Anda di halaman 1dari 48

POLA PELEPASAN NITROGEN DARI

PUPUK TERSEDIA LAMBAT (SLOW RELEASE FERTILIZER)


UREA-ZEOLIT-ASAM HUMAT

Oleh :
GANDA DARMONO NAINGGOLAN
A14052121

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN

GANDA DARMONO NAINGGOLAN. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk


Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer) Urea-Zeolit-Asam Humat. Di bawah
bimbingan SUWARDI dan DARMAWAN.

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial ba gi tanaman sehingga bila


kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
normal. Nitrogen mudah hilang dari tanah sehingga perlu mengurangi
kehilangannya dengan membentuk pupuk dalam bentuk tersedia lambat (slow
release). Beberapa bahan yang dapat digunakan untuk membuat slow release
diantaranya adalah yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) tinggi seperti
zeolit dan asam humat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan pola
pelepasan nitrogen dari formula slow release fertilizer (SRF) campuran urea,
zeolit dan asam humat (UZA) dan membandingkannya dengan pupuk urea pril.
Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah sawah dari daerah
Situ Gede Bogor. Pupuk slow release yang digunakan dalam penelitian ini dibuat
dari campuran urea, zeolit dengan perbandingan 70:30 dan asam humat diberikan
dengan kadar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Pengukuran laju pelepasan nitrogen
pupuk dilakukan dengan metode inkubasi. Tiap periode waktu tertentu yaitu pada
minggu ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 dan 14, selama masa inkubasi dilakukan analisis
konsentrasi amonium dan nitrat, pH dan daya hantar listrik (DHL). Penetapan
kadar amonium dan nitrat dilakukan dengan metode destilasi menggunakan
ekstraktan KCl 1N+HCl 0,1 N. Pada minggu ke-14 juga dilakukan analisis tanah
akhir meliputi N-Total, C-Organik, P-Tersedia, KTK, basa-basa dan Kejenuhan
Basa (KB).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi SRF dalam bentuk UZA
dapat memperlambat laju perubahan amonium menjadi nitrat, sekitar dua minggu
bervariasi berdasarkan kadar humatnya. Pupuk UZA mampu mempertahankan
keberadaan nitrat hingga minggu ke-14 lebih dari 90% dibandingkan dengan urea
yang hanya 60% dari pupuk yang diberikan. Hasil analisis tanah akhir
menunjukkan, nilai dari P-tersedia dan basa-basa yaitu Mg, K dan Na mengalami
peningkatan. Nilai KTK tanah juga mengalami peningkatan sejalan dengan waktu
inkubasi. Secara umum pH tanah menurun sedangkan DHL meningkat selama
waktu inkubasi. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah amonium dan
peningkatan jumlah nitrat.

Kata Kunci : Asam humat, slow release fertilizer, zeolit


SUMMARY

GANDA DARMONO NAINGGOLAN. Pattern of Nitrogen Release from Slow


Release Fertilizer of Urea-Zeolite-Humic Acid. Under the guidance of
SUWARDI and DARMAWAN.

Nitrogen (N) is an essential nutrient for plants, so the lack of this element
can cause the plant does not grow normally. Nitrogen easily lost from the soil, so
fertilizer should be formed of a slow release fertilizer. Materials that can be used
to make slow release fertilizer is, among other, material with high cation exchange
capacity (CEC), like zeolites and humic acid. This study aims to determine the
rate and pattern of nitrogen release from slow release fertilizer (SRF) that is a
mixture of urea, zeolite and humic acid (UZA) and its comparison to urea.
Soil samples used in this research were taken from paddy fields at Situ Gede
Bogor. Slow release fertilizer was made from a mixture of urea pril and zeolite
with a ratio of 70:30 with adition of humic acid at 0%, 1%, 2%, 3%, 4% and 5%.
The release rate of N was measured by incubation of UZA in the soil samples.
During the incubation period the content of ammonium and nitrate concentrations
(%), pH and EC (μS/cm) were analyzed at week 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 and 14.
Determination of ammonium and nitrate levels was done by distillation method
using KCl 1N+HCl 0.1 N. Final soil analysis performed at week 14 that includes
N-total, C-Organic, Available P, CEC, bases and base saturation (KB).
The results showed that the SRF in the form of UZA has reduced the rate of
change of ammonium into nitrate, about two weeks slower then the urea varied
with humic level. UZA fertilizer was able to maintain the existence of nitrate up to
90% until week 14 compared with that of urea that was only 60% of total N from
the fertilizer. The results of final soil analysis shows that available P, and the
exchangeable Mg, K and Na increased. Soil CEC also increased with incubation
time. In general, soil pH decreased while EC increased during the incubation time.
This was caused by the decrease in the amount of ammonium and increase the
number of nitrate.

Keywords: Humic acid, slow release fertilizer, zeolite


POLA PELEPASAN NITROGEN DARI
PUPUK TERSEDIA LAMBAT (SLOW RELEASE FERTILIZER)
UREA-ZEOLIT-ASAM HUMAT

Oleh :
GANDA DARMONO NAINGGOLAN
A14052121

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk me mperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumbe rdaya Lahan
Fakultas Pe rtanian
Institut Pe rtanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk Tersedia Lambat
(Slow Release Fertilizer) Urea-Zeolit- Asam Humat

Nama Mahasiswa : Ganda Darmono Nainggolan

Nomor Pokok : A14052121

Menyetujui

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

Dr. Ir. Suwardi, M. Agr. Dr. Ir. Darmawan, M. Sc.


NIP. 19630607 198703 1 003 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc.


NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Jayapura (Papua) pada tanggal 15 Mei 1988


dari ayah Hendro Hotman Nainggolan dan ibu Nurlina br. Simanjuntak (Alm.).
Penulis adalah anak pertama dari 6 bersaudara. Penulis lulus Sekolah Dasar di SD
YPPK Gembala Baik Jayapura pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP YPPK Santo Paulus Jayapura sampai tahun 2002, selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan di SMA YPPK Taruna Tegasa Keerom dan lulus
pada tahun 2005.

Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk ke Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun
berikutnya (2006), penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan mayor Manajemen
Sumberdaya Lahan. Selama kuliah di IPB, penulis aktif mengikuti berbagai
kegiatan di kampus, beberapa diantaranya adalah, anggota Himpunan Mahasiswa
Ilmu Tanah (HMIT) sebagai Staf Pengembangan Sumberdaya Manusia serta
mengikuti program pengabdian masyarakat, gerakan masa pembuatan sejuta
lubang resapan biopori dan pengembangan kampung biopori di DKI Jakarta
Desember 2007. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis juga
pernah bergabung dalam kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitiaan MPD (Masa
Perkenalan Departemen) periode 2007/2008. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah semester ganjil dan genap
tahun ajaran 2008/2009, asisten praktikum Survei dan Evaluasi Sumberdaya
Lahan semester genap tahun ajaran 2008/2009 dan asisten praktikum Pengantar
Ilmu Tanah semester ganjil tahun ajaran 2009/2010. Selain dari kegiatan tersebut,
penulis juga pernah menjadi pemakalah pada seminar nasional yang ke VI Ikatan
Zeolit Indonesia (IZI) November 2009 dengan topik makalah sesuai dengan judul
penelitian ini.
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pola Pelepasan Nitrogen
dari Pupuk Tersedia Lambat (Slow Release Fertilizer) Urea-Zeolit-Asam Humat“
ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih


yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi dan


pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
serta masukan selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian, maupun
saat penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, serta masukan selama penyusunan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
4. Keluarga tercinta papa, mama (Alm.), tante, dan adik-adikku Hosiana
Marthauly br. Nainggolan, Hendra Wiwin Nainggolan, Bunga Herlina br.
Nainggolan, Sara br. Nainggolan dan Saskia br. Nainggolan atas doa,
dukungan, cinta, kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kesabaran
selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Keluarga Ompung Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS dan Ompung boru
(Alm.) serta bapak dan Ibu, tua Moreno dan keluarga, tua Louis dan
keluarga, tua Armindo dan keluarga, uda Yaya dan keluarga, bou Kiki,
bou Lily dan bou Lady atas bimbingan, perhatian, kepercayaan dan
nasehat kepada penulis selama menjalani masa perk uliahan di IPB.
6. Seluruh staf dan laboran Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
7. Semua rekan MSL 42, Genesis Crew, senior dan alumni Tanah, Ikatan
Zeolit Indonesia (IZI), Team Pesta Bujang (TPB) dan All Soiler.

Bogor, Februari 2010


Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR TABEL .................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi

I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3


2.1. Nitrogen................................................................................................ 3
2.1.1. Nitrogen di Dalam Tanah.......................................................... 4
2.1.2. Kehilangan Nitrogen.................................................................. 5
2.2. Zeolit..................................................................................................... 7
2.2.1. Sifat Mineral Zeolit................................................................... 9
2.2.2. Zeolit sebagai Campuran Pupuk............................................... 12
2.3. Asam Humat......................................................................................... 12
2.3.1. Humus dan Asam Humat.......................................................... 14
2.3.2. Ekstraksi Bahan Humat............................................................. 15
2.3.4. Manfaat Asam Humat dalam Pertumbuhan Tanaman............... 16

III. BAHAN DAN METODE.................................................................... 18


3.1. Waktu dan Tempat................................................................................ 18
3.2. Bahan dan Alat...................................................................................... 18
3.3. Metode Penelitian.................................................................................. 19
a. Pembuatan Pupuk UZA..................................................................... 19
b. Percobaan Inkubasi............................................................................ 20
iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 21


4.1. Laju Pelepasan Nitrogen dari Pupuk UZA dan Pupuk Urea Pril Ditinjau
dari Konsentrasi Amonium dan Nitrat yang Terbentuk........................ 21
4.2. Perubahan pH dan DHL selama Inkubasi, Peningkatan KTK Tanah dan
Analisis Akhir Sifat-sifat Kimia Tanah…………………………….. 27

4.3 Mekanisme Slow Release dari Slow Release Fertilizer Urea-Zeolit-Asam


Humat.................................................................................................... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 29


5.1. Kesimpulan........................................................................................... ` 29
5.2. Saran..................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 30

LAMPIRAN................................................................................................. 32
v

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Teks
1. Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea : Zeolit, Konsentrasi
Humat dalam Pupuk dan Kandungan Nitrogen dalam Tanah………... 18

2. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NH4 + (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi ………………………. 21

3. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NO3- (%) dari Pupuk UZA


dan Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi………………………….. 24

Lampiran
1. Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian........... 33

2. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah


Menurut Pusat Penelitian Tanah……………………………............. 34

3. Hasil Analisis Pupuk UZA………………………………………...... 35

4. Hasil Analisis pH selama 14 Minggu Inkubasi………...................... 36

5. Hasil Analisis DHL (µS/cm) selama 14 Minggu Inkubasi………… 36

6. Data Analisis Tanah Awal………………………………………..... 37

7. Data Analisis Tanah Akhir…………………………………………. 37


vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Teks
1. Gejala Defisiensi Nitrogen..................................................................... 3

2. Siklus Nitrogen di dalam Tanah............................................................. 4

3. Mineral Zeolit......................................................................................... 10

4. Diagram Pemisahan Senyawa-senyawa Humat ke dalam Fraksi- fraksi


Humat yang Berbeda………………………........................................... 15

5. Ciri-ciri Fisik Asam Humat...................................................................... . 16

6. Inkubasi di Ruangan Terbuka Laboratorium.......................................... 20

7. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Amonium (%) dari Pupuk


UZA dan Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi........................ 23

8. Skema Proses Terjadinya Pengikatan Ion Amonium ke dalam Rongga


Zeolit..................................................................................................... 24

9. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Nitrat (%) dari Pupuk UZA
dan Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi.................................. 26

10. Ilustrasi Pelepasan Amonium dari Pupuk Urea- Zeolit-Asam Humat...... 28


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila
kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
normal. Nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor
pembatas utama produksi. Nitrogen sangat penting karena merupakan penyusun
utama protein dan beberapa molekul biologik lainnya, nitrogen diperlukan baik
oleh tumbuhan maupun hewan dalam jumlah yang besar (Sanchez, 1979).

Nitrogen merupakan salah satu unsur pupuk yang diperlukan dalam


jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga
mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun menguap ke udara. Sejumlah
besar nitrogen hilang dari dalam tanah karena tanah mengalami pencucian oleh
gerakan aliran air dan volatilisasi. Banyaknya nitrogen yang tersedia langsung
bagi tumbuhan sangatlah sedikit (Nasoetion, 1996).

Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam
lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada
kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen.
Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya
semakin menurun dengan kedalaman tanah.

Nitrogen dalam tanah berasal dari : (1) mineralisasi N dari bahan organik
dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan
N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)
melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983;
Leiwakabessy, 1988).

Jenis pupuk N yang banyak dijumpai di pasaran Indonesia adalah dalam


bentuk urea (CO(NH2 )2 ). Pupuk ini mudah larut dalam air dan menguap ke udara
sehingga dalam penggunaannya sebaiknya ditempatkan di bawah permukaan
2

tanah untuk mengurangi penguapan (volatilisasi). Dalam prakteknya, untuk


mengurangi kehilangannya petani sering melakukan pemupukan padi dua atau
tiga kali dalam satu musim tanam. Nitrogen merupakan pupuk yang rendah
efisiensinya. Nitrogen yang diberikan ke dalam tanah, hanya sekitar 30-40%
diambil oleh tanaman dan sekitar 60% mengalami kehilangan akibat volatilisasi,
denitrifikasi maupun pencucian.

Salah satu usaha untuk mengurangi kehilangan nitrogen adalah dengan


membuat pupuk tersebut dalam bentuk slow release. Zeolit merupakan salah satu
bahan yang dapat mengikat nitrogen sementara. Zeolit memiliki nilai kapasitas
tukar kation (KTK) yang tinggi (antara 120-180 me/100g) yang berguna sebagai
pengadsorbsi, pengikat dan penukar kation (Suwardi, 2000). Pupuk dalam bentuk
slow release dapat mengoptimalkan penyerapan nitrogen oleh tanaman karena
slow release fertilizer (SRF) dapat mengendalikan pelepasan unsur nitrogen
sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman, serta
mempertahankan keberadaan nitrogen dalam tanah dan jumlah pupuk yang
diberikan lebih kecil dibandingkan metode konvensional. Cara ini dapat
menghemat pemupukan tanaman yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam
satu kali musim tanam, cukup dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan
pupuk dan tenaga kerja (Suwardi, 1991).

Dalam pembuatan pupuk slow release dapat digunakan asam humat. Asam
humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara langsung
dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon
pertumbuhan (Tan, 1992). Tan dan Napamornbodi (1979 dalam Tan, 1992)
memaparkan bahwa asam humat bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan bagian
atas tanaman.

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan pola pelepasan nitrogen
dari formula slow release fertilizer (SRF) campuran urea, zeolit dan asam humat
serta membandingkannya dengan pupuk urea pril.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan unsur hara esensial bagi tanaman, sehingga bila
kekurangan unsur tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
normal. Menurut Sanchez (1979) nitrogen merupakan unsur hara penentu
produksi atau sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen merupakan salah
satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun
keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah
melalui pencucian maupun menguap ke udara.

Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan menyebabkan pertumbuhan


vegetatif tanaman sangat hebat dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N
dapat memperpanjang umur tanaman dan memperlambat proses kematangan
karena tidak seimbang dengan unsur lain seperti P, K, dan S.

Gambar 1. Gejala Defisiensi Nitrogen; (a) Tanaman Kekurangan Unsur Nitrogen


yang Ditunjukkan oleh Klorosis (Menguning) pada Daun, (b) Daun
Tanaman yang Mengalami Kekurangan Unsur Nitrogen Berwarna
Hijau Kekuningan, Sempit dan Berukuran Lebih Kecil.
(Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id)

Kekurangan unsur nitrogen mengakibatkan tanaman mengalami gejala


defisiensi yang ditunjukkan oleh klorosis (menguning) pada daun, yang dimulai
dari daun tertua. Kekurangan unsur nitrogen menyebabkan tanaman kerdil, daun
yang lebih tua atau seluruh tanaman berwarna hijau kekuningan, daun yang masih
muda berukuran sempit, pendek , tegak dan berwarna hijau kekuningan.
4

2.1.1. Nitrogen di Dalam Tanah

Nitrogen di dalam tanah berasal dari: (1) mineralisasi N dari bahan organik
dan immobilisasinya, (2) fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme (penambatan
N2 atmosfer oleh mikroorganisme secara simbiotik maupun non-simbiotik), (3)
melalui hujan dan bentuk presipitasi yang lain, (4) pemupukan (Soepardi, 1983;
Leiwakabessy, 1988).

Jumlah nitrogen dalam tanah bervariasi, sekitar 0,02% sampai 2,5% dalam
lapisan bawah dan 0,06% sampai 0,5% pada lapisan atas (Alexander, 1997). Pada
kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan kandungan nitrogen.
Kandungan nitrogen yang tertinggi terdapat pada permukaan tanah dan umumnya
semakin menurun dengan kedalaman tanah.

Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N- inorganik. Bentuk N-organik
meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino dan senyawa
kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer-polimernya.
Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4 +), nitrat (NO 3-), nitrit
(NO 2-), oksida nitrous (N 2 O), oksida nitrit (NO) dan gas N 2 akibat perombakan
mikrobia. N 2 O dan N 2 adalah bentuk yang hilang dari tanah dalam bentuk gas
sebagai akibat dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy, 1988).

Vo latilisasi NH3

Ammonification process

Gambar 2. Siklus Nitrogen di dalam Tanah


5

2.1.2. Kehilangan Nitrogen

Kehilangan nitrogen dalam tanah terutama disebabkan oleh proses


denitrifikasi, volatilisasi, penguraian, pencucian, aliran permukaan, diserap oleh
tanaman, serta pemanenan. Denitrifikasi adalah perubahan nitrogen dari keadaan
teroksidasi seperti nitrat (NO 3 -) dan nitrit (NO 2 -) menjadi bentuk yang lebih
tereduksi seperti gas-gas oksida nitrit (NO), oksida nitrous (N 2 O) dan unsur
nitrogen bebas (N 2 ). Kehilangan terbesar terjadi dalam bentuk oksida nitrous pada
pH 4,9-5,6, sedangkan pada pH 7,3-7,9 adalah dalam bentuk gas N 2 dan sedikit
oksida nitrous (Leiwakabessy, 1988). Kehilangan melalui proses denitrifikasi ini
dapat mencapai lebih dari 20%.

Volatilisasi merupakan salah satu penyebab kehilangan nitrogen tanah


yang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu penguapan melalui sistem kapiler tanah
dimana NH4 + yang terlarut dalam air bergerak ke lapisan atas dan hilang melalui
proses evaporasi dan kedua disebabkan penempatan pupuk amonium yang kurang
tepat di permukaan tanah menyebabkan penguapan secara langsung akibat suhu
yang tinggi. Pelepasan dari pupuk urea yang diberikan ke dalam tanah dapat
mencapai 10-15% (Leiwakabessy, 1988).

Mineralisasi bahan organik tanah terjadi melalui tiga tahap reaksi utama,
yaitu aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Aminisasi dan amonifikasi
berlangsung di bawah aktifitas mikroorganisme yang heterotrof sedangkan
nitrifikasi dipengaruhi oleh bakteri autotrof (Leiwakabessy, 1988).

Aminisasi adalah pembentukan senyawa amino dari bahan organik


(protein) oleh bermacam- macam mikroorganisme (hidrolisis protein dan
pembebasan amina-amina dan asam-asam amino). Mikroorganisme heterotrof
yang terlibat dalam proses aminisasi dan amonifikasi terdiri dari banyak jenis.
Salah satu tahap terakhir dari proses dekomposisi bahan organik ialah hidrolisa
protein dan pembebasan amina-amina dan asam-asam amino.

Protein  R-NH2 + CHO 2 + Energi + Lain- lain


6

Amonifikasi adalah pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino


oleh mikroorganisme. Amina-amina dan asam-asam amino yang dimanfaatkan
oleh golongan bakteri heterotrof yang lain dan membebaskan senyawa amonium.
Senyawa amonium yang dihasilkan adalah konversi ke nitrit dan nitrat, diambil
langsung oleh tanaman, dan dipakai langsung oleh bakteri dalam melanjutkan
proses dekomposisi serta difiksasi oleh mineral liat tertentu dari tipe 2:1.
R-NH2 + + HOH  R-OH+ + NH3 + Energi
NH3 + HOH  NH4 OH  NH4 + + OH-

Nitrifikasi adalah perubahan dari amonium (NH4 +) menjadi nitrit (oleh


bakteri nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh nitrobakter). Proses oksidasi
biologi ini dibedakan dalam 2 tahap yaitu : Perubahan amonium menjadi nitrit
oleh bakteri nitrosomonas (tergolong bakteri obligat autotrof) dan Perubahan nitrit
menjadi nitrat oleh golongan bakteri obligat autotrof (nitrobakter).
2NH4 + + 3 O2  2 NO 2- + 4 H+ + H2 O
2 NO2 - + O2  2NO3 -
Di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi maka bentuk nitrat ini akan
hilang tercuci dari dalam tanah dan pada musim kemarau yang kuat ia akan
bergerak lagi ke lapisan- lapisan di atasnya bersama-sama dengan pergerakan air
ke atas secara kapiler.

Pada tanah sawah yang digenangi, ditemukan lapisan tipis di permukaan


bersifat aerobik dan pada lapisan ini terjadi proses nitrifikasi sehingga
pembentukan senyawa NO 3 - yang stabil dalam keadaan oksidatif. Karena kadar
NO3 - di lapisan bawahnya yang anaerob lebih rendah, maka terjadilah proses
difusi NO 3 - ke lapisan bawah tersebut dan mengalami proses denitrifikasi menjadi
N2 gas dan mungkin N 2 O yang hilang dari tanah. Cepat hilangnya NO 3 - dari tanah
tergenang diperkirakan karena denitrifikasi, tercuci, dan diserap tanaman (De
Datta dalam Situmorang dan Sudadi, 2001).

Menurut Buckman dan Brady (1969), bentuk N-NH4 + agak tahan terhadap
pencucian karena dapat difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1. Fiksasi ini terjadi di
dalam kisi-kisi kristal seperti halnya K+ pada mineral liat tipe 2:1, misalnya
montmorilonit, ilit, dan vermikulit.
7

Urea (CO(NH2 )2 ) merupakan pupuk nitrogen yang telah lama dan banyak
digunakan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman pangan. Efisiensi serapan
pupuk N (urea) di daerah tropika oleh tanaman padi sawah relatif rendah 30-50%.
Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50% pupuk yang diberikan tidak dapat
diambil oleh tanaman padi (Prasad dan De Datta, 1979). Efisiensi pupuk urea
yang rendah tersebut disebabkan oleh kehilangan akibat denitrifikasi, pencucian,
terbawa aliran permukaan dan volatilisasi.

Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air) pada
kelembaban 73%. Untuk dapat diserap oleh tanaman, nitrogen dalam urea harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi amonium (N-NH4 +) dengan bantuan enzim
urease melalui proses hidrolisis. Namun bila diberikan ke tanah, proses hidrolisis
tersebut akan cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap sebagai amoniak
(Soepardi dan Djokosudardjo, 1980). Pemberian urea dengan disebar akan cepat
terhidrolisis (dalam 2-4 hari) dan ini rentan terhadap kehilangan melalui
volatilisasi.

Salah satu cara untuk mengurangi kehilangan N adalah dengan


memodifikasi bentuk fisik dan kimia pupuk urea sehingga diharapkan dapat
memperlambat proses hidrolisis. Pembuatan pupuk urea dalam bentuk ukuran
butiran besar dapat meningkatkan ketersediaan pupuk sehingga dapat bertahan
lebih lama dan banyak diserap tanaman serta lebih sedikit yang hilang
dibandingkan dengan urea pril. Beberapa contoh bentuk baru dari urea antara lain;
urea super granule, urea briket yang diaplikasikan dengan cara dibenamkan
sedalam 15 cm dari lapisan atas (Prasad dan De Datta, 1979).

2.2. Zeolit

Mineral zeolit diketahui pertama kali pada tahun 1756 oleh seorang ahli
mineralogi Swedia bernama Freiherr Axer Frederick Cronsteadt. Nama zeolit
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata; Zein (mendidih) dan Lithos (batuan)
yang artinya batu mendidih. Karena mineral ini mengeluarkan buih bila
dipanaskan, sehingga kelihatan seperti mendidih (Gottardi, 1978; Mumpton,
1984).
8

Zeolit merupakan mineral kristalin dari kelompok tektosilikat, yaitu


alumino-silikat terhidrasi dengan kation alkali dan alkali tanah seperti kalium,
natrium, kalsium dan magnesium yang mengisi rongga-rongga kerangka alumino-
silikat dan mempunyai struktur tiga dimensi. Susunan strukturnya adalah (Si,
Al)O 4 tetrahedral, memiliki pori yang berisi molekul air dan kation yang dapat
dipertukarkan. Zeolit dicirikan oleh kemampuannya menyerap dan mengeluarkan
air serta menukarkan bagian kationnya tanpa merubah struktur kristalnya.

Rumus umum zeolit menurut Gottardi (1978) adalah :

(M x +My 2+) (Al(x+2y) Sin-(x+2y) O2n ) . MH2 O

M+ dan M2+ adalah kation monovalen (Na, K) dan divalen (Mg, Ca, Sr,
dan Ba), x dan y adalah bilangan tertentu, m adalah jumlah molekul air kristal dan
n adalah muatan ion logam.

Mineral zeolit mempunyai saluran dan rongga yang teratur dalam ukuran
tertentu bersambungan. Sebagai kristal aluminosilikat terhidrasi dengan kation
alkali ataupun alkali tanah, zeolit memiliki struktur dalam tiga dimensi yang tidak
terbatas dalam bentuk-bentuk rongga. Unit struktur kristal zeolit terdiri dari
kelompok senyawa tetrahedral alumina dan silikat yang bentuknya tergantung dari
perbandingannya menurut jenis dan spesies zeolit. Struktur yang dimiliki zeolit
menyebabkan mineral zeolit mempunyai karakter yang spesifik (Mumpton, 1984).
Stuktur kristalnya terbuka dengan volume ruang hampa cukup besar dengan garis
tengah antara 2-8 Ao tergantung dari tipe atau jenis mineral zeolit. Volume dan
ukuran garis tengah ruang hampa dalam kisi-kisi kristal merupakan dasar
penyaring molekul dalam penggunaan mineral zeolit (Gottardi, 1978).

Zeolit dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam
dan zeolit sintetis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam
(zeolitisasi) dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintetis direkayasa oleh
manusia secara kimia dari bahan baku tertentu (Suwardi, 2002). Jumlah dan
komposisi kation dalam zeolit tergantung dari jenis zeolit dan lingkungan
pembentukannya, misalnya Mordenit umumnya banyak mengandung kalsium
sedangkan K linoptilotit mengandung kalium. Zeolit yang terbentuk pada
9

lingkungan marin, mengandung banyak natrium sedangkan zeolit yang terbentuk


pada lingkungan volkanik mempunyai kadar kalium dan magnesium yang tinggi.

Sampai saat ini deposit yang telah diketahui di Indonesia tidak kurang dari
47 lokasi yang tersebar dari pulau Sumatera, Jawa, Lombok dan Sumba. Lokasi
yang telah diteliti secara intensif adalah di daerah Jawa Barat yaitu Bayah (Banten
Selatan), Cikembar (Sukabumi), Nanggung (Bogor) dan Cikalong (Tasikmalaya)
(Suwardi, 1991).

Mineral zeolit di alam telah banyak ditemukan dalam beberapa jenis, tetapi
hanya 10 jenis yang memiliki nilai ekonomis baik dalam bidang industri maupun
dalam bidang pertanian yaitu analsim, khabasit, k linoptilotit, erionit, heulandit,
laumontit, mordenit dan philipsit, wairakit dan natrolit. Dari ke 10 jenis tersebut
hanya 5 jenis yang telah terbukti bermanfaat untuk pertanian, yaitu; klinoptilotit,
mordenit, erionit, khabasit dan philipsit. (Suwardi, 2002).

2.2.1. Sifat Mine ral Zeolit

Pada prinsipnya penggunaan zeolit didasarkan atas sifat-sifat mineralogi,


fisik dan kimia yang dimiliki mineral ini. Sifat mineralogi zeolit dapat dipelajari
dengan menggunakan bantuan alat mikroskop polarisasi DTA (Diffrential
Thermal Analysis). Beberapa sifat yang ditetapkan antara lain meliputi struktur
kristal, volume rongga, rasio Si/Al, ukuran rongga dimensi saluran, jumlah
tetrahedral dan arah sumbuh kristal. Beberapa bentuk struktur kristal zeolit; kubik,
hexagonal dan monoklin tetapi yang lebih dominan adalah monoklin (Suwardi,
2002).

Sifat-sifat fisik zeolit sangat beragam dan yang terpenting adalah warna,
kerapatan isi, kadar air, besar dan jumlah rongga. Warna zeolit pada umumnya
kehijau-hijauan sampai keabu-abuan, oleh karena itu zeolit juga disebut batu
hijau. Selain itu, zeolit memiliki warna putih, putih kekuningan, merah muda,
coklat kemerahan, dan hijau tua coklat kekuningan. Perbedaan wa rna zeolit
disebabkan oleh jenis mineral pengotor diantaranya mineral liat, kuarsa, dan
feldspar. Mineral pengotor dapat berubah warna pada kadar air yang berbeda.
Kerapatan isi atau bobot isi zeolit lebih ringan dibandingkan dengan mineral
10

golongan silikat lainnya, yaitu berkisar antara 1.9-2.4 g/cm3 . Hal ini dikarenakan
mineral zeolit memiliki struktur berongga. Bobot isi sangat erat hubungannya
dengan volume rongga dalam zeolit. Volume rongga zeolit berkisar 20-50% dari
volume zeolit, jika volume rongga zeolit semakin besar maka bobot isinya
semakin rendah (Suwardi, 1997).

Gambar 3. Mineral Zeolit, Digunakan dalam Bidang Pertanian karena Memiliki


Sifat-sifat Mineralogi, Fisik dan Kimia yang Bermanfaat dalam
Pengembangan Slow Release Fertilizer (Sumber: www.google.co.id)

Sifat kimia zeolit antara lain pH, daya hantar listrik, kapasitas tukar kation
(KTK), susunan kimia. Hasil analisis zeolit dari beberapa lokasi (Suwardi, 1997)
menunjukkan bahwa pH zeolit berkisar 6.3-8.2 (rata-rata 7.2), dimana pH
terendah (6.3) terdapat pada zeolit dari Lampung dan tertinggi (8.2) dari Nanga
Panda. Daya hantar listrik zeolit sangat rendah berkisar dari 0.02-0.15 dS/m (rata-
rata 0.06 dS/m), karena dalam larutan sedikit mengeluarkan garam- garam yang
dapat menghantarkan listrik, sehingga zeolit banyak dimanfaatkan sebagai media
tumbuh tanaman. KTK zeolit berkisar antara 71.9-167 me/100g (rata-rata 104.6
me/100g) dengan KTK terendah (71.9 me/100g) terdapat pada zeolit dari
Cikembar dan tertinggi (167 me/100g) dari Nanga Panda. Semakin tinggi KTK
zeolit menunjukkan sifat zeolit semakin baik.

Zeolit terutama terdiri dari SiO 2, Al2 O3 , K2 O, CaO, Na2 O, MnO, Fe2 O3 ,
MgO. Zeolit dari Indonesia kaya akan K 2 O dan CaO. Sifat kimia zeolit terpenting
yang dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorpsi dan sifat pertukaran
kation.

Adsorpsi dapat diartikan sebagai suatu proses melekatnya molekul-


molekul atau zat pada permukaan zat yang lain atau terkonsentrasinya berbagai
substansi terlarut dalam larutan antara dua buah permukaan. Zeolit memiliki
11

kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion yang terdapat dalam
larutan maupun gas. Adsorpsi molekul oleh zeolit dapat terjadi bila air
dihilangkan dari kristal zeolit melalui pemanasan dengan suhu antara 350- 400 0 C
(Mumpton, 1984). Dalam hal ini, berbagai molekul adsorbate yang berdiameter
sama atau lebih kecil dari diameter rongga dapat diadsorpsi, sedangkan molekul
yang berdiameter lebih besar dari pori-pori zeolit akan tertahan. Akibat dari
pemanasan maka air akan menguap, pada keadaan demikian, rongga maupun
saluran-saluran dalam zeolit akan dapat berfungsi sebagai penyaring molekul
(Astiana, 1993). Zeolit yang telah kehilangan air dari rongganya dinamakan zeolit
yang telah teraktivasi yang dapat berfungsi sebagai pengabsorpsi kation yang
efektif.

Pertukaran kation merupakan proses dimana kation-kation yang dapat


diadsorpsi dapat ditukar dengan kation-kation lainnya. Pertukaran kation zeolit
pada dasarnya adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam
struktur kristal zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi
silika maka semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin
tinggi KTK zeolit tersebut dan penetralan dilakukan oleh kation alkali tanah.
Susunan kation yang dapat dipertukarkan pada zeolit tergantung pada komposisi
mineralnya. Kation-kation yang dapat dipertukarkan ataupun molekul air yang
terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka karenanya dapat
dipisahkan atau dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan
larutan yang mengandung kation lain (Mumpton, 1984). Oleh karena itu zeolit
merupakan salah satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai
kapasitas tukar kation yang tinggi. Kapasitas tukar kationnya dapat mencapai 200
sampai 300 me/100g. Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan
fungsi dari tingkat penggantian Al untuk Si dalam struktur rangka.

Fraksi ukuran butir mineral zeolit yang digunakan ternyata mempengaruhi


nilai kapasitas tukar kation, dimana butir berukuran 48 sampai 60 mesh nilainya
adalah 96.5 sampai 115.1 me/100g dan ukuran 200 mesh nilainya adalah 109.9
me/100g. Penggerusan mineral zeolit yang lebih halus, menyebabkan kerusakan
pada struktur kristal sehingga nilai kapasitas tukar kationnya turun. Ukuran butir
12

yang terbaik untuk digunakan sebagai penukar kation dalam reaksi pertukaran
adalah 48 sampai 60 mesh (Astiana dan Wiradinata, 1989).

2.2.2. Zeolit sebagai Campuran Pupuk

Salah satu aspek penggunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah sebagai
bahan campuran pupuk, khususnya pupuk nitrogen. Hal ini berdasarkan pada
selektivitas adsorpsi zeolit yang tinggi terhadap ion amonium yang mampu
mengefisiensikan penggunaan pupuk kimia nitrogen sehingga penyerapan pupuk
menjadi lebih efisien. Oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai bahan pupuk
tersedia lambat (slow release fertilizer).

Penambahan zeolit pada pupuk nitrogen akan menjerap amonium yang


dikeluarkan oleh pupuk. Jika konsentrasi nitrat dalam tanah menurun, amonium
yang telah dijerap oleh zeolit akan dilepaskan kembali ke dalam larutan tanah,
dengan cara demikian N yang diberikan ke dalam tanah dapat tersedia dalam
waktu yang lama. Pupuk dalam bentuk slow release fertilizers (SRF), dapat
mengoptimalkan penyerapan hara oleh tanaman dan mempertahankan keberadaan
hara dalam tanah, karena SRF dapat mengendalikan pelepasan unsur sesuai
dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Melalui cara ini, pemupukan
tanaman, yang biasanya dilakukan petani tiga kali dalam satu kali musim tanam,
cukup dilakukan sekali sehingga menghemat penggunaan pupuk dan tenaga kerja
(Suwardi, 1991)

Zeolit dapat mencegah terjadinya nitrifikasi karena mineral zeolit dapat


menjerap NH4 + pada kisi-kisinya (diameter rongga klinoptilotit 3.9-5.4 Ao
sedangkan diameter NH4 + 1.4 Ao ), sehingga bakteri nitrifikasi tidak dapat masuk
karena ukuran tubuh dari bakteri tersebut 1000 kali lebih besar dari diameter
rongga zeolit (Alexander, 1977).

2.3. Asam Humat

Menurut Detmer (1871 dalam Orlov, 1985), asam humat adalah “massa
hitam berkilau dengan suatu pecahan berkilau yang menyerupai kubah pecah”.
Sementara menurut Schubler menyatakan bahwa dalam keadaan kering asam
13

humat “berubah menjadi tidak beraturan, berupa potongan-potongan kecil dengan


pecahan berkilau dan berwarna hitam berkilau”. Kerapatan asam humat dalam
keadaan rata-rata mendekati 1.6 g/cm3 . Dengan rata-rata nilai kerapatan 1.6 g/cm3 ,
asam humat dapat direkomendasikan untuk penggunaan di lapangan sesuai
dengan teori yang dipelajari. Kerapatan asam humat cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya derajat dekomposisi (Orlov, 1985).

Unsur atau penyusun utama asam humat ialah karbon. Kandungan karbon
yang dimiliki asam humat berfluktuasi pada kisaran 56-62%. Sementara
kandungan hidrogen dan nitrogen berturut-turut berada pada kisaran 2-5.5% dan
2-8% (Orlov, 1985; Orlov, 1992). Data lain menunjukkan kandungan karbon
asam humat berkisar antara 41-57% (Tan, 1992). Asam humat tidak hanya
mengandung C, N, H, dan O tapi juga terdapat sulfur dan fosfor. Asam humat
juga mengandung unit aromatik dengan ikatan asam amino (organik N), peptida,
asam alipatik dan bahan campuran lain yang tipe dan jumlahnya akan tergantung
kepada jenis tanah dan tanaman (Orlov, 1985). Menurut Eggertz (1888 dalam
Orlov, 1985), di dalam asam humat terdapat 0.6-1.1% sulfur dan 0.2-3.7% P.
Dalam hal ini Eggertz juga menemukan bahwa asam humat mengandung 5.6%
aluminium, 0.05-0.15% sodium, lebih dari 0.6% potasium dan sedikit magnesium
dan Mn.

Berdasarkan tingginya karbon yang terdapat dalam asam humat, asam


humat dikelompokkan ke dalam kelas carbonized (carbon-rich) compounds.
Banyak bagian residu tanaman mengandung karbon tidak kurang dari asam
humat, tetapi adakalanya kurang dari asam humat. Misalnya lignin mengandung
65% C dan lipid sekitar 72%. Pada saat yang sama karbohidrat relatif miskin
karbon dan kaya akan oksigen, dimana glukosa mengandung karbon mendekati
40%. Jadi dalam komposisi elemen, asam humat menempati posisi menengah
antara lignin dan karbohidrat, sementara asam fulvat mendekati kandungan
elemen yang dimiliki karbohidrat dan protein (Orlov, 1992).

Kemasaman total atau kapasitas tukar senyawa-senyawa humat tanah


dikarenakan oleh kehadiran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-ion H pada
gugus karboksil aromatik dan alifatik dan gugus hidroksil fenolik. Asam humat
14

dicirikan oleh kemasaman total dan kadar karboksil yang lebih rendah daripada
asam fulvat, kemasaman total asam humat umumnya adalah sebesar 5-6 mEk/g
(Tan, 1992).

Selain unsur-unsur yang sudah disebutkan di atas, asam humat juga


mengandung asam amino. Komposisi asam amino yang terdapat dalam asam
humat bervariasi. Menurut Sowden (1970 dalam Orlov, 1985), terdapat 18 jenis
asam amino yaitu asam aspartat, threonin, serin, asam glutamat, prolin, gysin,
alanin, valin, cystein, methionin, isoleusin, leusin, tyrosin, phenilalanin, ornithin,
lysin, histidin, dan arginin. Diantara asam amino tersebut, asam aspartat, asam
glutamat, glysin, alanin, dan leusin berada cukup banyak di dalam asam humat.

2.3.1. Humus dan Asam Humat

Tanah disusun oleh beberapa komponen, diantaranya adalah : bagian


anorganik, bahan organik (bahan organik tanah), dan jasad hidup yang terdapat
dalam tanah (Orlov,1995). Bahan organik tanah terbagi dalam dua kelompok
utama yaitu : (1) bahan-bahan tanaman yang sifat aslinya masih nampak; (2)
bahan-bahan yang telah mengalami transformasi (Tan,1992).

Bahan organik tanah tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Senyawa-


senyawa organik penyusun bahan organik tersebut adalah : (1) karbohidrat
(monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida); (2) asam amino dan protein; (3)
selulosa dan hemiselulosa; (4) lignin; (5) lipid; (6) asam nukleat; (7) humus
(Orlov, 1992; Tan, 1992). Selain itu bahan organik tanah sering dipisahkan
menjadi bahan terhumifikasi dan tak terhumifikasi (Tan,1992). Humifikasi
merupakan salah satu dari proses transformasi sisa-sisa bahan organik (Orlov,
1985). Fraksi bahan organik yang telah mengalami humifikasi dikenal sebagai
humus dan dapat dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di
dalam tanah (Orlov, 1995; Orlov, 1985; Tan, 1992).

Humus mengandung bahan-bahan humat (humic substances) dan bahan


bukan humat (non-humic substances) (Orlov, 1995; Tan, 1992). Bahan humat
bersifat amorf (amorphous), polimer (polymeric), dan berwarna kecoklatan
(brown-colored matter) yang mempunyai sifat dan stuktur yang kurang diketahui.
15

Konfigurasi kimia dari bahan humat sampai saat ini kurang diketahui dan tidak
dapat didefenisikan secara pasti. Berbeda dengan bahan bukan humat yang telah
banyak dikenal dalam bidang kimia organik. Berdasarkan kelarutannya dalam
asam dan alkali, fraksi humat (kecuali humin) dapat larut dalam alkali. Asam
humat merupakan fraksi humat yang larut dalam alkali, namun tidak larut
(mengendap) dalam asam dan alkohol (Tan, 1992).

2.3.2. Ekstraksi Bahan Humat

Ekstraksi bahan humat dalam tanah dapat digolongkan ke dalam beberapa


fraksi humat tanah yaitu asam humat (humic acid), asam fulvat (fulvic acid) dan
humin (Tan 1992). Walaupun demikian, Orlov (1995) menggolongkan klasifikasi
fraksi humat ke dalam humin (prohic substances dan non-hydrolysable residues)
dan asam humat (Mull acids). Mull acids sendiri dibagi ke dalam asam humat,
asam hymatomelanic dan asam fulvat. Untuk menghindari destruksi, asam humat
harus berada dalam keadaan kering pada temperatur yang tidak melebihi 60-70o C.
Sementara untuk asam fulvat tidak melebihi 40 o C. Metode pengeringan terbaik
adalah dengan menjaga asam humat dan asam fulvat dalam vacum dengan P 2 O5
(Orlov, 1985).

Gambar 4. Ciri-ciri Fisik Asam Humat, Terbuat dari Bahan Organik dan
merupakan Fraksi Humat yang Larut dalam Alkali, namun Tidak Larut
(Mengendap) dalam Asam dan Alkohol, Asam Humat Digunakan
untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
(Sumber : www.google.co.id)
16

Bahan Organik Tanah

Ekstraksi dengan Alkali


atau Larutan Na4 P2 O7

Bahan Humat (Larut) Humin Bahan Bukan


Humat(tidak larut)
Perlakuan dengan asam

Asam Fulvat (larut) Asam Humat (tidak larut)

Perlakuan dengan alkohol

Asam Humat Asam Himatomelanik


(tidak larut) (Larut)

Perlakuan dengan garam netral

Asam Humat Cokelat Asam Humat Kelabu


(Larut) (tidak larut)

Gambar 5. Diagram Pemisahan Senyawa-senyawa Humat ke dalam Fraksi- fraksi


Humat yang Berbeda

2.3.3. Manfaat Asam Humat dalam Pe rtumbuhan Tanaman

Pengaruh bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman telah diketahui


cukup lama. Keuntungan utama dari humus tanah terhadap pertumbuhan tanaman
dihasilkan secara tidak langsung melalui perbaikan sifat-sifat tanah seperti
agregasi, aerasi, permeabilitas, dan kapasitas memegang air. Namun seiring
dengan perkembangan pengetahuan tentang bahan organik melalui penemuan
tentang kimiawi asam humat, pengaruh humus terhadap pertumbuhan tanaman
dapat lebih ditingkatkan.
17

Bahan-bahan humat bertanggung jawab atas sejumlah aktivitas kimia


dalam tanah. Mereka terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak
langsung asam humat diketahui memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah
kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, asam humat telah
dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap
metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya. Senyawa humat juga
berperan serta dalam pembentukan tanah dan memainkan peranan pent ing
khususnya dalam translokasi atau mobilisasi aluminium dan besi, yang
menghasilkan perkembangan horison spodik dan horison argilik (Tan, 1992).

Asam humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara


langsung dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon
pertumbuhan (Tan, 1992). Tan dan Napamornbodi (1979 dalam Tan, 1992).
Memaparkan bahwa asam humat bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan bagian
atas tanaman. Selain itu, terdapat peningkatan yang nyata dalam kandungan N
bagian atas semai dan produksi bahan kering dari pemanfaatan asam humat.
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya


Fisik Lahan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Perta nian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai dengan
bulan September 2009.

3.2. Bahan dan Alat


Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari campuran urea,
zeolit dan asam humat. Pupuk ini selanjutnya disebut UZA (urea- zeolit-asam
humat). Pupuk UZA menggunakan perbandingan urea dan zeolit yaitu 70:30.
Asam humat diberikan dengan kadar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% seperti terlihat
pada Tabel 1. Asam humat cair dengan jumlah tersebut di atas dicampurkan ke
urea-zeolit.

Tabel 1. Jenis Pupuk SRF, Perbandingan Urea : Zeolit, Konsentrasi Humat dalam
Pupuk dan Kandungan Nitrogen dalam Tanah
Jenis Perbandingan Konsentrasi Nitrogen Jumlah
Pupuk Urea : Zeolit Humat dalam Pupuk
(%) pupuk Dalam Dalam Tiap
(%) Pupuk Tanah Botol
(%) (%) (g)
UZA (H0) 70 : 30 0 27,03 0,13 0,0154
UZA (H1) 70 : 30 1 29,09 0,13 0,0143
UZA (H2) 70 : 30 2 30,04 0,13 0,0139
UZA (H3) 70 : 30 3 29,02 0,13 0,0144
UZA (H4) 70 : 30 4 31,00 0,13 0,0135
UZA (H5) 70 : 30 5 28,63 0,13 0,0146
Urea Pril - 0 41,73 0,13 0,0100
19

Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah sawah dari daerah
Situ Gede, Bogor. Tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm
kemudian dikeringudarakan. Untuk analisis sifat-sifat kimia di laboratorium,
tanah ditumbuk dan diayak sampai lolos saringan 2 mm.

3.3. Metode Penelitian

a. Persiapan Pe mbuatan Pupuk UZA

Tahap pertama dalam pembuatan pupuk slow release dilakukan dengan


mempersiapkan bahan-bahan utama yang dibutuhkan yaitu; urea, zeolit dan asam
humat. Formula SRF (slow release fertilizer) dari ketiga bahan tersebut (urea-
zeolit-asam humat) dinamakan pupuk UZA. Pupuk UZA dibuat dengan cara
melapisi campuran urea-asam humat dengan zeolit. Pupuk UZA menggunakan
perbandingan urea dan zeolit yaitu 70:30. Pupuk campuran urea- zeolit dengan
perbandingan 70:30 merupakan perbandingan yang paling baik menurut temuan
Suwardi (2005). Asam humat diberikan dengan kadar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan
5%. Urea dan zeolit dipersiapkan dalam bentuk bubuk (powder) dengan ukuran
60-100 mesh. Urea diberi asam humat sesuai dosis, dosis asam humat dengan
kadar 1% berarti setiap pembuatan 100 gram pupuk UZA membutuhkan asam
humat sebanyak 1 ml. Urea yang telah diberi asam humat diaduk hingga homogen
yang ditunjukkan oleh warna pupuk yang cokelat kehitaman. Setelah campuran
urea-asam humat homogen, masukkan zeolit yang telah dicampur dengan pati
(3.75 gram/100 gram pupuk UZA) yang digunakan sebagai perekat pupuk ke
dalam campuran urea-asam humat. Setelah itu campuran urea-zeolit-asam humat
diaduk hingga homogen yang ditunjukkan oleh warna pupuk yang coklet keabu-
abuan. Kemudian pupuk UZA yang telah homogen diletakkan ke dalam wadah
dan dibentuk granul. Pupuk UZA yang telah berbentuk granul dimasukkan ke
dalam wadah untuk di oven selama 3 jam pada suhu ± 60 o C. Pupuk UZA yang
digunakan berukuran sedang (tidak lolos saringan 2 mm).
20

b. Percobaan Inkubasi

Tanah kering udara sebanyak 113,79 g atau setara 100 g BKM (berat
kering mutlak) dengan kadar air tanah 13,79% dimasukkan ke dalam wadah
plastik berbentuk tabung silinder dengan diameter 6.00 cm dan tinggi 6.70 cm.
Pupuk UZA pada setiap perlakuan ditimbang sesuai dosis yang ditentukan. Dosis
pupuk untuk semua perlakuan adalah 4,17 mg N/100 gram tanah. Pupuk yang
telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tanah. Jenis dan jumlah pupuk
yang ditambahkan ke dalam wadah plastik yang berisi tanah seperti pada Tabel 1.
Pupuk yang telah dimasukkan ke dalam tanah diberi air sampai mencapai kadar
air kapasitas lapang (57,34%). Tanah dan pupuk dalam tabung ditutup dengan
plastik polyethelene kemudian diinkubasi di ruangan terbuka laboratorium.

Tiap periode waktu tertentu yaitu pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10 dan


14 selama masa inkubasi dilakukan analisis amonium (%), nitrat (%), pH dan EC
(µS/cm). Karena ada 7 perlakuan dan tiap perlakuan diulang 3 kali selama 8 kali
pengamatan, maka jumlah tabung silinder yang digunakan sebanyak 7 x 3 x 8 =
168.

Penetapan kadar amonium dan nitrat dilakukan dengan mengekstrak tanah


dengan metode destilasi menggunakan ekstraktan KCl 1N+HCl 0,1 N, lalu hasil
ekstrak dianalisis dengan metode Destilasi. Seluruh contoh tanah pada minggu ke
14 dianalisis amonium, nitrat, pH, DHL dan analisis tanah akhir N-Total, C-
Organik, P-Tersedia, KTK, basa-basa dan KB.

Gambar 6. Inkubasi di Ruangan Terbuka Laboratorium


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pola Pelepasan Nitrogen dari Pupuk UZA dan Pupuk Urea Pril Ditinjau
dari Laju Konsentrasi Amonium dan Nitrat yang Terbentuk

Perbandingan laju pelepasan nitrogen dari pupuk UZA dan pupuk urea pril
menjadi amonium selama 14 minggu waktu inkubasi disajikan pada Tabel 2 dan
Gambar 7. Dapat dilihat (Tabel 2) bahwa pupuk urea melepaskan nitrogen dalam
bentuk amonium lebih banyak bila dibandingkan dengan pupuk UZA. Konsentrasi
amonium yang terekstrak dari pupuk urea masih tinggi sampai minggu ke-3.
Sedangkan pupuk UZA masih menghasilkan amonium sampai minggu ke-10.

Tabel 2. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NH4 + (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea pril selama 14 Minggu Inkubasi
Minggu
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14
UZA (H0) 24.403 11.591 16.227 13.909 0.000 8.134 4.067 2.034
UZA (H1) 22.369 9.273 6.955 27.818 2.034 0.000 2.034 4.067
UZA (H2) 20.335 9.273 13.909 23.182 2.034 2.034 0.000 0.000
UZA (H3) 14.235 16.227 16.227 27.818 0.000 0.000 4.067 0.000
UZA (H4) 18.302 13.909 6.955 41.728 0.000 0.000 0.000 0.000
UZA (H5) 12.201 16.227 9.273 30.137 0.000 0.000 2.034 0.000
Urea Pril 33.892 9.273 10.818 0.000 1.356 0.000 0.000 0.000

Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pada minggu pertama pupuk
urea melepaskan nitrogen dalam bentuk amonium sebanyak 33%, jumlah ini lebih
besar bila dibandingkan dengan amonium yang dihasilkan pupuk UZA. Jumlah
maksimum amonium yang dapat dihasilkan adalah 100%, namun dari hasil
pengamatan amonium yang terekstrak hanya berkisar antara 12%-33% pada
minggu pertama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua amonium langsung
dilepaskan ke dalam tanah, sebagian besar amonium masih belum mengalami
perubahan bentuk. Pupuk urea (CO(NH2 )2 ) memiliki sumber nitrogen dalam
bentuk NH2 . Perubahan pembentukan NH2 menjadi amonium (NH4 +) dari pupuk
urea berlangsung sampai minggu ke-3 dan masih menghasilkan amonium pada
22

minggu ke-6. Berbeda dengan urea, pupuk UZA masih menghasilkan amonium
rata- rata sampai minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 sampai minggu ke-14
pupuk UZA menghasilkan amonium dalam jumlah yang berbeda-beda. Dari
kecenderungan yang dapat dilihat dari data hasil pengamatan, bahwa pupuk UZA
menghasilkan amonium berbeda-beda sesuai dengan kadar humat dari masing-
masing pupuk. Semakin tinggi kadar humat yang diberikan ke dalam pupuk
mengakibatkan laju pembentukan amonium semakin cepat. Hal ini dapat dilihat
dari amonium yang masih dihasilkan pupuk UZA (H0 dan H1) sampai minggu ke-
14 dibandingkan pupuk UZA (H2, H3, H4 dan H5).

Data tersebut (Tabel 2) memperlihatkan peran dari zeolit yang membantu


mengikat amonium pada kisi-kisinya sehingga amonium tidak cepat dilepas ke
dalam tanah sampai minggu ke-4, sedangkan peran asam humat terlihat dari
variasi amonium yang terekstrak pada minggu ke-6 sampai minggu ke-14. Asam
humat memiliki pH yang tinggi (berkisar antara 8-11) yang memungkinkan
terjadinya proses amonifikasi yang berjalan secara cepat. Laju dari proses
amonifikasi salah satunya dipengaruhi oleh pH, pH yang tinggi mempengaruhi
laju proses amonifikasi yang juga mempengaruhi proses kehilangan melalui
penguapan (Leiwakabessy, 1988).

Pada Gambar 7 dapat dilihat laju perubahan bentuk nitrogen menjadi


amonium (NH4 +). Grafik tersebut menunjukkan peran dari zeolit dan asam humat
dalam memperlambat laju pelepasan nitrogen dari urea (CO(NH2 )2 ) menjadi
amonium (NH4 +). Dapat dilihat bahwa pupuk UZA mampu mengefisiensikan laju
pembentukan amonium yang ditunjukkan oleh pergeseran posisi grafik pupuk
UZA sampai minggu ke-14 dibandingkan grafik pupuk urea yang hanya minggu
ke-6. Pupuk UZA diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pupuk urea dengan
mempertahankan jumlah amonium di dalam tanah.
23

Gambar 7. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Amonium (%) dari Pupuk
UZA dan Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi

Zeolit memiliki nilai KTK yang tinggi, yang berguna sebagai


pengadsorpsi, pengikat dan penukar kation. Karena memiliki KTK yang tinggi
maka semakin banyak jumlah kisi-kisi pertukaran di dalam zeolit, sehingga
semakin banyak jumlah NH4 + yang berasal dari formula SRF dan pupuk urea yang
telah mengalami hidrolisis menjadi amonium dapat dijerap oleh kisi-kisinya.
Penjerapan NH4 + ini di dalam rongga/kisi-kisi zeolit hanya bersifat sementara dan
dengan mudah akan diberikan kepada tanaman pada saat diperlukan (Suwardi,
1991). Amonium yang dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah
selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah
berubah menjadi nitrat, persediaan amonium dalam rongga zeolit dilepaskan ke
dalam larutan tanah. Jadi zeolit menghambat proses perubahan amonium menjadi
nitrat. Zeolit dapat mencegah terjadinya nitrifikasi karena mineral zeolit dapat
menjerap NH4 + pada kisi-kisinya (diameter rongga klinoptilotit 3.9-5.4 Ao
sedangkan diameter NH4 + 1.4 Ao ), sehingga bakteri nitrifikasi tidak dapat masuk
karena ukuran tubuh dari bakteri tersebut 1000 kali lebih besar dari diameter
rongga zeolit (Alexander, 1977).
24

Ion Amonium

Rongga Zeolit

Gambar 8. Skema Proses Terjadinya Pengikatan Ion Amonium ke dalam


Rongga Zeolit

Proses pembentukan nitrat disebut nitrifikasi yang dilakukan oleh


nitrosomonas dalam perubahan amonium menjadi nitrit dan nitrobakter yang
berperan dalam perubahan nitrit menjadi nitrat. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
pupuk urea mengalami perubahan bentuk menjadi nitrat pada minggu pertama
sampai minggu ke-3 dalam jumlah yang cukup besar. Pada minggu ke-4 pupuk
urea telah mengalami perubahan bentuk menjadi nitrat hampir mencapai 100%.
Berbeda dengan urea, pupuk UZA (H0-H5) mengalami perubahan bentuk menjadi
nitrat secara lambat sampai minggu ke-14. Jumlah nitrat dari pupuk urea dan
pupuk UZA (Tabel 3) sampai angka ± 100% menunjukkan bahwa nitrogen dalam
pupuk seluruhnya telah mengalami perubahan pembentukan menjadi nitrat.
25

Tabel 3. Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk N-NO3 - (%) dari Pupuk UZA dan
Pupuk Urea Pril selama 14 Minggu Inkubasi
Minggu
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14
UZA (H0) 48.442 50.039 51.636 64.908 80.318 85.921 97.128 98.529
UZA (H1) 45.248 46.845 48.442 41.093 56.502 62.106 76.115 97.128
UZA (H2) 46.312 47.909 49.506 63.040 78.45 84.053 89.657 97.595
UZA (H3) 50.571 52.168 53.765 45.762 61.172 66.776 72.379 93.392
UZA (H4) 43.118 44.715 46.312 39.225 54.635 60.238 65.842 93.859
UZA (H5) 46.951 48.548 50.145 42.587 57.997 63.600 69.204 90.217
Urea Pril 23.067 48.619 55.007 99.307 65.063 62.262 62.884 60.394

Dari Tabel 3 dapat dilihat juga pupuk UZA mampu mempertahankan


keberadaan nitrat hingga minggu ke-14 lebih dari 90% dibandingkan dengan urea
yang hanya 60%. Pupuk urea yang telah menghasilkan nitrat pada minggu ke-4
lebih dari 90% telah mengalami kehilangan 30% nitrogen. Kehilangan ini
mungkin disebabkan oleh penguapan ataupun terjadi pengikatan oleh KTK tanah
maupun asam humat.

Pada minggu pertama jumlah nitrat lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pupuk UZA, hal ini dipengaruhi oleh jumlah amonium yang dihasilkan pada
minggu pertama. Jumlah nitrat dari pupuk urea pril bertambah pada minggu ke-2
(Tabel 3) karena terjadi perubahan bentuk dari amonium yang dihasilkan pada
minggu pertama (Tabel 2).

Pada minggu ke-14 nitrat yang dihasilkan oleh UZA (H0), UZA (H1) dan
UZA (H2) lebih tinggi jika dibandingkan dengan UZA (H3), UZA (H4) dan UZA
(H5). Hal ini juga di pengaruhi oleh produksi amonium sampai minggu ke-14 dari
UZA (H0) dan UZA (H1) seperti terlihat pada Tabel 2 yang mampu
mempertahankan jumlah nitrat sampai minggu ke-14 (Tabel 3), sedangkan UZA
(H2) menghasilkan nitrat yang lebih tinggi daripada UZA (H3), UZA (H4) dan
UZA (H5) karena dipengaruhi oleh kadar asam humat.

Dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3, terdapat kecenderungan bahwa jumlah


amonium dan nitrat belum mencapai 100% sampai minggu ke-10, hal ini karena
nitrogen masih diikat dalam bentuk amonium di dalam rongga zeolit untuk
sementara waktu dan kemudian akan dilepas pada saat jumlah amonium dalam
tanah berkurang.
26

Gambar 9 menunjukkan konsentrasi nitrat mengalami peningkatan sejalan


dengan waktu inkubasi. Dari grafik tersebut dapat dilihat peran dari zeolit dan
asam humat dalam memperlambat laju pembentukan amonium (NH4 +) yang
secara langsung mempengaruhi laju perubahan amonium menjadi nitrat (NO3 -).

Gambar 9. Grafik Pelepasan Nitrogen dalam Bentuk Nitrat (%) dari Pupuk UZA
dan Pupuk Urea pril selama 14 Minggu Inkubasi

Gambar 9 juga menunjukkan peran dari zeolit dan asam humat dalam
memperlambat perubahan bentuk amonium menjadi nitrat yang dapat dilihat dari
peningkatan konsentrasi nitrat yang terjadi secara lambat (slow release) di dalam
tanah. Zeolit dan asam humat berperan dalam memperlambat proses pembentukan
amonium yang diharapkan dapat memperlambat laju pembentukan nitrat.
Amonium merupakan bahan baku untuk proses nitrifikasi maka syarat utama ialah
harus tersedia amonium (Leiwakabessy, 1988).
27

4.3. Perubahan pH dan DHL selama Inkubasi, Peningkatan KTK Tanah dan
Analisis Akhir Sifat-sifat Kimia Tanah

Secara umum pH tanah menurun sejalan dengan waktu inkubasi. Hal ini
terjadi karena penurunan jumlah amonium dan peningkatan jumlah nitrat dalam
tanah. Reaksi pembentukan nitrat akan membebaskan H+ yang merupakan sebab
terjadinya pengasaman tanah (Leiwakabessy, 1988). Berbeda dengan pH, Nilai
daya hantar listrik (DHL) mengalami peningkatan sejalan dengan waktu inkubasi.
Perubahan DHL juga tergantung dari proses nitrifikasi dari amonium menjadi
nitrat. Nitrat yang merupakan anion dari asam kuat bila berada dalam jumlah yang
tinggi dapat menghantarkan listrik yang ditunjukkan dengan nilai DHL yang
tinggi.

Nilai KTK tanah juga mengalami peningkatan sejalan dengan waktu


inkubasi. Analisis tanah awal menunjukkan nilai KTK tanah berada pada kisaran
sedang (19.00 me/100g). Inkubasi selama 14 minggu dengan perlakuan SRF (slow
release fertilizer), analisis tanah akhir menunjukkan bahwa nilai KTK tanah
mengalami peningkatan (berkisar antara 20,174-23,292 me/100g), sedangkan
pada perlakuan pupuk urea pril KTK mengalami penurunan (18.707 me/100g).
Nilai KTK tanah yang mengalami peningkatan dipengaruhi oleh zeolit dan asam
humat yang memiliki KTK yang tinggi.

Hasil analisis kimia tanah awal (Tabel Lampiran 6) menunjukkan bahwa


tanah sawah (Inceptisol) yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai reaksi
tanah yang masam (pH 5.62), C-organik rendah (1.20%), N-Total rendah (0.13%).
Kriteria penilaian disajikan pada Tabel Lampiran 2. Analisis tanah sebelum
perlakuan pupuk menunjukkan bahwa P-tersedia rendah (6.7 ppm), Ca tinggi
(11.66 me/100g), Mg tinggi (2.75 me/100g), sedangkan nilai dari K sangat rendah
(0.09 me/100g). Tanah-tanah di daerah tropika basah umumnya mempunyai
kandungan Kalium (K) yang relatif rendah.
28

4.3. Mekanisme Slow Release dari Slow Release Fertilizer Urea-Zeolit-Asam


Humat

Pupuk urea (CO(NH2 )2 ) memiliki sumber nitrogen dalam bentuk NH2,


pupuk urea kemudian dilapisi dengan asam humat. Asam humat yang diberikan
pada pupuk urea berperan sebagai selimut yang membantu melindungi urea dari
penguapan. Hal ini ditunjukkan pada saat urea diberi asam humat, sifat volatile
(menguap) dari urea tampak berkurang. Proses perubahan bentuk NH2 dari pupuk
urea melepaskan nitrogen dalam bentuk ion amonium (NH4 +). Ion amonium yang
keluar dari lapisan asam humat tidak semua masuk ke dalam rongga zeolit.
Amonium yang tidak masuk ke dalam rongga dilepaskan ke tanah.

Nitrogen lepas
dari urea-asam
Zeolit
humat sebagai
Ion Amonium amoniu m

Urea

Ion amoniu m ada


yang terikat pada
kisi-kisi zeo lit,
ada juga yang di
Campuran lepaskan ke tanah
Urea-Asam
humat Campuran
Asam Hu mat Urea-Zeolit-
Asam humat

Gambar 10. Ilustrasi Pelepasan Amonium dari Pupuk Urea-Zeolit-Asam Humat

Amonium yang dijerap zeolit tidak segera dilepas ke dalam larutan tanah
selama jumlah amonium dalam tanah masih tinggi. Setelah amonium dalam tanah
berubah menjadi nitrat, persediaan amonium dalam rongga zeolit dilepaskan ke
dalam larutan tanah. Melalui mekanisme slow release ini diharapkan pupuk UZA
dalam pengaplikasiannya mampu meningkatkan efisiensi dari pupuk urea serta
dapat menekan laju kehilangan nitrogen yang disebabkan oleh volatilisasi,
denitrifikasi maupun pencucian. Selain itu, dengan adanya asam humat dalam
pupuk UZA diharapkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman,
meningkatkan permeabilitas sel dan kegiatan hormon pertumbuhan (Tan, 1992).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Formulasi SRF dalam bentuk UZA dapat memperlambat laju perubahan


amonium menjadi nitrat, sekitar dua minggu bervariasi berdasarkan kadar
humatnya.

2. Pupuk UZA mampu mempertahankan keberadaan nitrat hingga minggu ke


14 lebih dari 90% dibandingkan dengan urea yang hanya 60% dari pupuk
yang diberikan.

5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk aplikasi pupuk UZA di lapang serta
analisis pelepasan nitrogen melalui pengamatan amonium dan nitrat serta faktor-
faktor yang mempengaruhi pelepasan nitrogen tersebut sehingga diketahui
pengaruh pupuk UZA terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan unsur hara
lainnya pada tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, M. 1997. Introduction to Soil Microbiology.2 nd ed. Jhon Wiley and


Sons. Inc. New York.

Astiana, S. 1993. Perilaku Mineral Zeolit dan Pengaruhnya Terhadap


Perkembangan Tanah (Disertasi). Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Astiana dan Wiradinata. 1989. Peranan Zeolit dalam Meningkatkan Produksi


Pertanian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soils. The
Mac millan Co. New York.

Gottardi, G. 1978. Mineralogy and Crystal Chemistry of Zeolites. P. 31-44. In


Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use (Sand, L. B. and Mumpton,
F.A., eds.). Pergamon Press, Oxford, New York.

Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Departemen Tanah, Fakultas


Pertanian, IPB. Bogor.

Mumpton, F. A. 1984. Natural Zeolites. In W. G. Pond and F. A. Mumpton (eds.)


Zeo-Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture.
West View Press, Boulder, Colorado.

Nasoetion, A. H 1996. Pengantar ke Ilmu- ilmu Pertanian. Pustaka Literatur Antar


Nusa. 133 hal.

Orlov, D. S. 1985. Humus acids of Soils. Oxinion Press. Pvt. Ltd. New Delhi.
387 pp.

Orlov, D. S.1992. Soil Chemistery. Russian Translations Series 92. A.A. Balkema
Publisher. Brookfield. 390 pp.

Orlov, D. S. 1995. Humic Substances of Soils and General Theory of


Humification. Russian Translation Series III. A.A. Belkema Publisher.
Brookfield. 323 pp.

Prasad, R. And S. K. De Datta. 1979. Increasing Fertilizer Nitrogen Efficiency in


Wett Land Rice, In Nitrogen and Rice. 1979. IRRI. Los Banos, Laguna,
Philippines.

Sanchez, P. A. 1979. Properties and Management of Soil in Tropics. Jhon Wiley


and Sons. New York.
31

Situmorang, R. dan U. Sudadi. 2001. Tanah Sawah. Jurusan Tanah. Fakultas


Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 105 hal.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian Bogor, IPB. Bogor.

Suwardi. 1991. The Mineralogical and Chemical Properties of Natural Zeolite and
Their Application Effect for Soil Amandement. A Thesis for the Degree of
Master. Laboratory of Soil Science. Departemen Of Agriculture
Chemistry, Tokyo University of Agriculture.

Suwardi. 1997. Studies on Agricultural Utilization of Natural Zeolite in Indonesia.


Dissertation. Graduate School of Agriculture. Tokyo University of
Agriculture.

Suwardi. 2000. Pemanfaatan Zeolit sebagai Media Tumbuh Tanaman


Hortikultura. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Prosiding, Temu
Ilmiah IV. PPI. Tokyo, Jepang; 1-3 September 1995.

Suwardi. 2002. Pemanfaatan Zeolit Sebagai Media Tumbuh Tanaman Pangan,


Peternakan, dan Perikanan. Makalah Disampaikan pada Seminar
Teknologi Aplikasi Pertanian Bogor IPB.

Tan, K. H. 1992. Dasar-dasar Kimia Tanah. Edisi ketiga (Terjemahan). Gadjah


Mada Univ. Press. Yogyakarta. 295pp.
LAMPIRAN
33

Lampiran 1. Metode Analisis Tanah yang Digunakan dalam Penelitian.

Sifat Tanah (Satuan) Metode

pH H2 O (1:1) Elektrometri

C-Organik (%) Walkey dan Black

N-Total (%) Kjeldhal

Amonium-Nitrat (ppm) Destilasi

P-tersedia Bray 1

Kandungan basa-basa

Ca (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

Mg (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

K (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

Na (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

KTK (me/100g) N NH4OAc pH 7.0

Daya Hantar Listrik (DHL) (µS/cm) EC meter


34

Lampiran 2 : Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah Menurut


Pusat Penelitian Tanah (1983)

Sifat Kimia Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat


Rendah Tinggi

N-Total (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 > 0.75

C-Organik (%) < 1.0 1-2 2.01-3.0 3.1-5.0 >5

C/N <5 5-10 11-15 16-25 > 25

P-tersedia <4 5-7 8-10 11-15 > 16

(Bray 1.ppm)

KTK (Me/100g) <5 5-16 17-24 25-40 > 40

K (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1

Ca (me/100g) <2 2-5 6-10 11-20 > 20

Mg (me/100g) < 0.3 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8 >8

Na (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1 >1

KB (%) < 20 20-40 41-60 61-80 > 80

Kejenuhan Al (%) <5 5-10 11-20 21-40 > 40

Reaksi Sangat Rendah Agak Netral Agak alkalis


Tanah Masam Masam alkalis

pH H2 O < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5


35

Lampiran 3 : Hasil Analisis Kandungan Nitrogen (%) Pupuk Urea dan Pupuk
UZA

No Jenis Pupuk Kandungan Nitrogen (%) Rata-Rata (%)

1 UZA Humat 0% 25,85

2 UZA Humat 0% 28,22 27,035

3 UZA Humat 1 % 27,31

4 UZA Humat 1% 30,87 29,09

5 UZA Humat 2% 30,58

6 UZA Humat 2% 29,50 30,04

7 UZA Humat 3% 28,79

8 UZA Humat 3% 29,25 29,02

9 UZA Humat 4% 30,54

10 UZA Humat 4% 31,46 31

11 UZA Humat 5% 28,33

12 UZA Humat 5% 28,93 28,63

13 Urea Pril A 40,50

14 Urea Pril B 42,97 41,735


36

Lampiran 4 : Hasil Analisis pH Selama 14 minggu Inkubasi


MINGGU
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14

UZA H0 5.44 5.32 5,31 5.30 5.28 5.32 5.31 5.20

UZA H1 5.42 5.38 5.35 5.33 5.31 5.28 5.31 5.26

UZA H2 5.19 5.45 5.33 5.30 5.30 5.21 5.21 5.14

UZA H3 5.37 5.39 5.39 5.29 5.29 5.25 5.22 5.13

UZA H4 5.33 5.26 5.26 5.20 5.24 5.20 5.21 5.11

UZA H5 5.45 5.25 5.18 5.21 5.25 5.03 5.17 5,10

Urea pril 5.32 5.44 5.25 5.22 5.21 5.08 5.03 4.97

Kontrol 5.62 5.60 5.42 5.40 5.38 5.35 5.30 5.29

Lampiran 5 : Hasil Analisis DHL (µS/cm) Selama 14 minggu Inkubasi


MINGGU
Perlakuan
1 2 3 4 6 8 10 14

UZA H0 172.33 206.67 208.33 228.33 186.00 190.00 167.67 178.33

UZA H1 171.00 190.33 178.33 181.67 191.67 193.33 183.33 168.33

UZA H2 296.67 185.67 210.00 218.33 203.33 195.00 191.67 193.33

UZA H3 200.00 168.67 172.66 188.33 181.67 188.33 188.33 181.67

UZA H4 301.67 267.33 230.00 260.00 198.33 213.33 221.67 198.33

UZA H5 201.67 197.67 193.33 205.00 183.33 236.67 230.00 206.67

Urea pril 185.00 220.00 203.33 188.33 209.67 261.67 226.67 186.67

Kontrol 108.00 110.00 130.00 138.00 143.00 145.00 150.00 160.00


Tabel Lampiran 6. Data Analisis Tanah Awal
Contoh Walkley Bray HCl
Kjeldhal N NH40Ac pH 7.0 KB N KCl 0.05 N HCl Tekstur
Tanah & Black 1 25%

N-Total P
Tanah C-Org Ca Mg K Na KTK Al H Fe Cu Zn Mn pasir Debu Liat
sawah
(%) (%) …(ppm)…. ……..(me/100g)…… % .(me/100g)... ……(ppm)…… ………(%)……..
dari
daerah
Situ
1,20 0,13 6,7 55,6 11,66 2,75 0,09 0,37 19,00 78,26 tr 0,04 20,64 4,52 5,72 76,80 11,01 43,72 45,27
Gede
Bogor

Tabel Lampiran 7. Data Analisis Tanah Akhir


Walkley & Black Kjeldhal Bray 1 N NH40Ac pH 7.0

C-Org N-Total P Ca Mg K Na KTK KB


Perlakuan
(%) (%) …(ppm)…. ……..(me/100g)…… %
Humat 0 % 1,301 0,155 10,877 7,460 4,143 0,127 4,765 22,283 74,025
Humat 1 % 1,377 0,165 12,825 6,805 4,110 0,127 4,492 23,292 66,692
Humat 2 % 1,301 0,135 12,825 7,869 3,817 0,130 4,438 20,174 80,569
Humat 3 % 1,468 0,158 14,773 7,230 3,658 0,127 4,329 22,283 68,855
Humat 4 % 1,317 0,157 15,747 7,265 4,252 0,127 4,656 21,274 76,615
Humat 5 % 1,407 0,152 15,584 8,039 4,185 0,143 4,710 20,908 81,681
Urea Pril 1,286 0,149 16,071 8,219 4,227 0,140 4,547 18,707 91,586

Anda mungkin juga menyukai