Anda di halaman 1dari 19

A.

Judul
Pengaruh Hubungan Sosial Keluarga Terhadap Underachiever Kelas X Siswa Madrasah
Aliyah Walisogo Kayen

B. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemeritah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang berlangsung di
sekolah maupun di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik,
agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di waktu
yang akan datang1.
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan
sebagai prosespengoprasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial
anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan
dalam arti luas diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara
sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan
(sekolah).2
Di masa lalu bahkan sampai sekarang perkataan “kecerdasan” selalu diartikan
sebagai sebagai suatu keunggulan intelektual dan diyakini sebagai sumber keunggulan
dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pendidikan. Seolah- olah seorang yang
mempunyai kemampuan inteletual tinggi diyakini akan mengalami keunggulan dalam
segala aspek kehidupan. Dalam kenyataanya, ternyata seseorang yang dianggap memiliki
kecerdasan tinggi, tidak unggul secara keseluruhan.
Dalam konsep sekarang ini, kecerdasan itu tidak hanya terbatas pada keunggulan
intelektual tetapi pada aspek non intelektual seperti emosi, sosial, spiritual, dsb. Goleman
(1995) menengemukakan konsep kecerdasan emosioal sebagai sumber keunggulan
seseorang. Secara lebih ekspisit Goleman menggembangkan konsep emosi sebagai suatu
sumber daya internal dalam diri seseorang yang mendorong utuk berperilaku dalam
rangka memperoleh kelangsungan hidup.
1
Radja Madyharja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2014). Hlm. 11
2
Sunarto & Agung Hartanto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,2013). Hlm.132
Dengan emosi itulah semua makhluk dapat mengendalikan diri untuk
memperoleh kelangsungan hidup. Pada manusia, emosi itu kemudian berkembang
dengan kekuatan akalnya sehingga menghasilkan perilaku yang berupa pikiran emosional
disamping pikiran rasional. Dengan masuknya unsur kecerdasan dalam kasawan
emosional individu, maka perilakunya dapat lebih terkendali sehingga mampu
mewujudkan kehidupan yang bahagia dan efektif.
Dalam proses pendidikan, kecerdasan emosional mempunyai peranan yang besar
dalam mencapai hasil pendidikan secara lebih bermakna. Hal ini mengandung makna
bahwa kecerdasan intelektual saja belum memberikan jaminan penuh bagi pencapaian
sukses pendidikan, akan tetapi perlu didukung oleh kecerdasan emosional secara lebih
optimal.
Dengan kecerdasan emosional yang tinggi seseorang akan mampu mengedalikan
potensi intelektualnya dalam pendidikan sehingga terwujud dalam sukses yang bermakna.
Studi tentang siswa yang berprestasi kurang (underachiever) menunjukan bukti empiris
tentang hal itu. Siswa yang tergolong “berprestasi kurang atau underachiever adalah
siswa yang memiliki potensi intelektual tinggi akan tetapi mempunyai prestasi belajar
yang rendah atau di bawah rata-rata. Penelitian mengenai hal itu (Surya, 1979)
memperoleh temuan bahwa faktor non intelektual mempunyai konstribusi yang besar
terhadap timbulnya gejala berprestasi kurang. Faktor non intelektual tersebut antara lain
sikap dan kebiasaan belajar, motif berprestasi, minat belajar, ketergantugan pengalaman
3
masa kecil, kualitas hidup keluarga, hubungan sosial, dsb.
Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya kita temui disekolah
karena mereka tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh guru
berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sebagian basar dari mereka mempunyai nilai nilai
pelajaran yang sangat rendah ditandai pula dengan tes IQ di bawah rerata normal. Untuk
golongan ini disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners.

Rim ( Del Siegel dan McCoah,) 2008) mengatakan bahwa underachiever adalah
suatu kodisi dimana anak tidak dapat menampilkan potensiya. Underachiver adalah jika

3
Mohamad Surya, Psikologi Guru, (Bandung; Alfabeta, 2013). Hlm. 77
terjadi ketidak kesesuaian antara pretasi anak dan indeks kemampuannya sebagai nyata
test intlengensi, prestasi kreativitas, atau data observasi ( Utmi Munandar, 2004; 239)4

Hubungan sosial atau sosialisai merupakan hubungan antar manusia yang saling
membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas, yang di
dasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan
manusia semakin kompleks dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga
bekembang menjadi amat kompleks

Hubungan interpersonal dapat di artikan sebagai hubungan antar pribadi. Peserta


didik sebagai pribadi yang unik adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Sebagai makhluk sosial, peserta didik senantiasa melakukan interaksi sosial dengan orang
lain. Interaksi sosial menjadi faktor utama dalam hubungan interpersonal anatara dua
orang atau lebih yang saling mempengaruhi5.
Menurut Knapp (1984), interaksi sosial dapat menyebabkan seseorang menjadi
dekat dan merasakan kebersamaan, namun sebaliknya, dapat pula menyebabkan
seseorang menjadi menjauh dan tersisih dari suatu hubungan interpersonal. Bagi peseta
didik interaksi sosial terjadi pertama kali dalam keluarga, terutama dengan orang tua.
Keluarga merupakan unit sosial yang terkecil yang memiliki peranan penting dan
menjadi dasar bagi perkembangan psikososial anak dalam konteks sosial yang lebih luas6.
Keluarga berfungsi sebagai institusi yang dominan dalam membetuk kepribadian
anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak memelajari tingkah laku, sikap
keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian
Hubungan orang tua dan anak akan berkembang dengan baik apabila kedua pihak
saling memupuk keterbukaan, berbicara dan mendengar merupakan hal yang sangat
penting. Perkembangan yang di alami anak sama sekali bukan alasan untuk menghetikan
kebiasaan itu dimasa kecilnya. Hal ini justru akan membantu orangtua dalam menjaga
keterbukaanya jalur komunikasi.

C. Rumusan Masalah

4
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Kusus, (Sleman: PT. Intan Sejat Klateni,2009) .Hlm. 75
5
Sunarto & Agung Hartanto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,2013). Hlm. 128
6
Desmita, Psikologi Perkembangan Anak Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009). Hlm. 219.
1. Bagaimana hubungan sosial keluarga kelas X siswa madrasah aliyah walisogo kayen
Tahun?
2. Bagaimana berprestasi kurang (underachiever) kelas X siswa madrasah aliyah
walisogo kayen ?
3. Adakah pegaruh hubungan sosial keluarga terhadap underachiever kelas X siswa
madrasah aliyah walisogo kayen?

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang akan dilakukan peneliti
adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan sosial keluarga kelas X siswa madrasah aliyah


walisogo kayen.
2. Untuk mengetahui berprestasi kurang underachiever kelas X siswa madrasah
aliyah walisogo kayen.
3. Untuk mengetahui pegaruh hubungan sosial keluarga terhadap underachiever
kelas X siswa madrasah aliyah walisogo kayen.

Adapun manfaat yang dapat di ambil dari penelitian yang akan dilakukan ini
adalah manfaat teoritis dan praktis. Manfaat yang diharapkan antara lain sebagai
berikut:

1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam kekayaan
kepustakaan yang berkaitan dengan hubungan sosial keluarga kelas X siswa
madrasah aliyah walisogo kayen di suatu lembaga, sekaligus dapat menambah
wawasan serta pengetahuan baru bagi peneliti dan pihak-pihak lain.
2. Praktis
a. Bagi Madrasah
Hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan yang sangat berharga bagi
sekolah untuk lebih memperhatikan hubungan sosial keluarga agar siswa dapat
meningkatkan prestasi siswa.
b. Bagi Guru
Dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pendidik untuk lebih
memperhatikan siswa berprestasi kurang (underachiever)
c. Bagi siswa
Dapat memberikan pengetahuan tentang hubungan sosial keluarga yang
mempengaruhi berprestasi kurang (underachiever) siswa.

D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka dalam hal ini penulis tekankan pada telaah penelitian sebelumnya
yang merupakan ulasan yang mengarah pada pembahasan karya ilmiah (skripsi) periode
sebelunya, sehingga akan diketahui titik perbedaan yang jelas. Adapun karya ilmiah
(skripsi) yang telaah penulis baca dan gunakan adalah sebagai berikut:
1. Skripsi karya Mada Nuvita Sari,201612138 (2015), Stain Ponorogo yang berjudul:
“Korelasi Kasih Sayang Orang tua dan kesulitan Belajar Siswa Kelas IV dan V di MI
terpadu Bina Putra Cendekia Tahun 2015/2016. Penelitian ini merupaka penelitian
kuatitatif deskriptif korelasional dengan tujuan mengetahui dua variabel yaitu kasih
sayang orang tua dan kesulitan belajar. Variabel adalah objek penelitian atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel adalah suatu atau sifat orang
ataupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peeliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Dua variabel yang diteliti yaitu variabel
dependent dan variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah
kasih sayang orang tua. Sedangkan variabel indpendent adalah kesulitan belajar
siswa.
Penelitian yang kedua, Penelitian yang dilakukan mahasiswa Stai pati
tahun 2014 yang berjudul penelitian pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial
terhadap hasil balajar siswa MI sambirejo kecamatan gunung wungkal tahun ajaran
2014. Yang merupakan ada penngaruh yang signifikan terhadap hubungan sosial
keluarga terhadap underachiever. Hal tersebut terbukti dengan nilai yang diperoleh r
hitug lebih besar dari r tabel 1% dan 5%. Maka ada pengaruh yang signifikan
terhadap pengaruh hubungan keluarga kelas X MA. Walisongo Kayen7.
Skripsi diatas memiliki persamaan yag akan penulis lakukan yaitu variabel terikat
underachiever, namun dari variabel bebas hubungan sosial keluarga. Dalam penelitia
mengfokuskan hubungan sosial terhadap underachiever siswa kelas X MA.
Walisongo kayen.

E. Deskripsi Teori
1. Hubungan Sosial Keluarga
a. Pengertian hubungan sosial keluarga
Hubungan sosial atau sosialisai merupakan hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan
terbatas, yang di dasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan
bertambah umur, kebutuhan manusia semakin kompleks dan dengan demikian,
tingkat hubungan sosial juga bekembang menjadi amat kompleks8.
Hubungan interpersonal dapat di artikan sebagai hubungan antar pribadi.
Peserta didik sebagai pribadi yang unik adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, peserta didik senantiasa melakukan
interaksi sosial dengan orang lain. Interaksi sosial menjadi faktor utama dalam
hubungan interpersonal anatara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi.
Menurut Knapp (1984), interaksi sosial dapat menyebabkan seseorang
menjadi dekat dan merasakan kebersamaan, namun sebaliknya, dapat pula
menyebabkan seseorang menjadi menjauh dan tersisih dari suatu hubungan
interpersonal. Bagi peseta didik interaksi sosial terjadi pertama kali dalam
keluarga, terutama dengan orang tua. Keluarga merupakan unit sosial yang

7
Syaiful Awar, pengaruh
lingkungan fisik dan lingkungan sosial terhadap hasil balajar siswa MI
sambirejo kecamatan gunung wungkal tahun ajaran 2014.
8
Sunarto & Agung Hartanto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,2013). Hlm. 128
terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi dasar bagi perkembangan
psikososial anak dalam konteks sosial yang lebih luas.9
Keluarga berfungsi sebagai institusi yang dominan dalam membetuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak memelajari
tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai masyarakat dalam rangka
perkembangan kepribadian.
Hubugan orang tua-anak akan berkembang dengan baik apabila keduanya
saling memupuk keterbukaan. Berbicara dan mendengarkan merupakan hal yang
penting. Perkembangan yang di alami anak sama sekali bukan alasan untuk
menghentikan kebiasaan kecilnya. Hal ini akan membantu orang tua menjaga
keterbukaanya dengan jalur komunikasi.10
b. Faktor-faktor terjadinya hubugan sosial
1. Faktor dari dalam diri sesorang medorong terjadinya hubungan sosial adalah
sebagai berikut:
a. Keinginan utuk meneruskan atau mengembangkan keturuan melalui
perkawinan.
b. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup karena membutuhkan orang lain
untuk memenuhi kebutuhanya.
c. Keinginan untuk mempertahankan hidup terutama menghhadapi seragan dari
apapun.
d. Keinginan untuk melakukan komunikasi sesama.
2. Faktor dari dalam yang mendorong terjadinya hubugan sosial
Faktor dari luar yang mendorong trjadinya hubungan sosial;
a. Simpati, adalah suatu sikap tertarik kepada orang lain karena
penampilanya, kebijakan atau pola pikirnya. Simpati menjadi dorongan
kuat pada seseorang sehingga terjadi interaksi dan pertukaran pendapat.
b. Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang yang mendasari
seeorang untuk melakukan perbuatan.
9
Desmita, Psikologi Perkembangan Anak Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009). Hlm. 219.

10
Desmita, Psikologi Perkembangan Anak Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2009). Hlm. 219.
c. Empati yaitu proses psikis atau rasa iba akibat tersentuh perasaanya pada
objek yang akan di hadapi.
d. Sugesti, adalah kepercayaan yang sangat mendalam pada diri orang lain
atau sesuatu.
e. Imitasi, adalah dorongan untuk meniru sesuatu pada orang lain. Imitasi
muncul atas minat, perhatian, atas sikap mengagumi terhadap orang lain.
f. Identitas, adalah dorogan untuk membuat dirinya nyentrik atau sama
dengan orang lain. Idenfikasi karena terikat oleh sesuatu yang
mengharuskan seseorang untuk menyesuaikan diri.

c. Hubungan-Hubungan Dalam Keluarga.


1. Hubungan suami istri
Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami istri pada kelas
menengah berubah dari hubungan yang ada pada keluarga yang instutional ke
hubungan yang ada pada keluarga yang companionship (Burgess dan Locke,
11
1960). Hubungan suami istri pada kelurga yang institusional ditentukan
diluar faktor-faktor diluar keluarga seperti adat isti adat, pendapat umum dan
hukum. Baru kemudian dalam perkembangan selanjutnya pengaruh faktor itu
berkurang. Hubungan suami istri lebih di dasarkan atas pengertian dan kasih
sayang timbal balik serta kesepakatan berdua.
Menerut Scanzoni dan Scanzoni (1981) hubungan suami-istri dapat
dibedakan menurut pola perkawinan yang ada. Mereka menyebut ada empat
macam perkawinan yaitu owner propry, head complement, senior junior
patner,dan equal patner.
Melalui analisis majalah wanita di amerika serikat pada tahun 1990
sampai thun 1979, Cancian dan Gordon seperti yang dikutip oleh Thomsop
dan Walker (1989) melaporkan bahwa ada perubahan emosi pada
perkawaninan kelas menengah. Meskipun cinta dan perkawinan sebagai self
sacrifice tetap merupakan pesan utama yang disampaikan pada wanita,

11
adakecenderungan untuk menuju pada cinta sebagai perasaaan yang
diekspresikan dan pekawinan sebagai tempat untuk mngembangkan diri.
Konsep seperti ini dalam perkawinan memungkinkan pria untuk
mengekspresikan kebutuhan dan prasaanya dan wanita untuk
mengekspresikan kemarahanya mereka yang terkotrol. Cacian da Gordon
menyimpulkan bahwa meskipun dalam perkawinan sekarang diperhatikan
masalah keintiman yang emosional, wanita tetap bertanggug jawab untuk
melihat apakah hal yang ideal ini terwujud dalam perkawinan.
2. Hubungan orang tua dan anak
Studi tentang hubungan orang tua-anak biasanya hanya membahas fungsi
anak terhadap orang tua dan bukan sebaliknya. Fungsi orang tua terhadap
anak di anggap sudah seharusnya berlangsung karena orang tua bertanggung
jawab atas anak-anak mereka. Padahal tidak sedikit bantuan yang di berikan
orang tua meskipun anaknya seharusnya sudah bisa meghidupi dirinya sendiri.
Bantuan yang diberikan orang tua misalnya memberi tumpanga tempat tinggal
kepada anaknya yang sudah dewasa termasuk mereka yang sudah menikah.
Batuan yang diberikan orang tua dapat dilihat sebagai hubugan
ketergantungan anak dengan orang tua, tetapi Levis (1990) melihatnya sebagai
hubungan saling ketergantungan antara orang tua- anak.pertama orang tua
berharap bila mereka membutuhkan bantuan anak akan menolong mereka.
Kedua, menolong anak merupakan kepuasan emosional.
Hubungan orang tua anak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adams,
seperti yang dikutip oleh Lewis (1990) menemukan bahwa kedekatan tempat
tinggal tidak berpengaruh pada bantuan keuangan, tetapi pada jasa yang
diberikan anak. Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah lamanya pernikahan
anak, jenis kelamin anak, kelas sosial, kesepakatan antaraibu dan ayah, dan
persamaan budaya dalam perkawinan (Lewis, 1990).
3. Hubungan antar saudara (siblings)
Berbeda dengan hubungan dengan suami-istri dan orangtua-anak,
hubungan antar saudara lebih jarang di bahas dalam literatur tetang keluarga.
Adanya pandangan bahwa kontak yang sering antara anak dewasa dan
orangtua mereka, bisa disebut sebagai penyebabnya (Adams, 1971). Padahal
secara potensial hubungan ini berlangsung paling lama di bandingkan denga
hubungan antar manusia yang lain., karena hubunga antar saudara terjadi sejak
adik dilahirkan sampai salah satu mereka meninggal (Cicireli,1980).
Hubunga antar saudara bisa di pengaruhi oleh jenis kelamin, umur, jumlah
jarak kelahiran, rasio saudara laki-laki terhadap perempuan,umur orang tua
pada saat mempunyai anak pertama, umur anak pada saat keluar dari rumah .
kedekatan emosi, harapan akan adanya tanggung jawab saudara dan konflik
antar saudara. Hubungan antar saudara laki-laki maupun perempuan pada saat
usia lanjut lebih erat dibandingkan mereka masih di usia sebelumnya.
Noberini, Mosatche dan brady seperti yag dikutipoleh Scott (1990)
menemukan bahwa hubungan antar saudara secara lbih stabil pada saat
dewasa. Mereka menemukan bahwa kematian salah satu orang tua
menyebabkan kegiatan bersama saudaradan persepsi tentang kebersamaan
dengan saudara dekat lebih meningkat.

2. Underachiever

a. Pengertian Underachiever

Underachiever adalah siswa yang memiliki potensi intelektual tinggi atau di


atas normal, tetapi mempunyai prestasi belajar yag tergolong rendah atau di bawah
rata-rata. Penelitian mengenai hal itu (Surya, 1979) memperoleh temuan bahwa
faktor non intelektual mempunyai konstribusi yang besar terhadap timbulnya gejala
berprestasi kurang.

Rim ( Del Siegel dan McCoah,) 2008) mengatakan bahwa underachiever


adalah suatu kodisi dimana anak tidak dapat menampilkan potensiya. Underachiver
adalah jika terjadi ketidak kesesuaian antara pretasi anak dan indeks
kemampuannya sebagai nyata test intlengensi, prestasi kreativitas, atau data
observasi ( Utmi Munandar, 2004; 239)
Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya kita temui disekolah
karena mereka tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh
guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sebagian besar dari mereka mempunyai
nilai nilai pelajaran yang sangat rendah ditandai pula dengan tes IQ di bawah rerata
normal. Untuk golongan ini disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners.
Pencapaian prestasi rendah umumnya di sebabkan oleh faktor minimal brain
dysfunction, dyslexia, atau perceptual disability.12

b. Karakteristik Underachiver

Menurut McCall Evahn Kratzer (1992) telah melakukan studi secara


intensif mengenai siswa berprestasi kurang (underachiever) disekolah menengah.
Dari kajian terhadap berbagai penelitian yang berkitan dengan hal itu ia
merangkum ciri-ciri anak berprestasi kurang sebagai berikut:
1. Persepsi diri:
a. Pesepsi rendah terhadap kecakapan
b. Pesepsi diri yag kurang baik dan rendahnya harga diri.
c. Kritis terhadap diri sendiri.
d. Takut gagal dan takut sukses.
e. Panik da gugup (terutama dalam penampila yang berlebihan.
2. Orientasi tujuan:
a. Standar tujuan yang tidak realistik, pefeksionis.
b. Rendahnya aspirasi pendidikan dan okupasioal (pekerjaa)
c. Rendahnya ketekunan diri.
d. Reaksi yang inpulsif terhadap tantangan.
3. Hubungan Sebaya:
a. Kurangnya banyak teman, meyendiri kesepian, menarik diri,
b. Kekurang-matangan ketrampilan sosial, tidak di sukai kelompok sebaya.
c. Merasa ditolak.
4. Hubungan Kekuasaan:

12
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Kusus, (Sleman: PT. Intan Sejat Klateni,2009) .Hlm. 75
a. Agresif yang berlebihan, menunjukan sikap permusuhan.
b. Mengalami masalah disiplin, dan kecenderungan nakal.
c. Membrontak dan selalu ingin bebas sendiri.
d. Kurang kendali diri dan manipulatif.
e. Tidak mampu memberikan respon dan tidak dapat dipercaya.
f. Pasif tetapi agresif.
5. Sumber kendali (locus of control):
a. Kendali ekternal, membohongi orag lain utuk suatu masalah atau
kegagalan.
b. Kritik yang berlebihan terhadap orang lain dan berifat negativistik.
6. Ekspresi emosional:
a. Apatis, tidak menunjukan tidak menujukan tanda-tanda ekspresi emosi.
b. Ledakan emosional, kurang mampu mengendalikan emosi.
c. Tidak bahagia atau depresi 13

Sedangkan di amerika serikat anak yang berprestasi rendah di sebut denga istilah
specific learning disability yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga menggangu
kelancara berbahasa, saat berbicara dan menulis.
2. Pada umumya mereka tidak mampu untuk menjadi pendengar yang baik, berfikir,
berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf, bahkan perhitungan yang
bersifat matematika.
3. Kemampuan mereka yang rendah dapat dicirikan melalui tes IQ atau tes prestasi
belajar, khususnya kemampuan-kemampuan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
di sekolah.
4. Kondisi kelainan dapat di sebabkan oleh perceptual handicapes, brain injury,
minimal brain dysfuntion, dyslexia, dan developmental aphasia.
5. Mereka tidak tergolong ke dalam penyandang tunagrahita, tunalaras, atau mereka
yang mendapatkan hambatan dari faktor lingkungan, budaya, atau ekonomi.

13
Mohamad Surya, Psikologi Guru, (Bandung; Alfabeta, 2013). Hlm. 77-78
6. Mempunyai karakteristik khusus berupa kesulitan di bidang akademik (academic
difficulties), masalah-masalah kognitif (cognitive poblems), dan masalah-masalah
emosi sosial (social emotional problems).
Mereka mendapatkan kesulitan dibidang akademik yang berkaitan dengan
mata pelajaran membaca (Berry dan Kirk, 1980), menulis dalam menyampaikan
ide atau menulis dengan tangan dalam meyusun kalimat, mengeja suatu tulisan,
yang bersifat cerita, dan melakukan komunikasi melalui tulisan atau surat
menyurat, serta matematika, terutama pemahaman terhadap konsep-konsep dan
cara melakukan perhitunga angka-angka (Bourke dan Reveers, 1997, Mencer
dan Miller, 1992).

Mereka megemukakan dibidang kognitif yang berkaitan erat dengan


kemampuan berfikir. Umumunya peserta didik yang berprestasi rendah
menunjukan kemampuan kurang kemampuan dirinya dalam megadaptasi proses
informasi yang datang pada dirinya, baik melalui penglihatan pendegaran maupun
perspsi tubuhnya (visual, auditory, and spatial perception). Mereka memerlukan
latihan untuk dapat mengefektifkan data ingatanya serta perhatian dan kesadaran
dirinya terhadap tugas-tugas sesuai dengan karakteistik kelainannya (yang bersifat
memory, attention, and metacognition).14

c. Faktor penyebab underachiever

Pelitian mengenai hal itu (Surya, 1979) memeperoleh temuan bahwa faktor
non-intelektual mempunyai kostribusi yang besar terhadap gejala prestasi kurang.
Faktor non-intelektual tersebut antara lain sikap dan kebiasaan belajar, motif
berprestsi, minat belajar, kurang kemtangan, ketergantunga, pengalaman masa
kecil, kualitas hidup keluarga, hubungan sosial, dsb15.

F. Kerangka Berfikir

X Y
14
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Kusus, (Sleman: PT. Intan Sejat Klateni,2009) .Hlm76.
15
Mohamad Surya, Psikologi Guru, (Bandung; Alfabeta, 2013). Hlm. 77.
Keterangan :

X (Variabel bebas) : hubunga sosial keluarga.

Y (Variabel terikat) : underachiever

r : pengaruh dengan hubungan sosial keluarga.

Gambaran diatas menjelaskan bahwa pada penelitian ini, faktor hubunga sosial
keluarga mempunyai peran penting dalam penanganan underachiever. Serta mempunyai
dampak yang signifikan untuk menetukan hasil belajar siswa. Dari keterangan di atas
faktor yang mempengaruhi hubungan sosial keluarga adalah undrachievere. Faktor- faktor
yang mempengruhi underachiever adalah sikap dan kebiasaan belajar, motif berprestsi,
minat belajar, kurang kemtangan, ketergantunga, pengalaman masa kecil, kualitas hidup
keluarga, hubungan sosial. Sedangkan faktor yang mempengaruhi hubungan sosial adalah
simpati, motivasi, empati, sugesti, imitasi, identitas.

Agar dapat meningkatkan hasil belajarnya, sorang siswa harus mampu


memenage faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya. Baik faktor dari luar maupun dari
dalam diri siswa. Disamping itu hak pendidik juga harus mempunyai upaya untuk
meningkatkan hasil belajar dengan cara melakukan pembelajaran yang efektif mungkin.

G. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah penelitian
dimana rumusan masalah penlitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan,
karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum
berdasarkan fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi
hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban yang empiris degan data.
Berdasarkan kerangka berfikir, maka hipotesis yang di ajukan sebagai berikut:

HO : Terdapat pengaruh yang signifikan pengaruh hubungan sosial keluarga terhadap


underachiever kelas X MA. Walisongo Kayen
Ha : Tidak terdapat pengaruh yng signifikan signifikan pengaruh hubungan sosial
keluarga terhadap underachiever kelas X MA. Walisongo Kayen

H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian yang kami gunakan adalah field Research, yaitu suatu
penelitian lapangan untuk memperoleh data-data yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Penelitian yaitu meneliti sejauh mana variasi pada variabel, atau berkaitan dengan
variabel-variabel lain.
Dilihat dari metode penlitiannya, penelitia ini termasuk metode korelasi, karena
penelitian bertujuan melihat hubungan (pengaruh) antara dua variabel atau lebih,
yaitu pengaruh pengaruh hubungan sosial keluarga terhadap underachiever kelas X
MA. Walisongo Kayen.
2. Lokasi dan waktu penelitian.
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini direcankan mengambil lokasi di MA. Walisogo Kayen yang
terletak di kecamatan kayen kabupaten pati. Alasan dipilihya lokasi penelitian
tersebut karena MA. Walisogo Kayen sagat dekat dan mudah dijangkau dan
keunggulan bidang keagamaan dan ekstrakurikulernya sudah sering mendapatkan
prestasi, dan itu bisa dijadikan contoh oleh lembaga yang lain.
b. Waktu Penelitian
Dalam penelitia ini, direncanakan mulai bulan april 2019 sampai bulan agustus

3. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi yaitu keseluruhan objek yang menjadi sasaran penelitian yang
seharusnya diteliti dan pada populasi itu hasil penelitian yang dilakukan. Jadi
populasi yaitu keseluruhan objek yang menjadi sasaran penelitian. Adapun
populasi dalam pnelitian ini adalah siswa MA. Walisogo Kayen yang berjumlah
50 orang.

b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karaktristik yang dimiliki oleh
populasi terebut. Bila populasi besar dn peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi , misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu
maka peneliti tidak menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu, apa yang
di pelajari sampel itu. Apa yang di pelajari sampel itu, kesimpulanya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang di ambil betul-betul
representatif. (mewakili).
Namun menurut Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa apabila subjek
kurang dari dari seratus maka diambil semua. Tetapi jika populasi kurang dari
100, maka dapat diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih.16
Berdasarkan pendapat di atas karena populasi pada penelitian kurang dari
100 orang, maka penulis mengambil 100% dari 50 siswa dengan menggunakan
sampling jenuh.
4. Variabel dan Indikator
Variabel adalah objek penelitian atau yang menjadi suatu penelitian. Dalam penelitian
ini terdapat 3 variabel, yaitu XI, X2, Y degan rincian sebagai berikut:
a. Variabel independent pertama (X).
Variabel independent (X) yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Dalam penelitian
yang menjadi variabel independent adalah hubungan sosial keluarga.
b. Variabel dependent atau variabel terikat (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel dependent yaitu underachiever.
5. Teknik pengumpulan data

16
Sugiono. Metodologi Pendidikan.(Bandung: Alfabeta.2008). hlm 118
Teknik pengumpulan data sangat penting dalam suatu penelitian, sehingga untuk
memperoleh data-data yang lengkap, benar dan dapat di pertanggung jawabkan.
Teknik atau metode yang penulis gunakan adalah angket.
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab.Tujuan
utama pembuatan angket adalah untuk informasi yang sesuai dengan data yang di
inginkan. Oleh karena itu, pertanyaan atau pernyataan yang ada merupakan jabaran
dari data.
6. Teknik Analisis data
Teknik analisis data merupakan bagian terpenting dalam sebuah penlitian. Sebuah
penelitian tidak akan pernah diketahui kesimpulan dan hasilnya tanpa proses anlisis.
Proses analisis dalam proses penelitian akan dilakukan dalam 3 tahap yaitu analisis
pendahuluan, uji hipotesis sttistik, dan analisis lanjut.
a. Analisis pendahuluan peneliti menggunakan untuk menjawab rumusan
masalahno 1-3. Pada analisis data akan dipaparkan data angket tentang
hubungan sosial keluarga peserta didik di MA, Walisongo kayen. Untuk
analisi pendahuluan adalah skoring, yaitu menguantikasikan data kulitatif
sehingga diperoleh data-data yang bersifat numerik. Dalam tahap ini peneliti
menggunakan pedoman perskoran sebagai berikut:
1. Untuk butir instrumen diberi skor sebagai berikut:
a. Alternatif jawaban A diberi 4
b. Alternatif jawaban B diberi kor 3
c. Alternatif jawaban C diberi skor 4
d. Alternatif jawaban D diberi skor 1
Setelah data terkumpul selanjutnya mengelompokan databerdasarkan
variabel. Setelah itu peneliti mencari mean dri hasil angket variabel X dan Y
mencari mean dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
x
MX : ∑ ──
N
Y
MY: ∑ ──
N

Keterangan :
M : Meat atau rata-rata
∑X : jumlah X
∑Y ; Jumlah Y
N : Banyaknya nilai atau siswa
b. Analisis uji hipotesis
Analisis uji hipotesis merupakan lanjutan dari analisis pendahuluan dengan
menguji data tentang hubungan Variabel X dan Y. dalam hal ini untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh hubungan sosial keluarga terhadap
underachiever dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari korelasi antara preditor x dengan kriterium Y dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

rxy =∑ ¿ ¿

2. Menguji apakah ada korelasi signifikan atau tidak menggunakan rumus


sebagai berikut:

r √ n−2 17
th¿
√ 1−r 2

3. Analisis regresi sederhana


Analisi regresi sederhana digunakan untuk mengetahui besarnya pegaruh
anatara variabel bebas dan variabel terikat. Jadi analisis ini digunakan
untuk mengetahui hubungan sosial sosial keluarga terhadap underachiever
dengan menggunakan rumus regresi ganda yaitu:
a. Mencari koefesien dengan menggunakan rumus sebagai berikut

17
. hartanto, statistik untuk penelitian, ( yogyakarta:pustaka belajar, 2009).hlm 34
( ∑ y )( ∑ x 2 )−( ∑ x ) (∑ XY )
a=
N ∑ X 2−( ∑ X )

b. Mencari koefesien b dengan rumus sebagai berikut


N ∑ XY −( ∑ X ) (∑ Y )
b=
N ∑ X 2−( ∑ X ) 2

c . membuat garisregresi dengan rumus beriku

. y=b=bx

Keterangan:

Y: subjek dalam variabel dependent

A : nilai konstanta harga Y

B ; nilai arah penentuan prediksi yang terus meningkat

c. Analisi lanjutan
Analisis ini digunakan untuk membuat interpretasi lebih lanjut yaitu
dengan mengecek taraf signifikasi dengan cara mengkorelasikan antara nilai F
tabel pada taraf signifikan 5% dengan kemungkinan sebagai brikut:
1. Apabila nilai yang dihasilkan F reg ≥ tabel maka hasil signifikan berarti
ada pengaruh positif, sehingga hipotesis yang di ajukan diterima.
2. Apabila nilai yang dihasilkan dari F reg ≥ F tabel hasil yang diperoleh
adalah nonsignifikan berarti tidak ada pengaruh positif, hingga hipotesis
yang diajukan ditolak.18

18
Maskurin, statistik inferensial, (kudus: Mitra Proses). Hlm 81

Anda mungkin juga menyukai