Tradisi perayaan sekaten ini ditetapkan menjadi tradisi resmi sejak kerajaan pindah dari Demak ke Pajang, dari Pajang pindah ke Mataram, lalu ke Surakarta dan Yogyakarta.
D. TUJUAN DARI UPACARA ADAT
Pada pemerintahan Sultan Agung, tradisi garebeg mulud disertai pisowanan
garebeg di Sitihinggil. Acara tersebut diakhiri dengan wilujengan nagari berupa sesajian gunungan untuk kenduri di Masjid Agung. Sedekah dari raja untuk rakyat berupa gunungan inilah yang kemudian menjadi rebutan masyarakat karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak bala agar hasil pertanian tidak diserang hama penyakit. Selain garebeg mulud diadakan pula garebeg syawal untuk merayakan Idul Fitri dan garebeg besar untuk merayakan Idul Adha. E. KEUNIKAN DARI UPACARA ADAT
Dalam Pelaksanaannya, Upacara Adat Sekaten memperdengarkan bunyi
gamelan yang merdu, rakyat berbondong-bondong menyaksikan dari dekat. kemudian menuju pelataran masjid. Para wali memanfaatkan keramaian tersebut sebagai ajang berdakwah tentang keluhuran agama Islam. Banyak yang tertarik dan kemudian masuk Islam. Mereka yang masuk Islam diwajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat, istilah Arabnya adalah syahadatain. Lidah orang Jawa mengucapkannya sebagai sekaten. Orang yang telah mengucapkan syahadat berarti sudah resmi masuk Islam dan untuk menyempurnakan keislamannya lalu disunat.
F. MAKNA ATAU NILAI YANG TERKANDUNG DALAM UPACARA ADAT
TERSEBUT
Upacara Adat Sekaten dimaknai sebagai wahana untuk bersedekah agar
terhindar dari marahabaya dan bala penyakit sebagai rasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.