Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Salah

satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineral

yang melimpah jumlahnya dengan kawasan yang luas dan terbentang dihampir

seluruh pulau yang ada di Indonesia. Sumber daya mineral memiliki peran yang

sangat penting karena menjadi penggerak roda perekonomian Indonesia.

Sulawesi merupakan pulau yang terletak dibagian tengah Indonesia dan

mempunyai bentuk menyerupai huruf ''K'' akibat adanya tumbukan tiga lempeng

(Pacifik, Eruasia, dan Hindia Australia). Namun dibalik ancaman bencana

gempa, tsunami dan letusan gunung api, pergerakan magma naik ke permukaan

bumi menyebabkan mineral logam berharga seperti emas, perak, tembaga dan

lain-lain membuat bumi Sulawesi kaya sumberdaya mineral (Toreno, etc 2010;

Cakrawardana, etc 2013). Diperkirakan Sulawesi memiliki sumber daya mineral

sebanyak ±29 triliun ton yang tersebar di masing-masing daerah (DESDM,

2015).

Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang terdapat mineral kromit

adalah Kabupaten Barru yang terletak di Kecamatan Pujananting Sulawesi

Selatan. Kompleks batuan dasar tersingkap di sepanjang bagian barat daerah

Pujananting sampai daerah Sumpangtellang. Tersusun oleh batuan-batuan

metamorf dan ultrabasa. Litologi batuan metamorf tersebut meliputi eklogit,

1
sekis, kuarsit, dan fillit grafit. Batuan dasar ini terjadi pada kapur awal bagian

akhir. Batuan ultrabasa terdiri dari dunit, piroksenit dan hasburgit (Purnama,

2005; Negarawan, A 2015).

Bijih khromit di Barru terdapat di dalam batuan ultrabasa, yang

mengalami serpentinisasi. Terbentuknya endapan khromit berhubungan erat

dengan proses pembekuan magma ultrabasa, karena besarnya massa jenis,

konsentrasi bijih khromit cenderung menempati tempat paling bawah.

Kedudukan bijih khromit dibeberapa tempat telah mengalami perubahan,

disebabkan oleh proses orogenesa oleh kegiatan tektonik regional, bersamaan

dengan itu pula terjadi penerobosan magma Diorit (Purawiardi, 2008).

Mineral kromit merupakan salah satu bahan galian yang dibutuhkan oleh

industri-industri stainless steel, gray cast iron, iron free high temperature alloys,

dan chromium plating untuk perlindungan permukaan (Purawiardi, 2008).

Kromit (FeCr2O3) merupakan satu-satunya mineral yang menjadi sumber logam

kromium dan terbentuk karena proses kristalisasi magma. Kromit terdapat pada

batuan beku basa dan ultrabasa seperti pada peridotite. Kromit mempunyai sifat

antara lain berwarna hitam, bentuk kristal massif hingga granular, sistem kristal

octahedral, goresan berwarna coklat, kekerasan 5,5 (skala mohs), dan berat jenis

4,5-4,8 yang mempunyai komposisi kimia sangat bervariasi karena terdapat

unsur-unsur lain yang mempengaruhinya (Kurniawan dkk, 2015).

Negarawan, A 2015 sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai

penyidikan sumber daya mineral kromit di Batugarencing Kabupaten Barru

menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrometer) dengan hasil

2
analisis Sampel A (39,3% Cr2O3), Sampel B (32,9% Cr2O3), dan Sampel C

(423% Cr2O3). Biji yang mengandung kromit juga telah diteliti oleh Purawiardi,

2008 menggunakan metode XRD (X-ray Difraction) di Kabupaten Barru dengan

mengambil conto di beberapa lokasi di Kecamatan Barru yaitu dengan hasil

Kamara FeO Cr2O3 35,29%, Palaka FeO Cr2O3 21,46%, Lasitae FeO Cr2O3

31,32%, dan Kalumasa FeO Cr2O3 30,28% sedangkan dengan menggunakan

metode XRF (X-Ray Fluorescence) Kamara Cr2 O3 = 24,0%, Palaka Cr2 O3 =

21,7%, Lasitae Cr2 O3 = 20,4%, dan Kalumasa Cr2 O3 = 20,6%.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berinisiatif untuk melakukan

penelitian tentang “Analisis Mineral Kromit Di Kabupaten Barru dengan

Menggunakan Metode X-Ray Flourescence (XRF) dan X-Ray Diffraction

(XRD)”. Analisis mineral dalam hal ini adalah komposisi mineral yang

terkandung pada kromit dan komposisi unsur kimia yang terkandung pada

kromit, sehingga penulis mengambil metode XRD (X-ray Difraction) dan XRF

(X-Ray Fluorescence). Analisis mineral kromit dianggap perlu dikarenakan

mineral kromit merupakan bahan galian yang berpotensi dalam industri tambang

yang jumlahnya sangat memadai di Kabupaten Barru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana karakteristik geologi kawasan mineral kromit di Pujananting

Kabupaten Barru.

3
2. Seberapa besar persentase komposisi mineral kromit di Pujananting

Kabupaten Barru meliputi komposisi mineral dan unsur-unsur kimia yang

terkandung.

3. Bagaimana kualitas mineral kromit dilihat dari segi komposisinya.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan latar belakang yang telah diuraikan

di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik geologi kawasan

mineral kromit.

2. Untuk menganalisis komposisi mineral kromit meliputi komposisi mineral

dan unsur-unsur kimia yang terkandung.

3. Untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas dari mineral kromit dilihat

dari segi komposisinya.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah

dikemukakan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi

untuk memanfaatkan daerah kawasan mineral kromit di Kabupaten Barru

Sulawesi Selatan.

2. Bagi peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai mineral kromit.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keadaan Geologi Umum Daerah Penelitian

Barru adalah salah satu kabupaten yang terletak di Sulawesi Selatan.

Kabupaten Barru terletak pada jalur Sulawesi dan berjarak ±100 km dari Kota

Makassar Ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Daerah penelitian ini terletak di

Kecamatan Pujananting. Secara geografi daerah tersebut terletak pada posisi

geografis 40 36’ 46.335” – 40 41’ 13.562” Lintang Selatan dan 1190 38’ 4.907”-

1190 42’ 5.628” Bujur Timur (Negarawan, A 2015). Kabupaten Barru memilki

sifat geologi yaitu seri endapan gunung api yang meliputi 27.59% dari total

wilayah Kabupaten. Luas wilayah Kabupaten Barru adalah 1.174,72 km2 atau

117.472,70 ha dan diantara 0-1700 m dari permukaan laut. Dengan batas-batas

wilayah adalah: (1) Sebelah Utara : Kota Pare-pare dan Kabupaten Sidrap, (2)

Sebelah Timur : Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone, (3) Sebelah Selatan

: Kabupaten Pangkep, dan (4) Sebelah Barat : Selat Makassar (Profil Investasi

Kabupaten Baru, 2015).

B. Batuan

1. Batuan Beku dan Proses Pembentukannya

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi

selama letusan gunung api terjadi, sehingga disebut juga batuan vulkanik.

Batuan beku juga terjadi karena pendinginan magma beberapa kilometer

5
di bawah permukaan. Karena terjadinya proses pendinginan oleh magma

ini mengakibatkan terjadinya proses pembentukan mineral yang dapat

diamati dengan melihat tekstur dan ukuran grain dari batuan tersebut

(Arsyad, 2002).

Batuan beku dipermukaan bumi bersentuhan langsung dengan

atmosfir setiap saat, yang perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan

terdekomposisi. Batuan ini kemudian mengalami penyesuaian untuk

mencapai kesetimbangan dengan lingkungan baru dan mengalami

pelapukan. Material hasil rombakan ini, yang terlepas dari batuan

induknya ditransportasi oleh berbagai media seperti gravitasi, aliran air,

gletser, angin, atau gelombang dan diendapkan ditempat yang lebih rendah

sebagai lapisan-lapisan mendatar. Sedimen yang terbentuk tidak hanya

sebagai hasil pelapukan saja. Ada proses erosi yang juga menghasilkan

sedimen, melalui proses litifikasi sedimen ini berubah menjadi batuan

sedimen (Widiyastuti, 2016).

Klasifikasi batuan beku secara sederhana dapat dilihat pada Tabel

2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Sederhana Batuan Beku Berdasarkan Tekstur dan

Komposisi Mineral

Felsic Intemediet Mafik Ultram


(granitic) (andesik) (basaltic) (afik)
Intrusive
Granit Diorit Gabro Peridotit
(faneritik)
Ekstrusif Ryolit Andesit Basalt -

6
(afanitik)
Komposisi Kwarsa Hornblende Ca. Feldsfar Olivin
Mineral K. Feldsfar Na. Feldsfar Pyroksen Pyroksen
Utama Na. Feldsfar Ca. Feldsfar
Mineral Muskovit Biotit Olivin Ca. Feldsfar
tambahan Biotit Pyroksen Hornblende
Hornblende

(Arsyad, 2002).

2. Batuan Ultramafik dan Batuan Ultrabasa

Istilah "ultramafik" dan "ultrabasa", masing-masing berhubungan

secara klasifikasi mineralogi dan kimia batuan. Batuan ultramafik

didefinisikan sebagai batuan dengan indeks warna lebih dari 70, dan

batuan ultrabasa mengandung SiO2 kurang dari 45% (Williams et al.

1954). Penyusun utama batuan ultramafik adalah hazburgit, serpentinit,

piroksenit dan dunit (Kambu, 2014). Batuan ultramafik dicirikan dengan

kandungan olivin magnesian (Mg2Si-O4) tinggi dan SiO2 yang rendah

(kurang dari 45 wt%) dan ditemukan di berbagai lingkungan batuan beku

di seluruh dunia (Hutabarat, dkk 2015). Batuan Ultrabasa adalah batuan

beku yang kandungan silikanya rendah (< 45%), kandungan MgO > 18%,

tinggi akan kandungan mineral mafiknya lebih dari 90% (Hasria, dkk

2015).

Batuan ultrabasa yang ditemukan di daerah Pujananting berupa

peridotit (olivin peridotit dan pirosen peridotit) yang pada beberapa tempat

7
telah mengalami proses serpentinisasi (metamorfisme tingkat rendah).

Kenampakan batuan pada daerah ini memiliki ciri fisik berwarna hitam

pada kondisi segar dan pada saat lapuk berwarna hitam kehijauan, tekstur

batuan yang telihat kasar (phaneritik) struktur massive namun telah

terkekarkan kuat, dengan komposisi mineral olivin dan piroksin yang

dominan dan kehadiran beberapa mineral lain seperti serpentin dan klorit.

Batuan ultrabasa di daerah Pujananting dapat dibedakan

berdasarkan persentase mineral olivin dan piroksen yang dapat teramati

secara kasat mata menjadi olivin peridotit (dunit) dan Piroksen peridotit

(piroksenit). Batuan ultrabasa, khususnya batuan olivin peridotit (dunit)

berasosiasi dengan bijih khromit, besi dan milonit. Umumnya khromit,

baik berupa floating maupun dalam bentuk insitu dijumpai pada daerah-

daerah yang disusun oleh batuan ultrabasa yang kaya akan mineral olivin

dunit. Batuan Ultrabasa berdasarkan ciri litologi dapat dikorelasikan

dengan Batuan Ultrabasa yang berumur Trias (Sukamto 1982 dalam

Negarawan 2015). Sebaran batuan ultrabasa di daerah bagian tengah

daerah pemetaan.

C. Mineral

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk secara alamiah,

padat dan mempunyai struktur dalam tertentu. Mineral mempunyai sifat fisik

tertentu pula: warna, kekerasan, belahan, bentuk kristal dan demikian juga

dengan sifat optiknya. Komposisinya hanya terdiri dari satu elemen saja,

8
seperti emas (Au), perak (Ag), tembaga (Cu), intan (C) dan belerang (S). Salah

satu contoh pembentukan mineral adalah saat ion-ion dalam magma yang

mendingin serta mengatur diri menurut pola tertentu dan membentuk kristal

(Arsyad, 2002). Menurut Graha (1987) dalam Widiyastuti (2016), Mineral

adalah suatu zat (fasa) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan (kimia)

yang dibentuk oleh proses-proses anorganik, dan mempunyai susunan kimiawi

tertentu dan suatu penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya atau

dikenal dengan struktur kristal. Pada saat magma mulai mendingin, maka

terjadi kristalisasi mineral-mineral yang titik hablurnya sesuai dengan kondisi

saat itu (pada suhu yang masih sangat tinggi). Kemudian suhu semakin turun

dan mineral lainnya mengkristal. Demikian seterusnya sampai semua ion-ion

menjadi kristal (Arsyad, 2002).

1. Komposisi Mineral

Mineral mempunyai komposisi kimia tertentu dan dalam

perbandingan unsur-unsur kimia tertentu pula, seperti SiO2 dan CaCo3, dan

sebagainya. Dalam susunan deret reaksi Bowen, suhu pembentukan

kristal-kristal mineral pembentukan batuan, ke arah makin rendah.

Menurut Graha (1987) dalam Widiyastuti (2016), Mineral dapat

digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu: golongan mineral utama

dan mineral sekunder. Golongan mineral yang berwarna tua disebut

mineral mafik karena kaya magnesium atau besi. Sedangkan mineral yang

berwarna muda disebut mineral felsic yang miskin akan unsur besi atau

magnesium.

9
Mineral yang terakhir terbentuk pada pendinginan magma adalah

kuarsa. Komposisi beberapa mineral dapat bervariasi, tetapi pada batas

tertentu. Kelompok mineral (umumnya dijumpai pada kelompok mineral

pembentuk batuan), meskipun komposisi kimianya beragam tetapi struktur

kristalnya sama. Sebagai contoh mineral olivin, komposisi kimianya

(MgFe)2 SiO4.

2. Sifat Fisika Mineral

Oleh karena mineral mempunyai komposisi kimia dan struktur

dalam kristal tertentu, maka ia mempunyai sifat-sifat yang khas. Beberapa

sifat fisik mineral adalah bentuk kristal, bidang belah (cleavage),

kekerasan, warna, streak, kilap (luster), dan berat jenis. Bentuk kristal

mencerminkan struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk

mengidentifikasi mineral (Arsyad, 2002).

3. Mineral Pembentuk Batuan

Batuan terbentuk dari mineral-mineral, yang dikenal dengan mineral

pembentuk batuan. Beberapa mineral utama pembentuk batuan yang umum

dijumpai adalah:

a. Batuan beku – feldspar, mika, amfibol, piroksen, olivine dan kwarsa.

b. Batuan sedimen – kwarsa, kalsit, amfibol, lempung, halit, gypsum,

dan feldspar.

c. Batuan metamorf – kwarsa, feldspar, amfibol, piroksen, mika garnet

dan chlorit (Arsyad, 2002).

10
D. Mineral Kromit dan Proses Pembentukannya

Kromit merupakan satu-satunya mineral yang menjadi sumber

logam kromium. Mineral ini mempunyai komposisi kimia FeCr2O3. Kromit

mempunyai sifat antara lain berwarna hitam, berbentuk kristal massif

hingga granular, sistem kristal octahedral, goresan berwana coklat,

kekerasan 5,5 (skala mohs), dan berat jenis 4,5-4,8. Secara umum bentuk

dari mineral kromit adalah tipis, kecil dan pada umumnya berbentuk padat

dan tersusun dari butiran-butiran kecil. Komposisi kimia kromit sangat

bervariasi karena terdapat unsur-unsur lain yang mempengaruhinya.

Gambar 2.1. Batuan ultrabasa yang mengandung mineral kromit


(Tzamos, etc 2016).

Kromit terbentuk karena proses kristalisasi magma pada suhu 1200oC,

terdapat pada batuan beku basa dan ultrabasa seperti peridotite, dan batuan

metamorf seperti serpentinit. Biasanya berasosiasi dengan olivun, talk,

serpentin, uvarovite, piroksin, biotit, magnetit, dan anortit (Kurniawan, dkk

2015). Tersingkap karena adanya proses pengakatan oleh tektonik regional

(Negarawan, 2015). Ada 4 unsur yang berpengaruh terhadap kualitas mineral

11
kromit, yaitu a) kromium, b) besi oksida, c) aluminium oksida, dan d) silica

oksida (Purnama, 2005).

Endapan kromit tersebar secara luas di Turki, Afrika Selatan, Rhodesia,

USSR, Philipina, Albania, dan Cuba. Endapan kecil berada di pegunungan

Alpen Italia. Kristal yang paling baik berasal dari Namibia di temukan di

kompleks Stillwater. Di Indonesia potensi kromit cukup besar, hal ini

dikarenakan kromit terbentuk pada batuan induknya yaitu ofiolit, yang tersebar

diperkirakan lebih dari 80.000 km2 yang terdapat di Sumatra Barat, Sulawesi

Selatan, Maluku Utara, dan Papua. Kromit dapat terjadi sebagai endapan

primer, yaitu: tipe cebakan stratiform dan podiform, atau sebagai endapan

sekunder berupa pasir hitam dan laterit. Cebakan stratiform merupakan

cadangan kromit dunia yang terbesar yang dapat ditambang secara ekonomis.

Cebakan tipe ini terbentuk sebagai hasil proses kristalisasi suatu fase kromit

yang berupa suatu masa leleh dan bersifat asam. Karakteristik cebakan

stratiform lainnya adalah penyebaran yang luas. Kromit tipe stratiform kaya

unsur Al, mengandung Cr2O3 (33 – 38)%, nisbah Cr : Fe (2 – 2.5 : 1), kegunaan

utamanya adalah refraktoris. Cebakan podiform terbentuk pada batuan

ultramafik, peridotit dan serpentin yang terlipat kuat. Batuan jenis ini disebut

juga batuan ofiolit, yaitu batuan yang berasal dari selubung dan kerak samudra

yang terangkat ke atas oleh peristiwa tektonik selama proses pembentukan jalur

pegunungan. Bentuk umum cebakan podiform tidak beraturan, seperti pod,

lensa-lensa, dan sack-form. Selain itu dapat juga berbentuk tabular atau lapisan-

lapisan tetapi berbeda dengan stratiform karena lapisan tersebut tidak kontinu

12
(pelapisan disiminasi) dan tidak memperlihatkan pola distribusi yang sistimatis

di dalam batuan induknya. Kromit tipe podiform dan stratiform kadar kaya

unsur Cr, mengandung Cr2O3 (46 – 55) %, nisbah Cr : Fe (2 : 1), kegunaan

utamanya adalah metalurgi (Negarawan, 2015)

Kromit tidak mempunyai pecahan tetapi mempunyai belahan dengan

kilau sub metalik. Daya magnetnya lemah dan tidak dapat lebur dalam cuka.

Kromit dapat membentuk suatu larutan padat dengan magnesiakromit

(MgCr2O4) dan (MgAl2O4). Mineral kromit juga disusun oleh beberapa unsur

yaitu: besi oksida, aluminium oksida dan silica oksida.

Berikut adalah tabel contoh standar kualitas mineral kromit:

Tabel 2.2. Standar Kualitas Mineral Kromit

Kategori Kandungan Persenyawaan Kimia (%) Berat


Mineral Jenis
Kromit SiO2 Al2O3 MgO Fe2O3 Cr2O3 (𝜌)
Kromit
Kadar 8,36 10,49 19,19 12,29 45,27 28,3
Tinggi
Kromit
Kadar 8,40 18,73 20,92 13,9 33,88 26,9
Rendah
Sumber: Bidang geologi dan sumber daya mineral, konwil DEPET prov
Sulseltra, UP. 1993

Di dalam mineral industri, kromit diproses bergabung dengan magnesite

seperti magnesia sintered, magnesia calcined dan binders seperti clay, lime,

gypsum, bauxite, dan corundum. Hasil yang diperoleh berupa bahan yang tahan

terhadap tekanan, tahan terhadap perubahan temperatur, baik sebagai isolasi

13
antara tembok bangunan terhadap asam. Struktur dalam badan kromit

bervariasi. Kristal kromit padat rapat di dalam formasi bijih masif mengandung

75% sampai dengan 85% volume khromit (Purawiardi, 2008).

Berikut adalah potensi sumber daya kromit yang terdapat di Kabupaten

Baruu Sulawesi Selatan:

Tabel 2.3. Sumber daya mineral kromit di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan

No Lokasi Sumber Daya (ton)

1. Lapangan Sabangnairi 9.750.000

2. Lapangan Lassitae 10.000.000

3. Lapangan Sumpangtellang 2.500.000

4. Lapangan Mareno 21.300.000

Total Sumber Daya 43.550.000

(Purnama, 2005).

Kromit termasuk mineral strategis karena sifat fisik logam yang berasal

dari ekstraksi mineral tersebut yang sangat erat hubungannya dengan

perkembangan industri rekayasa pesawat dan ruang angkasa, kemiliteran, dan

industri logam lainnya. Sebagaian besar konsumsi kromit digunakan untuk

industri logam kromium dan logam paduan, sedangkan sisanya digunakan

sebagai kromit non logam, yaitu untuk industri refraktori, foundry, kimia, dan

industri keramik (Negarawan, 2015).

14
E. Karakterisasi Mineral dan Pengukuran

1. X-Ray Flourescence Spectrometer (XRF)

Alat X-Ray Flourescence Spectrometer (XRF) adalah metode

analisis berdasarkan pada deteksi radiasi sinar X yang diemisikan dari

sampel yang sedang dianalisis. Sinar-X adalah gelombang

elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 1 Angstrom. Jadi

untuk dapat menentukan panjang gelombangnya diperlukan kisi

dengan jarak antar garis sekitar 1 Angstrom (Harifan dkk, 2015).

Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan

konsentrasi senyawa dalam sampel dengan mengukur intensitas

karakteristik emisi. Analisis menggunakan XRF dilakukan

berdasarkan identifikasi dan pencacahan karakteristik sinar-X yang

terjadi dari peristiwa efekfotolistrik. Efekfotolistrik terjadi karena

electron dalam atom target (sampel) terkena berkas berenergi tinggi

(radiasi gamma, sinar-X) (Munasir dkk, 2012).

Gambar 2.2. (a) Prinsip X-Ray Flourescence, (b) kekosongan electron


pada kulit L (Fansuri,H, 2010)

15
Skematik proses identifikasi dengan XRF tampak pada Gambar

2.1. Prinsip dasar X-Ray Flourescence Spectrometer (XRF) adalah sinar

X dari tube sinar X (atau sumber isotop) akan mengenai sampel. Dalam

sampel akan terjadi pelepasan electron pada kulit K, dan elektrom dari

kulit L dan M akan mengisi kekosongan electron pada kulit K yang akan

memancarkan sinar X. Sinar X dari sampel akan dikirim ke detector, yang

akan didinginkan baik secara elektik atau dengan cairan nitrogen. Sinyal

dari detector akan di proses oleh elektronik dan dikirim ke PC computer

yang kemudian akan ditampilkan dalam bentuk spectrum (Girard, 2010).

Gambar 2.3. Alat karakterisasi X-Ray Flourescence (XRF) Jurusan


Fisika FMIPA UNHAS.

2. X- Ray Diffraction (XRD)

X- Ray Diffraction (XRD) merupakan metode karakterisasi

yang dapat memberikan informasi tentang susunan atom, molekul

atau ion dalam bentuk padat/kristal. Analisis berdasarkan kepada

pengukuran transmisi dan difraksi dari sinar X yang dilewatkan pada

16
sampel padat. Fase-fase mineral-mineral yang terdapat pada sampel

yang dikaji dapat dideskripsikan melalui difraktogram-difraktogram

yang dihasilkan dari pengukuran menggunakan XRD (Karyasa,

2013).

Menurut Cullity,D (1956) dalam Munasir dkk, (2012) Metode

difraksi sinar X dapat dibedakan menjadi: (1) Metode kristal tunggal.

Metode ini sering digunakan untuk menentukan struktur kristal. (2)

Metode serbuk (powder Method). Bahan sampel pada metode ini

dibuat berbentuk serbuk, sehingga terdiri banyak kristal yang sangat

kecil dan orientasi sampai tidak perlu diatur lagi kerena semua

orientasi bidang telah ada dalam sampel dengan demikian hukum

Bragg dapat dipenuhi. Metode ini lebih cepat dan lebih sederhana

dibandingkan dengan metode kristal tunggal. Metode serbuk ini dapat

digunakan untuk menganalisa bahan apa yang terkandung di dalam

suatu sampel juga dapat ditentukan secara kwantitatif.

Ketika pancaran elektron berenergi tinggi mengenai suatu

target material, maka akan terjadi interaksi dengan elektron – elektron

dari target. Pancaran tersebut berhubungan dengan energi maksimum

dari elektron untuk menembus atom target. Elektron pada kulit dalam

atom material tersebut akan terpental dan kekeosongan akan diisi oleh

elektron berenergi lebih tinggi sambil memancarkan kelebihan

energinya sebagai foton sinar X. Energi yang hilang akan

17
dikonversikan ke dalam radiasi sinar X disebut dengan

Bremsstrahlung (K.M. Mackay, 2000) .

Difraksi sinar X merupakan suatu teknik yang digunakan

menentukan sistem kristal (kubus, tetragonal, ortorombik,

rombohedral, heksagonal, monoklin, triklin), kualitas kristal (kristal

tunggal, polikristalin, dan amorf), simetri kristal, menentukan cacat

kristal, mencari parameter kristal (parameter kisi, jarak antar atom,

jumlah atom per unit sel), identifikasi campuran dan analisis kimia

(Zakaria, 2003).

Dasarnya hukum Bragg (Krane, 1992) dengan persamaan:

nλ = 2 d sin θ (2.1)

dimana:

n = orde difraksi (bilangan bulat)

λ = panjang gelombang sinar yang sefasa

d = jarak antar bidang Bragg yang dipilih sebagai bidang hambur

θ = sudut datang terhadap bidang Bragg

Gambar 2.4. Difraksi sinar-x pada bidang atom


(Callister 2007 dalam Munasir 2012).

18
Pada metode difraksi, hukum Bragg haruslah dipenuhi,

kerena itu perlu diatur orientasi kristal terhadap berkas datang

(Pratapa S, 2010). Persamaan ini memberikan hubungan jarak antara

bidang dalam kristal dan sudut yang radiasi refleksinya

menunjukkan intensitas maksimum untuk panjang gelombang

tertentu. (Munasir, 2012).

Gambar 2.5. Alat karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) Jurusan Fisika


FMIPA UNM.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel penelitian ini dilaksanakan di kantor Dinas Energi

dan Sumber Daya Mineral Jl. A.P. Pettarani Makassar, Sulawesi Selatan

(Gambar 3.1). Sampel yang diperoleh oleh DESDM di ambil dari Kabupaten

Barru yang terletak di Kecamatan Pujananting Sulawesi Selatan. Kabupaten

Barru terletak pada jalur Sulawesi dan berjarak ±100 km dari Kota Makassar

Ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografi daerah tersebut terletak

pada posisi geografis 4o 05’ 49” Lintang Selatan dan 119o 35’ 00”- 119o 49’16”

Bujur Timur. Lokasi pengambilan sampel oleh kantor DESM ini terletak pada

Dusun Sumpangtellang (Gambar 3.2).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrostruktur Jurusan Fisika

Universitas Negeri Makassar dengan menggunakan alat X- Ray Diffraction

(XRD) dan di Laboratorium Science Building Universitas Hasanuddin

Makassar dengan menggunakan alat X-Ray Flourescence Spectrometer (XRF).

Penelitian ini di laksanakan selama empat bulan, mulai dari bulan Pebruari s/d

bulan Mei 2017.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental murni dan bersifat

Laboratories, dimana dilakukan dua metode dalam menganalisis mineral

20
kromit, yaitu: analisis kuantitatif, untuk mengetahui berapa jumlah atau

banyaknya kadar unsur/senyawa yang terkandung dalam suatu zat, dan analisis

kualitatif, untuk mengetahui unsur/senyawa apa yang terkandung dalam suatu

zat.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel (Google Earth, 2017).

21
Gambar 3.2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel oleh DESDM. Sumber (Dinas
Pertambangan SulSel, 2015).

22
C. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mistar

2. Palu Geologi

3. Betel

4. Wadah tempat sampel

5. Label sebagai penanda sampel

6. Oven pengering

7. Mesin grinding (alat penggerus)

8. Mortar

9. Ayakan 200 mesh

10. Neraca digital

11. Seperangkat alat X-Ray Diffraction (XRD)

12. Seperangkat alat X-Ray Flourescence Spectrometer (XRF)

13. Alat tulis menulis

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Batuan ultrabasa yang diambil sebanyak 1 bongkahan sampel

dengan ukuran 12,3cm × 10,6cm × 16,9cm dan massa 1,31kg.

D. Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini yaitu:

23
a. Tahap persiapan

1. Studi pustaka, yaitu mempelajari literatur yang berhubungan

dengan mineral kromit.

2. Pengurusan surat izin

3. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.

b. Tahap pengambilan data

1. Mengantarkan surat izin penelitian di kantor Dinas Energi dan

Sumber Daya Mineral.

2. Melakukan pengamatan sampel berdasarkan karakteristik batuan

ultrabasa dengan menggunakan loupe.

3. Mengambil sampel dengan menggunakan alat palu dan betel

geologi sebanyak 1 sampel.

4. Mengambil data karakteristik daerah Pujananting meliputi data

curah hujan, struktur geologi sesar dan kekar, susunan stratigrafi,

dan morfologi daerah.

E. Prosedur Kerja

Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini pada metode X-Ray

Flourescence (XRF) dan X-Ray Diffraction (XRD) adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Mempreparasi sampel dengan memotong sampel untuk memperkecil

ukuran sampel dengan ukuran 4,6 cm x 3,2 cm x 7,8 cm dan massa

0,480 kg.

24
3. Kemudian, mengeringkan sampel tersebut ke dalam oven pada suhu

100oC selama 60 menit agar terjadi proses polikondensasi (mengurangi

gugus OH) pada sampel.

4. Selanjutnya sampel tersebut dihancurkan menggunakan mesin grinding

sampai berbetuk butiran-butiran kecil.

5. Menggerus butiran-butiran kecil sampel dengan menggunakan mortar

sampai halus.

6. Mengayak sampel yang telah digerus dengan ayakan 200 mesh.

7. Mempreparasi sampel pada kaca preparat yang diberi carbontape untuk

merekatkan bahan setelah itu di lapisi emas palladium atau di coating.

8. Mengkarakterisasi sampel dengan menggunakan X-Ray Diffraction

(XRD) merk Rigaku Miniflex dan X-Ray Flourescence Spectrometer

(XRF) masing-masing selama 45 menit. Karakterisasi dengan XRD-

XRF dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur dan senyawa yang

terkandung dalam sampel tersebut dan juga untuk mengetahui struktur

kekristalan dan presentase mineral yang terkandung di dalam sampel.

9. Menginterpretasikan hasil pengolahan data yang diperoleh setelah

pengolahan sampel secara XRF dan XRD.

F. Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan tiga teknik analisis data, yaitu (1)

Analisis Data Sekunder yang digunakan dalam memperoleh informasi

mengenai karakteristik geologi kawasan Pujananting. Data sekunder ini

25
diperoleh dari kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Sul-Sel,

sehingga data yang diperoleh dapat dituangkan dalam hasil pada Bab IV. (2)

Analisis Kualitatif yang digunakan untuk mengetahui unsur atau senyawa apa

yang terkandung dalam mineral kromit dengan menggunakan metode X-Ray

Flourescence (XRF) dan X-Ray Difraction (XRD). (3) Analisis Kuantitatif yang

digunakan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah unsur atau senyawa yang

terkandung dalam mineral kromit dengan menggunakan metode X-Ray

Flourescence (XRF) dan X-Ray Difraction (XRD).

Hasil uji data XRF berupa spectrum (grafik) sumbu X-Y dengan sumbu

X (horizontal) berupa energi unsur (keV) dan sumbu Y (vertikal) berupa

intensitas cacahan perdetik (cps/count per second). Analisis unsur secara

kualitatif memberikan informasi kandungan unsur suatu bahan yang dinyatakan

dengan satuan cps (count per second). Sedangkan analisis secara kuantitaif,

setiap puncak dari unsur yang terkandung dalam bahan tersebut mempunyai

kandungan unsur dalam jumlah yang berbeda-beda. Analisis secara kuantitatif

dilakukan dengan cara mengkonversi hasil yang diperoleh dalam analisis

kualitatif yang berupa intensitas dalam satuan cps menjadi satuan persen berat

(Masrukan dkk, 2007).

Hasil uji data XRD berupa grafik difraktogram dengan 2𝜃 (diffraction

angle) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y. 2𝜃 merupakan sudut antara

sinar datang dengan sinar pantul. Sedangkan intensitas merupakan jumlah

banyaknya sinar X-Ray yang didifraksikan oleh kisi-kisi kristal. Posisi peak atau

26
puncak yang muncul pada grafik tergantung dari struktur kristalnya yang

selanjutnya akan dilakukan langkah search-match untuk mencocokkan pola

XRD dari sampel dengan pola XRD dari database (hasil XRF) sehingga dapat

diketahui mineral-mineral yang terkandung pada sampel.

27
G. Diagram Alir

Mulai

Observasi Lapangan

Pengumpulan Data

Pengambilan sampel
batuan di kantor DESDM

Persiapan alat dan


bahan di Laboratorium

Pengolahan data uji


karakteristik bahan

XRD: XRF:
Persentase komposisi Komposisi unsur dan
mineral objek Interpretasi data senyawa dalam objek

Kesimpulan

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Geologi Daerah Pujananting

Data karakteristik geologi kawasan mineral kromit merupakan

data sekunder yang diperoleh dari Dinas Energi dan Sumber Daya

Mineral (DESDM) Prov. Sul-Sel Makassar, dengan uraian karakteristik

sebagai berikut:

Daerah Pujananting berdasarkan kedudukan garis lintang

merupakan daerah yang beriklim tropis, dan termasuk dalam pola iklim

pesisir pantai Barat Sulawesi Selatan. Musim hujan terjadi pada bulan

Desember hingga bulan April, dan musim kemarau terjadi pada bulan

Juni hingga bulan Nopember, antara kedua musim tersebut terdapat

musim pancaroba. Hasil evaluasi curah hujan menunjukkan curah hujan

tahunan rata-rata 2,957 mm/th dan hari hujan tahunan rata-rata 97 h/th.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas maka diperoleh data Bulan

Kering (BK) = 3, Bulan Lembab (BL) = 2, Bulan Basah (BB) = 7,

dengan nilai Q = 42,85% atau tipe iklim B (Schmith-Fergusson). Suhu

udara rata-rata minimum 170C dan maksimum 320C. Kelembaban

udara berkisar (60–90)%. Kecepatan angin sedang dan daerah ini

dipengaruhi oleh angin pegunungan dan angin laut.

29
Daerah Pujananting terletak pada ketinggian diatas 100 mdpl

berdasarkan keadaan bentang alamnya dapat dibagi atas 2 satuan

morfologi, yaitu daerah pegunungan dan daerah perbukitan. Morfologi

daerah pegunungan mempunyai sifat-sifat relief topografi tinggi dan

tekstur topografi kasar, lereng terjal. Batuan penyusunnya adalah

batuan Gunungapi Camba dibagian utara dan batuan ultrabasa dibagian

selatan, sebarannya mendominasi daerah bagian utara dengan

penyebaran berarah barat daya-timur laut. Puncak-puncak bukitnya

adalah Bulu Benung (740 mdpl), Bulu Lateangoro (740 mdpl), Bulu

Coppobulu (620 mdpl), dan Bulu Moreno (881 mdpl). Sedangkan

morfologi daerah perbukitan mempunyai sifat-sifat relief topografi

sedang sampai agak tinggi dan tekstur topografi sedang sampai agak

kasar, lereng agak landai sampai agak terjal. Batuan penyusunnya

adalah batuan ultrabasa, sepih dan batuan metamorf, sebarannya

mendominasi daerah bagian tengah dengan penyebaran berarah barat

daya–timur laut. Puncak-puncak bukitnya adalah Bulu Batugarencing

(305 mdpl), Bulu Bajengbajeng (188 mdpl) dan Bulu Sumpangtellang

(386 mdpl). Diantara bukit-bukit yang ada di daerah ini mengalir Salo

Baruru, Salo Tangasoe, Salo Maremare, dan sungau kecil lainnya yang

mempengaruhi proses geomorfologi di daerah ini. (Negarawan, A

2015).

Kompleks batuan dasar yang tersingkap tersusun oleh batuan-

batuan metamorf meliputi eklogit, sekis, kuarsit, dan fillit grafit, dan

30
ultrabasa meliputi dunit, piroksenit, dan hasburgit. Berdasarkan analisis

geologi, daerah tersebut telah mengalami proses alih-tempat.

Tersingkap karena adanya proses pengangkatan oleh tektonik regional

pada blok Bantimala.

Susunan stratigrafi daerah penelitian yang didasarkan dengan

hasil pemetaan geologi dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok

batuan sebagai berikut (Sukamto 1982, Negarawan A 2015):

a. Satuan Batulempung Formasi Balangbaru, yang terdapat

dibagia tengah daerah pujananting memanjang dari utara ke

selatan sampai daerah Palluda. Satuan in dilapis-bawahi secara

tak-selaras oleh kompleks batuan dasar, dan tersusun oleh

selang-seling batupasir dan lanau-lempung, dengan sedikit

konglomerat. Pada umumnya menunjukkan struktur turbidit,

umurnya diperkirakan Kapur Atas. Batuan ini tertindih secara

tidakselaras dengan batuan yang lebih muda, sebarannya di

daerah bagian utara dan selatan daerah pemetaan.

b. Satuan Batupasir Formasi Mallawa tesusun oleh batupasir

arkosik, batulanau, batulempung, napal, dan konglomerat yang

diinterkalasi oleh layer-layer atau lensa-lensa batubara dan

batugamping. Formasi ini tersebar di sebelah timur batuan

klastik halus formasi Balangbaru. Formasi Mallawa ini diduga

terendapkan pada lingkungan terrestrial/marginal marine yang

31
menerus ke atas secara transgersif sampai ke lingkungan laut

dangkal (Wilson 1995 dalam Negarawan A 2015).

c. Satuan Batugamping Tonasa dilapis-bawahi secara selaras oleh

batuan klastik Formasi Mallawa. Formasi ini berumur Eosen

sampai Miosen Tengah. Batugamping Formasi Tonasa tersebar

luas di bagian utara Pujananting dan juga dijumpai dibeberapa

daerah seperti Bete, Abbolange, Palluda, dan Doidoi.

d. Satuan Breksi Vulkanik Formasi Vulkanik Camba terdiri atas

breksi vulkanik, lava, tufa, dan Batugamping klastik satuan

batuan ini menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen

Akhir yang tersebar disebelah Timur Pujananting dari Gattareng

sampai daerah Pacciro Tanete Riaja.

Hampir seluruh daerah penelitian ini ditutupi batuan basa-

ultrabasa yang umunya telah lapuk dan teroksidasi (tanah latertik),

sehingga di daerah ini banyak dijumpai longsoran. Disamping itu

daerah ini juga disusun oleh metamorf dan ultrabasa yang terserpentisisi

yang masih relatif segar dan sebagian lagi sudah lapuk. Daerah ini telah

tersesarkan dan terkekarkan cukup masif.

Struktur geologi daerah penelitian terdiri atas perlipatan, sesar,

dan kekar. Perlipatan secara umum berarah utara-selatan, berupa

perlipatan antiklin. Batuan yang terlipatkan adalah Formasi Balangbaru

dan Formasi Tonasa. Perlipatan yang terbentuk karena adanya gaya

32
mendatar yang berarah barat-timur, diperkirakan berlangsung pada kala

Miosen Tengah sampai Pliosen Atas.

Sesar sacara umum berarah utara-selatan dan timur-barat, sesar

naik yang terjadi pada batuan ultrabasa diduga terbentuk pada Kapur

Atas. Sesar normal dan sesar geser terjadi karena adanya gaya mendatar

yang berarah barat-timur dan utara-selatanpada kala Miosen Tengah

sampai Pliosen Atas.

Kekar berarah umum baratlaut-tenggara sampai timurlaut-

baratdaya. Kekar terbuka yang saling memotong dengan intensitas

tinggi dijumpai pada batuan ultrabasa, sedangkan yang intensitas

rendah sampai sedang dijumpai pada batuan yang berumur tersier.

2. X-Ray Flourescence (XRF)

Pengujian X-Ray Flourescence bertujuan untuk memperoleh

komposisi unsur-unsur kimia yang terkandung dari kromit. Uji X-Ray

Flourescence dilakukan terhadap sampel batuan kromit yang di peroleh

dari Barru, dalam penelitian ini digunakan sampel berbentuk serbuk

yang telah digerus. Adapun hasil analisis pengujian X-Ray

Flourescence dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagi berikut:

Tabel 4.1. Hasil Analisis Sampel dengan XRF


Compound m/m% StdErr El m/m% StdErr
Cr2O3 37.97 1.18 Cr 25.98 0.81
SiO2 24.09 0.90 Si 11.26 0.42
Fe2O3 21.50 0.67 Fe 15.04 0.47
MgO 14.97 2.29 Mg 9.03 1.56

33
NiO 0.726 0.036 Ni 0.571 0.028
TiO2 0.673 0.067 Ti 0.404 0.040
ZnO 0.0375 0.0093 Zn 0.0301 0.0075
Nb2O5 0.0181 0.0071 Nb 0.0127 0.0049
In2O3 0.0070 0.0019 In 0.0058 0.0016
SnO2 0.0056 0.0026 Sn 0.0044 0.0020

Berdasarkan hasil analisis XRF di atas maka dapat diketahui

kandungan unsur-unsur yang terkandung pada sampel batuan kromit

yang berasal dari Pujananting, Kabupaten Barru. Dimana sampel

tersebut mempunyai kandungan unsur kromit (Cr2O3) yang paling

tinggi dengan persentase 37,97%. Selain itu, sampel batuan kromit ini

juga mempunyai unsur lain yang terkandung didalamnya seperti silicon

(SiO2), besi (Fe2O3), magnesium (MgO) dengan masing-masing

persentase sebesar 24,09%, 21,50%, 14,97% dan masih banyak unsur-

unsur lain yang terkandung di dalamnya dalam jumlah yang kecil

seperti NiO, TiO2, ZnO dan lain-lain.

3. X-Ray Diffraction (XRD)

Pengujian X-Ray Diffraction bertujuan untuk memperoleh

komposisi mineral/senyawa yang terkandung dari kromit. Uji X-Ray

Diffraction dilakukan terhadap sampel batuan kromit yang di peroleh

dari Barru, dalam penelitian ini digunakan sampel berbentuk serbuk

34
yang telah digerus. Adapun hasil search and match pengujian X-Ray

Diffraction dapat dilihat pada Gambar 4.1.

6.0e+003

5.0e+003

(3 1 1)
4.0e+003

3.0e+003
(0 0 2)

(1 1 1)
Intensity (cps)

2.0e+003

(0 0 4)
(0 0 2)
(0 0 1)

(-1 1 5)
(-1 1 1)

(-3 3 1)
(0 0 3)

(0 0 4)

(1 3 2)
1.0e+003

0.0e+000
10 20 30 40 50 60 70
(1 1 1)

100 Magnesiochromite, ferroan, Al.337 Fe.326 Mg.694 Mn.006 Cr1.606 V.002 Ni.004 Ti.002 O4

(-1 1 5) (3 1 1)
50
(0 0 3)

0
(0 0 4)
(-1 1 1)

(-3 3 1)
100 (1 3 2)
Clinochlore, ( Mg11.148 Fe0.852 ) ( ( Si4.99 Al3.01 ) O20 ( O H )16 )
(0 0 1)

(0 0 2)

50
0
(0 0 4)

100 Trimagnesium pentaoxotetrahydroxodisilicate - nanostructured, Chrysotile, syn, Mg3 ( Si2 O5 ( O H )4 )


(0 0 2)

50
0
10 20 30 40 50 60 70
2-theta (deg)

Gambar 4.1 Hasil Search and Match sampel kromit (X-Ray Diffraction,
2017).
Berdasarkan hasil Search and Match tersebut, maka diperoleh

tiga jenis kandungan mineral/fase senyawa yang terdapat pada sampel

batuan kromit dari Pujananting yaitu pertama magnesiochromite

(Al337Fe326Mg694Mn0.006Cr1.606V0.002Ni0.004Ti0.002O4), kedua clinochlore

((Mg11.48Fe0.852)((Si4.99Al3.01)O20(OH)16)), dan ketiga trimagnesium

penta-oxotetrahydroxodisilicate (Mg3(Si2O5(OH)4). Dari hasil search

and match yang diperoleh pada pengujian X-Ray Diffraction (XRD)

35
maka diperoleh pola difragtogram yang menunjukkan fase

mineral/senyawa yang terkandung pada sampel batuan kromit.

6500
Tm = Trimagnesium
Mc Cc Mc pentaoxotetrahydroxodisilicate
5500 Cc Cc = Clinochlore
Mc = Magnesiochromite, ferroan
4500
Cc
Intensity (cps)

3500
Mc
Mc Mc
2500 Tm
Tm
1500

500
10 20 30 40 50 60 70
2-theta (ϴ)
Gambar 4.2 Pola difragtogram X-Ray Diffraction (Microsoft Excel,2017).

Pengambilan data sudut 2ϴ di mulai dari 10°-70° dimana

terlihat kristal tertinggi yang terbentuk pada pola difragtogram adalah

Cc (Clinochlore) yang terbentuk pada sudut 2ϴ sebesar 25°, kemudian

Mc (Magnesiochomite) yang terbentuk pada sudut 2ϴ sebesar 36°, dan

yang terendah adalah Tm (Trimagnesium) yang terbentuk pada sudut

2ϴ sebesar 12°.

Dari data pola difragtogram yang diperoleh maka dapat

diketahui persentase setiap sampel yang diplot dalam bagan bulat pada

Gambar 4.3 berikut:

36
Magnesiochromite
10% 15%

Clinochlore

Trimagnesium
75% pentaoxotetrahydrox
odisilicate

Gambar 4.3 Persentase kandungan mineral sampel kromit dengan X-Ray


Diffraction (Microsoft Excel,2017).

Dari gambar diatas maka dapat dilihat bahwa komposisi mineral

yang dominan pada kromit yang berasal dari Pujananting ini adalah

Clinochlore sebesar 75%, Magnesiochromite sebesar 15% dan yang

terkecil adalah Trimagnesium sebesar 10%.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil yang diperoleh pada pengujian XRF dan

XRD yang menunjukkan berbagai unsur-unsur dan mineral yang

terkandung pada sampel batuan kromit yang berasal dari Pujananting, hasil

yang diperoleh pada pengujian XRF menunjukkan bahwa kandungan unsur

kromit (Cr2O3) memiliki persentase yang paling tinggi 37,97%, dimana

batuan kromit yang mengandung persentase Cr2O3 (33-38)% kegunaan

utamanya adalah sebagai refraktoris, selain itu unsur-unsur yang

mendukung seperti silicon oksida, besi oksida, magnesium oksida, nikel

37
oksida, dan titan oksida dalam mineral kromit kandungannya sedikit tetapi

dapat dimanfaatkan melalui proses pemurnian.

Sampel batuan kromit ini mengandung unsur besi (Fe2O3) yang

berasal dari mineral hematite dan Titan (TiO2) menandakan mineral tersebut

merupakan mineral dengan temperature tinggi. Unsur Titan berasal dari

mineral besi yang berasosiasi dengan kromit berupa magnetite yang

intergrowth dengan ilmenite dan sebagai mineral Rutil yang berasosiasi

dengan batuan metamorf, yang dalam hal ini sebagai Sekis maupun Genes

Pada daerah kontak dengan batuan Diorit, batuan ultrabasa yang telah

mengalami serpentinisasi akan mengalami penambahan mineral yang

mengandung unsur-unsur seperti Cu, Zn, karena di kabupaten Barru batuan

terobosan diorit berhubungan erat dengan mineralisasi sulfida seperti logam

tembaga, seng, emas dan perak (Falah., D., 2006). Dilihat dari persentase

kandungan unsur yang terkandung pada sampel kromit tersebut, maka

berdasarkan standar kualitas mineral kromit yang terdapat pada Tabel 2.2

bahwa sampel batuan kromit yang berasal dari Pujananting Kabupaten

Barru tergolong dalam Kromit Kadar Tinggi.

Sedangkan hasil dari pengujian sampel kromit dengan menggunakan

metode XRD diperoleh tiga macam fase kristal/mineral dari hasil

penggabungan unsur-unsur elemen pembentuknya. Dimana pada sampel

kromit didominasi oleh mineral clinochlore sebanyak 75% dan yang paling

sedikit adalah trimagnesium (chrysotile) sebanyak 10%.

38
Clinochlore merupakan bagian dari khlorit yang berasal dari mineral

kammeririte yang mengandung unsur khrom. Clinochlore ini terbentuk dari

perubahan metamorf dan hidrotermal mineral besi dan magnesium silikat

lainnya. Clinochlore merupakan mineral yang bernilai jual yang tinggi

karena mineral clinochlore ini terdapat pada batu permata Seraphinite yang

ditambang dan dieksplorasi diberbagai negara.

Magnesiochromite merupakan gabungan dari magnesium dan

kromit yang menggantikan posisi besi (Fe) dalam jumlah yang bervariasi.

Namun, dalam hal ini magnesiochromite tetap disebut sebagai mineral

chromite.

Chrysotile atau biasa disebut asbes putih merupakan mineral yang

paling umum ditemui pada asbes. Chrysotile adalah mineral berserat yang

termasuk dalam kelompok mineral serpentine. Serpentinisasi adalah proses

metamorfik hidrotermal (suhu di bawah 350°C) yang mempengaruhi batuan

beku kaya magnesium seperti peridotit dan piroksen . Ini adalah batuan

yang banyak mengandung olivin dan pyroxene.

Dari unsur-unsur yang terdapat pada hasil pengujian XRF dan ketiga

fase kristal/mineral yang terdapat pada hasil XRD, hadirnya mineral-

mineral kromit, hematit, dan ilmenite, merupakan mineral temperatur tinggi

seperti olivin (krisotil). Olivin mengalami alterasi oleh larutan sisa magma

menjadi serpentin, dimana serpentin tersebut mengalami alterasi

selanjutnya menjadi kammeririt.

39
Dari data tersebut maka genesa terbentuknya bijih khrom dibagi

menjadi tahapan-tahapan sebagai berikut:

Tahapan 1, yaitu pembentukan batuan ultrabasa yang dicirikan oleh

mineral-mineral temperatur tinggi, yang merupakan endapan magmatis

seperti olivin, kromit, Hematit, Ilmenit.

Tahapan 2, yaitu proses metasomatik replacement, merupakan proses

pengisian dan penggantian oleh larutan sisa magma yang temperaturnya

lebih rendah dari proses tahap pertama, dicirikan oleh krisotil (serpentin).

Tahapan 3, yaitu proses hidrotermal, yang merupakan proses pengisian

larutan sisa magma bertemperatur rendah, dicirikan oleh mineral

Kammeririt.

Tahapan 4, yaitu proses oksidasi dan pengayaan (supergene enrichment)

dicirikan oleh hadirnya oksida-oksida nikel, seng, besi, dan lain-lain

(Purawiardi, 2015).

40
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian mineral kromit di

Kabupaten Barru dengan menggunakan metode XRF dan XRD dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik daerah Pujananting dibagi menjadi dua morfologi

yaitu, morfologi perbukitan dan pegunungan. Susunan stratigrafinya

dikelompokkan kedalam empat kelompok batuan yaitu (1) Satuan

Batulempung Formasi Balangbaru, (2) Satuan Batupasir Formasi

Mallawa, (3) Satuan Batugamping Tonasa, dan (4) Satuan Breksi

Vulkanik Formasi Vulkanik Camba. Struktur geologi daerah

penelitian terdiri atas perlipatan, sesar, dan kekar.

2. Komposisi unsur-unsur kimia yang dominan terkandung pada

sampel kromit adalah kromium oksida sebesar 37,97% dan unsur-

unsur yang mendukung seperti silicon oksida 24,09%, besi oksida

21,50%, magnesium oksida 14,97%, nikel oksida, dan titan oksida

dalam mineral kromit kandungannya sedikit tetapi dapat

dimanfaatkan melalui proses pemurnian karena potensi kromit di

Kabupaten Barru banyak. Fase kristal/mineral yang terdapat pada

sampel kromit adalah clinochlore dengan persentase sebesar 75%,

41
magnesiochromite sebesar 15%, dan trimagnesium (chrysotile)

sebesar 10%.

3. Sampel kromit tersebut termasuk dalam kromit berkadar tinggi yang

dapat digunakan sebagai refraktoris.

B. Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan dalam tulisan ini, sebagai

bahan referensi bagi penelitian selanjutnya demi menyempurnakan

penelitian ini adalah Penelitian ini bersifat studi pendahuluan, masih

dibutuhkan penelitian lanjutan untuk mengambil sampel kromit di

daerah lain sebagai pembanding dari penelitian ini.

42
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M., 2002. Pengetahuan Tentang Bumi. 1st ed. Makassar: Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar.

Cakrawardana, S., Sunarwan, B. & Karnadi, M. A., 2013. Perhitungan Cadangan


Endapan Kromit Berdasarkan Metoda Panning Daerah Ambunu
Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi
Tengah. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas
Pakuan, pp. 1-15.

Fansuri, H., 2010., Modul Pelatihan Operasional XRF. Laboratorium Energi dan
Rekayasa. LPPM ITS.

Girard, J.E. 2010. Principles of Environmental Chemistry. USA : Jones and Bartlett
Publishers.

Harifan, E. F., Mahrizal & Mufit, F., 2015. Analisis Komposisi Unsur Fe Terhadap
Nilai Suseptibilitas Magnetik Di Kota Padang Menggunakan Metode X-Ray
Fluorescence (XRFf). PILLAR OF PHYSICS, Volume 5 , pp. 57-64.

Hasria, Harimu, L. & Fatmawati, C., 2015. Ekstraksi Logam Kromium (Cr) Dan
Tembaga (Cu) Pada Batuan Ultrabasa Dari Desa Puncak Monapa
Kecamatan Lasusua Kolaka Utara Menggunakan Ligan Polieugenol. Jurnal
Aplikasi Fisika, Volume 11, pp. 1-9.

Hutabarat, J. & Ismawan, 2015. Tinjauan Keterdapatan Batuan Ultramafik Dalam


Komplek Ofiolit Ciletuh Di Daerah Ciletuh, Jawa Barat. Bulletin of
Scientific Contribution, Volume 13, pp. 1-8.

Kambu, M. R., 2014. Geologi Dan Karakteristik Batuan Beku Ultramafik Sebagai
Bahan Baku Konstruksi Di Daerah Lembah Sunyi Kelurahan Angkasapura,
Kota Jayapura Provinsi Papua. Jurnal Ilmiah MTG, Volume 7 No. 1, pp.
1-6.

Karyasa, I. W., 2013. Studi X-Ray Fluoresence Dan X-Ray Diffraction Terhadap
Bidang Belah Batu Pipih Asal Tejakula. Jurnal Sains dan Teknologi, 2 No.
2. ISSN : 2303-3142, pp. 204-212.

K.M. Mackay, R. M., 2000. Introduction to Modern Inorganic Chemistry, 6 th


edition. London: Neson Thomas Ltd.

43
Krane, K. S., 2006. Modern Physics. 1st ed. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).

Kurniawan, Dedy., Purnomo, J., Rahmad, A, A., Isa, M, M., Nurwauziah, I.,
Aswan, A., 2015. Pemetaan Pertambangan Chromite (FeCr2O4) di
Negara Filipina. Surabaya: Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan - ITS.

M., R., Anggraini, D. & J. K., 2007. Komparasi Analisis Komposisi Paduan
AlMgSi1 Dengan Mengguanakan Teknik X Ray Flourescence (XRF) dan
Emission Spectroscopy. Yogyakarta, Pustek Akselerator dan Proses
Bahan-BATAN.

Munasir, Triwikantoro, Zainuri, Z. & Darminto, 2012. Uji XRD Dan XRF Pada
Bahan Meneral (Batuan Dan Pasir) Sebagai Sumber Material Cerdas
(Caco3 Dan Sio2). Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), 2 No.
1. ISSN: 2087-9946, pp. 1-10.

Negarawan, A., 2015. Pemetaan dan Penyelidikan Sumber Daya Mineral dan
Batubara Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru, Makassar: Dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pratapa, Suminar.2008. Pengaruh Jangkauan Sudut Ukur Pada Hasil Analisis Data
Difraksi Sinar-X Menggunakan Metode Rietveld : kasus campuran MgO-
Y2O3. Makara, Sains, Vol 12, No 2, Nopember 2008 : 146-150.

Purawiardi, R., 2008. Karakteristik Bijih Kromit Barru, Sulawesi Selatan. Jurnal
Riset Geologi dan Pertambangan, pp. 1-13.

Purnama, C, 2005. Analisis Kualitas Mineral Kromit di Kabupaten Barru. Skripsi:


Universitas Negeri Makassar

Purnamawati, D. I. & Tapilatu, S. R., 2012. Ganesa dan Kelimpahan Mineral


Logam Emas, dan Asosiasinya Berdasarkan Analisis Petrografi, dan
Atomic Absorbtion Spectrophotometry (AAS), Di Daerah Sangon,
Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DIY. Jurnal Teknologi, Volume 5, pp.
163-171.

Sukamto, R.A.B., 1982. Geologi Lembar Pangkajene dan Watompone. Pusat


Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan
Energi; Bandung.

44
Toreno, E. Y., 2010. Penyelidikan Endapan Kromit Didaerah Topogaro- Bungku
Barat Provinsi Sulawesi Tengah. Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 5,
pp. 1-12.

Tzamos, E. et al., 2016. Major and Minor Element Geochemistry of Chromite from
The Xerolivado–Skoumtsa Mine, Southern Vourinos: Implications for
Chrome Ore Exploration. Journal of Geochemical Exploration, pp. 81-93.

Widiyastuti, D. A., 2016. Analisa Struktur Batuan Dari Sungai Aranio Kabupaten
Banjar Menggunakan X-Ray Diffraction. Jurnal Sains dan Terapan
Politeknik Hasnur, Volume 04 No. 1, pp. 8-13.

Williams, H., F.J. Turner and M. Gilbert, 1954. Petrography. W. H. Freeman and
Co., San Francisco, 406 p.

Zakaria., 2003. Analisis Kandungan Mineral Magnetik pada Batuan Beku Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan Metode X-Ray Diffraction. Kendari:
Universitas Haluleo. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

45
46
Gambar 1. Sampel batuan ultrabasa yang mengandung mineral kromit

Gambar 2. Sampel batuan di bersihkan

Gambar 3. Sampel dimasukkan ke dalam oven untuk di keringkan

47
Gambar 4. Penggerusan sampel dengan mesin grinding

Gambar 5. Sampel yang telah dihancurkan dengan mesin grinding

Gambar 6. Sampel digerus kembali menggunakan mortar

48
Gambar 7. Sampel di aya k dengan ayakan 200 mesh

Gambar 8. Sampel yang lolos saringan 200 mesh

Gambar 9. Menimbang dan memasukkan sampel ke dalam plastik cetik


untuk di karakterisasi XRF dan XRD

49
Gambar 10. Sampel dimasukkan ke dalam alat X-Ray Flourescence (XRF)

Gambar 11. Software yang digunakan untuk menganalisis data XRF

Gambar 12. Spektrum grafik yang terlihat dari analisis sampel

50

Anda mungkin juga menyukai