KAJIAN KADAR ETANOL DAN ASAM ASETAT DALAM CAIRAN NIRA
SIWALAN (Borassus Flabellifer Linn) MENGGUNAKAN METODE
KROMATOGRAFI GAS (GC)
SKRIPSI
Oleh : SITI MARATUS SHOLIKHAH NIM. 04530011
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Siti Maratus Sholikhah NIM : 04530011 Fakultas/Jurusan : Sains dan teknologi/ Kimia Judul Penelitian : Kajian Kadar Etanol Dan Asam Asetat Dalam Cairan Nira Siwalan (Borassus Flabellifer Linn) Menggunakan Metode Kromatografi Gas (GC).
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai peraturan yang berlaku.
Malang, 18 Maret 2010 Yang Membuat Pernyataan
Siti Maratus Sholikhah NIM. 05530011
KAJIAN KADAR ETANOL DAN ASAM ASETAT DALAM CAIRAN NIRA SIWALAN (Borassus Flabellifer Linn) MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI GAS (GC)
SKRIPSI
Diajukan Kepada: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh : SITI MARATUS SHOLIKHAH NIM. 04530011
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010
KAJIAN KADAR ETANOL DAN ASAM ASETAT DALAM CAIRAN NIRA SIWALAN (Borassus Flabellifer Linn) MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI GAS (GC)
SKRIPSI
Oleh : Siti Maratus Sholikhah NIM. 04530011
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Tanggal 18 Maret 2010 Susunan Dewan Penguji Tanda tangan
1 Penguji Utama : Himmatul Baroroh M.Si NIP. 197507302003122001
(.) 2 Ketua Penguji : Akyunul jannah M.Si NIP. 197504102005012009
(.) 3 Sekretaris Penguji : Diana Candra Dewi M.Si NIP. 197707202003122001 (.) 4 Anggota Penguji : Anton Prasetyo M.Si NIP. 197709252006041003
(.) 5. Anggota Penguji : Rachmawati Ningsih M.Si NIP. 198108112008012010
(.) Mengetahui dan Mengesahkan Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Diana Candra Dewi, M.Si NIP. 197707202003122001
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pencipta semesta alam yang hanya karena rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, penulisan skripsi dengan judul KAJIAN KADAR ETANOL DAN ASAM ASETAT DALAM CAIRAN NIRA SIWALAN (Borassus Flabellifer Linn) MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI GAS (GC) dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada Rasulillah Muhammad Saw yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah menuju jaman yang bergelimang dengan ilmu pengetahuan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat: 1. Bapak M. Thohir dan ibunda Sumiati engkau segalanya bagiku, serta kakak-kakak terkasih ku. 2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, bersama JQH/HTQ engkau bangkitkan semangatku. 3. Bapak Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro , SU.DSc selaku Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi. Atas dukunganmu hiduplah biah quraniyah diSainstek. 4. Ibu Diana Candra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia sekaligus selaku pembimbing I. 5. Bapak Anton Prasetyo M.Si, selaku pembimbing agama dan Ibu Rachmawati Ningsih M.Si yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 6. Bapak Tri Kustono Adi M.Sc, selaku dosen wali sekaligus orangtua ke-2 yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, saran yang membangun serta sebagai qudwah hasanah selama saya study. 7. Ustadz Syamsul Ulum M.Ag beserta umi, selaku guru besar ilmu Al-quran, yang secara penuh kesabaran membimbing, mengarahkan, serta memberi kasih sayang secara tulus kepada saya.
8. Ibu Himmatul Baroroh M.Si, selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak saran yang membangun. 9. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Kimia Fakultas Sain Dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan pada penulis. 10. Semua pihak Politeknik Negeri Malang yang telah membantu, yaitu : Pak Zul dan pak Kalyawan. 11. Ukhti an-nabiilah Nur Robiah Al-adawiyah, iefa 04 dan H5, yang selalu ikhlash dalam bekerja sama dan belajar bersama-sama. 12. Teman-teman semua mahasiswa Kimia 04 Ifa, Heric, Uswah, Moechib, Devi, Santi, Faijal, Mico, Elly, Melka, Bagus, Uvix, Fatim and Oby yang telah memberikan motivasi, semangat dan kerjasama selama ini. 13. Semua mahasiswa kimia UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah banyak mendukung terselesainya skripsi ini. 14. Semua gus dan neng JQH (Jamiyatul Qurro wal Huffadz) khususnya gus Chamim, gus Hasyim, gus Jalil, gus Faishol tamir, gus Ikhsan, gus syahrowi, gus Amin, gus Alfan dan gus awal dan neng A2n M.H, neng Di2n, neng Rosyida, neng fariyal. gus dan neng HTQ (Hiaah Tahfidzil Quan) gus sholihin, gus Mustain, Gus Manzil, gus Lisin, gus muttaqin, neng zizah, neng khikmah S, neng Lina dan semuanya yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu,Wajaahiduu fillahi haqqo jihaadihi 15. Semua pihak temen-temen BEM dan DPM, DPMF 05, PMII, SB 248, MSQ, El-Fath yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesaikan Skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan upaya optimal penulis untuk memberikan yang terbaik selama penelitian. Meskipun demikian, Penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar diperoleh hasil yang terbaik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amiin. Malang, 18 Maret 2010 Penulis
Siti Maratus Sholikhah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Batasan Masalah ..................................................................................... 3 1.5. Manfaat penelitian ................................................................................... 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman haram yang disebutkan dalam Al-Quran ............................... 5 2.1.1 Pendapat MUI terhadap kadar Alkohol yang diperbolehkan .................. 9 2.2 Siwalan (borassus flabellifer) .................................................................. 10 2.2.1 Analisis Siwalan (borassus flabellifer) .................................................. 11 2.3 Fermentasi .............................................................................................. 12 2.3.1 Pendiaman etanol dan asam asetat ......................................................... 15 2.4 Destilasi .................................................................................................. 27 2.5 Identifikasi kadar Etanol dan asam asetat dengan metode Kromatografi gas (GC) ............................................................................ 28 2.6 Total gula as invert (TSAI)....................................................................... 29
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 30 3.2 Alat dan bahan ...................................................................................... 30 3.2.1 Alat ....................................................................................................... 30 3.2.2 Bahan. ................................................................................................... 30 3.3 Tahapan Penelitian .............................................................................. 31 3.3.1 Preparasi sampel Nira siwalan .............................................................. 31 3.3.2 Analisis TSAI (Total sugar as invert) ................................................... 33 3.3.3 Pendiaman selama 1-7 hari ................................................................... 33 3.3.4 Destilasi etanol dan asam asetat Nira siwalan ...................................... 33 3.3.5 Identifikasi Etanol dan Asam asetat nira siwalan dengan metode kromatografi gas (GC) ......................................................................... 33 3.3.5.1 Proses persiapan alat kromatografi gas (GC) untuk analisis etanol dan asam asetat ..................................................................................... 34 3.3.5.2 Pembuatan kurva baku etanol dan asam asetat ..................................... 34 3.3.5.3 Analisis kadar Etanol dan asam asetat dengan kromatografi gas (GC) .................................................................................................... 34
3.4 Analisis data ......................................................................................... 35
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi sampel . 36 4.2. Destilasi etanol dan asam asetat dari nira siwalan... 37 4.3 Pembuatan kurva baku etanol dan asam asetat dengan menggunakan kromatigrafi gas (GC) secara simultan ................................... 38 4..4 Analisa data etanol pada nira siwalan dengan menggunakan kromatografi gas (GC) secara simultan . 42 4.3.2 Analisis asam asetat pada nira siwalan dengan menggunakan kromato- grafi gas (GC) secara simultan .... 45 4.4 Analisis TSAI (total sugar as invert) .. 48
BAB V : PENUTUP DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ . 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ . 66
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi nira siwalan ..................................................................... .12 Tabel 2.2 Hasil pembacaan kurva baku etanol dan asam setat 1 %, 3 %, 5 %, 7 % dan 9 % dengan kromatografi gas (GC)..41 Tabel 2.3 Hasil pembacaan kadar etanol sample nira siwalan hasil pen diaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam dengan kromatografi gas (GC)...... 43 Tabel 2.4 Hasil pembacaan kadar asam asetat sample nira siwalan hasil pen diaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam dengan kromatografi gas (GC)........ 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva karakteristik pertumbuh sel dalam medium fermentor.......14 Gambar 2.2 Bagan Jalur Embden Meyerhof-Parnas (EMP)..............................16 Gambar 2.3 Reaksi pengubahan glukosa menjadi glukosa-6-fosfat..................17 Gambar 2.4 Reaksi isomerasi, pengubahan glukosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6fosfat................................................................17 Gambar 2.5 Reaksi perubahan fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6- di fosfat..............................................................................................18 Gambar 2.6 Reaksi penguraian molekul fruktosa-1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat................................................................18 Gambar 2.7 Reaksi perubahan gliseraldehida-3-fosfat menjadi asam 1,3-difosfogliserat..........................................................................19 Gambar 2.8 Reaksi asam 1,3-difosfogliserat dikatalisis oleh fosfogliserat kinase..............................................................................................19 Gambar 2.9 Reaksi isomerase asam gliserat 3-fosfat menjadi asam gliserat 2-fosfat...........................................................................................20 Gambar 2.10 Reaksi akhir glikolisis pembentukan asam piruvat dari asam fosfoenol piruvat melalui senyawa antara asam enolpiruvat..................................................................................... 20 Gambar 2.11 Reaksi asam piruvat diubah menjadi asetaldehida dan CO 2 .21 Gambar 2.12 Reaksi asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim Alkohol dehidrogenase menghasilkan etanol.................................21 Gambar 2.13 Grafik standart baku etanol dengan kromatografi gas (GC)....50 Gambar 2.14 Grafik etanol...51 Gambar 2.15 Grafik standart baku etanol dengan kromatografi gas (GC).... 52 Gambar 2.16 Grafik asam asetat.. 53
ABSTRACT
Sholikhah, M.S., 2010, Study percentase of ethanol and acetic acid in Nira Siwalans (Borassus flabellifer linn) liquid, using Gas Chromatography (GC) methode. Supervisor : Diana Candra Dewi M.Si, Anton Prasetyo M.Si.
Key words : Nira Siwalans (Borassus Flabellifer Linn) liquid, ethanol, acetic acid, Gas Chromatography (GC).
The research was conducted based on Quran Surah Al-Maidah verse 90-91 which concern with the halalness aspects of food. Concentration of ethanol and acetic acid in nira Siwalans (Borassos flabellifer linn) liquid were investigated using gas chromatography (GC) method. The results of this research provide useful information for recommendation about halalness of nira siwalan liquid as used as a traditional beverage. This research was conducted through several steps, including variation of time storage (10 hours, 34 hours, 58 hours, 82 hours, 106 hours, 130 hours and 154 hours), residual liquid separation using distillation methods, determination of the concentration of ethanol and acetic acid in distillate by gas chromatography (GC), and determination of using Tsai Eynon-Lane method. The results showed that the ethanol content obtained during time storage of 10 hours, 34 hours, 58 hours, 82 hours, 106 hours, 130 hours and 154 hours are 0.626%, 3.243%, 7.880%, 8.010%, 8.088%, 8.658 % and 8.450%, respectively. Acetic acid levels obtained during the 10 hours, 34 hours, 58 hours, 82 hours, 106 hours, 130 hours and 154 hours are 0%, 0%, 0.424%, 0.424%, 0.523%, 0.556% and 0.474%, respectively, while TSAI was determined as 15.3%. According to the MUI, the allowed amount of ethanol content in beverages should be under 1% and -in general- can be intoxicating. The research showed that nira siwalans liquid stored more than 10 hours will generated ethanol content of more than 1% so it will unlawful (not halal) to be consumed under law of syara. However, as all ethanol converted into acetic acid the liquid will be halal as the acectid acid is halal for consumption.
ABSTRAK
Sholikhah, M.S., 2010, Kajian Kadar Etanol Dan Asam Asetat Dalam Cairan Nira Siwalan (Borassus Flabellifer Linn) Menggunakan Metode Kromatografi Gas (GC). Pembimbing: Diana Candra Dewi M.Si, Anton Prasetyo M.Si.
Kata kunci : Nira Siwalan (Borassus Flabellifer Linn), etanol, asam asetat, Kromatografi Gas (GC).
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan Quran surat Al-Maidah ayat 90-91yang menerangkan aspek kehalalan tentang makanan. Kadar etanol dan asam asetat dalam cairan nira siwalan (Borassos flabellifer linn) diteliti menggunakan kromatografi gas (GC). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi tentang kehalalan cairan nira siwalan yang digunakan sebagai minuman tradisional. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi variasi lama pendiaman ( 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam), pemisahan cairan dan residu menggunakan metode destilasi, penentuan kadar etanol dan asam asetat dalam destilat dengan metode kromatografi gas (GC), serta penentuan TSAI dengan metode Eynon_lane. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar etanol hasil pendiaman yang diperoleh selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam masing-masing yaitu 0,626 %, 3,243 %, 7,880 %, 8,010 % 8,088 %, 8,658 % dan 8,450 %. Sedangkan kadar asam asetat hasil pendiaman yang diperoleh selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam masing-masing yaitu 0 %, 0 %, 0,424 %, 0,424 %, 0,523 %, 0,556 % dan 0,474 %. Hasil TSAI yang diperoleh sebesar 15,3 %. Menurut ijtihad fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketentuan kadar etanol dalam minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi adalah < 1 % dan secara umum bisa memabukkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nira siwalan yang didiamkan lebih dari 10 jam akan memiliki kandungan etanol lebih dari 1 % sehingga menurut hukum syara dihukumi haram untuk dikonsumsi. Meskipun demikian, setelah etanol berubah menjadi asam asetat maka halal hukumnya untuk dikonsumsi sebab menurut hukum syara asam asetat adalah halal untuk dikonsumsi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Imam Ahmad Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al- Asyarie bahwa ia berkata Saya mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar beliau memberikan fatwanya tentang kedua jenis minuman yang memabukkan yang dibuat di Yaman, yaitu Al-biti dan al-murir. Wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW setelah itu belum lengkap dan sempurna kemudian Rasullullah SAW bersabda yang artinya Setiap yang memabukkan adalah haram. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, pembuatan minuman yang memabukkan dilakukan dengan cara memeras bahan-bahan baku tertentu atau dengan mengolah dan mencampur bahan baku tertentu melalui proses pendiaman. Minuman keras adalah minuman yang mengandung kadar etanol tinggi, yang dimaksud dengan minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan alkohol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung alkohol (Didinkem, 2006). Nira siwalan tergolong minuman beralkohol karena di dalamnya terkandung etanol yang diperoleh dari proses pendiaman yang dilakukan oleh mikroorganisme. Hal ini
berdasarkan atas ijtihad fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1993 yang ditetapkan pada bulan Agustus 2001 maka semakin kuatlah pendapat bahwa adanya batas 1 % kadar alkohol yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Hal ini dapat memudahkan dalam penetapan status kehalalan suatu minuman. Pada penelitian yang telah dilakukan Rahman (1988) dalam Anshori Rahman (1992) menyatakan bahwa cairan nira yang diproduksi dari bahan baku yang mengandung pati dan gula melalui tahap proses fermentasi alkoholik pada suhu kamar 26 0 C. Pada penelitian tersebut diperoleh kandungan etanol 4,3586 % dan asam asetat 4 % pada waktu 28 jam. Selama ini nira siwalan dikonsumsi masyarakat hanya dalam jangka waktu yang relatif singkat yaitu pendiaman selama 1-2 hari yang digunakan sebagai minuman segar, namun setelah 3 hari minuman ini jika dikonsumsi akan berdampak negatif karena dapat memabukkan, hal tersebut merupakan salah satu tindakan terlarang oleh negara dan juga agama khususnya agama Islam. Pendiaman nira dapat mengakibatkan meningkatnya aktivitas enzim yang ada didalam nira terutama enzim glukokinase, enzim fofoglukoisomerase, enzim fosfofrutokinase, enzim aldolase, enzim gliseraldehida-3-P- dehidrogenase, enzim fosfogliseril kinase, enzim enolase, enzim piruvat kinase, enzim piruvat dekarboksilase, enzim dehidrogenase Alkohol dan enzim acetobacter acetic sehingga dapat mempercepat terjadinya proses fermentasi. Fenomena kontroversi yang terjadi dimasyarakat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kevalidan datanya selama10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam, karena menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mulja, (2007) dalam
jangka waktu kurang lebih satu minggu nira siwalan yang telah difermentasikan menghasilkan kadar yang meningkat mulai 0,4631 hingga 4,3511 %, maka peneliti perlu meneliti lebih lanjut kadar etanol yang menjadi penyebab utama dan meneliti kadar asam asetat sebagai solusi. Oleh sebab itu peneliti mengambil judul Kajian kadar etanol dan asam asetat dalam cairan nira siwalan (Borassus Flabellifer Linn) menggunakan metode kromatografi gas (GC).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah: 1. Berapa kadar etanol dalam cairan nira siwalan hasil pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam? 2. Berapa kadar asam asetat dalam cairan nira siwalan hasil Pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam? 3. Bagaimana kadar etanol dan asam asetat pada cairan nira siwalan hasil pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam menurut standart halal yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI)?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kadar etanol dalam cairan nira siwalan hasil pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam. 2. Untuk mengetahui kadar asam asetat dalam cairan nira siwalan hasil pendiaman selama10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam. 3. Untuk mengetahui kadar etanol dan asam asetat dalam cairan nira siwalan hasil
pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam dengan standart halal yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
1.4 Batasan Masalah 1. Dalam penelitian ini sampel nira siwalan diambil dari satu pohon. 2. Dalam penelitian ini sampel nira siwalan diambil dari Desa Koang, Kecamatan Pakah, Kabupaten Tuban.
1.5 Manfaat Penelitian Dapat berpartisipasi dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan sains dan agama, khususnya dalam bidang ilmu Kimia. Selain itu juga sebagai bentuk aplikasi ilmu yang telah penulis dapatkan selama belajar di bangku kuliah untuk mengkaitkan ilmu kimia dengan kehidupan nyata yang merupakan kebutuhan manusia serta sebagai informasi kepada masyarakat agar dapat lebih memanfaatkan legen (nira siwalan) bukan sekedar dijadikan minuman tradisional atau minuman khas daerah tertentu akan tetapi juga dapat dijadikan cuka yang lebih mempunyai nilai tambah jika diproduksi dalam jumlah besar, dan agar masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam memilih minuman yang halal, yang baik, menyegarkan serta menyehatkan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Minuman yang diharamkan dalam Al-Qur'an. Al-Quran surat Al-Baqarah [2]: 219, penulis telah kemukakan makna khamr dan perselisihan ulama tentang bahan mentahnya. Abu Hanifah membatasinya pada air anggur yang diolah dengan memasaknya sampai mendidih dan mengeluarkan busa, kemudian dibiarkan hingga menjernih, yang ini hukumnya haram untuk diteguk sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak. Perasan aneka buah-buahan yang berpotensi memabukkan, maka ia dalam pandangan Abu Hanifah tidak memabukkan. Pendapat Abu Hanifah ditolak oleh ulama-ulama madzhab lainnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa apapun yang apabila diminum atau digunakan dalam kadar normal oleh seseorang yang normal lalu memabukkannya maka ia adalah khamr dan ketika itu hukumnya haram, baik sedikit apalagi banyak. Hal ini berdasarkan sabda Rasul SAW: setiap yang memabukkan adalah khamar (HR. Muslim dan ibnu Umar), dan berdasarkan sabda Rasul SAW: Segala yang memabukkan bila diminum dalam kadar yang banyak, maka kadarnya yang sedikitpun haram (HR.Ibnu Majjah melalui Jabir Ibnu Abdillah) dalam (Syihab, 2002). Penjelasan ayat diatas juga diperkuat dengan Al-Qur'an surat Al- Maidah 90 91. $' %!# #`# $) `:# 9# >${# `9{# _ 9# 7G_$ 3=9 s=? $) ` 9# & %` `3/ 9# $79# :# 9# . . !# =9# & J Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. 5
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Ayat 90 : pada surat Al-Maidah ini menerangkan tentang minuman yang terlarang dan yang biasa berkaitan dengan minuman tersebut. Imam Bukhori ketika menjelaskan urutan-urutan larangan itu mengemukakan bahwa minuman keras merupakan salah satu cara yang paling banyak menghilangkan harta, maka diusulnya larangan meminum khamr dengan perjudian, adanya larangan tersebut dikarenakan perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta, maka pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap berhala yang merupakan pembinasaan agama. Kesemuanya dihimpun beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah Rijs (perbuatan keji) (Syihab, 2002). Keterangan ayat diatas dapat dipahami bahwa arak itu najis ain (zat), karena Allah SWT telah berfirman sesungguhnya ia adalah sesuatu yang keji atau kotor. Kata Ar-rijsu dalam literatur bahas Arab dikatakan untuk sesuatu yang kotor, yang dihindari oleh setiap jiwa (manusia). Kata Ar-rijsu selain yang disebutkan sebelumnya juga berasal dari Ar- riksu yang berarti bau busuk. Sebagian ulama mengatakan hal itu ditunjukkan oleh mafhum mukhalafah dari firman Allah SWT mengenai minuman ahli surga: Dan Allah memberikan kepada mereka minuman yang bersih ( Q.S Al- Insaan [76]: 21). Ayat 91: surat Al-Maidah secara tegas melarang khamr, perjudian dan lain-lain. Ayat ini juga menerangkan tentang mengapa khamr dan perjudian dilarang. Keterangan ayat sebelumnya masih mengesankan bolehnya meminum khamr, maka untuk menghilangkan kesan tersebut, pada ayat ini menegaskan bahwa: Sesungguhnya setan itu
hanya bermaksud dengan mendorong dan menggambarkan kesenangan serta kelezatan khamr dan perjudian untuk menimbulkan permusuhan dan bahkan kebencian diantara kamu melalui upayannya memperindah dalam benak kamu khamr dan judi itu. Dari Ibnu Umar R.A, Rasulullah SAW juga bersabda: Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram. Siapa yang minum khamr di dunia lalu dia mati, sedangkan dia telah terbiasa dan belum tobat, maka dia tidak dapat meminumnya lagi di akhirat (HR Muslim dan Daruquthni) (Daud, M. 1993).
Ayat yang lalu dapat dipahami bahwa khamr dan perjudian mengakibatkan aneka keburukan besar, keduanya adalah rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk. Segi keburukannya terdapat pada jasmani, rohani, akal serta pikiran manusia. Khamr dan narkotika pada umumnya menyerang bagian-bagian otak yang dapat mengakibatkan sel-sel otak tidak berfungsi untuk sementara atau untuk selama-lamanya serta mengakibatkan peminumnya tidak dapat memelihara keseimbangan pikiran dan jasmaninya, apabila keseimbangan tidak terpelihara maka permusuhan akan lahir, bukan hanya yang sifatnya sementara tetapi dapat berlanjut sehingga menjadikan kebencian antar manusia (Ishaq, 2004). Penjelasan diatas menarik perhatian para ulama sehingga ada yang berpendapat bahwa etanol itu haram, akan tetapi etanol dapat digunakan dalam pengolahan pangan asalkan pada produk akhir tidak terdeteksi lagi adanya etanol. Pendapat ini lemah karena dua hal: pertama, berdasarkan hukum fiqih, apabila suatu makanan atau minuman tercampur dengan bahan yang haram maka menjadi haramlah ia (Ada pula yang berpendapat bahwa hal ini dibolehkan sepanjang tidak mengubah sifat-sifat makanan atau minuman tersebut). Pendapat ini hasil qias terhadap kesucian air yang tercampuri bahan yang najis, sepanjang tidak mengubah sifat-sifat air maka masih tetap suci. Kedua, secara
saintifik (ilmu pengetahuan) tidak mungkin dapat menghilangkan suatu bahan sampai 100 %, apabila bahan tersebut tercampur ke dalam bahan lain, dalam arti etanol terdapat pada bahan awalnya, maka setelah pengolahan juga masih akan terdapat pada produk akhir, walaupun dengan kadar yang bervariasi tergantung pada jumlah awal etanol dan kondisi pengolahan yang dilakukan (Aprianto, 2005). Mayoritas ulama mengatakan, sesungguhnya arak merupakan najis ain dengan dalil yang telah disebutkan diatas. Hal tersebut dipertentangkan oleh Rabiah, Al-Laits dan Al-Mazini (pendukung Imam Asy-Syafii), juga oleh sebagian ulama yang datang belakangan (kontemporer) dari ulama Baghdad dan makkah, sebagaimana dinukilkan oleh sebagian dari mereka oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya mereka menggunakan dalil tentang sucinya arak, dengan argumentasi bahwa segala apa yang disebutkan bersamanya didalam ayat Al-quran berupa harta perjudian, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, semuanya bukan merupakan najis ain meskipun pekerjaannya diharamkan. Pernyataan diatas dijawab oleh mayoritas ulama: bahwa dalam firmanNYA rijsun (perbuatan keji), menuntut adanya najis ain pada tiap-tiap unsur yang disebutkan, maka yang dikeluarkan oleh ijma atau nash lain berarti telah keluar dari hukum tersebut, dan yang tidak dikeluarkan oleh nash dan ijma harus tetap dihukumi najis, karena keluarnya sebagian unsur yang dicakup oleh hukum umum dengan adanya dalil khusus dari dalil-dalil khusus lainnya, tidak menggugurkan penggunaan argumentasi dengan hukum umum tersebut pada unsur lainnya, sebagaimana ditetapkan dalam ushul fiqih (Asy-Syanqithy, 2007). Berdasarkan dalil dan argumen-argumen diatas, maka zat yang memabukkan yang telah menjadi kebiasaan (populer) dimasa kini yang dipakai sebagai alat pewangi, yang
dikenal dengan istilah kolonia adalah najis, tidak boleh digunakan untuk sholat, didukung pula bahwa sesugguhnya firman Allah SWT mengenai zat yang memabukkan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, menuntut penghindaran secara mutlak yang melarang pemanfaatan barang-barang yang memabukkan dan perbuatan yang menyertai didalamnya ayat tersebut untuk kepentingan apapun, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qurthuby dan yang lainnya (Asy-Syanqithy, 2007).
2.1.1 Pendapat MUI terhadap kadar alkohol yang diperbolehkan.
Berkaitan dengan masalah alkohol, menurut hasil muzakarah MUI (dengan dihadiri oleh ahli fikih dari berbagai mazhab, ahli pangan, ahli kimia dan lain-lain) tahun 1993, diputuskan bahwa yang haram adalah minuman beralkohol (yang mengandung etanol), Jadi bukan etanol berdiri sendiri tetapi sudah menjadi minuman beralkohol, karena tidak mungkin orang minum etanol murni. Sesuai definisi, khamr adalah yang bersifat memabukkan (bisa minuman, ganja dan lain-lain). Etanol murni tidak najis dan tidak haram dipakai sehingga biasanya digunakan untuk antiseptik dalam dunia medis (Hasanah, 2008). Hasil rapat komisi fatwa MUI bulan Agustus 2000 setelah melakukan kajian yang panjang (muzakarah tersebut dilakukan dalam waktu yang lama dan kajian yang dalam). Minuman beralkohol yang dimaksud, telah disepakati kandungan kadar etanolnya < 1 % dengan landasan hadits yang menceritakan waktu Rasulullah tidak mau minum jus yang dibiarkan dalam suhu ruang lebih dari 3 hari. Pembatasan kadar alkohol ini sangat perlu dan tentunya dimaksudkan untuk pencegahan, karena prinsip Islam itu adalah mencegah ke arah yang haram (Didinkaem, 2006).
2. 2 Siwalan (Borassus flabellifer) Siwalan (Borassus flabellifer), juga dikenal dengan nama lontar atau tal adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia selatan dan Asia tenggara, diberbagai daerah pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Min), ental (Sunda, Jawa, Bali), taal (Md), dun tal (Sas), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor) (Irine,dkk, 2006). Nira siwalan (legen) adalah cairan yang disadap dari bunga pohon siwalan, cairan ini mengandung gula antara 10-15 %. Nira dapat diolah menjadi minuman ringan, maupun beralkohol, sirup, gula aren dan nata de arenga. Klasifikasi ilmiah dan gambar bunga siwalan (Borassus flabellifer) yaitu:
Gambar 2.1 Bunga nira siwalan sebelum dan sesudah dibersihkan
Kerajaan : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales Familia : Arecaceae (sin. Palmae) Genus : Borassus Spesies : Borassus flabellifer (Sumber: Widjanarko, 2008)
2.2.1 Analisis Legen (Nira siwalan) Legen (nira siwalan) yang disimpan pada suhu kamar akan mengalami proses fermentasi atau peragian gula karena adanya proses enzimatis. Bahan baku energi yang paling banyak digunakan adalah glukosa. Metabolisme tipe anaerobik menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol (Buckle et.al, 1985). Glukosa yang terkandung dalam nira menunjang pertumbuhan aktif organisme-organisme fermentatif. Nira siwalan yang sudah mengalami fermentasi ini biasa disebut dengan legen atau tuak (Rukmana, 1998). Proses peragian pada nira siwalan, yang pertama adalah fermentasi gula yang terkandung dalam nira menjadi alkohol oleh mikroorganisme yang merupakan suatu cemaran pada minuman ini, selain pembentukan alkohol juga terjadi proses oksidasi alkohol tersebut menjadi asam asetat dimana kedua proses ini terjadi secara bersamaan (Fardiaz, 1992).
Tabel 2.1 Komposisi nira siwalan Komponen Jumlah Total gula (g/100 cc) 10,93 Gula reduksi (g/100 cc) 0,96 Protein (g/100 cc) 0,35 Nitrogen (g/100 cc) 0,056 pH (g/100 cc) 6,7-6,9 Mineral sebagai abu (g/100 cc) 0,54 Kalsium (g/100 cc) Sedikit Fosfor (g/100 cc) 0,14 Besi (g/100 cc) 0,4 Vitamin C (mg/100 cc) 13,25 (Sumber: Davis and Johnson, 1987)
2.3 Fermentasi Fermentasi menurut Afrianti (2004) berdasarkan kebutuhan oksigen, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Fermentasi aerob (proses respirasi), yaitu disimilasi bahan-bahan yang disertai dengan pengambilan oksigen. Organisme-organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energi yang diperoleh dari hasil metabolisme bahan pangan, di mana organisme itu berada bahan energi yang paling banyak digunakan mikroorganisme untuk tumbuh adalah glukosa dan dengan adanya oksigen maka mikroorganisme dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi. Contoh : asam nitrat, dan sebagainya. 2. Fermentasi anaerob, yaitu fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen. Mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen dan hanya sebagian bahan energi itu dipecah, yang dihasilkan adalah sebagian dari energi,
karbondioksida dan air, termasuk sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volatile, alkohol dan ester. Fermentasi ini biasanya menggunakan mikroba yeart, jamur dan bakteri. Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya seperti: alkohol dan ester (Buckle et al, 1985). Metode yang dapat digunakan dalam fermentasi etanol ada tiga sistem yaitu kultivasi batch, fed-batch, dan kontinyu (Toharisman, 1999). Kultivasi batch suatu sistem tertutup dimana jumlah substrat yang digunakan tetap. Tidak ada penambahan atau pengurangan substrat selama fermentasi berlangsung. Konsentrasi substrat, sel dan produk sejalan dengan waktu. Kultivasi fed-batch yaitu cara fermentasi yang penambahan subtratnya dilakukan secara bertahap. Dengan cara ini dapat menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi pada kadar gula awal 21 persen. Kultivasi kontinyu dilakukan penambahan media ke dalam fermentor, sedangkan volume cairan dalam fermentor selalu tetap. Penambahan ini dimaksudkan untuk memperpanjang fase log (Toharisman, 1999). Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2.2 antara lain:
Gambar 2.2 Kurva karakteristik pertumbuh sel dalam medium fermentor.
1. Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi atau lag phase, pada Fase ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru dari pada tumbuh ataupun berkembang biak. Mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya, hal ini terjadi juga pada fase ini. Medium jika didalamnya ada komponen yang tidak dikenal mikroba, maka mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi, hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya yang dapat bertahan hidup. 2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya dan pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat. 3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Fasa ini laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum ( maks). Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya nutrisi yang cukup. Fermentasi jika dilakukan secara batch, dimana umpan nutrisi dimasukkan hanya 1 2 3 4
pada awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun represi yang terjadi karena terakumulasinya produk metabolit sekunder hasil aktifitas fermentasi mikroorganisme. 4. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel mikroorganisme, selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan sel terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.
2.3.1 Pendiaman etanol dan asam asetat
Etanol merupakan produk pendiaman yang dapat dibuat dari medium yang mengandung karbohidrat (gula, pati atau selulosa). Etanol berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas. Berat jenisnya pada 15 C adalah sebesar 0,7937. Titik didihnya 78,32 C pada tekanan 76 mmHg. Berat molekulnya 46,1 g/mol dan titik bekunya adalah -117,3 C (Morrison dan Boyd, 1987) dalam (Toharisman, 1999). Etanol dapat bercampur baik dengan air dalam segala perbandingan (Toharisman, 1999). Asam asetat merupakan pendiaman respirasi oksidatif, yaitu respirasi dengan oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini dapat dilakukan oleh bakteri dari genus Acetobakter dan Gluconobacter. Menurut Said (1987) kondisi respirasi oksidatif ini dapat
dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagi mikroorganisme lain secara Acetobacter acetik. Pendiaman etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan dapat mengubah pati, glukosa menjadi etanol melalui Embden Meyerhof-Parnas Pathway (EMP) pada gambar 2.3 dibawah ini (Toharisman, 1999).
glukosa glukokinase ATP ADP glukosa-6-P fofoglukoisomerase fruktosa-6-P fosfofrutokinase ATP ADP fruktosa-1-6-di-P aldolase
gliseraldehida-3 2 NAD + -P-dehidrogenase 2 NADH + H +
asam 1,3-difosfogliserat fosfogliseril 2 ADP +
kinase 2 ATP asam 3-fosfogliserat enolase H 2 O asam fosfoenol piruvat piruvat kinase 2 ADP +
2 ATP asam piruvat
piruvat H +
dekarboksilase asetaldehida
dehidrogenase NADH alkohol H +
etanol dehidrogenase alkohol asam asetat
oksidasi
karbondioksida dan air Gambar 2.3. Bagan jalur Embden Meyerhof-Parnas Pathway (EMP)
Jalur EMP pembentukan alkohol melalui proses glikolisis sampai terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi berikutnya adalah reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida menjadi alkohol dan asam asetat (Wirahadikusumah, 1985). Tahap pertama proses glikolisis adalah pengubahan glukosa menjadi glukosa-6-fosfat melalui fosforilasi (pemasukan satu gugus fosfat ke dalam molekul glukosa). Reaksi ini dikatalisis oleh glukokinase yang memerlukan ion Mg 2+ sebagai kofaktornya. Sedangkan gugus fosfat dan energi yang diperlukannya didapat dari penguraian ATP menjadi ADP (Poedjiadi, 2007).
O H OH H OH H OH H OH CH 2 OH H ATP Mg 2+ glukokinase O H OH H OH H OH H OH CH 2 OPO 3 H 2 H ADP glukosa glukosa-6-fosfat
Gambar 2.4 Reaksi pengubahan glukosa menjadi glukosa-6-fosfat
Reaksi tahap kedua adalah reaksi isomerasi, yaitu pengubahan glukosa-6-fosfat menjadi fuktosa-6-fosfat dengan menggunakan enzim fosfoglukoisomerase. Reaksi ini tidak terjadi penguraian maupun pembentukan ATP (Poedjiadi, 2007).
O H OH H OH H OH H OH CH 2 OPO 3 H 2 H glukosa-6-fosfat fosfoglukoisomerase OH CH 2 OH H CH 2 OPO 3 H 2 OH H H OH O fruktosa-6-fosfat
Gambar 2.5 Reaksi isomerasi, pengubahan glukosa-6-fosfat menjadi fuktosa-6-fosfat
Reaksi tahap ketiga yaitu perubahan fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6- difosfat oleh enzim fosfofruktokinase yang dibantu oleh ion Mg 2+ sebagai kofaktor. Dalam reaksi ini gugus fosfat dipindahkan dari ATP kepada fruktosa-6-fosfat dan ATP sendiri akan berubah menjadi ADP (Poedjiadi, 2007).
OH CH 2 OH H CH 2 OPO 3 H 2 OH H H OH O fruktosa-6-fosfat ATP Mg 2+ fosfofruktokinase OH CH 2 OPO 3 H 2 H CH 2 OPO 3 H 2 OH H H OH O fruktosa-1,6-difosfat ADP
Gambar 2.6 Reaksi perubahan fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6- difosfat.
Reaksi tahap empat, terjadi penguraian molekul fruktosa-1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat, yaitu gliseraldehida-3-fosfat (G3P) dan dihidroksiasetonfosfat (DHAP) yang dikatalis enzim aldolase. Selanjutnya terjadi reaksi isomerase bolak-balik antara G3P dan DHAP yang dikatalisis oleh triosafosfat isomerase (Poedjiadi, 2007).
OH CH 2 OPO 3 H 2 H CH 2 OPO 3 H 2 OH H H OH O fruktosa-1,6-difosfat CH 2 OPO 3 H 2 C O CH 2 OH HC O HC CH 2 OPO 3 H 2 OH dihidroksiasetonfosfat gliseraldehida-3-fosfat
CH 2 OPO 3 H 2 C O CH 2 OH dihidroksiasetonfosfat HC O HC CH 2 OPO 3 H 2 OH gliseraldehida-3-fosfat triosafosfat isomerase
Gambar 2.7 Reaksi penguraian molekul fruktosa-1,6-difosfat membentuk dua molekul triosa fosfat.
Reaksi tahap lima merupakan perubahan gliseraldehida-3-fosfat menjadi asam 1,3- difosfogliserat yang dikatalisis oleh enzim gliseraldehida-3-P-dehidrogenase melalui reaksi oksidasi. Dalam reaksi ini digunakan koenzim NAD + , sedangkan gugus fosfat diperoleh dari asam fosfat (Poedjiadi, 2007).
gliseraldehida-3-fosfat HC O HC CH 2 OPO 3 H 2 OH NAD + H 3 PO 4 O C OPO 3 H 2 HC OH CH 2 OPO 3 H 2 NADH H + asam 1,3-difsfogliserat gliseraldehida-3 -P-dehirogenase
Gambar 2.8 Reaksi perubahan gliseraldehida-3-fosfat menjadi asam 1,3- difosfogliserat.
Reaksi tahap enam, asam 1,3-difosfogliserat dikatalisis oleh fosfogliserat kinase (dengan ion magnesium sebagai kofaktor), menghasilkan asam 3-fosfogliserat (Poedjiadi, 2007).
O C OPO 3 H 2 HC OH CH 2 OPO 3 H 2 asam 1,3-difsfogliserat ADP Mg 2+ fosfogliseril kinase CO 2 H HC OH CH 2 OPO 3 H 2 ATP asam 3-fosfogliserat
Gambar 2.9 Reaksi asam 1,3-difosfogliserat dikatalisis oleh fosfogliserat kinase.
Reaksi tahap ketujuh adalah isomerase asam gliserat 3-fosfat menjadi asam gliserat 2- fosfat, dikatalisis oleh fosfogliserat mutase. Selanjutnya, dalam reaksi tahap kedelapan enzim enolase melepaskan satu molekul H 2 O dari asam gliserat 2-fosfat menghasilkan asam fosfoenol piruvat. Kedua enzim tersebut memerlukan adanya ion magnesium (ion mangan) sebagai kofaktor (Poedjiadi, 2007).
CO 2 H HC OH CH 2 OPO 3 H 2 asam 3-fosfogliserat CO 2 H HC OPO 3 H 2 CH 2 OH asam 2-fosfogliserat fosfogliseril mutase CO 2 H C OPO 3 H 2 CH 2 H 2 O asam fosfoenol piruvat Mg 2+ enolase
Gambar 2.10 Reaksi isomerase asam gliserat 3-fosfat menjadi asam gliserat 2-fosfat.
Reaksi tahap akhir glikolisis adalah pembentukan asam piruvat dari asam fosfoenol piruvat melalui senyawa antara asam enolpiruvat. Dalam reaksi yang dikatalisi oleh piruvat kinase dengan ion Mg 2+ dan K + sebagai kofaktor, gugus fosfat yang dilepaskan oleh fosfoenolpiruvat dipakai untuk mensintesis ATP dari ADP (Poedjiadi, 2007).
CO 2 H C OPO 3 H 2 CH 2 asam fosfoenol piruvat ADP CO 2 H C CH 3 O ATP asam piruvat Mg 2+ , K + piruvat kinase
Gambar 2.11 Reaksi akhir glikolisis pembentukan asam piruvat dari asam fosfoenol piruvat melalui senyawa antara asam enolpiruvat
Reaksi yang terjadi berikutnya adalah asam piruvat diubah menjadi asetaldehida dan CO 2 oleh piruvat dekarboksilase (Wirahadikusumah, 1985).
CO 2 H C CH 3 O asam piruvat HC CH 3 O CO 2 piruvat karboksilase asetaldehida
Gambar 2.12 Reaksi asam piruvat diubah menjadi asetaldehida dan CO 2.
Reaksi asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan etanol. Hasil akhir dari fermentasi alkohol adalah etanol dan CO 2
(Wirahadikusumah, 1985).
HC CH 3 O asetaldehida NADH H + 2HC CH 3 OH etanol NAD + CO 2
Gambar 2.13 Reaksi asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan etanol.
Reaksi terakhir, asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan etanol. Hasil akhir dari fermentasi alkohol adalah etanol dan CO 2 kemudian etanol terhidrolisis menjadi hidrasi asetal dehid kemudian menjadi asam asetat, dan hasil akhir karbondioksida dan air.
Gambar 2.14 Reaksi asetaldehid direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase menghasilkan etanol dan terhidrolisis menjadi hidrasi asetaldehid kemudian menjadi asam asetat, karbondioksida dan air.
Fermentasi etanol dan asam asetat terjadi pada kondisi anaerob dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan asam asetat melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas. Dari 1 molekul akan terbentuk 2 molekul etanol dan CO 2 , sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis 1 gram glukosa akan menghasilkan 0,51 gram etanol (Mathur, 1998). Salah satu faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat yaitu lama fermentasi. Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang terlalu lama, asam asetat akan teroksidasi
menjadi karbon dioksida dan air. Proses oksidasi alkohol paling baik dilakukan lebih dari 10 hari. Fermentasi asam asetet dari air kelapa dalam waktu 12 hari mampu menghasilkan asam asetat sebesar 3,62 % (Hidayat, dkk.1995). Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang sangat penting dalam ekosistem pangan. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi sistem fermentasi etanol oleh mikroorganisme meliputi: 1. Substrat Menurut Buckle et al (1987) mikroorganisme membutuhkan suplai makanan yang menjadi sumber energi dan menyediakan unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsur dasar tersebut adalah karbon, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Karbon dan nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karbon dibutuhkan untuk pertumbuhan dan sebagai sumber energi. Senyawa ini tersedia dalam bentuk gula, garam dari beberapa asam organik, gliserol, sterol dan sebagainya. Golongan karbohidrat yang digunakan adalah glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa, laktosa, dan refinosa. 2. Mikroba Mikroba memegang kunci berhasil tidaknya dalam fermentasi etanol dalam hal ini terdapat 3 karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikroba yang akan digunakan dalam prose fermentasi, yaitu: a. Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar. Organisme harus dapat menghasilkan enzim-enzim esensial dengan mudah dan dalam jumlah yang besar agar perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
b. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum secara komparatif harus sederhana. 3. Derajat Keasaman (pH). pH dari substrat atau media fermentasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan khamir. Salah satu dari sifat khamir adalah bahwa pertumbuhannya dapat berlangsung baik pada suasana asam. Umumnya khamir lebih baik tumbuh pada suasana asam dengan pH 4,0-4,5 (Fardiaz, 1992). 4. Suhu Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Menurut sumber data Moat (1979) dalam Fardiaz (1992) suhu dibagi menjadi 3 golongan: a. Mikroba spikofilig adalah mikroba yang tumbuh pada temperatur minimum 0-5 0 C, optimum 5-15 0 C dan maksimum 15-20 0 C. b. Mikroba misfofilig adalah mikroba yang dapat tumbuh pada temperatur minimum 25-45 0 C, optimum 45-60 0 C dan maksimum 60-80 0 C. c. Pada umumnya kisaran suhu pertumbuhan untuk khamir adalah sama dengan suhu optimum pada kapang sekitar 25-30 0 C dan suhu maksimum kira-kira 35-47 0 C (Fardiaz, 1992). 5. Suplai Makanan Bahan dasar yang dapat digunakan untuk fermentasi alkohol (etanol) adalah bahan yang mengandung pati atau gula dalam jumlah tinggi.
6. Waktu Menurut Soebagyo (1980) dalam Maimuna, (2004) fermentasi biasanya dilakukan selama 30-70 jam tergantung pada suhu fermentasi, pH, dan konsentrasi gula. Keberhasilan fermentasi biasanya ditandai terbentuknya alkohol setelah 12 jam. 7. Konsentrasi Gula Konsentrasi gula yang baik adalah 10-18 % (Paturau, 1989). 8. Air (H 2 O) Menurut Buckle et.al (1985) Suatu organisme membutuhkan air untuk hidup. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi atau bahan limbah kedalam dan luar sel. Kesedian Oksigen (O 2 ). Derajat anaerobiosis merupakan faktor utama mengendali fermentasi, bila tersedia oksigen dalam jumlah besar, maka produksi sel-sel khamir terpacu, akan tetapi bila produksi alkohol yang dikendaki, maka diperlukan penyediaan oksigen yang sangat terbatas (Desrosier (1988) dalam Maimuna, (2004).
2.4 Destilasi Dasar pemisahan destilasi adalah proses pemisahan yang berdasarkan atas perbedaan dua titik didih dua cairan atau lebih. Campuran jika dipanaskan maka komponen yang titik didihnya rendah akan menguap lebih dulu, dengan suhu secara cermat komponen larutan akan menguap dan mengembunkan komponen demi komponen secara bertahap. Proses pengembun terjadi dengan mengalirkan uap ketabung pendingin (Sukri,1999). Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam destilasi adalah kondisi saat pemanasan labu didih. Dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi, labu dapat mengalami
ledakan yang dikenal sebagai super heated. Secara teknis, sebelum proses pemanasan, di dalam labu didih disertakan agen anti bumping seperti pecahan porcelain. Pori-pori porcelain dapat menyerap panas dan meratakan panas ke seluruh sistem. Metode destilasi digunakan pada larutan yang mempunyai titik didih moderat sekitar 100 0 C. Apabila terdapat sampel dengan titik didih sangat tinggi, tidak disarankan menggunakan teknik pemisahan destilasi karena dua hal yaitu suhu dan tekanan tinggi rawan ledakan dan pada suhu tinggi senyawa dapat mengalami dekomposisi atau rusak. Terdapat berbagai macam destilasi, diantaranya (Arsyad, 2001). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mardoni, dkk 1997 menyatakan bahwa minuman anggur mempunyai banyak kandungan selain etanol. Pemisahan kandungan-kandungan lain dalam minuman anggur dilakukan dengan cara destilasi. Destilat yang diperoleh berupa azeotrop (95 % etanol dan 5 % air).
2.5 Identifikasi kadar etanol dan asam asetat dengan metode kromatografi gas (GC).
Kromatografi gas merupakan teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa yang dapat dipisahkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, utamanya dari 50-300 0 C, Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tesebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas (Mardoni, dkk, 2007). Penentuan kadar etanol dan asam asetat yang terdapat dalam sampel dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi gas (GC). Metode ini dapat
digunakan karena metode ini mampu memisahkan zat-zat organik (berupa cairan komplek), waktu analisis relatif singkat, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk analisis relatif kecil, dan kepekaannya tinggi (Munson, 1981). Cara untuk menghitung kadar etanol dan asam asetat yang terdapat dalam sampel dapat digunakan kurva baku yang diperoleh dari sejumlah larutan standar yang komposisinya sama dengan analit dengan konsentrasi yang telah diketahui, kemudian setiap larutan standar diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk setiap larutan standar. Selanjutnya diplot area atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang melalui titik koordinat karena pada bagian kurva ini area peak akan berbanding lurus konsentrasi analit (Khopkar, 2003). Kromatografi gas, fase geraknya berupa gas yang inert, sedangkan fase diamnya dapat berupa zat padat atau zat cair. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003). Bulan (2004) telah melakukan penelitian tentang tentang perbandingan metode kromatografi gas dan berat jenis pada penetapan kadar etanol dalam minuman anggur menggunakan kolom DB-1 (30 m X 0.25 mm) dan detektor FID (Flame ionization detektor). Hasil yang diperoleh adalah 14,46 % v/v dengan menggunakan kromatografi gas (GC) dan menggunakan metode berat jenis diperoleh 14,41 % gr/mL.
2.6 Total Sugar as Invert (TSAI) TSAI merupakan campuran glukosa dan fruktosa dengan perbandingan sama dari hidrolisis sukrosa. Dengan jalan hidrolisis, semua sukrosa dalam sampel diubah menjadi
monosakarida pereduksi dibantu dengan adanya enzim sukrase atau invertase (Poedjiadi dan Supriyanti, 1994). Kandungan TSAI yang potensial untuk dijadikan bahan baku fermentasi adalah sebesar 10-18 % (Paturau, 1989). Pada penelitian ini menggunakan metode Eynon-Lane. Hasil kadar TSAI jika yang diperoleh tinggi, berarti mencerminkan tingginya kadar gula yang telah terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Analisis TSAI dilakukan dengan metode Eynon-Lane. Dilakukan pengasaman pada sampel nira untuk membantu kerja enzim invertase dalam menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, sebagaimana reaksi berikut: C 12 H 22 O 11 + H 2 O enzim C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6
Sukrosa glukosa fruktosa Glukosa dan fruktosa hasil hidrolisis adalah termasuk gula reduksi, yaitu monosakarida yang mempunyai sifat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton dalam monosakarida tersebut (Poedjiadi dan Supriyanti, 1994).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Penelitian di laboratorium kimia organik dan analitik Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dan laboratorium Politeknik Negeri Malang.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian kadar ini antara lain: erlenmeyer 250 mL, labu ukur 250 mL, pipet volume 1mL, gelas ukur, botol kaca, pipet volum 100 ml, selang, panci, pH meter, seperangkat alat destilasi merk Pyrek, timbangan analitik, labu takar 250 mL, hot plate, stop watch, perangkat titrasi dan pemanas, gelas ukur, corong gelas, water bath 60 %, seperangkat alat kromatografi gas (GC) merk HP, tipe 5890.
3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:, aquadest, legen (nira siwalan), etanol p.a (E. Merck) 99 %, asam asetat (E. Merck) 99 %, larutan HCl, larutan EDTA 4 % (w/v), larutan standart Fehling, larutan NaOH 4 %, larutan phenolphthalein (PP) 1 % (w/v) dan alumunium foil.
3.3 Tahapan penelitian 1. Pengambilan nira dari pohon siwalan. 2. Analisis TSAI (Total sugar as invert). 3. Pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.. 4. Destilasi etanol dan asam asetat pada nira siwalan. 5. Identifikasi etanol dan asam asetat dengan metode kromatografi gas (GC), selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.
3.3.1 Pengambilan nira dari pohon siwalan. Cara penyadapan : Pada pengambilan sampel nira siwalan ini, diambil dari satu pohon dengan persiapan penyadapan dimulai dengan membersihkan bunga bentuk panjang pada pohon nira siwalan dan dua lembar daun diatas dan dibawah pelepah juga disingkirkan, kemudian dilakukan pemukulan, pemukulan bunga tersebut dilakukan dua hari sekali yaitu pada pagi dan sore hari. Pemukulan dilakukan kurang lebih 30 kali setiap dilakukan pemukulan. Selanjutnya bunga siwalan tersebut setelah ditoreh, dan torehan mengeluarkan cairan nira siwalan (legen) berarti bunga tersebut sudah siap untuk disadap, jika tidak mengeluarkan cairan nira siwalan (legen), proses pengayunan dan pemukulan harus dilanjutkan. Kemudian bumbung yang akan digunakan untuk penyadapan dicuci sampai bersih. Bagian dalam bumbung disikat dengan penyikat bertangkai panjang, setelah itu bumbung dibilas dengan air bersih kemudian dilakukan penyadapan. Jika bunga tersebut sudah siap untuk disadap, maka dipotong pada bagian yang ditoreh untuk penentuan kesiapan bunga bentuk panjang pada pohon nira siwalan untuk disadap. Dibawah luka pada bagian bunga yang
dipotong, diletakkan bumbung. Bumbung ini diikatkan secara kuat pada pohon. Penyadapan berlangsung selama 12 jam. Kemudian bumbung yang terisi nira siwalan (legen) diturunkan, dan setiap kali penyadapan diperoleh 3-4 liter.
3.3.2 Analisis kadar total gula as invert (TSAI) dengan metode Lane-Eynon (AOAC, 1990). Ditimbang 15 gram nira siwalan kedalam cawan timbang, dilarutkan dengan aquadest dan dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL sampai tanda batas dengan dikocok hingga homogeny. Larutan ini dipipet 50 mL dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan 10 mL larutan HCl , dan dimasukkan kedalam labu ukur dan diletakkan kedalam waterbath 60 0 C, tiga menit pertama digoyang-goyang kemudian dibiarkan dan didinginkan dibawah air yang mengalir selanjutnya ditambahkan indikator PP 2-3 tetes dan larutan NaOH 10 mL sehingga timbul warna kemerahan pertama kali, selama penambahan larutan NaOH sambil digoyang kemudian ditambahkan 4 ml EDTA 4 %, ditambahkan aquadest hingga tanda batas, dikocok hingga homogen (titran). Dipipet 10 mL larutan fehling A dan B, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian dititrasi dengan nira hingga muncul warna merah bata dan diberi sedikit batu didih, dipanaskan diatas hot plate sampai mendidih, ditambahkan 4 tetes metilen blue kemudian dititrasi dengan titran tersebut, penambahan titran diatur sebaik mungkin sehingga titik akhir terjadi 3 menit setelah mendidih. Titik akhir disini ditandai dengan hilangnya warna biru dan timbulnya warna merah bata.
3.3.3 Pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.
Nira siwalan yang telah diambil dari pohon siwalan, dimasukkan masing-masing 200 mL kedalam botol yang telah disterilisasi kemudian didiamkan dengan variasi waktu 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.
3.3.4 Pemisahan cairan dan residu dalam cairan nira siwalan dengan penguapan. Proses pemisahan cairan dan residu dalam cairan nira siwalan dengan penguapan yaitu, dipipet 100 mL nira siwalan, ditampung dalam labu alas bulat kemudian labu destilat dipasang pada alat destilasi dan destilasi dimulai pada suhu 100 0 C sampai sampel nira habis, untuk memperoleh etanol dan asam asetat. Destilat hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 250 mL. Destilasi dihentikan jika tidak ada destilat yang menetes didalam erlenmeyer, kemudian diukur volumenya.
3.3.5 Proses analisis kadar etanol dan asam asetat pada nira siwalan dengan menggunakan metode kromatografi gas (GC).
Pengujian kadar etanol dan asam asetat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi gas (GC) dengan cara sebagai berikut: 1. Proses persiapan alat kromatografi gas (GC) 2. Pembuatan standart baku etanol dan asam asetat 3. Analisis kadar etanol dan asam asetat dengan kromatografi gas (GC).
3.3.5.1 Proses persiapan alat kromatografi gas (GC) untuk analisis etanol dan asam asetat (Anonimous, 2006).
Proses persiapan alat kromatografi gas (GC) untuk analisis etanol yaitu, dinyalakan power alat GC dengan prosedur standar. Diatur kondisi kerja alat sebagai berikut: suhu injektor 250 0 C, suhu detektor 250 0 C, suhu kolom 150-250 0 C dengan kenaikan suhu bertahap (tiap 1 menit dinaikkan 5 0 C), detektor pembawa gas He, fase diam MS (molecular sieve) 5A yang bersifat polar (kecepatan 21 ml/ menit).
3.3.5.2 Pembuatan kurva baku etanol dan asam asetat (Anonimous, 2006). Larutan baku etanol 25 %, dan asam asetat stok 25 %, dipipet 1 mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Larutan baku tersebut dikocok sampai diperoleh konsentrasi akhir 1 % (v/v). Larutan baku tersebut 1 % diambil sebanyak 1 l untuk di injeksikan pada kromatografi gas (GC). Proses diatas diulang dengan konsentrasi 3 %, 5 %, 7 %, dan 9 % (v/v) dengan menggunakan prosedur yang sama.
3.3.5.3 Analisis kadar etanol dan asam asetat dengan kromatografi gas (GC) (Anonimous, 2006).
Tahapan analisis kadar etanol dan asam asetat dengan menggunakan kromatografi gas (GC) yaitu, diambil 1l dari masing-masing larutan kemudian di injeksikan kedalam inlet. Luas puncak etanol dan asam asetat dari kromatogram dihitung kedalam persamaan regresi linier
3.4 Analisis data Data yang diperoleh dari hasil kromatografi gas (GC) dihitung kedalam persamaan
regresi linier untuk menentukan kadar etanol dan kadar asam asetat dengan ketentuan y adalah luas area atau peak cm 2 dan x adalah kadar % etanol pada waktu fermentasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengiris ujung bunga pohon siwalan yang telah disadap. Tujuan penirisan ini adalah untuk memperoleh cairan niranya untuk dijadikan sampel pada penelitian ini. Sampel diambil dan dimasukkan kedalam botol kaca 200 mL yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan tujuan sampel tidak mudah terkontaminasi dengan debu dan lain-lain. Sampel yang diambil sebanyak 15 botol kemudian dimasukkan kedalam stereoform yang telah diisi bongkahan es diatas botolnya diberi bongkahan es yang bertujuan untuk menonaktifkan mikroba yang ada pada cairan nira siwalan tersebut selama kurang lebih 9 jam sebelum difermentasi. Hal ini bertujuan agar dalam proses fermentasi dapat memudahkan dalam penghitungan waktunya karena pada saat fermentasi sampel dalam keadaan yang sama dan waktu pengambilan sampel untuk didestilasi harus diusahakan pada waktu yang sama seperti pengambilan hari sebelumnya. Proses pendiaman pada penelitian ini berlangsung selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam. Setiap hari sampel yang berada dalam botol didestilasi 100 mL.
4.2. Pemisahan cairan dan residu dalam nira siwalan dengan penguapan. Sampel cairan nira yang telah difermentasi dipipet tiap hari sebanyak 100 mL dan dimasukkan kedalam labu alas bulat 250 mL yang telah terisi sedikit batu didih kemudian ditutup menggunakan penutupan karet dan dipasang termometer pada penutup karet
tersebut. Tujuan diletakkannya batu didih pada labu alas bulat 250 mL yaitu sebagai anti bumping serta untuk meratakan panas keseluruh sistem labu. Kemudian ditutup dengan penutup karet bertujuan agar sampel yang memiliki senyawa volatil didalamnya tidak dapat menguap keluar. Termometer dipasang mempunyai tujuan untuk mengetahui suhu uap yang ada pada sampel tersebut, dalam hal ini suhu uap yaitu 100 0 C. Labu alas bulat yang telah diset tersebut disambungkan ke kondensor dan posisi labu diatas heating mantel dengan pemanasan yang telah diatur, dengan adanya pemanasan inilah maka terjadi penguapan pada sampel yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor sehingga terjadi pengembunan, proses terjadinya pengembunan disebabkan adanya pendinginan air yang mengalir pada kondensor yang didalamnya ada uapnya, setelah terjadi pendinginan dan pengembunan, embun tersebut menetes dan tetesan tersebut dinamakan hasil destilat yang ditampung pada erlenmeyer 250 mL yang telah ditutup rapat dengan alumunium foil agar senyawa etanolnya tidak hilang atau menguap, karena etanol memiliki sifat volatil. Penguapan dilakukan sampai sampel tidak menetes dan labu alas bulat mongering. Dengan demikian semua senyawa volatil dipastikan telah mengembun sebagai destilat. Volum destilat yang diperoleh rata-rata mendekati volume 100 mL.
Selanjutnya hasil penguapan dimasukkan dalam labu takar 100 mL dan dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Fungsi penambahan aquadest adalah agar volume masing-masing hasil penguapan seragam yaitu 100 mL dan menyamakan dengan volume sampel mula-mula. Sehingga dalam proses penguapan ini tidak ada pemekatan.
4.3 Pembuatan kurva baku etanol dan asam asetat dengan menggunakan kromatigrafi gas (GC) secara simultan.
Analisis etanol hasil destilasi nira siwalan yaitu menggunakan larutan standar etanol yang dilakukan dengan instrument kromatografi gas (GC). Gambar seperangkat alat kromatografi gas (GC) dapat dilihat pada lampiran 3. Kromatografi gas (GC) dihidupkan untuk memanaskan kondisi alat dan memprogram suhunya. Gas pembawa dialirkan keseluruh bagian instrument tersebut, agar semua bagian jenuh dengan gas pembawa. Gas pembawa yang digunakan dalam hal ini adalah Helium (He), karena gas ini bersifat inert, murni, tidak mudah terbakar dan mempunyai konduktifitas panas yang tinggi. Proses operasional sampel nira pada kromatografi gas (GC) dengan menginjeksikan 1 l sampel. Pengaturan suhu injektor diatur 250 0 C untuk mengubah sampel dari fase cair menjadi fase gas, suhu kolom diprogram pada suhu 150-255 0 C agar pemisahan terjadi secara optimum serta untuk mencegah terjadinya kerusakan komponen dalam kolom. Jenis kolom yang digunakan adalah MS (molecular sieve) 5A berbentuk sintetik zeolit untuk pemisahan gas (oksigen, metana, karbon monoksida) dan gas inert (helium, argon, neon dan xenon) yang berkualitas tinggi sehingga dapat menghasilkan peak kolom yang mempunyai optimasi tinggi. MS 5A mempunyai daya tahan lebih besar sehingga dapat mempercepat proses pemisahan serta mengurangi impiuritas dalam gas inert. Kolom ini dapat memisahkan sample dengan kecepatan 21 ml/menit, didalam kolom ini terjadi proses pemisahan senyawa-senyawa dalam cuplikan berdasarkan prinsip like dissolve like senyawa-senyawa yang bersifat sama akan tertahan lebih lama, sedangkan untuk senyawa- senyawa yang sifatnya berbeda dengan kolom akan diteruskan menuju detector dan memiliki retensi yang lebih singkat. Senyawa etanol akan tertahan lebih lama dibandingkan
dengan senyawa-senyawa lain. Suhu detektor deprogram pada suhu 250 0 C untuk mencegah terjadinya kondensasi dari cuplikan setelah keluar dari kolom. Detektor yang digunakan adalah thermal conductivity detector (TCD). Semakin besar daya hantar panas semakin cepat pula panas dipindahkan. Detektor ini terdiri dari filament panas tungsten- rhenium yang ditempatkan pada aliran gas yang datang dari arah kolom (Hendayana, 2006). Proses pembuatan kurva baku secara simultan ini yaitu dengan membuat larutan baku etanol dan asam asetat stok masing-masing 25 % dan dicampur, hasil campuran 25 % etanol dan 25 % asam asetat dipipet 1 mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Larutan baku tersebut dikocok sampai diperoleh konsentrasi akhir 1 %. Larutan baku etanol dan asam asetat 1 % ini diambil sebanyak 1 l untuk di injeksikan pada kromatografi gas (GC). Proses diatas diulang dengan konsentrasi 3 %, 5 %, 7 %, dan 9 % (v/v) dengan menggunakan prosedur yang sama. Analisis secara simultan adalah analisis dua komponen atau lebih tanpa pemisahan terlebih dahulu. Analisis campuran etanol dan asam asetat dengan kondisi sampel sebelum diinjeksikan, kondisi alat kromatografi gas (GC) harus dalam keadaan baik yaitu dengan menyalakan power alat GC dengan prosedur standart dan mengatur kondisi kerja alat dengan suhu injektor 250 0 C, suhu detektor 250 0 C, suhu kolom 150-250 0 C dengan kenaikan suhu bertahap (tiap 1 menit dinaikkan 5 0 C), detektor pembawa gas He, dan kolom MS (molecular sieve) 5A yang bersifat polar (kecepatan 21 mL/menit). Hal tersebut menunjukkan pemisahan antara dua komponen cukup baik, dan hasil kurva baku etanol dan asam asetat dengan kromatografi gas (GC) secara simultan dapat dilihat pada contoh grafik dan tabel hasil dibawah ini.
Gambar 4.1 Kromatogram hasil kurva baku etanol dan asam asetat dengan menggunakan Kromatografi gas (GC).
Keterangan Luas area : Etanol = 1,82 % tR : Etanol = 5.804 Asam asetat = 2,78 % Asam asetat = 9.615
Tabel 4.1 Hasil pembacaan kurva baku standart etanol dan asam asetat 1 %, 3 %, 5 %, 7 %, 9 % dengan kromatografi gas (GC). Konsentrasi (%) Luas area etanol (%) tR Luas area asam asetat (%) tR 1 0,35 5,898 0,44 9,699 3 1,07 5,853 1,65 9,660 5 1,82 5,804 2,78 9,615 7 2,71 5,790 4,20 9,605 9 3,39 5,733 5,25 9,561
Dari tabel diatas dapat diperoleh grafik kurva baku standart etanol dan asam asetat sebagai berikut:
Konsentrasi (%) L u a s
a r e a 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 S 0.0548938 R-Sq 99.8% R-Sq(adj) 99.8% 3.39 2.71 1.82 1.07 0.35 Kurva baku etanol y = - 0.06200 +0.3860 x
Gambar 4.2 Grafik standart baku etanol dengan kromatografi gas (GC)
Konsentrasi (%) L u a s
a r e a
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6 5 4 3 2 1 0 S 0.0887506 R-Sq 99.8% R-Sq(adj) 99.8% 5.25 4.20 2.78 1.65 0.44 Kurva baku asam asetat y = - 0.1785 +0.6085 x
Gambar 4.3 Grafik standart baku asam asetat dengan kromatografi gas (GC)
4..4 Analisa data etanol pada nira siwalan dengan menggunakan kromatografi gas (GC) secara simultan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat hasil kadar etanol dengan menggunakan standar baku hasil kromatografi gas (GC) pada gambar grafik 4.1. Nira siwalan hasil dari kromatografi gas (GC) beberapa waktu pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam dengan standart baku dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Hasil pembacaan spektra kromatografi gas (GC) kadar etanol sampel nira siwalan dengan fariasi waktu. No Sampel tR Luas area (%) Kadar etanol (%) 1 Hasil pendiaman jam ke-10 5,900 0,18 0,626 2 Hasil pendiaman jam ke-34 5,932 1,19 3,243 3 Hasil pendiaman jam ke-58 5,812 2,98 7,880 4 Hasil pendiaman jam ke-82 5,838 3,30 8,010 5 Hasil pendiaman jam ke-106 5,772 3,06 8,088 6 Hasil pendiaman jam ke-130 5,800 3,28 8,658 7 Hasil pendiaman jam ke-154 5,821 3,20 8,450
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh kadar etanol terendah 0,626 % pada 10 jam pertama dikarenakan pada hari ini mikroba masih berada pada fasa stasioner atau yang disebut fasa adaptasi. Fase ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru dari pada tumbuh ataupun berkembang biak. Mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi
untuk pertumbuhannya. Pada waktu pendiaman 58 jam terdapat kenaikan kadar etanol yang relatif meningkat yaitu 7,880 % hal ini terjadi karena pada waktu pendiaman ini mokroba mengalami pertumbuhan yang cepat, dimana fasa ini mikroba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya dan pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat. Setelah waktu pendiaman 58 jam, kenaikan kadar yang diperoleh tidak terlalu banyak mengalami peningkatan atau relatif landai. Peningkatan yang relatif landai terjadi pada waktu pendiaman selama 82 jam, 106 jam, 130 jam yaitu 8,010 %, 8,088 % dan 8,650 % ini dimungkinkan akhir pertumbuhan mikroba pada nira siwalan ini, yang merupakan fasa eksponensial dimana fasa ini laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum. Seiring dengan pertumbuhan yang maksimum pada fasa ini ada sebagian kecil mikroba yang mulai mengalami kematian yang ditunjukkan pada pendiaman selama 154 jam yaitu sedikit mengalami penurunan yaitu 8,450 %. Hasil konsentrasi etanol selama proses pendiaman dapat dilihat pada gambar grafik 4.2 berikut.
Gambar 4.4 Grafik etanol hasil pembacaan spektra kromatografi gas (GC) kadar etanol sampel nira siwalan dengan fariasi waktu10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.
Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan kenaikan kadar etanol yang disebabkan oleh lama waktu pendiaman sehingga semakin tinggi kadar etanol yang diperoleh. Reaksinya adalah sebagai berikut: C 6 H 12 O 6 > 2C 2 H 5 OH + 2CO 2
Hasil penelitian ini diketahui kadar etanol tertinggi diperoleh pada hari jam ke-130. waktu ini merupakan waktu optimum dalam menghasilkan kadar etanol pada nira. Kadar etanol pada nira mulai tampak sejak 10 jam setelah penyadapan hingga penyimpanan selama 154 jam, pada jam ke 130 sedikit mengalami penurunan kadar hal ini menunjukkan pembentukan kecepatan etanol relatif sama dengan kecepatan degradasinya menjadi asam asetat (Mulja, 2008).
4.3.2 Analisis asam asetat pada nira siwalan dengan menggunakan kromatografi gas (GC) secara simultan.
Analisis asam asetat hasil destilasi nira siwalan yaitu menggunakan larutan standar asam asetat yang dilakukan dengan instrument kromatografi gas (GC). Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam. Cuplikan yang berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan didalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Detektor yang diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak dan jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran (Hendayana, 2006). Berdasarkan perhitungan luas puncak kromatogram asam asetat, asam asetat dalam nira siwalan hasil penguapan dilakukan dengan menggunakan persamaan kurva baku pada gambar grafik 4.3 maka kadar asam asetat dengan perlakuan waktu fermentasi dapat dilihat pada tabel 4.3. Hasil kadar asam asetat pada nira beberapa waktu pendiaman selama pendiaman 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam dengan menggunakan standar baku hasil kromatografi gas (GC) pada table 4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil pembacaan spektra kromatografi gas (GC) kadar asam asetat sampel nira siwalan dengan fariasi waktu. No Sampel tR Luas area (%) Kadar asam asetat (%) 1 Hasil pendiaman jam ke-10 9,999 0,00 0,000 2 Hasil pendiaman jam ke-34 9,992 0,00 0,000 3 Hasil pendiaman jam ke-58 9,959 0,08 0,424 4 Hasil pendiaman jam ke-82 9,849 0,08 0,424 5 Hasil pendiaman jam ke-106 9,829 0,14 0,523 6 Hasil pendiaman jam ke-130 9,791 0,16 0,556 7 Hasil pendiaman jam ke-154 9,811 0,11 0,474
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh kenaikan kadar asam asetat dimulai pada waktu pendiaman selama 34 jam dan 46 jam yaitu 0,424 %, sedangkan pada waktu pendiaman selama 106 jam, 130 jam kadar asam asetat meningkat 0,523 % dan 0,556 % sedangkan pada waktu pendiaman selama 154 jam sedikit mengalami penurunan. Kenaikan dan penurunan kadar asam asetat dapat dilihat pada gambar grafik 4.5 dibawah ini:
Gambar 4.5 Grafik asam asetat hasil pembacaan spektra kromatografi gas (GC) kadar etanol sampel nira siwalan dengan fariasi waktu10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam.
Berdasarkan grafik tersebut diatas pendiaman pada waktu pendiaman selama 10 jam dan 34 jam menunjukkan bahwa belum terbentuk asam asetat. Pendiaman pada waktu pendiaman selama 130 jam tercapai asam asetat tertinggi yakni 0,556 % dan pada waktu pendiaman selama 154 jam terjadi penurunan, diduga hal ini disebabkan oleh asam asetat yang teroksidasi lebih lanjut menjadi CO 2 dan H 2 O. C 6 H 12 O6 > 2 C 2 H 5 OH > 2 CH 3 COOH + H 2 O Oksidasi lanjut disebabkan oleh karena substrat yang diubah kurang mencukupi sehingga bakteri acetobacter acetic mencari alternative substrat lain sebagai energi untuk melakukan aktivitasnya yaitu dengan mengoksidasi asam asetat. Sesuai dengan pernyataan Muafi (2004) dalam cuka jerami nangka, bahwa asam asetat melalui kondisi optimal pada waktu 16 hari dan aktivitas bakteri sudah mulai berkurang seiring dengan
berkurangnya substrat sehingga terjadi penurunan kadar asam asetat pada waktu 24 hari karena asam asetat telah dioksidasi lebih lanjut menjadi CO 2 dan H 2 O.
4.3.3. Analisis TSAI (total sugar as invert) Jumlah gula sebagai invert (TSAI, total sugar as invert) ialah jumlah semua gula yang ada di dalam suatu larutan yang dihitung sebagai gula reduksi setelah larutan tersebut di inversi dengan asam. Seperti diketahui gula yang terdapat di dalam nira (glukosa dan fruktosa). Analisis TSAI dilakukan dengan metode Lane_Eynon. Metode ini merupakan metode titrasi redoks, dimana sukrosa diinversi menjadi glukosa dan fruktosa. C 12 H 22 O 11 + H 2 O C 6 H 12 O 6 +
C 6 H 12 O 6 Gula pereduksi tersebut mereduksi CuO dalam larutan fehling menjadi Cu 2 O yang berupa endapan merah ketika dipanaskan. C 6 H 12 O 6 + 2CuO Cu 2 O + C 6 H 12 O 7
Cu + 2Cu(OH) - Cu 2 O(s) (endapan merah) Gula reduksi sekarang menjadi lebih banyak dari semula, yaitu berasal dari sukrosa dan dari gula reduksi asal. Untuk merubah semua sukrosa menjadi gula reduksi maka kondisi operasional hidrolisis harus optimal. Keasaman larutan (pH) didekati dengan penambahan larutan HCl encer pada volume tertentu. Penambahan 10 mL larutan HCl ke dalam larutan yang mengandung sukrosa, larutan ini telah mampu untuk menghidrolisis semua sukrosa menjadi gula reduksi pada suhu hidrolisis 60 o C selama 10 menit, dan diperoleh hasil TSAI 15,3 % berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Lane- Eynon.
% TSAI (total sugar as invert) = mg gured/100 mL titran x 100 mg sampel/100 mL titran
Kandungan TSAI yang potensial untuk dijadikan bahan baku fermentasi adalah sebesar 10-18 % (Paturau, 1989). Pada penelitian cairan nira siwalan dengan menggunakan metode Eynon-Lane ini hasil kadar TSAI yang diperoleh adalah 15,3 %. Hal ini mencerminkan tingginya kadar gula yang telah terinversi menjadi glukosa dan fruktosa. Analisis TSAI dilakukan dengan metode Eynon-Lane, dilakukan pengasaman pada sampel nira untuk membantu kerja enzim invertase dalam menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa hasil hidrolisis adalah termasuk gula reduksi, yaitu monosakarida yang mempunyai sifat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton dalam monosakarida tersebut. Kadar TSAI setiap bertambahnya waktu fermentasi yang terjadi menunjukkan sukrosa dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae lebih cepat dan diinversi menjadi glukosa dan fruktosa melalui bantuan enzim invertase. Saccharomyces cerevisiae bekerja secara anaerob dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan gas karbondioksida atau disebut juga dengan fermentasi etanol. Bagan pembentukan etanol dari suatu glukosa seperti pada jalur EMP (Embden- Meyerhoff-Parnas) yang ditampilkan pada gambar 2.3. Proses perombakan karbohidrat seperti pada jalur EMP yaitu perubahan glukosa menjadi senyawa yang lebih sederhana menjadi etanol. Glukosa yang terdapat dalam nira siwalan difermentasi secara anaerob oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol,asam asetat, gas karbondioksida dan air.
4.2. Tinjauan agama tentang minuman memabukkan yang diharamkan (khamer).
Para ulama dahulu berbeda pendapat dalam menetapkan apa khamer itu. Ulama- ulama seperti Ibrahim An-Nakhoi Sofyan Stauri, Ibnu Abi layla, Syuraik, Ibnu Syibrina, semua ulama kufah, sebagian besar ulama basrah dan Abu Hanifah menyatakan bahwa khamer yang dibuat dari perahan anggur adalah haram hukumya baik sedikit maupun banyak. Adapun yang terbuat dari bahan selain anggur, maka yang diharamkan hanyalah yang banyak saja. Minum sedikit tidak apa-apa selama tidak menyebabkan mabuk. [lihat Sayyid Sabbiq, Fiqih sunnah, lihat pada bab hudud]. Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayat Al-Mujtahid, mengumpulkan perbedaan pendapat para ulama tentang khamer sebagai berikut: Pertama, jumhur ulama fiqih dan jumhur ulama hadits menyatakan bahwa khamer itu haram, baik sedikit ataupun banyak karena bisa memabukkan. Kedua, jumhur ulama Irak Ibrahim An-Nakhoi, Sofyan Stauri, Ibnu Abi layla, Syuraik, Ibnu Syibrimah, Abu Hanifah dan semua ulama kufah, sebagian besar ulama basrah berpendapat bahwa yang diharamkan dari semua minuman yang memabukkan itu adalah mabuknya sendiri, bukan benda yang diminumnya. Pandangan-pandangan ulama tentang substansi khamer masih perlu dikritisi, mengingat penelitian yang jernih dan mendalam terhadap substansi khamer mereka belumlah secanggih dimasa modern. Selain itu, kajian konprehensif terhadap dalil-dalil yang berkaitan dengan khamer akan menunjukkan mana pendapat yang lebih kuat mengenai substansi khamer.
Beberapa riwayat menyatakan bahwa khamer yang dilarang oleh Rasulullah SAW bisa terbuat dari anggur, kurma, madu, jagung, gandum dan lain-lain. Sebenarnya benda- benda semacam ini bukanlah benda-benda haram sebagaimana Q.S. An-Nahl: 67. NO 9# ={# G? #6 $% $m ) 79 )9 =)
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.
Kemubahan benda-benda semacam ini juga berdasarkan keumuman nash-nash Al- Quran yang membolehkan manusia menikmati apa saja yang ada dimuka bumi, kecuali benda-benda yang diharamkan untuk dikonsumsi, sehingga lahir kaedah ushul fiqih Asal segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya." Berdasarkan penjelasan diatas, serta hasil bahtsul masail bersama K.H Mashum Umar kita bisa menetapkan bahwa secara substantif, korma, jagung, gandum dan lain-lain, bukanlah benda yang diharamkan Allah SWT dan RasulNYA. Benda apapun yang dimuka bumi ini hukum asalnya mubah (boleh), selama tidak ada dalil yang mengharamkannya, akan tetapi ketika benda-benda yang mubah ini (Jagung, korma, gandum dan lain-lain), apabila diproses dengan proses tertentu, ia menghasilkan benda-benda lain yang memabukkan (khamer), Maka Allah mengharamkannya, sesuai dengan firmanNYA bahwa khamer adalah haram. Namun tetap tidak mengharamkan bahan bakunya. Maka dari itu, penyelidikan terhadap apa khamer itu (substansinya), harus diarahkan kepada benda lain yang muncul setelah proses tertentu, bukan diarahkan kepada bahan bakunya. Sebab bahan-
bahan baku untuk membuat khomer, jelas-jelas berhukum mubah. Perlu dilakukan penyelidikan substansi khamer yang dihasilkan dari proses-proses tertentu, bukan pada bahan bakunya, atau sekedar akibat yang diperoleh ketika minum benda ini (mabuk). Analisis hasil penelitian dalam prespektif islam mengenai minuman disebutkan dalam surat Al- Maidah ayat 90-91, yaitu: $' %!# #`# $) `:# 9# >${# `9{# _ 9# 7G_$ 3=9 s=? $) ` 9# & %` `3/ 9# $79# :# 9# . . !# =9# & J
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Ayat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Islam memandang makanan dan minuman yang memabukkan dikatagorikan sebagai makanan dan minuman yang haram untuk dikonsumsi. Hasil kesepakatan MUI, makanan dan minuman yang mengandung alkohol tidak boleh melebihi 1 %, sehingga makanan dan minuman yang mengandung kadar alkohol melebihi 1 % termasuk dalam katagori haram untuk dikonsumsi (Apriyantono, 2006 ). Asumsi pendapat tentang ayat tersebut diatas menurut penulis berdasarkan kitab Bidayatul mujtahid dan kitab-kitab fiqih umum yang lainnya hasil bahtsul masail bersama K.H Mashum Umar bahwa minuman yang haram untuk dikonsumsi yaitu minuman yang
tergolong khamer. Perlu dipahami bahwa yang dinamakan khamer adalah segala sesuatu baik makanan ataupun minuman yang apabila dikonsumsi ia dapat menyababkan mabuk, jadi ada perbedaan antara, khamer, haram dan mabuk. Dikatakan khamer apabila telah memenuhi kriteria tersebut yaitu dapat memabukkan, dan setiap khamer adalah haram bahkan Allah juga melaknatnya. sebagaimana dalam hadits Rasullullah SAW khamer telah dilaknat, begitu pula peminumnya, penuangnya (penyuguhnya), penjualnya, pembelinya, pengirimnya, penerimanya, pengolahnya, pemrosesnya dan pemakan hasil jualannya. Selain itu barang siapa yang minum khamer baik sedikit maupun banyak adalah haram sebagaimana hadits Rasullullah SAW Man katsura haraamun, faqoliiluhu haraamun. Dibawah ini adalah tabel hasil pembacaan kadar etanol dan asama setat sample nira siwalan hari ke-1 hingga hari ke-7 dengan kromatografi gas (GC).
Tabel 4.4 Hasil pembacaan spektra kromatografi gas (GC) kadar etanol dan asam asetat sampel nira siwalan dengan fariasi waktu.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui kadar etanol berturut-turut selama pendiaman 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam sebesar 0,626 %, 3,243 %, 7,880 %, 8,010 % 8,088 %, 8,658 % dan 8,450 %. Sedangkan kadar asam asetat selama pendiaman 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam berturut-turut sebesar 0,000 %, 0,000 %, 0,424 %, 0,424 %, 0,523 %, 0,556 % dan No Sampel Kadar asam asetat (%) Kadar etanol (%) 1 Hasil pendiaman jam ke-10 0,000 0,626 2 Hasil pendiaman jam ke-34 0,000 3,243 3 Hasil pendiaman jam ke-58 0,424 7,880 4 Hasil pendiaman jam ke-82 0,424 8,010 5 Hasil pendiaman jam ke-106 0,523 8,088 6 Hasil pendiaman jam ke-130 0,556 8,658 7 Hasil pendiaman jam ke-154 0,474 8,450
0,474 %. Tingkat kadar etanol pada nira siwalan berkisar 0,626 % hingga 8,658 %, hal tersebut kurang layak dikonsumsi masyarakat, khususnya umat muslim sebaiknya tidak mengkonsumsinya lebih dari 10 jam. Perlu diketahui pada pendiaman nira siwalan selama 34 jam hingga 154 jam dapat mengakibatkan terbentuknya etanol dalam kategori kadar yang memabukkan menurut fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Ketetapan MUI tentang pendapat dihalalkannya makanan atau minuman dengan standart < 1 % atas dasar Al-Quran dan hadits tersebut diatas, namun ijtihad yang diambil yaitu berdasarkan khilafiyah yang ada pada saat ini. Minuman nira siwalan hasil fermentasi alami tanpa adanya tambahan bahan kimia yang lain secara hukum syara halal untuk dikonsumsi selagi tidak menyebabkan mabuk, adapun untuk menentukan kuantitas mabuk yaitu dapat dilihat dari khilafiyah yang ada, baik merujuk pada hasil ijtihad MUI ataupun tidak karena suatu hukum itu dapat ditetapkan dan diterapkan berdasarkan kondisi secara umum didaerah tertentu dan pada saat itu namun tetap pada petunjuk Al-Quran dan Al-Hadits. Contohnya jika seseorang daerah A meminum nira dalam 1 gelas sudah berakibat mabuk, berarti < 1 gelas adalah patokan maximal dihalalkannya meminum minuman nira didaerah tersebut karena sebagian daerah terpencil amat sulit untuk dapat mengetahui dan mengukur kadar etanol yang dapat menyebabkan mabuk. Etanol pada dasarnya mempunyai dampak negatif dan dampak positif. Dampak positif etanol sebagai campuran obat dalam dunia kedokteran dengan kadar yang sudah ditentukan, sterilisasi alat-alat kedokteran, pelarut (pewarna, flavor, parfum, obat, dan lain- lain) (Apriyantono, 2007). Sedangkan dampak negatif etanol menurut Abdushshamad, 2002 dalam Hasanah, H 2008 adalah dapat menyebabkan mabuk, ketagihan, dan sangat berbahaya terhadap syaraf serta organ-organ tubuh lainnya yang dapat menyebabkan
kematian. Dampak yang terjadi antara negatif dan dampak positif hal ini tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 219, yaitu:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
Ayat 219 surat Al-Baqorah, secara obyektif menegaskan bahwa khamer memiliki segi positif dan negatif, dan karena segi negatifnya lebih besar maka hukumnya haram. Ayat 90 surat Al- Maidah menyebutkan rijs min amal al-syaithan (keji sebagai tindakan syaithan) (Ibrahim, Saad, 2008). Rasulullah tidak melihat kepada materi yang digunakan untuk membuat khamer. Beliau melihat kepada pengaruh yang ditimbulkan, yaitu "memabukkan". Kaidah fiqih menyatakan: "Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram" Berdasar ayat-ayat dan hadist di atas, dapat dinyatakan illat diharamkannya khamer adalah memabukkan. Karena jika illat (penyebabnya) adanya alkohol, dalam buah buah-buahpun juga terdapat alkohol. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa (Ibrahim, Saad, 2008):1. Haram bagi siapa saja jika secara umum memabukkan, baik karena adanya etanol maupun tidak.
Riwayat lain yang menguatkan bahwa khamer jika berubah menjadi asam asetat (cuka), maka ia halah (boleh) untuk dikonsumsi. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid dan kitab Subulussalam menyatakan bahwa para ulama sepakat bolehnya meminum khamer yang telah berubah menjadi asam asetat. Ini didasarkan pada hadits yang dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dari Anas bin Malik yang menceritakan bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang anak-anak yatim yang mendapat warisan khamer. Rasulullah SAW bersabda, Artinya Tumpahkan khamer itu. Abu Thalhah bertanya lebih lanjut, Apakah tidak boleh saya olah menjadi cuka. Rasulullah SAW bersabda lagi, Jangan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim at-tirmidzi. Hadits ini menunjukkan larangan untuk mengolah khamer menjadi cuka, akan tetapi bila khamer telah berubah menjadi cuka, dibolehkan untuk diminum. Haram bagi orang-perorangan yang jika mengkonsumsi sesuatu, ia menjadi mabuk, misalnya durian, tetapi tidak bagi orang lain yang tidak mabuk, karena pada umumnya durian tidak memabukkan. Hingga saat ini belum ada fatwa MUI yang menyebutkan bahwa nira siwalan itu haram. Namun, sebagai seorang muslim kita harus lebih berati-hati. Etanol pada nira siwalan menunjukkan adanya peningkatan kadar pada waktu fermentasi setelah hari pertama yaitu lebih dari 1 %. Fatwa MUI dalam menentukan standart kehalalan suatu makanan dan minuman tidak boleh lebih dari 1 %, Hal ini berarti pada nira siwalan pasca hari pertama hendaknya tidak dikonsumsi karena dapat menyebabkan mabuk yang berdampak negatif bagi masyarakat. Berkaitan dengan masalah alkohol, menurut hasil muzakarah MUI (dengan dihadiri oleh ahli fikih dari berbagai mazhab, ahli pangan, ahli kimia dan lain-lain) tahun 1994, diputuskan bahwa yang haram adalah alkhoholic beverage (salah satu golongan khamr),
Jadi bukan etanol berdiri sendiri tetapi sudah menjadi minuman beralkohol yang didalamnya terdapat senyawa etanol, karena tidak mungkin orang minum etanol murni. Sesuai definisi, khamr adalah yang bersifat memabukkan (bisa minuman, ganja dan lain- lain). Sedangkan etanol murni tidak najis dan tidak haram dipakai sehingga biasanya digunakan untuk antiseptik dalam dunia medis dihalalkan (Hasanah, 2008). Hasil rapat komisi fatwa MUI bulan Agustus 2001 setelah melakukan kajian yang panjang (muzakarah tersebut dilakukan dalam waktu yang lama dan kajian yang dalam). Minuman beralkohol disepakati kadar etanol dalam makanan atau minuman < 1 % dengan landasan hadits yang menceritakan waktu Rasulullah SAW tidak mau minum jus yang dibiarkan dalam suhu ruang lebih dari 3 hari, dan dilakukan tes menghitung kadar etanolnya dengan adanya patokan 1 % ini, maka akan mudah bagi kita untuk memilih dan menentukan apakah suatu produk makanan atau minuman bisa dikatakan berpotensi memabukkan seperti minuman keras (khamr) atau tidak. Pembatasan kadar etanol ini sangat perlu dan tentunya dimaksudkan untuk pencegahan, karena prinsip Islam itu adalah mencegah ke arah yang haram (Didinkaem, 2006). Minuman keras atau sering disebut dengan minuman beralkohol tersebut diproduksi dari setiap bahan yang mengandung karbohidrat (pati) seperti biji-bijian, umbi-umbian, ataupun tanaman palma (seperti legen, kurma). Alkohol yang sering disebut sebagai konsentrasi dari minuman keras ini sebenarnya adalah senyawa etanol (ethyl alcohol) suatu jenis alkohol yang paling popular digunakan dalam industri (Didinkaem, 2006).
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan berdasarkan rumusan masalah: Kadar etanol yang diperoleh dalam nira siwalan hasil pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam adalah 0,626 %, 3,243 %, 7,880 %, 8,010 %, 8,088 %, 8,658 % dan 8,450 %. Sedangkan kadar asam asetat yang diperoleh dalam nira siwalan hasil pendiaman selama 10 jam, 34 jam, 58 jam, 82 jam, 106 jam, 130 jam dan 154 jam adalah 0,000 %, 0,000 %, 0,424 %, 0,424 %, 0,523 %, 0,556 % dan 0,474 %. Secara hukum syara segala sesuatu yang dapat menyebabkan mabuk adalah tergolong khamer, adapun khamer dalam hukum syara adalah haram. Asal mula dari segala jenis makanan atau minuman adalah mubah seperti nira siwalan pada awalnya dihukumi mubah (boleh) namun setelah terjadinya proses pendiaman lebih dari 10 jam dan secara umum ia dapat memabukkan, adapun secara syara segala sesuatu yang dapat memabukkan hukumnya haram untuk dikonsumsi namun setelah berubah menjadi asam asetat menurut syara halal hukumnya karena asam asetat (cuka) dapat bermanfaat jika dikonsumsi yang tidak melampaui batas. Segala perbuatan manusia jika berlebihan maka tergolong perbuatan syetan, termasuk dalam mengkonsumsi asam asetat (cuka) jika dikonsumsi secara berlebihan maka hukumnyapun sama yaitu dilarang. 5.2 SARAN 1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, analisis etanol dan asam asetat dengan penambahan mikroba. 2. Analisis perbedaan etanol secara aerob.
3. Analisis nira siwalan sebagai bioetanol. 4. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, kehalalan nira siwalan sesuai dengan nilai-nilai agama.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti. 2004. Fermentasi. http://www.forumsains.com/index.php/topic. 783.msg2697. html diakses 22 oktober 2007.
Anonim. 2006. Petunjuk penggunaan alat kromatografi. Malang: Politeknik Negeri Malang.
Al Jawi Muhammad Shiddiq. 2007. Alkohol dalam Makanan, Obat dan Kosmetik: Tinjauan Fiqih Islam (Bagian2-Selesai). http://www.halalguide.info/content/view/553/38/ diakses tanggal 23 Mei 2008.
An-Najjar Zaghlul. 2006. Pembuktian Sains dalam Sunnah buku 2. Jakarta : Amzah.
Ansori, R.1992. Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan tinggi pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apriyantono. 2005. Masalah Halal: Kaitan Antara Syar'i, Teknologi dan Sertifikasi. http://www.forum.webgaul.com/archive/ thread/t-43151-p-1.html diakses tanggal 23 Maret 2008.
Arintawati. 2006. Mengenal minuman beralkohol. http://www.republika.co.id. diakses tanggal 06 April 2008.
Arsyat. 2001. Kamus Kimia (Arti dan Penjelasan Istilah). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Asy-Syanqithy, S. 2007. Tafsir Adwaal bayan fiidhoh Al-quran bi Al-quran. Hal 91-94. Jakarta: pustaka Azzam.
Buckle, K. A, Edwards, R.A, Fleet, G.H. and Wooton, M. 1985. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Bulan, R. 2004. Esterifikasi Patchouli Alkohol Hasil Isolasi Dari Minyak Daun Nilam (Patchouli Oil). http://www.library.usu.ac.id/ modules.php.pdf diakses tanggal 06 April 2008.
Daud. M. 1993. Terjemah Hadis " Shahih Muslim" jilid 1: F.a Widyajaya Jakarta.
Didinkaem. 2006. Menggugat Status Halal Obat Beralkohol. http://www. halalguide.info/content/view/553/38/ diakses 23 April 2008.
Estu Patriyatno, S. 2006. Keunikan legen. http://.id.wikipedia.org/wiki/Siwalan. diakses tanggal 14 Maret 2008.
Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Utama Pustaka. Jakarta.
Fessenden, R. J, and Fessenden, J. S. 1982. Kimia Organik Jilid 1; Alih Bahasa Oleh Aloysius Handayana Pudjaatmaka. Ph.D. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Hasanah, H. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza sativa L var forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl). Skripsi Sains dan teknologi. jurusan Kimia. Universitas Islam Negeri, Malang.
Hendayana, S. 2006. Kimia Pemisaan (Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern). PT. Remaja Rosadakarya. Bandung.
Herlich, k.1990. Official methods of analysis of the Association of official analytical chemist. Washington DC.Association of official analytical chemist inc.
Ibrahim, Sa'ad, 2008, Alkohol Untuk Kosmetik, Obat, Makanan dan Minuman Dalam Perspektif Hukum Islam, Malang: Makalah disampaikan dalam Olimpiade Kimia Indonesia (OKI) IKAHIMKI Himpunan Mahasiswa Jurusan kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang pada tanggal 1 maret 2008 di Unuversitas Islam Negeri malang.
Irine Rizki C dkk. 2006. Tuak dan legen, http://www.id.wikipedia.org/wiki/siwalan. diakses tanggal 14 Maret 2008.
Ishaq, A. M. A. S. A. 2004. Tafsir Ibnu Katsir jilid 3. Hal 145- 149. Pustaka Imam Asy- Syafiie. Bogor.
Jabir, B. A. S. A. 2007. Al-aisar At-tafaasir li alkalaami Al-Alyyi Al-kabiir jilid 2. Hal 737- 741. Jakarta : Darussunnah.
Katsir, I. A. A. A. 2001. Tafsir Ibnu Katsir jilid 2. Hal 31-61. Bandung: Sinar Baru Al- Gensindo.
Khopkar, S, M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Maimuna. 2004. Pengaruh Interaksi Variasi Suhu dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa dan Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri. Malang.
Mardoni, M. M Yetty Tjandrawati. 2007. Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol Dalam Minuman Anggur. http://www. usd.ac.id /mardoni.pdf. diakses 06- April 2008.
Mathur, R. B. L. 1998. Handbook of Cane Sugar Tecnology. 3 rd Edition. New York: John Wiley and Sons Inc.
Muafi, K. 2004. Produksi asam asetat kasar dari jerami nangka. (kajian pengaruh penambahan sukrosa pada fermentasi alkoholik dan pengaruh konsentrasi starter dan lama fermentasi pada tahap fermentasi asam asetat). Skripsi MIPA. jurusan pertanian. Universitas Braijaya Malang. Malang.
Mulja M, Purwanto, A. D., Marthania D. 2007. pengembangan metode kromatografi gas untuk penetapan kadar etanol dalam nira siwalan (Borassus flabellifer Linn). http://www. Journal.Unr.ac.id/MFA-3-1-07.pdf. diakses 07 Februari 2008.
Nawawi, S. 1994. Tanqiihul qaul Al-Hatsists penafsiran Hadits Rasul SAW secara kontekstual. Hal 285- 293. Bandung : Trigenda karya.
Pancoast, H, M dan Junk, W, R. 1980. Hansbooks of sugar. USA.AVI. Publising company Inc.
Poedjiadi, A. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Puturau, J, M.1982. By product of the come sugar industry. Elsevier scientific publishing company. New York.
Rocmawatin, N. 2008. Analisis kadar gula reduksi dalam nira dengan metode Eynon-Lane. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Rukmana. 1998. Ganyong budidaya dan pasca panen. Yogyakarta: Kanisius
Said, G, E. 1987. Bio industri. Mediatama sarana perkasa. Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kromatografi. Direktur laboratorium kimia/ fisika pusat Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yogyakarta Liberty.
Soebagyo, A. 1980. Dasar-Dasar Mikrobiologi Industri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.
Syihab, Q. 2002. Tafsir Kontemporer 3. Pustaka Imam Asy-Syafiie. Bogor.
Sukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. penerbit ITB. Bandung.
Toharisman, A. dan Hendro, S. 1999. Mutu Bahan Baku dan Preparasi Medium Fermentasi. Pasuruan: P3GI.
Veteriner. 2006. Cuka Pengganti formalin. http://www.litbang.deptan.go.id/391. tanggal akses 23 Mei 2008.
Widjanarko. 2008. Siwalan dan kandungan ranya. http://www.lintas berita.com diakses tanggal 04 April 2008.
Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Bandung: ITB.