Anda di halaman 1dari 28

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan sebagian atau seluruh

hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau, dengan salinitas kurang dari

0,05%. Dalam banyak hal, lingkungan air tawar berbeda dengan lingkungan

perairan laut, dan yang paling membedakan adalah tingkat salinitasnya. Untuk

bertahan di air tawar, ikan membutuhkan adaptasi fisiologis yang bertujuan

menjaga keseimbangan konsentrasi ion dalam tubuh. Habitat ikan air tawar

meliputi danau, sungai, rawa, serta danau atau sawah yang tergenang air.

Pengetahuan terhadap anatomi (anatomi macroskopik dan mikroskopik)

dan fisiologi tubuh akan sangat membantu dalam pemahaman pato fisiologi serta

dalam diagnosa dan penanganan penyakit (BBL Lampung, 2000).

Darah adalah suatu jaringan yang bersifat cair. Darah terdiri dari sel-sel

(frakmen-frakmen sel) yang terdapat secara bebas dalam medium yang bersifat

seperti air. Sel-sel dan frakmen-frakmen sel merupakan unsur-unsur darah. Sel-sel

ini cukup besar sehingga dapat diamati dengan mikroskop biasa. Pada dasarnya

sel-sel darah dapat dibagi atas tiga unsur erytrosit, leukosit dan trombosit.

Diantara tipe tersebut, sel-sel darah merah merupakan yang paling banyak

jumlahnya.

Eritrosit (sel darah merah) ikan berinti, bewarna merah kekuningan.

Erotrosit dewasa berbentuk lonjong, kecil dan berdiameter 7-36 mikron

bergantung kepada spesies ikannya. Jumlah eritrosit tiap-tiap mm3 darah berkisar
2

antara 20.000-3.000.000. pangangkutan oksigen dalam darah bergantung kepada

jumlah hemoglobin (pigmen pernapasan) yan terdapat didalam eritrosit.

Sel darah merah (Eritrosit) dapat dilihat secara makroskopik dan

mikroskopik. Selain itu, pada sel darah merah memiliki tahanan osmotik yang

dapat ditentukan. Oleh karena itu, laporan ini akan membahas tentang rupa darah

secara makroskopik dan mikroskopik sebelum dan sesudah haemolisis dan

menentukan tahanan osmotic sel-sel darah merah.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari praktikum Rupa Darah Secara Makroskopik dan

Mikroskopik Sebelum dan Sesudah Haemolisis dan Menentukan Tahanan

Osmotik Sel-Sel darah Merah adalah untuk memberikan pengetahuan kepada

praktikan, khususnya ikan Mas tentang rupa darah ikan secara makroskopik dan

mikroskopik sebelum dan sesudah haemolisis dengan bantuan mikroskop dan

menentukan tahanan osmotik sel-sel darah merah dari ikan yang telah dijadikan

sebagai objek pengamatan bagi praktikan secara lebih jelas dan terperinci.

Manfaat dari pratikum ini adalah praktikan dapat mengetahui rupa darah

ikan serta jenis-jenis sel darah merah ikan dan dapat menentukan tahanan osmotik

ikan tersebut secara tepat dan benar.

1.3 Hipotesis

H0: Tidak ada pengaruh pemberian NaCl dan Aquades terhadap rupa darah secara

makroskopis dan mikroskopis serta tahanan osmotik sel darah merah.

H1: Ada pengaruh pengaruh pemberian NaCl dan Aquades terhadap rupa darah

secara makroskopis dan mikroskopis serta tahanan osmotik sel darah merah.
3

1.4. Rumusan Masalah


Mengamati rupa darah secara makroskopis dan mikroskopis sebelum dan

sesudah haemolisis dan menentukan tahanan osmotik sel-sel darah merah ikan

adalah suatu kegiatan yang cukup menarik dalam bidang perikanan terutama

untuk memahami sistem sirkulasi suatu individu spesies ikan.

Namun pengamatan rupa darah secara makroskopis dan mikroskopis

sebelum dan sesudah haemolisis dan menentukan tahanan osmotik sel-sel darah

merah masih sulit di akses, karena membutuhkan banyak waktu dan keterampilan

yang baik untuk mengamati secara detail. Berdasarkan uraian di atas penulis dapat

merumuskan masalah mengenai pengamatan rupa darah secara makroskopis dan

mikroskopis sebelum dan sesudah haemolisis dan menentukan tahanan osmotik

sel-sel darah merah membuthkan waktu banyak dan keterampilan yang baik

dalam mengamatinya.
4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus)

Ikan merupakan organisme yang hidup di air sebagian besar ikan

melakukan semua kegiatan hidupnya di dalam air. Karena didalam tubuh ikan

terdapat air dan kulit ikan merupakan suatu membrane yang semi permeable

terhadap air serta materi-materi yang ada didalamnya, maka interaksi antara air

yang ada didalam tubuh ikan dan air yang ada diluar tubuh ikan mungkin terjadi

(Manda et al., 2016 ). Ikan memiliki fisiologi yang terdapat dalam tubuh ikan.

Fisiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala proses yang

berlangsung dalam tubuh makhluk hidup, baik organisme bersel tungggal maupun

bersel banyak, termasuk interaksi sel, jaringan, organ serta semua komunikasi

intercellular, baik energetic maupun metabolik. Pada ilmu fisiologi juga di bahas

faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi makhluk hidup, yang terkait

dengan awal mula kehidupan, perkembangan serta, kelangsungan hidup (Windarti

et al.,2017).

Ikan lele lokal (Clarias bathracus) dikenali dari tubuhnya yang licin

memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang,

yang kadang-kadang menyatu dengan sirip ekor, menjadikannya nampak seperti

sidat yang pendek. Kepalanya keras menulang di bagian atas, dengan mata yang

kecil dan mulut lebar yang terletak di ujung moncong, dilengkapi dengan empat

pasang sungut peraba (barbels) yang amat berguna untuk bergerak di air yang

gelap. Lele juga memiliki alat pernapasan tambahan berupa modifikasi dari busur
5

insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip

dadanya. Ada yang mengatakan,bahwa patil ini tidak hanya tajam tetapi juga

beracun dan mengakibatkan panas tinggi jika orang tak sengaja terkena patil

tersebut. Ikan lele lokal memiliki sistem peredaran darah seperti pada ikan tawar

pada umumnya. Darah pada ikan terdiri atas sel darah merah, sel darah putih dan

plasma darah. (Fernande, 2016).

2.2 Sel Darah

Didalam darah mempunyai dua komponen utama yaitu sel-sel darah dan

plasma darah. Sel-sel darah terbagi lagi menjadi sel darah merah (eritrosit), sel

darah putih (leukosit), dan sel pembeku darah atau bitir-butir darah (trombosit),

sedangkan plasma darah disebut juga sebagai cairan darah (Pulungan et al.,2010

dalam Khaiqal, 2013).

Darah mengangkut oksigen dari insang ke jaringan dan mengankut CO2 dari

jaringan ke insang. Pada kebanyakan sepesies ikan, O2 terikat pada haemoglobin

pada darah sel merah. Tetapi pada sebagian ikan tidak memerlukan Hb untuk

transparans O2 dan Hb darah. Dua tipe peredaran darah dalam Hb sangat pada

respirasi ikan. Ketika darah mencapai jaringan, dimana CO2 tinggi, afinitas dan

kejenuhan menurun dan demikian O2 akan dilepaskan dari Hb dan berdifusi

kedalam jaringan (Windarti et al,. 2017).

Sel darah merah ikan berinti berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit

berwarna merah kekuningan, bentuknya lonjong, kecil dan ukurannya sekitar 7-36

µm.Jumlah eritrosit tiap mm3 darah ikan sekitar 20.000-3.000.000

butir, tergantung pada jenis dan ukuran ikan (Windarti et al.,2017). Rupa sel-sel
6

darah merah dapat di amati secara makroskopis dan mikroskopis sebelum dan

sesudah mengalami haemolisis serta dapat di tentukan tahanan osmotiknya.

2.3 Haemolisis

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas

kedalam medium sekelilingnya (plasma).Kerusakan membran eritrosit dapat

disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam

darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,

pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah

dll.Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan

larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke

dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan

sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang

ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin

akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosi berada pada

medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium

luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat

dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar

eritrosit, (Sri, 2013).

2.4 Tahanan Osmotik Sel-sel Darah Merah

Butir-butir darah merah berbentuk bikonkaf yang berisi cairan

instraselluler. Bila sel-sel ini dimasukan ke dalam suatu cairan hipertonis atau

hipotonis terhadap cairan instraselluler, maka terjadi proses osmose dan diffusi.

Adanya proses osmosis memungkinkan adanya cairan yang mengalir dari

larutan di luar sel ke dalam sel-sel darah merah, darah tidak mengalami perubahan
7

bila tekanan osmose cairan tersebut sama dengan tekanan osmose cairan

intraselluler. Bila cairan di luar dari sel-sel tersebut hipertonis (tekanan

osmosenya lebih tinggi), maka sel-sel tersebut akan kehilangan cairan

intrasellulernya sehingga sel darah akan mengkerut. Sedangkan bila cairan diluar

sel tersebut hipotonis (tekanan osmosenya lebih rendah), maka cairan dari luar

sel-sel tersebut akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan membengkak dan

lama-lama akan pecah dan hemoglobin akan keluar (Redy et al.,2014).


8

III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan ini dilaksanakan, pada tanggal 6 Maret 2017,

di mulai pada pukul 14:00-16:00 WIB, bertempat di Laboratorium Biologi

Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam memngamati rupa darah secara makroskopis

dan mikroskopis sebelum dan sesudah haemolisis adalah darah ikan yang dijaga

agar tidak menggumpal, aquades, EDTA 10%, NaCl 3% Etanol murni, dan

pewarna Giemsa. Alat yang digunakan adalah jarum suntik, tabung reaksi,

mikroskop, dan objek glass.

Adapun bahan yang di gunakan dalam menentukan tahanan osmotik sel-

sel darah merah adalah darah ikan, larutan NaCl 3% dan aquades. Sedangkan alat

yang di gunakan adalah 9 tabung reaksi yang ditata dalam rak yang di beri label

dan nomor pada masing-masing tabung reaksi. Selain itu di gunakan juga pipet

tetes 1ml atau 2ml.

3.3 Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu dilakukan dengan cara

pengamatan secara langsung terhadap objek praktikum.

3.4 Prosedur Praktikum

Adapun prosedur praktikum rupa darah secara makroskopis dan

mikroskopis sebelum dan sesudah haemolisis adalah sebagai berikut:


9

1. Ikan di bius dengan mnyak cengkeh, dengan cara air di tetesi minyak

cengkeh secukupnya (sekitar 5 tetes/liter) sambil diaduk-aduk. Kemudian

ikan dimasukan ke dalam air tersebut. Biarkan beberapa menit hinga ikan

pingsan.

2. Memnasahi jarum suntik dan spuit dengan EDTA 10% untuk mencegah

pembekuan.

3. Ikan yang sudah pingsan di letakan dalam nampan plastic. Tubuh ikan

ditutupi dengan kain basah (supaya tidak licin saat di pegang dan

mengurangi stress ikan). Jarum suntik ditusukan ke vena caudalis dengan

arah ke tulang belakang. hentikan tusukan bila sudah menyentuh tulang

dan vena caudalis sudah tertusuk. Tunggu hingga darah mengalir ke dalam

spuit. Tarik spuit perlahan sampai mendapatkan volume darah sabanyak 3

ml.

4. Menyediakan 3 buah tabung reaksi dengan label A,B dan C. Tiap tabung

di beri 1ml darah ikan. Pada tabung A di tambah 1 ml aquades. Pada

tabung B di masukan 1 ml darah ikan dan NaCl 3%. Pada tabung C di

masukan darah 1ml tanpa di tambah apa-apa, kemudian tabung di kocok

dan di biarkan selama 5 menit.

5. Meembuat preparat ulas/usap darah dari darah yang sudah diperlakukan

tersebut. Dari setiap tabung di ambil 1 tetes darah, diteteskan pada bagian

ujung objek glass, kemudian salah satu ujung tetesan darah di sentuh

dengan objek glass lain dan di geser sepanjang objek glass dengan posisi

sudut 45°.
10

6. Objek glass dengan ulasan darah di angkat dan diterawang pada cahaya

datang, dan cahaya tem

7. bus. Diamati dengan menggunakan mikroskop.

8. Darah pada tabung A di tambah lagi dengan 1ml NaCl3%. Darah pada

tabung B ditambah dengan 1 ml aquades. Dengan demikian perbandingan

volume darah, air dan larutan NaCl 3% pada tabung A dan B menjadi

sama.

Adapun Prosedur pembuatan sampel untuk pengamatan jenis-jenis darah

adalah sebagai berikut:

1. Membuat preparat ulas darah dari darah ikan yang murni.

2. Preparat di keringkan selama 5 menit.

3. Mencelupkaan preparat pada ethanol murni dan di keringkan selama 5

menit.

4. Mencelupkan preparat dalam larutan Giemsa dan di keringkan selama 5

menit.

5. Mengamati preparat di bawah mikroskop.

Adapun prosedur praktikum menentukan tahanan osmtik sel-sel darah

merah.

1. Menyadiakan tabung reaksi dan memberi nomor 1sampai 9

2. Membuat larutan NaCl 0%; 0,35%; 0,5%; 0,6%; 0,7%; 0,9%; 1%; 3%.

3. Mengisi tabung dengan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berurutan

4. Teteskan 10 tetes darah ikan yang tersedia ke dalam tiap-tiap tabung,

mencampurkan secara hati-hati dan di biarkan lebih kurang 30 menit.


11

Setelah 30 menit di amati kondisi lapisan merah di permukaan air. Amati

tabung mana lapisan merah tersebut lenyap/tidak terlihat lebih cepat.


12

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Rupa Darah Secara Makroskopis Dan Mikroskopis Sebelum Dan

Sesudah Haemolisis

Berdasarkan hasil praktikum mengenai rupa darah secra makroskopis dan

mikroskopis sebelum dan sesudah haemolisis di peroleh hasil data sebagai berkut:

Gambar 1. Morfologi ikan lele local (Clarias bathracus)

a. Rupa Darah Pada Tabung A+ 1 ml Aquades

Gambar 2. Rupa darah tabung A+ 1ml Aquades

Darah pada tabung A setelah di tambah aquades warna darah merata agak

merah tua dan mengencer, karena sel darah merah mengembang.


13

b. Rupa Darah Pada Tabung A+ 1 ml Aquades dan + 1ml NaCl 3%

Gambar 3. Rupa darah tabung A+ 1 ml Aquades dan + 1ml NaCl 3%

Tabung A setelah ditambahkan larutan NaCl 3% terdapat endapan di

bagian bawah tabung karena sel darah merah mengerut.

c. Rupa Darah Tabung B+ 1ml NaCl 3%

Gambar 4. Rupa darah tabung B+1 ml NaCl 3 %


Rupa darah pada tabung B menggumpal di bagian dasar tabung dan

terlihat pekat.
14

d. Rupa Darah Tabung B + 1 ml Nacl 3% dan + 1ml Aquades

Gambar 5. Rupa darah tabung B+1 ml NaCl 3 % dan + 1ml Aquades

Rupa darah pada tabung B+1 ml NaCl 3 % dan + 1ml Aquades terbagi tiga

, dimana bagian bawah pekat dan menggumpal, bagian tengah merah encer,

bagian atas merah muda

e. Rupa Darah Pada Tabung C Sebagai Kontrol

Gambar 6. Rupa darah tabung C sebagai control


15

Adapun hasil dari pengamatan dari preparat ulas yang di amati di bawah

mikroskop adalah:

a. Preparat Ulas Tabung A + 1ml Aquades

Gambar 7. Rupa darah tabung A+ 1ml Aquades

b. Preparat Ulas Tabung A+ 1ml Aquades dan +1ml NaCl 3%

Gambar 8. Rupa A+ 1ml Aquades dan +1ml NaCl 3%


C. Preparat Ulas Tabung B+ NaCl 3%

Gambar 9. Rupa B+ 1ml NaCl 3%


16

d. Preparat Ulas Tabung B + 1ml NaCl 3% dan +1ml Aquades

Gambar 10. Rupa B+ 1ml NaCl 3% dan + 1ml Aquades

e. Preparat Ulas Tabung C (control)

Gambar 11. Rupa C (kontrol)


17

4.1.2. Menentukan Tahanan Osmotik Sel-sel Darah Merah

Berdasarkan hasil praktikum menentukan tahanan osmotic sel-sel darah

merah di peroleh hasil sebagai berikut:

a. Darah ikan + 1ml NaCl 0,3%

Gambar 12. Darah ikan + 1ml NaCl 0,3%

Pada konsentrasi larutan NaCl 0,3% darah sedikit menggumpal dan

mengendap, masih tembus cahaya saat di amati di bawah mikroskop.

b. Darah ikan + 0,5% NaCl

Gambar 13. Darah ikan + 1ml NaCl 0,5%

Pada konsentrasi larutan NaCl 0,5% saat di amati dengan mikroskop darah

lebih menggumpal dari 0,3% dan mengendap.


18

c. Darah ikan + 0,6% NaCl

Gambar 14. Darah ikan + 1ml NaCl 0,6%

Pada konsentrasi larutan Nacl 0,6% drah menggumpal dan mengendap dan

saat di amati dengan mikroskop cahaya masih tembus.

d. Darah ikan +0,7% NaCl

Gambar 15. Darah ikan + 1ml NaCl 0,7%

Pada konsentrasi larutan NalCl 0,7% darah menggumpal dan mengendap,

saat di amati menggunakan mikroskop darah tidak tembus cahaya.

Gambar 16. Darah ikan + 1ml NaCl 0,8%


19

e. Darah ikan +0.9% NaCl

Gambar 17. Darah ikan + 1ml NaCl 0,9 %

Pada konsentrasi larutan NaCl 0.9% darah mengumpal di bagian bawah

tabung, dan saat di amati menggunakan mikroskop tampak pekat, menggumpal

dan tidak tembus cahaya.

f. Darah ikan +1 % NaCl

Gambar 18. Darah ikan + 1ml NaCl 1 %

Pada konsentrasi larutan NaCl 1% darah menggumpal dan

mengendap,tampak pekat dan tidak tembus cahaya saat di amati menggunakan

mikroskop.
20

g. Darah ikan + 3%NaCl

Gambar 19. Darah ikan + 1ml NaCl 3 %


Pada konsentrasi larutan NaCl 3% darah menggumpal dan mengendap di bagian

bawah tabung, saat di amati mengggunakan mikroskop tampak sangat pekat dan

tidak tembus cahaya sama sekali.

4.2. Pembahasan

Darah tidak dapat tembus cahaya, disebabkan karena sifat-sifat optik

eritrosit yang terdapat dalam darah. Jika sel-sel ini dilarutkan dalam suatu cairan

yang bebeda konsentrasi garamnya atau jika sel-sel ini membengkak karena

proses difusi atau osmosis. Maka hemoglobin akan lepas dan darah menjadi

tembus cahaya. Darah yang tidak tembus cahaya mempunyai sifat seperti cat

penutup, sedangkan darah yang tembus cahaya mempunyai sifat seperti cat lak

(pernis). Suatu larutan garam yang pekat akan meyebabkan butir-butir darah

mengisut, sehingga konsentrasi hemoglobin meningkat dan sifat darah yang

seperti cat penutup itu bertambah kuat.

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas

ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat

disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam

darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,

pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah.


21

Komposisi elektrolit dalam sel darah merah kualitatif sama dengan yang

terdapat dalam plasma, hanya kuantitatifnya ada perbedaan. Tekanan osmosis

didalam sel sama dengan tekanan osmosis larutan 0,9 % NaCl yaitu larutan

isotonis dalam air. Apabila terjadi perubahan tekanan osmosis pada larutan diluar

sel darah merah akan berpengaruh terhadap besarnya sel tersebut. Larutan yang

hipotonik (aquades, 0,5 % NaCl) menyebabkan air masuk kedalam sel dan sel

akan bertambah besar kemudian pecah dan hemoglobin keluar dari sel, proses ini

disebut hemolisis. Sebaliknya apabila larutan sekeliling sel hipertonis ( NaCl

1,5 % dan 3%), maka air dari dalam sel akan keluar sehingga sel mengecil

(mengkerut). Tetapi proses hemolisis dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain

misalnya ada pelarut lain seperti eter dan kloroform.

1. Tabung A

Pada tabung A, darah yang ditambahkan aquades mengalami hemolisis,

karena aquades merupakan cairan hipotonis yang menyebabkan perbedaan

konsentrasi dimana konsentrai darah lebih tinggi daripada konsentrasi aquades,

sehingga beberapa cairan dari aquades masuk kedalam sel-sel darah merah

tersebut sampai konsentrasinya seimbang akan tetapi membran atau lapisan yang

dimiliki darah tidak kuat untuk menampung semua itu sehingga terjadilah

Hemolisis (pecahnya sel darah merah). Darah yang diberi aquades terlihat

memudar warna merahnya, karena hemoglobin keluar dari eritrositnya. Oleh

karena itu, apabila darah tersebut diletakan diatas sebuah tulisan maka huruf

tersebut akan terlihat jelas.


22

2. Tabung B

Pada tabung B, darah yang ditambahkan NaCl 3% akan mengalami

krenasi, karena NaCl 3% merupakan cairan hipertonis. Jika darah dicampurkan

dengan cairan tersebut maka akan terjadi proses pengerutan (krenasi) yaitu proses

dimana cairan dari sel darah merah akan keluar dari membran plasma yang selalu

menyelimutinya karena pelarut di dalam sel darah merah akan keluar dari sel

tersebut. Setelah pengamatan secara makroskopik telah kita lakukan terhadap

darah yang kita kenai perlakuan seperti ini dan hasilnya tulisan yang dikenakan

darah tersebut akan buram, tidak terlihat terlalu jelas, karena darah tidak pecah,

hanya mengkerut sehingga darah tersebut masih mengandung Hb yang

menghalangi cahaya yang tembus.

3. Tabung C

Sel darah tanpa perlakuan apapun memiliki sifat yang kental dan tidak

dapat tembus cahaya.

Pada percobaan menentukan tahanan osmotik sel darah merah,

darah yang dilarutkan pada larutan NaCl 0% (aquadest) memperlihatkan bentuk

yang berbeda dibandingkan dengan yang dilarutkan pada NaCl 0.5%, NaCl 0.9% ,

NaCl 1,5% dan NaCl 3%. Larutan NaCl 0.5% dan aquades mempunyai tekanan

osmotik yang lebih rendah dari darah, sehingga dikatakan hipotonik. Pada kondisi

ini air akan menembus membran sel, akibatnya sel akan menggembung.

Masuknya air ini disebabkan karena perbedaan gradien konsentrasi zat

terlarut dalam sel dan di luar sel. Pada kondisi hipertonik, misalnya pada sel darah

yang dilarutkan dalam larutan NaCl 3% dan NaCl 1,5%, keadaannya akan terbalik

dengan sel yang dalam keadaan hipotonik. Air dalam sel akan keluar menembus

membran, sehingga sel akan mengkerut, atau yang biasa disebut plasmolisis. Lain
23

halnya dengan sel darah yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0.9%, sel ini tidak

mengalami perubahan apa-apa. Pada kondisi isotonik ini tidak terjadi perbedaan

gradien konsentrasi zat terlarut di dalam maupun di luar sel. Oleh karena itu

larutan NaCl 0.9% disebut sebagai larutan fisiologis.

Larutan hipotonik adalah suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut

lebih rendah (tekanan osmotik lebih rendah) dari pada yang lain sehingga air

bergerak ke dalam sel. Dengan menempatkan sel dalam lingkungan hipotonik

tekanan osmotik menyebabkan jaringan mengalirkan air ke dalam sel, sehingga

menyebabkan sel pecah dan tidak berfungsi. Yang termasuk dalam larutan

hipotonik adalah quads dan NaCl 0.5%.

Larutan hipertonik adalah suatu larutan dengan konsentrasi zat terlarut

lebih tinggi (tekanan osmotik yang lebih tinggi) dari pada yang lain sehingga air

bergerak ke luar sel. Dalam lingkungan hipertonik, tekanan osmotik menyebabkan

air mengalir keluar sel. Jika cukup air dipindahkan dengan cara ini, sitoplasma

akan mempunyai konsentrasi air yang sedikit sehingga sel tidak berfungsi lagi.

Larutan hipertonik terdiri dari NaCl 1,5% dan 3%.

Larutan isotonik adalah suatu larutan yang mempunyai konsentrasi zat

terlarut yang sama (tekanan osmotik yang sama) seperti larutan yang lain,

sehingga tidak ada pergerakan air. Larutan isotonik dengan larutan pada sel tidak

melibatkan pergerakan jaringan molekul yang melewati membran biologis tidak

sempurna. Larutan-larutan yang tersisa dalam kesetimbangan osmotik yang

berhubungan dengan membran biologis tertentu disebut isotonik. Sebuah larutan

yang mempunyai konsentrasi garam yang sama contohnya sel-sel tubuh yang

normal dan darah. Yang termasuk larutan isotonis adalah NaCl 0,9.
24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hipotesis yang menyatakan tidak ada pengaruh pemberian

larutan NaCl dan Aquades terhadap rupa darah secara makroskopis dan

mikroskopis sebelum dan sesudah haemolisis serta tahanan osmotik pada sel

darah pada ikan (H:0) ternyata salah dan di tolak, yang artinya hipotesis yang

menyatakan bahwa ada ada pengaruh pemberian larutan NaCl dan Aquades

terhadap rupa darah secara makroskopis dan mikroskopis sebelum dan sesudah

haemolisis serta tahanan osmotik pada sel darah pada ikan. Berdasarkan hasil

percobaan rupa darah secara makroskopis dan mikroskopis sebelum dan sesudah

haemolisis, darah yang di tambah larutan Aquades darah mengembang akibat

penambahan larutan atau mengalami hipotonis dan tidak tembus cahaya,

sedangkan darah yang di tambah larutan NaCl mengalami proses osmosis dan

mengkerut serta tembus cahaya. Untuk percobaan menentukan tahanan osmotic

sel-sel darah merah bila darah di tambah dengan larutan hipertonis (NaCl 0,9%

dan NaCl 3%) maka sel darah merah akan mengkerut karena tekanan osmosa

larutan hipertonis lebih tinggi dari tekanan osmosa darah. Sedangkan bila darah

ditambah dengan larutan hipotonis (NaCl 0% dan NaCl 0,3%), maka sel darah

merah akan mengembang dan pecah.

5.2. Saran

Dalam melaksanakan praktikum ini sebaiknya di laksanakan dengan

sebaik mungkin, dan penuh ketelitian, serta sarana dan prasaranan yang di

gunakan harus cukup memadai sehinga memudahkan dalam pengamtan objek

yang di teliti.
25

DAFTAR PUSTAKA

Fernande. 2015. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air Rupa darah Secara
MAkroskopis dan Mikroskopis Setelah dan Sesudah Haemolisis dan
Menentukan Tahanan Osmotik Darah Merah. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Pekanbaru.

Khaiqal. 2013. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air Rupa darah Secara
MAkroskopis dan Mikroskopis Setelah dan Sesudah Haemolisis dan
Menentukan Tahanan Osmotik Darah Merah. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Pekanbaru.

Manda Ridwan Putra, Chaidir P. Pulungan, Windarti, deni Efizon. 2016. Buku
Ajar Biologi Perikanan. UR Press. Pekanbaru.

Redy Sptiansyah, Ridwan Zaelani, Latip Mustofa. 2014. Laporan Akhir


Praktikum Fisiologi Ternak Praktikum Darah.Fakultas Peternakan.
Universitas Padjajaran. Jatinangor.

Sri Jarwanto. 2013. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air Rupa darah Secara
MAkroskopis dan Mikroskopis Setelah dan Sesudah Haemolisis. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru.

Windarti, Niken Ayu Pamungkas, Morina Riauwaty, Benny Heltonika,

M.Fauzi,Efawani.2017. Buku Ajar Fisiologi Hewan Air, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. UR Press. Pekanbaru.


26

LAMPIRAN
27

Lampiran 1. Prosedur Praktikum

Pemberian anesti pada ikan


menggunakan minyak cengkeh
(5 tetes/l).

Mengambil darah ikan


menggunakan jarum suntik,
sebelumnya jarum suntik dan
spiut di basahi dengan
EDTA, darah di ambil
sebanyak 3 ml

Darah di masukan ke dalam


tabung reaksi A,B,dan C. yang
di tambah dengan Aquades
1ml dan larutan NaCl. Dan
pada Tabung reaksi dengan
konsentrasi NaCl 0,3%-3%.

Darah dalam Tabung Reaksi di


susun pad arak, dan di biarkan
selama 5 menit.
28

Darah dalam reaksi di ambil


dari stiap sampel A,B,C
dengan pipet tetes, dan di
teteskan pada objek glass.

Darah pada objek glass di


amati di bawah mikroskop,
apakah tembus cahaya atau
tidak.

Anda mungkin juga menyukai