Oleh :
GANDA DARMONO NAINGGOLAN
A14052121
Nitrogen (N) is an essential nutrient for plants, so the lack of this element
can cause the plant does not grow normally. Nitrogen easily lost from the soil, so
fertilizer should be formed of a slow release fertilizer. Materials that can be used
to make slow release fertilizer is, among other, material with high cation exchange
capacity (CEC), like zeolites and humic acid. This study aims to determine the
rate and pattern of nitrogen release from slow release fertilizer (SRF) that is a
mixture of urea, zeolite and humic acid (UZA) and its comparison to urea.
Soil samples used in this research were taken from paddy fields at Situ Gede
Bogor. Slow release fertilizer was made from a mixture of urea pril and zeolite
with a ratio of 70:30 with adition of humic acid at 0%, 1%, 2%, 3%, 4% and 5%.
The release rate of N was measured by incubation of UZA in the soil samples.
During the incubation period the content of ammonium and nitrate concentrations
(%), pH and EC (μS/cm) were analyzed at week 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 and 14.
Determination of ammonium and nitrate levels was done by distillation method
using KCl 1N+HCl 0.1 N. Final soil analysis performed at week 14 that includes
N-total, C-Organic, Available P, CEC, bases and base saturation (KB).
The results showed that the SRF in the form of UZA has reduced the rate of
change of ammonium into nitrate, about two weeks slower then the urea varied
with humic level. UZA fertilizer was able to maintain the existence of nitrate up to
90% until week 14 compared with that of urea that was only 60% of total N from
the fertilizer. The results of final soil analysis shows that available P, and the
exchangeable Mg, K and Na increased. Soil CEC also increased with incubation
time. In general, soil pH decreased while EC increased during the incubation time.
This was caused by the decrease in the amount of ammonium and increase the
number of nitrate.
Oleh :
GANDA DARMONO NAINGGOLAN
A14052121
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk me mperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumbe rdaya Lahan
Fakultas Pe rtanian
Institut Pe rtanian Bogor
Menyetujui
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk ke Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun
berikutnya (2006), penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan mayor Manajemen
Sumberdaya Lahan. Selama kuliah di IPB, penulis aktif mengikuti berbagai
kegiatan di kampus, beberapa diantaranya adalah, anggota Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah (HMIT) sebagai Staf Pengembangan Sumberdaya Manusia serta
mengikuti program pengabdian masyarakat, gerakan masa pembuatan sejuta
lubang resapan biopori dan pengembangan kampung biopori di DKI Jakarta
Desember 2007. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis juga
pernah bergabung dalam kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitiaan MPD (Masa
Perkenalan Departemen) periode 2007/2008. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah semester ganjil dan genap
tahun ajaran 2008/2009, asisten praktikum Survei dan Evaluasi Sumberdaya
Lahan semester genap tahun ajaran 2008/2009 dan asisten praktikum Pengantar
Ilmu Tanah semester ganjil tahun ajaran 2009/2010. Selain dari kegiatan tersebut,
penulis juga pernah menjadi pemakalah pada seminar nasional yang ke VI Ikatan
Zeolit Indonesia (IZI) November 2009 dengan topik makalah sesuai dengan judul
penelitian ini.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pola Pelepasan Nitrogen
dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer) Urea-Zeolit-Asam Humat“
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian................................................................................ 2
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 30
LAMPIRAN................................................................................................. 32
v
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea : Zeolit, Konsentrasi
Humat dalam Pupuk dan Kandungan Nitrogen dalam Tanah………... 18
2. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NH4 + (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi ………………………. 21
Lampiran
1. Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian........... 33
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Gejala Defisiensi Nitrogen..................................................................... 3
3. Mineral Zeolit......................................................................................... 10
9. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Nitrat (%) dari Pupuk UZA
dan Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi.................................. 26
Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila
kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
normal. Nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor
pembatas utama produksi. Nitrogen sangat penting karena merupakan penyusun
utama protein dan beberapa molekul biologik lainnya, nitrogen diperlukan baik
oleh tumbuhan maupun hewan dalam jumlah yang besar (Sanchez, 1979).
Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam
lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada
kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen.
Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya
semakin menurun dengan kedalaman tanah.
Nitrogen dalam tanah berasal dari : (1) mineralisasi N dari bahan organik
dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan
N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)
melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983;
Leiwakabessy, 1988).
Dalam pembuatan pupuk slow release dapat digunakan asam humat. Asam
humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung
dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon
pertumbuhan (Tan, 1992). Tan dan Napamornbodi (1979 dalam Tan, 1992)
memaparkan bahwa asam humat bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan bagian
atas tanaman.
2.1 Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila
kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
normal. Menurut Sanchez (1979) nitrogen merupakan unsur hara penentu
produksi atau sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen merupakan salah
satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun
keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah
melalui pencucian maupun menguap ke udara.
Nitrogen di dalam tanah berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik
dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan
N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)
melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983;
Leiwakabessy, 1988).
Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam
lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada
kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen.
Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya
semakin menurun dengan kedalaman tanah.
Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N- inorganik. Bentuk N-organik
meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino dan senyawa
kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer-polimernya.
Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4 +), nitrat (NO 3-), nitrit
(NO 2-), oksida nitrous (N 2 O), oksida nitrit (NO) dan gas N 2 akibat perombakan
mikrobia. N 2 O dan N 2 adalah bentuk yang hilang dari tanah dalam bentuk gas
sebagai akibat dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy, 1988).
Vo latilisasi NH3
Ammonification process
Mineralisasi bahan organik tanah terjadi melalui tiga tahap reaksi utama,
yaitu aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Aminisasi dan amonifikasi
berlangsung di bawah aktifitas mikroorganisme yang heterotrof sedangkan
nitrifikasi dipengaruhi oleh bakteri autotrof (Leiwakabessy, 1988).
Menurut Buckman dan Brady (1969), bentuk N-NH4 + agak tahan terhadap
pencucian karena dapat difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Fiksasi ini terjadi di
dalam kisi-kisi kristal seperti halnya K+ pada mineral liat tipe 2:1, misalnya
montmorilonit, ilit, dan vermikulit.
7
Urea (CO(NH2 )2 ) merupakan pupuk nitrogen yang telah lama dan banyak
digunakan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman pangan. Efisiensi serapan
pupuk N (urea) di daerah tropika oleh tanaman padi sawah relatif rendah 30-50%.
Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% pupuk yang diberikan tidak dapat
diambil oleh tanaman padi (Prasad dan De Datta, 1979). Efisiensi pupuk urea
yang rendah tersebut disebabkan oleh kehilangan akibat denitrifikasi, pencucian,
terbawa aliran permukaan dan volatilisasi.
Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air) pada
kelembaban 73%. Untuk dapat diserap oleh tanaman, nitrogen dalam urea harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi amonium (N-NH4 +) dengan bantuan enzim
urease melalui proses hidrolisis. Namun bila diberikan ke tanah, proses hidrolisis
tersebut akan cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap sebagai amoniak
(Soepardi dan Djokosudardjo, 1980). Pemberian urea dengan disebar akan cepat
terhidrolisis (dalam 2-4 hari) dan ini rentan terhadap kehilangan melalui
volatilisasi.
2.2. Zeolit
Mineral zeolit diketahui pertama kali pada tahun 1756 oleh seorang ahli
mineralogi Swedia bernama Freiherr Axer Frederick Cronsteadt. Nama zeolit
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata; Zein (mendidih) dan Lithos (batuan)
yang artinya batu mendidih. Karena mineral ini mengeluarkan buih bila
dipanaskan, sehingga kelihatan seperti mendidih (Gottardi, 1978; Mumpton,
1984).
8
M+ dan M2+ adalah kation monovalen (Na, K) dan divalen (Mg, Ca, Sr,
dan Ba), x dan y adalah bilangan tertentu, m adalah jumlah molekul air kristal dan
n adalah muatan ion logam.
Mineral zeolit mempunyai saluran dan rongga yang teratur dalam ukuran
tertentu bersambungan. Sebagai kristal aluminosilikat terhidrasi dengan kation
alkali ataupun alkali tanah, zeolit memiliki struktur dalam tiga dimensi yang tidak
terbatas dalam bentuk-bentuk rongga. Unit struktur kristal zeolit terdiri dari
kelompok senyawa tetrahedral alumina dan silikat yang bentuknya tergantung dari
perbandingannya menurut jenis dan spesies zeolit. Struktur yang dimiliki zeolit
menyebabkan mineral zeolit mempunyai karakter yang spesifik (Mumpton, 1984).
Stuktur kristalnya terbuka dengan volume ruang hampa cukup besar dengan garis
tengah antara 2-8 Ao tergantung dari tipe atau jenis mineral zeolit. Volume dan
ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi kristal merupakan dasar
penyaring molekul dalam penggunaan mineral zeolit (Gottardi, 1978).
Zeolit dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam
dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam
(zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintetis direkayasa oleh
manusia secara kimia dari bahan baku tertentu (Suwardi, 2002). Jumlah dan
komposisi kation dalam zeolit tergantung dari jenis zeolit dan lingkungan
pembentukannya, misalnya Mordenit umumnya banyak mengandung kalsium
sedangkan K linoptilotit mengandung kalium. Zeolit yang terbentuk pada
9
Sampai saat ini deposit yang telah diketahui di Indonesia tidak kurang dari
47 lokasi yang tersebar dari pulau Sumatera, Jawa, Lombok dan Sumba. Lokasi
yang telah diteliti secara intensif adalah di daerah Jawa Barat yaitu Bayah (Banten
Selatan), Cikembar (Sukabumi), Nanggung (Bogor) dan Cikalong (Tasikmalaya)
(Suwardi, 1991).
Mineral zeolit di alam telah banyak ditemukan dalam beberapa jenis, tetapi
hanya 10 jenis yang memiliki nilai ekonomis baik dalam bidang industri maupun
dalam bidang pertanian yaitu analsim, khabasit, k linoptilotit, erionit, heulandit,
laumontit, mordenit dan philipsit, wairakit dan natrolit. Dari ke 10 jenis tersebut
hanya 5 jenis yang telah terbukti bermanfaat untuk pertanian, yaitu; klinoptilotit,
mordenit, erionit, khabasit dan philipsit. (Suwardi, 2002).
Sifat-sifat fisik zeolit sangat beragam dan yang terpenting adalah warna,
kerapatan isi, kadar air, besar dan jumlah rongga. Warna zeolit pada umumnya
kehijau-hijauan sampai keabu-abuan, oleh karena itu zeolit juga disebut batu
hijau. Selain itu, zeolit memiliki warna putih, putih kekuningan, merah muda,
coklat kemerahan, dan hijau tua coklat kekuningan. Perbedaan wa rna zeolit
disebabkan oleh jenis mineral pengotor diantaranya mineral liat, kuarsa, dan
feldspar. Mineral pengotor dapat berubah warna pada kadar air yang berbeda.
Kerapatan isi atau bobot isi zeolit lebih ringan dibandingkan dengan mineral
10
golongan silikat lainnya, yaitu berkisar antara 1.9-2.4 g/cm3 . Hal ini dikarenakan
mineral zeolit memiliki struktur berongga. Bobot isi sangat erat hubungannya
dengan volume rongga dalam zeolit. Volume rongga zeolit berkisar 20-50% dari
volume zeolit, jika volume rongga zeolit semakin besar maka bobot isinya
semakin rendah (Suwardi, 1997).
Sifat kimia zeolit antara lain pH, daya hantar listrik, kapasitas tukar kation
(KTK), susunan kimia. Hasil analisis zeolit dari beberapa lokasi (Suwardi, 1997)
menunjukkan bahwa pH zeolit berkisar 6.3-8.2 (rata-rata 7.2), dimana pH
terendah (6.3) terdapat pada zeolit dari Lampung dan tertinggi (8.2) dari Nanga
Panda. Daya hantar listrik zeolit sangat rendah berkisar dari 0.02-0.15 dS/m (rata-
rata 0.06 dS/m), karena dalam larutan sedikit mengeluarkan garam- garam yang
dapat menghantarkan listrik, sehingga zeolit banyak dimanfaatkan sebagai media
tumbuh tanaman. KTK zeolit berkisar antara 71.9-167 me/100g (rata-rata 104.6
me/100g) dengan KTK terendah (71.9 me/100g) terdapat pada zeolit dari
Cikembar dan tertinggi (167 me/100g) dari Nanga Panda. Semakin tinggi KTK
zeolit menunjukkan sifat zeolit semakin baik.
Zeolit terutama terdiri dari SiO 2, Al2 O3 , K2 O, CaO, Na2 O, MnO, Fe2 O3 ,
MgO. Zeolit dari Indonesia kaya akan K 2 O dan CaO. Sifat kimia zeolit terpenting
yang dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorpsi dan sifat pertukaran
kation.
kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam
larutan maupun gas. Adsorpsi molekul oleh zeolit dapat terjadi bila air
dihilangkan dari kristal zeolit melalui pemanasan dengan suhu antara 350- 400 0 C
(Mumpton, 1984). Dalam hal ini, berbagai molekul adsorbate yang berdiameter
sama atau lebih kecil dari diameter rongga dapat diadsorpsi, sedangkan molekul
yang berdiameter lebih besar dari pori-pori zeolit akan tertahan. Akibat dari
pemanasan maka air akan menguap, pada keadaan demikian, rongga maupun
saluran-saluran dalam zeolit akan dapat berfungsi sebagai penyaring molekul
(Astiana, 1993). Zeolit yang telah kehilangan air dari rongganya dinamakan zeolit
yang telah teraktivasi yang dapat berfungsi sebagai pengabsorpsi kation yang
efektif.
yang terbaik untuk digunakan sebagai penukar kation dalam reaksi pertukaran
adalah 48 sampai 60 mesh (Astiana dan Wiradinata, 1989).
Salah satu aspek penggunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah sebagai
bahan campuran pupuk, khususnya pupuk nitrogen. Hal ini berdasarkan pada
selektivitas adsorpsi zeolit yang tinggi terhadap ion amonium yang mampu
mengefisiensikan penggunaan pupuk kimia nitrogen sehingga penyerapan pupuk
menjadi lebih efisien. Oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai bahan pupuk
tersedia lambat (slow release fertilizer).
Menurut Detmer (1871 dalam Orlov, 1985), asam humat adalah “massa
hitam berkilau dengan suatu pecahan berkilau yang menyerupai kubah pecah”.
Sementara menurut Schubler menyatakan bahwa dalam keadaan kering asam
13
Unsur atau penyusun utama asam humat ialah karbon. Kandungan karbon
yang dimiliki asam humat berfluktuasi pada kisaran 56-62%. Sementara
kandungan hidrogen dan nitrogen berturut-turut berada pada kisaran 2-5.5% dan
2-8% (Orlov, 1985; Orlov, 1992). Data lain menunjukkan kandungan karbon
asam humat berkisar antara 41-57% (Tan, 1992). Asam humat tidak hanya
mengandung C, N, H, dan O tapi juga terdapat sulfur dan fosfor. Asam humat
juga mengandung unit aromatik dengan ikatan asam amino (organik N), peptida,
asam alipatik dan bahan campuran lain yang tipe dan jumlahnya akan tergantung
kepada jenis tanah dan tanaman (Orlov, 1985). Menurut Eggertz (1888 dalam
Orlov, 1985), di dalam asam humat terdapat 0.6-1.1% sulfur dan 0.2-3.7% P.
Dalam hal ini Eggertz juga menemukan bahwa asam humat mengandung 5.6%
aluminium, 0.05-0.15% sodium, lebih dari 0.6% potasium dan sedikit magnesium
dan Mn.
dicirikan oleh kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah daripada
asam fulvat, kemasaman total asam humat umumnya adalah sebesar 5-6 mEk/g
(Tan, 1992).
Konfigurasi kimia dari bahan humat sampai saat ini kurang diketahui dan tidak
dapat didefenisikan secara pasti. Berbeda dengan bahan bukan humat yang telah
banyak dikenal dalam bidang kimia organik. Berdasarkan kelarutannya dalam
asam dan alkali, fraksi humat (kecuali humin) dapat larut dalam alkali. Asam
humat merupakan fraksi humat yang larut dalam alkali, namun tidak larut
(mengendap) dalam asam dan alkohol (Tan, 1992).
Gambar 4. Ciri-ciri Fisik Asam Humat, Terbuat dari Bahan Organik dan
merupakan Fraksi Humat yang Larut dalam Alkali, namun Tidak Larut
(Mengendap) dalam Asam dan Alkohol, Asam Humat Digunakan
untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
(Sumber : www.google.co.id)
16
Tabel 1. Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea : Zeolit, Konsentrasi Humat dalam
Pupuk dan Kandungan Nitrogen dalam Tanah
Jenis Perbandingan Konsentrasi Nitrogen Jumlah
Pupuk Urea : Zeolit Humat dalam Pupuk
(%) pupuk Dalam Dalam Tiap
(%) Pupuk Tanah Botol
(%) (%) (g)
UZA (H0) 70 : 30 0 27,03 0,13 0,0154
UZA (H1) 70 : 30 1 29,09 0,13 0,0143
UZA (H2) 70 : 30 2 30,04 0,13 0,0139
UZA (H3) 70 : 30 3 29,02 0,13 0,0144
UZA (H4) 70 : 30 4 31,00 0,13 0,0135
UZA (H5) 70 : 30 5 28,63 0,13 0,0146
Urea Pril - 0 41,73 0,13 0,0100
19
Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah sawah dari daerah
Situ Gede, Bogor. Tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm
kemudian dikeringudarakan. Untuk analisis sifat-sifat kimia di laboratorium,
tanah ditumbuk dan diayak sampai lolos saringan 2 mm.
b. Percobaan Inkubasi
Tanah kering udara sebanyak 113,79 g atau setara 100 g BKM (berat
kering mutlak) dengan kadar air tanah 13,79% dimasukkan ke dalam wadah
plastik berbentuk tabung silinder dengan diameter 6.00 cm dan tinggi 6.70 cm.
Pupuk UZA pada setiap perlakuan ditimbang sesuai dosis yang ditentukan. Dosis
pupuk untuk semua perlakuan adalah 4,17 mg N/100 gram tanah. Pupuk yang
telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tanah. Jenis dan jumlah pupuk
yang ditambahkan ke dalam wadah plastik yang berisi tanah seperti pada Tabel 1.
Pupuk yang telah dimasukkan ke dalam tanah diberi air sampai mencapai kadar
air kapasitas lapang (57,34%). Tanah dan pupuk dalam tabung ditutup dengan
plastik polyethelene kemudian diinkubasi di ruangan terbuka laboratorium.
4.1. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk UZA dan Pupuk Urea Pril Ditinjau
dari Laju Konsentrasi Amonium dan Nitrat yang Terbentuk
Perbandingan laju pelepasan nitrogen dari pupuk UZA dan pupuk urea pril
menjadi amonium selama 14 minggu waktu inkubasi disajikan pada Tabel 2 dan
Gambar 7. Dapat dilihat (Tabel 2) bahwa pupuk urea melepaskan nitrogen dalam
bentuk amonium lebih banyak bila dibandingkan dengan pupuk UZA. Konsentrasi
amonium yang terekstrak dari pupuk urea masih tinggi sampai minggu ke-3.
Sedangkan pupuk UZA masih menghasilkan amonium sampai minggu ke-10.
Tabel 2. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NH4 + (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea pril selama 14 Minggu Inkubasi
Minggu
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14
UZA (H0) 24.403 11.591 16.227 13.909 0.000 8.134 4.067 2.034
UZA (H1) 22.369 9.273 6.955 27.818 2.034 0.000 2.034 4.067
UZA (H2) 20.335 9.273 13.909 23.182 2.034 2.034 0.000 0.000
UZA (H3) 14.235 16.227 16.227 27.818 0.000 0.000 4.067 0.000
UZA (H4) 18.302 13.909 6.955 41.728 0.000 0.000 0.000 0.000
UZA (H5) 12.201 16.227 9.273 30.137 0.000 0.000 2.034 0.000
Urea Pril 33.892 9.273 10.818 0.000 1.356 0.000 0.000 0.000
Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada minggu pertama pupuk
urea melepaskan nitrogen dalam bentuk amonium sebanyak 33%, jumlah ini lebih
besar bila dibandingkan dengan amonium yang dihasilkan pupuk UZA. Jumlah
maksimum amonium yang dapat dihasilkan adalah 100%, namun dari hasil
pengamatan amonium yang terekstrak hanya berkisar antara 12%-33% pada
minggu pertama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua amonium langsung
dilepaskan ke dalam tanah, sebagian besar amonium masih belum mengalami
perubahan bentuk. Pupuk urea (CO(NH2 )2 ) memiliki sumber nitrogen dalam
bentuk NH2 . Perubahan pembentukan NH2 menjadi amonium (NH4 +) dari pupuk
urea berlangsung sampai minggu ke-3 dan masih menghasilkan amonium pada
22
minggu ke-6. Berbeda dengan urea, pupuk UZA masih menghasilkan amonium
rata- rata sampai minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 sampai minggu ke-14
pupuk UZA menghasilkan amonium dalam jumlah yang berbeda-beda. Dari
kecenderungan yang dapat dilihat dari data hasil pengamatan, bahwa pupuk UZA
menghasilkan amonium berbeda-beda sesuai dengan kadar humat dari masing-
masing pupuk. Semakin tinggi kadar humat yang diberikan ke dalam pupuk
mengakibatkan laju pembentukan amonium semakin cepat. Hal ini dapat dilihat
dari amonium yang masih dihasilkan pupuk UZA (H0 dan H1) sampai minggu ke-
14 dibandingkan pupuk UZA (H2, H3, H4 dan H5).
Gambar 7. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Amonium (%) dari Pupuk
UZA dan Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi
Ion Amonium
Rongga Zeolit
Tabel 3. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NO3 - (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi
Minggu
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14
UZA (H0) 48.442 50.039 51.636 64.908 80.318 85.921 97.128 98.529
UZA (H1) 45.248 46.845 48.442 41.093 56.502 62.106 76.115 97.128
UZA (H2) 46.312 47.909 49.506 63.040 78.45 84.053 89.657 97.595
UZA (H3) 50.571 52.168 53.765 45.762 61.172 66.776 72.379 93.392
UZA (H4) 43.118 44.715 46.312 39.225 54.635 60.238 65.842 93.859
UZA (H5) 46.951 48.548 50.145 42.587 57.997 63.600 69.204 90.217
Urea Pril 23.067 48.619 55.007 99.307 65.063 62.262 62.884 60.394
Pada minggu pertama jumlah nitrat lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pupuk UZA, hal ini dipengaruhi oleh jumlah amonium yang dihasilkan pada
minggu pertama. Jumlah nitrat dari pupuk urea pril bertambah pada minggu ke-2
(Tabel 3) karena terjadi perubahan bentuk dari amonium yang dihasilkan pada
minggu pertama (Tabel 2).
Pada minggu ke-14 nitrat yang dihasilkan oleh UZA (H0), UZA (H1) dan
UZA (H2) lebih tinggi jika dibandingkan dengan UZA (H3), UZA (H4) dan UZA
(H5). Hal ini juga di pengaruhi oleh produksi amonium sampai minggu ke-14 dari
UZA (H0) dan UZA (H1) seperti terlihat pada Tabel 2 yang mampu
mempertahankan jumlah nitrat sampai minggu ke-14 (Tabel 3), sedangkan UZA
(H2) menghasilkan nitrat yang lebih tinggi daripada UZA (H3), UZA (H4) dan
UZA (H5) karena dipengaruhi oleh kadar asam humat.
Gambar 9. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Nitrat (%) dari Pupuk UZA
dan Pupuk Urea pril selama 14 Minggu Inkubasi
Gambar 9 juga menunjukkan peran dari zeolit dan asam humat dalam
memperlambat perubahan bentuk amonium menjadi nitrat yang dapat dilihat dari
peningkatan konsentrasi nitrat yang terjadi secara lambat (slow release) di dalam
tanah. Zeolit dan asam humat berperan dalam memperlambat proses pembentukan
amonium yang diharapkan dapat memperlambat laju pembentukan nitrat.
Amonium merupakan bahan baku untuk proses nitrifikasi maka syarat utama ialah
harus tersedia amonium (Leiwakabessy, 1988).
27
4.3. Perubahan pH dan DHL selama Inkubasi, Peningkatan KTK Tanah dan
Analisis Akhir Sifat-sifat Kimia Tanah
Secara umum pH tanah menurun sejalan dengan waktu inkubasi. Hal ini
terjadi karena penurunan jumlah amonium dan peningkatan jumlah nitrat dalam
tanah. Reaksi pembentukan nitrat akan membebaskan H+ yang merupakan sebab
terjadinya pengasaman tanah (Leiwakabessy, 1988). Berbeda dengan pH, Nilai
daya hantar listrik (DHL) mengalami peningkatan sejalan dengan waktu inkubasi.
Perubahan DHL juga tergantung dari proses nitrifikasi dari amonium menjadi
nitrat. Nitrat yang merupakan anion dari asam kuat bila berada dalam jumlah yang
tinggi dapat menghantarkan listrik yang ditunjukkan dengan nilai DHL yang
tinggi.
Nitrogen lepas
dari urea-asam
Zeolit
humat sebagai
Ion Amonium amoniu m
Urea
Amonium yang dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah
selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah
berubah menjadi nitrat, persediaan amonium dalam rongga zeolit dilepaskan ke
dalam larutan tanah. Melalui mekanisme slow release ini diharapkan pupuk UZA
dalam pengaplikasiannya mampu meningkatkan efisiensi dari pupuk urea serta
dapat menekan laju kehilangan nitrogen yang disebabkan oleh volatilisasi,
denitrifikasi maupun pencucian. Selain itu, dengan adanya asam humat dalam
pupuk UZA diharapkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman,
meningkatkan permeabilitas sel dan kegiatan hormon pertumbuhan (Tan, 1992).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu:
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk aplikasi pupuk UZA di lapang serta
analisis pelepasan nitrogen melalui pengamatan amonium dan nitrat serta faktor-
faktor yang mempengaruhi pelepasan nitrogen tersebut sehingga diketahui
pengaruh pupuk UZA terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan unsur hara
lainnya pada tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. The
Mac millan Co. New York.
Orlov, D. S. 1985. Humus acids of Soils. Oxinion Press. Pvt. Ltd. New Delhi.
387 pp.
Orlov, D. S.1992. Soil Chemistery. Russian Translations Series 92. A.A. Balkema
Publisher. Brookfield. 390 pp.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian Bogor, IPB. Bogor.
Suwardi. 1991. The Mineralogical and Chemical Properties of Natural Zeolite and
Their Application Effect for Soil Amandement. A Thesis for the Degree of
Master. Laboratory of Soil Science. Departemen Of Agriculture
Chemistry, Tokyo University of Agriculture.
pH H2 O (1:1) Elektrometri
P-tersedia Bray 1
Kandungan basa-basa
(Bray 1.ppm)
Lampiran 3 : Hasil Analisis Kandungan Nitrogen (%) Pupuk Urea dan Pupuk
UZA
Urea pril 5.32 5.44 5.25 5.22 5.21 5.08 5.03 4.97
Urea pril 185.00 220.00 203.33 188.33 209.67 261.67 226.67 186.67
N-Total P
Tanah C-Org Ca Mg K Na KTK Al H Fe Cu Zn Mn pasir Debu Liat
sawah
(%) (%) …(ppm)…. ……..(me/100g)…… % .(me/100g)... ……(ppm)…… ………(%)……..
dari
daerah
Situ
1,20 0,13 6,7 55,6 11,66 2,75 0,09 0,37 19,00 78,26 tr 0,04 20,64 4,52 5,72 76,80 11,01 43,72 45,27
Gede
Bogor