Anda di halaman 1dari 8

Assalamuaikum. Wr.Wb.

Selamat Pagi Ibu Dr. Ayuning Budiati dan Rekan Mahasiswa MAP

Ijin Menanggapi Diskusi kedua !

Langkah awal dalam proses manajemen strategic adalah penentuan visi dan misi organisasi. Visi
dan misi akan menjadi pedoman umum seluruh aktivitas organiasi. Berangkat dari visi dan misi,
organisasi menyusun rencana dan aktivitas untuk mewujudkan visi dan misinya. Dalam hirarki
pengambilan keputusan, visi dan misi itu sendiri merupakan keputusan yang bersifat strategic. ,
popularitas manajemen strategic sebagai cara berpikir yang sistematik dan rasional telah menjadi
semakin popular sejak tahun 1980. Banyak teknik dan metode yang memanfaatkan ilmu statistic
dan ilmu-ilmu eksakta lain yang dicoba digunakan untuk menata pola piker strategic sehingga
alur proses berpikir strategic menjadi makin merata tertata dan rapi serta mudah dipahami.

Dalam kacamata saat ini memang Korupsi telah menjadi gejala yang menonjol dan isu yang
hangat dalam masyarakat. Pada setiap sudut kumpulan orang, selalu membicarakan topik hangat
berupa kejadian meluasnya tindak korupsi di Indonesia, serta usaha untuk memberantasnya. Hal
ini karena, pada saat sekarang pemberantasan korupsi mendapatkan momen yang tepat, setelah
pimpinan nasional terpilih melalui pemilihan langsung mempunyai komitmen besar terhadap
pemberantasan korupsi. Selain itu gerakan pemberantasan korupsi mendapat tanggapan positif
dan dukungan masyarakat. Korupsi bukan saja menjadi isu nasional tetapi telah menjadi isu
global. Masyarakat dunia telah sepakat, untuk memberantas korupsi. Kesepakatan tersebut
diwujudkan dengan mengikrarkan hari pemberantasan korupsi sedunia, yang dilaksanakan pada
Desember 2004. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia telah menindaklanjuti gerakan
atau kesepakatan tersebut dengan menetapkan tanggal 9 Desember sebagai ”Hari Pemberantasan
Korupsi”. Pada hari itu juga presiden mengeluarkan instruksi percepatan pemberantasan korupsi
yang ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintahan dari pusat sampai daerah. Tindak atau gejala
korupsi, pada umumnya terjadi di negara berkembang, dan umumnya dilakukan oleh para
birokrat. Ada beberapa dugaan yang menyebabkan terjadinya tindak korupsi.
Korupsi yang dilakukan oleh pegawai rendahan, pada umumnya mempunyai motivasi untuk
mempertahankan hidup, jika kehidupannya hanya mengandalkan gaji. Gaji yang diterima tidak
dapat mencukupi biaya hidup sendiri dan keluarganya. Adapun korupsi yang dilakukan oleh
pegawai golongan atas mempunyai motivasi lebih pada mempertahankan prestise dengan jalan
berusaha memiliki atribut atau aksesori kehidupan berupa hal-hal yang bersifat material. Pada
era orde lama gaung korupsi terjadi di lingkungan eksekutif, tetapi sekarang di era reformasi
korupsi telah merambah pada tingkat legislatif maupun yudikatif. Tindak korupsi telah dilakukan
baik pada instansi tingkat pusat maupun di daerah, sehingga jika ada sementara orang
mengatakan terjadi ”korupsi berjamaah”, ungkapan tersebut dapat dibenarkan. Artinya tindak
korupsi kelihatannya hanya dilakukan oleh seseorang tetapi hasil korupsi sebenarnya dinikmati
oleh banyak orang, atau seperti ada kesepakatan untuk melakukan tindak korupsi secara
bersama-sama (kasus-kasus korupsi yang terjadi di legislatif).

Manajemen Korupsi Manajemen pemberantasan korupsi adalah penerapan fungsi-fungsi


manajemen ke dalam usaha memberantas korupsi. Menurut G.R. Terry (dalam Manulang 2002),
fungsi pokok manajemen terdiri dari: planning, organizing, actuating, and controling, yang biasa
disingkat POAC. Masing-masing fungsi saling berkaitan, dan membentuk suatu sistem. Di dalam
praktik penyelenggaraan manajemen dalam suatu unit kerja, kantor, atau organisasi dalam
bentuk apapun sulit untuk memisahkan satu fungsi dengan yang lain. Jika fungsifungsi tersebut
diterapkan dalam penyelenggaraan negara, khususnya dalam kegiatan pemberantasan korupsi,
akan dapat dilihat seperti di bawah ini

a. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah suatu kegiatan untuk memutuskan atau


menentukan apa-apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan menghasilkan suatu rencana. Suatu rencana yang baik adalah rencana yang
dapat dilaksanakan, serta berisi tindakan/kegiatan, target waktu dan hasil yang hendak
dicapai, anggaran/dana yang diperlukan, siapa mengerjakan apa serta
pertanggungjawaban. Ada pun peranan rencana dalam fungsi manajemen adalah sebagai
dasar atau standar/ ukuran untuk kegiatan evaluasi.

Dengan adanya evaluasi, yaitu membandingkan rencana dengan pelaksanaan, maka akan
dapat diketahui kemajuan atau hasil suatu kegiatan. Macam rencana dalam
pemberantasan korupsi adalah berbentuk peraturan perundang undangan, misalnya UUD,
Ketetapan MPR, undang-undang, keputusan/ instruksi presiden, keputusan menteri, dan
lain-lain peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Jika suatu rencana berupa
pengaturan perundangundangan dan memenuhi dari sifat rencana yang baik, maka
peraturan perundangundangan tadi harus dapat dilaksanakan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah sebagai aturan pelaksanaan. Isi peraturan
perundang-undangan adalah kebijakan dan strategi. Menurut Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia (1996), pada lingkup nasional terdapat 4 macam kebijaksanaan,
yaitu: 1) Kebijaksanaan Nasional, adalah kebijaksanaan yang ditetapkan oleh MPR, DPR
dan Presiden berbentuk UUD, Ketetapan MPR, Undang Undang dan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Kebijaksanaan ini bersifat fundamental dan
strategis dalam pencapaian tujuan nasional, 2) Kebijaksanaan Umum, mempunyai
lingkup menyeluruh secara berupa penggarisan secara garis besar dalam rangka
pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada di
tangan presiden, berbentuk peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan instruksi
presiden, 3) Kebijaksanaan Pelaksanaan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum
dalam rangka tugas pemerintahan dan pembangunan. Wewenang penetapan berada pada
menteri atau pejabat setingkat menteri dan ketua/ pimpinan LPND, 4) Kebijaksanaan
Teknis, berupa kebijaksanaan teknis berkaitan dengan bidang atau tugas tertentu.
Wewenang penetapan kebijaksanaan ini berada di tangan Direktur Jenderal dan
Ketua/Pimpinan LPND. Selain kebijaksanaan yang mempunyai lingkup nasional,
terdapat kebijaksanaan yang mempunyai lingkup wilayah/daerah. Kebijaksanaan ini
ditetapkan oleh gubernur dan DPRD provinsi pada tingkat provinsi dan oleh bupati,
Walikota dan DPRD setempat untuk tingkat kabupaten dan kota. Kebijaksanaan ini dapat
berbentuk kebijaksanaan umum, kebijaksanaan pelaksanaan, dan kebijaksanaan teknis
lingkup wilayah/daerah. Undang-Undang Dasar sebagai dasar penyelenggaraan
pemberantasan korupsi di Indonesia adalah UUD 1945, khususnya pasal 5 dan pasal 20.
Sedangkan ketetapan majelis adalah Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998, tentang
penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peraturan
perundang-undangan yang berbentuk undang-undang adalah: 1) UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, 2) Undang-Undang RI No. 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;
UndangUndang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
dan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001, mengubah Undang-Undang RI No. 31 tahun
1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keputusan presiden tentang
pemberantasan korupsi berupa instruksi Presiden RI No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Instruksi ini ditujukan kepada para pejabat di lingkungan
pemerintahan dari menteri sampai tingkat bupati dan walikota. Seluruh peraturan
perundang-undangan yang telah disebutkan tadi, merupakan dasar, acuan, arahan,
petunjuk bagi pihak-pihak yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

b. Pengorganisasian (Organizing) Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan dan


pembentukan wadah atau organisasi serta pengaturan hubungan antara wadah-wadah
tersebut. Prinsip organisasi yang penting adalah pembagian kerja, pendelegasian
wewenang dan koordinasi. Tujuan penerapan prinsip organisasi pada unit/lembaga
pemberantasan korupsi adalah tercapainya efisiensi dan efektivitas, sehingga mengurangi
terjadinya over-lapping dan duplication of work. Dalam lingkup negara, unit/lembaga/
organisasi pengawasan yang sangat erat dalam pemberantasan korupsi adalah lembaga
tinggi negara BPK, lembaga independen seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi);
unit/lembaga/ organisasi dalam lingkup pemerintah adalah BPKP (Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan), Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjebang), Inspektorat
Jenderal (Irjen) dari masing-masing departemen; dan pada lingkup daerah adalah
Badan/Kantor Pengawasan Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota). Lembaga dalam
lingkup pemerintah yang mempunyai kewenangan pemeriksaan, pengusutan, penyidikan
dan penuntutan adalah Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara. Lembaga tinggi negara
yang mempunyai fungsi pengawasan adalah DPR. Pengawasan dilakukan terhadap
kinerja pemerintah yang mencakup tugas pemerintahan dan pembangunan. Adapun
kekuasaan kehakiman (yudikatif) dilakukan oleh Pengadilan Negeri untuk tingkat
kabupaten/kota, Pengadilan Tinggi (banding) pada tingkat provinsi dan Mahkamah
Agung (banding pada tingkat terakhir). Dengan banyaknya instansi/lembaga yang
menangani pengawasan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan, maka ketiga prinsip
organisasi, yaitu pembagian tugas, delegasi wewenang dan koordinasi mutlak harus
dilakukan, untuk menghindari inefisiensi dan ketidakefektifan. Di dalam fungsi
pengorganisasian dijelaskan pula hubungan antara instansi/ lembaga yang menangani
pemberantasan korupsi. BPK misalnya, di dalam melakukan pemeriksaan, hasil
pemeriksaan harus disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan
DPRD. Kemudian tindak lanjutnya diserahkan kepada dewan dan pemerintah
bersangkutan untuk mengambil tindakan. Demikian juga aparat fungsional (pemerintah)
yaitu BPKP, hasil pemeriksaan BPKP diserahkan kepada instansi pemerintah yang
menjadi obyek pemeriksaan untuk dapat ditindaklanjuti. Tindak lanjut ini akan sangat
tergantung dari pimpinan instansi guna menjatuhkan tindakan atau hukuman sesuai
aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika memungkinkan hasil pemeriksaan dapat
diteruskan pada pihak kepolisian dan kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.

c. Pelaksanaan (Actuating) Setelah perangkat lunak dipersiapkan serta obyek


pemberantasan korupsi ditetapkan, langkah selanjutnya adalah tahap pelaksanaan. Obyek
pemberantasan korupsi adalah perbuatan, tindakan (perilaku) yang dapat dikategorikan
sebagai tindak korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum dilakukan pemeriksaan secara rutin di lapangan terhadap obyek pengawasan,
aparat fungsional intern instansi, yaitu Inspektorat Jenderal (Irjen) dan Asisten
Pengawasan yang berada di Mensekneg, Badan/Kantor Pengawasan Daerah (Bawasda
provinsi, kabupaten, dan kota) serta aparat pengawasan fungsional yaitu BPKP dan
Irjenbang menyusun Rencana Program Kerja Pengawasan Tahunan (RPKPT), yang berisi
pembagian tugas dan jadwal pemeriksaan fungsional. Seluruh kegiatan pengawasan
dikoordinasikan oleh BPKP. Tahapan pelaksanaan adalah tahapan kritis yang akan
menentukan berhasil atau tidaknya pemberantasan korupsi. Pedoman yang digunakan
adalah apa-apa yang telah direncanakan atau yang telah dituangkan dalam pedoman
peraturan perundangundangan. Kunci keberhasilan pelaksanaan adalah manusia sebagai
faktor determinan, dan faktor lain sebagai fasilitas penunjang, misalnya dana, peralatan
dan mesin, bahanbahan material, metode kerja dan pelaporan, serta akuntansi. Pada
pemeriksa akan berhadapan dengan obyek pemeriksaan, sehingga antara kedua belah
pihak dapat terjadi kemungkinan KKN. Jika terjadi demikian, maka hasil pemeriksaan
akan menjadi lain. Oleh karena itu, bagi petugas pemeriksa harus mempunyai syarat
tertentu, misalnya komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi profesional dalam
bidang tugasnya, ketangguhan dan ketegasan dalam bertindak, serta berkepribadian yang
baik. Dalam tahapan pelaksanaan pemberantasan korupsi, telah banyak usulan yang
disarankan oleh para ilmuwan, pemerhati, tokoh masyarakat dan lain-lain, misalnya
dikutip dari Leden Marpaung 2004 sebagai berikut: jika Teten Masduki, menyatakan
bahwa korupsi hanya dapat diberantas kalau sebagian besar masyarakat dilibatkan.
Artinya masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan informasi dan mengadukan
pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, dan pelapor harus
dilindungi. Selo Soemardjan menyatakan bahwa korupsi itu ibarat pelacuran. Bagaimana
dapat diberantas kalau mereka ikut menikmatinya. Artinya siapa pun yang terlibat apakah
pihak yang langsung melakukan korupsi atau penikmat, sama-sama mendapat bagian
hasil korupsi. Daniel Lev berpendapat lain lagi, bahwa pemberantasan korupsi yang
sudah mengakar sejak demokrasi terpimpin, tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya
reformasi institusional terlebih dahulu. Penggantian pemerintahan tidak akan banyak
bermanfaat jika konstitusi pemerintah yang ada masih seperti yang lama. Revrison
Baswir, menyatakan bahwa korupsi tidak bisa diselesaikan dengan kenaikan gaji.
Menurutnya sebagian masyarakat cenderung berpendapat bahwa korupsi karena faktor
mental, dan sebagian lain menyatakan peran sistem sebagai kancah utama yang
merangsang dan menularkan korupsi. Selanjutnya Revrison Baswir mengusulkan adanya
reformasi sistem, dengan: kepemimpinan yang antikorupsi, pembagian dan pembatasan
kekuasaan yang jelas, prosedur kerja yang konsisten, para pekerja yang profesional, dan
sistem pencatatan dan pelaporan yang transparan. Adapun Kwik Kian Gie (dalam
Korupsi Musuh Bersama 2004), lebih menekankan cara memberikan solusi dengan
menggunakan teori carrot and stick. Carrot adalah take home pay (pendapatan yang
bersih) untuk pegawai negeri, yaitu gaji yang diterima dapat mencukupi untuk hidup
standar sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, dan
martabatnya. Jika perlu pendapatan pegawai negeri, selain dapat hidup dengan ukuran
standar

d. Pengawasan (Controling) Pengawasan merupakan suatu fungsi yang didalamnya


termasuk mengendalikan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana, mengukur hasil
dibandingkan dengan target atau rencana, melakukan tindakan atas terjadinya
penyimpangan dan menyusun feed-back demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Di dalam kegiatan pemberantasan korupsi, pengawasan harus dapat mengukur tingkat
keberhasilannya. Tindak lanjut berupa tindakan hukuman (pidana, disiplin), bukanlah
satusatunya bahwa pemberantasan korupsi telah berhasil. Pada saat ini pemberantasan
korupsi di Indonesia berada pada situasi yang kondusif, di mana Indonesia telah
mengalami perubahan penting menuju masyarakat yang dicita-citakan, yaitu komitmen
seluruh rakyat untuk bersama-sama memberantas korupsi. Presiden dan kabinetnya
mempunyai komitmen yang kuat dalam usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat,
dengan salah satu program strategis pemberantasan korupsi. Peran yang semakin besar
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didukung instansi penegak hukum dan
keberanian rakyat untuk memperoleh informasi serta melaporkan dugaan adanya korupsi
yang dilakukan oleh siapa pun. Gerakan pemberantasan korupsi telah menjadi gerakan
massal, dengan sloganslogan yang selalu mengingatkan untuk tidak berbuat tindak
korupsi (Jangan Coba-Coba Korupsi, Berantas Tikus-Tikus Koruptor, Koruptor Identik
Teroris, Koruptor Tidak Layak Hidup di Indonesia).

Organisasi didirikan oleh para pendirinya dengan tujuan tertentu. Apapun tujuan
organisasi tersebut, keberhasilan pencapaiannya sangat ditentukan oleh seberapa baik
interaksi organisasi dengan lingkungannya. Organisasi hanya dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik apabila ia memberikan manfaat bagi pihak-pihak didalam
maupun diluar organisasi. Terima kasih

Sumber/Refensi :

Buku Materi Pokok EKMA5309/3SKS/Modul 1-9, penerbit universitas terbuka

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15996/was-okt2005-
%20%283%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://media.neliti.com/media/publications/13117-ID-penerapan-manajemen-berbasis-
kinerja-dalam-pemberantasan-korupsi.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/29637-ID-peningkatan-kinerja-layanan-
organisasi-publik-melalui-penerapan-manajemen-strate.pdf

Anda mungkin juga menyukai