Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gelaja Klinis


Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada 1 ekor ikan mas koki
(Carrasius auratus) yang diambil di toko ikan hias Seutui, Banda Aceh
menunjukkan gejala klinis terdapat luka dan pendarahan pada daerah penempelan
Lernaea sp., ikan lesu, dan berdiam di sudut akuarium. Berdasarkan pendapat dari
Kismiyati dkk (2011), gejala tersebut mengindikasikan bahwa ikan mas koki yang
diperiksa terinfeksi lernaeosis.
Lernaea sp. adalah parasit yang bagian kepalanya seperti jangkar yang
dibenamkan pada tubuh ikan sehingga parasit ini akan terlihat menempel dan
bagian ekor (perut) yang bergantung pada bagian tubuh ikan. Holdfast Lernaea
sp. masuk ke dalam jaringan internal dan menyebabkan perubahan struktural yang
signifikan dan membentuk selubung, selubung ini terdiri dari lapisan tebal
jaringan epitel dan jaringan ikat. Pembentukan selubung menyebabkan jaringan
ikan menjadi bengkak. Jaringan-jaringan bengkak tersebut memerah karena
peningkatan aktivitas Lernaea sp. tersebut. Lernaea sp. yang menginfeksi ikan
akan memakan sel darah ikan dengan mengasorbsi darah. Hal ini menyebabkan
kerusakan pada daerah yang tertancap holdfast Lernaea sp. seperti pendarahan,
peradangan, kulit dan otot mengalami nekrosis, dan mengalami kebutaan apabila
tertancap pada mata (Gusrina, 2008; Hossain dkk., 2013; Koyun dan Ataman,
2017).
Menurut Eldeen dkk (2013) ikan mas koki yang terinfeksi oleh Lernaea sp.
akan menunjukkan perilaku abnormal disertai dengan perubahan fisologis yaitu
ditandai dengan kulit ikan pucat dan mengelupas, sirip luka, dan insang tampak
pucat, di tempat melekatnya Lernaea sp. akan tampak bercak darah, ikan
menggesek-gesekkan badannya di pinggir kolam dan ikan terapung ke
permukaan. Jika infeksi berat pada ikan maka akan mengakibatkan luka seluruh
tubuh ikan, berat badan ikan menurun dan akhirnya ikan mati.

12
13

4.2. Pemeriksaan Lernaea sp.


Setelah dilakukan pemeriksaan, ikan mas koki yang terinfeksi Lernaea sp.
dapat diketahui dengan mudah yaitu terlihat seperti adanya benang berwarna putih
yang menempel pada permukaan tubuh ikan yang terinfeksi, disamping itu juga
terdapat luka dan pendarahan pada daerah penempelan ektoparasit tersebut.
Gambar ikan mas koki yang terinfeksi Lernaea sp. dan Lernaea sp. di bawah
mikroskop dapat dilihat pada Gambar 4.

a b

Gambar 4. (a) Ikan mas koki yang terinfeksi Lernaea sp. dan (b) Lernaea sp. di
bawah mikroskop dengan Pembesaran 10x10 (Dokumen pribadi).

Lernaea sp. yang menginfeksi tubuh dan sirip ikan mas koki dalam
kegiatan ini memiliki bentuk seperti huruf T, berwarna putih dan pada bagian atas
cephalotorax memiliki empat cabang. Menurut Shatrie dkk (2011), Lernaea sp.
terdiri dari jantan dan betina dengan panjang sekitar 5-25 mm dan memiliki warna
tubuh yang transparan sampai coklat. Pada bagian cephalotorax memiliki empat
cabang yang disebut holdfast. Lernaea sp. juga memiliki kaki yang terletak di
segmen perut, pada Lernaea betina bagian caudal juga terdapat sepasang kantung
telur berbentuk huruf V yang memiliki panjang 0,5-2 mm dan uropod berbentuk
silindris yang memiliki dua setae berfungsi sebagai alat gerak.
Lernaea sp. lebih umum menyerang bagian perut dan ventral pada ikan.
Hal ini meyakinkan bahwa Lernaea sp. memiliki ketertarikan pada bagian perut
dan pangkal sirip, tempat-tempat tersebut memberikan perlindungan lebih
terhadap jaringan dasar di dalam air yang mudah untuk ditembus oleh Lernaea sp.
14

Ciri-ciri khusus ikan yang terserang parasit adalah ikan memproduksi lendir yang
berlebihan, frekuensi pernafasan meningkat, pertumbuhan terhambat, kulit ikan
menjadi pucat, terjadi pendarahan pada kulit, gerakan ikan menjadi lambat dan
ikan sering menggesekkan badan pada batu-batuan (Wardany dan Nia, 2014).

4.3. Pemeriksaan Darah Lengkap

Pengamatan hematologi pada ikan merupakan mekanisme laboratoris


untuk mengetahui komponen darah normal dan abnormalitas yang terjadi pada
struktur darah seperti hematokrit, hemoglobin, leukosit dan faktor lain yang
disebabkan oleh perubahan lingkungan atau serangan parasit (Claus dkk., 2008).
Pemeriksaan hematologi lengkap pada ikan mas koki (Carrasius auratus)
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hematologi lengkap pada ikan mas koki (Carrasius auratus)


No Parameter Satuan Hasil Referensi normal
pemeriksaan
1.6-1.8
6
1 RBC 10 /uL 2.68 (Thrall dkk., 2012)
9.7-10.6
2 Hemoglobin g/dL 11.6 (Thrall dkk., 2012)
10.1-14.7
3 WBC 103/uL - (Thrall dkk., 2012)
10.5
4 Neutrofil % 26 (Stoskopf, 1993)
8
5 Eosinofil % 34 (Stoskopf, 1993)
9.5-13.7
6 Limfosit % 7.8 (Thrall dkk., 2012)
8.6
7 Monosit % 16 (Stoskopf, 1993)
0.5
8 Basofil % 9 (Stoskopf, 1993)
38-40
9 Hematokrit % 36.6 (Thrall dkk., 2012)
15

Nilai hematologi sangat berhubungan dengan kondisi patologi, pada ikan


yang terinfeksi maka kadar hematokrit, hemoglobin, total eritrosit, total leukosit
dapat menyimpang dari kadar normal. Penyimpangan bisa meningkat atau
menurun tergantung dari faktor penyebabnya. Kolerasi antara jumlah eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit berhubungan dengan status kesehatan, nutrisi, dan
pertumbuhan ikan. Ikan dengan pertumbuhan yang baik ditandai dengan jumlah
eritrosit, hemoglobin dan hematokrit yang normal (Iwama dan Nakanishi, 1996;
Rousdy dan Nastiti, 2015).
Hematokrit merupakan volume sel-sel darah dibandingkan dengan plasma
darah yang dinyatakan dalam persentase. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : eritrosit (jumlah, ukuran, bentuk, perbandingan
antikoagulan dengan darah, tempat penyimpanan dan homogenitas), lingkungan,
jenis kelamin, spesies, dan umur ikan ketika dilakukan pengambilan darah.
Penurunan nilai hematokrit terjadi pada kondisi dehidrasi dan nilai ini dapat
dijadikan indikator anemia serta adanya jumlah eritrosit berlebih (Polisetemia)
pada ikan (Bastami dkk., 2009). Menurut Salasia dkk (2001), menyatakan bahwa
secara fisiologis hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan
dikarenakan hubungannya yang erat dengan adanya daya ikat oksigen oleh darah
sehingga meningkatkan kelulushidupan ikan. Harikrishnan (2003) juga
berpendapat, apabila hemoglobin tinggi biasanya terjadi akibat reaksi tubuh saat
kadar oksigen turun, tubuh berusaha untuk segera memasok oksigen melalui
hemoglobin. Meskipun hemoglobin bagian dari sel darah merah bukan berarti
hemoglobin yang tinggi sama dengan jumlah sel darah merah yang berlebih.
Karena setiap sel darah merah mungkin tidak memiliki jumlah protein
hemoglobin yang sama. Oleh karena itu, ikan bisa saja memiliki jumlah
hemoglobin yang tinggi meskipun sel darah merah berada dalam kisaran normal.
Eritrosit merupakan salah satu komponen penting sel darah ikan, karena
dalam eritrosit terdapat zat hemoglobin yang berperan dalam mengikat oksigen
dari lingkungan dan dibawa ke seluruh tubuh yang memerlukannya. Faktor yang
mempengaruhi nilai eritrosit ikan antara lain umur, jenis kelamin, lingkungan,
nutrisi, dan kondisi kekurangan oksigen (Yanto dkk., 2015).
16

Menurut Yanto dkk (2015), leukosit ikan mas koki (Carrasius auratus)
dibagi menjadi agranulosit (monosit dan limfosit) dan granulosit (neutrofil atau
heterofil, eusinofil, dan basofil). Jumlah leukosit akan meningkat ketika ikan
sedang terkena infeksi karena leukosit merupakan unit yang aktif dalam sistem
pertahanan tubuh dan leukosit berperan dalam melawan penyakit infeksi, leukosit
membantu membersihkan tubuh dari benda asing termasuk invasi patogen melalui
sistem tanggap kebal dan respon lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah leukosit yang normal tersebut harus dikendalikan selama pemeliharaan
ikan agar ikan tidak terserang penyakit infeksi. Leukosit dapat digunakan sebagai
penanda adanya infeksi dalam tubuh. Tubuh akan memproduksi lebih banyak
leukosit ketika benda asing masuk kedalam tubuh.
Komponen leukosit yang berhubungan dengan infeksi parasit yaitu
eosinofil sehingga dengan meningkatnya eosinofil menandakan adanya infeksi
parasit pada tubuh ikan. Selain itu, infeksi parasit dapat menyebabkan
peningkatan persentase sel neutrofil bersifat fagosit yang dapat bermigrasi dan
kejaringan lain untuk memakan substansi asing, serta jumlah monosit juga
meningkat jika ada substansi asing pada jaringan atau sirkulasi darah (Mahasri
dkk., 2011).
Mahasri dkk (2011) juga menyatakan, bahwa sulit untuk menguraikan
perubahan jumlah sel darah pada kekebalan tubuh ikan terhadap parasit karena
fungsi yang tepat dari setiap sel darah masih sedikit untuk diketahui. Selain itu
untuk menginterpretasi sel darah ini dapat menyebabkan kesalahan ketika akan
mencoba untuk membuat kesimpulan mengenai ikan yang mengalami stress
dengan ikan yang terserang parasit. Namun, ketika ikan terserang oleh parasit
dalam tingkat infeksi yang berbeda maka akan terjadi eosinofilia yang disertai
dengan limfositosis, monositosis dan neutrofilia.

4.4. Pemeriksaan Kualitas Air


Hasil pemeriksaan kualitas air yang terdiri dari suhu, pH dan kejernihan
air pada akuarium di toko ikan hias Seutui, Banda Aceh. Suhu air menunjukkan
pada angka 30℃ sedangkan pH air menunjukkan pada angka 7,0 dan tingkat
kejernihan air akuarium yaitu jernih. Menurut Fazil dkk (2017), ikan mas koki
17

hidup di air tawar dan pada suhu optimal berkisar antara 25°C – 30°C dengan pH
7-7.8 sedangkan menurut Hossain dkk (2018) Lernaea sp. hidup pada tubuh ikan
di perairan dengan kisaran suhu 26℃-28℃, jika suhu berada di bawah 20℃ maka
Lernaea sp. tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya dan tidak bisa
bereproduksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa suhu air yang terdapat di
akuarium di toko ikan hias Seutui, Banda Aceh berada pada suhu optimal. Dengan
demikian suhu, pH, dan kejernihan air tidak berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup parasit Lernaea sp. pada air akuarium, dikarenakan Lernaea sp. tetap dapat
hidup pada suhu optimal air ikan mas koki, pH normal dan air yang jernih.
Pada budidaya ikan, kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan
budidaya ikan dan air dapat menjadi perantara bagi penularan bibit penyakit.
Apabila air yang digunakan dalam budidaya telah tercemar atau mempunyai
kualitas yang tidak memenuhi persyaratan untuk dibudidayakan, maka ikan
budidaya tersebut akan terserang penyakit atau parasit (Lukistyowati dan Morina
2005).
Menurut Arbie (2014), apabila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu
makan sehingga pertumbuhannya terhambat, sebaliknya bila suhu tinggi ikan akan
stres bahkan mati karena kekurangan oksigen. Sama halnya dengan tingkat
keasaman (pH), jika pH asam akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat
sedangkan untuk pH basa dapat menyebabkan ikan keracunan bahkan
menyebabkan kematian.
Banyaknya kejadian ikan budidaya ini terserang parasit dikarenakan
kenyataannya di lapangan, para pembudidaya ikan belum menerapkan standar
prosedur pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan. Hal ini kemungkinan karena
pembudidaya belum memahami akan pentingnya hal ini bagi keberlanjutan suatu
usaha budidaya ikan. Ikan yang sehat harus dimulai dari pakan yang cukup, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu juga perlu adanya penerapan sistem
budidaya yang sehat serta monitoring status kesehatan ikan secara berkala, serta
beberapa komponen lainnya yang perlu diperhatikan sehingga bisa mengendalikan
penyakit ikan. Kondisi kualitas air yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan
ikan, akan mendukung produksi suatu kegiatan budidaya atau pemeliharaan ikan.
18

Sebagian besar ikan akan tumbuh baik dan berlangsung kehidupan bila kadar
oksigen terlarut cukup, suhu air stabil dan pH air normal (Jasmanidar, 2011).

Anda mungkin juga menyukai