Anda di halaman 1dari 55

Lepra

dr Nugroho Eko W B,MSi

Kepaniteraan Klinik Farmasi


Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2020
Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
• Lepra adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang
bersifat intraselular obligat.
• Penularan kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan atas dan kontak kulit pasien lebih dari
1 bulan terus menerus.
• Masa inkubasi rata-rata 2,5 tahun, namun dapat juga bertahun- tahun.
Keluhan
• Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama di wajah dan telinga.
• Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal. Lepuh pada kulit tidak dirasakan nyeri.
• Kelainan kulit tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf
tepi.
Faktor Risiko
• Sosial ekonomi rendah
• Kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang didiagnosis dengan lepra
• Imunokompromais
• Tinggal di daerah endemik lepra
Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis
• Tanda-tanda pada kulit
• Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk plakat dengan kulit mengkilat
atau kering bersisik. Kulit tidak berkeringat dan berambut. Terdapat baal pada lesi kulit,
hilang sensasi nyeri dan suhu, vitiligo. Pada kulit dapat pula ditemukan nodul.
• Tanda-tanda pada saraf
• Penebalan nervus perifer, nyeri tekan dan atau spontan pada saraf, kesemutan, tertusuk-
tusuk dan nyeri pada anggota gerak, kelemahan anggota gerak dan atau wajah, adanya
deformitas, ulkus yang sulit sembuh.
• Kerusakan saraf tepi biasanya terjadi pada saraf yang ditunjukkan pada gambar 1.4.
• Ekstremitas dapat terjadi mutilasi
• Untuk kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik, simbol-simbol pada gambar 1.5
digunakan dalam penulisan di rekam medik.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan jaringan kulit.
BERCAK KUSTA YANG SPESIFIK :

Memiliki sifat 4 – A :
• Anaesthesi
• Anhydrosis
• Achromia
• Atrophy
Central healing
Saraf tepi yang perlu diperiksa pada
lepra/kusta
TES SENSIBILITAS

Rasa nyeri
TES SENSIBILITAS

Rasa raba
TES SENSIBILITAS

Panas dingin
Penebalan N. Auric. magnus
N.ulnaris
N. peronealis
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
• Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama atau
kardinal (cardinal signs), yaitu:
• Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa
• Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf
• Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear)
• Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis.
• Klasifikasi Lepra terdiri dari 2 tipe, yaitu Pausibasilar (PB) dan Multibasilar
(MB)
Tanda utama lepra tipe PB dan MB
Tanda Utama PB MB

Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah >5

Penebalan saraf tepi disertai Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf


gangguan fungsi (mati rasa
dan/ atau kelemahan otot, di
daerah yang dipersarafi saraf
yang bersangkutan)

Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif


Tanda lain klasifikasi lepra
PB MB
Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral simetris
asimetris

Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap


Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa pada bercak Jelas Biasanya kurang jelas
Deformitas Proses terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut
Ciri-ciri khas - Mandarosis, hidung pelana,
wajah singa (facies leonina),
ginekomastia pada pria
GAMBARAN KLINIK M.H.

TUBERCULOID BORDERLINE LEPROMATOUS

CELLULAIR HUMORAL
IMMUNITY IMMUNITY

JUMLAH
BASIL
KUSTA
Type Polar Tuberculoid ( TT )
Borderline Tuberculoid ( BT )
Tipe :
Mid-borderline
( BB – type)
Type Borderline Lepromatous
( BL )
Type Polar Lepromatous ( LL )
POLAR LEPROMATOUS LEPROSY
LL – type
FACIES LEONINA
Diagnosis Banding
Bercak eritema
• Psoriasis
• Tinea circinata
• Dermatitis seboroik
Bercak putih
• Vitiligo
• Pitiriasis versikolor
• Pitiriasis alba
Nodul
• Neurofibromatosis
• Sarkoma Kaposi
• Veruka vulgaris
Komplikasi
• Arthritis.
• Sepsis.
• Amiloid sekunder.
• Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan
yang sangat kronis.
• Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas seluler (tipe 1/reversal)
atau hipersentitivitas humoral (tipe 2/eritema nodosum
leprosum/ENL).
Penatalaksanaan
1. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini, serta mengenai pengobatan dan
pentingnya kepatuhan untuk eliminasi penyakit.
2. Kebersihan diri dan pola makan yang baik perlu dilakukan.
3. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai terapi dilaksanakan.
4. Terapi menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) pada:
• Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT.
• Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah ini:
• Relaps
• Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB)
• Pindahan (pindah masuk)
• Ganti klasifikasi/tipe
5. Terapi pada pasien PB:
• Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas)
terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300mg (600mg) dan 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
• Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet Dapson/DDS 100 mg.
1 blister obat untuk 1 bulan.
• Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).
• Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, dan DDS 50 mg.
6. Terapi pada Pasien MB:
• Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas)
terdiri dari: 2 kapsul Rifampisin @ 300mg (600mg), 3 tablet Lampren (klofazimin) @
100mg (300mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.
• Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan 1
tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.
• Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).
• Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren 150 mg dan DDS 50 mg
untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis harian untuk Lampren 50 mg diselang 1
hari.
7. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan berat
badan:
• Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
• Dapson: 1-2 mg/kgBB
• Lampren: 1 mg/kgBB
8. Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat diberikan vitamin B1, B6,
dan B12.
9. Tablet MDT dapat diberikan pada pasien hamil dan menyusui. Bila
pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin disesuaikan
dengan tuberkulosis.
10. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren,
untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi
DDS).
Konseling dan Edukasi
• Individu dan keluarga diberikan penjelasan tentang lepra, terutama cara penularan dan
pengobatannya.
• Dari keluarga diminta untuk membantu memonitor pengobatan pasien sehingga dapat tuntas
sesuai waktu pengobatan.
• Apabila terdapat tanda dan gejala serupa pada anggota keluarga lainnya, perlu dibawa dan
diperiksakan ke pelayanan kesehatan.
Kriteria Rujukan
• Terdapat efek samping obat yang serius.
• Reaksi kusta dengan kondisi:
• ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi, neuritis.
• Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis.
• Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak
lambung berat.
Prognosis
• Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun dubia ad malam pada fungsi ekstremitas, karena
dapat terjadi mutilasi, demikian pula untuk kejadian berulangnya.
Rencana tindak lanjut:
• Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.
• Bila terlambat, paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan.
• Release From Treatment (RFT) dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium.
• Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko: cacat tingkat 1 atau 2, pernah mengalami reaksi, BTA
pada awal pengobatan >3 (ada nodul atau infiltrat), maka perlu dilakukan pengamatan semiaktif.
• Pasien PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa
harus pemeriksaan laboratorium.
• Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan
RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium.
Default
• Jika pasien PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan dan pasien MB lebih dari 6 bulan secara
kumulatif (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditetapkan), maka
yang bersangkutan dinyatakan default. Pasien defaulter tidak diobati kembali bila tidak terdapat tanda-tanda
klinis aktif. Namun jika memiliki tanda-tanda klinis aktif (eritema dari lesi lama di kulit/ ada lesi baru/ ada
pembesaran saraf yang baru).
• Bila setelah terapi kembali pada defaulter ternyata berhenti setelah lebih dari 3 bulan, maka dinyatakan
default kedua. Bila default lebih dari 2 kali, perlu dilakukan tindakan dan penanganan khusus.
RIFAMPISIN
• Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah
satu anggota ketompok antibiotik makrosiklik yang disebut
rifamisin.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI.
• Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-
positif dan gram-negatif. Terhadap kuman gram-negatif
kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, kloramfenikol,
kanamisin, dan kolistin.
• Dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus.
• Mek Kerja Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang
bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA
polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai
dalam sintesis RNA.

32
RIFAMPISIN
FARMAKOKINETIK.
• Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak
dalam plasma setelah 2-4 jam. dosis tunggal sebesar 600 mg
menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml. Asam para-amino salisilat
dapat memperlambat absorpsi rifampisin, sehingga kadar
terapi rifampisin dalam plasma tidak tercapai. Bila rifampisin
harus digunakan bersama asam para amino salisilat, maka
pemberian kedua sediaan harus berjarak waktu 8-12 jam.
• Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi
melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi
enterohepatik.
• Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga
walaupun bioavailabilitasnya tinggi, eliminasinya meningkat
pada pemberian berulang.
• Rifampisin didistribusi ke seluruh tubuh.

33
• Dosis Dosis dewasa: 600 mg, sekali sebulan, selama 6–12 bulan.
Dosis anak 10–14 tahun: 400 mg, 1 kali sebulan, selama 6–12 bulan. Dosis anak
usia <10 tahun atau anak dengan berat badan <40 kg: 10 mg/kgBB, 1 kali sebulan,
selama 6–12 bulan.
• Interaksi obat : Peningkatan risiko kerusakan hati jika digunakan bersama dengan
ritonavir, halothane, dan isoniazid. Penurunan efektivitas phenytoin dan teofilin.
Penurunan efektivitas ketoconazole dan enalapril. Penurunan efektivitas
rifampicin jika digunakan bersama antasida
• Efek Samping : Gangguan saluran cerna, seperti mual, nyeri ulu hati, tidak nafsu
makan, diare. Gangguan pada fungsi hati. Gangguan jantung, seperti gangguan
irama jantung dan henti jantung. Gangguan darah, seperti anemia hemolitik,
turunnya kadar sel darah putih (leukopenia), atau trombositopenia. jika mengalami
keluhan di atas atau muncul reaksi alergi obat yang ditandai dengan munculnya
ruam kulit yang terasa gatal, bengkak di bibir atau kelopak mata, dan sulit
bernapas.
DAPSONE
• Diamino Diphenyl Sulfone (DDS)
• Mekanisme kerja: menghambat sintesis asam folat
• Tablet putih 50 mg & 100 mg
• Dosis Dewasa: 100 mg per hari, yang dikombinasikan dengan obat kusta lain,
seperti Rifampicin. Anak usia 1 bulan-14 tahun: 1-2 mg/kgBB (berat badan)
per hari. Maksimal dosis per hari tablet dapsone adalah 100 mg yang
dikombinasikan bersama obat kusta lain.
• Harap berhati-hati sebelum menggunakan dapsone bagi yang memiliki
penyakit jantung, penyakit paru-paru, anemia, defisiensi glukosa 6-phosphate
dehydrogenase (G6PD), porfiria, atau alergi terhadap obat-obatan sulfonamida.
• Interaksi Obat : Clofazimine – saling menetralkan bila diberikan dengan obat
ini. Probenecid atau trimethoprim - meningkatkan konsentrasi dapsone dalam
darah. Rifampicin - menurunkan konsentrasi dapsone dalam darah.
• Efek samping : Demam, Muntah, Sakit perut, Ruam, Sakit tenggorokan, Penyakit
kuning
35
LAMPRENE/ CLOFAZIMINE

• Mekanisme kerja: pengikatan DNA


• Juga sebagai anti reaksi (antiinflamasi)
• Kapsul coklat 50 mg, 100 mg
• Clofazimine adalah obat yang bisa digunakan pada orang dewasa dan
remaja dengan dosis 50-100 mg sehari sekali.
• Efek samping : menyebabkan perubahan warna pada feses, lapisan kelopak
mata, dahak, keringat, air mata, dan urine. juga dapat menyebabkan susah
BAB serta BAB berwarna hitam atau berdarah.
• Kontra indikasi : Clofazimine merupakan penyebab langka yang
menyebabkan hepatitis dan penyakit hati. Clofazimine sering
menyebabkan beberapa gangguan perut, tetapi terkadang dapat
menyebabkan sakit perut yang sangat parah yang merupakan tanda dari
efek samping yang serius.
• Pausi Basiler (PB): 6 blister → 6-9 bulan
Di depan petugas; bulanan:
RMP 600 mg & DDS 100 mg
Di rumah; harian: DDS 100 mg
• Multi Basiler (MB): 12 blister → 12-18 bulan
Di depan petugas; bulanan:
RMP 600 mg; Lampren 300 mg; DDS 100 mg
Di rumah; harian: Lampren 50 mg; DDS 100 mg

KEADAAN KHUSUS
• Bumil: aman

37
EFEK SAMPING
Minor → Teruskan

Efek samping Penyebab Tatalaksana


Kulit merah, coklat s/ hitam clofazimine Advice
G3 GIT dapsone, Sewaktu/
clofazimine sesudah mkn
Anemia dapsone Fe, as. folat

Mayor → Hentikan
Efek samping Penyebab Tatalaksana
Alergi, urtikaria, dapsone PB: ganti clofazimine
ENL (Eritema Nodosum MB: tanpa dapsone
Leprosum) Tx: Prednison
38
Efek samping obat dan penanganannya
Masalah Nama Obat Penanganan

Ringan

Air seni berwarna Rifampisin Reassurance (Menenangkan penderita dengan


penjelasan yang
benar) Konseling
Perubahan warna kulit Clofazimin Konseling
menjadi coklat
Masalah gastrointestinal Semua obat (3 obat dalam MDT) Obat diminum bersamaan dengan makanan
(atau setelah
makan)
Anemia Dapson Berikan tablet Fe dan
Asam folat
Serius
Ruam kulit yang gatal Dapson Hentikan Dapson, Rujuk
Alergi urtikaria Dapson atau Hentikan keduanya,
Rifampisin Rujuk
Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan Rifampisin,
Rujuk
Syok, purpura, gagal Rifampisin Hentikan Rifampisin,
ginjal Rujuk
FAKTOR YANG MEMPERSULIT PENGOBATAN:

1. Daya tahan hospes (manusia) terhadap


mikobakterium kurang
2. Daya bakterisid (daya bunuh kuman) obat yang ada
kurang
3. Timbul resistensi kuman terhadap obat
4. Efek samping obat

+ AIDS !!!
40
PENYEBAB RESISTENSI
• Pemakaian obat tunggal
• Panduan obat tidak adekuat (jenis/ lingkungan sudah
resisten)
• Pemberian tidak teratur
• Penyediaan ke daerah tidak reguler
• Pemakaian cukup lama
• Pengetahuan pasien kurang

41
Reaksi kusta
SUATU EPISODE AKUT DALAM PERJALANAN
KRONIS PENYAKIT KUSTA YANG MERUPAKAN
SUATU REAKSI IMUNOLOGIS DENGAN AKIBAT
MERUGIKAN PENDERITA
Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2 kusta
No Gejala Tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
1. Tipe kusta Dapat terjadi pada kusta tipe PB maupun Hanya pada kusta tipe MB
MB
2. Waktu timbulnya Biasanya segera setelah pengobatan Biasanya setelah mendapat pengobatan yang lama,
umumnya lebih dari 6 bulan
3. Keadaan umum Umumnya baik, demam ringan (sub- Ringan sampai berat disertai kelemahan umum dan
febris) atau tanpa demam tinggi
demam
4. Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi lebih meradang Timbul nodus kemerahan, lunak dan nyeri tekan.
(merah), bengkak, berkilat, hangat. Kadang- Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodus dapat pecah.
kadang hanya pada sebagian lesi. Dapat
timbul bercak baru
5. Saraf Sering terjadi, umumnya berupa nyeri Dapat terjadi
saraf dan atau gangguan fungsi saraf.
Silent neuritis
(+)
6. Udempada (+) (-)
ekstrimitas
7. Peradangan pada mata Anastesi kornea dan lagoftalmos karena Iritis, iridosiklitis, galucoma, katarak, dll
keterlibatan N. V dan
N. VII
8. Peradangan pada organ lain Hampir tidak ada Terjadi pada testis, sendi, ginjal, kelenjar getah bening,
dll
Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan tipe 2
Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2
Obat MDT, kecuali Lampren
Pasien dengan bercak multipel dan
diseminata, mengenai area tubuh yang luas
sertaketerlibatan saraf multiple
Bercak luas pada wajah dan lesi BI >4+
dekat mata, berisiko terjadinya
lagoftalmos karena reaksi
Saat puerpurium (karena peningkatan CMI). Kehamilan awal (karena stress mental),
Paling tinggi 6 bulan pertama setelah trisemester ke-3, dan puerpurium (karena
melahirkan/ masa menyusui stress fisik), setiap masa kehamilan (karena
infeksi penyerta
Infeksi penyerta: Hepatitis B dan C Infeksi penyerta: streptokokus, virus,
cacing, filarial, malaria
Neuritis atau riwayat nyeri saraf Stres fisik dan mental
Lain-lain seperti trauma, operasi, imunisasi
protektif, tes Mantoux positif kuat, minum
kalium hidroksida
Reaksi Kusta tipe 1
( Reversal Reaction )
Reaksi kusta tipe 1
( Reversal Reaction )
Reaksi kusta tipe 1
( Reversal Reaction )
Reaksi Kusta tipe 2
( Eryhtema Nodosum Leprosum / ENL )

Erythema Nodosum Leprosum (ENL)


Penatalaksanaan Reaksi Kusta
Prinsip : obat anti kusta / MDT harus diteruskan

Tx Reaksi tipe 1 :
- ringan : simtomatis
- berat dgn neuritis : anti inflamasi
Tx Reaksi tipe 2 :
- Steroid sistemik
Terapi untuk reaksi kusta ringan, dilakukan dengan pemberian prednison
dengan cara pemberian:
• 2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
• 2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan
• Bila terdapat ketergantungan terhadap Prednison, dapat diberikan
Lampren lepas
PENTINGNYA PENEMUAN PENDERITA KUSTA SECARA DINI

• Pengobatan secara dini akan mencegah terjadinya


cacat kusta
• Pengobatan secara dini menghilangkan sumber
penularan di masyarakat
• Pemberantasan penyakit kusta akan menyelamatkan
masa depan generasi penerus
Antilepra
Dapson tab 100 mg
klofazimin, micronized kaps dalam minyak 100 mg
Rifampisin kaps 300 mg
Kortikosteroid
deksametason tab 0,5 mg
cairan inj 5 mg/mL
hidrokortison serb inj 100 mg/vial
metilprednisolon tab 4 mg
tab 8 mg
serb inj 125 mg/vial
prednison tab 5 mg
• Tersedia obat-obat dibawah ini
a. Rifampisin
b. Dapsone
c. Lamprene
d. Prednison
A. Tuliskan dalam resep (BSO JADI Lama terapi 30 hari)
B. Hitung :
1. Dosis obat/kali
2. Dosis obat/hari
3. Dosis obat/terapi
Selamat Belajar

Anda mungkin juga menyukai