Disusun oleh :
Dimas Aditiya
NIM. 21040119130079
PROGRAM STUDI S1
2. Open Attribute Table pada salah satu peta (SHP) --> Buat kolom baru untuk skor
dengan Add Field --> Beri nama sesuai petanya, misal “Skor_PGL” untuk shp penggunaan
lahan dengan Type Short Integer --> Ok.
3. Masukkan skor pada tiap klasifikasi sesuai dengan literatur yang dipakai, bila
memiliki banyak atribut bisa memakai Select By Attribute, namun jika atributnya sedikit
dan sudah didissolve sebelumnya maka bisa langsung diisi satu-persatu dengan
mengaktifkan editing lalu ketik manual atau seleksi satu-persatu kemudian gunakan
Field Calculator.
*Lakukan skoring untuk semua faktor (kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis
batuan, dan penggunaan lahan) sesuai literatur yang dijadikan acuan.
4. Gabungkan semua peta dengan cara klik menu Geoprocessing --> Intersect --> Input
semua peta termasuk batas administasi agar hasil akhir dapat dipetakan tiap-tiap
kecamatannya --> Atur folder penyimpanan Output --> Ok.
5. Jika sudah berhail maka akan muncul tanda centang hijau di pojok kanan bawah dan
peta baru yang berisi atribut dari semua peta yang menjadi input tadi.
6. Buat kolom baru untuk skor total dengan cara Add Field seperti sebelumnya --> Buat
nama “skor total” dengan type Double --> Ok. Kemudian klik kanan pada kolom yang
baru --> Field Calculator --> Kalkulasikan semua skor yang ada dan dikalikan dengan
bobot tiap faktor sesuai literatur yaitu “skor pgl x 0,1 + skor lereng x 0,3 + skor hujan x
0,2 + skor tanah x 0,2 + skor batuan x 0,2” lalu tekan Ok.
7. Setelah langkah di atas selesai maka skor total akan terisi secara otomatis. Kemudian
dari skor total tersebut akan kita klasifikasikan tingkat kerawanan longsornya
berdasarkan literatur. Kita buat terlebih dahulu kolom baru untuk klasifikasi longsor
dengan Type Text.
8. Klik Select By Attribute --> Seleksi kelas rawan longsor sangat tinggi yaitu di angka
skor 3,6 - 5 dengan memasukkan rumus seperti pada gambar sebelah kiri --> Apply.
Setelah atribut terseleksi, klik kanan pada kolom kelas longsor lalu buka Field Calculator
--> Isi “Sangat Tinggi” (dengan tanda petik) untuk format teks, lalu Ok.
* Untuk kelas yang lain pada saat Select By Attribute dapat disesuaikan rumusnya, contoh
untuk menyeleksi kelas “Tinggi” maka masukkan rumus “Skor Total” >= 2.7 AND “Skor
Total” < 3.6. Seterusnya untuk kelas-kelas yang lain.
9. Setelah semua kelas terisi maka kita bisa sederhanakan atribut yang ada yaitu dengan
cara Klik menu Geoprocessing --> Dissolve --> Input Peta Rawan Longsor tadi, atur folder
penyimpanan output --> Centang atribut yang ingin disederhanakan yaitu “Kelas
Longsor” dan juga bisa ditambah dengan mencentang atribut kecamatan agar dapat
diketahui luasan tiap kecamatannya --> Ok.
10. Bila ingin menganalisis lebih lanjut, kita bisa overlay peta tingkat kerawanan longsor
ini dengan peta lahan terbangun dan non terbangun. Hal ini digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat lahan terbangun yang berada di kawasan dengan tingkat
kerawanan longsor tinggi.
Langkah untuk mengoverlay ini yaitu masukan shp peta terbangun ke dalam ArcGIS -->
masuk ke menu Geoprocessing --> Intersect --> Masukkan peta terbangun dan longsor
yang telah didissolve tadi --> Atur folder output --> Ok.
11. Untuk merubah tampilannya, masuk ke Properties seperti biasa --> Symbology -->
Categories --> pilih Unique Values, many --> Value Field-nya atur ke atribut terbangun
dan kelas longsor --> Add All Values --> Atur warnanya --> Ok.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, A. B., dan Suriadi M. (2012). Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor sebagai
Bahan Masukan dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah. Globe, 14(1); 37 - 45
Arsyad, S. (2000). Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua. Bogor: IPB
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan Tahun 2018
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (2004). Model Perhitungan Skor
Kawasan Rawan Tanah Longsor. Bandung.
Haribulan, R. dkk. (2019). Kajian Kerentanan Fisik Bencana Longsor di Kecamatan
Tomohon Utara. Jurnal Spasial Vol 6, No. 3, Hal. 714-724 (ISSN 2442-3262)
Maulana, B. F., dan Muhammad Taufik. (2020). Pemetaan Daerah Potensi Longsor di
Kabupaten Trenggalek Menggunakan Data Citra Satelit Multi-Temporal. Geoid Vol.
15 No. 2, 2020 (256-263)
Naryanto, H.S. (2017). Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung, Desa
Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa
Tengah tanggal 12 Desember 2014. Jurnal Alami, 1(1); 1-10
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor
Purba, J. O. dkk. (2014). Pembuatan Peta Zona Rawan Tanah Longsor di Kota Semarang
dengan Melakukan Pembobotan Parameter. Jurnal Geodesi Undip, 3(2); 40-52
Puslittanak. (2004). Laporan Akhir Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan
Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat Bagian
Barat Berbasis Sistem Informasi Geografis. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Setyawan, Wahyu Budi. (2008). Menghadapi Ancaman Bahaya Geologi di Wilayah Pesisir.
Seminar Nasional Ilmu Kebumian. Jurusan Teknik Geologi FT UGM
Yogyakarta829-8907
Sungkar, I. L., dkk. (2017). Pemanfaatan Lahan Berbasis Mitigasi Bencana Longsor di
Kota Manado. E-Journal Unsrat, Vol 4, No. 2, Hal. 83-92
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Yassar, M. F. dkk. (2020). Penerapan Weighted Overlay Pada Pemetaan Tingkat
Probabilitas Zona Rawan Longsor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Jurnal
Geosains dan Remote Sensing (JGRS) Vol 1 No 1 (2020), Hal. 1-10
Zaenurrohman, J.A. (2019). Zona Kerentanan Gerakan Tanah (Longsor) di Daerah
Kedungbanteng Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Prosiding
Seminar Nasional dan Call for Papers, Purwokerto.
LAMPIRAN
Tabel Luas Kawasan Rawan Longsor dalam Terbangun dan Non-Terbangun
Luas (Ha)
Kelas
Terbangun Non-Terbangun Total
Rendah 11.246 28.140 39386
Menengah 18.384 62.098 80482
Tinggi 770 32.659 33429
Sangat Tinggi 0 5.611 5611