mengenai pengendalian dan
mampu merubah dan mengurangi motivasi
pencegahan kejahatan selama ini belum banyak
individu untuk berbuat kejahatan. Hope (2001:
dicermati melalui cara berpikir posmodern.
421) menyediakan gambaran bagaimana
Untuk lebih dapat memahami cara berpikir
konteks sosial dapat mempengaruhi kejahatan
posmodern, maka perlu dipaparkan lebih lanjut
dan bagaimana pengendalian sosial berjalan

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 9


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

dalam lingkup pemukiman. Adapun kritik Hope atau kesamaan pendapat antara berbagai
terhadap pengimplementasian model ini terletak pihak mengenai pentingnya mengintegrasikan
pada sumber pengendalian sosial informal pengukuran sosial yang biasanya dilakukan
yang tidak dapat diterapkan dalam komunitas oleh akademisi, dan kondisi fisik (situasi, ruang)
dengan profil kejahatan tingkat tinggi (2001: yang biasanya diperhatikan oleh para pembuat
432), karena dalam lingkup pemukiman dengan kebijakan dan praktisi, dalam upaya untuk
tingkat kejahatan tinggi karakter masyarakatnya melawan kejahatan. Heal (1992) kemudian
lebih terfragmentasi dan berlandaskan pada mengarahkan pada sintesis yang kreatif dari tiga
ketidakpercayaan serta stigmatisasi. Sehingga pendekatan (situasional, dorongan psikologis dan
strategi ini hanya efektif pada komunitas dengan sosial).Terutama untuk menjalankan pencegahan
tingkat kejahatan yang rendah. kejahatan di area dengan kriminalitas tinggi,
Heal memperkenalkan perubahan dari metode
Selanjutnya adalah model pencegahan yang
yang dikotomis dan parsial kedalam bentuk
disebut sebagai Social Crime Prevention. Model
pendekatan kebijakan yang dijalankan melalui
ini fokus pada upaya untuk menghadapi akar
struktur lokal yang dapat diandalkan disertai
masalah kejahatan (Zhao dan Lui, 2011: 210)
kepemimpinan yang dipercaya hingga sumber
dan mempelajari kecenderungan individu untuk
yang memadai (Heal, 1992: 212).
melanggar. Model pencegahan ini menyediakan
landasan yang kuat untuk kebijakan pencegahan Heal memaparkan bahwa landasan dari
kejahatan dan prakteknya (Zhao dan Lui, pemikiran integratif diatas dimulai pada akhir
2011: 212). Tujuan dari model ini adalah untuk 1980-an yaitu berkembangnya pemikiran
mereduksi faktor-faktor risiko kejahatan, seperti pencegahan kejahatan yang dinilai lebih
gender, usia, pengaruh keluarga, sekolah dan realistis (Heal, 1992: 211), yang percaya bahwa
teman, dengan cara menguatkan struktur, peran pengembangan pencegahan kejahatan bisa
institusi sosial, organisasi komunitas (melalui mendapatkan keuntungan dari penerapan
pendidikan keterampilan), pendidikan moral pendekatan kebijakan dan kesadaran akan
(melalui sekolah), penghentian kekerasan signifikansi dari faktor-faktor, yaitu faktor
dalam rumah tangga, pendidikan orang tua, kesempatan pelaku pada kejahatan,dorongan
serta memperbaiki kondisi sosial dan pranata sosial dan psikologis serta persepsi yang dipelajari
yang ada secara bersamaan. Adapun kritik oleh individu (diistilahkan oleh Heal sebagai
terhadap modelsocial crime prevention adalah “learned perceptions”, 1992: 211) dan perilaku
ketidakmampuannya dalam memberikan hasil yang mendorong individu untuk mengambil
yang segera dan signifikan, yaitu terjadinya tindakan dalam kesempatan.
perubahan sosial masyakarat (Zhao dan Liu,
Oleh sebab itu Heal melihat bahwa
2011: 3). Teori-teori yang melandasinya
kesuksesan pencegahan kejahatan hanya akan
pendekatan model ini adalah strain theory,
ada bila didukung oleh aspek sktruktural serta
control theory, social disorganization theory dan
pencegahan lokal dengan keterlibatan beberapa
social learning theory.
agen dalam pencegahan kejahatan (Heal, 1992:
Dalam perkembangan mengenai studi 211). Heal menilai bahwa dalam perjalanannya
pencegahan kejahatan, Heal (1992:212) melihat dikotomi pemikiran antara ranah konseptual
bahwa pada era tahun 1990-an, dunia pencegahan (pembuat kebijakan, akademisi) dengan praktis
kejahatan yang selama ini memperlihatkan (agen praktis) semakin terjembatani (Heal, 1992:
perbedaan antara akademisi, pembuat kebijakan 212), sehingga memungkinkan adanya integrasi
dan praktisi, telah berubah menjadi kesepakatan pengukuran sosial dan fisik dalam upaya untuk

10 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

melawan kejahatan dengan sintesis situasional, kejahatan di ruang publik yang menonjol, dengan
sosial dan komunitas melalui pendekatan ciri wilayah tipe spasial kombinasi (mix-used area),
kebijakan dan agen struktur lokal. Namun, Heal diversifikasi populasi etnis dan keberagaman
mengakui masih terdapat hambatan bagi model subkultur, gaya hidup urban dan keberagamaan
yang integratif, yaitu kurangnya informasi yang nilai serta keberagaman jenis pekerjaan termasuk
andal atas realitas kejahatan serta kurangnya faktor penghasilan. Pemerintah daerah berasal
peran struktur lokal dalam mendukung dan dari keadaan budaya paternalistik yang masih
menyampaikan strategi pencegahan kejahatan terasa di lokus spesifik Tambora (Harahap,2013),
(Heal, 1992: 212). Hambatan lainnya adalah dimana ini merupakan meso-potensi yang dapat
kegagalan membuat data yang terintegrasi dari mendukung peningkatan pencegahan kejahatan
materi yang ada, karena para kriminolog dan sosial, namun ini melemah dikarenakan tidak
pembuat kebijakan serta para praktisi terlalu adanya fondasi legitimasi yang kuat, disaat
banyak berkonsentrasi pada statistik formal norma lama dianggap sebagai norma yang stabil
dan data sistem peradilan pidana ketimbang dan tidak diadakannya intervensi baru pada level
karakteristik kejahatan. konseptual dan tidak terciptanya situasi tidak
adanya pengawasan saling mendukung antara
Pandangan Heal (1992) memperlihatkan
struktur dan agen3.
bahwa terdapat kebutuhan atas tanggung
jawab dari seluruh struktur negara dalam upaya Ketiadaan pengawasan dialektis4
pengendalian kejahatan, bahwa pengurangan ini mengakibatkan sirkulasi pelemahan potensi
tindak kejahatan tidak semata-mata tugas satu masyarakat dan negara dan permanennya
lembaga negara tertentu saja, namun tugas semua ketegangan sosial yang terjadi di lokus tersebut.
pranata formal negara. Sebagai konsekuensi Ketegangan yang ada pada ruang sosial membuat
dari pandangan ini, maka menurut Heal dalam individu dan warga memikirkan jalan keluar
tataran lokal, masalah pengurangan tindak sendiri-sendiri dalam menghadapi masalah
kejahatanbukan beban tugas polisi saja, namun yang ada. Reaksi tindakan individual seperti self
adalah tugas seluruh lembaga pemerintahan, protection mechanism, mekanisme pengawasan
termasuk seluruh badan atau lembaga pemerintah kedalam (inward looking mechanism) yang parsial,
daerah yang ada (Heal, 1992:205). Pandangan tidak adanya jalan keluar atas ketegangan sosial,
Heal merupakan pandangan modern mengenai dan terus menyebabkan faktor kriminogenis
pencegahan kejahatan dengan membongkar dalam ruang yang dapat berlangsung dari
limitasi pandangan tradisional mengenai persilisihan biasa hingga tindakan lain.
pencegahan kejahatan, yang umumnya masih
Fenomena penyelamatan diri sendiri ini
bersifat parsial.
karena permanennya sifat parsialitas membuat
pencegahan kejahatan tidak dapat terhubung
Kegagalan Paradigma Positivis dalam
dengan aspek kebijakan bahkan Undang-
Pencegahan Kejahatan
Undang, sehingga sulit untuk dirubah. Karena
Dominasi dari pendekatan pencegahan bagaimanapun segala keputusan mengenai
kejahatan situasional saja, dapat menyebabkan manajemen keamanan dan pencegahan di lokus
potensi pengendalian sosial sebagai salah satu kota membutuhkan berjalannya sistem di semua
bentuk dari social crime prevention melemah. 3 Agen dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai seluruh pelaksana
Padahal model pencegahan sosial diperlukan pengendalian dan pencegahan kejahatan, baik formal maupun nonformal.
Ide mengenai hubungan struktur dan agen berangkat dari teori Strukturasi
dalam kondisi ruang publik yang bersifat mix-use. oleh Anthony Giddens.
4 Konsep “dialektis” berasal dari Pemahaman Giddens (1984) mengenai
Mengacu pada memiliki karakteristik kejadian hubungan dinamis struktur dan agen.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 11


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

level. Strategi pencegahan harus mencakup strukturalis fungsionalis yang menekankan pada
seluruh kebijakan, pengukuran dan teknik norma yang stabil dalam suatu ruang.
diluar dari wilayah sistem penegakan hukum
yang bertujuan untuk mereduksi segala bentuk Model Integratif Pencegahan Kejahatan
potensi terjadinya kejahatan maupun kerugian
Pencegahan kejahatan dalam model yang
yang dialami oleh pengguna ruang publik.
integratif diawali dengan kerangka berfikir
“Inward security looking” yang bersifat parsial integratif telah dimulai oleh pemikiran Heal
ternyata tidak berhasil mencegah kejahatan di (1992) dan diikuti oleh Selmini (2010),
ruang publik, dan pencegahan kejahatan yang dimana keduanya belum membuat pemosisian
menekankan pada aparat personil keamanan pencegahan kejahatan. Heal (1992) memulai
strukturalis
ataupun cctv fungsionalis
juga tidak yang
berhasilmenekankan pada norma
mencegah pengamatan teoretis yang
denganstabil dalam suatu
mempopulerkan
kejahatan di lokasi yang telah dipersiapkan strategi pencegahan yang terintegratif. Heal
ruang.
untuk mencegah kejahatan secara situasional, melihat bahwa kegagalan pada penyelesaian
D.
danMODEL INTEGRATIF
berakibat justru pada rendahnya PENCEGAHAN KEJAHATAN
kepercayaan “pattern” dapat diselesaikan dengan pencegahan
publik
Pencegahanterhadap kejahatan
sistem (terhadap
dalam petugas
modelyangyang mengikutsertakan aspek dengan
integratif diawali struktural kerangka
dan
keamanan: karena polisi, satpol PP adalah sistem agen lokal dalam usaha pencegahan kejahatan
berfikir integratif telah dimulai oleh pemikiran Heal (1992) dan diikuti oleh Selmini
pemerintah). Bahkan pada ruang publik yang (1992). Heal (1992) mencoba untuk merubah
(2010), dimana keduanya belum membuat pemosisian pencegahan kejahatan. Heal
mendapatkan pengawasan dari aparat keamanan pandangan yang didominasi oleh perspektif
(1992)
jugamemulai
tidak dapat pengamatan
mencegah terjadinyateoretis dengan mempopulerkan strategi pencegahan
kejahatan. mikro kepada level meso dan makro dengan
yangKeadaan
terintegratif. Heal melihat bahwa kegagalan
ini semakin mendorong keadaan mengikutkan pada penyelesaian
struktur, kebijakan, “pattern”
dan peran dapat
pencegahandengan
diselesaikan kejahatanpencegahan
kedalam. Kelemahan
yang mengikutsertakan
akademisi dan praktisiaspek
dalamstruktural
pembahasandan atas agen
lokaldari pendekatan
dalam usaha positivis juga berujung
pencegahan pada pencegahan
kejahatan (1992).kejahatan. Pemikiranmencoba
Heal (1992) Heal dapat untuk
ignorance
merubah dari masyarakat
pandangan yang atasdidominasi
kejahatan yangolehdigambarkan
perspektifsebagai
mikro berikut:
kepada level meso dan
berakibat dari ketiadaan kepastian hukum dan
makro dengan mengikutkan struktur, kebijakan, Pencegahan dan kejahatan
peran akademisi
terhadap danbentukpraktisi
rasa terlindungi dari aparat keamanan formal
dalam pembahasan atas pencegahan kejahatan. situasi kejahatan
Pemikiran yang
Healberkelanjutan tidak
dapat digambarkan
dan pelunturan dari traditional values, yang
sebagai berikut: bisa didekati dengan pendekatan penegakan
terakhir ini merupakan bantahan atas pandangan

Perjalanan Pemikiran Dalam Studi Pencegahan Kejahatan


(Anggi Aulina)

Pencegahan kejahatan terhadap bentuk situasi kejahatan yang berkelanjutan


tidak bisa didekati dengan pendekatan penegakan hukum semata, karena
12 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017
pendekatan hukum hanya bertujuan untuk menyelesaikan peristiwa kejahatan yang
tertangani oleh kepolisian. Hal itu tidak memaksimalkan potensi pencegahan
Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

hukum semata, karena pendekatan hukum bentuk posmodernis yang menekankan pada
hanya bertujuan untuk menyelesaikan peristiwa bentuk lokal kejahatan, keadilan, hukum dan
kejahatan yang tertangani oleh kepolisian. Hal komunitas. Paradigma integratif ini dilihat
itu tidak memaksimalkan potensi pencegahan Barack (2002) berkembang terutama pada abad
kejahatan. Sebaiknya pencegahan kejahatan ke-21 (Barack, 2002) terutama dalam kaitannya
berhubungan dengan pemahaman akan struktur dengan kriminologi dan penologi. Adapun
(faktor spasial/ruang, ekonomi, urban, politik, pemikir posmodern lainnya, seperti Henry
globalisasi; makro), subyek (agen pencegahan dan Milovanovich (1996) melihat pendekatan
kejahatan/mikro) dan sistem (kebijakan, potensi integratif5 sebagai usaha untuk memahami dan
ketetanggan/meso). menjelaskan kejahatan melalui pemahaman
diluar kebiasaan penjelasan fragmentatif
Adapun menurut Barack (2002), konsep
didalam kriminologi, yang menuju kepada teori
dan model integratif adalah pendekatan yang
multidisipliner (Henry & Milovanovich, 1996,
menyediakan ruang bagi diversifikasi model
xi).
yang lebih luas serta ruang bagi kreatifitas
pluralitas pengetahuan, baik didalam maupun Parsialitas dalam pencegahan kejahatan
antar batasan disiplin ilmu. Pendekatan masih berhasil pada lokus-lokus yang lebih kecil
integratif memiliki tujuan untuk memperluas dan terbatas, sedangkan pada lokus seperti ruang
batasan jangkauan dan aplikasi dari teori non- publik model pencegahan tidak bisa bersifat rigid.
integratif tentang kejahatan dan hukuman. Upaya integrasi pencegahan kejahatan adalah
Dalam perkembangan ilmu kriminologi, banyak suatu upaya untuk melakukan pelenturan dalam
ahli kriminologi yang mulai menggunakan bentuk pengawasan „dialektis“ dan integrasi
pandangan integratif dan interdisiplin, selain akan model-model pencegahan kejahatan yang
pandangan modernis dan posmodernis (Barack, ada baik pada aspek institusi formal, kebijakan
2002; Henry & Milovanovich, 1996: 144). dan masyarakat atau pada level situasional,
komunitas dan masyarakat.
Menurut Barack (2002) pendekatan
integratif terbagi menjadi dua, yaitu model
Penutup
integratif yang fokus pada pembahasan mengenai
perilaku dan aktivitas kejahatan dan yang fokus Pendekatan holistik membuat teori-
pada hukuman dan pengendalian kejahatan. teori yang mendasari masing-masing studi
Barack (2002) mengklasifikasikan teori integratif dalam pengendalian kejahatan dapat dilihat
kedalam pendekatan formalistik yaitu yang kembali secara hollistik. Pandangan holistik
mengandung pernyataan proposisional dari dua dan terintegrasi membuat studi mengenai
atau lebih teori yang berasal dari disiplin yang sama pengendalian dan pencegahan kejhatan
dan teori integratif yang kurang formalistik, yaitu mempunyai dampak pada konsepsi penanganan
yang mengandung atau mengkonseptualisasikan yang terintegrasi. Diskusi mengenai Pencegahan
hubungan resiprokal dan interaktif antara kejahatan dalam model yang integratif diawali
beberapa level dan motivasi manusia, organisasi dengan kerangka berfikir integratif telah
sosial dan hubungan struktural (Barack, 2002). dimulai oleh pemikiran Heal (1992) dan diikuti
Adapun model pendekatan integratif dibedakan oleh Selmini (2010). Heal (1992) memulai
menjadi dua, yaitu model model modernis, yang pengamatan teoretis dengan mempopulerkan
menekankan pada sentralitas dari teori dalam
5 Beberapa contoh pendekatan integratif misalnya: pendekatan integratif
usaha ilmiah serta konstruksi model kausalitas dari Box (1983) untuk memahami kejahatan korporasi; Braithwaite (1989),
Coleman (1987, 1994) kejahatan kerah putih (Henry & Milovanovich,
yang dapat memprediksi pelanggaran, dan 1996: 145-150).

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 13


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

strategi pencegahan yang terintegratif. Criminology Review 2(1) (1999).


Heal menekankan pada pencegahan yang
Giddens, Anthony. The Constitution of
mengikutsertakan aspek struktural dan agen
Society. Outline of the Theory of Structuration.
lokal dalam usaha pencegahan kejahatan
Cambridge: Polity Press, 1984.
(1992). Heal (1992) mencoba untuk merubah
pandangan yang didominasi oleh perspektif Gilling, Daniel. Crime Prevention. Theory,
mikro kepada level meso dan makro dengan Policy and politics. London: University College
mengikutkan struktur, kebijakan, dan peran London (UCL), 1997.
akademisi dan praktisi dalam pembahasan atas
Gilsinan, James F. Criminology and Public
pencegahan kejahatan. Model pencegahan
Policy. An Introduction. Englewood Cliffs:
kejahatan Integratif memandang masalah
Practice Hall, 1990.
kejahatan dalam “dialektik makro-meso-mikro”
dalam intervensi terhadap eskalasi kejahatan Heal, Kevin. “Changing Perspectives on
di ruang publik. Dilihat dari keterbatasan Crime Prevention: The Role of Information and
model pencegahan kejahatan berparadigma Structure.”Crime, Policing and Place: Essays in
positivis, maka model integratif pencegahan environmental criminology. Ed. David Evans J. et
kejahatan berupaya untuk melakukan telaah al., London: Routledge. 1992. 205-216.
perkembangan teoretis terhadap permasalahan
sebuah fenomena kejahatan yang berkelanjutan Henry, Stuart and Dragan Milovanovich.
di ruang publik perkotaan. Constitutive Criminology. Beyond Postmodernism.
London: Sage Publications,1996.
Daftar Pustaka Hope, Tim. “Community Crime Prevention
in Britain: A strategic Overview. Criminology
Barack, Gregg. “Integrative Theories”.
and Criminal Justice”Criminal Justice 1:4 (2001):
Encyclopedia of Crime and Punishment. Ed. David
421-439.
Levinson. Sage, 2002.
Lefebvre, Henri. The Production of Space.
Birkbeck, Christopher. “The Market for
Oxford UK & Cambridge USA: Blackwell,
Scientific Crime Prevention: A Comparative
2003.
Study of Canada and Venezuela.”European
Journal on Criminal Policy and Research 11 (2005): Leiner, Mark. M and Stuart Henry. Essential
321-346. Criminology. Colorado: Westview Press, 2004.
Clancey, Garner, et al., “Crime Prevention Liska, Allen E. “A Critical Examination of
through Environmental Design (CPTED) and Macro Perspectives on Crime Control.”Annual
the new south Wales Crime Risk Assesement Review of Sociology13 (1987): 67-88.
guidelines: a Critical Review.”Crime Prevention
and Community Safety14:1(2012): 1-15. Milovanovich, Dragan. “Duelling
Paradigms: Modernist v. Postmodernist
Clarke, Ronald V. “Situational Crime Thought.”Humanity and Society19:1 (1995):
Prevention.”Crime and Justice: Building a safer 1-22.
Society: Strategic Approaches to Crime Prevention19
(1995): 91-150. Mitchell, Don. The Right to the City. Social
Justice and the Fight for Public Space. New York &
Currie, Elliot. “Reflections on Crime London: The Guilford Press, 1961.
and Criminology at the Millenium.”Western

14 Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017


Kejahatan di Wilayah Perkotaan dan Model Integratif Pencegahan Kejahatan

Pacione, Michael. Urban Geography. A Global Tadié, JérÔme. Wilayah Kekerasan di


Perspective. Routledge Publishing Co., 2001. Jakarta. Depok: Masup Jakarta, 2006.

Pepinsky, Harold E. Crime Control Strategies. Voigt, Lydia, et al., ed. Criminology and
An Introduction to the Study of Crime.New York Justice.New York: McGraw-Hill, Inc., 1994.
& Oxford: Oxford University Press, 1980.
Walkate, Sandra. Criminology. The Basics.
Selmini, Rossella. “The European London & New York: Routledge, 2005.
Experience of Crime Prevention.” International
White, Rob and Santina Perrone.Crime and
Handbook of Criminology. Ed. Shlomo Giora
Social Control. An Introduction. Australia: Oxford
Shoham, et al., Boca Raton: CRC Press. 2010.
University Press, 2002.
511-538.
Young, T.R. “Chaos and Crime Lecture
Shapland, Joanna. “Situational
001: Chaos Theory and Postmodern Theories of
Crime.”Encyclopedia of Law & Society: American
Crime.” (1998).
and Global Perspectives. Ed. David S. Clark. Sage
Publications, 2007. Zhao, Ruohui and Jiangong Lui. “A system’s
Approach to Crime Prevention: The Case of
Stilwell, Frank. Understanding Cities &
Macao.”Asian Criminology 6 (2011): 207-227.
Regions. Australia: Pluto Press, 1992.

Jurnal Ilmu Kepolisian | Volume 11 | Nomor 3 | Desember 2017 15

Anda mungkin juga menyukai