Anda di halaman 1dari 31

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

Algoritma BHD Pada Orang Dewasa Berdasarkan AHA 2020

Dosen Pembimbing :

Su’udi, S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

1. Shinta Diah Fatnawati P27820518001


2. Fransiska Dafa Ainaya Efendi P27820518002
3. Yasvina Firyansari P27820518011
4. Lisya Iha Rodyah P27820518012
5. Intan Retno Kumala P27820518021
6. Farah Salsabila Santa P27820518022
7. Riski Fadhlan Purnama P27820518041
8. Miranda Mega Sholehah M P27820518043
9. Inggrid Tiara Aditami P27820518044

POLITEKNIK  KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No.02 Tuban


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan “Algoritma BHD Pada

Orang Dewasa Berdasarkan AHA 2020” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Su’udi, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen

mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja yang telah memberikan tugas ini kepada

kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

pengetahuan kita mengenai makalah Algoritma BHD Pada Orang Dewasa Berdasarkan AHA

2020. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-

kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,

saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu

yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang

yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang

kurang berkenan, kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa

depan.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……...………………………………………………………………..... ii

Daftar Isi………………………………………………………………………….......... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

1.1.............................................................................................................................. Lata
r Belakang….……………………………………………………….................. 1
1.2.............................................................................................................................. Ru
musan Masalah.................................................................................................... 3
1.3..............................................................................................................................Tuju
an Masalah.......................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

2.1..............................................................................................................................
Definisi................................................................................................................ 4
2.2..............................................................................................................................Tuju
an BHD............................................................................................................... 4
2.3..............................................................................................................................
Indikasi BHD...................................................................................................... 5
2.4..............................................................................................................................
Henti Jantung...................................................................................................... 5
2.5..............................................................................................................................Peny
ebab Henti Jantung.............................................................................................. 5
2.6..............................................................................................................................Pena
talaksanaan.......................................................................................................... 6
2.7..............................................................................................................................Gam
baran Umum Konsep Serangan Jantung pada Orang Dewasa............................ 7
2.8..............................................................................................................................Rant
ai Kelangsungan Hidup Dewasa......................................................................... 8
2.9.............................................................................................................................. Lan
gkah pemberian BHD.......................................................................................... 15

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 24

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 24

iii
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit mematikan dengan angka

kejadian yang tinggi, bahkan nomor satu di seluruh dunia dan dapat terjadi diluar

maupun didalam rumah sakit, Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering

ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung Angka kematian dunia

akibat penyakit jantung koroner berkisar 7,4 juta pada tahun 2012' Di Amerika

Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian

mendadak ternering.' Sedangkan prevalensi jantung koroner berdasarkan

wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan

terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.(Muthmainnah, 2019).

Jumlah angka kematian serangan jantung di seluruh dunia menurut

American Heart Association setidaknya mencapai lebih dari 17,6 juta kematian

per tahun pada tahun 2016 yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi 23,6

juta pada 2030. Di amerika penyakit jantung menyumbang 363.452 kematian pada

2016 dan menyumbang angka kejadian 605.000 serangan baru dan 200.000

kejadian berulang menurut data pada tahun 2005 hingga 2014, sehingga

diperkirakan sekitar terjadi kejadian serangan jantung setiap 40 detik (American

Heart Association, 2019). Di Indonesia angka kejadian penyakit jantung yang

menyebabkan kematian mencapai angka 26,4%. Dengan jumlah penyakit jantung

coroner 2% dan gagal jantung 0,43% dan diperkirakan ada 30 orang yang

terserang cardiac arrest setiap harinya (Badan Penelitian dan Pengembangan

1
Kesehatan, 2013). Sementara di jepang terjadi 70.000 pelaporan kasus OCHA

(Yamada dkk., 2016) dan di Indonesia diperkirakan mencapai angka 43.200 kasus

dari 4,8 juta kelahiran hidup (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular

Indonesia (PERKI), 2019).

Dengan angka kejadian cardiac arrest yang begitu tinggi menurut AHA pada

tahun 2015 angka kelangsungan hidup korban hanya mencapai 12%, dan

penyebab utama dari rendahnya angka kelangsungan hidup pasien adala Henti

jantung mendadak adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba

yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. Henti

jantung mendadak terjadi ketika malfungi sistem listrik jantung dan kematian

terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar. Hal ini mungkin

disebabkan oleh tidak normal, atau tidak teraturnya irama jantung (aritmia).

Keterlambatan dalam pelaporan pasien dan terlambatnya melakukan

pertolongan dengan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) pada pasien (Wnent

dkk., 2012). Sehingga pada pertolongan pada pasien cardiac arrest AHA

menyarankan untuk melakukan tindakan resusitasi jentung paru dengan segera

(Monica E dkk., 2015). Pada tindakan pertolongan pasien cardiac arrest tidak

harus dilakukan oleh petugas medis professional, AHA sudah merekomendasikan

untuk setiap orang untuk dapat melakukan tindakan resusitasi dengan melakukan

pelatihan atau yang biasa disebut sebagai seorang bystader RJP (Yunanto dkk.,

2017). Dalam penanganan pasien yang sedang berada pada fase golden periode

melakukan RJP yang baik sangat membantu pada penanganan pasien dikarenakan

tindakan ini dapat mengoptimalkan sirkulasi spontan di jantung (Behrend dkk.,

2011).

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud BHD?

2. Apa tujuan BHD ?

3. Apa indikasi BHD?

4. Apa yang dimaksud henti jantung ?

5. Apa penyebab henti jantung ?

6. Bagaimana penatalaksanaan henti jantung?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian BHD

2. Mengetahui tujuan BHD

3. Mengetahui indikasi BHD

4. Mengetahui pengertian henti jantung

5. Mengetahui penyebab henti jantung

6. Mengetahui penatalaksanaan henti jantung

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi BHD

Bantuan hidup dasar (basic life support) adalah suatu tindakan saat pasien

ditemukan dalam keadaan tiba-tibat idak bergerak,tidak sadar, atau tidak

bernapas,maka periksa respon pasien. Bila pasien tidak ada respon, aktifkansistem

daruratdan lakukan tindakan bantuan hidup dasar.(Hermayudi & Ariani 2017)

Bantuan hidup dasar (basic life support) adalah suatu tindakan pada saat

pasien ditemukan dalam keadaan tiba-tiba tidak bergerak, tidak sadar, atau tidak

bernafas, maka periksa respon pasien. Bila pasien tidak merespon, aktifkan sistem

darurat dan lakukan tindakan bantuan hidup dasar (W.Sudoyo et al., 2015).

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah tindakan darurat untuk membebaskan

jalan nafas, membantu pernafasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa

menggunakan alat bantu (Christie Lontoh, Maykel Kiling, 2013).

2.2. Tujuan BHD

a. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ

vital (otak, jantung dan paru).

b. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian.

c. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan.

d. Mencegah tindakan yang dapatmembahayakankorban.

e. Melindungiorang yang tidak sadar.

f. Mencegah berhentinyasirkulasi atau berhentinya respirasi.

4
g. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi danventilasi dari

korban yangmengalamihentijantungatau hentinapas melalui Resusitasi

Jantung Paru (RJP).

2.3. Indikasi BHD

a. Henti nafas

Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi

jalan nafas oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis obat,

tekanan aliran listrik, trauma, koma.

b. Henti jantung

Henti jantung dapat mengakibatkan: fibrilasi ventrikel, akhikardi

ventrikel, asistol. (Krisanty et al., 2016)

2.4. Henti Jantung

Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif

yang mengakibatkan penghentian sirkulasi. Dengan berhentinya sirkulasi akan

menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Kematian biologis dimana

kerusakan otak tidak dapat diperbaiki lagi hanya terjadi kurang lebih 4 menit

setelah tanda-tanda kematian klinis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya

nadi karotis dan femoralis, terhentinya denyut jantung dan atau pernafasan serta

terjadinya penurunan/hilangnya kesadaran.

2.5. Penyebab Henti Jantung

Keadaan henti jantung dan paru dapat terjadi secara sendiri-sendiri atau

bersamasama. Penyebab henti jantungsebagai berikut :

1. Penyakit kardiovaskuler: penyakit jantung iskemik, infarkmiokard akut

aritmia lain, emboli paru

5
2. Kekurangan oskigen: sumbatan benda asing, henti nafas

3. Kelebihan dosis obat: digitalis, quinidin, anti depresan trisiklik

4. Gangguan asam basa/elektrolit: asidosis, hiperkalemi, hiperkalsemi,

hipomagnesium

5. Kecelakaan: tenggelam, tersengat listrik

6. Refleks vagal

7. Syok

PENTING UNTUK DIINGAT : TANDA HENTI JANTUNG !!

1. Nadi karotis tidak teraba

2. Penurunan kesadaran

3. Nafas tidak ada atau nafas yang tersengalsengal (gasping)

2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien henti jantung dan nafas adalah dengan

Resusitasi Jantung Paru (Cardio pulmonary Resuscitation/CPR).Resusitasi

Jantung Paru adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk

mengembalikan keadaan henti nafas dan atau henti jantung ke fungsi optimal

untuk mencegah kematian biologis. Oktober 2010 American Heart Association

(AHA) mengumumkan perubahan prosedur CPR yang sudah dipakai dalam 40

tahun terakhir. PENTING UNTUK DIINGAT : SISTEMATIKA RJP :C – A – B

Terdapat perubahan sistematika dari A-B-C (Airway-Breathing-

Chestcompressions) menjadi C-A-B (Chestcompressions-Airway-Breathing),

kecuali pada neonatus. Alasan perubahan adalah pada sistematika A – B – C,

seringkalichestcompression tertunda karena proses Airway. Dengan mengganti

langkah C – A – B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi

6
hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kompresi dada secara ideal

dilakukan sekitar 18 detik). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasidan

koordinasi dari kegiatan yang ada dalam Chain of Survival.

Keterangan :

1. Immediaterecognitionandactivation

2. Early CPR

3. Rapiddefibrillation

4. Effectiveadvancedlifesupport

5. Integratedpost-cardiacarrestcare Yang akan dibahas dalam modul ini

adalah rantai pertama dan kedua.

2.7. Gambaran Umum Konsep Serangan Jantung pada Orang

Dewasa

Kelangsungan hidup dan pemulihan dari serangan jantung orang dewasa

bergantung pada sistem kompleks yang bekerja sama untuk mengamankan hasil

terbaik bagi korban. Fokus utama pada kejadian henti jantung pada orang dewasa

meliputi pengenalan cepat pemberian CPR segera, defibrilasi ritme ganas yang

dapat disetrum, dan perawatan suportif pasca-ROSC dan pengobatan penyebab

yang mendasari. Pendekatan ini mengakui bahwa serangan jantung mendadak

pada orang dewasa disebabkan oleh jantung, terutama infark miokard dan

gangguan listrik. Henti jantung tanpa asal jantung (misalnya, dari gagal napas,

7
konsumsi toksik, emboli paru [PE], atau tenggelam) juga sering terjadi, dan dalam

kasus seperti itu, pengobatan untuk penyebab mendasar yang reversible penting

untuk dipertimbangkan oleh penyelamat.

2.8 Rantai Kelangsungan Hidup Dewasa

Fokus utama manajemen serangan jantung bagi penyedia adalah

pengoptimalan semua langkah penting yang diperlukan untuk meningkatkan hasil.

Ini termasuk aktivasi tanggap darurat, penyediaan CPR berkualitas tinggi dan

defibrilasi dini, intervensi ALS, perawatan pasca-ROSC yang efektif termasuk

prognostikasi yang cermat, dan dukungan selama pemulihan dan penyintas.

Semua kegiatan tersebut membutuhkan infrastruktur organisasi untuk mendukung

pendidikan, pelatihan, peralatan, perbekalan, dan komunikasi yang

memungkinkan setiap kelangsungan hidup. Dengan demikian, kami menyadari

bahwa masing-masing aspek perawatan yang beragam ini berkontribusi pada

kelangsungan hidup fungsional utama korban serangan jantung.

Penyebab, proses, dan hasil resusitasi sangat berbeda untuk OHCA dan

IHCA, yang tercermin dalam Rantai Bertahan Hidup masing-masing (Gambar 1).

Di OHCA, perawatan korban bergantung pada keterlibatan dan respons

komunitas. Penting bagi anggota masyarakat untuk mengenali serangan jantung,

telepon 9-1-1 (atau nomor tanggap darurat lokal), melakukan CPR (termasuk,

untuk penyelamat awam yang tidak terlatih, CPR hanya kompresi), dan

menggunakan AED. 3,4 Petugas medis darurat kemudian dipanggil ke tempat

kejadian, melanjutkan resusitasi, dan memindahkan pasien untuk stabilisasi dan

penatalaksanaan definitif. Sebagai perbandingan, pengawasan dan pencegahan

adalah aspek penting dari IHCA. Ketika henti jantung terjadi di rumah sakit,

8
pendekatan multidisiplin yang kuat mencakup tim professional medis yang

merespons, memberikan CPR, segera melakukan defibrilasi, memulai tindakan

ALS, dan melanjutkan perawatan pasca-ROSC. Hasil dari IHCA secara

keseluruhan lebih unggul dari hasil dari OHCA, 5 kemungkinan karena

berkurangnya penundaan dalam inisiasi resusitasi yang efektif.

Rantai Kelangsungan Hidup OHCA dan IHCA Dewasa telah diperbarui

untuk lebih menyoroti evolusi sistem perawatan dan peran penting pemulihan dan

penyintas dengan penambahan tautan baru. Tautan Pemulihan ini menyoroti

perjalanan pemulihan dan penyintas yang sangat besar, dari akhir pengobatan akut

untuk penyakit kritis hingga rehabilitasi multimodal (baik jangka pendek maupun

jangka panjang), baik untuk korban maupun keluarga setelah serangan jantung.

Tautan baru ini mengakui perlunya sistem perawatan untuk mendukung

pemulihan, mendiskusikan ekspektasi, dan menyediakan rencana yang membahas

pengobatan, pengawasan, dan rehabilitasi untuk penyintas serangan jantung dan

pengasuh mereka saat mereka mengalihkan perawatan dari rumah sakit ke rumah

dan kembali ke peran dan fungsi sosial.

9
Rekomendasi untuk bantuan hidup dasar (BLS) individu dewasa dan bantuan

hidup kardiovaskular lanjutan (ACLS) digabungkan dalam Pedoman 2020.

Perubahan besar baru meliputi:

- Peningkatan algoritme dan alat bantu visual memberikan panduan yang

mudah diingat untuk skenario resusitasi BLS dan ACLS.

- Pentingnya inisiasi CPR dini yang dilakukan oleh penyelamat awam telah

ditekankan kembali.

- Rekomendasi sebelumnya tentang pemberian epinefrin telah ditegaskan

kembali, dengan penekanan pada pemberian epinefrin dini.

- Umpan balik audiovisual waktu nyata sebagai cara untuk menjaga kualitas

CPR sebaiknya digunakan.

10
- Pengukuran tekanan darah arteri dan karbon dioksida end-tidal (ETCO2)

secara terus-menerus selama resusitasi ACLS mungkin berguna untuk

meningkatkan kualitas CPR.

- Berdasarkan bukti terbaru, penggunaan rutin defibrilasi sekuensial ganda

tidak direkomendasikan.

- Akses Intravena (IV) adalah rute pemberian obat yang diutamakan selama

resusitasi ACLS. Akses Intraosseous (IO) dapat diterima jika akses IV

tidak tersedia.

- Perawatan pasien setelah kembalinya sirkulasi spontan (ROSC)

membutuhkan perhatian yang cermat terhadap oksigenasi, kontrol tekanan

darah, evaluasi untuk intervensi koroner perkutan, manajemen suhu yang

ditargetkan, dan neuroprognostikasi multimodal.

- Karena pemulihan dari henti jantung berlangsung lama setelah pasien

masuk untuk rawat inap, pasien harus mendapatkan penilaian formal dan

dukungan untuk kebutuhan fisik, kognitif, dan psikososial mereka.

- Setelah resusitasi, pengarahan untuk penyelamat awam, penyedia EMS,

dan petugas perawatan kesehatan berbasis rumah sakit dapat turut

mendukung kesehatan mental dan keselamatan mereka.

- Penanganan henti jantung pada kehamilan berfokus pada resusitasi ibu,

dengan persiapan untuk persalinan sesar perimortem dini jika perlu untuk

menyelamatkan bayi dan meningkatkan peluang keberhasilan resusitasi

ibu.

Inisiasi Awal CPR Penyelamat Awam

11
- 2020 (Terbaru): Kami merekomendasikan agar individu awam memulai

CPR untuk dugaan henti jantung karena risiko bahaya pada pasien rendah

jika pasien tidak mengalami henti jantung. 2010

- (Lama): Penyelamat awam tidak perlu memeriksa denyut nadi dan harus

berasumsi bahwa henti jantung terjadi jika individu dewasa tiba-tiba

pingsan atau korban yang tidak responsive tidak bernapas dengan normal.

Penyedia layanan kesehatan tidak boleh memeriksa denyut nadi lebih dari

10 detik dan, jika penyelamat tidak merasakan denyut nadi dalam jangka

waktu tersebut, penyelamat harus memulai kompresi dada.

- Alasan: Bukti baru menunjukkan bahwa kompresi dada pada korban saat

tidak mengalami henti jantung berisiko rendah. Penyelamat awam tidak

dapat menilai dengan akurat apakah korban memiliki denyut nadi, dan

apakah menahan CPR dari korban tanpa denyut lebih berisiko daripada

kompresi dada yang tidak diperlukan.

12
CPR penyelamat awam meningkatkan kelangsungan hidup dari cardiac

arrest sebanyak 2 hingga 3 kali lipat. Risiko cedera akibat CPR pada pasien ini

terbukti rendah. Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa semua penolong mungkin

mengalami kesulitan mendeteksi denyut nadi, yang menyebabkan penundaan

CPR, atau dalam beberapa kasus CPR tidak dilakukan sama sekali untuk pasien

yang mengalami cardiac arrest. Oleh karena itu, pengenalan cardiac arrest oleh

penyelamat awam ditentukan berdasarkan tingkat kesadaran dan upaya

pernapasan korban. Pengakuan cardiac arrest oleh penyedia layanan kesehatan

mencakup pemeriksaan denyut nadi, tetapi ditekankan pentingnya tidak

memperpanjang upaya untuk mendeteksi denyut nadi.

Kualitas CPR :

- Tekan kuat (minimum 2 inchi/5cm dan cepat (100-120 x/menit) dan

dibiarkan rekoil dada sempurna

- Minimalisir interupsi dalam kompresi

- Hindari ventilasi berlebihan

- Ganti kompresor tiap 2 menit, atau lebiha wal jika kelelahan

- Jika tidak ada saluran napas lanjutan, rasio kompresi-ventilasi 30:2

13
14
Langka Penolong Awam Tidak Penolong awam Terlatih Penyedia layanan

h Terlatih kesehatan
1 Pastikan keamanan tempat Pastikan keamanan tempat Pastikan keamanan

kejadian kejadian tempat kejadian


2 Cek responnya Cek responnya Cek responnya
3 Berteriak untuk bantuan Teriak untuk bantuan Teriak untuk bantuan

terdekat. Telepon atau minta terdekat dan aktifkan terdekat/ aktifkan tim

seseorang untuk menelepon 9- sistem tanggap darurat (9- resusitasi; penyedia

1-1/nomor darurat lokal 1-1, tanggap darurat dapat mengaktifkan tim

(telepon atau penelepon lokal). Jika seseorang resusitasi saat ini atau

dengan telepon tetap di sisi menanggapi, pastikan setelah memeriksa

korban, dengan telepon dalam telepon berada di sisi pernapasan dan denyut

mode speaker). korban jika nadi.

memungkinkan.
4 Ikuti instruksi Periksa apakah tidak Periksa apakah tidak

telecommunicator bernapas atau hanya bernapas atau hanya

terengah-engah; jika tidak terengah-engah dan

ada, mulailah CPR dengan periksa denyut nadi

kompresi. (idealnya secara

bersamaan). Aktivasi

dan pengambilan

AED / peralatan darurat

oleh penyedia layanan

kesehatan tunggal atau

oleh orang kedua yang

15
dikirim oleh

penyelamat harus

dilakukan selambat-

lambatnya segera

setelah pemeriksaan

tidak ada pernapasan

normal dan tidak ada

denyut nadi yang

mengidentifikasi

cardiac arrest
5 Look/lihat jika tidak bernapas Jawab pertanyaan Segera mulai CPR, dan

atau hanya terengah-engah, telecommunicator, dan gunakan AED /

beritahu ke arah ikuti petunjuk defibrilator jika

telecommunicator telecommunicator. tersedia.


6 Ikuti instruksi Kirim orang kedua untuk Saat penyelamat kedua

telecommunicator mengambil AED, jika tiba, berikan CPR 2 ke

tersedia. penyelamat dan

gunakan AED /

defibrilator

Keterangan gambar :

16
Menurut AHA 2020 urutan BLS dewasa sebagai berikut

Administrasi Awal Epinefrin

-2020 (Tidak berubah/Ditegaskan kembali): Dengan pertimbangan waktu,

pemberian epinefrin untuk henti jantung dengan irama yang tidak dapat

didefibrilasi diperbolehkan sesegera mungkin.

-2020 (Tidak berubah/Ditegaskan kembali): Dengan pertimbangan waktu,

pemberian epinefrin untuk henti jantung dengan irama yang dapat didefibrilasi

diperbolehkan setelah upaya defibrilasi awal gagal.

-Alasan: Pemberian epinefrin lebih awal didukung oleh rekomendasi berdasarkan

tinjauan sistematis dan meta-analisis, yang mencakup hasil dari 2 uji coba acak

epinefrin yang melibatkan lebih dari 8500 pasien OHCA, yang menunjukkan

bahwa epinefrin meningkatkan ROSC dan kelangsungan hidup. Pada 3 bulan,

periode yang dinilai paling signifikan untuk pemulihan neurologis, terdapat

peningkatan yang tidak signifikan pada penyintas dengan hasil penilaian

neurologis yang menguntungkan dan tidak menguntungkan pada kelompok

epinefrin. 16 studi observasional terhadap periode dalam tinjauan sistematis baru-

baru ini menemukan hubungan antara epinefrin dini dan ROSC untuk pasien

dengan ritme yang tidak dapat didefibrilasi, meskipun peningkatan kelangsungan

hidup secara umum tidak terlihat. Untuk pasien dengan ritme yang dapat

didefibrilasi, literatur mendukung prioritas defibrilasi dan CPR di tahap awal dan

pemberian epinefrin jika upaya awal dengan CPR dan defibrilasi tidak berhasil.

Setiap obat yang meningkatkan laju ROSC dan kelangsungan hidup tetapi

diberikan setelah beberapa menit waktu henti bisa jadi meningkatkan hasil

17
penilaian neurologis yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Maka,

pendekatan yang paling bermanfaat tampaknya terus menggunakan obat yang

telah terbukti meningkatkan kelangsungan hidup dan terus berfokus pada upaya

yang lebih luas untuk mempersingkat waktu obat untuk semua pasien; dengan

melakukan itu, lebih banyak penyintas dapat menerima hasil penilaian neurologis

yang menguntungkan.

Pemantauan Fisiologis Kualitas CPR

-2020 (Terbaru): Parameter fisiologis seperti tekanan darah arteri atau ETCO2

perlu digunakan jika pemantauan dan pengoptimalan kualitas CPR dapat

dilakukan.

-2015 (Lama): Meskipun tidak ada studi klinis yang meneliti apakah upaya titrasi

resusitasi ke parameter fisiologis selama CPR meningkatkan manfaat, penggunaan

parameter fisiologis (kapnografi bentuk gelombang kuantitatif, tekanan diastolik

relaksasi arteri, pemantauan tekanan arteri, perlu dilakukan jika pemantauan dan

pengoptimalan kualitas CPR, panduan terapi vasopressor, dan deteksi ROSC

dapat diupayakan.

- Alasan: Meskipun penggunaan pemantauan fisiologis seperti tekanan darah

arteri dan ETCO2 untuk memantau kualitas CPR adalah konsep yang sudah

mapan, data baru mendukung pencantumannya dalam pedoman. Data dari registri

Get With The Guidelines®-Resuscitation AHA menunjukkan kemungkinan

ROSC yang lebih tinggi saat kualitas CPR dipantau menggunakan ETCO2 atau

tekanan darah diastolik. Pemantauan ini bergantung pada keberadaan tabung

endotrakeal (ETT) atau jalur arteri secara terpisah. Menargetkan kompresi ke nilai

18
ETCO2 setidaknya 10 mm Hg, dan idealnya 20 mm Hg atau lebih, mungkin

berguna sebagai penanda kualitas CPR. Sasaran ideal belum teridentifikasi.

Umpan Balik Audiovisual Waktu Nyata

-2020 (Tidak berubah/Ditegaskan kembali): Menggunakan perangkat umpan balik

audiovisual saat CPR berlangsung untuk pengoptimalan performa CPR secara

real-time mungkin perlu dilakukan.

-Alasan: Sebuah RCT baru-baru ini melaporkan peningkatan kelangsungan hidup

sebesar 25% untuk keluar dari rumah sakit setelah mengalami IHCA dengan

umpan balik audio pada kedalaman kompresi dan kembalinya rongga dada.

Defibrilasi Sekuensial Ganda Tidak Didukung

-2020 (Baru): Kegunaan defibrilasi sekuensial ganda untuk ritme yang dapat

didefibrilasi refraktori belum ditentukan.

-Alasan: Defibrilasi sekuensial ganda adalah praktik penerapan kejut secara

hampir bersamaan dengan menggunakan 2 defibrilator. Meskipun beberapa

laporan kasus telah menunjukkan hasil yang baik, tinjauan sistematis ILCOR

tahun 2020 tidak menemukan bukti yang mendukung defibrilasi sekuensial ganda

dan tidak merekomendasikan penggunaan rutinnya. Studi yang ada dipengaruhi

oleh berbagai macam bias, dan studi observasional tidak menunjukkan hasil yang

lebih baik. RCT percontohan baru-baru ini menunjukkan bahwa mengubah arah

arus defibrilasi dengan memposisikan ulang pad mungkin sama efektifnya dengan

defibrilasi sekuensial ganda sambil menghindari risiko peningkatan energi dan

kerusakan pada defibrillator. Berdasarkan bukti saat ini, tidak diketahui apakah

defibrilasi sekuensial ganda bermanfaat.

19
Akses IV Lebih Diutamakan daripada IO

- 2020 (Baru): Penyedia perlu menetapkan akses IV sebelum memberikan obat

pada kasus henti jantung. -2020 (Terbaru): Akses IO dapat dipilih jika upaya pada

akses IV tidak berhasil atau tidak layak.

-2010 (Lama): Penyedia layanan perlu menetapkan akses intraosseous (IO) jika

akses intravena (IV) tidak tersedia.

-Alasan: Tinjauan sistematis ILCOR 2020 yang membandingkan pemberian obat

IV versus IO (terutama penempatan pretibial) selama henti jantung menemukan

bahwa rute IV dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih baik dalam 5 studi

retrospektif; analisis subkelompok RCT yang berfokus pada pertanyaan klinis lain

menemukan hasil yang sebanding ketika IV atau IO digunakan untuk pemberian

obat. Meskipun akses IV lebih diutamakan, untuk situasi ketika akses IV sulit,

akses IO adalah pilihan yang masuk akal.

Perawatan Pasca-Henti Jantung dan Neuroprognostikasi

Pedoman 2020 berisi data klinis baru yang signifikan tentang perawatan optimal

pada masa setelah henti jantung. Rekomendasi dari 2015 AHA Guidelines Update

for CPR and ECC tentang pengobatan hipotensi, titrasi oksigen untuk

menghindari hipoksia dan hiperoksia, deteksi dan pengobatan kejang, dan

manajemen suhu yang ditargetkan ditegaskan kembali dengan bukti pendukung

baru. Dalam beberapa kasus, LOE ditingkatkan untuk membuktikan ketersediaan

data baru dari RCT dan studi observasi berkualitas tinggi, dan algoritma

perawatan pascahenti jantung telah diperbarui untuk menekankan komponen

perawatan yang penting ini. Agar andal, neuroprognostikasi harus dilakukan tidak

20
lebih dari 72 jam setelah kembali ke normothermia, dan keputusan prognostik

harus didasarkan pada beberapa mode penilaian pasien. Pedoman 2020

mengevaluasi 19 modalitas berbeda dan temuan spesifik serta menyajikan bukti

untuk masing-masing. Diagram baru menyajikan pendekatan multimodal terhadap

neuroprognostikasi ini.

Perawatan dan Dukungan Selama Pemulihan

- 2020 (Baru): Kami merekomendasikan bahwa penyintas henti jantung menjalani

penilaian rehabilitasi multimodal dan pengobatan untuk gangguan fisik,

neurologis, kardiopulmoner, dan kognitif sebelum keluar dari rumah sakit.

-2020 (Baru): Penyintas henti jantung dan perawatnya sebaiknya menerima

perencanaan pemulangan yang komprehensif dan multidisiplin, kemudian

rekomendasi perawatan medis dan rehabilitasi serta kembalinya peran sosial

pasien dimasukkan ke dalam ekspektasi aktivitas/kerja. -2020 (Baru): Kecemasan,

depresi, stres pasca trauma, dan kelelahan untuk penyintas henti jantung dan

perawatnya sebaiknya dinilai secara terstruktur.

-Alasan: Proses pemulihan dari henti jantung berlangsung lama setelah pasien

dirawat inap pertama kalinya. Dukungan diperlukan selama pemulihan untuk

memastikan kesehatan fisik, kognitif, dan emosional yang optimal dan

kembalinya pasien ke fungsi sosial/ peran. Proses ini harus dimulai selama rawat

inap awal dan dilanjutkan apabila diperlukan. Tema-tema ini dieksplorasi secara

lebih terperinci dalam pernyataan ilmiah AHA 2020.

Pengarahan untuk Penyelamat

21
-2020 (Baru): Pengarahan dan rujukan yang mendasari tindak lanjut berupa

dukungan emosional untuk penyelamat awam, penyedia EMS, dan petugas

kesehatan berbasis rumah sakit setelah peristiwa henti jantung mungkin

bermanfaat.

-Alasan: Penyelamat mungkin mengalami kecemasan atau stres pasca trauma

tentang memberikan atau tidak memberikan BLS. Penyedia layanan berbasis

rumah sakit bisa jadi mengalami efek emosional atau psikologis dalam merawat

pasien dengan henti jantung. Pengarahan tim membantu peninjauan kinerja tim

(pendidikan, peningkatan kualitas) serta pengenalan stres alami yang terkait

dengan perawatan pasien menjelang kematian. Pernyataan ilmiah AHA yang

diarahkan untuk topik ini diperkirakan akan keluar pada awal 2021.

Henti Jantung Pada Masa Kehamilan

- 2020 (Baru): Karena pasien hamil lebih rentan terhadap hipoksia, oksigenasi dan

manajemen saluran napas harus diprioritaskan selama resusitasi dari henti jantung

pada kehamilan.

-2020 (Baru): Karena potensi gangguan pada resusitasi ibu, pemantauan janin

sebaiknya tidak dilakukan selama henti jantung pada masa kehamilan.

-2020 (Baru): Suhu yang ditargetkan sebaiknya diatur untuk wanita hamil yang

tetap koma setelah resusitasi dari henti jantung. 2020 (Baru): Selama suhu tubuh

yang ditargetkan pada pasien hamil diatur, janin sebaiknya terus dipantau untuk

mengamati ada tidaknya komplikasi bradikardia yang mungkin terjadi, dan

konsultasi kebidanan dan neonatal harus dilakukan.

22
-Alasan: Rekomendasi pengelolaan henti jantung pada masa kehamilan ditinjau

dalam Pembaruan Pedoman 2015 dan pernyataan ilmiah AHA 2015.7 Saluran

napas, ventilasi, dan oksigenasi sangat penting dalam pengaturan kehamilan

mengingat adanya peningkatan metabolisme ibu, penurunan kapasitas cadangan

fungsional akibat rahim yang hamil, dan risiko cedera otak janin akibat

hipoksemia.

- Evaluasi jantung janin tidak membantu selama henti jantung ibu, dan dapat

mengganggu elemen resusitasi yang diperlukan. Sebaliknya, tanpa data, wanita

hamil yang selamat dari henti jantung harus menerima manajemen suhu yang

ditargetkan seperti yang dilakukan oleh penyintas lainnya, dengan

mempertimbangkan status janin yang mungkin tetap berada dalam rahim.

23
BAB 3

3.1 Kesimpulan

1 Penyakit jantung mendadak merupakan pembunuh terbesar nomor satu di

dunia.

2 1 Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit

jantung koroner dan gagal jantung.

3 Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7,4 juta pada

tahun 2012.1 Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah

satu penyebab kematian mendadak tersering.

4 Sedangkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis

dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau

gejala sebesar 1,5%. Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang

mengalami henti jantung, henti napas, atau obstruksi jalan napas. BHD

meliputi beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu

mengenali kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan

darurat, melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung

paru (RJP) awal, dan cara menggunakan automated external defibrilator

(AED). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar

pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan

pengetahuan tetap berjalan.

5 Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai

usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung

24
(yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah

kematian biologis.

6 Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi

darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-

oksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, tujuan bantuan hidup dasar ini

merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan

oksigenasi tubuhsecara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali

sirkulasi sistemik spontan ataun telah tiba bantuan dengan peralatan yang

lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

25
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2020. Pedoman CPR dan ECC.

Panchal, Ashish R. et al. (2020). Part 3: Adult Basic and Advanced Life Support:

2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary

Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. American Heart

Association. Circulation Vol 142, Issue 16_suppl_2

Tim Emergency Medical Technican 18. Basic Trauma Cardiac Life Support.

Surabaya

Yunanto, R. A., T. A. Wihastuti, dan S. D. Rachmawati. 2017. Perbandingan

pelatihan rjp dengan mobile application dan simulasi terhadap pengetahuan

dan keterampilan melakukan rjp. NurseLine Journal. 2(2):183–194.

Muthmainnah. 2019. Hubungan tingkat pengetahuan awam khusus tentang

bantuan hidup dasar berdasarkan karakteristik usia di rsud x hulu sungai

selatan. Healthy-Mu Journal. 2(2):31–35.

Yamada, T., T. Kitamura, K. Hayakawa, K. Yoshiya, T. Irisawa, Y. Abe, M.

Ishiro, T. Uejima, Y. Ohishi, K. Kaneda, T. Kiguchi, dan M. Kishi. 2016.

Rationale , design , and profile of comprehensive registry of in-hospital intensive

care for ohca survival ( critical ) study in osaka , japan. Journal of Intensive

Care. 1–10

Behrend, T., J. Heineman, L. Wu, C. Burk, N. Duong, M. Munoz, D. Pruett, M.

Seropian, dan D. Dillman. 2011. Retention of cardiopulmonary resuscitation

skills in medical students utilizing a high-fidelity patient simulator. 1–4.

26
American Heart Association. 2019. Heart Disease and Stroke Statistics-2019 Ata-

Glance. https://healthmetrics.heart.org/wp-content/uploads/2019/02/At-AGlance-

Heart-Disease-and-Stroke-Statistics-–-2019.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai