FINAL
Juli 2019
Tabel 4 menunjukkan data kerusakan trafo 150kV/20kV yang terjadi di PT PLN Unit Induk
Transmisi Jawa Bagian Tengah (PLN TJBT) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2008-2018).
Terdapat 63 kali kerusakan trafo pada 15 merk trafo di PLN TJBT, dengan lebih dari sepertiga
kerusakan (22 kali) terjadi pada trafo bermerek Unindo. Kerusakan trafo tersebut disebabkan
oleh gangguan: penyulang, internal, OLTC, kerusakan bushing, dan imbas alam. Kerusakan 22
trafo Unindo disebabkan oleh gangguan penyulang (14), kerusakan internal (6) dan kejadian
lainnya (2).
31
Data yang lebih terperinci menunjukkan bahwa 13 dari 14 kerusakan trafo Unindo yang
disebabkan oleh gangguan penyulang terjadi di Jawa Tengah, dan hanya 1 kerusakan trafo
yang terjadi di Jawa Barat.
Rapat PLN TJBT dengan Unindo pada tanggal 21 Februari 2018 menemukan dugaan bahwa
penyebab kerusakan trafo adalah desain trafo Unindo yang tidak sesuai dengan konfigurasi
sistem kelistrikan di Jawa Tengah. Sistem tenaga listrik di Jawa Tengah menggunakan sistem
pengetanahan solid grounded, tanpa neutral grounding resistor (NGR). Sebagian trafo unindo
yang telah dipasang di wilayah Jawa Tengah adalah trafo bertipe TTUB (diproduksi tahun 1994-
2000), TTHRV (1994-2000) dan N-Range (2000-2012) yang diperuntukkan bagi sistem yang
ditanahkan dengan NGR (neutral grounding resistor).
Unindo telah memproduksi trafo bertipe MPT1 (tahun 2012-2016) yang merupakan
penyempurnaan dari trafo bertipe N-Range berupa perbaikan pada struktur mekanik trafo
untuk memperkuat ketahanan terhadap hubung singkat dan berfungsi mengantisipasi sistem
grounding 20kV tanpa NGR (solid grounded). MPT (2), diproduksi tahun 2017-sekarang,
merupakan penyempurnaan dari MPT(1) berupa perbaikan sistem koneksi grounding Core
Magnetic (CM) dengan penambahan isolasi pada grounding konduktor.
Tabel 5 menunjukkan jumlah populasi trafo Unindo yang ada di PLN TJBT tahun 2018. Data ini
menunjukkan bahwa populasi trafo Unindo bertipe TTUB, TTHRV, dan N Range di Jawa Tengah
masih 18 trafo.
PLN TJBT berencana merelokasi trafo Unindo bertipe TTUB, TTHRV dan N-Range yang
terdapat di Jawa Tengah ke Jawa Barat yang mempunyai sistem tenaga listrik yang ditanahkan
dengan NGR. Mengingat biaya relokasi maupun biaya penggantian trafo 150kV/70kV mahal,
dilakukanlah kajian ilmiah sebagai dasar pertimbangan relokasi maupun penggantian trafo.
32
Tabel 5 Populasi Trafo Unindo di TJBT pada tahun 2018
Jumlah 21 22 29 62 134
a+b
33
3. Melakukan analisis penyebab kegagalan trafo tenaga berdasarkan analisis data survey.
4. Melakukan Kajian ilmiah penyebab kegagalan trafo.
5. Memberikan rekomendasi alternatif solusi pencegahan kegagalan trafo
Tabel 6 menunjukkan data sheet trafo 2 di GI Bawen yang mengalami kerusakan breakdown.
34
Tabel 6 Data Sheet Trafo 2 GI Bawen
Unindo
Merk
N-range
Type
60 MVA
Daya
150/20 kV
Tegangan
2006
Tahun Buat
P060LEC417-02
No Seri
4/26/2007
Tahun Operasi
Pada hari Selasa tanggal 15 Januari 2019 pukul 13.34 WIB PMT 150 dan 20 kV Trafo 2-
60 MVA GI Bawen trip dengan rele yang bekerja differensial fasa R & T, announciator 150 kV
AVR blocked& AVR Alarm. Kondisi cuaca pada saat gangguan dalam kondisi hujan dan
gangguan bersamaan penyulang BWN.7 trip dengan indikasi rele GFR high set 2 fasa R-N,
diketahui dari hasil investigasi dan pengecekan aplikasi deteksi petir diketahui bahwa
sambaran petir mengenai rise pole 20 kV dengan arus gangguan sebesar 11,5 kA.
Gangguan mengakibatkan pemadaman konsumen sebesar 7,14 MWh dan
berdasarkan hasil investigasi lapangan diketahui bahwa Trafo 2-60 GI Bawen breakdown pada
tersier dan dinyatakan tidak siap operasi . Cuaca pada saat gangguan dalam kondisi hujan
deras dan disertai petir. Berdasarkan info dari GI Bawen diketahui terdengar suara ledakan di
rise pole pertama. Dari pengecekan aplikasi deteksi petir dan temuan lapangan, telah terjadi
sambaran petir di dekat GI dan mengenai jaringan SUTM dengan peack current petir sebesar
21 kA. Rele OCR/GFR sisi penyulang trip dengan Fault Clearing Time 70 ms. Sedangkan Rele
OCR/GFR incoming mengalami pickup (tidak trip). Analisa DFR Rele Differensial Trafo
menunjukkan fault external dan dilanjutkan adanya kenaikan arus pada sisi primer Fasa T.
Selanjutnya dilakukan pengujian tahanan Isolasi dan tangen delta Trafo. Dari pengujian
tersebut didapatkan hasil yang baik. Sehingga pada pukul 17.10 dilakukan penormalan bay
trafo. Sesaat setelah penormalan, muncul alarm bucholz relay. Trafo dipadamkan emergency
pukul 17.17 guna investigasi lebih lanjut dan dilakukan pengujian lengkap. Dari pengujian
35
lengkap yang dilakukan, diketahui trafo mengalami breakdown pada belitan tersier. Breakdown
pada belitan trafo diakibatkan oleh gangguan petir pada jaringan SUTM. Trafo dinyatakan
tidak siap operasi dan akan dilakukan penggantian dengan trafo baru peruntukan GI Wates.
Beberapa hasil asesmen trafo 2 60 MVA GI Bawen :
1 Analisis Gangguan
Di bawah ini analisis gangguan trafo 2 60 MVA GI Bawen terdiri dari analisis DFR dan hasil
asesmen kondisi trafo.
a. Analisis DFR
Berdasarkan hasil pembacaan DFR Rele Differensial di GI Bawen Bay Trafo 2, gangguan
diawalidengan external fault 11,8 kA. Gangguan di clearkan oleh rele OCR/GFR penyulang.
Akan tetapi di sisi primer trafo fasa T masih terdapat kenaikan arus sebesar 1,2 kA. Gambar 18
menunjukkan rekaman DFR rele differensial trafo 2 GI Bawen.
36
b. Asesmen Kondisi Trafo
1. Trafo 2-60 MVA Bawen merk Unindo type N-range dibuat tahun 2006 dan beroperasi sejak
26 April 2007, umur trafo 12 tahun tergolong muda.
2. Hasil akumulasi through fault current Trafo 2-60 MVA GI Bawen sudah dalam kondisi bahaya
mengingat intensitas gangguan penyulang tinggi.
3. Berdasarkan hasil pengujian tahanan isolasi, terjadi penurunan nilai indekspolarisasi dan nilai
tahanan isolasi individu pada belitan tersier-ground, terindikasi telah terjadi pemburukan pada
belitan dan isolasi.
37
4. Berdasarkan hasil pengujian tandelta, telah terjadi perubahan nilai kapasitansi dan power factor
dari hasil pengujian sebelumnya, terindikasi telah terjadi pemburukan isolasi pada belitan pada
tersier-ground.
5. Dari hasil uji DGA pada tanggal 17 September 2018, TDCG masih dalam kondisi normal, setelah
gangguan terjadi peningkatan signifikan TDCG menjadi level 3 dan key gas ethylene, ethane,
methane dan acetylene. Berdasarkan analisa duval triangle telah terindikasi terjadinya high
energy discharge paska trafo mengalami impuls petir.
38
Tabel 10 Hasil pengujian DGA Trafo 2 GI Bawen
6. Berdasarkan hasil pengujian tegangan tembus paska gangguan pada oil sampling bottom
(58,8 kV/2.5) mm2 dan top maintank (66.3 kV/2.5 mm2), minyak isolasi masih dalam memenuhi
standar (kondisi normal).
Pada hari Selasa tanggal 01 Desember 2015 pukul 19.29 WIB Trafo 1-60 MVA GI 150 kV
Solobaru trip pada beban 32 MW / 10 MVAR dan energi tidak tersalurkan 100,27 MWh dengan
rele yang bekerja differential dan announciator yang muncul diff protection operated, trip relay
39
operated, CB lock out. Cuaca pada saat gangguan hujan lebat disertai petir. Berdasarkan
pengecekan visual, pengecekan rangkaian proteksi, event, pengujian tahanan isolasi, tangen
delta belitan trafo dengan hasil uji sesuai standar SKDIR 520, maka dilakukan langkah
penormalan Trafo 1-60 MVA GI 150 kV Solobaru pada tanggal 2 Desember 2015 pukul 01.02
WIB namun trip kembali dengan rele yang bekerja differential dan announciator yang muncul
diff protection operated, trip relay operated, CB lock out. Setelah dilakukan pengecekan visual
ulang, pengujian ulang tahanan isolasi dan pengujian tangen delta belitan Trafo, maka pada
tanggal 2 Desember 2015 dinyatakan trafo 1-60 MVA tidak siap operasi dikarenakan ada
kenaikan hasil tangen delta, tahanan isolasi, rdc dan SFRA yang melampui standar SKDIR 520.
Dari hasil pengujian tahanan isolasi, tangen delta, SFRA diketahui terjadi pemburukan isolasi
tersier. Pemburukan belitan tersier dimungkinkan karena trafo sudah melewati withstand
capabilitynya.
Trafo merk Unindo type ONAN (P060LEC579-03) dengan tahun pembuatan 2009. Hasil
investigasi pengukuran paska breakdown pada tanggal 04 Januari 2018 melalui pengujian DGA
memperlihatkan adanya thermal fault dalam trafo, melalui pengujian tan delta
40
memperlihatkan adanya short pada belitan tersier, melalui pengujian tahanan isolasi
memperlihatkan tersier-ground bernilai 0 yang mengindikasikan terjadi short pada
belitantersier.
Hasil uji DGA minyak main tank memperlihatkan kenaikan kandungan gas hidrokarbon
terutama C2H4, C2H6 dan C2H2. Kondisi TDCG trafo 3 GI Pati berada pada kondisi 3. Metoda
analisa key gases dan analisa duval menunjukkan adanya thermal fault dalam trafo.
Saat pengujian tan delta di pemeliharaan rutin 2018, mode uji CTG (tersier-ground) muncul
indikasi inverter trip yang mengindikasikan bahwa tegangan uji short.
41
Tabel 14 Pengujian Tahanan Isolasi Trafo 2 GI Pati
1' 10' IP 1' 10' IP 1' 10' IP 1' 10' IP 1' 10' IP 1' 10' IP
Saat pengujian tahanan isolasi di pemeliharaan rutin tanggal 12 maret 2014, 17 maret 2016 dan
04 januari 2018, mode uji tersier-ground adalah nol.
Trafo merk Unindo dengan seri P060LEC354-01 mengalami breakdown pada hari Sabtu
tanggal 07 Agustus 2010 pukul 17.06 WIB. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap data dan fakta
serta hasil pengamatan di lapangan, penyebab terjadinya kerusakan trafo adalah karena
adanya gangguan penyulang 20 kV KPK. 11 yang dipasok oleh Trafo-1 sebanyak 3 (tiga) kali
dengan arus hubung singkat yang besar (mencapai 15 s/d 16 kA). Hasil investigasi melalui
pengukuran uji tahanan isolasi kumparan primer – tanah, tersier – tanah dan primer – tersier
rendah rendah (IP <1,0). Hasil uji tahanan isolasi kumparan primer – tanah, tersier – tanah dan
primer – tersier rendah (IP <1,0 ).Hasil pengukuran melalui Tahanan DC kumparan fasa R
rendah (1,1128 Ohm). Hasil uji rasio belitan pada kumparan fasa R pada tap rendah
menunjukkan deviasi tidak sama dengan fasa lainnya. Hasil uji SFRA menunjukkan fasa R baik
untuk kumparan primer dan sekunder menunjukkan respon yang berbeda dengan fasa
lainnya.
42
Gambar 20 Hasil Uji SFRA kumparan Primer Trafo 1 GI Krapyak
Trafo merk unindo type TTUB dengan tahun pembuatan dan tahun operasi 2003 mengalami
gangguan pada tanggal 18 Desember 2010. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap data dan fakta
serta hasil pengamatan di lapangan, penyebab terjadinya kerusakan trafo karena penyulang
20 kV PTI.4 flashover pada Busbar 20 kV (kondisi korosi) dengan arus gangguan yang besar ±
25 kA. Hasil pembacaan DFR diketahui arus gangguan sebesar ±25 kA. Tripnya PMT 20 kV
43
Trafo 2 – 60 MVA bersamaan dengan timbulnya suara keras & asap di sekitar panel incoming.
Hasil uji rasio primer &sekunder untuk fasa R,T> 0,5 %. Hasil uji tahanan isolasi untuk tersier –
ground zero. Hasil uji tangen delta untuk tersier – ground zero. Hasil uji SFRA terjadi deformasi
pada belitan tersier.
Dari hasil investigasi gangguan trafo pada tanggal 21 September 2013 menghasilkan melalui
pengujian SFRA menunjukkan belitan primer S sudah menggeser dari posisinya (deformasi
belitan S). pengujian tahanan isolasi menunjukkan terjadinya short circuit pada belitan tersier
terhadap ground. Pengujian tan delta tidak terukur karenaterjadinya short circuit pada belitan
tersier-ground. Pengujian dynamic resistance OLTC menunjukkan adanya kelainan
perpindahan Tap pada fasa S.
44
3.2.8 Trafo 1 60 MVA GI 150kV Krapyak
Trafo Unindo Type Nrange dengan tahun pembuatan 2010 dan tahun operasi 2010. Dari hasil
investigasi gangguan trafo pada tanggal 18 November 2014 terjadi gangguan trip PMT 150 kV
Trafo 1-60 MVA GI Krapyak dengan indikasi di announciator differential, OCR/GFR phasa ABC.
Gangguan bersamaan dengan trip nya penyulang KPK.11 dengan arus gangguan 11,266 kA.
Kondisi cuaca cerah (habis hujan). Dari investigasi menunjukkan hasil uji ratio terdapat deviasi
antar nameplate pada fasa S dengan hasil uji yaitu ± 2%. Hasil uji tahanan isolasi menunjukkan
hasil baik kecuali pengujian tersier-tanah hasilnya 0 (Zero). Hasil uji tan delta menunjukkan
hasil baik kecuali saat injeksi melalui tersier alat uji trip saat tegangan 1 kV. Hasil uji dynamic
resistance menunjukkan hasil baik (grafik uji cenderung flat). Hasil uji SFRA mengindikasikan
adanya deformasi belitan pada fasa S.
Dari hasil investigasi gangguan disebabkan gangguan penyulang 20 kV double circuit pada
tanggal 02 Desember 2013. Hasil dari pengukuran pengujian tahanan isolasi tersier terhadap
ground menunjukkan nilai tahanan yang rendah. Pengujian tan delta tersier menunjukkan nilai
dissipation factory yang tinggi (CTG + CHT 70,33%). Pengujian ratio menunjukkan nilai deviasi <
0,5% (kondisi baik). Hasil pengujian SFRA menunjukkan belitan primer maupun sekunder masih
dalam kondisi baik.
45
Gambar 23 Hasil uji tahanan isolasi trafo 1 Brebes
Trafo merk unindo type NRange tahun pembuatan 2005 dan operasi 1 Oktober 2006. Trafo II
150/20 kV – 60 MVA GI Wonogiri memasok beban di Wonogiri dengan kapasitas terpasang
sebesar 60 MVA. Pada hari Selasa tanggal 23 Maret 2010 pukul 15.21 WIB terjadi gangguan
pada trafo II, yang menyebabkan PMT 150 kV dan 20 kV trip oleh rele differential fasa R & T
(rele OCR/GFR di sisi 20 kV starting fasa T). Beban sebelum gangguan sebesar 27 MW / 9,5
MVAR. Pada saat Trafo II – 60 MVA trip, keadaan cuaca hujan deras disertai petir dan beban
Trafo II – 60 MVA dipindah ke GI Pedan dan GI Solobaru. Gangguan tersebut, mengakibatkan
beban padam sebesar 12,8 MW selama 264 menit, setara dengan energi tak tersalurkan
sebesar 56,32 MWh. Dari hasil investigasi di lapangan, gangguan bermula dari meledaknya
terminating kabel WNI7 pada raisepole pertama fasa T yang mengakibatkan terjadi hubung
singkat fasa T ke tanah yang sangat dekat dengan trafo, hasil analisa DFR menunjukkan
besarnya arus gangguan 11,371 kA selama 53,75 ms. Arus hubung singkat tersebut tidak dapat
ditanggung oleh trafo (sejak operasi trafo mengalami gangguan penyulang sebanyak 159 kali).
Hal ini mengakibatkan rusaknya isolasi belitan tersier trafo yang ditunjukkan dari hasil uji
tahanan isolasi, indeks polarisasi, tangen delta, SFRA dan DGA.
46
Gambar 24 Hasil pengujian tahanan isolasi trafo 2 Wonogiri
Tabel 17 menunjukkan bahwa total kerusakan trafo Unindo yang terjadi di TJBT adalah 22
kerusakan trafo dari total populasi sebanyak 134 trafo. Jadi kerusakan trafo Unindo yang terjadi
di TJBT meliputi 16 % dari populasi trafo Unindo di TJBT.
Penyulang 14 4
Internal 6 10
OLTC 0 8
Kerusakan Bushing 0 12
Total 22 41
Tabel 18 dan 19 menunjukkan bahwa tidak ada kerusakan trafo Unindo yang terjadi di TJBB
dari total populasi sebanyak 78 trafo Unindo. Jadi kerusakan trafo Unindo yang terjadi di TJBB
meliputi 0% dari populasi trafo Unindo di TJBB. Jika ditambahkan dengan data trafo TJBT
47
wilayah Jawa Barat di mana ada 1 trafo Unindo yang rusak, persentase trafo Unindo rusak di
Jawa Barat terhadap total populasi adalah 1%.
Tanggal Umur
No Merek Trafo Region GI Penyebab Kerusakan Ket
Kejadian Trafo
UPT
SHORTED WINDING TURN PADA
4 Scheneider RJBR PURWAKARTA 21-08-08 31 Internal
PHASA T (PRIMER )
/RJBR
48
Trafo fasa t gangguan internal dan
7 Alsthom Jakarta Barat Kembangan 27 Sep 2009 18 Internal
terbakar
12 Alsthom Cawang Gandul 05 Juni 2014 33 Hasil assesmen dibawah standar Imbas alam
GI 150 KV
13 Hyundai Cirebon 31-May-15 27 Imbas alam
TASIKMALAYA
49
Tabel 19 Faktor Penyebab Kerusakan trafo di TJB Barat
Penyulang 0 2
Internal 0 5
OLTC 0 1
Kerusakan Bushing 0 2
Total 0 13
0
Penyulang Internal OLTC Kerusakan Bushing Lainnya (imbas
alam)
Unindo Non-Unindo
50
3.2.13 Data Kerusakan Trafo pada TJB Timur
Tabel 20 dan 21 menunjukkan bahwa total kerusakan trafo Unindo yang terjadi di TJB Timur
adalah 2 kerusakan trafo dari total populasi sebanyak 72 trafo. Jadi kerusakan trafo Unindo
yang terjadi di TJB Timur meliputi 2.7 % dari populasi trafo Unindo di TJB Timur.
Merek Tanggal
No Region GI Umur Trafo Penyebab Kerusakan Ket
Trafo Kejadian
51
UPT
6 Xian RJTB 09-07-2008 7 kerusakan tap changer OLTC
GRESIK/RJTB
Kerusakan Internal.Kerusakan
8 ABB Gresik Babat 22 Sept 2011 7 internal OLTC, rumah fix kontak OLTC
pecah dan diverter putus (phasa S)
04 - 09
12 ABB Surabaya GI Pamekasan September 18 Diverter switch rusak OLTC
2013
52
beban dimanuver oleh PLN
Distribusi.
29 November
18 ABB Bali Gianyar 34 Uprating Imbas alam
2014
53
Tabel 21 Faktor penyebab kerusakan trafo di TJB Timur
Penyulang 0 2
Internal 0 2
OLTC 1 10
Kerusakan Bushing 0 0
Total 2 21
10
0
Penyulang Internal OLTC Kerusakan Lainnya (imbas
Bushing alam)/uprating
Unindo Non-Unindo
54
3.3 Analisa Data Kegagalan Trafo Berdasarkan Data Survey dan Hasil
Investigasi Kerusakan Trafo
Tabel 4 pada subbab 3.1 menunjukkan data kerusakan trafo 150kV/20kV yang terjadi di PT PLN
Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Tengah (PLN TJBT) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
(2008-2018). Terdapat 63 kali kerusakan trafo pada 15 merk trafo di PLN TJBT, dengan lebih
dari sepertiga kerusakan (22 kali) terjadi pada trafo bermerek Unindo. Kerusakan trafo tersebut
disebabkan oleh gangguan: penyulang, internal, OLTC, kerusakan bushing, dan imbas alam.
Kerusakan 22 trafo Unindo disebabkan oleh gangguan penyulang (14), kerusakan internal (6)
dan kejadian lainnya (2).
Data yang lebih terperinci menunjukkan bahwa 13 dari 14 kerusakan trafo Unindo yang
disebabkan oleh gangguan penyulang terjadi di Jawa Tengah, dan hanya 1 kerusakan trafo
yang terjadi di Jawa Barat.
Rapat PLN TJBT dengan Unindo pada tanggal 21 Februari 2018 menemukan dugaan bahwa
penyebab kerusakan trafo adalah desain trafo Unindo yang tidak sesuai dengan konfigurasi
sistem kelistrikan di Jawa Tengah. Sistem tenaga listrik di Jawa Tengah menggunakan sistem
pengetanahan solid grounded, tanpa neutral grounding resistor (NGR). Sebagian trafo unindo
yang telah dipasang di wilayah Jawa Tengah adalah trafo bertipe TTUB (diproduksi tahun 1994-
2000), TTHRV (1994-2000) dan N-Range (2000-2012) yang diperuntukkan bagi sistem yang
ditanahkan dengan NGR (neutral grounding resistor).
Untuk mengkonfirmasi dugaan bahwa kerusakan trafo Unindo 150kV/20kV di Jawa Tengah
disebabkan oleh system kelistrikan 3 fasa 4 kawat dengan pengetanahan solid grounding
(tanpa NGR), ditunjukkan data persentase kerusakan trafo Unindo terhadap total populasi
trafo Unindo di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tabel 17-19 pada subbab 3.2.11,
subbab 3.2.12, dan subbab 3.2.13. Persentase kerusakan trafo Unindo terhadap total populasi
trafo Unindo di Jawa Barat (TJBB dan sebagian TJBT), Jawa Tengah (TJBT dikurangi TJBT Jawa
Barat), dan Jawa Timur (TJB Timur) adalah 1%, 16%, dan 2%. Data ini menunjukkan bahwa
persentase kerusakan trafo Unindo di Jawa Tengah terhadap jumlah populasi trafo Unindo di
Jawa tengah adalah jauh lebih besar dari pada di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini
55
menunjukkan bahwa berdasarkan data statistik kerusakan trafo, kerusakan trafo Unindo tipe
TTUB, TTHRV, dan N Range disebabkan trafo Unindo tersebut dipasang pada daerah dengan
pengetanahan solid grounded tanpa NGR (Jawa Tengah).
Berdasarkan hasil survey pada subbab 3.1 diketahui bahwa sebagian besar kerusakan trafo
Unindo terjadi pada belitan tersier. Hasil-hasil investigasi kerusakan trafo menunjukkan
terjadinya penurunan tahanan isolasi belitan tersier menjadi sangat rendah mendekati atau
sama dengan 0 yang menunjukkan terjadinya hubung singkat pada belitan tersier akibat
breakdown. Hasil analisis gas terlarut DGA menunjukkan kenaikan signifikan gas C2H2
(acetylene) yang menunjukkan adanya indikasi arcing pada belitan trafo. Hasil analisis DGA
juga menunjukkan kenaikan TDCG (total dissolved combustible gas) yang menunjukkan telah
terjadinya high energy discharge. Hasil spectrum frequency analysis (SFRA) juga menunjukkan
telah terjadinya deformasi belitan tersier. Breakdown belitan tersier trafo ini pada umumnya
disebabkan oleh gangguan penyulang. Pada beberapa kasus belitan tersier dialiri arus
gangguan sekitar 15-16 kA dan belitan tersier mengalami breakdown. Pemburukan belitan
tersier dimungkinkan karena trafo sudah melewati withstand capability-nya.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada trafo setelah breakdown mengindikasikan
bahwa ada sebagian besar trafo mengalami deformasi pada belitan tersier. Seperti dari hasil
laporan gangguan Trafo 1-60 MVA GI 150 kV Solobaru, dimana gangguan terjadi pada hari
selasa tanggal 01 Desember 2015 yang mengakibatkan trafo breakdown. Dari hasil pengujian
SFRA diketahui bahwa telah terjadi pemburukan atau deformasi pada belitan tersier yang
mengakibatkan breakdown pada belitan tersier.
56
Gambar 27 Hasil Pengujian SFRA pada belitan tersier
Pemburukan belitan tersier dimungkinkan karena trafo sudah melewati withstand capabilitinya.
Deformasi pada belitan dihasilkan oleh gaya inrush dan arus hubung singkat. Umumnya, sinyal
getaran yang berasal dari tangki transformator diambil sebagai prediksi atau pendeteksian
untuk mempelajari gaya elektromagnetik atau deformasi pada belitan. Arus transien yang
sangat tinggi yang mengalir ke belitan transformator adalah fungsi dari jumlah impedansi
transformator dan impedansi sistem.
Medan magnet yang besar dan tereksitasi oleh arus hubung singkat dapat menghasilkan gaya
elektromagnetik dinamis yang bekerja pada tembaga di setiap belitan. Gaya elektromagnetik
yang cukup besar dapat mengakibatkan diformasi pada belitan sekunder trafo. Seperti pada
persamaan gaya lorentz :
𝐹 = 𝐼𝑙 𝑥 𝐵
57
Gambar 28 Leakage flux yang dihasilkan oleh arus gangguan.
Gambar 29 mengilustrasikan distribusi Leakage flux yang dihasilkan oleh arus gangguan.
Komponen aksial dan radial dari kerapatan gaya dihitung dengan menggunakan komponen
yang sesuai dari kerapatan fluks dan kerapatan arus tiap elemen.
58
Stres mekanik yang dihasilkan dalam konduktor dan spacer menghasilkan dua gaya, yaitu gaya
tarik yang disebabkan oleh gaya luar dan gaya tekan yang disebabkan oleh gaya dalam, seperti
gambar 30. Dari ilustrasi gambar 30 dapat diilustrasikan bahwa arus gangguan pada belitan
tersier dapat menghasilkan gaya dan medan magnet yang dapat mempengaruhi belitan. Jika
gaya yang dihasilkan lebih besar daripada kekuatan belitan tersier maka dapat menghasilkan
deformasi pada belitan tersebut.
Gambar 30 Diagram trafo hubungan Y-Y dengan penambahan belitan tersier yang terhubung delta
59
3.4.2 Fungsi belitan tersier
Dengan penambahan belitan yaitu belitan ketiga setelah belitan primer dan belitan sekunder
dalam sebuah transformator yang dapat terhubung ke kompensator, reaktor atau sirkuit tambahan
untuk menyuplai daya dengan tegangan yang berbeda dari belitan sekunder. Untuk transformator
dengan belitan primer dan sekunder yang terhubung Y (Wye) mempunyai fungsi sebagai :
a. Untuk menstabilkan tegangan ke netral, ketika terhubung delta.
b. Untuk mengurangi besarnya harmonisa ketiga ketika terhubung delta.
c. Untuk mengontrol nilai impedansi urutan nol.
d. Untuk menyuplai beban.
Transformator tiga phasa yang terhubung Y-Y dengan penambahan belitan tersier yang
terhubung delta mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk menstabilkan titik netral dari tegangan pada frekuensi dasar ( tegangan phasa
ke phasa mempunyai nilai yang sama, nilai setiap tegangan phasa akan berbeda jika
titik bintang netral tidak dibumikan).
b. Untuk meminimalkan tegangan harmonisa ketiga dan efek yang dihasilkan pada suatu
sistem (tegangan lebih dapat terjadi dengan resonansi antara kapasitansi urutan nol
dari sisi primer / sekunder dan transformator induktansi harmonik ketiga).
c. Untuk mengurangi pengaruh dari jaringan telepon karena harmonisa ketiga dari arus
dan tegangan (yaitu arus netral dari belitan ke sumber netral melalui ground,
menginduksi sinyal yang mengganggu kabel komunikasi terdekat).
d. Untuk meminimalkan sisa magnetik arus searah dalam inti transformator.
e. Untuk menurunkan impedansi urutan nol pada transformator dengan belitan yang
terhubung Y ( yaitu untuk memperoleh arus gangguan yang cukup untuk menjalankan
relay pada saat terjadi gangguan satu phasa ke tanah dan juga untuk membatasi X0 /
X1 <3, sehingga selama terjadi gangguan satu phasa ke tanah, tegangan phasa lainnya
yang sehat tidak akan melebihi nilai tegangan dasar dari penangkal petir).
f. Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh adanya fluks yang berasal dari
urutan nol yang menimpa tangki dan bagian logam lainnya.
60
3.4.4 Penggunaan belitan tersier untuk menyuplai beban lokal
Hal ini tergantung pada kekritisan transformator tertentu pada tingkat keandalannya atau
ketersediaan grid. Hal ini sudah umum dilakukan dengan menggunakan belitan tersier
transformator untuk menyuplai beban reaktif atau beban kapasitif dalam mengkontrol grid
sebelum pengembangan sistem reaktor EHV dan STATCOM atau SVC yang mana mempunyai
tujuan yang sama. Hal ini tidak akan bijaksana untuk menggunakan tersier dengan daya 1000
MVA atau 1500 MVA pada Transformator Bank untuk menyuplai beban stasiun (pembangkit)
atau beban distribusi terdekat karena setiap kegagalan pada belitan tersier akan
mempengaruhi aliran daya yang besar pada grid. Setiap beban tersebut lebih baik
dilakukandengan membiarkan belitan tersiertransformator pada transformator utama untuk
menghindari gangguan phasa ke phasa di sisi tersier pada transformator utama.
Selama 25 tahun pertama rekayasa atau penerapan suatu teknologi pada transformator, tidak
ada yang memikirkan kebutuhan menstabilkan dengan belitan tersier. Selama periode awal
jenis hubungan belitan tiga phasa, hubungan belitan transformator biasanya menggunakan
hubungan delta-delta dan manfaat dari hubungan bintang jelas telah mengetahuinya. Tapi
ketika hubungan transformator dengan star / bintang dibumikan (YYN) digunakan untuk
Transformer HV / LV pada masa itu (bukan kedua netral primer dan sekunder star sisi berliku
kokoh dibumikan, pada hari ini) beberapa masalah muncul dalam hubungan transformator
jenis ini. Masalah ini adalah harmonisa ketiga tegangan pada keluaran transformator yang
menimbulkan tegangan lebih pada jaringan, pergeseran netral menimbulkan tegangan phasa
yang tidak sama (selama satu phasa berbeban atau pembebanan yang tidak seimbang) arus
netral dari harmonisa ketiga arus yang ada (substansial pada masa itu) menciptakan gangguan
pada jaringan telepon, tidak adanya terdeteksi gangguan ke ground karena relay tidak bekerja
disebabkan karena arus gangguan yang tidak memadai atau kecil. Belitan tersier sebagai
stabilisator biasanya dipasang atau ditempatkan sebagai belitan terdalam dekat dengan inti
transformator. Kadang-kadang juga ditempatkan sebagai belitan terluar karena alasan
ekonomi.
61
3.4.6 Bagaimana menentukan rating belitan tersier?
Kajian mengenai belitan tersier yang akan digunakan untuk menyuplai i beban tambahan
(seperti beban stasiun (pembangkit), kapasitif atau beban reaktif) maka rating tegangan dan
impedansi dengan belitan lainnya harus mempunyai kesesuaian. Perlu diingat bahwa dalam
kasus auto-transformator, jika belitan tersier yang akan digunakan semata-mata untuk beban
reaktif atau beban kapasitif, hal ini harusnya belitan (primer-sekunder-tersier) memiliki rating
daya seperti 100/100/ 40MVA sebagai contoh (primer-sekunder-tersier) yaitu ketika belitan
primer dan sekunder menangani daya MVA dari 100 MVA, hal ini dimungkinkan untuk
memberi rating daya sebesar 40MVA pada belitan tersier. Tentu saja, dalam kasus seperti ini
belitan umumnya akan mendapatkan kelebihan beban (tergantung pada aliran daya dari
primer ke sekunder atau sebaliknya) dan begitu juga desain perlu diperhatikan juga. Di tahun
1960-an, beberapa perusahaan telah memesan untuk auto-transformator (Perusahaan Listrik
Negara Bagian Kerala, dengan rating daya dari auto-transformers yaitu 31,5 MVA dan 50 MVA
110/66 kV).
Hal lain yang harus dipertimbangkan pada transformator dengan 3 belitan yang mempunyai
nilai rating daya MVA yang berbeda untuk sekunder dan tersier adalah pada pemilihan
impedansi. Untuk pembagian beban yang tepat, impedansi harus dipilih sedemikian rupa
sehingga Z2 / Z3 = P3 / P2 di mana P2 & P3 adalah rating daya MVA sekunder dan tersier,
untuk daya (MVA) primer = P2 + P3. Z2 & Z3 adalah impedansi per-unit untuk sekunder dan
tersier bentuk T setara dengan impedansi pada rangkaian bintang. Impedansi primer ke tersier
= Z1 + Z3, impedansi primer ke sekunder = Z1 + Z2, impedansi sekunder ke primer = Z2 + Z3.
Hal ini penting juga untuk memilih impedansi pada belitan tersier sehingga untuk semua jenis
kesalahan, arus gangguan di tersier atau sekunder tidak begitu besar (biasanya kurang dari 6-
10 kali rating arus pada belitan transformator yang besar dan 8-12 kali rating arus pada
transformator kecil) untuk daya 150 MVA transformator bank tiga belitan 220/66/11 kV (baik
impor maupun dari india) yang berulang kali terjadi kegagalan di Bhakra Switchyard selama
tahun 1970 sampai 1980 disebabkan dalam pemilihan nilai impedansi belitan yang tidak biasa
atau tidak sesuai.
Persyaratan hubung singkat (yaitu arus pada belitan tersier) selama terjadi gangguan satu
phasa ke tanah baik pada sisi HV atau LV, harus ditentukan ukuran konduktor dan pengaturan
belitan tersier sebagai stabilisator. Tingkatan rating dari belitan tersier sebagai stabilisator
62
(yang pendinginan harus disediakan) tergantung pada sejauh mana pembebanan tidak
seimbang dilihat oleh transformator. Bagian pertama, biasanya nilai rating tersier
membutuhkan 1/3 dari kapasitas daya MVA. Dalam auto-transformator, umumnya 35% dari
kapasita daya MVA atau 1/3 dari MVA elektromagnetik (yaitu {(HV-LV) / HV} tegangan x
kapasitas MVA) biasanya ditetapkan dengan maksud untuk mencapai arus hubung singkat
yang memadai berdasarkan kemampuan transformator dalam menahan arus hubung singkat
selama terjadi gangguan ke tanah di HV atau LV sisi. Tapi Di India, kapasitas belitan tersier
auto-transformator umumnya 1/3 dari kapasitas MVA transformator, bukan kapasitas MVA
(elektromagnetik). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kemampuan ekstra belitan tersier
dalam menahan arus hubung. Rating tegangan pada belitan tersier sebagai stabilisator dapat
diserahkan pada pihak fabrikasi untuk memutuskanya. Biasanya tegangan 11KV dengan
kapasitas daya 100 MVA pada Transformer atau lebih besar lagi, tegangan 33 kV maka dibuat
belitan yang lebih kuat dan membatasi arus dengan nilai yang wajar. Namun BIL (Basic
Insulation Level) dari bushing tersier harus mencukupi untuk menahan lonjakan arus yang
ditransfer dari belitan sisi tegangan tinggi terdekatnya. Dalam kasus, di mana belitan 132 kV
dekat dengan belitan tersier (220/132/11kV dari Transformator) 170 kV dari BIL (33 kV)
disediakan untuk tersier dan dalam kasus (400/220/33 kV dari Transformator) 250 kV BIL
(52kV) disediakan.
Di India, penggunaan belitan tersier sebagai stabilisator dengan hubungan transformator yaitu
bintang / star. Pada tahun 1960, ukuran transformer cukup rendah (misalnya 20 MVA 132/66
kV auto-transformator, 4MVA 66/11 kV, 8 MVA 132/11 KV dll) dan ukuran belitan tersier pada
unit seperti itu adalah kecil, 1/3 dari kapasitas daya MVA dengan lebar belitan kurang dari 20
mm. Belitan denga ukuran sekecil itu rentan terhadap kerusakan dari gangguan arus yang
mengalir ke belitan tersier, selama terjadi gangguan phasa ke tanah (Line to Ground) pada sis
primer atau sekunder. Jenis gangguan akan terus meningkat ketika tingkat gangguan pada
sistem dalam grid naik. Sistem yang konsekuens dengan rendahnya nilai impedansi, maka arus
gangguan meningkat, hal ini akan berdampak buruk pada belitan tersier. Di beberapa tempat,
di mana masalah menjadi serius, pabrikan membuka belitan tersier di salah satu sudut,
membawa dua terminal melalui bushing terpisah, dimana satu terminal ditanahkan dan
terminal lainnya dalam keadaan tidak ditanahkan. Hal ini pada dasarnya, untuk menghilangkan
63
belitan tersier sebagai stabilisator yang karena itu tidak ada arus gangguan yang mengalir
pada belitan tersier dan dengan demikian kegagalan transformator dapat dicegah. Pada
transformator baru, CBIP merekomendasikan untuk menghilangkan belitan tersier sebagai
stabilisator pada transformator yang terhubung Ynyn sampai kapasitas daya 20 MVA pada
tahun 1973 dan kemudian diperpanjang untuk 50 MVA (1975) dan 100 MVA (1987).
India pertama yang membuat auto-transformator 100 MVA 220/132/11 kV yang diproduksi
pada awal 1970-an dan beberapa unit dalam waktu singkat gagal dalam operasional. 11 kV
belitan tersier sebagai stabilisator dengan nilai tegangan 12 kV , 95 kV bushing BIL. Salah satu
sudut delta diground dan terminal lainnya disediakan Lightning Arrester 12kV. Meskipun
belitan tersier dengan terjadi lonjakan tegangan selama tes impuls pabrikan, bushing tidak
melihat adanya tegangan karena keduanya dibumikan selama pengujian. Jadi selama
operasional, lonjakan akan ditransfer atau melintas ke bushing tersier yang di ground
menimbulkan gangguan line to line karena salah satu terminal dalam kondisi di ground.
Transformers, di mana pabrikan menyediakan bushing tegangan tinggi (33 kV) untuk tersier,
bekerja tanpa ada masalah membuktikan kebutuhan untuk memberikan bushing tersier untuk
tegangan yang lebih tinggi. Dimana tegangan dinilai bushing yang lebih rendah diberikan
pada tersier, surge arrester dan peredam gelombang yang diperlukan pada terminal tersier
untuk mengurangi transfer lonjakan dalam menahan tegangan 12 kV pada bushing. Awalnya
pada tingkatan 15 kV, LA dan kapasitor disediakan. Itu juga gagal dan akhirnya pada tingkatan
18kV perangkat pelindung yang dipilih. Aturan praktis untuk memilih perangkat pelindung
untuk sistem yang belum ditetapkan adalah sebagai berikut.
Continuous power frequency withstandvoltage of LA = 1.1x nominal rated line to line voltage.
Rated voltage of LA shallbe still higher (18 kV and 54 kV for 11 & 33 kV tertiaries).
64
3.4.8 Kenapa belitan tersier sebagai stabilisator tidak lagi diperlukan saat ini?
Belitan tersier sebagai stabilisator tidak lagi diperlukan dalam Transformator 3 phasa 3 inti
magnetik karena alasan berikut. Hal yang mengejutkan adalah pada edisi pertama dari buku
Transformator dari J & P (1925) jelas disebutkan bahwa belitan tersier sebagai stabilisator tidak
diperlukan dalam transformator 3 phasa 3 inti magnetik. Tapi tampaknya insinyur melupakan
rekomendasi ini. Situasi saat ini jauh lebih baik dari pada masa-masa sebelumnya karena
perbaikan teknologi umumnya, belitan tersier sebagai stabilisator dapat dihindari pada
transformator yang terhubung Ynyn 3 phasa 3 inti magnetik, terlepas dari tegangan dan rating
daya MVA dan koneksi (auto-transformator atau 2 belitan).
1. Pasokan sistem jaringan kami adalah sistem yang solid grounded dan kenaikan nilai
impedansi urutan nol pada transformator yang terhubung Ynyn karena
dihapusnya/dihilangkannya belitan tersier tidak cukup seperti dapat dilihat pada tabel
1 dibawah ini. Perlu diingat bahwa impedansi urutan nol yang efektif tidak hanya
tergantung pada konstruksi transformator, tetapi juga pada kondisi sistem grounding
netral. Pada hubungan transformator dengan YNyn dengan solid grounded pada
kedua sisi, berkurangnya arus gangguan yang terdeteksi akibat penghapusan belitan
tersier tidak berarti mempengaruhi perlindungan sistem.
Tabel 22 Impedansi urutan nol dari transformator dengan dan tanpa tersier (Ref .Table 1 dari IEC
60.076-8: 1997 Aplikasi Panduan-1,2,3 mengacu pada impedansi urutan positif pada rangkaian HV,
LV,TV 12 mengacu pada impedansi urutan positif antara belitan HV-LV).
2. Arus yang ditarik dari transformator daya menjadi turun dari 5% dari semulanya
menjadi kurang dari 0,5% pada saat arus beban penuh, karena nilai yang CRGO yang
lebih baik dan sambungan yang lebih baik pada penempatan inti. Oleh karena itu arus
harmonisa ketiga menurun pada kawat arus netral. Kawat arus netral tidak lagi masalah
65
dengan sirkuit telekomunikasi di mana teknologi telah ditangani dari gangguan
dengan menghilangkan kawat tanah dengan menggunakan kabel serat optik.
a. Pengurangan biaya 5-10%. Jika tersier dan OLTC dihilangkan dalam 315 MVA atau 500
MVA 3 fase auto-transformer, penghematan biaya akan menjadi hampir 20-25%.
b. Pengurangan keseluruhan kerugian sebesar 2-5%
c. Keandalan yang lebih tinggi, karena belitan tersier memiliki kekuatan terhadap arus
hubung singkat yang lebih lemah.
3.4.10 Apakah kita memerlukan belitan tersier dalam auto trafo tegangan
ekstra tinggi?
Belitan tersier sebagai stabilisator dapat dihindari dalam dua belitan transformator yang
terhubung bintang / bintang, belitan tersier juga dapat dihilangkan dalam auto-transformator
3 fase 3 inti. Transformator tiga fasa, memiliki tiga inti tungkai (standar hingga 200 MVA), fluks
urutan nol dari setiap fase akan menutup jalur melalui celah antara belitan dan tangki atau
menabrak dinding tangki (karena tidak ada jalur magnetik untuk fluks dalam tiga tungkai inti
untuk melewati bagian samping tungkai) dan menciptakan arus sirkulasi, membentuk belitan
tersier virtual. Oleh karena itu peningkatan impedans urutan nol karena penghapusan belitan
tersier tidak cukup besar pada transformator tersebut. India memiliki beberapa auto
transformer 160 MVA 220/132 kV tanpa belitan tersier. Di luar negeri memiliki bank auto-
transformer 300-400 MVA 3 fase 400/220 kV dan 900-1600 MVA tanpa belitan tersier sebagai
stabilisator. Dan tidak ada masalah operasional serius yang dilaporkan.
Kita dapat merujuk rekomendasi oleh beberapa ahli transformator dalam hal ini. (1965,
M.Christoffel) Christoffel dari Brown Boveri menulis QUOTE Keadaan dalam auto-transformer
sangat mirip.
Dia mengatakan Tentu saja dimungkinkan untuk menghilangkan lilitan penyeimbang dalam
banyak kasus. Seperti beberapa tahun yang lalu (RJ Kayser: Interconnecting Auto Transformers,
CIGRE 1960, Laporan 119) Dalam beberapa publikasi terbaru (RF Brower: pengembangan 345
kV di wilayah metropolitan CIGRE1964, Laporan No.314) meskipun tidak ada alasan yang
66
diberikan, Tetapi kesimpulan yang diberikan mengatakan bahwa ketika mempelajari hubungan
antara 345 kV dan 138 kV menggunakan sistem auto-transformer, bahwa sebuah belitan
sebagai penyeimbang menimbulkan lebih banyak kelemahan daripada keuntungan. Namun
syaratnya adalah bahwa dua sistem memiliki reaktan urutan nol kecil.
Untuk transformator dengan belitan utama yang terhubung bintang (terpisah atau terhubung
otomatis) yang digunakan untuk sistem interkoneksi, kelihatannya sangat layak bahwa belitan
sebagai penyeimbang dapat dilepaskan dalam kondisi sistem tertentu.
Bernard Hochart (1982-B. Hochart) dari Alstom, Perancis menulis dalam bukunya, Penambahan
lilitan tersier meningkatkan biaya transformator sekitar 10 persen. Untuk auto-transformer,
tergantung pada voltase, kenaikan ini bisa mencapai 50 persen. Oleh karena itu, belitan tersier
harus dipertimbangkan hanya jika benar-benar diperlukan. Biasanya transformator yang
kekuatannya tidak melebihi beberapa puluh MVA, dengan tiga inti tungkai, tidak memerlukan
belitan tersier di delta. Autotransformers telah beroperasi dengan memuaskan seperti ini
selama beberapa tahun di Amerika Utara dan Eropa.
(a) India
Pada 1960-an, Madras State Electricity Board (TNEB) memesan beberapa Auto-Transformers
220/110 kV 3 fase di GE Canada. Spesifikasi tentang ada tidaknya belitan stabilissasi tidak secara
jelas, mengingat itu adalah bagian mutlak dari transformator. Tetapi pemasok memberikan
sesuai spesifikasi dan tidak memberikan belitan tersier pada Auto-Transformers. Selama
penyelidikan ditemukan bahwa penyebab seringnya gangguan kabel yang diketahui oleh P&T
pada kabel telepon mereka di dekat gardu Salem. Kemudian Trafo digantikan oleh unit dengan
belitan stabilisasi tersier dan kemudian masalahnya hilang. (Sumber: Insinyur MSEB tahun
1970-an).
Transformer 3 fase yang terhubung bintang / bintang tanpa tersier dipesan pertama kali di
negara ini oleh UPSEB pada awal tahun 1970-an. diantaranya adalah 12,5 atau 20 MVA, 132 kV
dan pada tahun 1973 setidaknya ada 20 unit dalam perbaikan. Awalnya beberapa kekhawatiran
muncul ketika operator mencatat adanya pemanasan pada tangki di luar permukaan, mungkin
diakibatkan selama pemuatan tidak seimbang dalam tiga fase. Grup CBIP yang bekerja pada
67
Transformers memutuskan dalam pertemuan mereka tanggal 1973-05-11, bahwa dalam
transformator yang terhubung bintang / bintang dengan netral yang dibumikan, belitan
stabilisasi yang terhubung delta tidak perlu disediakan untuk transformator 20 MVA atau
diatasnya. Juga dicatat bahwa tidak menggunakan belitan tersier dapat menghemat sebanyak
10 persen dari transformator. Dalam pertemuan pada 1975-07-07 & 08, diputuskan untuk
memperpanjang kisaran untuk penghapusan delta tersier hingga dan termasuk 50 MVA.
Pada tahun 1982, PSEB memiliki 130 transformer, MPEB 158 unit, BBMB 147 unit dengan
kapasitas hingga 50 MVA tanpa belitan tersier dan dilaporkan bekerja tanpa adanya masalah.
(1984-CBIP Technical Report 38, Studi tentang penyebab kegagalan belitan tersier
transformator daya dan perlindungannya, Halaman 61) C BIP, dalam edisi revisi Manual
Transformer tahun 1987, menghilangkan belitan tersier di YNyn yang terhubung dengan 3 fase
3 tungkai transformer hingga 100 MVA. Banyak utilitas membeli transformator tungkai 3 fase
3 hingga 160 MVA tanpa belitan tersier (mis. PGCIL 220/132 kV Auto-Transformers)
Reliance Jamnagar memiliki beberapa Transformer 174 MVA 220/33 kV tanpa tersier tetapi
dengan konstruksi inti 3 fase 5 tungkai , digunakan pada tahun 2015. Beberapa pembangkit
listrik di India memiliki transformator YNyn 255 MVA (3x85 MVA) 765/132 kV tanpa tersier
untuk memberi suplai tambahan.
Pada tahun 1980, AEP, USA memiliki 22 buah bank auto-transformator 525/241 kV tiga fase
dengan rating 900 hingga 1600 MVA (bank auto-transformator pertama digunakan pada
tahun 1967) di mana 7 bank auto-transformator tanpa tersier. (1981, P.L.Bellaschi).
Di Jerman belitan tersier selalu disediakan karena sistem mereka tidak dibumikan secara solid.
68
3.4.12 Masalah masalah yang kemungkinan timbul ketika belitan tersier
stabilisator dihilangkan
(a) trafo 3 fase 3 inti tungkai atau satu fase 2 inti tungkai
Biasanya tidak ada masalah yang terlihat dengan penghapusan tersier, dengan sistem
pentanahan efektif di mana X0 / X1 <- 3 dan R1 / R3 <- 1. Selama pembebanan satu fasa atau
pembebanan sekunder tidak seimbang, arus deret nol mengalir melalui netral, dengan fluks
magnetik urutan nol yang mengalir dari inti dan belitan ke dinding tangki. terkadang ini dapat
menghasilkan pemanasan lokal yang sedang hingga intens pada tangki. (2012, 2013- P.
Penabad –Duran).
a. Selama kegagalan LG pada sekunder, tegangan pada fase sehat akan naik. Seharusnya
tidak melampaui frekuensi daya maksimum dengan stand voltage dari lightning arresters.
b. Ketika tersier dihilangkan, Xo (Reaktansi urutan nol) akan naik (sedikit seperti kasus 3 fase
3 tungkai) dan dapat menjadi substansial dalam kasus 5 inti tungkai dan tiga fase. Ini dapat
menciptakan situasi Xo / X1 dari sistem lebih dari 3, tidak dapat diterima untuk sistem
pentanahan secara efektif. Jika lebih dari 3, level tegangan pada fase sehat selama
kesalahan LG akan naik, meningkatkan rating tegangan LA, sehingga mengurangi batas
pelindung pada belitan BIL.
c. Peningkatan Reaktansi urutan nol dari transformator menjadi sama dengan kapasitansi
urutan nol dari saluran, dengan demikian memulai resonansi seri dan tegangan lebih.
Situasi seperti itu dilaporkan dari BPA, USA pada tahun 1969. bank auto-transformer 1000
MVA 525/241 kV bekerja tanpa tersier. Tersier tetap terbuka dan dibumikan. (1971-
P.L.Bellaschi)
(c) Suatu transformator tanpa tersier dapat beroperasi secara paralel dengan unit-unit yang
memiliki tersier.
69
Tanpa belitan tersier dari rating tegangan menengah, pabrikan mungkin tidak memiliki
tegangan sumber untuk melakukan uji tanpa beban dan tegangan lebih yang diinduksi
khususnya dalam kasus EHV auto Transformers pada tegangan LV 220 kV ke atas. Dalam kasus
seperti itu, trafo lain yang tersedia di lini produksi harus digunakan untuk meningkatkan
tegangan sumber dan rugi-rugi dari trafo ini harus dikurangkan dari total rugi-rugi untuk
mendapatkan rugi-rugi dari trafo yang diuji. Mereka yang membuat reaktor EHV shunt akan
memiliki transformator pengujian reaktor yang dapat digunakan sebagai sumber HV untuk
pengujian transformator. Ketika tersier dihilangkan, belitan HV akan mendekati inti, dan
pelindung inti elektrostatik perlu disediakan seperti dalam kasus reaktor.
Ketika belitan tersier dibuka -Terminal tidak dibawa keluar- pabrikan harus bertanggung jawab
untuk mengisolasi terminal belitan delta di dalam tangki dan untuk menjaga lonjakan yang
ditransfer dari belitan primer dan sekunder. Biasanya dalam kasus seperti itu, satu terminal
delta akan dibumikan di dalam tangki, terminal pentanahan dapat diakses dari luar melalui
lubang inspeksi.
Solusi yang lebih baik adalah dengan membawa terminal delta keluar melalui dua bushing dan
ditanahkan pada body atau dibawa ke keluar dengan bus bar di porselen isolator. Keuntungan
dari hal ini adalah tersedianya terminal untuk menguji belitan tersier dan kemungkinan
mengisolasi tersier dengan membuka delta dan membumikan salah satu ujungnya dan
menjaga terminal lainnya tetap terbuka atau terhubung ke lightning arrester. Dalam kondisi
ini tidak ada arus yang akan mengalir melalui tersier selama kondisi gangguan. Ketika semua
terminal tersier dikeluarkan, satu terminal harus tetap di-ground. Hal ini dilakukan untuk
menghindari potensi yang tinggi di terminal tersier, terminal lain dapat dijaga dengan
menggunakan busing yang tingkat tegangan satu langkah lebih tinggi (misalnya untuk tersier
11 kV menggunakan Bushing 33 kV).
Tetapi jika busing memiliki kelas tegangan yang sama dengan belitan, 110 persen lightning
arrester harus disediakan di terminal ungrounded. Ketika semua terminal harus tetap
mengambang karena pembebanan sesekali dll, belitan harus tetap distabilkan terhadap tanah,
Ini dapat dicapai dengan beberapa cara - (a) menggunakan 3 fase 5 ekstremitas
elektromagnetik PT (dengan faktor kelebihan tegangan dari 1,9 selama 8 jam), terhubung ke
bus tersier (di grounded star neutral). (1967 Alexander).
70
3.4.14 Hal-hal penting yang terkait dengan operasi belitan tersier.
1. Dimungkinkan untuk menghilangkan belitan stabilisasi tersier di semua trafo tipe 3 fase
3 inti tungkai terlepas dari voltase, rating atau koneksi MVA (otomatis atau dua belitan).
Negara-negara lain memiliki pengalaman untuk menghilangkan tersier bahkan dalam
1 fase auto transformator dan 3 fase 5 inti tungkai. Tetapi dalam kasus seperti itu
diperlukan studi yang cermat untuk melihat bahwa impedans urutan nol yang
ditingkatkan tidak menciptakan masalah sistem. Sesuai teknologi saat ini, konstruksi
tiga fase 3 inti tungkai dimungkinkan hingga 200 MVA.
2. Menggunakan busing dengan tegangan satu langkah lebih tinggi untuk tersier. Maka
tidak ada perlindungan lonjakan khusus yang diperlukan di terminal tersier. Dalam
kasus transformator 3 fase, satu sudut lilitan tersier yang menstabilkan dapat tetap
dibumikan, untuk menghindari kemungkinan kesalahan pembumian dari dua terminal
lainnya. Dalam kasus bank di mana terdapat koneksi bus pembentuk delta yang luas,
sediakan pembumian netral melalui PTs fase tunggal dengan faktor tegangan 1,9. Salah
satu PT sekunder dengan peringkat 110/3 V dapat digunakan untuk koneksi delta yang
rusak untuk deteksi pentanahan. Dengan tegangan pengenal satu langkah lebih tinggi
dan BIL yang sesuai untuk belitan dan busing tersier, tidak diperlukan perlindungan
tambahan melalui LA atau peredam lonjakan yang diperlukan.
3. Pilih impedansi belitan tersier dengan berkonsultasi dengan pabrikan, sehingga
membatasi arus gangguan pada tersier dalam batas yang wajar. Pencocokan
impedansi ini akan diperlukan juga untuk pembagian beban yang tepat antara
sekunder dan tersier, ketika keduanya dimuat secara bersamaan, dengan input primer
umum. Ada ruang untuk mengurangi MVA tersier sebagai stabilisator, berdasarkan
arus gangguan aktual di tersier tergantung pada impedansi tersier.
71
3.5 Alternatif Solusi
Adapun alternatif dan solusi pada kajian breakdown trafo tenaga 150kV/20kV yang terjadi di
wilayah Jawa Tengah khususya trafo unindo adalah dengan cara sebagai berikut.
3.5.1 Belitan tersier dibuka dengan satu sisi belitan ditanahkan (open delta grounded satu titik)
Pada trafo YYd, arus gangguan satu fasa ke tanah akan besar karena arus hanya dibatasi oleh
reaktansi bocor belitan tersier dan sekunder. Reaktansi sumber tidak ikut membatasi arus
gangguan. Jika belitan tersier dibuka maka tidak ada lagi arus gangguan yang mengalir melalui
belitan tersier sehingga belitannya aman. Selain itu, dibukanya belitan tersier menyebabkan
arus gangguan di sisi sekunder akan menurun karena arus dibatasi oleh reaktansi bocor
sekunder, reaktansi bocor primer, dan impedansi sumber.
72
3.5.2 Menyisipkan Induktor (L) pada belitan tersier
Pada belitan tersier yang terhubung delta dibuka lalu disisipkan L. Dengan menyisipkan L maka
impedansi akan naik. Tetapi jikalau menyisipkan L maka harus terlebih dahulu mendesain L
nya.
73
Jl. Dayang Sumbi No.
7
Bandung
Tel. (022) 250-2533