Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN KULIAH LAPANGAN 1

REGIONAL SUMATERA BARAT

OLEH:
NAMA : Hana Nur Azizah
NIM : F1D218024

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LAPORAN KULIAH LAPANGAN 1
REGIONAL SUMATERA BARAT
Disusun untuk memenuhi data kuliah Lapangan 1 pada Prodi Teknik Geologi

Disetujui oleh:

D.M Magdalena Ritonga


NIP. 198810112019

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi penulis nikmat dan
kemudahan dalam menyelesaikan laporan hasil kuliah lapangan Sumatera Barat
yang dilakukan dalam memenuhi matakuliah yang terkait dengan proses kuliah
lapangan ini. Kegiatan ini dilakukan di Bukittinggi dan sekitarnya, Sumatera
Barat, yang dilaksanakan pada 14 sampai 20 November 2020. Laporan ini
merupakan tugas akhir dari kuliah lapangan, yang dapat dilihat dari segi
geomorfologi, struktur geologi, dan stratigrafinya.
Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membimbing penyusun atas segala kegiatan serta pengarahan
dalam materi yang diberikan, yaitu kepada dosen dan pihak jurusan yang telah
memfasilitasi alat yang digunakan dalam praktikum lapangan ini. Serta kepada
Fakultas yang telah memberikan surat izin resmi untuk menunjang kegiatan
selama di Sumatera Barat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum dapat dikatakan sempurna, maka
dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan ini.

Jambi, 20 November 2020


Penulis,

Hana Nur Azizah


F1D218024

iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................................v
BAB I:PENDAHULUAN....................................................Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Maksud dan Tujuan.....................................................Error! Bookmark not defined.
1.2.2. Tujuan .....................................................................Error! Bookmark not defined.
I.3. Lokasi Penelitian ........................................................Error! Bookmark not defined.
1.4 Tahap Penelitian........................................................................................................ 7
BAB II:TINJAUAN PUSTAKA ........................................Error! Bookmark not defined.
2.1. Geologi Regional .......................................................Error! Bookmark not defined.
2.1.1 Kerangka Tektonik...................................................Error! Bookmark not defined.
2.1.1.2 Kerangka Blok Daratan Sunda ..............................Error! Bookmark not defined.
2.1.2Fisiografi Regional....................................................Error! Bookmark not defined.
2.1.3. Stratigrafi Regional .................................................Error! Bookmark not defined.
2.1.4. Struktur Geologi Regional ......................................Error! Bookmark not defined.
BAB III:DASAR TEORI ....................................................Error! Bookmark not defined.
3.1 Petrologi Batuan..........................................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Konsep Stratigrafi .......................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Konsep Dasar Struktur Geologi ..................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Geomorfologi ..............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV:HASIL DAN PEMBAHASAN ............................Error! Bookmark not defined.
4.1. Geologi Cekungan Ombilin ................................................................................... 28
4.2 Daerah Singkarak – Padang Panjang ..................................................................... 39
4.3. Daerah Bukit Tinggi-Padang Luar ......................................................................... 47
4.4. Daerah Lembah Harau-Kelok Sembilan ................................................................ 53
5.5. Potensi Geologi ...................................................................................................... 57
6.6. Sejarah Geologi ...................................................................................................... 59
BAB VI KESIMPULAN ................................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................Error! Bookmark not defined.

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penelitian ini dipersembahkan kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas kelancaran yang diberikan selama mengikuti
Kuliah Lapangan 1.
2. Kedua Orangtua atas dukungan materil dan moril yang diberikan kepada
penulis selama mengikuti Kuliah Lapangan 1.
3. Ibu Dm Magdalena Ritonga, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama proses pembelajaran Kuliah
Lapangan 1.
4. Teman-teman kelompok 4 (Nurhidayat, Hana Nur Azizah, Elfara Chesa,
Dimas Hary Abraham, dan Aiman Akbar) atas kerjasama dan kekompakan
selama mengikuti Kuliah Lapangan 1.
Teman-teman Teknik Geologi angkatan 2018 dan seluruh pihak terkait yang telah
membantu menyukseskan Kuliah Lapangan 1 tahun 2020.

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi adalah suatu ilmu yang mempelajari material bumi secara menyeluruh,
misalnya seperti asal mula, struktur, penyusun kerak bumi, berbagai macam proses
yang sedang berlangsung setelah pembentukannya, maupun yang sedang berlangsung,
sampai dengan keadaan dari bumi saat ini. Ilmu geologi mempelajari dari benda yang
ukurannya sangat kecil seperti atom, sampai benda yang ukurannya besar seperti
samudera, benua, pulau, pegunungan dan lain-lain yang di dalamnya termasuk
struktur-struktur geologi dan litologi penyusun batuan (Sapiie,dkk. : 2001).
Data yang diperoleh di lapangan maka data tersebut merupakan hasil dari
pengetahuan lapangan yang diperoleh dari kegiatan lapangan, salah satunya adalah
Kuliah Lapangan. Kuliah lapangan ini dilakukan oleh mahasiswa teknik geologi
bersama dosen sesuai dengan matakuliah yang diatur oleh program studi. Dengan
dilakukannya Kuliah Lapangan mahasiswa Teknik Geologi dapat menambah
wawasan dalam pengambilan data yang akan sangat berguna dalam dunia kerja. Salah
satu daerah yang patut dijadikan lokasi untuk kegiatan Kuliah Lapangan satu adalah
Sumatera Barat.
Sumatera Barat termasuk kedalam Cekungan Ombilin yang terbentuk akibat
struktur Pull-Apart yang dihasilkan pada waktu Tersier awal, yang diikuti dengan
tektonik tensional sehubungan dengan pergerakan strike-slip sepanjang zona patahan
besar Sumatera. Cekungan yang didasari oleh batuan Pra-tersier tersebut diisi oleh
endapan berumur Tersier yang secara resmi dibagi menjadi 5 formasi yaitu, Formasi
Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawahtambang dan
Formasin Ombilin. Secara lokal ada tiga bagian struktur dalam cekungan ini yang
terdiri dari sesar berarah baratlaut-tenggara yang membentuk bagian dari sistem sesar
Sumatera, sistem sesar berarah utara-selatan dan jurus sesar berarah timur-barat
membentuk sesar anthitetic mengiri dengan komponen dominan dip-slip.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, daerah Sumatera Barat merupakan
wilayah yang tepat untuk dilakukan Kuliah Lapangan Satu Bagi Mahasiswa teknik

6
Geologi Angkatan ke-6 Fakultas Sains dan teknologi Universitas Jambi untuk
menambah pengetahuan lapangan dimana kawasan ini memiliki nilai pengetahuan
yang sangat mendukung keilmuan tersebut.
1.2 Maksud Dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dilakukannya Kuliah Lapangan (KL) 1 ialah untuk observasi kondisi
geologi di daerah Sumatera Barat dan integrasi data geologi terhadap kondisi geologi
regional. Tujuan utama di lakukannya KL1 ini adalah agar mahasiswa dapat
mengenal dan memahami fenomena – fenomena geologi yang ada di daerah tersebut,
tujuan khusus dari acara KL1 ini adalah :
1.2.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui, memahami, dan mengenal perbedaan dari geologi struktur,
dan hubungan stratigrafi tiap formasi yang ada.
2. Dapat mengetahui, memahami kondisi geomorfologi derah tersebut sehingga
dapat menginterpretasikan morfoganesa dari bentang alam dan bentuk lahan
yang ada.
1.3 Lokasi Penelitian
Lokasi Kuliah Lapangan satu secara administratif terletak pada Provinsi
Sumatera Barat, yang terbagi dibeberapa wilayah untuk stopsite yaitu :
a. Pengamatan di Danau Singkarak, Solok.
b. Pengamatan di Lembah Anai, Padang Panjang.
c. Pengamatan di sekitar Desa X koto.
d. Pengamatan di sekitar Desa Pahambatan.
e. Pengamatan di sekitar Desa Matur.
f. Pengamatan di sekitar Danau Maninjau.
g. Pengamatan di sekitar Desa Pondok Pisang.
h. Pengamatan di sekitar Ngarai Sianok
i. Pengamatan di Lembah Harau, Payakumbuh.
j. Pengamatan di sekitar Kelok Sembilan, Payakumbuh.

7
1.4 Tahap Penelitian
Tahapan

Persiapan Lapangan (Virtual)

Mendengarkan, memperhatikan dan memahami


Studi Pustaka
penjelasan dari dosen tentang fenomena geologi
Buku Geologi dilapangan

Mendokumentasikan data
Makalah
Screenshoot

Jurnal/Prosiding
Dokumentasi Dari dosen Pembimbing

Mendiskusikan semua hasil observasi dengan


dosen pembimbing

Mengikuti diskusi kelas secara virtual pada jadwal


yang telah ditentukan sebagai evaluasi data
observasi lapangan

Membuat hasil laporan

Peta lintasan dan pengamatan

Peta Geomorfologi dan Pola Aliran

Peta Geologi Tentatif


8

Resume
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Kerangka Tektonik
2.1.1.1 Daratan Sunda
Pulau Sumatra merupakan bagian dari Daratan Sunda (Sundaland),
Simandjuntak (1986). Sundaland terdiri dari Semenanjung Melayu, Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan Palawan yang semuanya berada di laut dangkal Paparan Sunda yang
telah tersingkap di permukaan pada Pleistosen (Metcalfe, 2011). Secara geografis,
Sundaland adalah hot spot dengan batas tenggaranya yang ditandai oleh Garis
Wallace. Secara historis, Sundaland membentang/membujur tanjung tenggara dari
lempeng Eurasia meliputi Burma, Thailand, Indochina (Laos, Kamboja, Vietnam),
Semenanjung Malaysia, Sumatra, Jawa, Borneo dan Paparan Sunda, dan terletak di
zona konvergensi antara Lempeng India-Australia, Filipina dan Eurasia (Metcalfe,
2013).

9
Gambar 2.1. Tektonik Daratan Sunda (Sundaland) yang dipengaruhi oleh Lempeng India- Australia,
Lempeng Eurasia (Sundaland Block) dan Lempeng Pasifik, Metcalfe (2013)
Sundaland termasuk di dalamnya Asia Timur dan Asia Tenggara yang terdiri
dari blok kontinental, busur vulkanik, dan zona suture yang merupakan fosil
cekungan laut tertutup/cekungan busur belakang. Blok benua tersebut berasal dari
pinggiran Gondwana timur dan terbentuk selama Periode Paleozoikum Akhir
(Karbon – Permian) dan membentuk satu kesatuan Dataran Sunda pada Kenozoikum,
(Metcalfe (2011).
2.1.1.2 Kerangka Blok Daratan Sunda
Kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur dari Daratan Sunda terdiri dari
kompleks Indochina- Blok Malaya Timur, Blok Sibumasu, Blok Burma Barat-
Sumatra Barat dan Blok Baratdaya Borneo. Blok Sumatra Barat terbentukl dari
kerangka Blok Sibumasu yang berada di bagian baratdaya Sumatra, Barber dkk
(2005) dan Metcalfe (2013). Jajaran busur vulkanik benua, berada di antara jalur
sempit Sibumasu dan Indochina-Malaya Timur, (Metcalfe, 2011). Rangkaian
Daratan Sunda di Pulau Sumatra dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Blok

10
Sibumasu (Sumatra Timur), Blok Cathaiyan (Sumatra barat), Blok Woyala, dan
Blok Indochine yang merupakan blok terluar dari darat Pulau Sumatra. Blok ini
merupakan bagian dari pemisahan Gondwana yang beriringan dengan tektonik
aktif menyebabkan terjadinya akresi di antara blok-blok tersebut, Metcalfe (2011)
dan barber dkk (2005), Tjia (2001), Simoes dkk (2004) pada batas blok-blok
tersebut membentuk batas tektonik ataupun suture.
Blok terluar yaitu Blok China Selatan, Indochina dan Malaya Timur
diinterpretasikan telah membentuk bagian dari tepian aktif dari Lempeng India-
Australia dari Gondwana di Awal Palaeozoikum yang kemudian mengalami
pemekaran dari fasa tektonik aktif Paleo-Mesozoikum, sehingga menyisakan
samudra ataupun laut tua yang terbentuk di antara Gondwana dan Leurasia
(Mesozoikum) yang dikenal dengan Meso-Tethys (Metcalfe, 2011, 2013).
Blok Sumatra Barat diusulkan oleh Hutchison, 1994 dan Barber and Crow,
2003 yang dijelaskan oleh Metcalfe (2011) merupakan kemenerusan dari Blok
Burma Barat "Mount Victoria Land Block" sebagai cikal bakal dari pembentukan
Blok Sumatra Barat (Metcalfe (2013). Blok Sumatra Barat secara keseluruhan
melingkupi area Kuliah Lapangan 1.
Blok benua ini adalah merupakan perairan yang hangat, dengan daerah
ekuatorial Tethyan/Cathayian dari biota yang kontras dengan biota-biota laut dingin
dan iklim dingin dari Gondwana. Data ini menunjukkan bahwa Jalur/Blok ini telah
terpisah dari Gondwana sejak Karbon dan bergerak ke utara ke arah mendekati
khatulistiwa dan data ini didukung oleh data palaeomagnetik (Metcalfe, 2011).

Gambar 2.2 Blok Sibumasu, Blok Sumatra Barat dan Blok Woyla merupakan bagian dari Daratan
Sunda. Area Kuliah Lapangan 1 termasuk kedalam Blok Sumatra Barat, Metcalfe (2011)

11
2.1.2 Fisiografi Regional
Fisiografi Pulau Sumatera di bagi menjadi beberapa zona fisiografi, di
antaranya Zona Perbukitan Barisan, Zona Sesar Semangko (Sumatera), Zona
Perbukitan Rendah dan Dataran Bergelombang, Zona Bukit Tigapuluh, Zona Busur
Luar, dan Zona Paparan Sunda, Tobler (1913) dan Van Bemmelen (1939) dalam Van
Bemmelen (1949). Area Kuliah Lapangan 1 (KL1) termasuk kedalam Zona
Perbukitan Barisan dan Zona Sesar Sumatera.
2.1.2.1 Zona Perbukitan Barisan
Suatu zona perbukitan dengan orientasi tenggara – baratlaut
dan memiliki pola memanjang sekitar 1.650 km dengan lebar 100 km. Puncak
tinggian dari zona ini berada di Gunung Kerinci (puncak Indrapura) dengan
ketinggian 3.800 m. Orientasi dari zona ini memiliki pola diinterpretasi sebagai
geotektonik Sistem Pegunungan Sunda, di mana terjadinya perubahan dari tenggara –
baratlaut di Sumatera menjadi orientasi barat – timur di Pulau Jawa. Pada zona ini
umumnya berasosiasi dengan gunung api aktif, seperti Gunung Api Singgalang,
Gunung Api Tandikat, Gunung Api Marapi, Gunung Malintang, Gunung Api
Kapanasan, Gunung Api Bongsu, Gunung Api Sirabungan yang tersebar di
Bukittinggi dan sekitarnya, di mana tersebar mengikuti pola memanjang Bukit
Barisan, Van Bemmelen (1949), Sieh Natawidjaja (2000), dan Barber (2005), Barber
(2000).

12
2.1.2.2 Zona Bukit Tigapuluh

Gambar 2.3. Zona fisiografi area Kuliah Lapangan 1, mencakup Zona Fiografi Perbukitan Barisan
(ZPB), Zona Sesar Sumatra (ZSS), dan zona terluar dari lintasan stasiun pengamatan Zona Perbukitan
Rendah dan Dataran Bergelombang (ZPRDDB), mereferensi pada Van Bemmelen (1939) dan Tobler
(1913), Huchson dkk (1984), Juanda dkk (2015)
Zona yang terisolasi dengan bentuk morfologi mengalami rendahan ke arah
timur, morfologi berbentuk kubah ataupun tinggian dari bagian sesar turun (horst)
dengan panjang zona 90 km, lebar 40 km dengan puncak tertinggi mencapai 722 m di
Cengembun “Tjengeembun Netherland”, Van Bemmelen (1949) dan Simandjuntak
dan Barber (1996).

13
14
2.1.2.3 Zona Sesar Sumatera
Sesar Sumatra merupakan suatu zona dengan pola memanjang
dari zona ini mengikuti pola dari Zona Bukit Barisan, di mana merupakan geoantiklin
yang memanjang dengan bentuk suatu zona depresi, pada umumnya dikenal dengan
Sesar Semangko. Pola memanjang zona ini dimulai dari Semangko (Sumatra Selatan
– Lampung) yang merupakan suatu puncak dari zona ini hingga ke bagian barat laut
di Kotaradja Aceh yang merupakan suatu lembah dan batas akhir dari zona ini. Sesar
Sianok yang merupakan segmen dari zona sesar ini, terekam dengan baik di sekitar
Ngarai Sianok, Bukittinggi, menerus hingga Danau Singkarak yang diikuti dengan
Segmen Sumani, Van Bemmelen (1949), Barber dkk (2005), Sieh dan Natawidjaja
(2000), Murauka dkk (2010), Natawidjaja (2017 dan 2018), Berglar dkk (2010),
Clieh dkk (2007), Hasan dkk (2014).
2.1.1.4 Zona Perbukitan Rendah dan Dataran Bergelombang
Suatu zona yang menempati pada morfologi dataran dengan
kelerengan datar – mendekati miring. Zona fisiografi ini umumnya disusun oleh
batuan-batuan sedimen klastik ataupun sedimen vulkanik klastik, sedimen epiklastik
yang merupakan campuran produk piroklastik, dan endapan aluvial. Kota Jambi
hingga masuk Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten merupakan area yang termasuk
ke dalam zona fisografi ini, Van Bemmelen (1949), Simandjuntak dkk (1994), Barber
dkk (2005), Mangga dkk (1993).
2.1.1.5 Zona Fisiogfrafi Paparan Sunda
Zona fisiografi berada di bagian timur Pulau Sumatra, meliputi
wilayah Bangka dan belitung, Kepulauan Riau, Pulau Berhala (Jambi). Umumnya
disusun oleh litologi granit yang berasosiasi dengan keterdapatan bijih timah, Van
Bemmelen (1949), Metcalfe (2011 dan 2013), Barber dkk (2005).
2.1.1.6 Zona Fisiografi Busur Luar
Zona fisiografi busur luar yang merupakan tinggian depan
busur fore arc ridge. Menempati wilayah Kepulauan Mentawai, Nias, Enggano dll.
Posisinya yang berdekatan dengan palung subduksi dengan heterogenesis batuan
berupa deformasi ductile dan brittle. Perlipatan dan pensesaran naik sangat terlintas
di daerah ini, Van Bemmelen (1949).

15
2.1.3 Stratigrafi Regional

Secara regional stratigrafi daerah Bukttinggi dan sekitarnya yang


melingkupi dari area Kuliah Lapangan yang merupakan bagian dari peta geologi
regional lembar Padang oleh Kastowo dkk (1996) dan lembar Solok oleh Silitonga
dan Kastowo (1995) dengan skala 1:250.000. Berikut dijelaskan formasi-formasi
yang masuk area Kuliah Lapangan.
2.1.2.1 Endapan Permukaan dan Batuan Sedimen
a. Aliran tak teruaikan (QTau)
Lahar, Konglomerat dan endapan-endapan kolovium yang lain
b. Aluvium (Qal)
Lempung, pasir, lanau, pasir dan kerikil umumnya terdapat di dataran pantai,
termasuk endapan rawa di sebelah utara Tiku, sebelah baratdaya Lubukalung
dan sebelah timur Padang, setempat kadang-kadang terdapat sisa-sisa
batuapung tuf (Qhpt atau Qpt). (Lembar Padang).
c. Aluvium dan Pantai (Qh)
d. Kipas Aluvial (Qf)
Kebanyakan terdiri dari hasil rombakan andesit bersal dari gunungapi strato,
kipas- kipas alluvium yang terdapat pada lereng-lereng gunungapi Kuarter
dipetakan sebagai hasil-hasil dari gunungapi tersebut.
e. Batupasir Miosen (Tsc)
Terutama batupasir kuarsa dengan sisipan-sisipan konglomerat, lapisan-
lapisan tipis serpih pasiran dan batupasir glaukonit.
f. Ombilin (Tmou)
Lempung dan napal dengan sisipan batupasir, konglomerat mengandung
kapur dan berfosil
g. Ombilin Bawah (Tmol)
Batupasir kuarsa mengandung mikia sisipan arkose, serpih lempungan,
konglomerat kuarsa dan batubara.
h. Semelit (Tls)
Batugamping bewarna kelabu muda, berongga dan terkekar, menunjukkan
perlapisan semu, bagian terbawah batuan yang tersingkap dari satuan ini
adalah napal yang berwarna putih sampai kekuningan.
i. Brani (Tob)
Konglomerat dengan sisipan batupasir
j. Silungkang/Sinamar (Tos)
Serpih napalan, batupasir arkose dan breksi andesit

16
2.1.2.2. Batuan Metamorf
a. Batugamping Tuhur (Trtl)
Batugamping pasiran, batugamping konglomerat
b. Batusabak dan serpih Tuhur (Trts)
Batu sabak, serpih, serpih napalan sisipan rijang, radiolarit, serpih
hitam terkesiikan dan lapisan tipis grewake termetamorfosakan
c. Barisan (Pb)
Filit, batusabak, batugampinng, batutanduk dan gewake meta. Filit terdiri dari
muskovit, serisit, klorit dan kuarsa sedikit turmalin, epidot, zircon dan grafit.
d. Silungkang/Batuan Metamorf Perm (Ps)
Andesit horenblenda, andesit augit, meta-andesit dengan sisipan tipis tuf,
batugamping, sserpih dan batupasir. Batugamping pasiran, batupasir
gampingan dan serpih lempung.
e. Kuarsit Perm (Pq)
Disusun oleh batuan metamorf non foliasi berupa kumpulan mineral kuarsa
yang menyusun dari kuarsit.
f. Batugamping Perm (Pl)
Batugamping pejal, berongga, berwarna putih, kelabu dan kemerahan,
mengandung sisipan tipis batusabak, filit, serpih, terkesikkan dan kuarsit.
g. Batugamping Silungkang (Psl)
Batugamping mengandung sisipan serpih, batupasir dan tuf
h. Filit Serpih Kuantan (PCks)
Serpih dan filit, sisipan batusabak, kuarsit, batulanau, rijang dan aliran lava
i. Batugamping Kuantan (PCkl)
Batugamping batusabak, filit, serpih terkesikkan dan kuarsit
j. Anggota bawah Kuantan (PCkq)
Kuarsit dan batupasir kuarsa sisipan filit, batusabak, serpih, batuan gunungapi,
tuf klorit, konglomerat dan rijang.
k. Karbonat Karbon (Cl)

2.1.2.3. Batuan Gunung Api


a. Tutut (Qtt)
Tuf abu, paili, tuf basal berkaca dan pecahan lava
b. Andesit Gunung Marapi (Qama)
Hasil-hasil Gunung Marapi dianggap yang termuda, karena gunung Marapi
mempunyai kegiatan pada masa sejarah dan mempunyai fumarole-fumarola
yang giat, juga tuf lapilli Marapi menutupi tuf (Qpt) sebelah Utara Baso; ini
menunjukkan bahwa setidaknya beberapa hasil gunungapi Marapi adalah
lebih muda daripada tuf batuapung. (Lembar Padang) dan Breksi andesit

17
sampai basal, bongkah lava, lapilli, tuf, aglomerat dan endapan lahar. (Lembar
Solok).
c. Andesit Singgalang-Tandikat (Qast)
Hasil-hasil dari Singgalang dan tandikat dianggap pertengahan dalam umur
antara Qama dan Qamj, karena Tandikat tercata erupsinya pada masa sejarah,
tetapi sekarang tidak menunjukkan kegiatan fumarole, bukti lapangan tidak
didapat.
d. Tuf Batuapung dan Andesit (Qpt)
Batuapung di dalam matriks kaca atau gelas vulkanik.
e. Tuf Batuapung Horn-Hiper (Qhpt)
Hampir seluruhnya terdiri dari lapilli batuapung, ukuran garis tengah berkisar
antara 2 hingga 10 cm, mengandung 3-10% horenblenda, hipersten dan atau
biotit agak kompak.
f. Andesit Gunung Malintang (Qamg)
Breksi andesit sampai basal, aglomerat, pecahan lava berongga, endapan lahar
dan lava.
g. Andesit Kaldera Maninjau (Qamj)
Bentuk kaldera yang memanjang mungkin menunjukkan masa erupsi yang
lama pada waktu terjadi pergesran lateral kanan pada jalur Sesar Besar
Sumatra, tuf batuapung tampaknya menutupi semua batuan gunungapi
Maninjau.
h. Gunung api Kota Alam (QTve)
Disusun oleh batuan produk vulkanik seperti piroklastik.
i. Andesit-Porfiri Dasist (Qtp)
umumnya umumnya mengandung horenblenda, massadasar agak gelasan
dengan beberapa mineral mafik yang telah digantikan oleh epidot dan klorit.
j. Riolit Afanitik (QTpr)
Pada sebuah singkapan lebih kurang 5 km sebelah baratdaya pehambatan
(Secelah timur Danau)
k. Andesit-Basal (Ta)
Mendasari Gunung Sirabungan dan beberapa bukit-bukit yang lebih di
sebelah timurnya. Suatu contoh dari gunung Sirabungan adalah breksi mikro
dengan fenokris plagioklas, horenblenda yang telah teroksidasikan dan
bterubah, hipersten, augit dan bioti t, di samping fragmen-fragmen basal
olivine dan mungkin batuan gunungapi yang lain pada massadasar mikrolit
plagioklas dan afanitik.

18
2.1.2.4. Batuan Intrusi
a. Granitik (Tmgr)
Stok, berkomposisi antara granit dan diorite kuarsa. Contoh tengah stok yang
besar di sebelah timur Kayutananm dan seblah selatan Padangpanjang adalah
granit
b. Granit Kapur (Kgr)
Bersusunan lenco-granit sampai monzonit kuarsa. Umumnya bertekstur
faneritik- porfiritik, setempat pegmatit.
c. Granodiorit (Gd)
Granodiorit, bioti, horrnblenda setempat kloritkan.
d. Diorit Kuarsa (qd)
Diorit kuarsa, holokristalin
e. Kuarsa Porfir (Qp)
Kuarsa porfir , dengan fenokris kuarsa
f. Diabas-Basal (d)

2.1.2.5. Tektonik
a. Ultra Basa (Kub)A
Batuhijau (Serpentin), Diabas-Basal
Kompleks geologi dari stratigrafi litologi penyusun sangat tercermin di area
Kuliah Lapangan 1 ini, sehingga dibutuhkan ketelitian dan pemahaman yang
sangat baik untuk memahami kondisi stratigrafi dan keterkaitannya terhadap
sejarah geologi serta evolusi tektonik, struktur geologi yang terjadi dan
tentunya terhadap keterdapatan sumber daya geologi yang potensial. Dengan
ciri khas membentuk punggungann-punggungan tajam (di timurlaut
Bukitinggi) berwarna putih sampai ke abu-abuan pada singkapan segar dan
kelabu gelap/kotor yang lapuk.
l. Malihan Karbon (Cs)
Biasanya mendasari bukit-bukit dan punggungan-punggungan landai, kemerahan,
sedikit sekisan, setempat menunjukkan laminasi dan lineasi terpilin dari beberapa
meter sampai beberapa puluh meter.

19
2.1.4 Struktur Geologi Regional
2.1.3.1 Struktur Geologi Sumatra Barat

Gambar 2.4. Sistem Sesar Sumetara berasosiasi terhadap pembentukan gunung api
dan batas dari segmen umumnya membentuk graben
(Barber dkk ,2005).
Menurut Barber dkk (2005), Sistem Sesar Sumatera (SSS) berasosiasi
dengan pembentukan gunung api dan batas sesar yang umumnya membentuk graben.
Sesar Sianok dan Sesar Sumani merupakan bagian dari segmen Sistem Sesar Sumatra
(SSS). Kedua sesar ini dibatasi oleh pembelokan arah sesar pada sekitaran Danau
Singkarak . pergerakan sesar Sumatra sangat berhubungan dengan keberadaan dari
gunung api aktif, Sieh dan Natawidjaja (2000), Muraoka dkk (2010), Natawidjaja
(2017, 2018), Yustisia dkk (2014), Umar dkk (2014). Segmentasi sesar di area Kuliah
Lapangan 1 memliki karakteristik yang sama dengan Sistem Sesar Sumatra.

20
Pada sekitaran Danau Singkarak terdapat tinggian-tinggian tebing sesar yang
mengindikasikan kehadiran sesar turun hingga oblique. Fenomena ini dianggap
sebagai perkembangan rezim tektonik, Nukman dkk (2017). Secara regional struktur
geologi di daerah Bukittinggi dan sekitarnya, lokasi Kuliah Lapangan dikontrol oleh
sistem Sesar Sumatera yang umumnya berarah baratlaut – tenggara, berikut ini
uraian singkat dari beberapa struktur geologi yang berkembang, Kastowo dkk (1996)
dan Silitonga dan Kastowo (1995).
Sesar Batang Anai merupakan sesar normal yang berarah utara – selatan, sesar
ini mempunyai panjang 11.5 km, merupakan pembatas antara batuan dasar dan
produk dari Gunung Tandikat dan batuan yang tersesarkan adalah batuan dasar. Sesar
ini dicirikan oleh kelurusan sungai dan gawir – gawir yang memanjang dan curam.
Sesar Lembah Anai merupakan sesar normal berarah timur laut – baratdaya, blok
bagian tenggara relatif naik dibanding blok bagian baratlaut. Sesar ini penjangnya 4
km dan merupakan penyebab terbentuknya Lembah Anai, pembentukannya
diperkirakan akibat ketidakstabilan setelah akhir pembentukan Sesar Batang Anai.
Struktur sesar sekitar Danau Maninjau umumnya dikontrol oleh sesar dengan
orientasi tegak lurus terhadap arah umum dari Sistem Sesar Sumatera. Data ini
terekam dengan baik di bagian timurlaut, barat, dan tenggara Danau Maninjau,
namun ada juga pola ataupun orientasi sesar yang memiliki karakter sama dengan
Sistem Sesar Sumatera, dapat kita jumpai di bagian utara baratlaut Danau Maninjau,
mengacu pada pembahasan regional menurut Kastowo dkk (1996).
Struktur sesar di antara Baso dengan Gunung Kapanasan merupakan struktur
sesar dengan orientasi yang saling memotong, indikasi keberadaan sesar ini
dibuktikan dengan adanya formasi dari batugamping, batuan metamorf, dan produk
dari Maninjau Muda, mengacu pada pembahasan regional menurut Kastowo dkk
(1996). Struktur sesar di sekitar Harau dengan orientasi berarah timurlaut – baratdaya
yang tegak lurus terhadap Sistem Sesar Sumatera (SSS). Sesar ini membatasi antara
produk batuan Tersier dan Pra-Tersier, mengacu pada pembahasan regional menurut
Silitonga dan Kastowo (1995). Struktur geologi memperlihatkan begitu kompleksnya
kontrol struktur terhadap kondisi geologi di Area Kuliah lapangan 1. Keberadaan
gunung api, cekungan dari danau vulkano-tektonik, dan cekungan sedimentasi sudah
cukup mengantarkan kita pada penedekatan teori tektonik-struktur geologi, bahwa
adanya asosiasi di antara sesar, gunung api, cekungan, dan graben dari danau.

21
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Dasar Teori
3.1.1 Petrologi
3.1.1.1 Batuan Beku

Gambar 3.1. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineral Felsic (Klasifikasi IUSGS)
Batuan beku atau yang disebut sebagai batuan igneus merupakan jenis batuan
dimana proses pembentukannya terjadi dari magma yang telah mengalami
pembekuan atau pendinginan. Batuan ini biasanya ada di dalam mantel atau
kerak bumi. Batuan beku dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
klasifikasinya.
 Klasifikasi berdasarkan tekstur, komposisi mineral dan lokasi
pembentukannya, batuan beku terbagi menjadi batuan beku vulkanik dan
batuan beku plutonik.
 Klasifikasi berdasarkan kimiawi, batuan beku dibagi ke dalam empat
golongan yaitu batuan beku asam, batuan beku intermediet, batuan beku basa
dan batuan beku ultrabasa.

22
 Klasifikasi berdasarkan kejenuhan silika (SiO2), batuan beku dikelompokkan
menjadi tiga yaitu Over Saturated Rock, Saturated Rock dan Under Saturated
Rock.
3.1.1.2 Batuan Piroklastik

Gambar 3.2 Ilustrasi terbentuknya partikel butiran vulkanik hingga proses sedimentasi dan litifikasi
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api.
Pengelompokan material-material penyusun terbagi menjadi :
 Kelompok Material Esensial (Juvenil) : yang termasuk ke dalam kelompok ini
adalah material langsung dari magma yang diletuskan baik yang tadinya
berupa padatan atau cairan serta buih magma.
 Kelompok Material Asesori (Cognate) : yang termasuk dalam kelompok ini
adalah bila materialnya berasal dari endapan letusan sebelumnya dari gunung
api yang sama atau tubuh volkanik yang lebih tua.
 Kelompok Asidental (Bahan Asing) : Yang dimaksud dengan material
asidental adalah material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua di bawah
gunung api tersebut, terutama adalah batuan dinding di sekitar leher volkanik.
Batuannya dapat berupa batuan beku,endapan maupun batuan ubahan.
3.1.1.3 Batuan Sedimen
Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses
diagnesis dari material batuan lain yang sudah mengalami sedimentasi.
Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan deposisi.
Proses pelapukan yang terjadi dapat berupa pelapukan fisik maupun kimia.

23
Proses erosi dan transportasi dilakukan oleh media air dan angin. Proses
deposisi dapat terjadi jika energi transport sudah tidak mampu mengangkut
partikel tersebut.

a) Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terdiri atas klastika-
klastika (hancuran batuan) yang mengendap secara alami (mekanik) oleh
gaya beratnya sendiri. Sedimen klastika disebut juga sedimen mekanik.
b) Batuan Sedimen Non-Klastik.
Batuan sedimen Non-Klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat
itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat
secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia).

Gambar 3.3 Klasifikasi Batuan Sedimen (Pettijohn, 1975)

24
3.1.1.4 Batuan Metamorf

Gambar 3.4 Kondisi regional Batuan Metamorf (John Willy & Son, 2000)
Batuan metamorf berarti batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku,
sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat
terjadi karena berbagai sebab, antara lain: temperatur tinggi, tekanan tinggi, serta
temperatur dan tekanan tinggi.
Menurut Noor (2012 : 37) batuan metamorf dibagi menjadi 3, yaitu:
 Metamorf termal (kontak) : Batuan metamorf yang terbentuk karena pengaruh
suhu yang sangat panas. Suhu yang panas dikarenakan letaknya dekat dengan
magma. Berkaitan dengan hal tersebut, suhu yang panas akan membakar
bahkan mencairkan batugamping. Pada tahap selanjutnya, batugamping
mengalami pendinginan dan menjadi marmer.
 Metamorf dinamo (sintektonik) : Batuan yang terbentuk karena pengaruh
tekanan yang sangat tinggi. Batuan metamorf dinamo pada umumnya terjadi
di bagian atas kerak bumi. Adanya tekanan dari arah yang berlawanan
menyebabkan perubahan butir-butir mineral menjadi pipih dan ada yang
mengkristal kembali.
 Metamorfik pneumatolitis kontak : Batuan metamorf pneumatolitis kontak
terbentuk karena pengaruh gas-gas dari magma. Pengaruh gas panas pada
mineral batuan menyebabkan perubahan komposisi kimiawi mineral tersebut.
Batuan metamorf memiliki struktur yang unik. Hal ini disebabkan, batuan
metamorf terbentuk dari batuan asal yang beraneka ragam. Selain itu, batuan
metamorf terbentuk oleh tenaga yang berbeda-beda seperti temperatur, tekanan,
atau gabungan keduanya. Penjelasan mengenai struktur batuan metamorf sebagai
berikut.
1. Struktur foliasi

25
Struktur foliasi adalah struktur paralel yang dibentuk oleh mineral pipih atau
mineral prismatik. Struktur foliasi seringkali terjadi pada metamorfosa
regional dan metamorfosa kataklastik. Beberapa struktur foliasi yang umum
ditemukan antara lain, yaitu: Slaty Cleavage, Phylitic, Sekisose, Gneisose.
2. Struktur nonfoliasi
Struktur nonfoliasi adalah struktur yang dibentuk oleh mineral-mineral yang
equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran granular. Strktur ini
seringkali terjadi pada metamorfosa termal. Beberapa struktur nonfoliasi yang
umum ditemukan, yaitu: Granulase, Hornfelsik, Cataclastic, Mylonitic, dan
Phylonitic.
3.1.2 Geologi Struktur
Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di
suatau daerah sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada batuan
oleh proses tektonik atau proses lainnya. Beberapa jenis struktur geologi adalah :
1. Kekar (Fractures)
Kekar merupakan struktur rekahan/retakan yang terbentuk pada suatu
batuan akibat gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami
pergeseran. Secara umum kekar dicirikan oleh pemotongan perlapisan hidang
batuan, biasanya terisi oleh mineral lain, dan kenampakan breksiasi. Kekar
yang umum dijumpai pada batuan adalah :
 Shear Joint : rekahan yang membentuk pola saling berpotongan membentuk
sudut lancip dengan arah gaya utama.
 Tension Joint : rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama,
umumnya rekahan bersifat terbuka.
 Extension Joint : rekahan yang berpola tegak lurus dengan arah gaya utama
dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
2. Lipatan (Folds)
Lipatan adalah deformasi batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan
sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan.
Berdasarkan bentuk lengkungannya, lipatan dibagi dua, yaitu :
 Lipatan Sinklin : bentuk lipatan yang cekung ke arah atas.
 Lipatan Antiklin : bentuk lipatan yang cembung ke arah atas.

3.1.3 Geomorfologi
Geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan
pembentuk muka bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut, dan
menekankan pada asal mula dan perkembangan di masa mendatang serta
konteksnya dengan lingkungan.
KIasifikasi Bentuk Lahan geomorfologi adalah sebagai berikut :

26
a. Bentuk: lahan asal struktural: pengaruh struktur geologis
Contoh: pegunungan lipatan - oleh struktur lipatan
pegunungan patahan - oleh struktur patahan
pegunungan kubah - oleh struktur lengkungan
b. Bentuk lahan asal volkanik : akibat aktivitas volkanis
Contoh: kerucut gunung api, kawah, kaldera dan medan lava.
c. Bentuk lahan asal denudasi: oleh proses digradasi, seperti; erosi, lonsor,
pelapukan
Contoh : bukit sisa (momad nock, inselbing), peneplain dan lahan rusak.
d. Bentuk lahan asal fluvial: akibat aktivitas aliran air.
Contoh : dataran banjir, tanggal alam, teras sungai, kipas aluvial
Catatan: gabungan proses fluvial dan marine (di muara sungai) disebut fluvio-
marine.
Contoh: delta dan ekstuari
e. Bentuk lahan asal marine: oleh proses laut, seperti gelombang, pasang arus.
Contoh: gisik pantai (beach ridge), laguna, bura (spit) dan tombolo.
f. Bentuk lahan asal glasial: akibat aktivitas gletser.
Contoh: lembah bergantung (hanging vallev), cirque, morena, drumlin.
g. Bentuk lahan asal aeolian: oleh proses angin.
Contoh: loess, gumuk pasir, barchan, parabolik, longitudinal dan tranversal.
h. Bentuk lahan asal solusional: oleh pelarutan batuan.
Contoh: doline, kubah karts, gua karst, Bentuk lahan asal organik: oleh aktivitas
organisme (terumbu karang) dan pantai bakau.
i. Bentuk lahan asal antropogenik: oleh aktivitas manusia.
Contoh: waduk dan pelabuhan

27
4.1. Geologi Cekungan Ombilin

Gambar 4.1.1 Singkapan Batu Serpih, Lokasi: Lubuk Batu


Berdasarkan hasil pengamatan pada kuliah lapangan 1 secara virtual pada
Lokasi pengamatan yang berada pada Kecamatan Lubuk Batu, Kabupaten Sijunjung,
Provinsi Sumatera Barat. Dengan koordinat X: 0754739, Y: 9830858, Z: 1516 MDPL.
Stopsite ini merupakan bagian dari Formasi Sangkarewang yang merupakan dari
cekungan ombilin. Formasi sangkarewang berkaitan dengan formasi tuhur yang
merupakan basement dari formasi Silungkang dengan kontak stratigrafi yang tidak
selaras formasi sangkareewang merupakan formasi yang tidak termasuk kedalan
satuan batuan. Formasi ini terbentuk sebelum rotasi pada pulau sumatera. Singkapan
formasi ini terletak di pinggir jalan dengan bagian utara sampai timur yang dikelilingi
oleh perbukitan struktural akibat dari proses pengangkatan dan merupakan bagian
dari fisiografi perbukitan barisan yang dipengaruhi oleh sesar sumatra. Pada stopsite
ini geomorfologi atau bentang alam pada formasi sangkarewang ialah daerah
rendahan (fluvial), dengan fasies yang terdapat berupa kuarsit, serpih, batugamping
yang termetakan.
Dilakukan deskripsi batuan pada singkapan ini, didapatkan batuan dengan
warna abu abu sampai gelap, struktur menyerpi, ukuran butir lempung, tidak ada
derajat pemilahan, tidak ada derajat pembundaran, tidak ada kemas. Komposisi
mineral yaitu mono mineralik. Batuan ini merupakan batu serpih terbentuk kala eosin

28
Singkapan ini terdapat material organik karena terbentuk di lakustrin dan ber ukuran
butir sangat halus yang memungkinkan material organi terendapkan, material organik
dapat membusuk dan menjadi migas dikarenakan oleh proses pengangkatan dari
formasi sangkarewang. Selain material organik, terdapat fragmen yang berukuran
kerakal sampai berangkal yang terbentuk bersamaan dengan formasi tersebut terisi
yang dinamakan Syn Depositional Sedimentary.
Material Sedimen pada formasi ini berasal dari tinggian malaka yang juga
kontak dengan formasi lain sehingga didapat mineral kalsit dari basement seperti
formasi tuhur, sawahlunto, dan kuantan. Bagian bawah singkapan ini terdapat mud
crack sebagai struktur yang terbentuk setalah sedimentasi berlangsung atau Post
Depositional Sedimentary, yang hadir berupa lempung yang menyerpih.
Dilakukan pengukuran kedudukan pada singkapan ini dengan kedudukan N
335 °E/42°. Formasi sangkarewang di endaopkan pada eocene yaitu sebelum pulau
sumatra ber rotasi, setelah pulau sumatra rotasi pada neogene, maka formasi
sangkaraewang lebih di dominasi oleh vulkanik magmatisme dan struktural

Gambar 4.1.2 Singkapan Batugamping Kristalin


Pada Lokasi stopsite ini berada di simpang muara kelaban atas dengan X:
0754756, Y: 9847964, Z: 1516 MDPL. Stopsite ini masih merupakan bagian dari
cekungan ombilin yaitu fornasi silungkang berumur permian. Formasi ini merupakan
bagian dari satuan batuan peusangan grup yang mengalami transcurrent system yang
merupakan pembatasan sesar sumatera disebut MSTZ. Formasi silungkang berkaitan

29
dengan formasi tuhur yang tersingkap karena silungkang mengalami pop out karena
adanya sesar naik. Formasi ini berada di tinggian yang bertampalan yaitu 2 tinggian
yang bergerak. Setelah rotasi sumatra maka terjadi pengangkatan maksimum
basement yaitu silungkang, kuantan dan tuhur.
Formasi silungkang bersinggungan dengan formasi sangkarewang yang
berada di timur laut formasi silungkang. Hubungan stratigrafi 2 formasi ini adalah
tidak selaras karena Formasi silungkang relatif miring
Formasi ini masih berada di fisiografi perbukitan barisan yang dikontrol oleh
sesar sumatra. Formasi silungkang berada di tinggian depan formasi sangkarewang.
Formasi silungkang berada di utara timur laut dari formasi sangkarewang yang
merupakan perbukitan barisan.
Terdapat singkapan pada formasi ini dengan warna abu abu kecoklatan, ber
struktur masif, tekstur kristalin, memiliki komposisi kalsit karbonat dengan struktur
palimses (struktur sisa dari batuan asal), batuan ini merupakan meta batugamping.

Gambar 4.1.3 Singkapan Batupasir


Lokasi stopsite 2.1 berada pada Kokes Sawahlunto Sumatra Barat. Pada
Stopsite ini berada di lapangan yang bertanah merah dengan koordinat X 0695209 Y

30
9927725 dan ketinggian 455 Mdpl. Pada stopsite pertama ini kita dapat melihat
sebuah singkapan yang cukup tinggi sekitar 3 meter yang memiliki strike N255°E
berarah barat laut dan dip 26° berarah timur laut. Bagian atas singkapan banyak
ditumbuhi pepohonan serta tanaman-tanaman liar. Stopsite ini merupakan bagian dari
Formasi ombilin dengan symbol formasi Tmol yang merupakan dari cekungan
ombilin. Formasi ombilin berkaitan dengan formasi tuhur yang merupakan basement
dari formasi Silungkang.
Pada Stopsite ini terdapat singkapan dari Formasi Ombilin (Tmol) yang
berumur pada zaman Neogen kala Miosen. Pada stopsite ini di kontrol 2 struktur
sesar sehingga terdapat struktur berupa kekar yang memotong kedudukan akibat dari
gaya kompres dari sesar naik Takung. Singkapan ini memiliki warna merah hingga
kekuningan yang mengidentifikasi bahwa mineral yang mengisi berupa mineral-
mineral berwarna terang berupa kuarsa dan mineral lempung. Tekstur dari singkapan
ini memiliki ukuran butir lempung dengan fragmen mulai dari kerikil hingga pasir
halus dan memiliki struktur laminasi yang dibuktikan adanya perlapisan. Stopsite ini
berada pada tipe endapan syn deposional yang mana proses sedimentasinya
bersamaan dengan proses pembentukan. Lingkungan pengendapan pada stopsite ini
ada dua yaitu lakustrin yang memiliki arus yang tenang dan dipengaruhi oleh proses
suspenload sehingga mengakibatkan batuannya memiliki ukuran butir halus dan
terdapat struktur laminasi yang tidak cukup luas. Selain itu banyak ditemukannya
pita-pita sisipan batubara yang termasuk kedalam Formasi Ombilin (Tmol) sebagai
penciri lingkungan danau atau rawa dan termasuk kedalam anggota ranau.
Pada stopsite ini geomorfologi atau bentang alam pada formasi ombilin ialah
daerah rendahan (fluvial), dengan fasies yang terdapat berupa batulanau,
batugamping, napal dan sisipan batupasir.

31
Gambar 4.1.4 Singkapan Batupasir
Pada Lokasi stopsite ini berada di Kokes Sawahlunto Sumatra Barat dengan
koordinat X 0695332 Y 9927687 dan berada pada ketinggian 450 Mdpl. Pada stopsite
kedua ini kita dapat melihat sebuah singkapan yang tidak cukup tinggi sekitar 2 meter
memiliki arah strike N200°E berarah barat daya dan dip 84° berarah timur laut hingga
timur. Singkapan ini berwarna coklat kekuningan dan bagian atas singkapan
ditumbuhi pohon serta tanaman-tanaman liar.
Morfologi bentang alam pada stopsite ini berada pada daerah dataran dengan
bentuk asal fluvial yang dicirikan dengan adanya singkapan batuan yang didominasi
sedimentasi dari lingkungan rawa. Daerah ini termasuk kedalam bentuk lahan berupa
lembah struktural yang mana dicirikan dengan adanya perbukitan struktural yang
mengelilingi stopsite ini akibat dari pengangkatan batuan dasar, terdapat struktur
berupa sesar mendatar mengiri. Sesar mendatar ini diakibat efek adanya estuasi
global berupa oroklin sunda dan menghasilkan struktur berupa sesar Takung yang
merupakan sesar naik dan sesar mendar Tanjung Ampalo berarah dekstral. Batuan
dasar (basement) Pulau sumatra sendiri diisi oleh batuan Formasi Kuantan, Formasi
Silungkang dan Formasi Tuhur.

32
Gambar 4.1.5 Singkapan Batupasir
Pada singkapan ini terdapat batuan yang berwarna kecoklatan dengan warna
lapuknya kekuningan. Struktur masif dan tekstur batuan ukuran butir lanau hingga
pasir kasar. Adapun komposisi mineral lempung berupa kuarsa. Singkapan ini
memiliki penciri berupa sesar dan dilakukan pengukuran pada bidang hangingwall
dengan data gores garis berupa bearing N264°E berarah barat daya, plunge 79°
berarah timur laut dan rake N20°E berarah timur laut yang mengidentifikasi bahwa
sesar mendatar mengiri atau sinistral dengan batuan tersebut bersifat semi brittle.
Maka dapat disimpulkan batuan pada singkapan ini yaitu batulempung hingga
batupasir dari Formasi Ombilin (Tmol). Singkapan ini termasuk kedalam cekungan
ombilin atas. Adapun kontak stratigrafi antara formasi cekungan ombilin atas dengan
ombilin bawah yaitu selaras.

33
Gambar 4.1.6 Singkapan Batupasir Heterolik dan Batupasir Konglomerat
Pada Lokasi stopsite ini berada di kota sawahlunto dengan X 06958397, Y
9923100, Z 350 mdpl, stopsite ini masih berada di cekungan ombilin dengan dengan
formasi Sawahtanbang, morfologi stopsite ini berupa perbukitan struktural yang
berada pada formasi sawahlunto dan sawahtambang, yang dikontrol oleh sesar
dengan arah Barat Laut.
Secara morfologi, stopsite ini berada pada daerah dataran dengan bentuk asal
fluvial yang dicirikan dengan adanya singkapan batuan yang didominasi sedimentasi
dari lingkungan rawa dan mengidentifikasikan bahwa daerah rendahan. Daerah ini
termasuk kedalam bentuk lahan berupa lembah struktural yang mana dicirikan
dengan adanya perbukitan struktural yang mengelilingi stopsite ini akibat dari
pengangkatan batuan dasar. Pengangkatan batuan dasar (Basement) terjadi akibat
efek adanya estuasi global berupa oroklin sunda yang berarah mendatar dan
menghasilkan struktur berupa sesar Takung yang merupakan sesar naik dan sesar
Tanjung Ampalo.
Sawahlunto dan Tuhur. formasi sawahlunto dan sawahtambang merupakan
formasi dengan lingkungan pengendapan sungai dengan karakteristik berbeda. Pada
sawahtambang yang berada dibagian bawah sawahlunto, formasi ini memiliki
karakteristik sungai mendering atau berbelok yang berada di landaian kemudian

34
semakin kebawah maka semakin datar yang akan membuat sungai bercabang atau
teranyam pada formasi sawahlunto.
Perbedaan arus pada dua formasi tersebut menyebabkan ukuran butir dengan,
pada sawahlunto terdapat batupasir heterolik yang merupakan batupasir yang berubah
mengkasar, batuan ini merupakan ciri khas dari formasi sawahlunto, sedangkan pada
sawahtambang terdapat batupasir konglomerat an yang merupakan material dari
basement.
Terdapat juga formasi tuhur yang berada kontak dengan formasi sawahlunto,
formasi tuhur merupakan salah satu basement sumatra yang tersingkap dan brumur
Trias, singkaoan pada formasi tuhur merupakan singkapan batugamping marmer yang
diendapkan di laut dangkal/laut dalam, pada singkapan ini juga terdapat jejak fosil
yang jelas.
Perbedaan arus pada dua formasi tersebut menyebabkan ukuran butir dengan,
pada sawahlunto terdapat batupasir heterolik yang merupakan batupasir yang berubah
mengkasar, batuan ini merupakan ciri khas dari formasi sawahlunto, sedangkan pada
sawahtambang terdapat batupasir konglomerat an yang merupakan material dari
basement.
Terdapat juga formasi tuhur yang berada kontak dengan formasi sawahlunto,
formasi tuhur merupakan salah satu basement sumatra yang tersingkap dan brumur
Trias, singkaoan pada formasi tuhur merupakan singkapan batugamping marmer yang
diendapkan di laut dangkal/laut dalam, pada singkapan ini juga terdapat jejak fosil
yang jelas.
Hubungan stratigrafi dari kontak 3 formasi tersebut juga diukur dengan
kedudukan yaitu N325°E/32 sampai N345°E/35. Dari hasil kedudukan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa kontak formasi sawahlunto dan tuhur adalah tidak selaras.

35
Gambar 4.1.6 aingkapan
Lokasi pada stopsite ini berada di Museum Sawahlunto dengan koordinat X
0698183, Y 99249801, Z 242 mdpl. Pada stopsite ini masih terdapat pada cekungan
ombilin, Morfologi bentang alam pada stopsite ini berada pada daerah dataran dengan
bentuk asal fluvial.
Stopsite ini memiliki singkapan berupa batupasir yang semakin ke arah sungai
maka semakin halus, singkapan yang ditemukan adalah singkapan batupasir yang
juga terdapat konglomerat dan kuarsit, terbentuk pada arus relatif deras dan terisi oleh
matrix yang lebih halus dan relatif banyak.
Stopsite 2.4.1
Stopsite ini masih berada d dekat stopsite 2.4, pada formasi ini ditemukan
batupasir dengan ukuran butir hakus – sangat halus yang memilki komposisi kuarsa
dan plagioklas dan juga terdapat mineral lempung.
Singkapan ini diendapkan secara berlapis lapis dan berbelok dengan 3 proses
yang memilki sumber berbeda. diantaranya mikroslump yang merupakan mineral
lempung, load cast yang menghasilkan lempung yang menonjol, dan mud crack yang
merupakan lanau.

36
Gambar 4.1.7 Morfologi Gawir Sesar
Lokasi stopsite ini berada di Puncak cemara dengan koordinat X 0697309;Y
9925448; Z433 mdpl. Pada lokasi ini tampak perbukitan perbukitan yang berasal dari
sumber formasi yang berbeda beda, dan juga perbukitan yang dikontrol oleh sesar.
Morfologi pada stopsite ini pada arah arah selatan terdapat lembah yang mana
dikelilingi oleh ketinggian ketinggian yang mana pada lembah tersebut adalah kota
sawah lunto yang di batasi oleh tinggian tinggian yang tidak menerus, yang mana
pada sebelah barat merupakan perbukitan landau.
Pada lokasi ini juga tampak gawir sesar yang menonjol dan berbentuk seperti
terpotong atau terpancung, gawir sesar tersebut merupakan sesar yang berasal dari
Basement formasi Kuantan. Kemudian terdapat juga tinggian pada formasi
sawahlunto dan sawahtambang, Karakter dari formasi sawah lunto dan sawah
tambang pada perbukitan tersebut terutama sawah lunto yang dekat dengan sesar
tanjung ampalo. Diantara tinggian tersebut maka terdapat cekungan yang tepat berada
di kota sawahlunto.

37
Gambar 4.1.8 Singkapan Batubara
Lokasi stopsite ini berada di danau buatan perambahan, dengan koordinat X
0695247, Y 9931618, Z 230 mdpl. Stopsite ini masih berada di karakteristik
sawahlunto dan sawahtambang. Stopsite ini menunjukkan bukit yang memiliki
lamparan batubara yang terpotong oleh sesar. Lamparan batubara ini terbentuk
menerus yang kemudian terpotong oleh sesar pada bagian tengahnya.
Batubara ini merupakan batubara yang menjadi karakter dari formasi
sawahlunto, yang membuat formasi ini disebut sebagai formasi pembawa batubara.
Batubara yang terbentuk pada bukit tersebut adalah batubara yang berbentuk
bergelombang dan hanya menerus di beberapa bagian saja.

38
Korelasi Stratigrafi Daerah Ombilin

4.2 Daerah Singkarak – Padang Panjang


4.1.2 Geomorfologi
Berdasarkan pengamatan pada kuliah lapangan secara virtual dan hasil
interpretasi dari peta geomorfologi pada peta topografi kompleks gunung api
singgalang tandikat adapun morfologi dari lokasi pengamatan yang di lakukan pada
daerah lembah anai tepat nya pada blok padang panjang bahwa morfologi pada lokasi
pengamatan ialah lembah dengan bentuk asal vulkanik karena berada pada daerah
pegunungan berdasarkan interpretasi pada peta topografi selain bentuk asal dari
vulkanik terdapat juga morfologi berupa structural yang mana pada lokasi

39
pengamatan selanjutnya masih berada pada daerah lembah anai dimana pada stopsite
ini terdapat kenampakan geologi yang berupa intrusi berulang.
Berdasarkan pengamatan pada kuliah lapangan secara virtual dan hasil
interpretasi peta geomorfologi pada peta topografi danau singkarak adapun morfologi
pada daerah danau singkarak berdasarkan peta topografi ialah morfologi berupa
bentuk asal yaitu vulkano-tektonik, komples dengan sesar Sumatra dengan segmen
sesar sianok dan segmen sesar sumani. Bentuk asal vulkanik terdiri dari 3 bentuk
lahan yaitu tubuh gunung api, danau vulkano-tektonik dan dan vulkanik. Bentuk
lahan danau tekto-vulkanik yaitu danau Singkarak dengan morfologi yang landai,
morfologi aktif berupa vulkanik dan tektonik. Morfologi tektonik sangat dominan
didaerah ini karena banyak nya segmen sesar-sesar besar yang banyak didaerah ini
mengakibatkan daerah ini menjadi perbukitan hingga lembah structural, sehingga
proses pembentukan dari danau singkarak diakibatkan letusan lebih dahulu dan
dipengaruhi oleh adanya segmen sesar sumatera oleh karena itu tektonik lebih
dominan pada proses pembentukan danau singkarak. Pada pengamatan dilapangan
terdapat 3 bentuk asal dimana Bentukan lahan yang demikian tentunya ada kaitannya
dengan proses yang pernah terjadi sebelumnya baik itu proses magmatisme lalu
menghasilkan vulkanisme, ataupun proses yang terjadi akibat adanya struktur, baik
struktur regional maupun strukturl lokal. Seperti yang di ketahui sendiri pada
Regional Sumatera Barat sangat di pengaruhi oleh proses-proses vulkanik dan
tektonik. Danau singkarak sendiri merupakan jenis danau Vulkanotektonik, yakni
suatu sistem gunung api yang keberadaannya dikontrol oleh sesar. Pelebaran pada
sekitaran danau singkarak tentu tidak terlepas dari Kontrol oleh dua sesar tersebut dan
di tambah adanya lagi sesar lokal yaitu sesar singkarak.

4.2.2. Stratigrafi

40
Korelasi statigrafi singkarak-padang panjang
Di daerah blok Singkarak – Padang Panjang diendapkan batuan basement dari
formasi Permian silungkang yang tediri atas fasies batugamping, fasies filit dan fasies
serpih, dimana batuan filit di temukan pada lokasi stopsite 3.2 daerah sungai Lembah
Anai yang diintrusi oleh dari formasi granitik miosen, pada lokasi 3.3 ditemukan
fasies nbatugamping berasosiasi dengan fasies filit dimana diatas keduanya
diendapkan secara tidak selaras batuan kuarter dari produk gunung api berupa skorea
hasil kontak dengan buih magma yang bersifat basa-intermediet, kemudian pada
lokasi lainnya ditemukan batuan berumur kuarter berupa hasil endapan gunung api
lava andesit dari formasi Qast membentuk struktur kekar kolom pada lokasi ini.
Ditemukannya batuan berumur paleozoikum di daerah sumaterra barat
sebagai bagian dari proses pengangkatan basement akibat adanya control struktur
yang berkembang. Struktur sesar yang bekerja menyebabkan terjadi rekahan pada
permukaan bumi dimana zona lemah batuan terbuka dan menyebabkan batuan
basement tersingkap di permukaan dan mnjadi bagian dari bentuk lahan structural
yang membatasi antar lembah yang diisi oleh formasi yang berumur lebih muda.

41
Sehingga secara hubungan korelasi stratigrafi dapat dijelaskan bahwa batuan
berumur Permian mengalami proses intrusi yang diterobos batuan berumur miosen
dan secaratidak selaras diendapkan material vulkanik berumur kuarter dari formasi
Qpt, Qat dan Qama.
4.2.3 Struktur Geologi

Gambar 4.2.3.1 Kekar Kolom , Lokasi: Air Terjun Lembah Anai


Pada Lokasi stopsite ini berada di air terjun lembah anai dengan koordinat X
0648925 dan Y 9946505 dengan elevasi Z 371mdpl, pada stopsite ini terdapat
bentukan struktur yang berupa columnar joint (kekar kolom), air terjun yang
membentuk kekar kolom ini berasal dari gunung api tandikat yang tersingkap karena
aliran lava. Adapun proses terbentuknya dari kekar kolom ini ialah dengan adanya
erupsi pada gunung tandikat yang kemudian mengalami pendinginan cepat dan juga
pengaruh pembebanan yang menyebabkan kekar kolom dapat terbentuk. Syarat agar
terbentuknya kekar kolom diantaranya, magma harus homogen semakin homogen
magma maka kekar kolom yang terbentuk akan terlihat sempurna.

42
Gambar 4.2.3.2 Intrusi berulang
Struktur Geologi yang di jumpai pada blok daerah singkarak-padang
panjang di daerah lembah anai yaitu pada intrusi berulang, dengan koordinat X
0650818;Y 9947317, dengan elevasi Z 427 mdpl. Pada singkapan stopsite ini
terdapat batugamping, lalu ada intrusi batuan beku (granit/granodiorit) yang
menerobos batugamping, akibat dari panas yang dihasilkan dari intrusi ini,
menyebabkan batugamping di sekitar zona intrusi mengalami metamorfisme thermal
yang menyebabkan batugamping termetakan menjadi Marmer. Intrusi ini tidak hanya
terjadi 1x, akan tetapi terjadi berkali-kali (apofise), mengakibatkan adanya pengaruh
hidrotermal yang menghasilkan alterasi kaolinit. Adanya pergerakan dari sesar
mengakibatkan batuan granit/granodiorit termetamorfismekan menjadi batuan Gneis.
Urutan batuan dari yang tertua ke termuda : Gamping-Intrusi-Marmer-Alterasi-Gneis.
Gamping dan marmer termasuk ke dalam grup tapanuli dan woyla. Pada singkapan
ini terdapat sesar sekunder dan sejumlah kekar. Pada analisis sesar sekunder akibat
adanya peregangan dari kompresi sesar singkarak mengakibatkan adanya sesar yang
diakibatkan dengan gaya regangan. Secara analisis streografis merupakan sesar
mengiri turun.

43
Gambar 4.2.3.3 singkapan batugamping
lalu pada stopsite yang berada pada lokasi lubuk mata kucing dengan
koordinat X 0655281, Y 9949745, dengan elevasi Z 746 mdpl. terdapat Struktur pada
singkapan ini adalah foliasi yang dapat diukur strukturnya dengan kedudukan N 85-
81 °E/8-9 °. Dan juga pada Stopsite selanjutnya ini berada di samping singkapan
batugamping marmer, singkapan pada stopsite ini adalah singkapan batugamping
berumur permian yang belum memiliki foliasi sempurna. Pada singkapan ini juga
terdapat sesar mendatar menganan tetapi meskipun sesarnya adalah sesar mendatar,
pada kenyataaan singkapan ini naik, Setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan
kedudukan struktur bidang N 155 °E/ 44°, Bearing N 168 °E, Plunge 40° kearah
205 °. Maka analisa Struktur secara umumnya adalah:

44
Gambar analisis sesar

Gambar 4.2.3.4 Singkapan Batuan Gamping , Lokasi: Danau Singkarak


Pada daerah danau singkarak yang berada pada desa batu tabah dengan
koodinat X; 0672327 Y; 9938326 dengan elevasi Z; 376 mdpl. terdapat singkapan
singkapan batuan gamping produk kuantan karbon , Disini kita dapat mengukur
kedudukan dari strukturnya yaitu, dapat diamati dengan melihat arah striasinya
kearah atas, riddle yang selalu memotong striasi, strike dari kedudukan ini yaitu

45
N154˚E/40˚, rake 40˚ bergerak naik selatan – utara atau dinamkan sesar mendatar
naik.

N
W

S S
W E

N 140° E / 60°
50”, N 140° E
40
Gambar analisis sesar

46
4.3. Daerah Bukit Tinggi-Padang Luar
4.3.1 Geomorfologi
Berdasarkan pengamatan pada kuliah lapangan secara virtual dan hasil
interpretasi dari peta geomorfologi pada peta topografi ngarai sianok-maninjau
yang mana geomorfologi atau morfologi berupa vulkanik dan struktur dengan
bentuk lahan danau vulkanik yaitu danau maninjau dengan morfometri yang terjal
dan morfologi aktifnya berupa vulkanik dengan morfologi di sekeliling danau
dearah tinggian dikelilingi oleh zona bukit barisan. Dan pada daerah lainya
terdapat gunung singgalang yang memiliki kerucut hingga kaki gunung nya, dan
lereng vulkanik dari gunung marapi dari interpretasi diketahui bahwa pada daerah
block dua ini merupakan daerah vulkanik sedangkan pada daerah danau maninjau
dipengaruhi oleh letusan yang dasyat dan ada pengerakan sesar kecil akibat dari
segmen sesar sumatera mengakibatkan pergerakan sesar besar sehingga terbentuk
sesar kecil yang mempengaruhi pembentukan danau maninjau, Selain terdapat
kenampakan geologi yang berupa gawir sesar dengan bentuk asal structural,
Berada pada Fisiografi zona perbukitan barisan.

Gambar 4.3.1.1 Geomorfologi Danau Maninjau


Gambar 4.3.1.2 Geomorfologi Gawir Sesar
4.3.2. Stratigrafi

Korelasi stratigrafi blok bukit tinggi-padang luar


Pada blok bukit tinggi- padang luar ini, dapat dilihat dari table
stratigrafinya bahwa terdapat batuan yang berumur tua. Batuan pada kolom
stratigrafi pada bagian bawah merupakan basement dari pulau sumatera yang
terangkat akibat proses tektonik dari pulau sumatera sendiri sehingga tersingkap
dipermukaan. Pada kolom stratigrafi block kedua ini dapat dilihat bahwa batuan-
batuan yang tersingkap banyak memiliki umur yang tua, dimulai dari yang
berumur karbon-permian. Terdapat beberapa formasi yang berada pada blok ini
yaitu: Ps (Permian silungkang). Pada batuan tertua yaitu berumur Permian dengan
pemerian filit, batusabak. Pada beberapa lokasi pengamatan ditemukan batuan
yang termasuk dalam formasi ini seperti batugamping, dan marmer ada yang
terkena intrusi granodiorite dan terkena intrusi dangkal dari dasit.
1. Ps (Permian silungkang)
Batuan Permian dari formasi silungkang ditemukan sebagai batuan
basement yang membatasi sebagai tinggian-tinggian structural daerah
bukit tinggi-padang luar. Formasi silungkang dari fasies gamping
membentuk gawir sesar pada lokasi stopsite 4.1 yang kemudian juga pada
batugamping mengalami metamorfisme akibat dari sesar-sesar yang
bekerja secara local. Kemudian juga pada batugamping mengandung
mineral kalsit yang mudah larut dan mengalami reksristalisasi menjadi
kuarsit.
2. Tmgr (tersies miosen granitic )
Batuan dari jenis ganitoid juga ditemukan pada blok bukit tinggi-padang
luar namun tidak didapatkan pada lokasi sopsite. Namun secara hubungan
stratigrafi bahwa batuan Permian silungkang diterobos batuan granitic
mioses ini dengan hubungan intrusi.
3. Qamj ( andesit kaldera maninjau)
Ditemukan sebagai batuan dari endapan kaldera maninjau baik secara post,
syn, atau pra deposit. Produk post kaldera maninjau ditemukan di stopsite
4.2 mengisi bagian lembah membentuk perbukitan rendah produk post
berupa pumice, tuf, litik dan lapili. Produk pra kaldera maninjau berupa
pemotongan kawah ditemukan di ngarai sianok. Dan produk syn kaldera
maninjau ditemukan di bagian mendekati dalam kawah yang berupa aliran
lava andesit membentuk bukit menjorok ke dalam kaldera.
4. Qast (kuarter andesit singgalang tandikat )
Terdapat lava dari gunung singgalang yang mana lokasi ditemukan batuan
ini berada ditenggara gunung singgalang.
4.3.3. Struktur Geologi

Gambar 4.3.3.1 Drag Fold Batuan Marmer


Pada lokasi stopsite ini berada di lubuk pisang dengan koordinat X
0645441, Y 0996671, dan elevasi Z 1046 mdpl. Pada stopsite ini ditemukan
batuan tua (PCkl) yang diterobos oleh batuan muda granodiorit (Tmgr).
Singkapan pada stopsite ini terletak di sebelah utara dari gawir sesar, yang mana
singkapan ini terdiri dari beberapa blok. Pada singkapan ini terdapat sesar naik,
dan drag fold (akibat perbedaan resistensi batuan terbentuknya dragfold). Pada
bagian atas stopsite ini terdapat singkapan marmer (palimsest) dan pada bagian
bawah singkapan ini terdapat intrusi dike dari granodiorit, yang mana intrusi ini
terjadi berulang (apofise) sehingga terbentuknya alterasi kaolinit.
Dilakukan pengukuran pada lokasi ini dan juga di lakukan analisan sesar dengan
hasil sebagai berikut
Gambar analisa sesar
Gambar 4.3.3.2
Pada stopsite ini, berlokasi di ngarai sianok, dengan koordinat X=
0681246, Y= 09663878. Fisografi daerah ini adalah zona sesar sumatra denga
orientasi barat laut-tenggara. Sesar sumatra merupakan sesar mendatar menganan,
sehingga terbentuklah cekungan tarik pisah. Singkapan distopsite ini merupakan
produk dari kaldera maninjau. Pada stopsite di lakukan pengukuran struktur yang
berupa analisis sesar dengan analisa sebagai berikut.

Gambar analisis sesar


4.4. Daerah Lembah Harau-Kelok Sembilan
4.4.1 Geomorfologi
Pada hasil pengamatan kuliah lapangan virtual dan hasil interpretasi peta
geomorfologi pada peta topografi dari Lembah harau – kelok 9 daerah ini
merupakan daerah yang merupakan daerah struktur yang kompleks dimana
terdapat daerah lembah structural dan bukit stuktural dimana dipengaruhi oleh
sesar arau mengakibatkan daerah ini dipengaruhi oleh struktur. Yang
mempengaruhi pembentukan lembah harau adalah sesar harau sendiri
mengakibatkan pembentukan host-graben Dan terdapat daerah fluvialtil yang
dibagi dalam bentuk lahan tubuh sungai. Pada daerah lembah harau dan kelok
Sembilan ini terdapat bentukan asal structural dimana dari hasil pengamatan
morfologi langsung dilapangan terdapat tebing-tebing yang terjal dan lembah
dapat dilihat secara langsung bentukan lahan yang terdapat pada daerah penelitian
berupa perbukitan structural dan lembah structural dengan adanya sistem sungai.
Pada daerah kelok Sembilan juga termasuk kedalam bentukan asal structural dari
pengamatan langsung dilapangan daerah kelok Sembilan diperngaruhi dengan
struktur. Berdasarkan bentukan lahan kelok Sembilan juga merupkan perbukitan
structural dan lembah structural.

Gambar 4.4.1.1 Geomorfologi Lembah Harau


Gambar 4.4.1.2 Geomorfologi Kelok 9
4.4.2. Stratigrafi

Korelasi Stratigrafi blok lembah harau-kelok 9


Pada kolom stratigrafi block lembah harau-kelok 9 ini dapat dilihat bahwa
batuan-batuan yang tersingkap berumur yang tua, dimulai dari yang berumur
karbon-permian. Batuan-batuan pada kolom stratigrafi pada bagian bawah
merupakan basement dari pulau sumatera yang terangkat akibat proses tektonik
dari pulau sumatera sendiri sehingga tersingkap dipermukaan. Pada formasi Pckq
ini terdapat kuarsit dan kuarsa sisipan filit, batusabak, serpih,, batuan gunung api,
tuf klorit, konglomerat, dan rijang. Pada batuan tertua sendiri adanya kelompok
batuan yang berumur kuantan yang berumur tua Karbon-Pemian yang terdiri dari
kelompok litologi kuarsit. Kelompok dari kuarsit sendiri termasuk kedalam grup
Tapanuli ( Karbon-Permian) yang merupakan grub basement tertua yang berada
pada pulau sumatera ini. Yang telah mengalami pengangkatan sehingga
tersingkap dipermukaan dan telah mengalami proses erosional, dan terdapat juga
batuan sedimen yang berumur tersier yang diendapakan secara tebal yang
merupakan formasi dari (Tob) dimana pada awal nya formasi tob ini merupakan
formasi sedimen yang tebal yang dilalui oleh sistem sungai. Kemudian ada
formasi Qal dengan berumur kuarter dengan batulanau, pasir dan kerikil,
batuapung tuff.

4.4.3. Struktur Geologi

Gambar 4.4.3.1 Lembah Harau


Pada Lokasi stopsite ini berada di lembah harau kabupaten lima puluh koto
dengan koordinat X 0685301, Y 9988117, Z 498 MDPL. Morfologi dari stopsite
merupakan lembah structural karena pembentukan dari lembah harau merupakan
proses dari struktur yang berupa sesar yang mana proses pensesaran yang di awali
dengan adanya pergerakan dari oroklin sunda dan kemudian mengalami
pensesaran yang mana sesar yang dihasilkan merupakan sesar mendatar dekstral,
Pada tinggi tinggian yang ada itu merupakan horst dan pada rendahan itu
merupakan graben atau lembah structural.
Sesar dari lembah harau orientasi nya tidak searah dengan sesar Sumatra yang
mana sesar dari lembah harau tegak lurus dengan sesar Sumatra yang memotong
formasi dari Pckq atau formasi karbon Permian, formasi karbon Permian di
kelilingi oleh formasi berumur tersiser yang mengindikasikan daerah
pengangkatan gaya yang bekerja merupakan sesar naik, perlu kita ketahui sesar
dari lembah harau terbentuk sebelum sesar Sumatra.

Gambar 4.3.3.1 Singkapan batufilit dari Formasi Kuantan


Formasi Kuantan sendiri merupakan formasi batuan dasar atau basementnya
dari Pulau Sumatra. Singkapan ini berlitologi batufilit dan terdapat mineral kuarsa
yang memiliki arah utara-timur laut. Lalu dilakukan pengukuran vent lite yang mana
sama seperti pengukuran kekar dan di dapat hasil strike N125°E dan dip 72° lalu
dilakukan analisis dan didapatkan hasil kekar ini termasuk kekar tarik dengan sudut
lancip
5.5. Potensi Geologi
5.5.1. Positif
Tatanan geologi wilayah sumatera barat yang sedemekian kompleks tentunya
akan mengakibatkan wilayah sumatera barat memiliki potensi geologi yang
beragam. Potensi itu seperti mineralisasi, panas bumi, batubara, minyak dan gas
bumi, hingga potensi geowisata itu sendiri. Mineralisasi sendiri dapat di
contohkan pada wilayah Pasaman dimana wilayah yang erat kaitannya tinggian
atau wilayah yang berada pada lempeng yang aktif dapat membuat jebakan
terhadap mineraliasasi. Sedangkan panas bumi wilayah sumatera barat sendiri
tentunya berkaitan dengan keberadaaan dari pada gunung api, sumber panas yang
ada pada gunung api ataupun sekitarnya tentu saja sangat baik apabila dapat di
manfaatkan. Sedangkan batubara sendiri berpotensi pada wilayah sawahlunto
dimana sawahlunto sendiri sangat terkenal dengan kualitas batubaranya yang
berada pada tingkat tertinggi yakni batubara dengan jenis antrasit. Pembentukan
batubara yang berkualitas tinggi tentu saja di pengaruhi oleh tatanan geologi yang
kompleks. Dimana untuk batubara antrasit ini sendiri terbentuk di akibatkan
adanya material organik yang terakumlasi pada suatu cekungan yang sempit dan
berada di antara gunung atau intramountain sehingga dalam hal pemanasan dan
pematangan batubara tersebut akan dapat termatangkan secara sempurna. Karena
tekanan dan suhu yang maksimal dari celah sempit dan adanya ikut kesertaan dari
pemanasan oleh gunung api sehingga batubara berkualitas tinggi. Sedangkan
untuk wilayah potensi akan minyak dan gas bumi ialah wilayah lembah harau.
Lingkungan dengan endapan material sedimen yang tebal dan proses pengendapan
yang berlangsung dari lingkungan laut dangkal hingga ke daratan tentunya akan
memiliki kekayaan secara material organik dan lapisan sedimen yang berukuran
beragam menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung dalam pembentukan
minyak bumi. Sedangkan potensi geowisata merupakan suatu hal yang sudah
tidak di ragukan lagi di wilayah Sumatera Barat apabila potensi tersebut dapat
terus di kembangkan maka potensi ini akan dapat membantu pemerintahan dalam
berbagai sektor. Sehingga apabila Sumatera Barat dapat memanfaatkan dan
mengembangkan semua potensi geologinya akan sangat membantu pemerintah
dalam memajukan dan pengelolaan wilayahnya.
5.5.2. Negatif
Tatanan geologi yang beragam tentu bukan hanya menghasilkan potensi
positifnya saja, akan tetapi akan adanya potensi-potensi negatif yang juga muncul
akibat dari tatatan geologi tersebut. Wilayah yang berada pada tatanan geologi
yang kompleks sepeeti Sumatera Barat akan memiliki potensi negatif seperti
gempa bumi, tsunami, longsor, letusan gunung api dan lain-lain. Potensi gempa
bumi merupaka suatu hal yang sangat wajar, wilayah yang dekat dengan tabrakan
anatar lempeng besar akan terus mengalami guncangan di karenak lempeng yang
terus menujam ke bawah permukaan bumi dan terus bergerak. Kemudian letusan
gunung api, dengan wilayah yang di batasi dan di keliningi oleh perbukitan
barisan dan pegunungan aktif tentunya akan sangat rawan terkena dampak erupsi
baik itu yang bersifat letusan kecil hingga erupsi yang eksplosif. Kedua potensi di
atas sendiri akan berkaitan dengan tsunami, apabila dua potensi kebencanaan di
atas terlalu besar maka dapat menimbulkan tsunami yang merupakan suatu
bencana yang paling menakutkan. Selanjutnya ialah tanah longsor, wilayah yang
di kontrol oleh struktur dan perbukitan yang tinggi dan terjal tentu saja akan
sangat mudah terjadinya pergearakan massa di saat intensitas hujan tinggi akan
sebagai pemicu yang baik dalam pergerakan massa.
6.6. Sejarah Geologi
1. Paleozoikum
Terjadi continental rifting yaitu ketika gondwana tergerus es yang
menyebabkan gondwana terdorong ke blok sumatera barat dan sibumasu
yang diisi oleh paleothetys atau lemoeng samudera. Terjadi pergerakan dari
west burma ke arah blok woyla. Blok sukhotain juga menyatu dengan east
malaya.
2. Paleozoikum – Mesozoikum
a. Devon – Late Permian
Terjadi koalisi antara blok sibumasu dan west malaya indochina yang
mengikuti belakang busur dan bertemu dengan zona sutur yang membentuk
tinggian raub bentong.
Terjadi pembentukan basement granodiorit. Pada zaman ini, Sumatera
mengalami akresi yang membentuk paparan sunda sebagai jalur timah asia.
Sumatra bagian timur yang merpakan bagian dari kraton sundaland,
sedangkan sumatera bagian barat adalah zona transisi yang di dominasi oleh
blok woyla.

b. Trias – Jura
Pada awal trias, terjadi transcurrent system yang disebabkan oleh kolisi
himalaya yang membentuk tinggian benua atau kraton. Kraton tersebut juga
disebabkan oleh pertemuan antara blok sibumasu dan west sumatra, salah
satunya raub bentong yang berisi batuan diantaranya Granit, Granodiorit dan
skis, selan itu terdapat juga perulangan metamorf, thrust dan zona melange.
Terbentuk sesar mendatar yang diakibatkan oleh pertemuan blok blok
sumatra, namun sesar ini disebabkan oleh pertemuan sibumasu dan west
sumatera. Sehingga dapat menyebabkan tercamournya material pada dua
blok. Sesar ini juga disebut dengan MSTZ yaitu Medial Sumatera Tectonic
Zone. Sesar ini juga mengontrol terbentuknya jalur gunung api.
c. Kapur
Terjadi Obduksi Woyla, yang terdorong ke arah blok west sumatra dan
samudera ngalau dan menujam ke west sumatra sehingga memebntuk
trascurrent system dan jalur gunung api. Pada zaman ini woyla memulai
aktivitas vulkanik dan adanya intrusi granit.
Adanya sesar naik yang terjadi akibat penujaman blok woyla
terhadap west sumatera. Sesar naik ini dapat terangkat akibat adanya
batuan berumur tua yang belum terdeformasi, obduksi antara blok woyla
dngan west sumatera akan menghasilkan nape structures Selain itu
terdapat jiga zona melange yang ditandai adaanya rijang dan seri oviolit
dikarenakan terbentuk akibat divergen dari pada samudra ngalau.

3. Kenozoikum
a. Eocene
Terbentuknya jalur vulkanik berupa busur magmatik. Terbentuknya bukit
barisan yang disebabkan oleh faktor struktur.
b. Oligocene – Miocene
Sobeknya laut andaman yang berhubungan dengan sesar sumatrea, hal
ini menyebabkan terjadinya cekungan yang dibatasi oleh subduksi.peran
lempeng indo australia pada laut andaman yaitu dengan mendorong ke arah
utara
Pada Neogene, aktifitas petrologi dan strujtur berkurang jarena aktifnya
rotasi pulau sumatera Barat Laut – Tenggara. Kemudian sesar Sumatra kembali
katif kembali yang ditandai dengan pembentukan cekungan. Cekungan ini
disebabkan oleh kontrol 2 sesar stress dan strenght.cekungan yang dikontrol
olrh 2 sesar yaitu over step basin biasanya akan membentuk sesar sesar minor
yang tegak lurus. Contohnya pada Sesar Singkarak dan cekungan ombilin.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan data-data yang didapatkan di lapangan maka dapat disimpulkan:
1. Struktur geologi di wilayah Sumatera Barat yang lebih dominan adalah
sesar, berupa sesar turun murni dan sesar mendatar menganan yang
disebabkan oleh sesar besar Sumatera dan sesar sekunder lainnya.
2. Litologi batuan yang ditemukan dominan adalah batuan pirokalstik
yang merupakan produk gunung api di sekitarnya, batuan ubahan,
batuan metamorf, dan batuan beku akibat proses tektonik, batu
gamping dan sedimen klastik lainnya.
3. Morfologi yang terdapat di wilayah Sumatera Barat ini terdiri dari tiga
bentukan asal yaitu bentuk asal vulkanik, bentuk asal struktural, dan
bentuk asal fluvial.
4. Tektonik yang di jumpai berupa pengangkatan dan intrusi, yang
dominan dipengaruhi oleh sesar besar Sumatera dan sesar sekundernya.
5. Dari data-data pengukuran yang dilakukan di lapangan dan di analisis
di studio diperoleh hasil berupa sesar yang dominan ialah sesar
mendatar.

1
DAFTAR PUSTAKA
Katili. J. dan Kamal. 1961. Laporan Sementara Mengenai Cekungan Ombilin
Pesisir Utara Danau Singkarak. Proceedings ITB. 1. 9.
Koesoemadinata. R.P. dan Matasak. T. 1981. Stratigraphy and Sedimentation
Ombilin Basin Central Sumatera. Proceedings Indonesia Petroleum
Association. Jakarta.
Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.
Sapiie,dkk. 2001. Geologi Fisik. Bandung : ITB.
Situmorang, dkk. 1991. Structural development Of The Ombilin Basin West
Sumatera. Proceedings Indonesian petroleum Association. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai