Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN TUGAS AKHIR

VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR


NIKEL (Ni) DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN
ATOM (SSA) DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI
BARANG TIPE B SURABAYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Ahli


Madya Sains (A.Md.Si) Analisis Kimia Program Studi
D III Analisis Kimia

Disusun oleh:

Muhammad Imam Sayuthi


NIM: 15231022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
LAPORAN TUGAS AKHIR

VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR


NIKEL (Ni) DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN
ATOM (SSA) DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI
BARANG TIPE B SURABAYA

ANALYSIS METHOD VALIDATION OF NICKEL


(Ni) DETERMINATION USING ATOMIC ABSORPTION
SPECTROPHOTOMETER (AAS) AT BALAI PENGUJIAN
DAN IDENTIFIKASI BARANG TIPE B SURABAYA

Disusun oleh:

Muhammad Imam Sayuthi


NIM: 15231022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018

ii
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sujud syukurku kupanjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa,
Maha Agung, Maha Tinggi, Maha Adil dan Maha Penyanyang, atas takdirmu
telah engkau jadikan aku sebagai manusia yang senantiasa berpikir, berilmu dan
bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu
langkah awal bagiku untuk meraih kesuksesan hidup dunia dan akhirat.
Aamiin Allahumma Aamiin…

Kupersembahkan karya kecil ini untuk Ayah dan Ibuku bahwasanya tiada
kata yang dapat membalas semua pengorbanan dan jasamu sehingga saya
dapat menyelesaikan kuliah di Jurusan DIII Analisis Kimia FMIPA
Universitas Islam Indonesia.

Untuk ketiga adikku (Nurul Muthmainah, Ainun Jariyah, dan Aulya


Rahmawati) terimakasih atas dukungan dan do’anya. Tugas Akhir ini
kupersembahkan sebagai motivasi kalian. Semangatlah dalam menuntut
ilmu dan semoga kalian menjadi orang-orang yang lebih hebat dan sukses.

Ibu Tri Esti Purbaningtias, M.Si selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir,
terima kasih banyak bu atas bimbingannya selama ini dalam
menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan, bantuan dan kesabaran
Ibu InsyaAllah akan dibalas oleh Allah SWT.

Terakhir tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman
Analisis Kimia khususnya angkatan 2015. Semoga kalian semua
diberikan kelancaran dalam segala hal dan sukses dunia akhirat.
Aamiin Allahumma Aamiin…

Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran. Nikmatnya


memperoleh kemenangan akan menghilangkan letihnya perjuangan menuntaskan
pekerjaan. Hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan. Pengalaman
akan membawa kita pada kegagalan dan keberhasilan, yang keduanya bersama-
sama akan menempah kita untuk terus berkembang dan akhirnya menggapai
kesuksesan.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Tugas Akhir
dengan judul “Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel (Ni) dengan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang
Tipe B Surabaya” dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang
setia pada ajaran agama Islam hingga akhir zaman.
Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat agar dapat
memperoleh derajat Ahli Madya Sains (A.Md.Si) D III Analisis Kimia FMIPA
Universitas Islam Indonesia yang diajukan serta dipertahankan di depan sidang
terbuka dan sidang tertutup. Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas
dari peran berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir. Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya kepada Yth:
1. Orang tua yang telah banyak memberikan pengorbanan, dukungan dan
membantu baik moril maupun materi.
2. Bapak Prof. Riyanto, S.Pd., M.Si., Ph.D selaku Dekan FMIPA Universitas
Islam Indonesia.
3. Bapak Thorikul Huda, S.Si., M.Sc selaku Ketua Program Studi D III
Analisis Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia.
4. Ibu Tri Esti Purbaningtias, M.Si selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja
Lapangan yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran
dalam membimbing penyusunan Laporan Tugas Akhir.
5. Seluruh dosen Program Studi D III Analisis Kimia yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat selama penulis mengikuti perkuliahan di Program
Studi D III Analisis Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia.
6. Ibu Ayu Perdana Kusumaningtyas S. selaku pembimbing instansi tempat
Praktik Kerja Lapangan yang telah meluangkan waktu dan tenaganya
dalam mengarahkan selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di Balai
Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya.
7. Seluruh pegawai Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya
yang telah banyak membantu selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan.
8. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Laporan Tugas Akhir yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

vii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat
terbuka terhadap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak,
guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di
masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 Juli 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
INTISARI...............................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................3
1.3 Tujuan ........................................................................................................4
1.4 Manfaat ......................................................................................................4
BAB II DASAR TEORI .........................................................................................6
2.1 Profil Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya..............6
2.2 Tambang dan Mineral di Indonesia ...........................................................7
2.3 Nikel ...........................................................................................................9
2.3.1 Sifat Kimia dan Fisika Nikel ............................................................9
2.3.2 Ekspor Nikel Indonesia ..................................................................11
2.4 Metode Destruksi .....................................................................................13
2.4.1 Metode Destruksi Basah .................................................................13
2.4.2 Metode Destruksi Microwave.........................................................15
2.5 Spektrofotometri Serapan Atom ..............................................................20
2.5.1 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom...............................21
2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom .............................22
2.5.3 Analisis Kuantitatif Spektrofotometri Serapan Atom ....................26

ix
2.6 Validasi Metode Analisis .........................................................................28
2.6.1 Kecermatan (Akurasi) ....................................................................28
2.6.2 Keseksamaan (Presisi) ....................................................................29
2.6.3 Linearitas ........................................................................................31
2.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ........................32
2.6.5 Estimasi Ketidakpastian Pengukuran .............................................33
BAB III METODOLOGI .......................................................................................36
3.1 Bahan .......................................................................................................36
3.2 Alat ...........................................................................................................36
3.3 Cara Kerja ................................................................................................36
3.3.1 Pembuatan Larutan Kerja Asam Nitrat (HNO3 0,5 N) ...................36
3.3.2 Pembuatan Larutan Induk Nikel 100 mg/L ....................................36
3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Nikel ..................................................37
3.3.4 Penentuan Linieritas .......................................................................37
3.3.5 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation
(LOQ) .............................................................................................37
3.3.6 Penetapan Kadar Nikel ...................................................................37
3.3.7 Penentuan Keseksamaan (Presisi) ..................................................38
3.3.8 Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM ............................38
3.3.9 Uji Pengaruh Destruksi pada Penetapan Kadar Nikel ....................38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................40
4.1 Uji Pengaruh Destruksi pada Penetapan Kadar Nikel .............................40
4.2 Penetapan Kadar Nikel ............................................................................44
4.3 Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel ...................................47
4.3.1 Penentuan Linieritas .......................................................................47
4.3.2 Penentuan Keseksamaan (Presisi) ..................................................49
4.3.3 Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM ............................50
4.3.4 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation
(LOQ) .............................................................................................51
4.3.5 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel .......52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................57

x
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................57
5.2 Saran ........................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................59

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom ..................23


Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi dengan Absorbansi Larutan Standar Nikel ...48
Gambar 4.2 Diagram Tulang Ikan Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel ........53
Gambar 4.3 Diagram Kontribusi Penyumbang Ketidakpastian Pengukuran .........55

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Logam Nikel.................................................................... 10


Tabel 2.2 Parameter Microwave untuk Preparasi Sampel .................................... 17
Tabel 2.3 Penentuan Campuran Asam Terbaik dengan Microwave Digestion .... 18
Tabel 2.4 Perbandingan Konsentrasi Logam dan %Recovery Microwave dan Hot
Plate Digestion (Aquaregia/H2O2) ....................................................... 19
Tabel 2.5 Jenis Logam dengan Panjang Gelombangnya ...................................... 26
Tabel 2.6 Kadar Cu, Fe, dan Zn dalam Sampel .................................................... 27
Tabel 4.1 Perbandingan Kadar CRM Hasil Destruksi .......................................... 42
Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Nikel dengan Microwave................................. 46
Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Standar Nikel ........................................................ 48
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Presisi Nikel .................................................................. 49
Tabel 4.5 Data Penentuan Akurasi dengan CRM ................................................. 51
Tabel 4.6 Nilai LOD dan LOQ ............................................................................. 52
Tabel 4.7 Ketidakpastian Gabungan Pengukuran Kadar Nikel ............................ 54

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Optimasi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) .......... 62


Lampiran 2 Pengolahan Data ............................................................................. 63
Lampiran 3 Penentuan Linieritas ........................................................................ 67
Lampiran 4 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)........ 68
Lampiran 5 Penentuan Keseksamaan (Presisi) Nikel ......................................... 70
Lampiran 6 Penentuan Kadar CRM Hasil Destruksi Microwave Digestion....... 72
Lampiran 7 Penentuan Kadar CRM Hasil Destruksi Hot Plate.......................... 73
Lampiran 8 Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM ............................. 74
Lampiran 9 Penetapan Kadar Nikel dalam Sampel ............................................ 75
Lampiran 10 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel ........ 76
Lampiran 11 Certified Reference Material (CRM) Nikel..................................... 81
Lampiran 12 Certified Reference Material (CRM) Nikel 1000 mg/L .................. 83
Lampiran 13 Sertifikat Kalibrasi Alat Labu Ukur 100 mL ................................... 84
Lampiran 14 Sertifikat Kalibrasi Pipet Volume 25 mL ........................................ 86

xiv
VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR
NIKEL (Ni) DENGAN SPEKTROFOTOMETER SERAPAN
ATOM (SSA) DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI
BARANG TIPE B SURABAYA

Muhammad Imam Sayuthi


15231022
Program Studi D III Analisis Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang km 14,5, Yogyakarta 55571
Email: imamsayuthi97@gmail.com

INTISARI

Telah dilakukan Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel (Ni)


dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Balai Pengujian dan Identifikasi
Barang Tipe B Surabaya. Metode pengukuran yang dilakukan meliputi tahap
preparasi, pengujian, validasi serta pengolahan data. Tahap preparasi dilakukan
pembuatan larutan standar baku nikel, larutan pereaksi serta preparasi sampel
dengan destruksi microwave. Tahap pengujian dan validasi dilakukan pengukuran
kadar nikel dalam sampel barang tambang dengan parameter linieritas, presisi,
akurasi, Limit of Detection (LOD), Limit of Quantitation (LOQ) dan estimasi
ketidakpastian serta melakukan uji pengaruh destruksi menggunakan microwave
dan hotplate. Hasil yang diperoleh dari tahap pengolahan data dibandingkan
dengan syarat keberterimaan dari masing-masing parameter. Hasil pengujian
diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9973, untuk presisi diperoleh
nilai %RSD sebesar 2,68%, akurasi sebagai perbandingan kadar untuk CRM
diperoleh kadar sebesar 1,76%. Nilai LOD yang diperoleh sebesar 0,33072 mg/L
dan LOQ sebesar 1,1024 mg/L. Estimasi ketidakpastian pengukuran pada
penentuan kadar nikel diperoleh 1,441 ± 0,1101%. Hasil uji pengaruh destruksi
diperoleh kadar CRM untuk destruksi microwave sebesar 1,76% dan destruksi hot
plate sebesar 1,49% yang menunjukkan bahwa destruksi microwave pada
penetapan kadar nikel lebih baik dibandingkan dengan destruksi hot plate.
Berdasarkan hasil pengujian validasi dapat disimpulkan bahwa metode analisis
yang digunakan untuk penetapan kadar nikel dalam sampel barang tambang
menggunakan spektrofotometer serapan atom tidak valid sehingga metode analisis
tersebut tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin di Balai Pengujian dan
Identifikasi Barang Tipe B Surabaya.

Kata kunci: nikel, ekspor, spektrofotometer serapan atom, validasi metode.

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya yang cukup
melimpah baik yang hayati maupun non hayati. Salah satu kekayaan sumber daya
alam Indonesia adalah berupa hasil tambang seperti minyak bumi, emas, tembaga,
bauksit, bijih besi, batu bara serta nikel. Bumi Indonesia memang memiliki
kandungan sumber daya mineral yang cukup melimpah sehingga menjadikan
Indonesia sebagai negara produsen bahan tambang terbesar di dunia. Prestasi ini
sesuai dengan kandungan sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia sehingga
menempatkan Indonesia menjadi negara terbesar kelima di dunia sebagai
produsen nikel dan menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar ketiga di dunia
(Satriawan, 2015).
Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi (2016) yang diacu dalam
Haryadi (2017), pada tahun 2015 menunjukan bahwa Indonesia memiliki potensi
sumber daya nikel sebesar 5,65 miliar ton dan cadangan bijih sebesar 3,19 miliar
ton dengan kandungan unsur nikel rata-rata 1,20%-3,25%. Sumber daya dan
cadangan nikel yang dimiliki Indonesia tersebut tersebar di beberapa provinsi
yaitu Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan Papua. Komoditi nikel dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu bijih nikel, feronikel dan nikel kasar. Sebagian besar dari
produksi nikel Indonesia, baik bijih nikel, feronikel maupun nikel kasar tersebut,
hampir seluruhnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
Penentuan kadar nikel yang dilakukan pada penelitian mengacu pada SNI
06-6992.6-2004 tentang cara uji nikel secara destruksi asam dengan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Destruksi yang digunakan untuk
penentuan kadar nikel dalam metode SNI 06-6992.6-2004 tersebut dilakukan
secara manual dengan menggunakan hot plate. Proses destruksi menggunakan hot
plate memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya
dan dikhawatirkan terjadinya penguapan dari asam pendestruksi yang dipakai
sehingga menyebabkan hasil akhirnya tidak optimal. Oleh karena itu, dalam
penelitian digunakan metode destruksi yang lain yaitu metode destruksi
microwave. Destruksi microwave merupakan pengembangan dari teknik destruksi
basah yang menggunakan peralatan khusus yaitu microwave digestion yang
memanfaatkan paparan gelombang mikro terhadap sampel dan asam pendestruksi.
Sehingga dengan adanya interaksi radiasi tersebut maka akan mempercepat proses
pemanasan, reaksi dan dekomposisi menjadi efisien serta hasil akhir dari destruksi
yang lebih optimal (Riyanto, 2016). Adanya perubahan dari metode destruksi
yang digunakan maka dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan validasi metode
yang bertujuan untuk membuktikan bahwa metode yang dipakai memiliki tingkat
ketepatan yang baik dalam suatu pengujian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian kadar nikel adalah
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Selain spektrofotometer serapan atom,
instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur logam adalah ICP-OES,
ICP-MS, dan MP-AES. Namun, karena tidak tersedianya instrumen tersebut maka
digunakan spektrofotometer serapan atom. Penggunaan spektrofotometer serapan
atom pada suatu pengukuran unsur logam sudah meluas dalam berbagai bidang
seperti bidang kesehatan, makanan, industri, geologi maupun bidang pengujian
kimia lainnya. Selain itu, kelebihan dari instrumen spektrofotometer serapan atom
yaitu waktu analisisnya cepat, mudah dilakukan, biaya analisis relatif murah dan
tingkat sensitivitasnya yang tinggi (ppm/ppb). Prinsip analisis menggunakan
spektrofotometer serapan atom adalah didasarkan pada proses penyerapan energi
atau absorpsi radiasi oleh atom-atom pada panjang gelombang tertentu sehingga
dengan penyerapan energi tersebut menyebabkan atom yang berada pada tingkat
energi dasar (ground state) tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi
(Khopkar, 2002).
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa metode
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Tetrasari dan Hermini,
2003). Parameter validasi yang diujikan dalam penelitian meliputi ketelitian
(presisi), kecermatan (akurasi), linieritas, Limit of Detection (LOD), Limit of
Quantitation (LOQ), dan estimasi ketidakpastian. Presisi atau keseksamaan

2
merupakan parameter uji validasi yang menunjukkan tingkat ketelitian hasil uji
individual jika dilakukan pengukuran secara berulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran yang homogen dalam suatu analisis. Keseksamaan diukur
sebagai simpangan baku relatif (%RSD) atau koefisien variasi (Harmita, 2004).
Akurasi merupakan parameter validasi yang menunjukkan ketepatan suatu
metode uji yang digunakan dalam suatu analisis. Akurasi dapat ditentukan dengan
menggunakan Certified Refference Material (CRM) maupun dengan metode adisi
standar. Linearitas menunjukkan kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang
baik terhadap konsentrasi analit dalam sampel atau membuktikan adanya
hubungan yang linier antara konsentrasi analit yang sebenarnya dengan respon
alat. Penentuan linieritas minimal dilakukan dengan 5 konsentrasi yang berbeda
(Harmita, 2004). Batas deteksi (LOD) merupakan konsentrasi terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi oleh alat, sedangkan batas kuantitasi (LOQ)
merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik. Batas deteksi dan
batas kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep
kurva standar yang diperoleh (ICH, 1995). Ketidakpastian pengukuran merupakan
suatu parameter yang menunjukkan besarnya kesalahan yang terdapat pada suatu
pengujian atau analisis. Ketidakpastian ditentukan dengan cara menghitung
ketidakpastian baku dari setiap penyumbang kesalahan yang terdapat dalam
analisis tersebut (Tuning dan Supriyanto, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh destruksi terhadap penentuan kadar nikel dalam
sampel uji ?
2. Bagaimana hasil validasi metode pengujian berdasarkan parameter
keseksamaan (presisi), kecermatan (akurasi), linieritas, LOD, LOQ dan
estimasi ketidakpastian ?

3
1.3 Tujuan
Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh destruksi terhadap penentuan kadar nikel dalam
sampel uji.
2. Untuk mengetahui ketepatan metode uji dalam menentukan kadar nikel
yang ada dalam sampel uji serta memenuhi syarat keberterimaan dari uji
validasi dengan parameter keseksamaan (presisi), kecermatan (akurasi),
linieritas, LOD, LOQ dan estimasi ketidakpastian.

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat di peroleh dari Praktik Kerja Lapangan ini adalah:
1) Bagi mahasiswa (peneliti)
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya dibidang pengujian
kimia mengenai analisis terhadap barang-barang ekspor dan impor
dari dan ke Indonesia.
b. Mengembangkan wawasan dan pengetahuan baik secara teori
maupun praktik yang berhubungan dengan pengujian kimia yang ada
di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya.
c. Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan
mengenai validasi metode analisis penetapan kadar nikel di Balai
Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya menggunakan
spektrofotometer serapan atom.
d. Mengetahui gambaran mengenai dunia kerja sesungguhnya yang
berkembang pesat saat ini.
2) Bagi Program Studi D III Analisis Kimia FMIPA Universitas Islam
Indonesia
Manfaat bagi Program Studi D III Analisis Kimia yaitu dapat
digunakan sebagai sumber acuan atau referensi pengembangan
pembelajaran di Program Studi D III Analisis Kimia FMIPA
Universitas Islam Indonesia dan untuk meningkatkan kualitas
mahasiswa Analisis Kimia khususnya dalam bidang pengujian kimia.

4
3) Bagi instansi
a. Sebagai bahan evaluasi dan pengembangan terkait hasil validasi
metode analisis penetapan kadar nikel dengan spektrofotometer
serapan atom di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B
Surabaya.
b. Memberikan informasi mengenai kadar nikel yang terkandung dalam
sampel uji dengan baik dan akurat.
4) Bagi pembaca
Manfaat bagi pembaca adalah sebagai bahan acuan atau referensi
dalam melakukan penelitian maupun pengembangan metode mengenai
validasi metode analisis penetapan kadar nikel dengan spektrofotometer
serapan atom di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B
Surabaya.

5
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Profil Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya


Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya merupakan unit
pelaksana teknis pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.01/2012 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.01/2001 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Pengujian dan Identifikasi Barang. BPIB Surabaya mempunyai
tugas untuk melakukan pengujian laboratoris dan identifikasi barang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. BPIB Surabaya bertanggung jawab
melakukan pengujian laboratoris dan identifikasi barang sedemikian rupa untuk
memenuhi persyaratan World Customs Organization Laboratory Guide dan SNI
ISO/IEC 17025:2008 serta untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna
jasa, pihak yang berwenang, atau organisasi yang memberikan pengakuan.
Adapun lingkup pengujian yang dimiliki BPIB Surabaya sebagai berikut:
1. Pengujian Kualitatif Polimer
2. Pengujian Crude Palm Oil (CPO)
3. Kadar Asam Lemak Bebas
4. Bilangan Iod
5. Kadar Garam
6. Kadar NaCl
7. Pengujian Minyak Goreng
8. Bilangan Peroksida
9. Pengujian Minyak Kelapa
10. Bilangan Penyabunan
11. Bilangan Asam
12. Pengujian Baja
13. Penetapan Kadar Boron dalam Baja Paduan
Visi Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya adalah
“Menjadi Laboratorium Pengujian Bea dan Cukai dengan Standar Internasional”
sedangkan Misi Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya adalah
“Memberikan pelayanan yang terbaik kepada industri, perdagangan dan
masyarakat”. Adapun kebijakan mutu Balai Pengujian dan Identifikasi Barang
Tipe B Surabaya adalah sebagai berikut:
1. Sesuai dengan visi, misi dan kebijakan umum Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dan dalam rangka memuaskan kebutuhan pengguna jasa. BPIB
Surabaya terorganisasi dengan baik dan mampu melakukan pengujian dan
identifikasi barang secara efektif, efisien, kredibel dan profesional.
2. BPIB Surabaya didukung dengan akomodasi dan kondisi lingkungan yang
sesuai, peralatan yang telah dikalibrasi, metode standar dan metode
pengujian yang telah divalidasi sehingga mempunyai kompetensi dalam
menghasilkan data pengujian yang akurat dan presisi tinggi.
3. Untuk mencapai kebijakan mutu tersebut, seluruh personil BPIB Surabaya
melakukan peningkatan yang bersinambungan serta mempunyai komitmen
untuk menerapkan sistem manajemen sesuai World Customs Organization
Laboratory Guide dan SNI ISO/IEC 17025:2008.
4. BPIB Surabaya menjamin bahwa kebijakan mutu dan dokumen mutu
dimengerti dan diterapkan serta dipelihara oleh seluruh personil pada semua
tingkat organisasi.

2.2 Tambang dan Mineral di Indonesia


Menurut UU Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pascatambang. Pertambangan terdiri dari dua macam yaitu
pertambangan mineral dan pertambangan batu bara. Pertambangan mineral adalah
pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas
bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Adapun pertambangan batubara
merupakan pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk
bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

7
Mineral dan bijih logam banyak ditemukan di dalam kulit bumi. Kulit bumi
merupakan lapisan terluar dari bumi yang memiliki ketebalan hingga mencapai
1.200 km, lapisan ini sering disebut sebagai lapisan litosfer. Mineral adalah
senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia
tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan,
baik dalam bentuk lepas atau padu. Sedangkan bijih merupakan deposit mineral
yang mengandung satu atau lebih jenis logam yang dapat diekstrak atau diolah
menjadi logam secara ekonomis. Mineral dapat dikategorikan ke dalam beberapa
kelas yang disusun berdasarkan kompisisi kimia (anion) dari mineral yaitu kelas
silikat, karbonat, sulfat, halida, oksida, phospat dan sulfida. Sebagian besar dari
bijih yang diolah berasal dari kelas oksida dan sulfida. Pemerintah Republik
Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 membagi bahan
galian menjadi 3 golongan yaitu:
1. Bahan galian strategis disebut bahan galian golongan A terdiri dari:
minyak bumi, bitumen cair, lilin beku, gas alam, bitumen padat, aspal,
antrasit, batu bara muda, uranium, radium, thorium bahan galian radio
aktif lainnya seperti nikel, cobalt, dan timah.
2. Bahan galian vital disebut juga sebagai bahan galian golongan B terdiri
dari besi, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga,
timbal, seng, emas, platina, perak, air raksa, antimon, bismut, cerium dan
logam langka lainnya seperti berillium, zirkon, kristal kuarsa dan barit.
3. Bahan galian non strategis dan non vital, disebut juga sebagai bahan galian
golongan C. terdiri dari: nitrat, nitrit, fosfat, garam batu, mika, magnesit
dan leusit.
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan
kegiatan usaha pertambangan diluar panas bumi, minyak dan gas bumi
mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada
pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Lokasi sumber daya tambang mineral tersebar dibeberapa daerah di Indonesia
seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB),
Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.

8
2.3 Nikel
Nikel merupakan unsur golongan transisi periode IVB yang berwarna putih
mengkilat seperti perak dan dijadikan sebagai penghantar panas atau listrik yang
baik. Selain dalam bentuk senyawa mineral, nikel juga dijumpai sebagai senyawa
kompleks, misal [Ni(NH3)6]Cl2 dan [Ni(NH3)6]SO4 yang digunakan dalam
elektroplating. Nikel (Ni) diisolasi pada tahun 1751 dari suatu bijih yang
mengandung nikel dan arsen, oleh seorang ahli kimia Swedia bernama Axel
Cronstedt (1722-1765). Bijih nikel tersebut disebutnya dengan kupfernikel
(Jerman) dan kemudian nama nikel berasal dari nama tersebut. Nikel juga
berfungsi untuk melapisi logam agar tahan karat dan sebagai campuran logam,
misal monel (paduan 60% Ni, 40% Cu, dan sedikit Fe, Mn, Si, C) dan alnico.
Serbuk nikel biasa digunakan sebagai katalis dalam reaksi reduksi senyawa
hidrokarbon, contohnya proses hidrogenasi lemak pada pembuatan margarin.
Nikel(III) oksida (NiO3) digunakan dalam sel Edison (Rufaida dan Waldjinah,
2012).

2.3.1 Sifat Kimia dan Fisika Nikel


Nikel merupakan logam yang penting dan mempunyai banyak kegunaan.
Penggunaan nikel sangat beragam, baik nikel primer (produk nikel yang berasal
dari pemrosesan bijih nikel) maupun nikel sekunder (produk nikel yang berasal
dari pemrosesan nikel primer). Sebanyak 48% nikel primer digunakan untuk
produksi baja tahan karat (stainless steel) dan baja paduan, 39% digunakan untuk
produksi paduan non logam (nonferrous alloy) dan superalloy serta 10% untuk
elektroplating. Adapun untuk nikel sekunder, 30% digunakan untuk transportasi,
14% digunakan untuk produksi produk-produk metal, 12% untuk peralatan
elektronik, 10% digunakan pada industri petroleum, dan masing-masing 8%
digunakan pada industri kimia, konstruksi, peralatan rumah tangga dan industri
mesin (Mayangsari dan Prasetyo, 2016). Menurut Rufaida dan Waldjinah (2012),
bahwa sifat fisika dan kimia dari nikel adalah sebagai berikut:
1. Sifat kimia nikel
a) Bereaksi lambat dengan udara pada suhu kamar
b) Apabila dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida (NiO)

9
c) Bereaksi dengan Cl2 membentuk klorida (NiCl2)
d) Tidak beraksi dengan basa alkali
e) Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam
f) Larut dalam jenis asam seperti asam nitrat (HNO3), ammonia (NH3),
sedikit larut dalam asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4).
g) Tidak larut dalam air dingin dan air panas serta sangat tahan korosi.
2. Sifat fisika nikel
a) Titik didih sebesar 2.730oC dan titik leleh sebesar 1.453oC
b) Densitasnya sebesar 8,9 g/cm3
c) Kundoktor yang baik
d) Kalor peleburan sebesar 14,48 kJ/mol dan kalor penguapan sebesar
377,5 kJ/mol.
e) Feromagnetik, yaitu unsur transisi yang dapat ditarik dengan sangat
kuat oleh medan magnet.
Selain memiliki sifat kimia dan sifat fisika, logam nikel juga memiliki
beberapa karakteristik yang khas. Sehingga dengan adanya karakteristik yang
khas tersebut dapat membedakan logam nikel dengan logam-logam lainnya dalam
tabel periodik unsur. Adapun karateristik yang dimiliki oleh logam nikel dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Logam Nikel


Karakteristik Keterangan
Nama logam Nikel
Lambang Ni
Nomor atom 28
Massa atom 58,71 g/mol
Warna Putih keperak-perakan dan mengkilat
Bilangan oksidasi +2 dan +3
Konfigurasi elektron [Ar] 4S2 3d8
Golongan VIIIB
Periode 4 (Empat)
Blok d
Sumber: Rufaida dan Waldjinah (2012)

10
2.3.2 Ekspor Nikel Indonesia
Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara,
mendorong dan mengatur regulasi arus ekspor barang dengan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan yang mengatur hal tersebut dalam bentuk peraturan
perundangan-undangan untuk mempermudah dan menertibkan kegiatan ekspor.
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang keluar daerah pabean sesuai dengan
Undang-Undang Kepabeanan (DJBC, 2013). Daerah kepabeanan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk
atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Arus lalu
lintas barang tersebut meliputi wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari
wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Salah satu komoditas ekspor terbesar di Indonesia adalah berupa hasil
tambang. Nikel dikenal sebagai salah satu komoditas tambang yang cukup besar
potensinya di Indonesia. Sumber daya nikel di Indonesia sebagian besar berupa
bijih nikel (nickel ore) laterit (nikel oksida). Sampai saat ini Indonesia masih
mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah dan pengolahan bijih nikel laterit
di Indonesia baru terbatas pada bijih yang berkadar tinggi. Proses pengolahan
tersebut dilakukan dengan proses pirometalurgi. Pirometalurgi merupakan suatu
cara pengolahan untuk menghasilkan feronikel dan nikel matte. Perusahaan nikel
dalam negeri masih belum dapat melakukan proses pengolahan yang kompetitif
terhadap bijih nikel berkadar rendah. Penyebab hal ini diperkirakan karena tiga
hal yaitu modal awal yang besar, biaya operasi yang tinggi dan dampaknya bagi
lingkungan yang tidak baik. Oleh sebab itu, bijih nikel yang mempunyai kadar
rendah di ekspor keluar negeri dengan tujuan untuk menambah devisa negara
(Purba, 1983).
Indonesia dalam menjaga ketahanan energi nasionalnya mengeluarkan
peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 04 Tahun 2009
mengenai Undang-Undang Minerba atau mineral dan batubara yang diberlakukan
sejak tanggal 12 Januari 2014 untuk mengatur investasi energi di Indonesia.
Undang-undang tersebut mengharuskan agar semua bahan tambang mentah diolah

11
dan diproduksi menjadi barang setengah jadi sebelum diekspor ke luar negeri
dengan kata lain dilarang mengekspor hasil tambang dalam rupa barang mentah.
Kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah agar Indonesia memiliki keuntungan
yang lebih besar. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor
01 Tahun 2017 bahwa batasan kadar nikel untuk ekspor yaitu kadar Ni < 1,7%.
Produksi bijih nikel Indonesia dalam kurun waktu tahun 2011-2015
meningkat berfluktuasi. Tahun 2011 produksi bijih nikel sebesar 32,90 juta ton
dan pada tahun 2013 produksi bijih nikel meningkat cukup tinggi yaitu sebesar
60,00 juta ton. Peningkatan produksi bijih nikel tersebut terjadi sebelum
diberlakukannya larangan ekspor barang tambang dalam bentuk mentahan pada
tahun 2014 yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara. Setelah diberlakukannya UU tersebut pada tahun
2014, ekspor menurun sangat besar hingga mencapai 3,86 juta dan pada tahun
2015 menjadi 3,50 juta ton. Hasil tambang nikel di Indonesia sebagian besarnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Adapun beberapa negara tujuan
ekspor nikel Indonesia antara lain Jepang, Australia, Belanda, dan China. Menurut
Kementerian ESDM (2012), struktur supply chain industri nikel dibedakan
menjadi beberapa kelompok berikut:
1. Industri Hulu
Industri-industri penghasil nikel di Indonesia memproduksi nikel dalam
bentuk ferro nickel (Fe-Ni) dan nickel matte. Bahan baku Fe-Ni berupa bijih nikel
diangkut menuju shake out machine. Selanjutnya pada shake out machine, bijih
nikel basah yang berukuran lebih kecil akan jatuh dan tertampung ke dalam
loading hopper sedangkan bongkahan atau bijih yang berukuran lebih besar dari
250 x 200 mm akan terpisah dan disingkirkan secara manual. Kemudian bijih
nikel masuk ke dalam rotary dryer yang digunakan untuk mengurangi kandungan
air (moisture content) dari 33% menjadi 22%. Setelah keluar dari rotary dryer,
proses selanjutnya terjadi di rotary kiln, dimana dalam proses tersebut terjadi
kalsinasi. Selain kalsinasi, diharapkan di rotary kiln terjadi prareduksi. Hasil akhir
dari proses rotary kiln disebut kalsin. Setelah itu dalam dapur listrik, kalsin akan
dilebur dan direduksi oleh karbon dari ketiga elektroda serta antrasit dan batu bara

12
dalam kalsin. Terjadi proses desulfurisasi, oksidasi dan tilting metal. Setelah itu,
dilakukan proses finishing berupa proses pencetakan logam dan packaging.
2. Industri Antara
Produk Fe-Ni dan nickel matte diproses lebih lanjut menjadi produk berupa
stainless steel. Produk tersebut akan menjadi bahan baku untuk industri hilirnya.
3. Industri Hilir
Kelompok industri hilir menghasilkan produk setengah jadi yang akan
menjadi komponen bagi produk berikutnya serta produk jadi yang akan dipakai
langsung oleh konsumen. Terdapat berbagai macam produk industri hilir, seperti:
HRC (Hot Rolled Coils) stainless, batang kawat baja, tabung atau pipa dan
peralatan rumah tangga.

2.4 Metode Destruksi


Validasi metode uji nikel dilakukan dengan menentukan kadar nikel pada
sampel uji menggunakan instrumen berupa spektrofotometer serapan atom (SSA).
Langkah awal yang harus dilakukan adalah preparasi sampel dengan cara
destruksi. Preparasi sampel yang baik sangat menentukan keberhasilan dalam
suatu analisis. Destruksi berfungsi untuk memutus ikatan antara senyawa organik
dengan logam yang akan dianalisis. Selain itu, destruksi bertujuan untuk
mendapatkan larutan yang tercampur sempurna dengan analit, dekomposisi yang
sempurna dari padatan dan menghindari hilangnya atau terjadinya kontaminasi
analit. Destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia terbagi menjadi dua yaitu
destruksi basah dan destruksi kering (Kristianingrum, 2012). Namun, seiring
dengan kemajuan dalam dunia pengujian kimia maka terdapat pengembangan dari
teknik metode destruksi basah yaitu destruksi microwave.

2.4.1 Metode Destruksi Basah


Destruksi basah adalah perombakan sampel menggunakan asam-asam kuat
baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat
oksidator. Apabila sampel ditambahkan zat pengoksidasi kemudian dipanaskan
pada temperatur yang lebih tinggi dan dipanaskan secara berlanjut dengan waktu
yang lama maka sampel akan teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan

13
berbagai elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik atau logam-
logam dalam bentuk ion yang sesuai untuk dianalisis. Destruksi basah pada
prinsipnya adalah penggunaan asam untuk mendestruksi zat organik pada suhu
rendah dengan tujuan untuk mengurangi kehilangan mineral akibat penguapan
(Kristianingrum, 2012).
Asam-asam pendestruksi yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara
lain asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4), dan asam
klorida (HCl). Semua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun
campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih
pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah
larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan
baik (Kristianingrum, 2012). Penambahan masing-masing asam pada proses
destruksi mempunyai tujuan tersendiri. Fungsi HClO4 adalah sebagai oksidator
dan untuk membantu larutan HNO3 mendekomposisi matriks organik yang
terdapat pada sampel. Adapun HNO3 juga berfungsi sebagai agen pengoksidasi
karena merupakan oksidator kuat (Dimpe dkk, 2015). Penggunaan kombinasi
kedua asam kuat tersebut (HNO3 dan HClO4) sebagai agen pengoksidasi lebih
menguntungkan karena akan meningkatkan kekuatan asam agar lebih baik,
sehingga proses destruksi berlangsung maksimal.
Destruksi basah pada pengerjaannya dapat dilakukan secara terbuka maupun
secara tertutup, destruksi basah terbuka yaitu campuran antara contoh uji dengan
pelarut asam kuat dipanaskan secara terbuka di atas penangas listrik (hot plate
method). Keuntungan menggunakan destruksi basah terbuka adalah peralatan
yang digunakan relatif sederhana dan murah, sedangkan kelemahan dari destruksi
basah terbuka adalah unsur-unsur yang mudah menguap dari contoh uji dapat
hilang selama proses destruksi sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pada
hasil analisis, kemungkinan terjadinya kontaminasi dari udara, dan waktu
destruksi yang lama. Destruksi basah tertutup adalah reaksi pelarutan dan
pemecahan dilakukan dalam wadah tertutup yang lebih aman terhadap penguapan
dari sampel uji. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk destruksi basah

14
tertutup adalah dengan menggunakan microwave digestion (microwave methode)
(Rodiana dkk, 2013).

2.4.2 Metode Destruksi Microwave


Destruksi microwave merupakan pengembangan dari teknik destruksi basah
yang umum digunakan untuk melarutkan logam berat yang terdapat dalam matriks
organik sebelum dianalisis dengan suatu instrumen pengukur logam seperti SSA,
ICP-OES, ICP-MS, dan MP-AES. Teknik destruksi microwave menggunakan
peralatan khusus yaitu microwave digestion dengan paparan gelombang mikro
dimana sampel ditempatkan dalam wadah terbuat dari polimer seperti
politetraflouretilen (PTFE) dan kuarsa (vessel). Sampel yang sudah ditambahkan
larutan asam kuat seperti HCl, HNO3, H2SO4, H2O2 dan HF baik tunggal maupun
dalam bentuk campurannya, selanjutnya ditempatkan dalam alat tertutup pada
suhu tertentu biasanya sampai 300oC dalam mode isotermal maupun gradient
suhu dan untuk mempercepat reaksi, tekanan dapat diatur sampai 120 bar. Prinsip
kerja dari microwave yaitu dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada
molekul air, lemak, maupun gula yang terdapat pada sampel. Molekul-molekul ini
akan menyerap energi elektromagnetik. Penyerapan energi tersebut dinamakan
pemanasan dielektrik. Molekul-molekul pada sampel bersifat elektrik dipole yang
artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu sisi dan muatan
positif pada sisi lainnya. Akibatnya, molekul-molekul tersebut akan berputar pada
saat mensejajarkan diri dengan adanya medan listrik yang berubah-ubah yang
diinduksi melalui gelombang mikro. Sehingga dari gerakan molekul tersebut
menyebabkan proses pemanasan menjadi lebih cepat karena adanya interaksi
langsung antara radiasi elektromagnetik dan campuran reaktan (Reid, 1994).
Interaksi radiasi gelombang mikro terhadap sampel dan asam pendestruksi
akan mempercepat proses pemanasan, reaksi dan dekomposisi menjadi lebih
efisien. Metode destruksi microwave memiliki beberapa keunggulan antara lain:
fleksibel, kualitas destruksi tinggi, tidak ada unsur-unsur volatil yang hilang pada
proses pendestruksian, waktu yang dibutuhkan singkat dan meminimalkan
kontaminan yang dapat terjadi. Adapun kelemahan dari metode destruksi
microwave hanya dalam hal pendinginan hasil akhir yang membutuhkan waktu

15
lama (Riyanto, 2016). Penelitian yang menunjukkan mengenai kehandalan atau
kelebihan dari penggunaan microwave untuk mendestruksi suatu sampel uji
(preparasi sampel) adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Dimpe dkk (2015).
Penelitian oleh Dimpe dkk (2015) mengenai evaluasi metode preparasi
sampel untuk deteksi kandungan logam total menggunakan Inductively Coupled
Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) dalam air limbah yang
bertujuan untuk mengembangkan dan mengevaluasi metode preparasi sampel
yang baik yaitu preparasi menggunakan metode hot plate dan microwave
digestion untuk ekstraksi logam As, Al, Cd, Cr, Cu, Fe, Mn, Ni, Pb, Zn serta
mengevaluasi penggunaan campuran asam terbaik untuk ekstraksi logam dalam
sampel yaitu HNO3/H2O2, HNO3/HClO4/H2O2, dan aquaregia/H2O2. Penentuan
kombinasi asam terbaik untuk proses ekstraksi yaitu menggunakan tiga campuran
asam HNO3/H2O2, HNO3/HClO4/H2O2 dan aquaregia/H2O2. Ketiga campuran
asam tersebut ditambahkan ke dalam sampel yang ada dengan perbandingan
masing-masing campuran asam adalah HNO3/H2O2 (6:2), aquaregia/H2O2 (3:1)
dan HNO3/HClO4/H2O2 (4:2:1), sedangkan penentuan metode ekstraksi yang baik
untuk logam menggunakan dua metode berbeda yaitu metode hot plate digestion
dan microwave digestion.
Metode hot plate digestion dalam penelitian Dimpe dkk (2015) dilakukan
dengan menambahkan campuran asam ke dalam vessel berisi sampel. Setelah itu
dilakukan ekstraksi menggunakan hot plate dengan suhu 120oC selama 2 jam
(optimasi pengukuran). Hasil akhir dari proses ekstraksi kemudian dilakukan
penyaringan untuk memisahkan filtrat dan endapan. Mengingat pentingnya proses
penyaringan tersebut maka dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk hasil yang
lebih optimal. Penelitian tersebut menggunakan perbandingan dua metode
penyaringan yaitu penyaringan dengan kertas saring (asetat-selulosa) dan sistem
penyaringan acrodisc yang memiliki ukuran pori yang sama yaitu sebesar 0,45
µm. Selanjutnya filtrat hasil penyaringan tersebut diencerkan dengan akuabides
dalam labu ukur 100 mL serta ditepatkan volumenya hingga tanda batas. Larutan
sampel tersebut kemudian dianalisis menggunakan ICP-OES. Adapun kombinasi
asam yang digunakan adalah sebagai berikut:

16
a. Metode pertama dilakukan dengan menambahkan sebanyak 16 mL asam (12
mL HNO3 dan 4 mL H2O2) dari 6:2 campuran HNO3 dengan H2O2.
b. Metode kedua dengan menambahkan 3:1 campuran aquaregia/H2O2 yaitu
sebanyak 12 mL aquaregia (campuran 9 mL HCl 37% dan 3 mL HNO3
70%) dan 3 mL H2O2.
c. Metode ketiga dilakukan dengan menambahkan 4:2:1 campuran
HNO3/HClO4/H2O2 ke dalam sampel yaitu sebanyak 8 mL HNO3, 4 mL
HClO4 dan 2 mL H2O2.
Preparasi sampel dengan metode microwave digestion dilakukan dengan
cara yang hampir sama dengan tahapan-tahapan pada metode hot plate digestion,
namun yang membedakan dari kedua metode tersebut adalah pada volume
penambahan campuran HNO3 dengan H2O2 dan optimasi pengukuran alat. Adapun
pada metode microwave digestion campuran HNO3 dengan H2O2 yang
ditambahkan ke dalam sampel yaitu sebanyak 10 mL (6 mL HNO3 dan 4 mL
H2O2) serta untuk optimasi alat microwave dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Parameter Microwave untuk Preparasi Sampel


No Parameter Nilai
1 Daya (W) 1030-1800
2 Tekanan (Psi) 220
3 Hold time (menit) 15
4 Suhu (ºC) 200
5 Ramp time (menit) 20
Sumber: Dimpe dkk (2015)

Pengambilan keputusan terkait penentuan metode ekstraksi yang baik untuk


logam menggunakan dua metode berbeda yaitu metode hot plate digestion dan
microwave digestion serta penentuan kombinasi asam terbaik dari tiga campuran
asam, yaitu HNO3/H2O2, HNO3/HClO4/H2O2 dan aquaregia/H2O2 digunakan uji
perolehan kembali (recovery) menggunakan bahan standar acuan (SRM) CWW-
TM-B yang ditentukan dengan metode spike yaitu SRM CWW-TM-B
ditambahkan pada sampel uji kemudian dihitung nilai %recovery. Hasil yang
diperoleh dari penentuan kombinasi campuran asam terbaik dan perbandingan
kedua metode penyaringan dapat dilihat dalam Tabel 2.3.

17
Tabel 2.3 Hasil Penentuan Campuran Asam Terbaik dengan Microwave Digestion
Nilai Hasil Analisis (mg/L) dan Recovery (%)
Nilai Sertifikat
Unsur HNO3/H2O2 HNO3/HClO4/H2O2 Aqua regia/H2O2
(mg/L)
Acrodisc (cExp) Kertas (Exp) Acrodisc (Exp) Kertas (Exp) Acrodisc (Exp) Kertas (Exp)
a
Al 0 14,3±0,4 11,3±1,1 13,3±0,2 7,2±0,4 27,4±1,3 18,3±1,2
20±0,2b 32,5±0,2 (91%) 27,5±1,1 (81%) 30,4±0,2 (86%) 24,3±0,3 (86%) 46,8±0,5 (97% ) 34,2±0,3 (80%)
As 0 0,2±0,09 0,09±0,02 0,1±0,03 0,04±0,1 2,4±0,1 0,07±0,1
5,0±0,10 3,9±0,6 (74%) 3,3±0,2 (64%) 3,6±0,5 (70%) 4,0±0,1 (79%) 7,1±0,1 (94%) 4,1±0,6 (81%)
Cd 0 0,1±0,01 0,08 0,2±0,05 0,07±0,1 3,8±0,2 0,09±0,02
5,0±0,05 4,2±0,5 (82%) 3,3±0,3 (64%) 3,1±0,5 (58%) 3,7±0,2 (73%) 8,5±0,2 (94%) 3,8±0,5 (74%)
Cr 0 5,3±0,4 6,1±1,1 23,4±1,4 18,4±1,6 35,8±1,7 19,2±1,5
20±0,2 23,7±0,1 (92%) 24,2±0,2 (91%) 39,7±0,4 (82%) 32,9±0,2 (73%) 55,6±0,2 (99%) 35,2±2,1 (80%)
Cu 0 7,2±0,8 9,8±0,3 17,3±1,3 19,8±2,8 56,3±2,3 18,3±2,3
20±0,2 25,2±0,4 (90%) 26,5±0,5 (84%) 32,4±0,4 (76%) 37,3±0,5 (88%) 75,9±0,9 (98%) 33,2±0,3 (75%)
Fe 0 102,2±1,2 97,8±2,3 87,8±3,1 57,8±1,4 220,3±2,8 69,3±3,4
20±0,2 119,4±0,7 (86%) 116,1±2,5(92%) 101,7±0,3 (70%) 73,4±0,4 (78%) 241,1±0,2 (104%) 86,3±3,1 (85%)
Mn 0 8,3±0,3 9,8±1,2 7,2±1,3 5,8±1,1 8,7±0,4 7,7±0,3
20±0,2 25,4±0,6 (86%) 26,1±0,6 (82%) 24,4±0,6 (86%) 23,4±0,5 (88%) 29,2±0,6 (103%) 26,9±0,6 (96%)
Ni 0 2,6±0,2 9,4±0,3 17,5±2,1 12,3±1,1 19,8±2,1 16,3±1,3
20±0,2 19,2±0,8 (83%) 22,7±0,7 (67%) 31,9±0,1 (72%) 30,2±0,6 (90%) 40,2±0,4 (102%) 33,2±0,5 (85%)
Pb 0 0,07±0,1 0,02±0,1 0,1±0,02 0,04±0,02 0,1±0,02 0,04±0,01
20±0,2 18,2±0,8 (91%) 16,5±0,4 (82%) 18,6±0,8 (93%) 17,8±0,1 (89%) 19,5±0,7 (97%) 17±0,5 (89%)
Zn 0 49,3±1,4 55,3±2,3 39,3±1,3 33,2±1,1 54,3±2,3 43,4±1,5
20±0,2 66,7±0,4 (87%) 69,7±3,1 (72%) 54,2±0,9 (75%) 50,1±0,8 (85%) 73,7±0,9 (97%) 58,3±0,1 (74%)
Keterangan: asampel bukan spike; bsampel spike dengan SRM; cnilai pengujian
Sumber: Dimpe dkk (2015)

18
Berdasarkan Tabel 2.3 tersebut dapat diketahui bahwa campuran asam
terbaik untuk diterapkan dalam proses ekstraksi logam As, Al, Cd, Cr, Cu, Fe,
Mn, Ni, Pb, dan Zn adalah campuran aquaregia dan H2O2 sedangkan untuk metode
penyaringan terbaik yang diperoleh yaitu menggunakan sistem penyaringan
acrodisc. Hal tersebut dilihat dari rentang nilai %recovery yang diperoleh yaitu
sebesar 94-104% dan perolehan konsentrasi sampel spike (mg/L) yang dihasilkan
lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan %recovery dan nilai konsentrasi dari
campuran HNO3/H2O2 dan HNO3/HClO4/H2O2. Adapun hasil yang diperoleh dari
penentuan metode ekstraksi terbaik dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perbandingan Konsentrasi Logam dan %Recovery Microwave dan


Hot Plate Digestion (Aquaregia/H2O2)
Microwave (mg/L) Hot Plate (mg/L)
Analit
Penambahan Hasil Uji %R Penambahan Hasil Uji %R
Al 0 27,4±1,3 97% 0 15,5±0,3 69%
20±0,2 46,8±0,5 20±0,2 29,2±0,2
As 0 2,4±0,1 94% 0 1,2±0,1 60%
5,0±0,10 7,1±0,1 5,0±0,10 4,2±0,3
Cd 0 3,8±0,2 94% 0 1,7±0,4 56%
5,0±0,05 8,5±0,2 5,0±0,05 4,5±0,6
Cr 0 35,8±1,7 99% 0 27,4±1,1 62%
20±0,2 55,6±0,2 20±0,2 39,8±1,4
Cu 0 56,3±2,3 98% 0 41,2±1,6 70%
20±0,2 75,9±0,9 20±0,2 55,2±2,2
Fe 0 220,3±2,8 104% 0 143,2±1,8 51%
20±0,2 241,1±0,2 20±0,2 153,3±0,3
Mn 0 8,7±0,4 103% 0 4,8±0,9 88%
20±0,2 29,2±0,6 20±0,2 22,4±1,2
Ni 0 19,8±2,1 102% 0 11,7±0,4 34%
20±0,2 40,2±0,4 20±0,2 18,5±1,1
Pb 0 0,1±0,02 97% 0 0,07±0,02 90%
20±0,2 19,5±0,7 20±0,2 18,1±0,2
Zn 0 54,3±2,3 97% 0 37,8±1,3 89%
20±0,2 73,7±0,9 20±0,2 55,5±0,9
Sumber: Dimpe dkk (2015)

19
Hasil pada Tabel 2.4 menunjukkan bahwa nilai konsentrasi analit dan
%recovery yang diperoleh dari metode microwave digestion lebih besar
dibandingkan dengan perolehan konsentrasi analit dan %recovery dari metode hot
plate digestion yaitu dengan rentang nilai %recovery yang diperoleh untuk
metode microwave digestion sebesar 94%-104% dan %recovery dari metode hot
plate digestion dengan rentang 34%-90%. Sehingga berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan bahwa kombinasi asam terbaik untuk ekstraksi logam As, Al, Cd, Cr,
Cu, Fe, Mn, Ni, Pb, dan Zn dalam sampel adalah aquaregia/H2O2 dan metode
ekstraksi yang memberikan hasil yang optimal adalah metode microwave
digestion.
2.5 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis instrumental yang
didasarkan pada pengukuran banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang dapat
diserap oleh atom atau molekul dalam sampel. Salah satu bagian dalam
spektrofotometri adalah spektrofotometri serapan atom. Spektrofotometri serapan
atom (SSA) merupakan suatu metode analisis secara kuantitatif yang berdasarkan
pada absorpsi (penyerapan) cahaya oleh atom logam dalam keadaan bebas dengan
panjang gelombang tertentu sesuai dengan sifat unsurnya. Misalkan natrium (Na)
menyerap pada cahaya dengan maksimal pada panjang gelombang 589 nm,
uranium (U) pada panjang gelombang 358,5 nm, sedangkan kalium (K) menyerap
pada panjang gelombang 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang tersebut
mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Energi
yang berasal dari sumber radiasi menyebabkan atom akan mengalami eksitasi dari
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2002).
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika
mempelajari garis-garis hitam pada spektrum matahari. Alan Walsh di tahun 1955
adalah seorang ilmuwan yang berasal dari Australia yang memanfaatkan prinsip
serapan atom pada bidang analisis. Sejak saat itu cara analisis kimia berdasarkan
proses serapan atom berkembang dengan pesat dan mulai banyak diaplikasikan
dalam dunia pengujian kimia. Hal ini disebabkan karena SSA memiliki kelebihan
antara lain kecepatan analisisnya, ketelitian tinggi, biaya analisis cukup murah,

20
memiliki tingkat sensitivitas tinggi, sebelum pengukuran tidak selalu harus
memisahkan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur
dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan katoda berongga yang
diperlukan tersedia dan pengoperasian alatnya cukup mudah (Riyanto, 2016).

2.5.1 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom


Analisis dengan spektrofotometri serapan atom yaitu didasarkan pada proses
absorpsi atau penyerapan energi radiasi oleh atom-atom dari sumber nyala pada
panjang gelombang tertentu. Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dari
unsur-unsur yang ada dalam sampel, diubah menjadi uap atom sehingga nyala
mengandung unsur-unsur yang akan dianalisis dalam bentuk atom bebas. Atom
tersebut mengabsorpsi radiasi-radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari
lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang
akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang
gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Hubungan antara energi radiasi
dengan panjang gelombangnya dapat dihitung menggunakan persamaan:
𝐜
𝐄=𝐡
𝛌

Keterangan:
E = Energi (J)
h = Tetapan Planck (6,63.10-34 J.s)
c = Kecepatan cahaya (3.108 m/s)
λ = Panjang gelombang (nm)

Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan pada suatu larutan dengan


intensitas radiasi semula (Io) maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It),
dipantulkan (Ir), dan diabsorpsi (Ia), sehingga:

Io = Ir + Ia + It

Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan. Kedua


hukum yang terpisah yang mengatur absorbsi biasanya dikenal sebagai hukum
Lambert-Beer (Mulja dan Suharman, 1995):
1. Hukum Lambert menyatakan bahwa, bila cahaya monokromatik melewati

21
medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya
ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hal ini setara
dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang
secara eksponensial dengan bertambahnya medium yang menyerap.
2. Hukum Beer, Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna
dalam larutan, terhadap transmisi maupun absorbsi cahaya. Beer
menemukan hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi seperti
yang dikemukakan oleh Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan,
yakni intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier.
Menurut Mulja dan Suharman (1995), dari kedua hukum tersebut dapat
diperoleh suatu persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara
transmitan atau absorban terhadap konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan
yang mengabsorbsi sebagai:

lt
T= = 10−a.b.c
lo
1
A = log = a. b. c
T

Keterangan:
A = Absorbansi larutan
T = Persen transmitan
Io = Intensitas radiasi yang datang
It = Intensitas radiasi yang diteruskan
a = Absorbansi molar
b = Tebal kuvet
c = Konsentrasi

2.5.2 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom


Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrometer menghasilkan

22
sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Day dan
Underwood, 2002). Skema alat spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

1 3 4 5
2

6
Bahan Bakar Sampel Oksigen

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom


(Day dan Underwood, 2002)
Keterangan:
1 = Sumber cahaya
2 = Nyala
3 = Monokromator
4 = Detektor
5 = Penguat
6 = Pembacaan

Setiap bagian peralatan optik dari spektrofotometer serapan atom memegang


fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait satu sama lainnya. Berikut
merupakan uraian bagian-bagian dari spektrofotometer serapan atom:
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya dalam spektrofotometer serapan atom digunakan untuk
menghasilkan sinar yang dapat diserap oleh atom-atom dari unsur yang
diukur sesuai dengan panjang gelombangnya karena setiap atom menyerap
cahaya pada panjang gelombang yang sangat spesifik sesuai dengan sifat
unsurnya. Sumber cahaya yang umum digunakan pada spektrofotometer
serapan atom adalah Hollow Cathode Lamp (HCL) atau lampu katoda
berongga. Lampu tersebut terdiri dari suatu katoda dan anoda yang terletak
dalam suatu silinder gelas berongga yang terbuat dari kuarsa. Silinder gelas

23
berisi suatu gas lembam (neon atau argon) pada tekanan rendah (1 hingga 5
torr). Ketika diberikan potensial listrik maka muatan positif ion gas akan
menumbuk katoda sehingga terjadi pemancaran spektrum garis logam yang
bersangkutan. Hollow Cathode Lamp beroperasi pada tegangan 300-400 V
dengan arus listrik sebesar 1-50 mA. Pengaturan arus lampu katoda
berongga sangat berpengaruh terhadap proses absorbansi (Levinson, 2001).
Berdasarkan sumber panas yang digunakan maka terdapat dua metode
atomisasi yang dapat digunakan dalam spektrofotometer serapan atom:
a. Atomisasi menggunakan nyala.
Pada atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar
untuk memperoleh energi kalor yang akan mengubah sampel yang
berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya sehingga
didapatkan atom bebas dalam keadaan gas. Temperatur yang dapat
dicapai oleh nyala ini tergantung dari gas-gas yang digunakan contohnya
gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 2600-2800oC. Pemilihan
oksidan bergantung kepada suhu nyala dan komposisi yang diperlukan
untuk pembentukan atom bebas.
b. Atomisasi tanpa nyala (flameless atomization).
Pada atomisasi tanpa nyala digunakan energi listrik seperti pada
atomisasi tungku grafit (grafit furnace atomization). Teknik atomisasi
tanpa nyala dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan dari teknik
nyala seperti kurangnya kepekaan, jumlah sampel, dan penyiapan
sampel. Jumlah sampel yang digunakan pada teknik tanpa nyala lebih
sedikit bila dibandingkan dengan teknik nyala dan sampel yang dianalisis
dapat langsung berupa padatan sehingga tidak memerlukan tahap
destruksi terlebih dahulu. Teknik pemanasan ini terdiri dari tiga tahapan
yaitu pengeringan (drying) dengan temperatur yang relatif rendah,
pengabuan (ashing) dengan temperatur yang relatif tinggi yang bertujuan
untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau
pirolisis, dan pengatoman (atomising). Waktu dan temperatur pemanasan
tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram (Cantle, 1982).

24
2. Sel Atom
Instrumen spektrofotometer serapan atom memiliki sel atom yang
berfungsi untuk menghasilkan atom-atom bebas dalam wujud gas dengan
sistem atomisasi nyala. Prinsip dari sistem atomisasi nyala yaitu larutan
sampel yang mengandung logam dalam bentuk garam akan diubah menjadi
aerosol yang halus dari larutan sampel dengan dilewatkan pada nebulizer
atau proses ini disebut sebagai nebulisasi, kemudian dengan adanya
penguapan pelarut, butiran aerosol akan menjadi padatan. Setelah itu, terjadi
perubahan bentuk dari padatan menjadi gas dan senyawa yang terdapat di
dalam sampel akan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atom bebas. Atom
tersebut akan mengalami proses eksitasi atom dari tingkat dasar ke tingkat
yang lebih tinggi (Cantle, 1982).
3. Monokromator
Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara nyala
dan detektor pada suatu rangkaian instrumentasi spektrofotometer serapan
atom. Monokromator adalah sebuah piranti yang berfungsi untuk
mengisolasi atau memisahkan dan mengontrol suatu berkas radiasi yang
tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh suatu
sumber yang berkesinambungan (Hollow Cathode Lamp) dengan kemurnian
spektral yang tinggi serta dengan panjang gelombang tertentu. Terdapat dua
jenis monokromator yang dipakai yaitu monokromator celah dan kisi
difraksi (Day dan Underwood, 2002).
4. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer serapan
atom yang berfungsi mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal
elektronik atau mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, dimana
energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor
yang digunakan memiliki beberapa sifat, seperti kepekaan yang tinggi,
respon yang linier terhadap daya radiasi, dapat digandakan, waktu respon
yang cepat, kestabilan tinggi atau tingkat noise yang rendah dan mempuyai
respon tetap pada daerah panjang gelombang pengamatan. Detektor yang

25
biasa digunakan dalam alat spektrofotometer serapan atom adalah tabung
pengganda foton (photomultiplier tube), terdiri dari katoda yang dilapisi
senyawa yang bersifat peka terhadap cahaya dan suatu anoda yang mampu
mengumpulkan elektron (Day dan Underwood, 2002).
5. Alat pembaca
Alat pembaca merupakan suatu alat yang telah dikalibrasi untuk
pembacaan suatu transmisi atau absorpsi. Hasil pembacaan dapat berupa
angka, gambar maupun dalam bentuk kurva yang menggambarkan nilai
serapan atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.3 Analisis Kuantitatif Spektrofotometri Serapan Atom


Spektrofotometri serapan atom merupakan suatu metode untuk analisis
secara kuantitatif. Analisis secara kuantitatif dalam spektrofotometri serapan atom
menggunakan suatu instrumen pengukuran yaitu spektrofotometer serapan atom
atau atomic absorption spectrophotometer (AAS/SSA) untuk mengukur logam-
logam berat seperti kadmium (Cd), kobalt (Co), merkuri (Hg), arsenik (As), dan
kromium (Cr). Adapun unsur non-logam yang dapat dianalisis menggunakan SSA
adalah fosfor (P) dan boron (B) (Khopkar, 2002). Selain itu, dapat juga digunakan
untuk menentukan konsentrasi hampir semua logam dalam sampel mineral, tanah,
makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan sampel gas (Riyanto, 2016).
Logam-logam lain yang dapat dianalisis dengan SSA beserta panjang
gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Jenis Logam dengan Panjang Gelombangnya


No Unsur Panjang Gelombang (nm)
1 Ag 328,1
2 Al 309,3
3 Au 242,8
4 Ca 422,7
5 Cu 324,7
6 Fe 248,3
7 Mg 285,2
8 Ni 232,10
9 Pb 217
10 U 358,5
Sumber: Khopkar (2002)

26
Telah banyak penelitian yang telah dilakukan menggunakan SSA untuk
mengukur macam-macam logam dalam sampel yang berbeda-beda. Hasil dari
pengujian yang dilakukan tersebut cukup baik sesuai dengan parameter yang
diujikan. Sehingga spektrofotometer serapan atom merupakan instrumen yang
handal digunakan dalam mengukur logam pada suatu pengujian. Adapun beberapa
penelitian yang menggunakan spektrofotometer serapan atom yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Supriyanto dan Kamal (2006), mengenai penentuan kadar
Cu, Fe, Zn dalam tanah, tanaman teh, daun teh, dan minuman teh. Analisis
penentuan Cu, Fe, Zn dalam tanah, tanaman teh, daun teh, dan minuman teh
menggunakan spektrofotometer serapan atom dilakukan dengan teknik kurva
kalibrasi standar sehingga akan diperoleh kadar masing-masing unsur. Hasil
pengukuran pada masing-masing jenis sampel dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kadar Cu, Fe, dan Zn dalam Sampel


Kadar Unsur (ppm)
No Jenis Sampel
Cu Fe Zn
1 Tanah dalam 0,155 ± 0,005 127,16 ± 2,65 0,68 ± 0,02
2 Tanah luar 0,355 ± 0,025 360,59 ± 13,17 0,78 ± 0,01
3 Akar teh 0,241 ± 0,098 13,16 ± 1,34 2,64 ± 0,06
4 Daun teh 0,211 ± 0,013 3,35 ± 0,886 0,795 ± 0,016
Sumber: Supriyanto dan Kamal (2006)

Telah dilakukan penelitian oleh Supriyanto dan Purwanto (2010), yaitu studi
validasi metode spektrometri serapan atom pada analisis logam berat Cr, Cu, Cd,
Fe, Pb, Zn dan Ni dalam contoh uji air laut. Analisis kadar logam Cr, Cu, Cd, Fe,
Pb, Zn dan Ni dalam contoh uji ditentukan dengan cara mengintrapolasikan
serapan contoh uji pada kurva standar campuran, konsentrasi yang diperoleh
dihitung kembali berdasarkan faktor pengenceran. Hasil pengukuran diperoleh
kadar dengan ketidakpastian dari unsur Cr sebesar 0,073 ± 0,004; Cd 0,118 ±
0,006; Cu 0,065 ± 0,009; Fe 0,583 ± 0,011; Pb 0,195 ± 0,014; Ni 0,462 ± 0,012;
dan Zn sebesar 0,072 ± 0,002 μg/g.
Penelitian oleh Fathurrahmi (2012) mengenai analisis kandungan mineral
Ca, Mg, Fe dan Na dalam sampel lempung bentonit yang berwarna kuning dan
putih di Kecamatan Bentonit Kabupaten Pacitan Jawa Timur dengan teknik

27
menggunakan spektrofotometer serapan atom. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan memberikan hasil yaitu besarnya kandungan mineral Fe, Mg, Na, dan
Ca untuk lempung bentonit berwarna kuning di Kecamatan Bentonit Kabupaten
Pacitan Jawa Timur adalah sebesar 0,0127% untuk Ca, Mg 0,24655%, Fe
0,56178%, dan Na sebesar 0,14122%. Sedangkan untuk lempung bentonit
berwarna putih memiliki kandungan mineral Fe, Mg, Na, dan Ca rata-rata adalah
Ca 0,01856%, Mg 0,30067%, Fe 0,61235%, dan Na sebesar 0,1608%.

2.6 Validasi Metode Analisis


Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Tetrasari dan
Hermini, 2003). Metode analisis instrumen merupakan metode yang terpilih dan
memadai untuk mengantisipasi persoalan analisis yaitu sangat kecilnya kadar
senyawa yang dianalisis dan kompleksnya matriks sampel yang dianalisis (Mulja
dan Suharman, 1995). Validasi harus dilakukan terhadap metode non-standar dan
metode yang dikembangkan laboratorium. Validasi adalah konfirmasi melalui
pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk
suatu maksud khusus dipenuhi. Laboratorium harus melakukan validasi terhadap
metode:
1. Metode tidak baku
2. Metode yang didesain atau dikembangkan laboratorium
3. Metode baku yang digunakan diluar lingkup yang dimaksud
4. Metode baku yang dimodifikasi
(Riyanto, 2014)
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode yaitu sebagai berikut:
2.6.1 Kecermatan (Akurasi)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Masalah atau gangguan utama dalam
menentukan akurasi adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya analit yang

28
akan diuji tidak diketahui. Sehingga metode analisis yang mungkin digunakan
untuk menetapkan akurasi yaitu metode menggunakan CRM (Certified Refference
Material) dan adisi standar. Certified Refference Material mempunyai nilai
tertelusur ke Satuan Internasional (SI) dan dapat dijadikan sebagai nilai acuan
(refference value) untuk nilai yang sebenarnya. Syarat CRM yang digunakan
matriksnya cocok dengan contoh uji (mempunyai komposisi matriks yang mirip
seperti matriks contoh uji). Pengambilan keputusan pada penentuan akurasi
menggunakan CRM yaitu dengan cara membandingkan nilai kadar yang diperoleh
dari hasil analisis dengan nilai kadar sebenarnya dalam sertifikat CRM. Apabila
CRM tidak tersedia maka dapat dilakukan dengan pendekatan lain yaitu dengan
cara membandingkan hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh laboratorium lain
atau dengan menggunakan metode adisi standar (Riyanto, 2014).
Metode adisi standar dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit
dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan
metode tersebut sehingga pengambilan keputusan pada penentuan akurasi
menggunakan metode adisi standar adalah dengan menghitung nilai recovery-nya
atau persen perolehan kembali analit yang ditambahkan. Rentang nilai penerimaan
kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya. Metode analisis
memiliki tingkat akurasi yang baik apabila memenuhi syarat keberterimaan dari
nilai %recovery yaitu sekitar 80%-120% atau sesuai dengan kriteria dalam
sertifikat CRM (BSN, 2004). Kecermatan hasil analisis sangat tergantung kepada
sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu,
untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara
mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah
dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Gandjar dan Rohman,
2007).

2.6.2 Keseksamaan (Presisi)


Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

29
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relative (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan dalam
tiga kategori yaitu sebagai berikut:
1. Keterulangan (Repeatability)
Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali
oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang
singkat.
2. Presisi Antara (Intermediate Precision)
Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang dilakukan dengan cara
mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang
berbeda, namun dalam laboratorium yang sama.
3. Ketertiruan (Reproducibility)
Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang
berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium yang berbeda
menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula
(Riyanto, 2014).
Umumnya, nilai keseksamaan dihitung menggunakan standar deviasi (SD)
untuk menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD) atau Coeficient Variation
(CV). Nilai SD dan %RSD dapat dihitung dengan mengikuti persamaan ekuivalen
sebagai berikut:

∑(xi − x̅)²
SD = √
n−1

SD
%RSD = x̅
. 100%

Keterangan:
xi = pengukuran tunggal
x̅ = rata-rata
n = jumlah pengukuran
SD = standar deviasi
RSD = standar deviasi relative

30
Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka
nilai presisi semakin tinggi. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan
tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang
diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Namun apabila nilai RSD
terhitung melebihi dari 2% maka nilai RSD yang diperoleh dari ulangan pengujian
contoh dibandingkan dengan nilai CV Horwitz terhitung. Syarat keberterimaannya
adalah nilai %RSD yang terhitung dari pengulangan contoh harus kurang dari
nilai CV Horwitz terhitung (Riyanto, 2014). Nilai CV horwitz dapat dihitung
dengan mengikuti persamaan ekuivalen:

CV Horwits = 2 1-0,5 log C

Keterangan:
C = konsentrasi rata-rata dari banyaknya pembacaan

2.6.3 Linearitas
Linieritas merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan suatu
metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan
konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu (Ermer dan
Miller, 2005). Linieritas dapat ditentukan dengan cara membuat kurva kalibrasi
dari beberapa set larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan
garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari metode kuadrat terkecil,
yaitu y = a + bx. Persamaan tersebut akan menghasilkan sebuah koefisien
determinasi (R2) dan koefisien korelasi (R). Koefisien determinasi inilah yang
digunakan untuk mengetahui linearitas suatu metode analisis. Penetapan linearitas
minimum menggunakan lima konsentrasi yang berbeda (Harmita, 2004). Menurut
BSN (2004), bahwa suatu metode analisis dikatakan linier apabila nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh dari kurva kalibrasi harus ≥ 0,99.
Linearitas juga dapat diketahui dari kemiringan garis, intersep, dan residual.
Residual menyatakan besarnya penyimpangan yang terjadi antara nilai yang
terukur (y) dan nilai teoritis yang dihitung dari persamaan regresi. Parameter lain
yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy/x). Penentuan dengan

31
menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan
matematik tersebut dapat diukur (Riyanto, 2014):

∑(y − yi )²
S(y/x) = √
n−2

yi = a + bx

Keterangan:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
S(y/x) = simpangan baku residual

2.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)


Limit of Detection (LOD) atau yang disebut dengan batas deteksi
merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya. Batas deteksi
dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen bagian permiliyar) dalam sampel.
Limit of Quantitation (LOQ) atau batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil
dalam sampel yang dapat ditentukan secara kuantitatif pada tingkat ketelitian dan
ketepatan yang baik (ICH, 1995).
Batas kuantitasi merupakan parameter pengujian kuantitatif untuk
konsentrasi analit yang rendah dalam matriks yang kompleks dan digunakan
untuk menentukan adanya pengotor atau degradasi produk. Batas deteksi dan
batas kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep
kurva standar yang diperoleh (ICH, 1995). Nilai pengukuran akan sama dengan
nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko
sama dengan simpangan baku residual (Sy/x).
a. Batas deteksi (LOD)
Simpangan baku (Sb) = (Sy/x), maka:
3 Sy⁄x
LOD =
slope

32
b. Batas kuantitasi (LOQ)
10 Sy⁄x
LOQ =
slope

2.6.5 Estimasi Ketidakpastian Pengukuran


Dewasa ini secara luas telah dipahami bahwa konsep ketidakpastian
(uncertainty) merupakan bagian penting dari hasil suatu analisis kuantitatif atau
dari suatu pengujian kimia. Tanpa pengetahuan tentang ketidakpastian
pengukuran maka pernyataan suatu hasil pengujian belum dapat dikatakan
lengkap. Konsep ketidakpastian ini juga menjadi suatu parameter untuk
memberikan jaminan mutu hasil pengujian kimia seperti yang tercakup dalam
dokumen standar “Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan
Laboratorium Kalibrasi” SNI ISO/IEC 17025:2008 yaitu pada butir 5.4.6. Dalam
SNI ISO/IEC 17025:2008 diatur bahwa laboratorium wajib mempunyai dan
menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran. Estimasi
ketidakpastian tersebut harus wajar (reasonable) dan didasarkan pada
pengetahuan atas unjuk kerja metode, dan harus menggunakan data-data yang
diperoleh dari pengalaman sebelumya serta data validasi metode (Riyanto, 2014).
Ketidakpastian adalah suatu parameter yang menetapkan rentang nilai yang
di dalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur itu berada. Menghitung rentang
nilai tersebut dikenal sebagai pengukuran atau estimasi ketidakpastian.
Ketidakpastian memadukan semua kesalahan yang diketahui menjadi suatu
rentang tunggal (Tuning dan Supriyanto, 2010). Ketidakpastian pengukuran terdiri
dari banyak komponen. Beberapa komponen dapat dievaluasi dari distribusi
statistik hasil seri pengukuran dan dapat ditandai dengan standar deviasi.
Komponen lain dapat dicirikan oleh standar penyimpangan, dievaluasi dengan
cara diasumsikan mengikuti probabilitas distribusi berdasarkan pengalaman atau
informasi lainnya. Sumber-sumber ketidakpastian antara lain adalah sampling,
preparasi cuplikan, kalibrasi peralatan, instrumen, kesalahan random, kesalahan
sistematik, dan personil (Tuning dan Supriyanto, 2010).
Panduan ISO menggolongkan ketidakpastian menjadi 2 kategori komponen
ketidakpastian, yaitu tipe A dan tipe B. Ketidakpastian tipe A (dari data primer)

33
merupakan ketidakpastian yang berdasarkan pekerjaan eksperimental dan dihitung
dari rangkaian pengamatan berulang. Adapun ketidakpastian tipe B (dari data
sekunder) merupakan ketidakpastian yang berdasarkan informasi yang dapat
dipercaya, seperti dari pabrik, buku literatur, jurnal, internet, dan sertifikat alat
maupun bahan yang digunakan dalam analisis (Tuning dan Supriyanto, 2010).
Ketidakpastian baku (μ) untuk tipe A diperoleh melalui persamaan:
s
µ=
√n

Keterangan:
s = simpangan baku
n = jumlah pengamatan

Ketidakpastian baku tipe B, simpangan baku adalah ketidakpastian itu


sendiri, namun perlu dikoreksi terhadap distribusi probabilitas nilai tersebut.
Menurut Riyanto (2014), penentuan ketidakpastian baku tipe B dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
s
a) Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan 95%, µ(x) = 2 atau
s
pembulatan dari 1,96
s
b) Untuk distribusi normal dengan tingkat kepercayaan 99%, µ(𝑥) = 3 atau
s
pembulatan dari 3,09
s
c) Untuk distribusi rectangular, µ(𝑥) =
√3
s
d) Untuk distribusi triangular, µ(𝑥) =
√6

Tahap terakhir dari perhitungan ketidakpastian adalah menghitung


ketidakpastian gabungan (μG) dan ketidakpastian diperluas (U) atau expanded
uncertainty. Ketidakpastian gabungan ditentukan dengan cara menggabungkan
setiap komponen penyumbang ketidakpastian baku menjadi ketidakpastian
keseluruhan. Sedangkan ketidakpastian diperluas ditentukan dengan cara
mengalikan ketidakpastian gabungan (μG) dengan suatu faktor pencakupan (k)
ketidakpastian untuk mendapatkan nilai ketidakpastian diperluas (U) dengan
tingkat kepercayaan tertentu. Umumnya dalam kebanyakan kasus, disarankan

34
untuk menggunakan nilai k=2 (atau tepatnya 1,96) yang akan memberikan tingkat
kepercayaan 95% (Riyanto, 2014). Adapun persamaan untuk menentukan
ketidakpastian gabungan adalah sebagai berikut:

µG = √(µ𝑎)2 + (µ𝑏)2 + (µ𝑐)2 … … (untuk satuan yang sama)

µG µa 2 µb 2 µc 2
= √( 𝑎 ) + ( 𝑏 ) + ( 𝑐 ) … … (untuk satuan yang tidak sama)
𝐶

Secara umum untuk mempermudah dalam menentukan ketidakpastian


pengukuran, urutan langkah yang harus diperhatian meliputi: menyusun suatu
model dari langkah pengerjaan, melakukan inventarisasi semua faktor yang dapat
memberikan kontribusi kesalahan terhadap hasil akhir dalam bentuk cause and
effect diagram dan mengelompokan faktor di atas ke dalam kategori komponen
ketidakpastian, melakukan estimasi masing-masing komponen ketidakpastian
sehingga ekivalen dengan simpangan baku, menggabungkan komponen
ketidakpastian baku untuk menghasilkan ketidakpastian baku gabungan dan nilai
ketidakpastian yang diperoleh diperluas untuk memberikan suatu interval dimana
nilai kuantitas yang diukur diperkirakan berada dan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Tuning dan Supriyanto, 2010).

35
BAB III
METODOLOGI

3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah asam nitrat p.a (HNO3 65%) buatan
Merck, asam perklorat p.a (HClO4 70-72%) buatan Merck, sampel barang
tambang, larutan standar nikel 1000 mg/L (CRM), Certified Reference Material
(CRM) nikel (OREAS 193), air suling bebas logam (akuades), dan kertas saring
Whatman no. 42.

3.2 Alat
Peralatan yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Perkin
Elmer Pin AAcle 900F), pipet volume 25 mL dan 5 mL (Iwaki), labu ukur 1000
mL, 250 mL, 100 mL, dan 50 mL (Iwaki), mikro buret 5 mL (Blau Brand),
seperangkat instrumentasi microwave digestion (Analtycal Jena), hot plate, neraca
analitik (Mettler Toledo), corong gelas (Iwaki), pengaduk gelas, gelas piala 250
mL dan 100 mL (Iwaki), pro-pipet, dan botol Cuci.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Pembuatan Larutan Kerja Asam Nitrat (HNO3 0,5 N)
Dipipet sebanyak 34,8712 mL larutan asam nitrat p.a (HNO3 65%) dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, diencerkan dengan akuades kemudian
ditera hingga tanda batas dan diseka dinding leher labu ukur menggunakan kertas
seka serta dihomogenkan. Larutan tersebut memiliki konsentrasi 0,5 N dan
digunakan sebagai larutan kerja pada validasi metode analisis penentuan kadar
nikel dalam sampel barang tambang.

3.3.2 Pembuatan Larutan Induk Nikel 100 mg/L


Sebanyak 10 mL larutan standar Certified Reference Material (CRM) nikel
1000 mg/L dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya
diencerkan dengan larutan HNO3 0,5 N, ditera hingga tanda batas kemudian
diseka dinding leher labu ukur menggunakan kertas seka serta dihomogenkan.
Larutan tersebut memiliki konsentrasi 100 mg/L yang akan digunakan dalam
pembuatan larutan standar nikel 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L.

3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Nikel


Larutan standar nikel dengan konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L dibuat
dengan cara memasukkan larutan induk nikel 100 mg/L yang telah tersedia pada
mikro buret 5 mL ke dalam labu ukur 100 mL. Sehingga diperoleh dalam labu
ukur 100 mL masing-masing 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mL volume larutan induk yang
telah dipindahkan. Selanjutnya ditera dengan larutan HNO3 0,5 N sampai tanda
batas, diseka dinding leher labu ukur dan dihomogenkan. Sehingga hasil akhir
berupa larutan standar nikel dengan variasi konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L.

3.3.4 Penentuan Linieritas


Larutan standar dengan variasi konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L yang
telah dibuat diukur serapannya menggunakan alat spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 232 nm. Data hasil absorbansi dibuat kurva kalibrasi
standar dengan sumbu y sebagai serapan atau absorbansi dan sumbu x sebagai
konsentrasi (mg/L). Sehingga akan diperoleh persamaan garis y = a + bx.

3.3.5 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)


Larutan standar dengan variasi konsentrasi 0 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 dan 5 mg/L yang
telah dibuat diukur serapannya menggunakan alat spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 232 nm. Absorbansi dari standar yang telah diukur
kemudian dibuat kurva kalibrasi standar dengan sumbu y sebagai absorbansi dan
sumbu x sebagai konsentrasi (mg/L). Hasil yang diperoleh kemudian diolah untuk
mendapatkan nilai simpangan baku residual (Sy/x). Hasil simpangan baku
residual tersebut dihitung nilai LOD dan LOQ yaitu 3 kali Sy/x dibagi slope untuk
penentuan LOD dan 10 kali Sy/x dibagi slope untuk penentuan LOQ.

3.3.6 Penetapan Kadar Nikel


Ditimbang sebanyak 0,2 gram sampel uji langsung ke dalam vessel
menggunakan neraca analitik (ditimbang jangan sampai mengenai batas atas dari

37
vessel), ditambahkan 8 mL HNO3 p.a (lakukan dalam lemari asam) dan 5 mL
akuades kemudian didiamkan terlebih dahulu selama 30 menit. Sampel
didestruksi dengan microwave digestion selama 85 menit dengan suhu 270oC
kemudian didinginkan hasil destruksi. Selanjutnya ditambahkan 5 mL HNO3 p.a
dan 3 mL HClO4 p.a ke dalam hasil destruksi pertama. Lakukan kembali destruksi
selama 85 menit dengan suhu 270oC kemudian didinginkan hasil destruksi. Hasil
destruksi disaring dengan kertas saring Whatman 42 (lakukan proses penyaringan
langsung dengan labu ukur 250 mL) dan dibilas vessel sampai benar-benar bersih
dengan akuades (minimal 10 kali bilasan). Setelah itu ditera dengan akuades
hingga tanda batas dan diseka dinding leher labu ukur kemudian dihomogenkan.
Sebanyak 25 mL larutan sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL, diencerkan dengan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan. Larutan
sampel tersebut diukur serapannya menggunakan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 232 nm.

3.3.7 Penentuan Keseksamaan (Presisi)


Pengujian sampel uji dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali, kemudian
diukur kadar nikel seperti tahapan penentuan kadar nikel pada prosedur
sebelumnya. Sampel uji tersebut dibaca nilai serapannya menggunakan alat
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 232 nm. Hasil yang
diperoleh kemudian diolah untuk menentukan nilai SD dan %RSD.

3.3.8 Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM


Penentuan akurasi dilakukan dengan menggunakan CRM seperti langkah
pada penentuan kadar sampel kemudian hasil kadar CRM yang diperoleh dari
analisis dibandingkan dengan kadar sebenarnya dalam sertifikat CRM. Penentuan
akurasi dengan CRM dilakukan tanpa pengulangan.

3.3.9 Uji Pengaruh Destruksi pada Penetapan Kadar Nikel


Uji pengaruh destruksi dilakukan dengan metode destruksi microwave dan
metode destruksi hot plate menggunakan CRM. Penentuan kadar CRM
menggunakan microwave dan hot plate dilakukan hampir sama dengan langkah

38
kerja pada penentuan kadar nikel yaitu jumlah penimbangan sampel dan asam
pendestruksi yang digunakan juga sama serta proses destruksinya dilakukan dalam
dua tahap. Namun, perbedaan pada kedua metode destruksi tersebut adalah pada
wadah yang digunakan untuk destruksi, suhu dan waktu pendestruksian. Destruksi
menggunakan microwave digestion dilakukan dengan cara menimbang sampel
sebanyak 2 gram dalam vessel (ditimbang jangan sampai mengenai batas atas dari
vessel) sedangkan destruksi menggunakan hot plate dilakukan dengan cara
menimbang sampel sebanyak 2 gram dalam erlenmeyer. Langkah selanjutnya
yaitu melakukan destruksi tahap pertama dengan asam nitrat p.a dan untuk
destruksi tahap kedua digunakan asam nirat p.a dan asam perklorat p.a. Destruksi
menggunakan microwave dilakukan pada suhu sebesar 270oC dengan total waktu
selama 2 jam 50 menit dan destruksi menggunakan hot plate dilakukan pada suhu
200oC dengan total waktu selama 6 jam dan diaduk setiap 10 menit sekali.
Destruksi menggunakan microwave dilakukan pada kondisi tertutup sedangkan
destruksi menggunakan hot plate dilakukan dalam kondisi terbuka. Hasil analisis
dibandingkan dengan kadar yang ada dalam sertifikat CRM.

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dengan judul Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel


(Ni) dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Balai Pengujian dan
Identifikasi Barang Tipe B Surabaya bertujuan untuk mengetahui pengaruh
destruksi terhadap penentuan kadar nikel dalam sampel barang tambang dan untuk
mengetahui ketepatan metode uji dalam menentukan kadar nikel yang ada dalam
sampel serta memenuhi syarat keberterimaan dari uji validasi. Metode yang
digunakan mengacu pada SNI 06-6992.6-2004 yang telah dimodifikasi dalam hal
preparasi sampel. Preparasi sampel dalam penelitian dilakukan dengan destruksi
basah tertutup menggunakan microwave digestion. Sehingga perlu dilakukan
validasi metode terlebih dahulu untuk mengetahui ketepatan metode uji dalam
menentukan kadar nikel dalam sampel serta memenuhi syarat keberterimaan dari
uji validasi. Validasi berfungsi untuk evaluasi kinerja suatu metode analisis,
menjamin akurasi dan presisi dari hasil prosedur analisis dan mengurangi resiko
penyimpangan yang dapat terjadi dalam analisis. Tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi uji pengaruh destruksi (metode hot plate dan
microwave) terhadap penentuan kadar nikel, validasi metode analisis dengan
parameter linieritas, presisi, akurasi, LOD, LOQ, dan estimasi ketidakpastian.

4.1 Uji Pengaruh Destruksi pada Penetapan Kadar Nikel


Persiapan sampel merupakan tahap awal pada suatu analisis yang sangat
penting dilakukan karena dapat mempengaruhi hasil akhir dari analisis. Persiapan
atau preparasi sampel yang baik akan memberikan hasil yang baik pula. Preparasi
sampel dalam penelitian dilakukan dengan destruksi basah menggunakan asam
pendestruksi yaitu asam nitrat (HNO3) dan asam perklorat (HClO4). Uji pengaruh
destruksi dalam penelitian dipelajari dengan melakukan tahapan destruksi basah
menggunakan hot plate dan microwave digestion dengan CRM sebagai quality
control (QC). Destruksi basah menggunakan hot plate dilakukan selama 6 jam
(total waktu) dengan suhu sebesar 200oC sedangkan destruksi basah
menggunakan microwave digestion dilakukan selama 2 jam 50 menit (total waktu)
dengan suhu sebesar 270oC. Proses destruksi menggunakan hot plate maupun
microwave digestion masing-masing dilakukan dalam dua tahap destruksi.
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada destruksi basah menggunakan hot
plate yaitu CRM nikel ditimbang sebanyak 0,2 gram dalam wadah terbuka yaitu
erlenmeyer 50 mL kemudian ditambahkan HNO3 p.a. Selanjutnya dilakukan
destruksi CRM di atas hot plate pada suhu 200oC selama 3 jam untuk tahap
pertama. Hasil destruksi tahap pertama yang telah didinginkan kemudian
ditambahkan lagi HNO3 dan HClO4. Setelah itu didestruksi lagi dengan suhu dan
waktu yang sama untuk tahap terakhir. Sehingga diperoleh hasil akhir proses
destruksi berupa larutan berwarna kuning jernih yang kemudian dilakukan
penyaringan menggunakan kertas Whatman 42 dan diencerkan dengan akuades
dalam labu ukur 250 mL sehingga didapatkan kondisi yang ideal untuk
pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom. Menurut Kristianingrum
(2012), kesempurnaan proses destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan
berwarna jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua
konstituen yang ada dalam sampel uji telah larut sempurna atau perombakan
senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa garam
yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan dapat
disimpan selama beberapa hari. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada destruksi
basah menggunakan microwave digestion yaitu hampir sama dengan tahapan pada
destruksi basah menggunakan hot plate namun yang membedakan yaitu pada
suhu, lama waktu dan wadah sampel yang digunakan. Proses destruksi
menggunakan microwave digestion dilakukan pada suhu 270oC selama 85 menit
menggunakan wadah sampel yang tertutup yaitu vessel. Proses destruksi
menggunakan hot plate dilakukan sebanyak dua kali pengulangan sedangkan pada
destruksi menggunakan microwave digestion dilakukan tanpa pengulangan.
Pengambilan keputusan atau keberhasilan pada proses destruksi dapat
ditinjau dengan membandingkan kadar CRM dari hasil analisis dengan nilai kadar
CRM yang terdapat dalam sertifikat. Adapun hasil pengukuran yang diperoleh

41
dari destruksi basah menggunakan hot plate dan microwave digestion dapat dilihat
pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perbandingan Kadar CRM Hasil Destruksi


Kadar CRM Kadar CRM
Tipe Destruksi Massa (g) Absorbansi
(%) Sertifikat (%)
Hot Plate 0,2007 0,01339 1,47 1,91± 0,033
0,2008 0,01364 1,50 1,91± 0,033
Rata-rata 1,49 1,91± 0,033
Microwave digestion 0,2102 0,02069 1,76 1,91± 0,033

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa proses destruksi yang dilakukan


dengan hot plate dan microwave digestion memberikan nilai kadar CRM yang
berbeda. Hasil destruksi basah menggunakan hot plate diperoleh kadar rata-rata
CRM sebesar 1,49% sedangkan destruksi basah menggunakan microwave
digestion sebesar 1,76%. Selanjutnya kadar yang diperoleh dari hasil analisis
dibandingkan dengan nilai kadar sebenarnya dari CRM yang terdapat dalam
sertifikat yaitu sebesar 1,91% ± 0,033. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa
nilai kadar yang diperoleh dari kedua proses destruksi tidak memenuhi nilai kadar
CRM yang terdapat dalam sertifikat. Namun, jika ditinjau dari perolehan kadar
CRM antara kedua metode destruksi yang menunjukkan bahwa nilai kadar CRM
yang diperoleh dari destruksi menggunakan microwave digestion lebih besar
dibandingkan dengan perolehan kadar dari metode destruksi dengan hot plate.
Perbedaan nilai kadar CRM yang diperoleh dari kedua proses destruksi
dapat dipengaruhi oleh sensitivitas alat yang digunakan dalam pengukuran kadar
CRM yaitu pada sertifikat pengukuran kadar CRM dilakukan dengan ICP-OES
sedangkan dalam penelitian menggunakan spektrofotometer serapan atom. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi ketidaksesuain hasil akhir yaitu dalam preparasi
sampel. Preparasi sampel yang dilakukan pada uji pengaruh destruksi tidak
menggunakan suhu maupun waktu optimum dari kedua metode tersebut dalam
mendestruksi CRM nikel. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk
(2013) mengenai optimasi metode penentuan kadar logam tembaga (Cu) dan
timbal (Pb) dalam gula pasir secara spektrofotometri serapan atom dengan

42
destruksi microwave digestion menunjukkan bahwa suhu memiliki pengaruh yang
besar terhadap hasil destruksi sedangkan waktu memberikan pengaruh yang kecil
terhadap hasil destruksi yang berupa kadar tembaga dan timbal setelah
pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom. Waktu memberikan
pengaruh yang kecil karena dari hasil percobaan menunjukkan perolehan kadar
dari waktu awal yang divariasi sampai waktu akhir memberikan perolehan kadar
yang konstan. Penelitian oleh Dewi dkk (2013) dilakukan dengan cara
mendestruksi sampel gula pasir menggunakan microwave digestion serta
digunakan HNO3 pekat sebagai asam pendestruksinya. Proses destruksi sampel
dilakukan dengan variasi suhu yaitu 160oC, 180oC dan 200oC sedangkan variasi
waktunya yaitu 10, 15, 20 dan 30 menit. Penentuan suhu dan waktu terbaik
destruksi basah menggunakan microwave digestion ditinjau dari kadar logam baik
tembaga (Cu) atau timbal (Pb) yang terbaca paling tinggi. Hasil penelitian dapat
diketahui bahwa suhu terbaik untuk destruksi logam Cu yaitu 200oC dan waktu
terbaik destruksi yang diperoleh yaitu 15 menit sedangkan suhu terbaik untuk
destruksi logam Pb yaitu 180oC karena besarnya kadar Pb konstan pada suhu
200oC serta untuk waktu terbaik diperoleh yaitu 10 menit karena kadar yang
dihasilkan konstan dari waktu 10 menit hingga 30 menit destruksi. Sehingga dapat
disimpulkan semakin tinggi suhu yang digunakan maka kadar logam yang
dihasilkan juga semakin besar, sedangkan lama waktu dari proses destruksi
berhubungan dengan massa sampel yang didestruksi yaitu semakin banyak sampel
yang didestruksi maka waktu yang dibutuhkan juga semakin lama.
Selain itu, perbedaan nilai kadar CRM yang diperoleh juga dapat
dipengaruhi oleh kondisi destruksi yaitu pada destruksi menggunakan hot plate
dilakukan dalam kondisi wadah terbuka dengan suhu 200oC yang memungkinkan
asam nitrat pekat dan asam perklorat pekat yang digunakan sebagai asam
pendestruksi dapat menguap karena suhu yang digunakan pada proses destruksi
melebihi dari titik didih HNO3 dan HClO4 pekat yaitu sebesar 121oC dan 198,7oC.
Sehingga dengan adanya penguapan tersebut dapat mempengaruhi hasil akhir
kadar CRM yang diperoleh karena CRM nikel tidak terdestruksi secara maksimal

43
selama proses destruksi berlangsung. Adapun destruksi menggunakan microwave
digestion dilakukan dalam kondisi wadah tertutup dengan suhu 270oC sehingga
asam nitrat dan asam perklorat pekat yang digunakan sebagai asam pendestruksi
tidak dikhawatirkan menguap selama proses destruksi berlangsung walaupun suhu
yang digunakan melebihi titik didih dari kedua asam pendestruksi tersebut.
Berdasarkan perbandingan perolehan kadar CRM dari kedua metode destruksi
tersebut dapat dikatakan bahwa preparasi sampel penelitian dengan metode
destruksi microwave digestion lebih baik dibandingkan dengan metode destruksi
hot plate. Sehingga metode destruksi microwave digestion merupakan metode
yang tepat digunakan untuk preparasi sampel pada penelitian kadar nikel. Hal
tersebut juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dimpe dkk
(2015) yang menunjukkan bahwa preparasi sampel analisis dengan metode
destruksi microwave digestion lebih baik dibandingkan dengan preparasi sampel
dengan metode destruksi hot plate.

4.2 Penetapan Kadar Nikel


Penetapan kadar nikel dilakukan dengan cara mengukur larutan sampel
dengan sepktrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 232 nm dengan
pengulangan sebanyak 5 kali. Penetapan kadar ini bertujuan untuk menjamin mutu
dari sampel dan untuk mengetahui apakah kadar nikel dalam sampel memenuhi
batasan kadar yang telah ditetapkan oleh Permendag No. 01 tahun 2017 mengenai
perijinan ekspor nikel. Langkah awal sebelum melakukan pengukuran nikel
menggunakan spektrofotometer serapan atom adalah preparasi sampel terlebih
dahulu agar diperoleh sampel dalam bentuk larutan. Preparasi sampel dalam
penelitian dilakukan dengan teknik destruksi basah tertutup menggunakan
microwave digestion sesuai dengan hasil uji pengaruh destruksi yang
menunjukkan bahwa proses destruksi menggunakan microwave digestion lebih
baik dibandingkan destruksi basah menggunakan hot plate. Destruksi merupakan
suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat
dianalisis (Kristianingrum, 2012). Metode destruksi microwave memiliki
beberapa keunggulan antara lain fleksibel, kualitas destruksi tinggi, tidak ada

44
unsur-unsur volatil yang hilang pada proses pendestruksian, waktu yang
dibutuhkan singkat dan meminimalkan kontaminan (Riyanto, 2016).
Asam pendestruksi yang digunakan dalam penetapan kadar nikel dengan
destruksi microwave yaitu HNO3 dan HClO4. Penggunaan asam nitrat sebagai
asam pendestruksi dikarenakan asam nitrat berfungsi sebagai agen pengoksidasi
utama dan juga dilihat dari sifat kimia nikel (Ni) yang dapat larut dengan baik
dalam asam nitrat. Sedangkan asam perklorat juga berfungsi sebagai pengoksidasi
dan untuk meningkatkan kekuatan asam dari larutan sehingga dengan campuran
kedua asam ini mampu mendekomposisi matriks organik yang terdapat pada
sampel dengan baik dan akan diperoleh hasil akhir yang lebih optimal yaitu
berupa analit yang akan diukur. Proses destruksi dilakukan dalam dua tahap
dengan suhu dan waktu yang sama yaitu 270 oC selama 85 menit. Tahap pertama
ditambahkan asam nitrat ke dalam sampel dan untuk tahap kedua ditambahkan
asam nitrat dan juga asam perklorat. Asam nitrat merupakan asam yang paling
sering digunakan dalam proses destruksi basah dibandingkan dengan beberapa
asam atau campuran asam lain yang dapat digunakan untuk destruksi basah karena
asam nitrat mampu melarutkan semua logam dengan baik kecuali emas (Au) dan
platina (Pt) (Svehla, 1990). Adapun reaksi yang terjadi antara sampel dengan
asam pendestruksi yaitu HNO3 dan HClO4 selama proses destruksi adalah sebagai
berikut:

Ni(CH2O)2 (s) + 4HNO3 (l) + HClO4 (l) Ni(NO3)2 (aq) + 2CO2 (g) + 2NO2 (g) +
4H2O (l) + HClO3 (l) ...........................................................................................4.1
Ni(NO3)2 (aq) Ni2+ (aq) + 2NO33- (aq) ...........................................................4.2
(Wulandari dan Sukesi, 2013)

Reaksi yang dihasilkan dari persamaan 4.1 dan 4.2 menunjukkan bahwa
bahan organik yang dimisalkan sebagai (CH2O)2 didekomposisi (oksidasi) oleh
asam nitrat dan asam perklorat menghasilkan gas CO2 dan gas NO2 yang berwarna
kecoklatan, gas NO2 merupakan hasil samping dari proses destruksi menggunakan
asam nitrat yang dapat meningkatkan tekanan pada proses destruksi. Adanya gas
NO2 mengindikasikan bahwa bahan organik telah dioksidasi asam nitrat

45
(Wulandari dan Sukesi, 2013). Akibat dekomposisi bahan organik oleh asam
nitrat dan asam perklorat, logam Ni yang diteliti terlepas dari ikatannya dengan
bahan organik, kemudian diubah ke dalam bentuk garamnya menjadi Ni(NO3)2
yang mudah larut dalam air. Titik didih dari logam nikel (Ni) sebesar 2.730oC,
maka dengan suhu destruksi sebesar 270oC bisa dipastikan bahwa logam Ni masih
terdapat di dalam sampel hasil destruksi atau tidak menguap selama proses
destruksi. Logam Ni yang telah membentuk Ni(NO3)2 selanjutnya terurai menjadi
Ni2+ dan 2NO3-, dalam keadaan Ni2+ inilah logam nikel dalam sampel kemudian
diukur menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Setelah semua bahan organik terdekomposisi sempurna dan proses destruksi
telah berakhir yang ditandai dengan larutan hasil akhir destruksi yang berwarna
kuning jernih maka selanjutnya larutan hasil destruksi tersebut didinginkan
terlebih dahulu hingga suhu ruang. Kemudian larutan hasil destruksi disaring
menggunakan kertas saring Whatman 42 dalam labu ukur 250 mL yang
selanjutnya diencerkan dengan akuades sampai tanda batas. Larutan yang telah
diencerkan kemudian diukur absorbansinya (serapan) menggunakan instrumen
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 232 nm sesuai dengan
SNI 06-6992.6-2004 tentang cara uji nikel. Pengukuran serapan larutan sampel
pada panjang gelombang 232 nm dikarenakan pada daerah panjang gelombang
tersebut akan diperoleh serapan maksimal dari larutan sampel yang diukur. Hasil
yang diperoleh dari pengukuran kadar nikel dalam sampel dengan metode
destruksi microwave dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Nikel dengan Microwave


Pengulangan Absorbansi Kadar Sampel (%)
1 0,01687 1,43
2 0,01773 1,49
3 0,01669 1,41
4 0,01724 1,46
5 0,01667 1,41
Rata-rata 1,441

46
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai perolehan kadar rata-rata
nikel dalam sampel dengan lima kali pengulangan yaitu sebesar 1,441%. Menurut
Permendag No. 01 Tahun 2017 mengenai kebijakan ekspor produk pertambangan
hasil pengolahan dan pemurnian yang menyatakan bahwa besarnya kadar nikel
yang boleh diekspor setelah pengolahan dan pemurnian adalah sebesar < 1,7%.
Sehingga kadar yang diperoleh dari hasil penelitian memenuhi batasan yang telah
ditetapkan terkait perijinan ekspor nikel.

4.3 Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel


4.3.1 Penentuan Linieritas
Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk
memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam sampel
pada kisaran konsentrasi tertentu (Ermer dan Miller, 2005). Hal ini dapat
dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standar
yang telah diketahui konsentrasinya. Penentuan linieritas dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara menganalisis serangkaian konsentrasi larutan standar nikel
yang telah dibuat dari larutan induk dengan variasi konsentrasi yaitu 0 ; 1 ; 2 ; 3 ;
4 ; dan 5 ppm kemudian diukur masing-masing serapannya (absorbansi) pada
panjang gelombang 232 nm yang dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.
Pengukuran absorbansi larutan standar nikel pada panjang gelombang 232 nm
dikarenakan pada daerah panjang gelombang tersebut akan diperoleh titik serapan
maksimal untuk setiap larutan standar nikel yang diukur.
Kurva kalibrasi nikel yang diperoleh digunakan sebagai acuan untuk
penentuan kadar nikel dalam sampel uji menggunakan spektrofotometer serapan
atom. Larutan standar nikel yang digunakan untuk penentuan kurva kalibrasi
tersebut dibuat dengan konsentrasi yang kecil dengan tujuan agar memenuhi
Hukum Lambert-Beer. Metode kurva kalibrasi ini memudahkan dalam
menganalisis sampel karena memiliki rentang konsentrasi yang cukup banyak
untuk menentukan konsentrasi suatu analit atau senyawa dalam sampel. Nilai
absorbansi larutan standar nikel pada berbagai konsentrasi yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 4.3.

47
Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Standar Nikel
No Konsentrasi (ppm) Abs (1) Abs (2) Abs (3) Rata-rata
1 0 -0,0009 -0,0008 0,0001 -0,00053
2 1 0,0064 0,0062 0,0061 0,00623
3 2 0,0134 0,0103 0,0115 0,01173
4 3 0,0161 0,0167 0,0179 0,01690
5 4 0,0232 0,0217 0,0218 0,02223
6 5 0,0282 0,0269 0,0264 0,02717

Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengukuran bahwa semakin besar konsentrasi


larutan standar nikel yang diukur maka semakin besar pula absorbansi yang
diperoleh. Hal tersebut dikarenakan pada konsentrasi yang semakin tinggi, tingkat
kepekatan unsur nikel juga semakin tinggi. Selain itu, Hukum Lambert-Beer
menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi suatu sampel tertentu akan mengubah
absorbansi pada tiap panjang gelombang dengan suatu faktor yang konstan
(Skoog dan West, 1971). Pembuatan kurva kalibrasi standar dilakukan dengan
memplot konsentrasi larutan standar nikel sebagai sumbu x dan absorbansi
sebagai sumbu y, kemudian titik tersebut dihubungkan dengan garis lurus. Berikut
merupakan kurva kalibrasi standar nikel yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

0,030
0,025
0,020
0,015
Absorbansi

0,010 y = 0,0055x + 0,0003


0,005 R² = 0,9973
0,000
-0,005 0 1 2 3 4 5 6
-0,010
Konsentrasi Nikel (ppm)
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Larutan Standar
Nikel dengan Absorbansi

Kurva pada Gambar 4.1 dapat dikatakan linier jika nilai koefisien
determinasi yang diperoleh telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Menurut BSN (2004) tentang uji kadar nikel dalam sedimen, mengatakan bahwa

48
suatu metode analisis memiliki linieritas yang baik apabila nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh dari kurva kalibrasi adalah ≥ 0,99. Berdasarkan
hasil pengukuran serapan larutan standar nikel dengan berbagai konsentrasi
tersebut memberikan persamaan linier y = 0,0055x + 0,0003 dengan nilai
koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,9973 dan nilai koefisien
korelasinya (R) adalah sebesar 0,9986. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh
memenuhi syarat keberterimaan dari linieritas. Sehingga metode analisis tersebut
memiliki linieritas yang baik dan persamaan garis tersebut dapat digunakan untuk
menentukan validasi metode penentuan kadar nikel dengan spektrofotometer
serapan atom.

4.3.2 Penentuan Keseksamaan (Presisi)


Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen. Nilai presisi dihitung menggunakan standar deviasi (SD) untuk
menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD) atau Coeficient Variation
(CV). Hasil penentuan presisi pada pengujian kadar nikel dalam sampel dapat
dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Presisi Nikel


Pengulangan Absorbansi Konsentrasi(mg/L) 𝐱𝐢 − 𝐱̅ (𝐱𝐢 − 𝐱̅)𝟐

1 0,01687 3,01273 -0,03091 0,00096


2 0,01773 3,16909 0,12545 0,01574
3 0,01669 2,98000 -0,06364 0,00405
4 0,01724 3,08000 0,03636 0,00132
5 0,01667 2,97636 -0,06727 0,00453
̅𝐱 3,04364
∑(𝐱 − 𝐱̅)² 0,02659
SD 0,08153
%RSD 2,68%
CV Horwitz 3,79%

49
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai %RSD yang diperoleh
sebesar 2,68%. Nilai %RSD yang diperoleh dari pengujian melebihi dari 2% maka
untuk mengetahui tingkat ketelitian (presisi) dari metode yang digunakan dalam
penetapan kadar nikel yaitu dilakukan dengan cara membandingkan nilai %RSD
terhitung dengan nilai CV Horwitz. Metode analisis dapat dikatakan memiliki
tingkat presisi yang baik apabila nilai %RSD yang terhitung dari pengulangan
contoh kurang dari nilai CV Horwitz terhitung (Riyanto, 2014). Hasil
perbandingan menunjukkan bahwa nilai %RSD terhitung kurang dari CV Horwitz
yaitu 2,68% < 3,79%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang
digunakan pada penentuan kadar nikel memiliki tingkat presisi yang baik karena
telah memenuhi syarat keberterimaan dari presisi yang telah ditetapkan. Nilai
presisi dapat memberikan informasi bahwa metode ini dapat digunakan sebagai
metode tetap yang digunakan untuk pengujian pada suatu laboratorium (Harmita,
2004).

4.3.3 Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM


Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang
diperoleh dengan prosedur tersebut dari nilai yang sebenarnya. Akurasi
merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis (Rohman, 2007). Uji akurasi sangat
baik dilakukan dengan menggunakan Certified Refference Material (CRM) karena
CRM mempunyai nilai tertelusur sampai ke Satuan Internasional (SI) dan dapat
dijadikan sebagai nilai acuan (refference value) untuk nilai yang sebenarnya.
Apabila CRM tidak tersedia maka dapat menggunakan bahan yang mirip contoh
uji yang diperkaya dengan analit yang kemurniannya tinggi atau disebut metode
adisi standar (Riyanto, 2014). Penentuan akurasi pada penelitian kadar nikel
dilakukan dengan menggunakan CRM tanpa adanya pengulangan.
Certified Reference Material diartikan sebagai bahan atau zat yang memiliki
sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil, yang telah ditetapkan dengan
prosedur yang valid untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam
pengujian suatu contoh dan disertai dengan suatu sertifikat yang memberikan nilai
dan ketidakpastian bagi sifat tersebut serta pernyataan ketertelusurannya (Dara,

50
2010). Pemilihan bahan acuan bersertifikat sebagai jaminan mutu pengujian,
disyaratkan harus mempunyai matriks yang mirip atau hampir sama dengan
matriks contoh yaitu homogen, stabil dan mempunyai nilai yang tertelusur ke SI.
Bahan CRM yang digunakan dalam penelitian yaitu OREAS 193 yang dilengkapi
dengan sertifikat analisis yang melaporkan hasil karakterisasi serta menyediakan
informasi mengenai penggunaan materialnya yang tepat. Hasil penentuan akurasi
menggunakan CRM dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Penentuan Akurasi dengan CRM


Absorbansi Kadar CRM Kadar CRM Sertifikat

0,02153
0,02077 1,76% 1,91% ± 0,033
0,01977
𝐱̅ = 0,02069

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai kadar CRM yang diperoleh dari
penentuan akurasi adalah sebesar 1,76%. Sedangkan kadar CRM dalam sertifikat
adalah sebesar 1,91% ± 0,033. Menurut BSN (2004) tentang uji kadar nikel dalam
sedimen, menjelaskan bahwa pengambilan keputusan terkait penentuan akurasi
menggunakan CRM yaitu disesuaikan dengan kriteria yang terdapat dalam
sertifikat CRM. Suatu metode analisis dapat dikatakan memiliki tingkat akurasi
yang baik apabila nilai kadar yang diperoleh dari analisis memenuhi rentang
keberterimaan dari nilai kadar CRM dalam sertifikat yaitu sebesar 1,91% ± 0,033.
Nilai kadar CRM yang diperoleh dari hasil analisis tidak masuk dalam rentang
keberterimaan dari nilai kadar CRM dalam sertifikat sehingga dapat dikatakan
bahwa metode analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki tingkat akurasi
yang kurang baik.

4.3.4 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)


Setelah mendapatkan kurva kalibrasi yang memenuhi persyaratan analisis
regresi linier y = 0,0055x + 0,0003, selanjutnya data yang diperoleh dari
konsentrasi setiap analit yang memberikan absorbansi berbeda diolah untuk

51
menentukan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ). LOD
atau batas deteksi merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil analit dalam sampel
yang dapat dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya,
sedangkan LOQ atau batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel
yang dapat ditentukan secara kuantitatif pada tingkat ketelitian dan ketepatan yang
baik. Hasil dari penentuan nilai Limit of Detection dan Limit of Quantitation dapat
dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Nilai LOD dan LOQ


Konsentrasi (mg/L) Absorbansi (𝐲) 𝐲𝐢 𝐲 − 𝐲𝐢 (𝐲 − 𝐲𝐢 )²
0 -0,00053 0,00030 -0,00083 6,889.10-7
1 0,00623 0,00580 0,00043 1,849.10-7
2 0,01173 0,01130 0,00043 1,849.10-7
3 0,01690 0,01680 0,00010 1.10-8
4 0,02223 0,02230 -0,00007 4,9.10-9
5 0,02717 0,02780 -0,00063 3,969.10-7
∑(𝐲 − 𝐲𝐢 )² 1,4705. 10-6
LOD 0,3307 mg/L
LOQ 1,1024 mg/L

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa nilai LOD yang diperoleh
yaitu sebesar 0,3307 mg/L yang artinya pada konsentrasi tersebut masih dapat
dilakukan pengukuran sampel yang memberikan hasil ketelitian suatu alat
berdasarkan tingkat akurasi individual hasil analisis. Adapun nilai LOQ yang
diperoleh yaitu sebesar 1,1024 mg/L yang artinya pada konsentrasi tersebut bila
dilakukan pengukuran masih dapat memberikan kecermatan analisis.

4.3.5 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel


Ketidakpastian adalah suatu parameter yang menetapkan rentang nilai yang
di dalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur itu berada. Ketidakpastian
memadukan semua kesalahan yang diketahui menjadi suatu rentang tunggal
(Tuning dan Supriyanto, 2010). Pengukuran nilai ketidakpastian bertujuan untuk
mengetahui dan memastikan bahwa hasil validasi metode penetapan kadar nikel

52
menggunakan spektrofotometer serapan atom dapat dipertanggungjawabkan
keakuratannya dan metode yang digunakan dapat memberikan hasil yang valid.
Tahapan-tahapan dalam penentuan ketidakpastian pengukuran kadar nikel
adalah membuat prosedur kerja, menentukan rumus penentuan kadar, membuat
diagram tulang ikan, menghitung ketidakpastian baku dan menentukan
ketidakpastian diperluas. Diagram tulang ikan dari sumber ketidakpastian dapat
disajikan melalui Gambar 4.2.

C.Regresi Volume Sampel Presisi

Kal.Buret Kurva Kalibrasi Kal. Labu ukur


Buret 5 mL SD
F.Muia
F.Muai CRM

Kadar Nikel (%)

Kal. Labu Kal.Pipet Presisi


Labu ukur Pipet volume Kal. Neraca
SD
F.Muai F.Muai

Faktor Pengenceran Massa Sampel

Gambar 4.2 Diagram Tulang Ikan Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa sumber ketidakpastian


dalam pengukuran kadar nikel yaitu konsentrasi regresi yang dipengaruhi oleh
kurva kalibrasi, mikro buret 5 mL, dan kemurnian larutan CRM nikel 1000 mg/L,
volume sampel yang dipengaruhi labu ukur 250 mL, presisi, faktor pengenceran
yang dipengaruhi oleh pipet volume 25 mL dan labu ukur 100 mL serta massa
sampel yang dipengaruhi oleh neraca analitik. Penentuan nilai ketidakpastian hasil
pengujian secara keseluruhan dapat diperoleh dengan menentukan ketidakpastian
gabungan. Penentuan ketidakpastian gabungan tersebut ditentukan setelah
penentuan ketidakpastian baku dari semua sumber penyumbang ketidakpastian
yang berpengaruh menggunakan rumus atau persamaan yang sesuai dalam
perhitungan hasil pengukuran. Hasil penentuan estimasi ketidakpastian
pengukuran kadar nikel dapat dilihat pada Tabel 4.7.

53
Tabel 4.7 Ketidakpastian Gabungan Pengukuran Kadar Nikel
Sumber
Nilai (x) Satuan µ(x) µ(x)/x (µx/x)2
Ketidakpastian (µ)
Kurva Kalibrasi 3,04364 mg/L 0,03364 0,01105 1,2216.10-4
Kemurnian CRM 1000 mg/L 2 0,0020 4.10-6
Buret 5 mL 5,0847.10-3 1,0169.10-3 1,0342.10-6
Volume Sampel 250 mL 0,16346 6,5384.10-4 4,2751.10-7
Pipet Volume 25 mL 0,02512 1,0048.10-3 1,0096.10-6
Labu Ukur 100 mL 0,10089 1,0089.10-3 1,0179.10-6
Massa Sampel 211,18 mg 3,3153.10-4 1,5699.10-6 2,4646.10-12
Presisi 1 0,03646 0,03646 1,3293.10-3
∑(µ 𝐱/𝐱 )𝟐 = 𝟏, 𝟒𝟓𝟗𝟎. 𝟏𝟎−𝟑
Keterangan:
µ(x) = ketidakpastian baku
µ(x)/x = ketidakpastian standar relatif

Tabel 4.7 menunjukkan perolehan besarnya ketidakpastian baku dan


ketidakpastian standar relatif yang kemudian diintrapolasikan kedalam persamaan
yang dipakai untuk menentukan besarnya ketidakpastian gabungan dan dikalikan
dengan kadar nikel yang didapatkan dari hasil analisis. Ketidakpastian standar
relatif (µx/x) merupakan nilai yang diperoleh dari ketidakpastian baku masing-
masing sumber ketidakpastian dibagi dengan nilai yang diukur, misalkan pada
analisis digunakan buret 5 mL, maka nilai ketidakpastian standar relatif ditentukan
dengan nilai ketidakpastian baku dibagi dengan 5 mL. Adapun hasil yang
diperoleh pada penentuan ketidakpastian gabungan dari analisis yaitu sebesar
0,0550%. Berdasarkan ketidakpastian gabungan tersebut dapat ditentukan nilai
ketidakpastian diperluas dengan menggunakan nilai ketidakpastian gabungan
dikali dengan faktor cakupan (k) dan karena menggunakan tingkat kepercayaan
95% maka nilai faktor cakupan yang digunakan dalam perhitungan ketidakpastian
diperluas adalah 1,96 atau dibulatkan menjadi 2. Sehingga hasil akhir dari
penentuan nilai ketidakpastian diperluas sebesar 0,1101%. Pelaporan akhir dari
penentuan kadar nikel dalam sampel uji adalah 1,441 ± 0,1101%. Nilai
ketidakpastian dari pengukuran menunjukkan besarnya tingkat kesalahan yang

54
terjadi dalam validasi metode penentuan kadar nikel dalam sampel dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Penentuan kontribusi terbesar yang mempengaruhi nilai ketidakpastian
pengukuran perlu dilakukan untuk mengetahui variabel yang memiliki pengaruh
terbesar dalam penentuan estimasi ketidakpastian. Perhitungan kontribusi tersebut
dapat ditentukan dengan hasil kuadrat ketidakpastian standar relatif dibagi dengan
jumlah kuadrat ketidakpastian standar relatif dari masing-masing sumber
ketidakpastian kemudian dikalikan 100%. Diagram kontribusi penyumbang
ketidakpastian pengukuran pada validasi metode penetapan kadar nikel dengan
spektrofotometer serapan atom (SSA) dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Presisi 91,114%
Massa Sampel 0,000%
Labu Ukur 0,070%
Pipet Volume 0,069%
Volume Sampel 0,029%
Buret 0,071%
Kemurnian CRM 0,274%
Kurva Kalibrasi 8,373%

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persentase

Gambar 4.3 Diagram Kontribusi Penyumbang Ketidakpastian Pengukuran


Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa variabel yang paling besar
menyumbang ketidakpastian pada validasi metode penetapan kadar nikel dengan
spektrofotometer serapan atom adalah presisi pengujian dengan persentase sebesar
91,114%, sedangkan variabel yang paling kecil menyumbang ketidakpastian yaitu
massa sampel dengan persentase sebesar 0,00%. Presisi pengujian memberikan
kontribusi terbesar sebagai penyumbang ketidakpastian pengukuran kadar nikel
dalam penelitian karena dipengaruhi oleh faktor preparasi sampel yaitu kurangnya
optimasi suhu dan waktu terbaik untuk proses destruksi sampel uji sebelum
dilakukan pengukuran kadar nikel menggunakan spektrofotometer serapan atom.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi dkk (2013)

55
mengenai optimasi metode penentuan kadar logam tembaga (Cu) dan timbal (Pb)
dalam gula pasir secara spektrofotometri serapan atom dengan destruksi
microwave digestion yang menunjukkan bahwa suhu dan waktu berpengaruh
terhadap hasil akhir dari proses destruksi. Sehingga dengan penggunaan suhu dan
waktu yang optimal dalam proses destruksi maka akan memberikan hasil yang
lebih baik atau lebih optimal juga.

56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Hasil uji pengaruh destruksi menggunakan perbandingan nilai kadar CRM
hasil analisis dengan kadar CRM yang terdapat dalam sertifikat menunjukkan
bahwa destruksi menggunakan microwave digestion lebih baik dibandingkan
destruksi menggunakan hot plate. Hal ini dibuktikan dengan nilai kadar CRM
yang diperoleh dari destruksi microwave digestion lebih besar dibandingkan
dengan perolehan kadar CRM dari destruksi hot plate yaitu hasil destruksi
microwave digestion diperoleh kadar CRM sebesar 1,76% sedangkan
destruksi dengan hot plate diperoleh kadar CRM sebesar 1,49%.
2. Hasil validasi metode penetapan kadar nikel menggunakan spektrofotometer
serapan atom dengan parameter linieritas, presisi, akurasi, LOD, LOQ dan
estimasi ketidakpastian diperoleh nilai masing-masing yaitu linieritas sebesar
0,9973, nilai presisi (%RSD) sebesar 2,68%, akurasi sebagai perbandingan
kadar sebesar 1,76%, LOD 0,3307 mg/L, LOQ 1,1024 mg/L dan diperoleh
nilai estimasi ketidakpatian pengukuran kadar nikel sebesar 0,1101%.
Sehingga pelaporan akhir kadar nikel yang diperoleh dari pengujian yaitu
1,441 ± 0,1101%. Secara keseluruhan validasi metode analisis penetapan
kadar nikel dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan hasil yang
kurang baik karena salah satu parameter validasi yang diujikan yaitu akurasi
tidak memenuhi standar keberterimaan validasi metode yang telah ditetapkan.
Sehingga metode yang digunakan dalam analisis tidak dapat dipakai untuk
pengujian rutin kadar nikel di laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi
Barang Tipe B Surabaya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian validasi metode analisis penetapan kadar nikel
dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) di Balai Pengujian dan Identifikasi
Barang Tipe B Surabaya, maka penulis menyarankan bahwa perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai variasi suhu dan variasi waktu optimum untuk
proses destruksi dengan microwave dan validasi nikel sebaiknya dilakukan dengan
variasi destruksi seperti destruksi kering atau destruksi menggunakan refluks
untuk mengetahui metode destruksi yang paling efektif dan akurat dalam
penentuan kadar nikel pada sampel barang tambang. Selain itu perlunya dilakukan
penelitian lain terkait metode penentuan akurasi selain menggunakan CRM serta
lebih cermat dan teliti dalam melakukan pengujian dilaboratorium supaya
meminimalkan rentang kesalahan yang relatif besar pada hasil pengujian.

58
DAFTAR PUSTAKA

BSN, 2004, SNI 06-6992.6-2004 Cara Uji NIkel (Ni) Secara Destruksi Asam
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.

Cantle, J., 1982, Atomic Absorption Spectrometry, Netherland: Elsevier Scientific


Publishing.

Dara, F., 2010, Bahan Acuan (Reference Material), Pusat Penelitian Kimia,
tersedia di http://www.kimia.lipi.go.id/news/read/bahan-acuan-reference-
material, diakses pada tanggal 19 April 2018.

Day, R.,A., dan Underwood, A.,L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif , Edisi
Keenam, diterjemahkan oleh: Iis Sopyan, Jakarta: Erlangga.

Dewi, D. C., Fauziyah, B., Suryadinata, A., Annisa, D., dan Afifah, N., 2013,
Optimasi Metode Penentuan Kadar Logam Tembaga dan Timbal dalam
Gula Pasir Secara Spektrofotometri Serapan Atom dengan Destruksi
Microwave Digestion, ALCHEMY, 2 (2), 118-125.

Dimpe, M., 2012, Sample Preparation Techniques for Determination of Total


Metal Content in Wastewater Treatment Plants in Gauteng Province,
Laporan Disertasi, Fakultas Sains, Johannesburg: Universitas
Johannesburg.

DJBC, 2013, Ekspor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan,
tersedia di http://www.beacukai.go.id/arsip/pab/ekspor.html., diakses pada
tanggal 01 April 2018.

Ermer, J., dan Miller, J.H.McB, 2005, Method Validation in Pharmaceutical


Analysis, A Giude to Best Practice, Weinheim: Wiley-VchVerlag GmbH
dan Co. KgaA.

Fathurrahmi, 2012, Analysis of Mineral Contents Ca, Mg, Fe, and Na in Natural
Bentonite Clay, Jurnal Natural, 1 (12), 32-36.

Gandjar, G.H., dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya,


Majalah Ilmu Kefarmasian, 1 (3), 117-135.

Haryadi, H., 2017, Analisis Neraca Sumber Daya Pasir Besi dan Bijih Nikel
Indonesia, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 13 (2), 153-169.

59
International Conference on Harmonization (ICH), 2005, Validation of Analytical
Procedures: Text and Methodology Q2(R1), tersedia di http://www.ich.org,
diakses pada tanggal 12 April 2018.

Kementerian ESDM, 2012, Kajian Supply Demand Mineral, Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, diterjemahkan oleh: A.


Saptorahardjo, Jakarta: UI Press.

Kristianingrum, S., 2012, Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya,
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, 2 Juni
2012, Yogyakarta: Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, K-196 -
K-198.

Levinson, R., 2001, More Modern Chemical Techniques, London: The Royal
Society of Chemistry.

Mayangsari, W., dan Prasetyo, A. B., 2016, Proses Reduksi Selektif Bijih Nikel
Limonit Menggunakan Zat Aditif CaSO4, Metalurgi, 1 (31), 8-18, tersedia
di www.ejurnalmaterialmetalurgi.com.

Mulja, M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Surabaya: Airlangga


University Press.

Purba, R.., 1983, Pengetahuan Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jakarta:


Pustaka Dian.

Reid, H. J., 1994, Chemical Studies of the Degree of Decomposition and


Dissolution in Microwave Digests, Laporan Disertasi, Britania Raya:
Universitas Loughborough.

Republik Indonesia, 2017, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia


Nomor 01 Tahun 2017 Tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan
Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun


2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.

Republik Indonesia, 1980, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27


Tahun 1980 Tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian, Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.

60
Riyanto, 2014, Validasi dan Verivikasi Metode Uji, Yogyakarta: Deepublish.

Riyanto, 2016, Kimia Analisis Instrumental Modern, Yogyakarta: Universitas


Islam Indonesia.

Rufaida, A. D., dan waldjinah, 2012, Kimia untuk SMA/MA, Klaten: PT Intan
Pariwara.

Satriawan, G., 2015, Kebijakan Indonesia dalam Melarang Ekspor Mineral


Mentah Tahun 2009-2014 (Studi Kasus: Larangan Ekspor Mineral Mentah
Nikel ke Tiongkok), Jom FISIP, 2 (2), 1-5.

Skoog, D., dan West, D., 1971, Principles of Instrumental Analysis, New York:
Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Supriyanto, C., dan Kamal, Z., 2006, Penentuan Kadar Cu, Fe, Zn dalam Tanah,
Tanaman Teh, Daun Teh dan Minuman Teh, GANENDRA, 1 (IX), 25-28.

Supriyanto, C., dan Purwanto, A., 2010, Validasi Metode Spektrometri Serapan
Atom pada Analisis Logam Berat Cr, Cu, Cd, Fe, Pb, Zn dan Ni dalam
Contoh Uji Air Laut, Prosiding PPI-PDIPTN, 20 Juli 2010, Yogyakarta:
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan – BATAN, 116-122.

Svehla, G., 1990, Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro, Edisi Kelima, diterjemahkan oleh: Pudjaatmaka, H. dan
Setiono, L., Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

Tetrasari dan Hermini., 2003, Validasi Metode Analisis, Pusat Pengkajian Obat
dan Makanan BPPOM.

Tuning, S., dan Supriyanto, C., 2010, Estimasi Ketidakpastian Hasil Pengujian
Cu, Cr dan Fe dalam Contoh Sedimen dengan Metode F-AAS, Prosiding
PPI-PDIPTN, 20 Juli 2010, Yogyakarta: Pusat Teknologi Akselerator dan
Proses Bahan – BATAN, 139-141.

Wulandari, E. A., dan Suksesi., 2013, Preparasi Penentuan Kadar Logam Pb, Cd,
dan Cu dalam Nugget Ayam Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii),
Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2 (2), C15-C17.

61
LAMPIRAN

Lampiran 1
Data Optimasi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

No Parameter Kondisi

1 Tipe gas Asetilen dan N2O


2 Panjang gelombang (nm) 232
3 Arus lampu (mA) 25
4 Laju alir udara (L/menit) 10,00
5 Laju alir asetilen (L/menit) 2,50
6 Lebar celah (nm) 0,2

62
Lampiran 2
Pengolahan Data

1. Perhitungan pembuatan larutan HNO3 0,5 N


Diketahui :
Massa jenis (ρ) HNO3 = 1,39 kg/L
BM HNO3 = 63,012 g/mol
%HNO3 = 65%
N HNO3 yang dibuat = 0,5 N
Ditanya : Volume HNO3 pekat yang dipipet ?
Penyelesaian :

a. ρ HNO3 = 1,39 kg/L


Artinya dalam 1 L mengandung 1,39 kg/L x 1 L = 1390 g
b. Kemurnian HNO3 = 65%
Massa HNO3 = 65% x 1390 g = 903,5 g

Rumus :
a. Penentuan massa dalam 1 L larutan
m
𝜌=
v
𝑚 = 𝜌. 𝑣
m = 1,39 kg/L x 1 L
m = 1,39 kg
m = 1390 g
b. Penentuan massa dari kemurnian HNO3 65%
65
massa HNO3 = x 1390 g
100
massa HNO3 = 903,5 g
c. Penentuan molaritas HNO3
massa HNO3
M=
BM HNO3 . 𝑉 (𝐿)

63
903,5 g
M=
63,012 g/mol . 1 L
M = 14,3385 M
d. Konversi molaritas menjadi normalitas
N = M. n
N = 14,3385 mol/L x 1grek/mol
N = 14,3385 N
e. Penentuan volume yang dipipet
N1 x V1 = N2 x V2
14,3385 N x V1 = 0,5 N x 1000 mL
0,5 N x 1000 mL
V1 =
14,3385 N
V1 = 34,8712 mL
Jadi, untuk membuat larutan asam nitrat dengan konsentrasi 0,5 N
dibutuhkan sebanyak 34,8712 mL asam nitrat p.a (pekat).

2. Perhitungan pembuatan larutan induk nikel 100 mg/L


Diketahui :
Konsentrasi larutan SRM nikel = 1000 mg Ni/L
Ditanya : Volume larutan SRM nikel yang dipipet ?
Penyelesaian :
M1 x V1 = M2 x V2
1000 mg/L x V1 = 100 mg/L x 50 mL
mg
100 L x 50 mL
V1 =
1000 mg/L
V1 = 5 mL
Jadi, untuk membuat larutan induk nikel dengan konsentrasi 100 mg/L
dibutuhkan sebanyak 5 mL larutan SRM nikel 1000 mg/L.

3. Perhitungan pembuatan larutan standar nikel


a. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 0 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2

64
100 mg/L x V1 = 0 mg/L x 100 mL
0 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 0 mL
b. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 1 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2
100 mg/L x V1 = 1 mg/L x 100 mL
1 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 1 mL
c. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 2 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2
100 mg/L x V1 = 2 mg/L x 100 mL
2 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 2 mL
d. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 3 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2
100 mg/L x V1 = 3 mg/L x 100 mL
3 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 3 mL
e. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 4 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2
100 mg/L x V1 = 4 mg/L x 100 mL
4 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 4 mL
f. Larutan standar nikel dengan konsentrasi 5 mg/L
M1 x V1 = M2 x V2
100 mg/L x V1 = 5 mg/L x 100 mL

65
5 mg/L x 100 mL
V1 =
100 mg/L
V1 = 5 mL

Jadi untuk membuat larutan standar nikel dengan variasi


konsentrasi 0 mg/L; 1 mg/L; 2 mg/L; 3 mg/L; 4 mg/L; dan 5 mg/L
dibutuhkan sebanyak 0 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL; 4 mL; dan 5 mL
larutan induk nikel 100 mg/L.

66
Lampiran 3
Penentuan Linieritas
1. Tabel data absorbansi larutan standar nikel

Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Standar Nikel


No Konsentrasi (ppm) Abs (1) Abs (2) Abs (3) Rata-rata

1 0 -0,0009 -0,0008 0,0001 -0,00053


2 1 0,0064 0,0062 0,0061 0,00623
3 2 0,0134 0,0103 0,0115 0,01173
4 3 0,0161 0,0167 0,0179 0,01690
5 4 0,0232 0,0217 0,0218 0,02223
6 5 0,0282 0,0269 0,0264 0,02717

2. Gambar kurva kalibrasi standar nikel

0,030
0,025
0,020
0,015
Absorbansi

y = 0,0055x + 0,0003
0,010 R² = 0,9973
0,005
0,000
-0,005 0 1 2 3 4 5 6
-0,010
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.1 Hubungan Konsentrasi Larutan Standar Nikel
dengan Absorbansi

Keterangan:
Persamaan regresi = 0,0055x + 0,0003
Slope = 0,0055
Intersep = 0,0003
2
Koefisien determinasi (R ) = 0,9973
Koefisien korelasi (R) = 0,9986

67
Lampiran 4
Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Tabel 4.6 Nilai LOD dan LOQ


Konsentrasi (mg/L) Absorbansi (𝐲) 𝐲𝐢 𝐲 − 𝐲𝐢 (𝐲 − 𝐲𝐢 )²

0 -0,00053 0,00030 -0,00083 6,889.10-7


1 0,00623 0,00580 0,00043 1,849.10-7
2 0,01173 0,01130 0,00043 1,849.10-7
3 0,0169 0,01680 0,00010 1.10-8
4 0,02223 0,02230 -0,00007 4,9.10-9
5 0,02717 0,02780 -0,00063 3,969.10-7
∑(𝐲 − 𝐲𝐢 )² = 1,4705. 10-6

Contoh perhitungan :
1. Perhitungan 𝐲𝐢
Persamaan regresi: y = 0,0055x + 0,0003
Konsentrasi 0 mg/L
yi = a . x + b
yi = (0,0055 x 0) + 0,0003
yi = 0,0003

2. Perhitungan 𝐒𝐲/𝐱 (simpangan baku residual)

∑(y − 𝐲𝐢 )²
Sy/x = √
n−2

1,4705. 10−6
Sy/x = √
6−2

Sy/x = √3,6763. 10−7


Sy/x = 0,00061

68
3. Perhitungan LOD
3 . Sy⁄x
LOD =
slope
3 . 0,00061
LOD =
0,0055
LOD = 0,33072 mg/L

4. Perhitungan LOQ
10 . Sy⁄x
LOQ =
slope
10 . 0,00061
LOQ =
0,0055
LOQ = 1,10240 mg/L

69
Lampiran 5
Penentuan Keseksamaan (Presisi) Nikel

Tabel 4.4 Data Hasil Uji Presisi Nikel


Pengulangan Absorbansi Konsentrasi(mg/L) 𝐱𝐢 − 𝐱̅ (𝐱𝐢 − 𝐱̅)𝟐

1 0,01687 3,01273 -0,03091 0,00096


2 0,01773 3,16909 0,12545 0,01574
3 0,01669 2,98000 -0,06364 0,00405
4 0,01724 3,08000 0,03636 0,00132
5 0,01667 2,97636 -0,06727 0,00453
̅𝐱 3,04364
∑(𝐱 − 𝐱̅)² 0,02659
SD 0,08153
%RSD 2,68%
CV Horwitz 3,79%

Contoh perhitungan :
1. Perhitungan konsentrasi regresi
Persamaan regeresi: y = 0,0055x + 0,0003
Absorbansi 0,01687
0,01687 = 0,0055x + 0,0003
0,01687-0,0003
x=
0,0055
x = 3,01273 mg/L

2. Perhitungan SD

∑(xi − x̅)²
SD = √
n−1

0,02659
SD = √
5−1

SD = √6,6475. 10−3

70
SD = 0,08153

3. Perhitungan %RSD
SD
%RSD = . 100%

0,08153
%RSD = . 100%
3,04364
%RSD = 2,68 %

4. Perhitungan Koefisien Horwitz (CV Horwitz)


Diketahui :
Kadar nikel dalam sampel = 1,441%
Ditanya : CV Horwitz ?
Penyelesaian :

CV Horwitz = 2(1−0,5 log C)


CV Horwitz = 21−(0,5 log 1,441/100)
CV Horwitz = 21−(0,5 x (−1,8413)
CV Horwitz = 21−(−0,92065)
CV Horwitz = 21,92065
CV Horwitz = 3,79%

Jadi nilai Koefisien Horwitz (CV Horwitz) yang diperoleh


sebesar 3,79%.

71
Lampiran 6
Penentuan Kadar CRM Hasil Destruksi Microwave Digestion

Tabel Hasil Kadar CRM dengan Microwave Digestion


Kadar CRM Kadar Teoritis
No Massa CRM (g) Abs
(%) (%)
1 0,2102 0,02153 1,836 1,91
2 0,2102 0,02077 1,771 1,91
3 0,2102 0,01977 1,684 1,91
Rata-rata 1,764 1,91

Contoh perhitungan kadar CRM:


1. Perhitungan konsentrasi regresi (mg/L)
y = ax + b
0,02153 = 0,0055x + 0,0003
0,02153 − 0,0003
x =
0,0055
x = 3,86000 mg/L

2. Perhitungan kadar CRM (%)

C.regresi (mg CRM/L) x Faktor Pengenceran x VCRM (L)


Kadar CRM(%) = x 100%
Massa CRM (mg)
3,86000 mg/L x 4 x 0,25 L
Kadar CRM (%) = x 100%
210,2 mg
Kadar CRM (%) = 0,01836 x 100%
Kadar CRM (%) = 1,836%

72
Lampiran 7

Penentuan Kadar CRM Hasil Destruksi Hot Plate

Tabel Hasil Kadar CRM dengan Hot Plate


Massa CRM Kadar CRM Kadar Teoritis
No Abs
(g) (%) (%)
1 0,2007 0,01339 1,473 1,91
2 0,2008 0,01364 1,498 1,91
Rata-rata 1,486 1,91

Contoh perhitungan kadar CRM:


Persamaan regresi y = 0,0012x – 0,0008
1. Perhitungan konsentrasi regresi (mg/L)

y = ax + b
0,01339 = 0,0012x − 0,0008
0,01339 − (−0,0008)
x =
0,0012
x = 11,82500 mg/L

2. Perhitungan kadar CRM (%)

C.regresi (mg CRM/L) x VCRM (L)


Kadar CRM(%) = x 100%
Massa CRM (mg)
11,82500 mg/L x 0,25 L
Kadar CRM (%) = x 100%
200,7 mg
Kadar CRM (%) = 0,014729 x 100%
Kadar CRM (%) = 1,473%

73
Lampiran 8
Penentuan Kecermatan (Akurasi) dengan CRM

Tabel 4.5 Data Penentuan Akurasi dengan CRM


Massa Kadar Kadar
No Abs Keterangan
CRM (g) CRM (%) Sertifikat (%)
1 0,2102 0,02153 1,836 1,91 ± 0,033 Tidak Memenuhi
2 0,2102 0,02077 1,771 1,91 ± 0,033 Tidak Memenuhi
3 0,2102 0,01977 1,684 1,91 ± 0,033 Tidak Memenuhi
Rata-rata 1,764

Contoh perhitungan kadar CRM:


1. Perhitungan konsentrasi regresi (mg/L)

y = ax + b
0,02153 = 0,0055x + 0,0003
0,02153 − 0,0003
x =
0,0055
x = 3,86000 mg/L

2. Perhitungan kadar CRM (%)

C.regresi (mg CRM/L) x Faktor Pengenceran x VCRM (L)


Kadar CRM(%) = x 100%
Massa CRM (mg)
3,86000 mg/L x 4 x 0,25 L
Kadar CRM (%) = x 100%
210,2 mg
Kadar CRM (%) = 0,01836 x 100%
Kadar CRM (%) = 1,836%

74
Lampiran 9
Penetapan Kadar Nikel dalam Sampel

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Nikel dengan Microwave


No Massa Sampel (g) Absorbansi Kadar (mg/L) Kadar sampel (%)
1 0,2104 0,01687 3,01273 1,432
2 0,2121 0,01773 3,16909 1,494
3 0,2107 0,01669 2,98000 1,414
4 0,2109 0,01724 3,08000 1,460
5 0,2118 0,01667 2,97636 1,405
Rata-rata Kadar Sampel 3,04364 1,441

Contoh perhitungan kadar nikel dalam sampel:


1. Perhitungan konsentrasi regresi (mg/L)
y = ax + b
0,01687 = 0,0055x + 0,0003
0,01687 − 0,0003
x =
0,0055
x = 3,01273 mg/L

2. Perhitungan kadar nikel (%) dalam sampel

C.regresi (mg Ni/L) x Faktor Pengenceran x Vsampel (L)


Kadar Ni (%) = x 100%
Massa sampel (mg)

3,01273 mg/L x 4 x 0,25 L


Kadar Ni (%) = x 100%
210,4 mg
Kadar Ni (%) = 0,01432 x 100%
Kadar Ni (%) = 1,432%

75
Lampiran 10
Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran Kadar Nikel

1. Rumus Penentuan Kadar Nikel dalam Sampel

C.regresi (mg Ni/L) x Faktor Pengenceran x Vsampel (L)


Kadar Ni (%) = Massa sampel (mg)
x 100%

2. Diagram Tulang Ikan

C.Regresi Volume Sampel Presisi

Kal.Buret Kurva Kalibrasi Kal. Labu ukur


Buret 5 mL SD
F.Muia
F.Muai CRM Ni

Kadar Nikel (%)

Kal. Labu Kal.Pipet Presisi


Labu ukur Pipet volume Kal. Neraca
SD
F.Muai F.Muai

Faktor Pengenceran Massa Sampel

3. Ketidakpastian Baku Asal Konsentrasi Regresi


3.1 Ketidakpastian baku asal kurva kalibrasi
Diketahui:
Nilai Sy/x = 0,00061
Slope = 0,0055
Jumlah pengukuran sampel = 54
Jumlah pengukuran standar = 18
Nilai y̅sampel = 0,01704
Nilai 𝑦̅𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 0,01396
Nilai ∑(𝐱 𝐢 − 𝐱̅)² = 17,5

Penentuan Ketidakpastian Kurva Kalibrasi

Sy/x 1 1 (y̅sampel − 𝑦̅𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 )2


Sx = x√ + +
b m n b 2 x ∑(xi − x̅ )2

76
0,00061 1 1 (0,01704 − 0,01396)2
Sx = x√ + +
0,0055 54 18 (0,0055)2 x 17,5

0,00061
Sx = x √0,01852 + 0,05556 + 0,01792
0,0055

Sx = 0,11091 x √0,0920

Sx = 0,03364
3.2 Ketidakpastian baku asal kemurnian CRM Ni (1000 mg/L ± 4 mg/L)
Pada tingkat kepercayaan 95%
s 4 mg/L
µSRM = = = 2 mg/L
k 2
3.3 Ketidakpastian baku asal buret 5 mL ± 0,010 mL
a. Faktor kalibrasi buret
s 0,010 mL
µkal = = = 4,0825. 10−3 mL
k √6
b. Faktor muai
V x α x∆T 5 mL x 0,00021°C−1 x 5°C −3
µET = = = 3,0311. 10 mL
k √3
c. Ketidakpastian gabungan dari buret
µB = √(µkal)2 + (µET)2

= √(4,0825. 10−3 )2 + (3,0311. 10−3 )2


= 5,0847. 10−3

4. Ketidakpastian Baku Asal Volume Sampel (Labu ukur 250 mL ± 0,15


mL)
a. Faktor kalibrasi labu ukur
s 0,15 mL
µkal = = = 0,06124 mL
k √6
b. Faktor muai
V x α x∆T 250 mL x 0,00021. °C −1 x 5°C
µET = = = 0,15155 mL
k √3

77
c. Ketidakpastian gabungan dari labu ukur
µVS = √(µkal)2 + (µET)2

= √(0,06124)2 + (0,15155)2
= 0,16346
5. Ketidakpastian Baku Asal Presisi

SD 0,08153
µP = = = 0,03646
√n √5

6. Ketidakpastian Baku Asal Faktor Pengenceran


6.1 Ketidakpastian asal pipet volume 25 mL ± 0,05 mL
Pada tingkat kepercayaan 95%
a. Faktor kalibrasi pipet ukur
s 0,05 mL
µkal = = = 0,025 mL
2 2
b. Faktor muai
V x α x∆T 25 mL x 0,00021. °C −1 x 0,8°C
µET = = = 2,4248. 10−3 mL
k √3
c. Ketidakpastian gabungan dari pipet volume
µPV = √(µkal)2 + (µET)2

= √(0,025 )2 + (2,4248x10−3 )2
= 0,02512
6.2 Ketidakpastian asal labu ukur 100 mL ± 0,20 mL
Pada tingkat kepercayaan 95%
a. Faktor kalibrasi labu ukur
s 0,20 mL
µkal = = = 0,1 mL
2 2
b. Faktor muai
V x α x∆T 100 mL x 0,00021. °C −1 x 1,1°C
µET = = = 0,01334 mL
k √3
c. Ketidakpastian gabungan dari labu ukur
µLU = √(µkal)2 + (µET)2

78
= √(0,1)2 + (0,01334 )2
= 0,10089

7. Ketidakpastian Baku Asal Massa Sampel


a. Faktor kalibrasi neraca
s 0,0001 g
µkal = = = 5,77. 10−5 g
k √3
b. Faktor presisi penimbangan
SD 0,00073
µP = = = 3,2647. 10−4
√n √5
c. Ketidakpastian gabungan
µm = √(µkal)2 + (µP)2

= √(5,77x10−5 )2 + (3,2647x10−4 )2
= 3,3153. 10−4

8. Ketidakpastian Gabungan

2
µSx µSRM 2 µB 2
µVS 2
( ) +( ) +( ) +( ) +
µG C. Regresi C. SRM V. Buret V. Sampel
= %nikel x 2 2 2
%nikel µPV µLU µP µm 2
( ) +( ) + ( ) +( )
√ V. PV V. LU 1 m. Sampel

0,03364 2 2 mg/L 2 5,0847.10−3 2 0,16346 2


( ) +( ) +( ) +( )
µG 3,04364 mg/L 1000 mg/L 5 mL 250 mL
= 1,441% x√
%nikel 0,02512 2 0,10089 2 3,3153.10−4 2 0,16346 2
+( ) + ( ) + ( ) + ( )
25 mL 100 mL 211,18 mg 250 mL

µG (0,1222. 10−4 ) + (4. 10−6 ) + (1,0342. 10−6 ) + (4,2751. 10−7 ) +


= 1,441% x √
%nikel (1,0096. 10−6 ) + (1,0179. 10−6 ) + (2,4646. 10−12 ) + (1,3293. 10−3 )

µG
= 1,441% x 0,038197
%nikel
µG
= 0,0550%
%nikel

79
9. Ketidakpastian Diperluas
Pada tingkat kepercayaan 95%
µ(U) = k x µG
µ(U) = 2 x 0,0550%
µ(U) = 0,1101%

Jadi nilai estimasi ketidakpastian pengukuran yang diperoleh dari


pengujian kadar nikel sebesar 0,1101%. Sehingga pelaporan hasil akhir
kadar nikel adalah 1,441 ± 0,1101%.

80
Lampiran 11

Certified Reference Material (CRM) Nikel

81
82
Lampiran 12
Certified Reference Material (CRM) Nikel 1000 mg/L

83
Lampiran 13
Sertifikat Kalibrasi Alat Labu Ukur 100 mL

84
85
Lampiran 14
Sertifikat Kalibrasi Pipet Volume 25 mL

86
87

Anda mungkin juga menyukai