Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

ANALISIS TINGKAT KERAWANAN LONGSOR DI KEDIRI RAYA ( KOTA


DAN KABUPATEN KEDIRI) DENGAN BANTUAN SOFTWARE SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Dosen Pengampu: Sri Rahayu S.Si., M.Si.

Disusun oleh :
Dimas Aditiya
NIM. 21040119130079

PROGRAM STUDI S1

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara geografis sebagian besar wilayah di Indonesia berada pada kawasan
rawan bencana alam (Permen PU No. 22 Tahun 2007) karena dilalui oleh cincin api
pasifik yang merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu Indo-
Australia, Eurasia, dan Pasifik. Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, bencana ialah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Frekuensi bencana yang terjadi di
Indonesia terus menagalami peningkatan dari tahun ke tahun terutama yang
berkaitan dengan bencana hidrometeorologi (Sungkar, 2017). Salah satu dari
bencana hidrometeorologi yang sering terjadi di Indonesia adalah longsor.
Bencana tanah longsor merupakan gerakan masa batuan atau tanah pada
suatu lereng karena pengaruh gaya gravitasi (Setyawan, 2008). Tanah longsor biasa
terjadi pada daerah dengan topografi terjal yang memiliki kemiringan lereng antara
15o-45o dan batuan vulkanik lapuk serta curah hujan tinggi. Tanah longsor terjadi
karena dua faktor utama yaitu faktor pengontrol dan faktor pemicu. Faktor
pengontrol adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material itu sendiri
seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan kekar pada batuan.
Faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut
seperti curah hujan, gempa bumi, erosi kaki lereng dan aktivitas manusia (Naryanto,
2013; Naryanto, 2017).
Kediri Raya merupakan suatu wilayah administrasi di Provinsi Jawa Timur
yang terdiri dari Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Bentang alam Kediri Raya
berupa fluvio vulkanik terbentuk akibat dari aktivitas dua gunung yang mengapit
dan sebuah sungai besar yang membelahnya. Kediri Raya terletak diantara Gunung
Kelud di sebelah timur dan Gunung Wilis di sebelah barat, serta dilalui oleh daerah
aliran sungai (DAS) Brantas yang berhulu di Gunung Arjuno, Kota Batu dan
bermuara di Sidoarjo. Kondisi geografis Kediri Raya yang sangat kompleks ini
menjadikan Kediri merupakan salah satu wilayah yang rawan terhadap bencana
alam terutama bencana erupsi gunung berapi, banjir, dan longsor.
Kajian ini dilakukan untuk menganalisis daerah yang berpotensi rawan
longsor di Kota dan Kabupaten Kediri berdasarkan parameter yang dianggap
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya bencana longsor dengan
bantuan sistem informasi geografis (SIG). Analisis tingkat kerawanan longsor ini
bermanfaat sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan guna tindakan
pencegahan terjadinya tanah longsor di daerah yang rawan, sehingga mengurangi
jumlah korban jiwa maupun materi dan juga perencanan dalam pembangunan
sarana dan prasarana (Purba, 2014).
Tujuan
Tujuan analisis ini yaitu memetakan kawasan rawan bencana tanah longsor
di Kediri Raya (Kota dan Kabupaten Kediri) dengan bantuan software sistem
informasi geografis (SIG). Manfaat dari analisis ini yaitu sebagai bahan acuan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penataan ruang guna mencegah
korban jiwa maupun materi yang ditimbulkan dari bencana tanah longsor.
KAJIAN TEORI
Longsor
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 22/
PRT/M/2007 pasal 1 butir 1, longsor yaitu suatu proses perpindahan massa
tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari
massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk
rotasi dan translasi. Sedangkan kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan
lindung atau kawasan budidaya yang meliputi zona-zona berpotensi longsor.
Faktor Penyebab Longsor
Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya longsor menurut Balai Besar
KSDA Sulawesi Selatan (2018) dan beberapa literatur lainnya:
1) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi dua titik di muka
bumi dengan jarak mendatar antara dua titik tersebut. Semakin tinggi kemiringan
lereng semakin berpotensi longsor. Kemiringan lereng diklasifikasikan jadi tiga
kelas yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menghitung pengaruh lereng terhadap
longsor dimulai dari kelas lereng 40%, karena lereng di bawah 40% sangat kecil
kemungkinan terjadi longsor (Arsjad, 2012).
2) Curah Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November seiring
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar.
Muncul-lah pori-pori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan
tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak.
Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan
air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim
dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan
masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan
lateral. Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air
akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.
3) Jenis Tanah
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter dengan sudut kemiringan > 220. Tanah jenis ini
memiliki potensi untuk terjadinya longsor, terutama bila terjadi hujan. Selain itu,
jenis tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek
jika terkena air dan pecah jika udara terlalu panas
4) Jenis Batuan
Formasi geologi atau jenis batuan secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu
batuan vulkanik, batuan sedimen, dan batuan aluvial (Puslittanak, 2004). Dari
ketiga jenis batuan tersebut, batuan vulkanik merupakan jenis batuan yang sering
mengalami longsor karena sifatnya yang mudah lapuk dan biasnya berada di daerah
dengan kemiringan lereng terjal.
5) Tutupan Lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan,
dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek serta
jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah
perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus
bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
Skor dan Bobot Tiap Parameter
Skoring dan pembobotan tiap-tiap faktor mengacu dari beberapa literatur
yang mengkaji tentang tingkat kerawanan longsor. Faktor yang digunakan dalam
analisis ini yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis batuan, dan
penggunaan lahan. Secara umum skor dibagi menjadi 5 kelas, yaitu nilai 1 sampai 5
dimana nilai 5 atau tertinggi menyatakan kelas yang paling tinggi dan rawan
longsor, sedangkan nilai 1 atau terendah adalah sebaliknya. Kemudian skor dari ke-
lima faktor tersebut dikalikan dengan bobot dari masing-masing faktor.
Pembobotan faktor dimaksudkan karena tiap faktor dianggap memiliki pengaruh
yang berbeda-beda terhadap terjadinya longsor. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 1. Skor dan Bobot Faktor
No Faktor Klasifikasi RV WV
0-8% 1
8-15% 2
1 Kemiringan Lereng 15-25% 3 0,3
25-45% 4
>45% 5
Aluvial 1
Gleisol 1
Latosol 2
2 Jenis Tanah Andosol 4 0,2
Grumosol 4
Podsolik 4
Litosol 5
Aluvial 1
Formasi Kalipucang 1
Formasi wonosari 1
Endapan Teras 2
Endapan Lahar 3
Morfoset Argohalangan 3
3 Jenis Batuan Morponit Gajah Mungkur 3 0,2
Morponit Klotok 3
Morponit Sedudo 3
Batuan Gunungapi Tua Anjasmara 4
Batuan Gunungapi Tua Kelud 4
Gunungapi Muda Anjasmara 4
Gunungapi Muda Kelud 4
1500-2000 mm/tahun 1
2000-2500 mm/tahun 2
4 Curah Hujan 2500-3000 mm/tahun 3 0,2
3000-3500 mm/tahun 4
3500-4000 mm/tahun 5
Hutan Lahan Kering Sekunder 1
Hutan Tanaman 1
Semak/Belukar 2
Perkebunan 3
Permukiman 3
5 Penggunaan Lahan Badan Air 4 0,1
Sawah 4
Pertambangan 5
Pertanian Lahan Kering 5
Pertanian Lahan Kering Caampur 5
Tanah Terbuka 5
Sumber : Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2004), Pustittanak (2004),
Karnawati (2003) dalam Sungkar (2017), Haribulan (2019), Zaenurrohman (2019), Maulana
(2020).
Tabel 2. Interval Skor dan Klasifikasi Tingkat Kerawanan Longsor
Klasifikasi Interval
Kelas
Kerawanan Skor
1 Sangat Rendah 0-0,9
2 Rendah 0,9-1,8
3 Menengah 1,8-2,7
4 Tinggi 2,7-3,6
5 Sangat Tinggi 3,6-5

Sumber: Yassar, 2020


TAHAPAN
1. Buka software ArcGIS, lalu masukkan SHP kemiringan lereng, jenis tanah, jenis batuan,
curah hujan, penggunaan lahan, dan batas administrasi. Untuk merubah tampilan, buka
Properties --> Symbologies --> Categories --> Unique values --> Pilih Value Fieldnya -->
Add All Values -- > Ok.

2. Open Attribute Table pada salah satu peta (SHP) --> Buat kolom baru untuk skor
dengan Add Field --> Beri nama sesuai petanya, misal “Skor_PGL” untuk shp penggunaan
lahan dengan Type Short Integer --> Ok.
3. Masukkan skor pada tiap klasifikasi sesuai dengan literatur yang dipakai, bila
memiliki banyak atribut bisa memakai Select By Attribute, namun jika atributnya sedikit
dan sudah didissolve sebelumnya maka bisa langsung diisi satu-persatu dengan
mengaktifkan editing lalu ketik manual atau seleksi satu-persatu kemudian gunakan
Field Calculator.
*Lakukan skoring untuk semua faktor (kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis
batuan, dan penggunaan lahan) sesuai literatur yang dijadikan acuan.

4. Gabungkan semua peta dengan cara klik menu Geoprocessing --> Intersect --> Input
semua peta termasuk batas administasi agar hasil akhir dapat dipetakan tiap-tiap
kecamatannya --> Atur folder penyimpanan Output --> Ok.
5. Jika sudah berhail maka akan muncul tanda centang hijau di pojok kanan bawah dan
peta baru yang berisi atribut dari semua peta yang menjadi input tadi.

6. Buat kolom baru untuk skor total dengan cara Add Field seperti sebelumnya --> Buat
nama “skor total” dengan type Double --> Ok. Kemudian klik kanan pada kolom yang
baru --> Field Calculator --> Kalkulasikan semua skor yang ada dan dikalikan dengan
bobot tiap faktor sesuai literatur yaitu “skor pgl x 0,1 + skor lereng x 0,3 + skor hujan x
0,2 + skor tanah x 0,2 + skor batuan x 0,2” lalu tekan Ok.
7. Setelah langkah di atas selesai maka skor total akan terisi secara otomatis. Kemudian
dari skor total tersebut akan kita klasifikasikan tingkat kerawanan longsornya
berdasarkan literatur. Kita buat terlebih dahulu kolom baru untuk klasifikasi longsor
dengan Type Text.

8. Klik Select By Attribute --> Seleksi kelas rawan longsor sangat tinggi yaitu di angka
skor 3,6 - 5 dengan memasukkan rumus seperti pada gambar sebelah kiri --> Apply.
Setelah atribut terseleksi, klik kanan pada kolom kelas longsor lalu buka Field Calculator
--> Isi “Sangat Tinggi” (dengan tanda petik) untuk format teks, lalu Ok.
* Untuk kelas yang lain pada saat Select By Attribute dapat disesuaikan rumusnya, contoh
untuk menyeleksi kelas “Tinggi” maka masukkan rumus “Skor Total” >= 2.7 AND “Skor
Total” < 3.6. Seterusnya untuk kelas-kelas yang lain.
9. Setelah semua kelas terisi maka kita bisa sederhanakan atribut yang ada yaitu dengan
cara Klik menu Geoprocessing --> Dissolve --> Input Peta Rawan Longsor tadi, atur folder
penyimpanan output --> Centang atribut yang ingin disederhanakan yaitu “Kelas
Longsor” dan juga bisa ditambah dengan mencentang atribut kecamatan agar dapat
diketahui luasan tiap kecamatannya --> Ok.

10. Bila ingin menganalisis lebih lanjut, kita bisa overlay peta tingkat kerawanan longsor
ini dengan peta lahan terbangun dan non terbangun. Hal ini digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat lahan terbangun yang berada di kawasan dengan tingkat
kerawanan longsor tinggi.
Langkah untuk mengoverlay ini yaitu masukan shp peta terbangun ke dalam ArcGIS -->
masuk ke menu Geoprocessing --> Intersect --> Masukkan peta terbangun dan longsor
yang telah didissolve tadi --> Atur folder output --> Ok.
11. Untuk merubah tampilannya, masuk ke Properties seperti biasa --> Symbology -->
Categories --> pilih Unique Values, many --> Value Field-nya atur ke atribut terbangun
dan kelas longsor --> Add All Values --> Atur warnanya --> Ok.

12. Kemudian buat layout petanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di wilayah studi sebagian besar datar bekisar antara 0-8%
terutama di bagian tengah wilayah studi yang merupakan dataran rendah yang dilitasi
oleh Sungai Brantas. Lereng agak curam hingga sangat curam mulai terlihat pada bagian
barat di sekitar perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung Klotok, serta bagian timur
di lereng Gunung Argowayang dan Gunung Kelud. Wilayah yang berada pada kawasan
dengan kemiringan lereng agak curam hingga sangat curam diantaranya Kecamatan
Tarokan, Grogol, Banyakan, Semen, Mojo, Kandangan, Kepung, Puncu, Posoklaten,
Ngancar, dan Kota Kediri bagian barat. Wilayah-wilayah tersebut ditinjau dari
kemiringan lerengnya maka masuk kategori daerah yang rawan terhadap longsor.
Sedangkan bagian tengah yang merupakan dataran rendah dapat dipastikan aman
karena longsor umumnya terjadi di daerah dengan kemiringan lereng curam.
Gambar 1. Peta Kemiringan Lereng Kediri Raya
2. Curah Hujan
Curah hujan di wilayah studi sebagian besar berkisar antara 2000-2500
mm/tahun yang termasuk kategori rendah. Namun terdapat sebagian wilayah yang
memiliki curah hujan sedang hingga tinggi yaitu pada daerah pegunungan di sebelah
timur dan barat Kediri Raya. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi dataran maka
curah hujannya semakin tinggi yang kemudian berkorelasi pada tingkat kerawanan
longsor yang semakin tinggi pula, sebaliknya curah hujan rendah cenderung terjadi di
dataran rendah dan berpengaruh pada tingkat kerawanan longsor yang semakin rendah.

Gambar 2. Peta Curah Hujan Kediri Raya


3. Jenis Tanah
Jenis tanah di wilayah studi sangat bervariasi, mulai dari tanah yang memiliki
erodibilitas tinggi atau sangat peka terhadap erosi seperti jenis tanah listosol sampai
yang memiliki erodibilitas rendah atau tidak peka terhadap erosi seperti jenis tanah
aluvial dan latosol. Erodibilitas ini dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan
organik, dan permeabilitas (Arsyad, 2000). Semakin tinggi kepekaan tanah terhadap
erosi maka semakin tinggi pula tingkat kerawanan longsornya karena hal itu
menandakan lapisan pada jenis tanah tersebut mudah tergerus aliran air (erosi).

Gambar 3. Peta Jenis Tanah Kediri Raya


4. Jenis Batuan
Jenis batuan atau formasi geologi di wilayah studi sangat erat dipengaruhi oleh
keberadaan gunung yang mengapitnya dan sungai besar yang membelahnya. Formasi
geologi di Kediri sebagian besar merupakan batuan aluvial yang membentang sepanjang
daerah aliran sungai (DAS) Brantas di tengah-tengah wilayah studi. Batuan aluvial
terbentuk dari endapan bahan galian yang telah mengalami proses pelapukan. Jenis
formasi geologi ini biasanya terletak di dataran rendah atau cekungan dan lembah-
lembah yang dilalui oleh sungai. Selain aluvial, terdapat pula formasi geologi berupa
batuan endapan dan batuan vulkanik yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi di
sekitarnya.
Gambar 4. Peta Jenis Batuan Kediri Raya
5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kediri Raya sebagian besar merupakan lahan sawah yang
rawan terjadi longsor karena mengandung banyak air namun akar tanamannya tidak
cukup kuat untuk mengikat butiran tanah. Penggunaan lahan lain yang cukup besar
yaitu hutan yang terdapat di lereng-lereng gunung. Hutan cukup efektif untuk
mengurangi tingkat kerawanan longsor karena memiliki akar yang mampu menyerap
air dalam jumlah banyak serta kuat mengikat butiran-butiran tanah sehingga tanah
tidak mudah bergerak.

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kediri Raya


6. Tingkat Kerawanan Longsor
Tingkat kerawanan longsor di Kediri terbagi menjadi empat kelas, yaitu rendah,
menengah, tinggi, dan sangat tinggi. Tingkat kerawanan paling besar yaitu kelas
menengah dimana luasnya sekitar 80.482 hektar atau 50,6% dari luas total wilayah
studi. Kemudian disusul oleh tingkat kerawanan rendah sebesar 39.386 hektar atau
24,8%, tingkat kerawanan tinggi sebesar 33.429 hektar atau 21%, dan sisanya sekitar
5.611 hektar atau 3,5% merupakan kawasan dengan tingkat kerawanan sangat tinggi.
Tingkat kerawanan rendah umumnya berada di tengah wilayah studi yang merupakan
dataran rendah dengan kemiringan lereng datar, jenis tanah tidak peka erosi, batuan
aluvial, dan curah hujannya rendah. Terlihat pula bahwa semakin tinggi dataran dan
mendekati puncak gunung maka tingkat kerawaan longsornya semakin tinggi. Hal ini
dipengaruhi terutama oleh faktor kemiringan lereng yang semakin curam, curah hujan
yang semakin tinggi, serta jenis batuan vulkanik yang mudah lapuk.

Gambar 6. Peta Tingkat Kerawanan Longsor Kediri Raya


7. Penggunaan Lahan Terbangun di Kawasan Rawan Longsor
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut dan memetakan apakah
terdapat daerah terbangun yang berada di kawasan dengan tingkat kerawanan longsor
tinggi. Hal ini sangat berpengaruh karena dapat membahayakan keselamatan penduduk
yang melakukan aktivitas di daerah tersebut, terutama apabila daerah terbangun
tersebut adalah permukiman. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa masih
terdapat ruang terbangun terutama permukiman yang menempati kawasan dengan
tingkat kerawanan menengah hingga tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada peta dan
tabel di bawah ini.
Gambar 7. Peta Ruang Terbangun pada Tingkat Kerawanan Longsor Kediri Raya
Seperti yang tertera pada tabel, ruang terbangun di Kediri Raya paling besar
berada pada kawasan dengan tingkat kerawanan longsor menengah yaitu seluas 18.384
hektar atau sekitar 60% dari luas total ruang terbangun di wilayah studi. Kemudian
disusul oleh ruang terbangun pada kawasan dengan tingkat kerawanan longsor rendah
yaitu seluas 11.246 hektar atau 37%, dan sisanya yaitu sebesar 770 hektar atau 2,5%
merupakan ruang terbangun pada kawasan dengan tingkat kerawanan longsor tinggi.
Ruang terbangun pada kawasan dengan tingkat kerawanan longsor tinggi tersebar di
lima kecamaatan yaitu Kecamatan Kandangan dengan luas 221 hektar, Ngancar seluas
157 hektar, Mojo seluas 35 hektar, Kepung seluas 27 hektar, dan terakhir Banyakan
seluas 19 hektar.

Tabel 3. Luas Ruang Terbangun pada Kawasan Tingkat Kerawanan Longsor

Luas Daerah Terbangun di Tingkat Kerawanan Longsor


Kecamatan (Ha)
Rendah Menengah Tinggi
BADAS 0 1092 0
BANYAKAN 536 485 19
GAMPENGREJO 578 0 0
GROGOL 560 228 0
GURAH 52 2107 0
KANDANGAN 0 415 221
KANDAT 140 1409 0
KAYEN KIDUL 456 569 0
KEPUNG 0 1038 27
KOTA KEDIRI 2633 705 0
KRAS 114 0 0
KUNJANG 430 87 0
MOJO 797 373 35
NGADILUWIH 501 152 0
NGANCAR 0 418 157
NGASEM 594 349 0
PAGU 400 221 0
PAPAR 970 0 0
PARE 0 1503 0
PLEMAHAN 818 354 0
PLOSOKLATEN 0 1661 175
PUNCU 0 1047 0
PURWOASRI 1026 0 0
RINGINREJO 12 593 0
SEMEN 182 210 134
TAROKAN 447 462 2
WATES 0 2906 0
TOTAL 11246 18384 770
Sumber: Hasil Analisis, 2021
KESIMPULAN
Secara umum wilayah Kediri Raya yang terdiri dari Kota dan Kabupaten Kediri
memiliki empat kelas tingkat kerawanan terhadap longsor yaitu rendah, menegah,
tinggi, dan sangat tinggi. Tingkat kerawanan rendah umumnya berada di tengah wilayah
studi yang merupakan dataran rendah dengan kemiringan lereng datar, jenis tanah
tidak peka terhadap erosi, memiliki formasi batuan aluvial, dan curah hujannya rendah.
Sedangkan tingkat kerawanan tinggi hingga sangat tinggi dipengaruhi terutama oleh
faktor kemiringan lereng yang curam hingga sangat curam, curah hujan tinggi, serta
jenis batuan vulkanik yang mudah lapuk.
Keberadaan ruang terbangun atau permukiman di beberapa kecamatan dengan
tingkat kerawanan longsor tinggi menjadi perhatian khusus terutama bagi pemerintah
daerah melalui badan atau dinas terkait untuk melakukan sosialiasi kepada masyarakat
akan bahayanya membangun permukiman di kawasan dengan kerentanan bencana
longsor yang tinggi. Hal ini karena dapat mengancam keselamatan bahkan jiwa
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Upaya serius perlu dilakukan oleh berbagai
stakeholder terkait untuk membuat sebuah perencanaan guna mengatasi permasalahan
ini mulai dari membangun infrastruktur yang dapat mengurangi erosi dan longsor
hingga kemungkinan untuk merelokasi penduduk ke tempat yang lebih aman jika
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, A. B., dan Suriadi M. (2012). Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor sebagai
Bahan Masukan dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah. Globe, 14(1); 37 - 45
Arsyad, S. (2000). Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua. Bogor: IPB
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan Tahun 2018
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (2004). Model Perhitungan Skor
Kawasan Rawan Tanah Longsor. Bandung.
Haribulan, R. dkk. (2019). Kajian Kerentanan Fisik Bencana Longsor di Kecamatan
Tomohon Utara. Jurnal Spasial Vol 6, No. 3, Hal. 714-724 (ISSN 2442-3262)
Maulana, B. F., dan Muhammad Taufik. (2020). Pemetaan Daerah Potensi Longsor di
Kabupaten Trenggalek Menggunakan Data Citra Satelit Multi-Temporal. Geoid Vol.
15 No. 2, 2020 (256-263)
Naryanto, H.S. (2017). Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung, Desa
Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa
Tengah tanggal 12 Desember 2014. Jurnal Alami, 1(1); 1-10
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor
Purba, J. O. dkk. (2014). Pembuatan Peta Zona Rawan Tanah Longsor di Kota Semarang
dengan Melakukan Pembobotan Parameter. Jurnal Geodesi Undip, 3(2); 40-52
Puslittanak. (2004). Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan
Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat Bagian
Barat Berbasis Sistem Informasi Geografis. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Setyawan, Wahyu Budi. (2008). Menghadapi Ancaman Bahaya Geologi di Wilayah Pesisir.
Seminar Nasional Ilmu Kebumian. Jurusan Teknik Geologi FT UGM
Yogyakarta829-8907
Sungkar, I. L., dkk. (2017). Pemanfaatan Lahan Berbasis Mitigasi Bencana Longsor di
Kota Manado. E-Journal Unsrat, Vol 4, No. 2, Hal. 83-92
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Yassar, M. F. dkk. (2020). Penerapan Weighted Overlay Pada Pemetaan Tingkat
Probabilitas Zona Rawan Longsor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jurnal
Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020), Hal. 1-10
Zaenurrohman, J.A. (2019). Zona Kerentanan Gerakan Tanah (Longsor) di Daerah
Kedungbanteng Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Prosiding
Seminar Nasional dan Call for Papers, Purwokerto.
LAMPIRAN
Tabel Luas Kawasan Rawan Longsor dalam Terbangun dan Non-Terbangun
Luas (Ha)
Kelas
Terbangun Non-Terbangun Total
Rendah 11.246 28.140 39386
Menengah 18.384 62.098 80482
Tinggi 770 32.659 33429
Sangat Tinggi 0 5.611 5611

Tabel Atribute SHP Overlay Peta Terbangun dan Rawan Longsor


FID_Ter FID_Lo
FID ban Terbangun ngso KECAMATAN Kelas_Long Luas
0 0 Non-Terbangun 0 BADAS Menengah 2311
1 0 Non-Terbangun 1 BADAS Tinggi 857
2 0 Non-Terbangun 2 BANYAKAN Menengah 1518
3 0 Non-Terbangun 3 BANYAKAN Rendah 574
4 0 Non-Terbangun 4 BANYAKAN Sangat Tinggi 652
5 0 Non-Terbangun 5 BANYAKAN Tinggi 3197
6 0 Non-Terbangun 6 GAMPENGREJO Rendah 1163
7 0 Non-Terbangun 7 GROGOL Menengah 1138
8 0 Non-Terbangun 8 GROGOL Rendah 542
9 0 Non-Terbangun 9 GROGOL Sangat Tinggi 116
10 0 Non-Terbangun 10 GROGOL Tinggi 1377
11 0 Non-Terbangun 11 GURAH Menengah 3093
12 0 Non-Terbangun 12 GURAH Rendah 164
13 0 Non-Terbangun 13 GURAH Tinggi 14
14 0 Non-Terbangun 14 KANDANGAN Menengah 1542
15 0 Non-Terbangun 15 KANDANGAN Sangat Tinggi 781
16 0 Non-Terbangun 16 KANDANGAN Tinggi 2963
17 0 Non-Terbangun 17 KANDAT Menengah 3417
18 0 Non-Terbangun 18 KANDAT Rendah 491
19 0 Non-Terbangun 19 KAYEN KIDUL Menengah 1189
20 0 Non-Terbangun 20 KAYEN KIDUL Rendah 1543
21 0 Non-Terbangun 21 KEPUNG Menengah 5840
22 0 Non-Terbangun 22 KEPUNG Rendah 184
23 0 Non-Terbangun 23 KEPUNG Sangat Tinggi 529
24 0 Non-Terbangun 24 KEPUNG Tinggi 1376
25 0 Non-Terbangun 25 KOTA KEDIRI Menengah 1317
26 0 Non-Terbangun 26 KOTA KEDIRI Rendah 1733
27 0 Non-Terbangun 27 KOTA KEDIRI Sangat Tinggi 2
28 0 Non-Terbangun 28 KOTA KEDIRI Tinggi 524
29 0 Non-Terbangun 29 KRAS Menengah 251
30 0 Non-Terbangun 30 KRAS Rendah 4128
31 0 Non-Terbangun 31 KUNJANG Menengah 680
32 0 Non-Terbangun 32 KUNJANG Rendah 1904
33 0 Non-Terbangun 33 MOJO Menengah 3060
34 0 Non-Terbangun 34 MOJO Rendah 706
35 0 Non-Terbangun 35 MOJO Sangat Tinggi 1029
36 0 Non-Terbangun 36 MOJO Tinggi 8013
37 0 Non-Terbangun 37 NGADILUWIH Menengah 539
38 0 Non-Terbangun 38 NGADILUWIH Rendah 3109
39 0 Non-Terbangun 39 NGANCAR Menengah 7105
40 0 Non-Terbangun 40 NGANCAR Sangat Tinggi 178
41 0 Non-Terbangun 41 NGANCAR Tinggi 2228
42 0 Non-Terbangun 42 NGASEM Menengah 615
43 0 Non-Terbangun 43 NGASEM Rendah 836
44 0 Non-Terbangun 44 PAGU Menengah 804
45 0 Non-Terbangun 45 PAGU Rendah 1280
46 0 Non-Terbangun 46 PAPAR Rendah 2969
47 0 Non-Terbangun 47 PARE Menengah 3496
48 0 Non-Terbangun 48 PLEMAHAN Menengah 2133
49 0 Non-Terbangun 49 PLEMAHAN Rendah 1769
50 0 Non-Terbangun 50 PLOSOKLATEN Menengah 5626
51 0 Non-Terbangun 51 PLOSOKLATEN Sangat Tinggi 74
52 0 Non-Terbangun 52 PLOSOKLATEN Tinggi 3197
53 0 Non-Terbangun 53 PUNCU Menengah 5816
54 0 Non-Terbangun 54 PUNCU Rendah 259
55 0 Non-Terbangun 55 PUNCU Sangat Tinggi 620
56 0 Non-Terbangun 56 PUNCU Tinggi 1725
57 0 Non-Terbangun 57 PURWOASRI Rendah 3635
58 0 Non-Terbangun 58 RINGINREJO Menengah 3285
59 0 Non-Terbangun 59 RINGINREJO Rendah 483
60 0 Non-Terbangun 60 RINGINREJO Tinggi 283
61 0 Non-Terbangun 61 SEMEN Menengah 1847
62 0 Non-Terbangun 62 SEMEN Rendah 310
63 0 Non-Terbangun 63 SEMEN Sangat Tinggi 1595
64 0 Non-Terbangun 64 SEMEN Tinggi 4514
65 0 Non-Terbangun 65 TAROKAN Menengah 2066
66 0 Non-Terbangun 66 TAROKAN Rendah 358
67 0 Non-Terbangun 67 TAROKAN Sangat Tinggi 35
68 0 Non-Terbangun 68 TAROKAN Tinggi 1361
69 0 Non-Terbangun 69 WATES Menengah 3410
70 0 Non-Terbangun 70 WATES Tinggi 1030
71 1 Terbangun 0 BADAS Menengah 1092
72 1 Terbangun 2 BANYAKAN Menengah 485
73 1 Terbangun 3 BANYAKAN Rendah 536
74 1 Terbangun 5 BANYAKAN Tinggi 19
75 1 Terbangun 6 GAMPENGREJO Rendah 578
76 1 Terbangun 7 GROGOL Menengah 228
77 1 Terbangun 8 GROGOL Rendah 560
78 1 Terbangun 11 GURAH Menengah 2107
79 1 Terbangun 12 GURAH Rendah 52
80 1 Terbangun 14 KANDANGAN Menengah 415
81 1 Terbangun 16 KANDANGAN Tinggi 221
82 1 Terbangun 17 KANDAT Menengah 1409
83 1 Terbangun 18 KANDAT Rendah 140
84 1 Terbangun 19 KAYEN KIDUL Menengah 569
85 1 Terbangun 20 KAYEN KIDUL Rendah 456
86 1 Terbangun 21 KEPUNG Menengah 1038
87 1 Terbangun 24 KEPUNG Tinggi 27
88 1 Terbangun 25 KOTA KEDIRI Menengah 705
89 1 Terbangun 26 KOTA KEDIRI Rendah 2633
90 1 Terbangun 30 KRAS Rendah 114
91 1 Terbangun 31 KUNJANG Menengah 87
92 1 Terbangun 32 KUNJANG Rendah 430
93 1 Terbangun 33 MOJO Menengah 373
94 1 Terbangun 34 MOJO Rendah 797
95 1 Terbangun 36 MOJO Tinggi 35
96 1 Terbangun 37 NGADILUWIH Menengah 152
97 1 Terbangun 38 NGADILUWIH Rendah 501
98 1 Terbangun 39 NGANCAR Menengah 418
99 1 Terbangun 41 NGANCAR Tinggi 157
100 1 Terbangun 42 NGASEM Menengah 349
101 1 Terbangun 43 NGASEM Rendah 594
102 1 Terbangun 44 PAGU Menengah 221
103 1 Terbangun 45 PAGU Rendah 400
104 1 Terbangun 46 PAPAR Rendah 970
105 1 Terbangun 47 PARE Menengah 1503
106 1 Terbangun 48 PLEMAHAN Menengah 354
107 1 Terbangun 49 PLEMAHAN Rendah 818
108 1 Terbangun 50 PLOSOKLATEN Menengah 1661
109 1 Terbangun 52 PLOSOKLATEN Tinggi 175
110 1 Terbangun 53 PUNCU Menengah 1047
111 1 Terbangun 57 PURWOASRI Rendah 1026
112 1 Terbangun 58 RINGINREJO Menengah 593
113 1 Terbangun 59 RINGINREJO Rendah 12
114 1 Terbangun 61 SEMEN Menengah 210
115 1 Terbangun 62 SEMEN Rendah 182
116 1 Terbangun 63 SEMEN Sangat Tinggi 0
117 1 Terbangun 64 SEMEN Tinggi 134
118 1 Terbangun 65 TAROKAN Menengah 462
119 1 Terbangun 66 TAROKAN Rendah 447
120 1 Terbangun 68 TAROKAN Tinggi 2
121 1 Terbangun 69 WATES Menengah 2906
122 0 Non-Terbangun 25 KOTA KEDIRI Menengah 0
123 0 Non-Terbangun 69 WATES Menengah 0
124 0 Non-Terbangun 34 MOJO Rendah 0
125 0 Non-Terbangun 38 NGADILUWIH Rendah 0

Anda mungkin juga menyukai