Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Mafhirota Afifah | ii
DAFTAR ISI

Mafhirota Afifah | iii


Mafhirota Afifah | iv
DAFTAR GAMBAR

Mafhirota Afifah |v
DAFTAR FOTO

Mafhirota Afifah | vi
DAFTAR TABEL

Mafhirota Afifah | vii


BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi, baik mengenai materi
penyusun, proses-proses dan hasil dari proses yang terjadi, sejarah pembentukan dan
kehidupan di bumi sejak pertama kali bumi terbentuk. Teknik geologi menghubungkan fakta
kegeologian yang didapat dari lapangan dengan sisi keteknikan untuk keperluan
pembangunan, kesejahteraan masyarakat, mencari potensi sumber daya alam, memprediksi
kebencanaan yang berpotensi terjadi, serta pemanfaatan lainnya yang berguna bagi manusia
(Soetoto, 2013). Salah satu potensi sumber daya alam geologi dapat bersumber dari endapan
mineral baik dari endapan porfiri maupun endapana epitermal.
Potensi endapan mineral di Trenggalek, Jawa Timur merupakan salah satu potensi yang
prospektif di Indonesia. Keterdapatan endapan porfiri dan epitermal di satu lokasi yang sama
melatarbelakangi dilakukannya kegiatan lapangan pada praktikum Geologi Sumber Daya
Mineral.

II. Maksud dan Tujuan


Maksud dari kegiatan lapangan praktikum Geologi Sumber Daya Mineral adalah
mengetahui dan memahami potensi endapan mineral yang ada pada daerah kegiatan lapangan,
yakni pada Kecamatan Watulimo, Kab. Trenggalek, Jawa Timur. Tujuan dari kegiatan
lapangan ini adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi mineral bijih dan mineral penciri alterasi, tekstur batuan dan urat,
hingga dapat mendeskripsi batuan teralterasi serta urat
b. Mengorelasikan data-data yang ditemukan pada setiap stasiun titik amat hingga
dapat menyimpulkan proses mineralisasi yang terjadi
c. Menentukan tipe mineralisasi dan endapan yang ditemukan pada lokasi pengamatan

III. Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi kegiatan lapangan GSDM berada pada kawasan Teluk Prigi, Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Lokasi yang menjadi stasiun titik
amat pada kegiatan lapangan adalah sebagai berikut.
a. STA 1 : Singkapan float batuan yang mencirikan mineralisasi porfiri dan
epitermal sulfidasi tinggi di tepi Pantai Cengkrong, Desa Karanggandu
b. STA 2 : Singkapan batuan teralterasi argilik di Desa Karanggandu
Mafhirota Afifah |8
c. STA 3 : Singkapan float batuan yang mencirikan mineralisasi porfiri dan
epitermal sulfidasi tinggi di Pantai Damas, Desa Karanggandu
d. STA 4 : Singkapan zona porfiri di Desa Tasikmadu
Kesampaian daerah kegiatan lapangan dari Departemen Teknik Geologi FT UGM
membutuhkan waktu sekitar enam jam dengan jarak tempuh sekitar 223 km.

Gambar 1. Kesampaian daerah kegiatan lapangan GSDM November 2019

IV. Perlengkapan Lapangan


Peralatan yang digunakan saat kegiatan lapangan dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlengkapan kelompok dan individu kerja lapangan

Peralatan Kelompok Peralatan Individu


GPS HCL 0,1 M
Alat tulis lengkap (pensil, penghapus,
Peta Topografi lokasi kegiatan
OHP marker, pensil warna, penggaris,
lapangan
clipboard
Palu Geologi Buku Catatan Lapangan
Kompas Geologi Kamera
Loupe Mantel (ponco)
Komparator butir (min.3) Pakaian lapangan
Pita kain gulung ukuran kecil (lebar
Air minum (>1,5 liter)
1,5-2 cm) dan gunting
Plastik sampel ukuran 30x20 cm
(min. 20 buah) dan OHP marker 2 Obat-obatan pribadi
buah
Alat uji kekerasan (min. 3 paket)
Mika (min. 2 lembar)
dan magnet
Trash bag Kertas HVS (min. 5 lembar)

Mafhirota Afifah |9
BAB II
PEMBAHASAN
I. Stasiun Titik Amat 1

II. Stasiun Titik Amat 2

III. Stasiun Titik Amat 3

IV. Stasiun Titik Amat 4


Stasiun titik amat 4 berada pada sebuah sungai dan bukit di Desa Tasikmadu,
Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur dengan koordinat UTM
581500/9083500. Daerah ini termasuk ke dalam satuan batuan terobosan karena tersusun atas
batuan beku andesit.
Morfologi stasiun titik amat 4 ini berupa sungai hingga naik ke sebuah bukit. Bagian
barat bukit berupa lembah, bagian timur berupa tinggian, bagian utara berupa lembah sungai,
dan bagian timur berupa tinggian. Pada bagian hilir sungai, batuan tersusun atas litologi
andesit yang masih segar. Batuan berwarna abu-abu, porfiro afanitik, ukuran fenokris <2 mm
dan ukuran massa dasar <0,5 mm, tekstur berdasarkan kristalinitas holokristalin, bentuk
kristal subhedral, hubungan antar kristal subidiomorfik, komposisi plagioklas, piroksen,
kuarsa, biotit, hornblend, dan mineral mika.
Semakin bergerak ke hulu, ditemukan pirit sebagai mineral aksesoris dari mineralisasi
yang terjadi. Pirit memiliki warna kuning cerah, ukuran kristal 2-10 mm, kilap logam,
kekerasan 6-6,5 skala mohs, cerat hitam, pecahan tidak rata, ketembusan cahaya opak, sifat
kemagnetan diamagnetik. Kemudian, semakin ke hulu terdapat pengayaan magnetit sebagai
mineral penciri alterasi potasik. Magnetit memiliki warna hitam, ukuran kristal 1-3 mm, kilap
logam, kekerasan 5,5-6 skala mohs, cerat hitam, pecahan tidak rata, ketembusan cahaya opak,
sifat kemagnetan feromagnetik.
Pada bagian yang lebih hulu, akan ditemukan staining sulfida tembaga primer dari
bornit, enargit, dan kalkosit. Pengayaan mineral sulfide tembaga ini terjadi secara hipogen.
Mineral staining berwarna hijau dengan ukuran <0,5-1 mm, kilap lemak, kekerasan 2-4 skala
mohs, cerat putih, pecahan tidak rata, ketembusan cahaya opak, sifat kemagnetan
diamagnetik. Mineral staining ini dapat berupa malachite atau chrysocolla.
Ke arah bukit, dapat ditemukan mineral malachite dan chrysocolla dengan tekstur yang
globular. Dapat ditemukan pula mineral azurit dengan warna biru, ukuran 1-2 mm, kilap

Mafhirota Afifah | 10
lemak, kekerasan 3,5-4 skala mohs, cerat biru, pecahan konkoidal, ketembusan cahaya opak,
ketembusan cahaya translucent, sifat kemagnetan diamagnetik.

Jenis alterasi dari hilir ke hulu sungai adalah potasik yang dicirikan oleh kehadiran
magnetit. Urat yang terbentuk merupakan urat stockwork pada bagian hulu sungai dan pada
bukit. Mineralisasi yang terjadi adalah mineralisasi tembaga primer dengan jenis endapan
porfiri. Dengan adanya bukit dan sungai, diperkirakan struktur geologi yang berkembang
adalah sesar.

Mafhirota Afifah | 11
BAB III
INTERPRETASI
I. Stasiun Titik Amat 1

II. Stasiun Titik Amat 2

III. Stasiun Titik Amat 3

IV. Stasiun Titik Amat 4


Pada bagian hilir sungai, batuan andesit masih segar dan tidak teralterasi. Semakin ke
hulu, akan ditemukan pirit sebagai mineral aksesori dari alterasi tipe argilik dan ditemukan
pula pengayaan mineral magnetit. Semakin ke arah hulu, dapat ditemukan staining mineral
sulfida tembaga primer seperti enargit, kalkosit, dan bornit. Mineral sulfida primer merupakan
mineral yang terkayakan secara hipogen. Keterdapatan staining menandakan adanya
pengangkatan dan terdapat pengaruh dari air meteorik sehingga mengalami pencucian dan
terbentuk staining mineral malachite dan chrysocolla. Apabila air meteorik mengandung
karbonat maka akan membentuk staining mineral malachite. Namun, apabila air meteorik
mengandung sulfur maka akan membentuk staining mineral chrysocolla. Semakin ke arah
bukit, terbentuk mineral azurit yang mencirikan adanya kandungan tembaga yang sangat
tinggi dan mencirikan tipe endapan porfiri.

V. Hubungan Antar Stasiun Pengamatan

Mafhirota Afifah | 12
Mafhirota Afifah | 13

Anda mungkin juga menyukai