Anda di halaman 1dari 23

KOMUNIKAS DENGAN PASIEN DAN KELUARGA

YANG MENDAPAT PERAWATAN PALIATIF

OLEH
KELOMPOK 2
1. PARIDA LUAWO (841418004)
2. ARAWINDAH PRAMESWARI (841418011)
3. FATIA ALI (841418018)
4. NI WAYAN SUKARIYANI (841418026)
5. DEAL MAGAFIRA HUNTOYUNGO (841418032)
6. SAFIRA R. PAGAU (841418113)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul komunikasi dengan pasien dan keluarga yang mendapat perawatan
paliatif ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami
menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaann makalah ini.

Penyusun

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Pengertian Perawatan Paliatif.......................................................................4
2.2 Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif...................................5
2.3 Fungsi Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif.......................8
2.4 Cara Berkomunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif....................10
2.5 Teknik Penyampaian Berita Buruk Pada Perawatan Paliatif......................12
2.6 Prinsip Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif.....................18
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
3.1 Kesimpulan.................................................................................................19
3.2 Saran............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah
untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan
kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari
definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative
care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah
menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi
penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup
aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan
semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit kronis sehingga
tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya
tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi. Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya
promosi kesehatan selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan
memegang peranan utama dalam pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila
digunakan secara tepat komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap,
persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya berperan
sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif
dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial,
pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan

1
dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural
dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia.
Komunikasi perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat harus
bisa menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan tidak
hanya pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga harus
diterapkan komunikasi terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau yang sering
disebut “koma” merupakan pasien yang fungsi sensorik dan motorik pasien
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima
klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Namun
meskipun pasien tersebut tak sadar, organ pendengaran pasien merupakan organ
terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsangan. (World Health
Organization (WHO) 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perawatan paliatif?
2. Bagaimana komunikasi pada pasien dengan perawatan paliatif?
3. Apa saja fungsi komunikasi pada pasien dengan perawatan paliatif?
4. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien dengan perawatan paliatif?
5. Bagaimana teknik penyampaian berita buruk pada pasien dengan
perawatan paliatif?
6. Apa saja prinsip komunikasi pada pasien dengan perawatan paliatif?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui yang dimaksud dengan perawatan paliatif
2. Mahasiswa dapat mengetahui komunikasi pada pasien dengan perawatan
paliatif
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi komunikasi pada pasien dengan
perawatan paliatif

2
4. Mahasiswa dapat mengetahui cara berkomunikasi pada pasien dengan
perawatan paliatif
5. Mahasiswa dapat mengetahui teknik penyampaian berita buruk pada
pasien dengan perawatan paliatif
6. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip komunikasi pada pasien dengan
perawatan paliatif

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perawatan Paliatif


Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang
menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah
untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan
kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari
definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative
care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah
menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut. (Irfan, 2017)
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya
tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu
bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Irfan, 2017)
Komunikasi perawat dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat
harus bisa menerapkan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan
tidak hanya pada pasien sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga harus
diterapkan komunikasi terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau yang sering
disebut “koma” merupakan pasien yang fungsi sensorik dan motorik pasien
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima
klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut. Namun
meskipun pasien tersebut tak sadar, organ pendengaran pasien merupakan organ
terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsangan. (Irfan, 2017)

4
2.2 Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif
Konsep pasien paliatif terbagi atas dua yang pertama pasien yang
menderita penyakit kronis, dan yang kedua adalah pasien yang mengahadapi
terminal.:
Menurut WHO penyakit kronis (chonic diseases) adalah penyakit yang
berdurasi lama dengan progress kemajuan yang lambat, penyakit kronis termasuk
dalam golongan penyakit tidak menular (noncommunicable diseases). Penyakit
kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh.  Kondisi terminal
adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu
tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Purwaningsih, 2015)
Komunikasi dengan pasien terminal biasanya pasien berada pada tahap
dimana pasien tidak sadar. komunikasi dengan pasien tidak sadar yaitu
menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik
dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar
tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus
tersebut. Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat
dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat
terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini
dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya. (Purwaningsih, 2015)
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita
tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita
komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar. Nyatanya dilapangan atau di
banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau pasien koma di ruangan-
ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit
(ICCU) dan lain sebagainya, sering mengabaikan komunikasi terapeutik dengan
pasien ketika mau melakukan sesuatu tindakan atau bahkan suatu intervensi.

5
Komunikasi terapeutik dapat berguna untuk menghargai perasaan pasien serta
berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada dalam keadaan yang tidak
sadar atau sedang koma. (Purwaningsih, 2015)
Tiap fase yang di alami oleh pasien dengan penyakit kronis dan terminal
mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan
respon yang berbeda pula. Dalam berkomonikasi perwat juga harus
memperhatikan pasien tersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat
dalam menyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien. Tahap berduka
menurut Elizabeth Kubbler Ross dikutip dari Potter dan Perry 2009 yaitu :
a. Fase Denial ( pengikraran )
Dalam tahap ini klien bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
menolak menerima kenyataan yang ada dari kehilangannya. Klien seolah-olah
tidak mengetahui hal yang telah terjadi. Sebagai contoh: klien yang baru saja
terdiagnosa kanker, akan menolak kenyataan dan menyangkal diagnosa
tersebut. Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan adalah syok.
Tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehlangn itu terjadi dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “. Bagi individu
atau keluarga yang mengalami penyakit kronis, akan terus menerus mencari
informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah
letih,lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas
cepat berakhir dlam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun. (Irfan,
2017)
Teknik komunikasi yang di gunakan : Memberikan kesempatan
untuk menggunakan koping yang kontruktif dalam menghadapi kehilangan
dan kematian selalu berada di dekat klien serta Pertahankan kontak mata
b. Fase anger ( marah )
Dalam tahap ini klien menunjukkan rasa marah dan menyalahkan
kondisinya. Klien menyalahkan diri sendiri, lingkungan, orang lain bahkan
marah kepada Tuhan. Klien mungkin menangis, berteriak, marah hebat,
membentak. Sebagai contoh : Klien yang baru terdiagnosa kanker akan marah
terhadap keadaanya, menyalahkan dirinya mengapa ini terjadi dan marah

6
terhadap Tuhan yang telah memberi penyakit tersebut. Fase ini di mulai dari
timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada
orang yang ada di sekitarnya, orang –orang tertentu atau di tunjukkan pada
dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai. (Irfan, 2017)
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah: Memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, hearing..
hearing.. dan hearing..dan menggunakan teknik respek
c. Fase bargening ( tawar menawar )
Tahap dimana klien menunda kesadarannya atas hal yang terjadi
padanya. Klien pada tahap ini berusaha untuk membuat janji pada orang yang
di sayangi, pada diri sendiri bahkan terhadap Tuhannya bahwa jika dirinya
bisa terhindar dari hal yang menakutkan tersebut. Sebagai contoh : klien
tersebut tahu bahwa dia menderita kanker, namun dirinya belum mau
menerima dan berusaha meminta pada Tuhan merubah hal tersebut. Apabila
individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka
ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan.
Respon ini sering di nyataka dengan kata kata “ kalau saja kejadian ini bisa di
tunda, maka saya akan selalu berdoa “ . apabila proses berduka ini di alami
keluarga, maka pernyataan seperti ini sering di jumpai “ kalau saja yang sakit
bukan anak saya. (Irfan, 2017)
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah: Memberi kesempatan
kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada pasien apa yang di
ingnkan
d. Fase depression
Tahap ini klien mulai menyadari atas hal yang terjadi padanya namun
belum menerima keadaannya. Beberapa individu merasa sedih, putus asa, dan
rasa kesendirian yang berlebihan. Karena mengalami hal yang buruk, klien
menarik diri dari lingkungan. Sebagai contoh : klien dengan kanker akan malu

7
dengan kondisinya sehingga klien berusaha untuk tidak berhubungan dengan
orang lain. Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik
diri, tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut atau dengan ungkapAn yang menyatakan keputus asaan,
perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering di perlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libugo menurun. (Irfan, 2017)
Teknik komunikasi yang di gunakan adalah: Jangan mencoba
menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga mengekspresikan
kesedihannya.
e. Fase acceptance ( penerimaan )
Pada tahap ini, klien mulai menerima sesuatu yang terjadi pada dirinya
dan mulai menata kembali kehindupannya.Sebagai contoh: klien mau
menerima kondisinya serta mulai mencari cara untuk mensiasati penyakitnya
dan mencari cara untuk kembali kekehidupan normalnya. Fase ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase menerima ini biasanya di
nyatakan dengan kata kata ini “ apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh?” Apabila individu dapat memulai fase fase tersebut dan masuk pada
fase damai atau penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu
tetep berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan. Jika
mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Teknik komunikasi yang di gunakan perawat adalah: Meluangkan
waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian pasien

2.3 Fungsi Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif


Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki beberapa
fungsi, yaitu:
a. Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak
memiliki respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien
ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku. Secara tepatnya pasien hanya

8
memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak
melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien
tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri. (Irfan, 2017)
b. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan
kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada
pendengarannya. Perawat dapat menggunakan kesempatan ini untuk
berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien.
Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk
menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat
pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar,
karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat. (Irfan,
2017)
c. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada,
sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat
berinteraksi dengan klien. Perawat dapat mengungkapan kegembiraan,
kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang dapat
perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap
negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan
mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga
tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien.
Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan
situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita
dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini
kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat
memori tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya. (Irfan, 2017)

9
d. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses
keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus
dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak
klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap tindakan
yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta
persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak
mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat
memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika
kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya. (Irfan, 2017)
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan
perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut.
Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting adanya. Walau, fungsi
yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Untuk dipertegas, walau
seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki
hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi. Perawat itu adalah manusia
pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu sesama, memiliki rasa bahwa
kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan membantu
siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap
memperhatikan hak-haknya sebagai klien. Komunikasi yang dilakukan perawat
bertujuan untuk membentuk hubungan saling percaya, empati, perhatian,
autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap
melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan
membantu dalam komunikasi terapeutik. (Irfan, 2017)

2.4 Cara Berkomunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif


Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan
timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat
menggunakan komunikasi terapetik. Membangun hubungan saling percaya dan
caring dengan klien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik
membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif. (Irfan, 2017)

10
Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan
rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon
verbal an nonverbal klien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja klien
akan menghindari topic pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk
berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon
berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat
komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak mendiskusikan
penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa klien bisa
kapan saja mengungkapkannya.  (Irfan, 2017)
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar, dan berada
pada tahap terminal, perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam
berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada
pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik
terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan,
meliputi: (Irfan, 2017)
a. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan
perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang
akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik,
kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
b. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep
kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan
diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat
memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang
akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan

11
keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan
klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat
menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat
berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan
perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi
non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat.
Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara
yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain.
Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak
sadar adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh
salah seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya
saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang
dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien
tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini,
keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena
perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah tersebut. (Irfan, 2017)

2.5 Teknik Penyampaian Berita Buruk Pada Perawatan Paliatif


Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita buruk:
1. Melakukan persiapan
 Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita
yang akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil
laboratorium atau pun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan.
Persiapkan juga pengetahuan dasar tentang prognosis atau pun
terapi pilihan terkait penyakit pasien.
 Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan
nyaman. Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan
dari staf medis lain atau pun dering telepon. Jika memungkinkan,
sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir.

12
 Perkenalkan diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan
hubungan mereka dengan pasien. Latihlah mental dan emosi untuk
menyampaikan berita buruk.
 Tulislah kata-kata spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau
yang harus dihindari dalam penyampaian.
2. Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya
Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa
dirinya sakit parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang
penyakitnya tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien
atau keluarganya dapat memahami berita buruk yang akan disampaikan.
Contoh pertanyaan yang dapat diajukan: (Tri, 2016)
 “Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda?”
 “Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat
ini?”
 “Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda?”
 “Apakah petugas medis Anda sebelumnya mengatakan apa
penyakit Anda? Atau menyarankan Anda melakukan suatu
pemeriksaan?”
 “Dengan gejala-gejala yang ada, menurut Anda penyakit apa yang
mungkin terjadi?”
3. Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang
penyakitnya
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan
tahu pasien, orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan
informasi setiap orang dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial
dan budaya masing-masing. Setiap orang mempunyai hak untuk menolak
atau menerima informasi lebih lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda tidak
menginginkan informasi yang lebih detail, maka petugas medis harus
menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa informasi
sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui
berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa: (Tri, 2016)

13
 “Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah
Anda ingin mengetahui lebih lanjut?”
 “Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci
mengenai kondisi Anda? Jika tidak, apakah Anda ingin saya
menyampaikannya pada seseorang?”
 “Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan
menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah
kesehatan?”
 “Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?”
Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak
menyampaikan pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya.
Sementara petugas medis mempunyai kewajiban secara hukum untuk
memberikan inform consent pada pasien dan disisi lain hubungan
terapetik yang efektif juga membutuhkan kerjasama dengan keluarga.
Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan mengapa mereka
tidak menginginkan petugas medis memberikan informasi pada pasien,
apa yang mereka takutkan akan apa yang petugas medis sampaikan,
dan apa pengalaman mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa
petugas medis bersama keluarga menemui pasien dan menanyakan
apakah pasien ingin informasi mengenai kesehatannya dan apa
pertanyaan yang mungkin diajukan.(Tri, 2016)
4. Menyampaikan berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan
penuh empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu
kesempatan. Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-
kata sederhana yang mudah dipahami. Hindari katakata manis
(eufemisme) ataupun istilah-istilah kedokteran. Lebih baik gunakan kata
yang jelas seperti “meninggal” atau “kanker”. Jangan meminimalkan
keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda setelah penyampaian
suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang disampaikan.
Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari kalimat
“Saya minta maaf” atau “Maafkan saya” karena kalimat tersebut dapat

14
diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang
terjadi, atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik
gunakan kalimat “Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda
mengenai hal ini”. Beberapa kalimat lain yang dapat dipilih untuk
menyampaikan berita buruk: (Tri, 2016)
 “Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan
Anda terkena kanker leher rahim”
 “Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan
hasil pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah
meninggal”
 “Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa
yang kita harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium
awal penyakit kanker”
 “Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum
tulang belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia”
5. Memberikan Respon Terhadap Perasaan Pasien
Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam
untuk memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi.
Respon pasien dan keluarga dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada
pasien yang menangis, marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan,
merasa bersalah, tidak percaya, takut, merasa tidak berharga, malu,
mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien pergi
meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai reaksi.
Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan
ajak pasien untuk menceritakan perasaannya. Contoh kalimat yang dapat
digunakan untuk merespon perasaan pasien: (Tri, 2016)
 “Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit”
 “Apakah berita ini membuat Anda takut?”
 “Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?’”
 “Saya akan coba membantu Anda”
 “Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak
Anda”

15
Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya sediakan
kertas tisu. Komunikasi non verbal yang akan sangat membantu adalah
: Petugas medis menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan
sentuhan jika memang pantas, karena ada juga pasien atau anggota
keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitif terhadap perbedaan
budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar yang tidak
pada tempatnya. Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan
perasaan mereka. Jangan mendesak dengan terburu-buru
menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi sudah dikeluarkan,
biasanya pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada langkah
berikutnya. (Tri, 2016)
6. Merencanakan tindak lanjut
Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:
 Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi
 Pengobatan gejala-gejala yang ada
 Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan
pengobatannya
 Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada
kemungkinan untuk sembuh, bangun harapan pasien dan
sampaikan tentang pilihan terapi apa saja yang tersedia.
 Mengatur rujukan yang sesuai
 Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut
 Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan
dukungan secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh
yang disegani, pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau
pun terapis profesional.
Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga,
bahwa petugas medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka,
dan petugas medis akan terlibat aktif dalam rencana yang akan
dijalankan. Katakan mereka dapat menghubungi petugas medis jika
ada pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu untuk pertemuan
berikutnya. (Tri, 2016)

16
Petugas medis juga harus memastikan bahwa pasien akan aman
dan selamat saat pulang. Cari tahu: apakah pasien dapat
mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang? Apakah pasien sangat
cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin bunuh diri? Apakah
ada seseorang di rumah yang dapat memberikan dukungan pada
pasien? (Tri, 2016)
7. Mengkomunikasikan Prognosis Pasien
Sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana
perjalanan penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka
ingin mempunyai kepastian tentang masa depan sehingga dapat
merencanakan hidup mereka, atau pasien merasa ketakutan dan berharap
bahwa petugas medis akan mengatakan penyakitnya tidak serius. Sebelum
langsung menjawab pertanyaan pasien tentang prognosis, sebaiknya
petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan mereka
menanyakan hal tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: (Tri,
2016)
 “Apa yang Anda harapkan akan terjadi?”
 “Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan
penyakit seperti ini?”
 “Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan?”
 “Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?”
Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian
informasi prognosis. Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka
biasanya mengharapkan informasi yang lebih rinci. Sedangkan pasien
yang sangat khawatir atau cemas, mungkin akan lebih baik mendapat
informasi secara umum saja. Jawaban Petugas medis yang definitif
seperti : “Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun”
akan berisiko menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia
harapan hidupnya lebih singkat. Jawaban seperti ini juga dapat
menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi jika dokter merendahkan
usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih disarankan dalam
menjawab pertanyaan tentang prognosis: “Sekitar sepertiga pasien

17
dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun,
separuhnya bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi
sesungguhnya pada diri Anda, saya sungguh tidak tahu” Setelah
jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan
menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil
tetap berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke
pasien dan keluarga bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi
hal ini dan pasien lebih mempersiapkan mental untuk menghadapi
sehingga dapat mengurangi penderitaan. Petugas medis harus
meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas medis akan siap
mendukung dan membantu mereka. (Tri, 2016)

2.6 Prinsip Komunikasi Pada Pasien Dengan Perawatan Paliatif


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang
tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien : karena
ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak
sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
Gunakan bahasa yang sopan dan santun setiapkai berkomunikasi.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat:
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien: Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin: untuk
membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan. (Irfan,
2017)

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Hubungan antara perawat, klien, dan keluarga sangatlah penting. Dalam hal
ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai
teknik komunikasi yang baik khususnya terhadap keluarga pasien terminal atau
pasien yang membutuhkan perawatan paliatif. Bagaimana perawat bisa
memahami perasaan dari keluarga pasien itu sendiri dan mampu berempati serta
mampu menempatkan diri sebaik mungkin dalam menangani pasien dan keluarga
dalam perawatan paliatif. (World Health Organization (WHO) 2016).

3.2 Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengembangkan lebih lagi pengetahuan
dan kemampuan dalam pemberian tindakan pelayanan keperawatan paliatif
kepada pasien dan keluarga khususnya pada keluarga pasien yang berada dalam
fase terminal. Di samping itu perawat juga harus mampu berkomunikasi dengan
baik terhadap keluarga pasien dalam hal memberitahukan keadaan pasien yang
sebenarnya. Dimana hal-hal tersebut dapat meningkatkan kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang khususnya pada pasien terminal dalam
memberikan perawatan paliatif secara penuh.

19
DAFTAR PUSTAKA

Irfan,Muhammad.2017. Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif.Yogyakarta:


Penerbit Graha Ilmu
Pastakyu.2010. Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar. Bandung: PT Refika
Aditama.
Purwaningsih dan Karlina. 2015. Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Mitra
cendeka.
Wahyuliati, Tri Sp.S., M.Kes. 2016. Ketrampilan Komunikasi – Menyampaikan
Berita Buruk (Skills of Communication – Breaking Bad News). Seminar
Nasional : Maternal – Neonatal Health Care. Wonosobo, 20 Agustus 2016

20

Anda mungkin juga menyukai