Anda di halaman 1dari 16

PEMAHAMAN KONSEPTUAL PASAR TRADISIONAL DI PERKOTAAN

Istijabatul Aliyah
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta

Abstrak

Sebagai komponen struktur kota tradisional Jawa, pasar tradisonal merupakan bagian
yang selalu ada dalam pola penataan ruang kota-kota di Jawa. Pasar tradisional merupakan
bagian pembentuk aktivitas kota dengan keragaman fungsi. Sebagian pasar-pasar tradisional
Jawa mencerminkan pola kehidupan agraris masyarakatnya. Dengan demikian tidak lepas
dari karakter matapencaharian masyarakat yang ada di sekitarnya. Lokasi pasar tradisional
menempati suatu lahan atau area tertentu dengan atau tanpa bangunan yang digunakan
sebagai tempat aktivitas jual-beli berlangsung. Di sana para penjual barang komoditi dan para
pembeli bertemu pada tempat-tempat yang telah ditentukan, pada waktu yang ditetapkan
dengan interval tertentu. Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa pasar tradisional sebagai simpul
dari pertukaran barang dan jasa secara regional yang kemudian tumbuh dan berkembang
membangkitkan berbagai aktivitas di dalam kota.

Kata Kunci : Pasar, Kota Jawa, Pasar Tradisional,

1
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

1. Sejarah Perkembangan Pasar Di pemasok yang merupakan warisan sosial


Perkotaan representasi kebutuhan bersosialisasi antar
individu.
Pengertian tentang pasar menurut Pasar tradisional khususnya yang
Peraturan Menteri Dalam Negeri adalah berada di perkotaan telah tumbuh di
tempat bertemunya penjual dan pembeli Indonesia sejak awal munculnya
untuk melaksanakan transaksi, sarana permukiman ataupun kerajaan. Pada masa
interaksi sosial budaya masyarakat, dan Kerajaan Majapahit abad 14 pasar telah ada
pengembangan ekonomi masyarakat dalam lingkungan pusat kota yang letaknya
(Permendagri, 2007). Disisi lain pengertian berada pada persimpangan jalan (Santoso,
pasar menurut Said Sa’ad Marthon bahwa 2008). Dan salah satu catatan sejarah Eerste
pasar adalah sebuah mekanisme yang dapat dalam (Adrisijanti, 2000) menunjukkan
mempertemukan pihak penjual dan pembeli bahwa di Kota Banten telah memiliki
untuk melakukan transaksi atas barang beberapa pasar tradisional pada tahun 1646
dan jasa; baik dalam bentuk produksi yaitu di Paseban, Pecinan, dan Karangantu.
maupun penentuan harga. Sedangkan Pada awal pertumbuhan pasar
syarat utama terbentuknya pasar adalah tradisional berupa tanah lapang tanpa
adanya pertemuan antara pihak penjual dan bangunan permanen (Graaf, 1989). Seiring
pembeli baik dalam satu tempat ataupun perkembangan jaman pasar tradisional
dalam tempat yang berbeda. Pasar juga tumbuh diberbagai kota, pasar tradisional
merupakan elemen ekonomi yang dapat dibentuk oleh aktivitas berjualan yang
mewujudkan kemaslahatan dan dikembangkan dalam ruang-ruang terbuka
kesejahteraan hidup manusia (Toni, 2014) dan berdekatan, lapangan dan jalan, serta
Dalam perkembangannya pasar situasinya tidak jauh dari permukiman.
diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu pasar Pasar tradisional biasanya terdapat di
tradisional dan pasar modern. Pengertian tempat strategis, mudah dicapai oleh kedua
pasar tradisional adalah pasar yang pihak yang tidak jauh dari desa, antar desa
dibangun dan dikelola oleh pemerintah, dan tempat yang aman dari gangguan
swasta, koperasi atau swadaya masyarakat umum (Rutz, 1987). Dan pada akhirnya
setempat dengan tempat usaha berupa toko, pasar tradisional berada pada bangunan
kios, los dan tenda, atau nama lain kios, los dan tanah terbuka. Pada bagian
sejenisnya, yang dimiliki/dikelola oleh utama terdapat kios pada bangunan
pedagang kecil menengah, dengan skala permanen, los berupa bangunan darurat
usaha kecil dan modal kecil, dengan proses atau semi permanen, dan bagian ‘oprokan’
jual beli melalui tawar menawar atau bagian terbuka yang digunakan
(Permendagri, 2007 ). Ditambahkan pula pedagang yang bersifat sementara dengan
bahwa pasar tradisonal sebagai pusat luasan yang lebih kecil daripada los
kegiatan sosial ekonomi kerakyatan, (Kusmawati, 1996).
dengan demikian pola hubungan ekonomi Dalam lingkup makro, pasar
yang terjadi di pasar tradisional tradisonal merupakan bagian dari struktur
menghasilkan terjalinnya interaksi sosial dasar tipikal Kota Jawa. Beberapa tipikal
yang akrab antara pedagang-pembeli, kota tradisional jawa mengidentifikasikan
pedagang-pedagang, dan pedagang- bahwa pasar tradisonal merupakan bagian

2
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

yang selalu ada dalam pola penataan ruang dengan harga yang ada di pasaran guna
kota-kota di Jawa. Berbagai tipikal struktur efisiensi. Adapun fungsi pasar sebagai
ruang kota jawa telah dikemukakan oleh penentu nilai adalah fungsi pasar yang
Stutterheim, Maclaine Point, Palmier, berkaitan dengan apa yang harus dihasilkan
Witkamp, Van Mook, dan Santoso yang oleh suatu perekonomian sehingga
dibuat berdasarkan informasi produsen cenderung menghasilkan barang-
Mintobudoyo, menujukkan bahwa barang yang lebih diinginkan masyarakat
komponen dan posisi pasar tradisional dibanding dengan yang tidak diinginkan
menempati wilayah inti kerajaan yang sehingga pergerakan kekuatan permintaan
disebut Negaragung atau pusat kota. dan penawaran dapat menentukan tingkat
Sedangkan bagian wilayah kerajaan yang harga di pasar. Sedangkan fungsi pasar
berada di periferi disebut dengan sebagai pembentuk harga dengan maksud
mancanagara (Santoso, 2008). bahwa harga yang telah menjadi
Di samping itu, pasar tradisional kesepakatan adalah hasil perhitungan
mempunyai karakter humanis sehingga penjual dan pembeli. Penjual tentu telah
mampu membangun kedekatan dan memperhitungkan laba yang
hubungan “kekeluargaan” antara pedagang diinginkannya, sedangkan pembeli telah
dengan pembeli. Selaras dengan hal memperhitungkan manfaat barang atau jasa
tersebut Rahadi menyatakan pula bahwa serta keadaan keuangannya (Deprizal,
faktor kualitas layanan dan identifikasi 2013).
konsumen memainkan bagian penting Fungsi pasar tradisional menurut
untuk mendorong konsumen berbelanja Abdullah, yaitu sebagai penekan dan
atau melakukan pembelian kembali di pasar pengaturan para pelaku yang terlibat
tradisional. Dengan hubungan yang ramah sekaligus sebagai solusi yang memberikan
dan saling mengenal antara pedagang dan dan menyediakan berbagai fasilitas.
pembeli, menjadi karakteristik yang khas (Abdullah, 2006). Sedangkan Geertz
bagi pasar tradisional (Rahadi, 2012). diungkapkan bahwa tujuan utama para
pedagang ke pasar, adalah berdagang untuk
2. Fungsi Pasar Di Perkotaan berdagang, sehingga pedagang kadangkala
dipandang berada diluar tata etika karena
Terkait dengan fungsi pasar secara
‘terlalu’ berorientasi mendapatkan untung
umum bahwa pasar berfungsi sebagai
sebanyak-banyaknya hingga terkesan
distribusi, organisir produk, penetapan
‘licik’. (Geertz, 1963). Disamping itu pula
nilai, dan pembentuk harga. Dalam
pasar juga mengemban misi sebagai
menjalankan fungsi distribusi, pasar
fasilitas perbelanjaan bagi wilayah
merupakan media untuk menyalurkan atau
pelayanan, serta berperan sebagai wahana
memperlancarkan suatu barang atau jasa
kegiatan sosial dan rekreasi (Reardon,
dari produsen kepada konsumen, dan
2003).
mendekatkan jarak antara produsen dengan
Hal tersebut akan nampak terlihat
konsumen dalam melaksanakan transaksi.
pada lingkungan pasar tradisional, tidak
Dan fungsi pasar sebagai organisir produksi
hanya sekedar fungsi tersebut diatas. Fungsi
adalah fungsi pasar terkait dengan cara
pasar tradisional disamping menjadi
produsen untuk menghasilkan barang dan
distribusi, organisir produk, penetapan
memproduksi barang untuk menyesuaiakan
nilai, dan pembentuk harga, juga menjadi

3
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

pusat pertemuan, pusat pertukaran terbentuknya pasar (Hayami, 1987). Juga


informasi, aktivitas kesenian rakyat, menurut Bromley pasar tradisional di
bahkan menjadi paket wisata yang negara-negara Asia berlokasi di pedesaan
ditawarkan. Dengan demikian, pasar dan area urban (Bromley, 1987). Bahkan
tradisional merupakan asset ekonomi dapat diketahui pula bahwa eksistensi pasar
daerah sekaligus perekat hubungan sosial tradisional, terletak pada modal sosial yang
dalam masyarakat. Ditegaskan pula bahwa terdiri dari norma, kepercayaan, dan
pasar tradisional bukan sekedar sebagai tawar menawar yang dapat memperkuat
tempat jual beli semata, namun lebih dari itu jaringan loyal dari pengunjung pasar
pasar terkait dengan konsepsi hidup dan untuk tetap bertahan berbelanja di pasar
interaksi sosial budaya. Pasar tradisional tradisional Andriani & Ali, 2013).
tidak semata mewadahi kegiatan ekonomi,
akan tetapi pasar tradisional dapat menjadi 3. Peran Pasar Di Perkotaan
wadah interaksi sosial budaya, dan
sekaligus sarana rekreasi (Pamardhi, 1997). Dalam suatu kota, pasar modern
Disisi lain diungkapkan pula oleh maupun pasar tradisional memiliki peran
Wiryomartono, bahwa pasar sebagai kata yang sama dalam kaitannya dengan aspek
benda juga mempunyai sinonim “peken”, ekonomi, sebagai tempat transaksi jual-beli.
kata kerjanya adalah “mapeken” yang Namun demikian ada beberapa hal yang
maksudnya berkumpul. Dalam hal ini pasar berbeda terkait dengan pengelolaan dan
merupakan tempat berkumpul untuk kepemilikan investasi. Untuk pasar
berjual-beli. Sebuah rekaman sejarah Jawa tradisional, pengelolaan melibatkan
menyebutkan bahwa, pada tahun 1830, berbagai pihak satuan kerja di pemerintah
perdagangan melalui darat telah daerah dengan status kepemilikan sewa kios
berkembang dengan baik. Saat itu telah ada atau los. Sementara untuk pasar modern
jaringan pasar yang luas dan pasar-pasar sebaliknya, pengelolaan dikuasai oleh
wilayah permanen yang besar berperan investor, dan kepemilikan ada beberapa
penting dalam lintas perdagangan ragam mulai dari milik privat maupun
(Wiryomartono, 2000). kerjasama dengan pemerintah (Malano,
Sebagian pasar-pasar tradisional 2011).
Jawa mencerminkan pola kehidupan agraris Sedangkan efek dari penurunan
masyarakatnya. Dengan demikian tidak pasar tradisional berimplikasi juga
lepas dari karakter matapencaharian terhadap penurunan pendapatan asli daerah
masyarakat yang ada di sekitarnya. Sebagai (PAD) meskipun PDRB justru mengalami
suatu gambaran, pasar tradisional biasanya kenaikan akibat adanya pasar modern, hal
selalu ada kegiatan pande wesi (besi) ini dimungkinkan hilangnya jenis dan
sebagai kegiatan produksi alat-alat sejumlah pungutan pajak dan retribusi
pertanian, dikarenakan sebagian besar pasar daerah dimana rata-rata pasar tradisional
awalnya tumbuh di wilayah agraris menggunakan aset daerah. (Sitepu, 2011)
(Sunoko, 2002). Sisi lain dari pasar Sedangkan dalam aspek sosial dan
tradisional adalah mencerminkan budaya, kedua jenis pasar tersebut memiliki
kehidupan masyarakat. Hal itu ditandai fungsi dan peran yang berbeda, terlihat dari
dengan dominasi sosial ekonomi fakta empirik yang ada dilapangan. Namun
masyarakat sebagai lingkungan secara rinci belum dapat diperoleh teori atau

4
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

hasil penelitian yang mengungkapkan sekedar sebagai tempat jual beli semata,
perbadaan tersebut secara rinci. Sehingga namun lebih dari itu pasar terkait dengan
bagaimana nilai sosial dan budaya yang ada konsepsi hidup dan interaksi sosial budaya.
di pasar tardisional dan pasar modern belum Pasar tradisional tidak semata mewadahi
dapat dipahami secara utuh dan kegiatan ekonomi, akan tetapi pelaku juga
komprehensif. dapat mencapai tujuan-tujuan lain
Pada awal pertumbuhannya, pasar (Pamardhi, 1997).
tradisional berupa tanah lapang tanpa Sejalan dengan hal tersebut diatas,
bangunan atau bukan bangunan permanen, Reardon mengungkapkan pula bahwa pasar
Dan pasar tradisional merupakan tempat tradisional menjadi titik fokus untuk
berkumpul untuk berjual-beli(Graaf, 1989). aktivitas komersial. Pasar tradisional
Dengan berjalannya waktu dan memegang peran sosial dengan
perkembangan perdagangan melalui darat menyediakan kebutuhan harian, barang-
pada tahun 1830, mulai ada jaringan pasar barang keperluan lain dan pelayanan pada
yang luas dan pasar-pasar wilayah yang daerah setempat. Begitu juga pasar
bersifat permanen, dan berperan penting tradisional memainkan peran ekonomi
dalam lintas perdagangan. (Wiryomartono, dengan secara langsung mendukung
2000). Pasar tumbuh dan berkembang aktivitas ekonomi masyarakat atau wilayah,
sebagai simpul dari pertukaran barang dan dan menghasilkan keuntungan finansial
jasa secara regional yang kemudian bagi yang terlibat dalam perdagangan
membangkitkan berbagai aktivitas di dalam maupun pendapatan bagi daerah setempat.
kota. Di sini, saat orang melakukan jual dan Namun di samping fungsi utamanya itu,
beli bukan sekadar barang dan jasa yang pasar tradisional juga mengemban misi
dipertukarkan, tetapi juga informasi dan sebagai fasilitas perbelanjaan bagi wilayah
pengetahuan (Ekomadyo, 2012). pelayanan, serta berperan sebagai wahana
Pemahaman tentang pasar, sejalan kegiatan sosial dan rekreasi (Reardon,
dengan teori Geertz bahwa “pasar” 2003).
memberi akomodasi pada “bazaar
economy”, Geertz mengasumsikan bahwa 4. Komoditas Pasar Di Perkotaan
kata ‘pasar’ merupakan dialek lokal dari
‘bazaaar’. Pasar dalam hal ini identik Dengan mengacu hasil penelitian
dengan pasar tradisional merupakan suatu yang telah dilakukan di beberapa kota di
pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, Jawa, ciri khas yang paling menonjol pada
suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi suatu pasar adalah jenis barang yang
yang mencakup berbagai aspek dari suatu diperjualbelikan meliputi bahan pangan,
masyarakat, hingga aspek kehidupan sosial sandang dan barang besi kecil-kecil dan
budaya secara lengkap. Berbagai produk sebagainya, berupa barang yang tidak besar
atau barang dagangan diperjualbelikan di dan mudah diangkut dan disimpan, yang
pasar tradisional, pangan, sandang, dan persediaannya mudah ditambah dan
barang lain yang sebagian besar memiliki dikurangi dengan lambat laun dan sedikit
karakter mudah dipindah-pindahkan demi sedikit. Disamping itu pula pasar
(Geertz, 1963). Dalam lingkup masyarakat tradisional bercirikan sebagai suatu sistem
Jawa, kekuatan aktivitas ekonomi berpusat yang terselip (interstitial) tradisional
di pasar tradisional. Pasar tradisional bukan didalam masyarakat Jawa, adanya

5
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

pembagian kerja secara berimbang yang kebutuhan sesuai selera dan


secara langsung merupakan landasan dari pertimbangannya sendiri tanpa dipaksa
organisasi struktur sosial karena tidak orang lain untuk menggunakan produknya,
adanya gilda/firma/persekutuan dagang sedangkan obyektif bahwa barang yang
yang sudah mapan baik kalangan pedagang memiliki kualitas baguslah yang layak
maupun tukang/kuli, pemisahan yang menjadi pilihan utama (Djakfar, 2009).
sangat tajam antara ikatan sosial ekonomi Pada awalnya pasar muncul dari
dan non ekonomi (Geertz, 1963). peluang yang dilihat oleh masyarakat petani
Berbagai komiditas produk atau subsistens untuk menawarkan surplus hasil
barang dagangan diperjualbelikan di pasar panen mereka untuk memenuhi kebutuhan
tradisional meliputi pangan, sandang, dan yang dirasakan Mereka tumbuh dari
barang lain yang sebagian besar memiliki “…pertemuan periodik untuk menyalurkan
karakter mudah dipindah-pindahkan. surplus hasil pertanian” (Natawidjaja,
Geertz memandang bahwa pasar tradisional 2005). Hal ini merupakan respon terhadap
sebagai arus barang dan jasa menurut pola kebutuhan dan permintaan dari masyarakat
tertentu, rangkaian mekanisme ekonomi yang berkembang, yang tidak bias mereka
untuk memelihara dan mengatur arus cukupi sendiri. Karena itu, pasar menjadi
barang dan jasa tersebut, dan sistem sosial titik fokus untuk aktivitas komersial. Pasar
dan kebudayaan dimana mekanisme memegang peran sosial dengan
tersebut tertanam (Geertz, 1963). Dalam menyediakan kebutuhan harian, barang-
menjalankan sistem jual-beli di pasar barang keperluan lain dan pelayanan pada
tradisional, dikenal ada tiga pola mengenai daerah setempat. Begitu juga pasar
jual-beli, yakni pertukaran imbal-beli, memainkan peran ekonomi dengan secara
redistribusi, dan jual-beli pasar. Pertukaran langsung mendukung aktivitas ekonomi
imbal beli adalah bila interaksi yang terjadi masyarakat atau wilayah, dan menghasilkan
antar individu atau kelompok dari jenjang keuntungan financial bagi yang terlibat
yang sepadan; kedua, redistribusi terjadi dalam perdagangan maupun pendapatan
bila beberapa agen atau agensi sentral bagi daerah setempat. Namun di samping
menangani jual-beli; sedangkan jual-beli fungsi utamanya itu, pasar juga mengemban
pasar terjadi bila para partisipan misi sebagai fasilitas perbelanjaan bagi
menemukan lingkungan mereka sendiri wilayah pelayanan, serta berperan sebagai
untuk melakukan interaksi dalam system wahana kegiatan sosial dan rekreasi
keseluruhan (Munoz, 2001). Sedangkan (Reardon, 2003).
bagi konsumen atau pelanggan pasar
tradisional, persoalan utama yang dihadapi 5. Sistem Operasional Pasar
adalah mengatur penggunaan barang-
Pembagian kerja dalam lingkup
barang kebutuhan agar dapat memberikan
pasar tradisional ada beberapa bagian yaitu
kepuasan yang paling besar dengan biaya
pedagang yang mengurus pengangkutan
yang kecil. Dan mencari alternative dan
barang dari satu pasar ke pasar lainnya,
menggunakan skala prioritas terhadap
pedagang yang mengurus penjualan barang
barang dan jasa yang dibutuhkan dan
ke pedesaan, pedagang yang mengurus
ditentukan oleh faktor-faktor subjektif dan
penimbangan barang atau penjualan
objektif. Subjektif karena konsumen
borongan dan ada pula bagian pedagang
memiliki hak untuk memilih setiap barang

6
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

lain yang berjualan tekstil, keranjang, Saat orang melakukan jual-beli


ternak atau jagung (Geertz, 1963). bukan sekadar barang dan jasa yang
Pasar tradisional tak lepas dari dipertukarkan, tetapi juga informasi dan
berbagai kendala baik finansial maupun pengetahuan. Pasar tradisional telah
distribusi barang. Para pedagang pasar menjadi ruang publik perkotaan, tempat di
tradisional menghadapi beberapa kendala, mana masyarakat kota berkumpul dan
yaitu pengiriman barang, pelayanan dan membangun relasi sosial di antara mereka
pembayaran dengan produsen maupun (Ekomadyo, 2007). Dalam lingkup pasar
konsumen. Selain itu terdapat pula kendala tradisional dikenal adanya pembagian kerja
waktu dan cuaca. Selama ini para pedagang menjadi beberapa bagian yaitu pedagang
mengatasi kendala tersebut dengan cara yang mengurus pengangkutan barang dari
menjalin relasi dengan tengkulak, satu pasar ke pasar lainnya, pedagang yang
konsumen (pembeli), antar pedagang baik mengurus penjualan barang ke pedesaan,
produsen maupun distributor, bahkan pedagang yang mengurus penimbangan
petugas pasar maupun ‘tukang pikul’ atau barang atau penjualan borongan dan ada
‘tukang gendong’. Tak hanya upaya pula bagian pedagang lain yang berjualan
tersebut, pedagangan juga tetap menjaga tekstil, keranjang, ternak atau jagung
untuk selalu bekerja keras dan juga (Geertz, 1963). Sedangkan faktor kualitas
membiasakan diri dengan berperilaku layanan, peningkatan jumlah pedagang dan
hemat, serta peningkatan religi di antara identifikasi konsumen memainkan bagian
komunitas pedagang (Sutami, 2012). penting untuk mendorong pembangunan
dan peningkatan aktivitas perbelanjaan di
6. Lingkup Pelayanan Pasar Di pasar tradisional (Rahadi, 2012). Disisi lain
Perkotaan upaya pedagang untuk menjaga
keberlanjutan pasar tradisional adalah
Jenis daerah perkotaan beragam mempertahankan modal sosial yang
seiring dengan beragamnya berbagai tercipta oleh adanya tradisi dalam
kegiatan yang dilakukan pada wilayah kehidupan berusaha di lingkungan pasar
perkotaan seperti perdagangan, tradisional yang menjadi dasar acuan
transportasi, pengadaan barang dan jasa, bertindak para pedagang dalam berjualan
atau gabungan dari semua aktivitas tersebut sehari-hari dengan memelihara nilai dan
(Gallion & Eisner, 1983). Sedangkan sistem norma kejujuran, saling mempercayai,
pasar biasanya memuncak pada satu pusat kerjasama pedagang kepada konsumen
permukiman utama atau sejumlah pusat maupun kerjasama diantara sesama
lainnya, dan berujung pada pasar-pasar. pedagang di pasar tradisional (Laksono,
Sebuah pasar adalah suatu lahan atau area 2009).
tertentu dengan atau tanpa bangunan yang Dalam perkembangannya pasar
digunakan sebagai tempat dimana aktivitas tradisional menjangkau lingkup yang lebih
jual-beli berlangsung. Di sana, para penjual luas sebagai simpul dari pertukaran barang
barang komoditi dan para pembeli bertemu dan jasa secara regional yang kemudian
pada tempat-tempat yang telah ditentukan, tumbuh dan berkembang membangkitkan
pada waktu yang ditetapkan dengan interval berbagai aktivitas di dalam kota (Sirait,
tertentu (Jano, 2006). 2006). Hal ini diperkuat dengan hasil
penelitian Karnajaya yang menyatakan

7
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

bahwa pemindahan lokasi pasar tradisional masjid (Santoso, 2008). Dan dipertegas
mampu merubah tata guna lahan, pola jalan, pula bahwa konsep lokasi pasar tradisonal
pergerakan dan pola atau tipe bangunan, di Jawa pada masa kerajaan mengacu pada
pemerataan jalur sirkulasi, dan pemanfaatan konsep catur gatra tunggal. (Rajiman
lahan (Karnajaya, 2002). Gunung, 1991 dalam Sunoko, 2002).
Dengan komposisi kraton diselatan alun-
7. Lokasi Dan Jejaring Pasar Di alun, masjid di barat alun-alun, pasar di
Perkotaan timur laut alun-alun (Basyir Z.B, 1987).
Adapun komponen pokok suatu kota yang
Struktur ruang kota tradisional pada berkaitan kerajaan Mataran Islam adalah
masa kejayaan kerajaan Mataran Islam benteng dan jagang, cepuri dan baluwarti,
dibagi dalam empat bagian yaitu kutagara, keraton-alun alun-masjid-pasar. Sedangkan
nagaragung, mancanegara, dan pesisiran, komponen pelengkap kota meliputi loji,
(Tjiptoatmodjo, 1980). Menurut Frans Seda lumbung, gedong obat, warung eca
(1981) kehadiran pasar sebagai sarana (Adrisijanti, 2000). Bahkan dipertegas pula
produksi dan pemasaran hasil produksi bahwa tata letak pasar tradisional tak hanya
sangat berperan meningkatkan sistem kerja, sebagai arti fisik dalam ruang struktur inti
pola pikir, dan kualitas jenis produksinya. kota, namun pasar tradisional dalam elemen
Dengan kata lain pasar dapat menjadi tata ruang masa lampau, memiliki fungsi
indikator dalam perubahan produksi, politis sebagai elemen kontrol terhadap
konsumsi, dan distribusi suatu barang. mobilitas sosial (Soemardjan, 1991).
Sebagian pasar-pasar tradisional di Jawa Disamping itu pula pasar tradisional
mencerminkan pola kehidupan agraris memiliki peran strategis dalam memelihara
masyarakatnya. Dengan demikian tidak struktur pusat pertumbuhan. Hal ini
lepas dari karakter matapencaharian ditunjukkan dengan kemampuan pasar
masyarakat yang ada di sekitarnya. Sebagai tradisional membangkitkan kegiatan
suatu gambaran, pasar tradisional biasanya ekonomi di sekitar tempat pasar
selalu ada kegiatan pande wesi (besi) sebagai (Alexander, 1987). Bahkan pemindahan
kegiatan produksi alat-alat pertanian, lokasi pasar juga mampu merubah tata guna
dikarenakan sebagian besar pasar awalnya lahan, pola jalan, dan pergerakan dan pola
tumbuh di wilayah agraris (Sunoko, 2002). atau tipe bangunan semakin berkembang,
Di sisi lain dari pasar tradisional pemerataan jalur sirkulasi dan pemanfaatan
adalah mencerminkan kehidupan pedesaan. lahan. (Karnajaya, 2002)
Hal itu ditandai dengan dominasi pedesaan Keberadaan pasar tradisional dalam
sebagai lingkungan terbentuknya pasar suatu kota ditandai adanya bangunan los
Juga menurut Bromley (1987) pasar dan tanah terbuka. Pada bagian utama
tradisional di negara-negara Asia berlokasi terdapat los berupa bangunan darurat, semi
di pedesaan dan area urban (Sunoko, 2002). permanendan permanen dan terdapat
Dalam Tata ruang wilayah kerajaan Jawa bagian ‘oprokan’ atau bagian yang
pasar tradisional selalu ditempatkan dalam digunakan pedagang yang bersifat
lingkup negaragung atau area pusat kota sementara dengan luasan yang lebih kecil
yang bersifat sakral, atau dalem sebagai daripada los (Kusmawati, 1996).
pusat. Posisi pasar tradisional berada Sedangkan kegiatan yang ada dalam pasar
diantara lingkup keraton, alun-alun, dan tradisional dibentuk oleh aktivitas berjualan

8
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

yang dikembangkan dalam ruang-ruang berkoordinasi dan menjalankan peran


terbuka dan berdekatan, lapangan dan jalan, secara profesional dan penuh
serta situasinya tidak jauh dari tanggungjawab (Malano, 2011).
permukiman. Pasar tradisional biasanya Kebanyakan pasar tradisional
terdapat di tempat strategis, mudah dicapai merupakan milik pemerintah daerah.
oleh kedua pihak yang tidak jauh dari desa, Pemerintah daerah di Indonesia umumnya
antar desa dan tempat yang aman dari memiliki Dinas Pasar yang menangani
gangguan umum (Rutz, 1987). Hal tersebut dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini
selaras dengan konsep pusat-pusat kegiatan mengelola pasar secara swakelola atau
dalam suatu kota. Struktur ruang kota yang bekerja sama dengan swasta. Metode kerja
ditandai dengan adanya desentralisasi, sama umumnya melibatkan pemberian
dispersi, dan beberapa pusat kegiatan. izin kepada pihak swasta untuk
Secara empiris, interaksi antara kekuatan membangun dan mengoperasikan pasar
aglomerative dan dispersi menghasilkan tradisional di bawah skema Bangun,
struktur spasial yang kompleks dan rentan Operasi, dan Transfer (BOT), dengan
terhadap keadaan yang dinamis serta sifat pembayaran oleh pihak swasta kepada
saling ketergantungan antar masing-masing Dinas Pasar setiap tahun.
pusat kegiatan. (Anas, Arnott, & Small, Berkaitan dengan kelas atau jenis
1998) besar kecilnya pasar tradisional, terdapat
beberapa kelas pasar tradisional,
8. Sistem Pengelolaan Pasar Di umumnya dikelompokkan berdasarkan area
Perkotaan (luas meter persegi) dan jumlah
pedagang. Metode klasifikasi berbeda
Berdasarkan ketentuan Peraturan pada setiap daerah, namun biasanya pasar
Menteri Dalam Negeri RI, pengelolaan Kelas I atau Kelas A adalah pasar terbesar.
pasar tradisional adalah penataan pasar Sudah menjadi kebiasaan bagi Dinas Pasar
tradisional yang meliputi perencanaan, untuk menentukan target penerimaan
pelaksanaan dan pengendalian pasar tahunan untuk setiap pengelola pasar, yang
tradisional (Permendagri, 2012). lazimnya meningkat setiap tahun.
Sedangkan pihak peneglola yang terkait Kegagalan untuk memenuhi target
dengan manajemen atau pengelolaan pasar umumnya berdampak pada pergantian
tradisional sangat banyak pihka yang kepala pengelola pasar. Karena itu, tidaklah
terlibat. Bahkan tak jarang pengambilan mengherankan bila didapati banyak kepala
keputusanpun berbeda-beda. Sejumlah pasar yang lebih mencurahkan perhatian
pihak yang terlibat dalam pengeloaan pasar pada tugas untuk memenuhi target
tradisional adalah: Dinas Pasar atau pemungutan retribusi daripada upaya
kadangkala di sebut dengan Dinas pengelolaan pasar dengan baik
Penegelola Pasar, Dinas Perparkiran, Dinas (Suryadarma, Poesoro, Budiyati, &
Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum Rosfadhila, 2007).
khususnya Bina Marga, Dinas Kebersihan, Pada perkembangan sekarang ini,
dan Polisi Lalu Lintas. Dalam pelaksanaan sejumlah kecil pedagang pasar tradisional
operasionalnya, semua pihak yang terlibat menerapkan strategi pemasaran baru yang
langsung dalam pengelolaan pasar mencakup penambahan variasi pada barang
tradisional sudah seharusnya untuk dagangan, memberikan pelayanan yang

9
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

prima, mempertahankan mutu barang, Tersingkirnya pasar tradisional selama ini


mengantarkan barang langsung ke rumah disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama,
konsumen, memberikan potongan harga, perawatan infrastruktur pasar tradisional
dan bahkan mencocokan dengan harga- rendah. Berdasarkan hasil survei Komisi
harga supermarket. Bahkan APPSI Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di
(Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh beberapa kota, model-model
Indonesia) telah melakukan strategi dua pengembangan kelembagaan pasar
jurus untuk meningkatkan kinerja bisnis tradisional masih dilakukan dengan pola
pasar tradisional. Pertama, melobi tidak jelas, cenderung menggunakan
pendekatan zonasi bagi supermarket, pendekatan birokrasi pemerintah. Pedagang
dimana supermarket hanya dapat dan pasar hanya dijadikan objek. Kedua,
beroperasi di daerah pinggir kota dan belum adanya payung hukum berupa
pada jarak tertentu dari pasar tradisional. peraturan perundang-undangan yang
Kedua, mengkampanyekan kepada pemda menimbulkan sanksi tegas dan keras
untuk memperbaiki cara-cara pemerintah terhadap pelanggar regulasi industri ritel.
daerah menangani pasar tradisional, Ketiga, lemahnya kemauan politik
contohnya dengan menyediakan kredit pemerintah daerah untuk mengembangkan
kepada para pedagang dan mensubsidi pasar tradisional. Hal itu tampak dari
biaya penyewaan kios (Suryadarma, rendahnya dukungan dan keberpihakan
Poesoro, Budiyati, & Rosfadhila, 2007). pemerintah daerah dalam pembangunan
Dari hasil penelitian Lembaga fisik pasar tradisional. (Toni, 2014)
Penelitian SMERU, terdapat beberapa
faktor yang dapat menjelaskan mengapa 9. Sistem Nilai Yang Ada Pada Pasar Di
ada sebagian pasar tradisional yang terkena Perkotaan
dampak supermarket sementara sebagian
lainnya tidak. Pertama adalah faktor jarak 1) Sistem Nilai Sosial yang ada pada Pasar
antara pasar tradisional dan supermarket, Tradisional
di mana pasar tradisional yang berada Faktor sosio-ekonomi dan perilaku
relatif dekat dengan supermarket, paling pergerakan berperan dalam membentuk
banyak terkena dampak. Kedua, faktor pola pergerakan dalam suatu kota. Jarak
yang terpenting adalah karakteristik dari tempat tinggal ke pusat kota
konsumen pada pasar tradisional. Pasar merupakan faktor kunci yang
tradisional yang pelanggan utamanya dari mempengaruhi aksesibilitas untuk menuju
kalangan kelas menengah ke atas, sejumlah fasilitas yang mewadahi kegiatan
merasakan dampak yang paling besar (NÆss & Jensen, 2004). Hal tersebut terjadi
akibat kehadiran supermarket pula dalam lingkup fasilitas perbelanjaan
(Suryadarma, Poesoro, Budiyati, & seperti pasar tradisional. Bahkan dapat
Rosfadhila, 2007). diungkapkan bahwa eksistensi pasar
Melihat kondisi ini, sebenarnya akar tradisional, berkaitan erat dengan adanya
masalah industri pasar modern di Indonesia modal sosial yang terdiri dari norma,
adalah ‘market power’ ritel modern yang kepercayaan, dan tawar menawar yang
sangat kuat dan tinggi. Sehingga terjadilah dapat memperkuat jaringan dan loyalitas
ketidakseimbangan dalam bersaing antara dari pengunjung pasar untuk tetap
pasar modern dengan pasar tradisional. bertahan berbelanja di pasar tradisional.

10
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

(Andriani & Ali, 2013). Dalam bagian dari perwujudan bentuk organisasi
perkembangannya, nilai sosio ekonomi tak pedagang dan tatanan sosial pengguna pasar
lagi ada dalam pasar modern sebagai bentuk tradisional bahkan telah membentuk
pusat perbelanjaan yang tumbuh akibat struktur sosial yang telah terakumulasi dari
pertumbuhan ekonomi bebas, hal tersebut waktu ke waktu menjadi kekuatan energi
dipertegas bahwa pasar modern laten (Kim, Lee, & Ahn, 2004). Serta dalam
menerapakan konsep ‘The Buyers are The lingkup yang lebih makro, perencanaan
King’ (Pembeli adalah Raja). Para kota harus mempertimbangkan evolusi kota
pengujung akan berhadapan dengan dalam perjalanan waktu, pengalaman dari
pramuniaga yang ramah, berpakaian rapi, masa lalu, dan nilai-nilai yang melekat pada
dan tidak perlu ‘bertengkar’ dengan bentuk tradisional perkotaan untuk menuju
penjual, karena harga sudah ditetapkan dan kota dengan komunitas yang berkelanjutan
pengunuung tinggal membayar bla setuju secara sosial (Sharifi & Murayama, 2013).
dengan harga tersebut (Malano, 2011).
Dengan mekanisme demikian maka 2) Sistem Nilai Budaya yang ada pada
antara penjual dan pembeli dalam pasar pada Pasar Tradisional dan Pasar
modern sangat tidak mungkin untuk Modern
berinteraksi atau bertemu, sehingga tidak Pengertian tentang budaya
ada komunikasi diluar transaksi jual-beli. diungkapkan oleh Harper bahwa budaya
Lain halnya dengan pasr tradisional, yang mengacu pada pola aktivitas manusia dan
terjadi adalaha sebaliknya. Namun seberapa struktur simbolik yang memberikan arti dan
tingkat intensitas pertemuan dan interakasi pentinya kegiatan. Sedangkan menurut
serta kedekatan anatara penjual dan pembeli Raymonds mendefinisikan budaya sebagai
secara sosial belum ada kajian yang lebih cara hidup bagi seluruh masyarakat; ini
rinci. Bahkan dalam merevitalisasi pasar meliputi: kode cara , pakaian, bahasa,
tradisional-pun, pendekatan nilai soaial agama , ritual , norma-norma perilaku
belum banyak digunakan, hingga pada seperti hukum dan moralitas, dan sistem
akhirnya pedaganglah yang merasa kepercayaan serta seni (Abdel-Hadi, 2012).
dirugikan dengan hasil upaya revitalisasi. Sebagai perwujudan dalam kehidupan
Dengan demikian pentingnya budaya tercermin dalam sebuah cara hidup
penggunaan dasar pertimbangan struktur atau 'gaya hidup' yang mengahsilkan suatu
sosial dalam revitalisasi dan pembangunan sikap, nilai-nilai atau pandangan hidup
kembali komponen suatu kota. individu. Tidak semua aspek gaya hidup
Pembangunan kembali pusat kota biasanya bersifat sukarela. Sistem sosial dan teknis
berkonsentrasi terlalu banyak pada dapat membatasi pilihan gaya hidup yang
transformasi spasial dan mengabaikan tersedia bagi individu (Spaargaren, 2000).
pentingnya tatanan sosial yang ada, Garis antara identitas pribadi dan perbuatan
dikarenakan nilai sosial tradisional sehari-hari yang menandakan gaya hidup
memiliki energi yang dapat dilestarikan dan tertentu menjadi kabur dalam kehidupan
ditingkatkan untuk merevitalisasi kawasan masyarakat modern (Giddens, 1991).
komersial. Seperti yang diketahui bahwa Dalam modernitas, landasan konstruksi
pasar tradisional tidak hanya berorientasi gaya hidup adalah perilaku konsumsi, yang
sebagai wadah komersial tetapi hal yang menawarkan kemungkinan untuk
penting bahwa pasar tradisional menjadi menciptakan individualisme diri dengan

11
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

produk dan layanan yang berbeda (Ropke, dalam posisi yang paling mampu untuk
1999). didudukinya. Mereka yang mampu
Bagi masyarakat Indonesia, memimpin dan berorganisasi eksekutif
khususnya Jawa, pasar tradisional adalah akan menjadi pengusaha yang berhasil,
ruang yang sarat nilai-nilai kultural. Pasar mereka akan berada dalam posisi yang
tradisional tidak sekadar ruang ekonomi terbaik untuk melaksanakan kualitas yang
tetapi memiliki cakupan nilai kultural. dimilikinya. Pengusaha yang tidak efisien
Pasar tradisional menjadi representasi akan tersingkir oleh proses kegagalan
ruang publik yang tidak sekadar tempat sederhana (Mannan, 1992)
jual-beli, tetapi juga sarana interaksi sosial Pasar merupakan subsistem dari
budaya. Tak heran bila pasar tradisional suatu sistem ekonomi yang lebih luas untuk
juga berfungsi sebagai media deseminasi membangkitkan perkembangan suatu
nilai-nilai kehidupan yang terkait kejujuran, wilayah dan membentuk putaran sirkuit
membangun relasi, mencari keuntungan perdagangan. Ada tiga tingkatan pokok,
seperti nilai-nilai tuna sathak bathi sanak yakni: (1) lokal/setempat yang
(sedikit merugi tidak apa tetapi memperoleh menjembatani aktivitas perdagangan intra-
saudara/relasi), aja mitunani wong liya desa atau antara desa-desa tetangga; (2)
(berdagang jangan merugikan orang lain), regional yang menyalurkan komoditas ke
aja ngaya ana dina ana upa (mencari uang berbagai tempat pada suatu wilayah tertentu
seperlunya), sithik ning lumintu (sedikit dan antar distrik dalam wilayah tersebut;
tetapi tetapi cukup), dan sebagainya. dan (3) nasional yang muncul apabila
(Negara, 2011) produk-produk regional sudah cukup untuk
memenuhi wilayahnya (Sunoko, 2002).
Sedangkan pasar tradisional yang berperan
3) Sistem Nilai Ekonomi yang ada pada penting biasanya berlokasi di pusat dengan
pada Pasar Tradisional dan Pasar peringkat yang lebih tinggi dan sebaliknya
Modern untuk pasar penunjangnya (Pamardhi,
Struktur ekonomi kapitalis adalah 1997)
struktur bersaing. Hal tersebut merupakan Wadah jual-beli dalam susunan tata
suatu keharusan, karena jumlah ruang yang terencana, namun pasar dapat
persaingan yang cukup, sangat diperlukan berujud sebagai fungsi lain dari sebuah
bila seluruh proses prodoksi dan distribusi jalan atau sebaliknya pasar berada dalam
diatur oleh kekuatan pasar. Untuk ruang yang memanjang dan bagaikan
menyiagakan inisiatif secara terus-menerus sebuah jalan yang dikenal dengan
sehingga dapat melindungi konsumen istilah Street Markets. Street Markets
terhadap eksploitasi, dan merupakan komponen utama dalam
mempertahankan suatu system harga yang pembentukan dan regulasi lembaga
cukup fleksibel maka kapitalisme informal regional. Hal tersebut terlihat
mempunyai keyakinan bahwa persaingan dalam 3 hal: 1) politik mikro alokasi ruang
diperlukan dalam ekonominya. yang mengatur interaksi antara pedagang
Selanjutnya kapitalisme menyatakan dan pemerintah daerah, dan penegakan
bahwa persaingan dapat menyebabkan standar lokal kesopanan usaha, 2) penjual
suatu proses seleksi alami dan dengannya yang membangun tempat untuk menjajakan
setiap individu dapat mencapai tingkat dagangan dan menghasilkan tatanan barang

12
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

dagangan menyerupai pasar, dan 3) Salah satu hasil penelitian yang mengkritisi
terbentuknya jaringan Street Markets Central Place Theory diungkapkan oleh
menjadi pusat jaringan grosir jual beli dan Jordan W. Smith, Myron F. Floyd , 2013,
jalinan tenaga kerja di area tersebut dinyatakan bahwa penyediaan ruang
(Lauermann, 2013). terbuka perkotaan terjadi melalui
Strategi ketahanan pasar tradisional mekanisme politik dan ekonomi yang bisa
lebih reaktif daripada proaktif. Situasi ini meminggirkan kelompok minoritas ras, dan
mengakibatkan sikap fleksibilitas untuk akses untuk membuka ruang ditentukan
beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan. oleh pola spasial aglomerasi ekonomi. Hasil
Namun, karena tidak ada kebijakan tentang penelitian ini berbeda dengan Central Place
pasar tradisional yang menyeluruh, maka Theory (Smith & Floyd, 2013). Hal tersebut
strategi reaktif dapat menyebabkan dipertegas dengan pernyataan bahwa
penggunaan lahan disekitar pasar pertumbuhan perkotaan sangat dipengaruhi
tradisional menjadi tidaksesuai dengan oleh konsekuensi sosial masyarakat lokal
rencana ruang kota (Erkip, Kızılgün, & melalui variasi dalam tingkat
Akinci, 2014). kelompok/ras/etnis yang berbeda dalam
mengakses ruang terbuka. Seiring dengan
4) Sistem Nilai Tempat yang ada pada hal tersebut, tata ruang pasar tradisional
pada Pasar Tradisional dan Pasar merupakan subsistem dari suatu sistem
Modern ekonomi yang lebih luas untuk
Dalam Central Place Theory, membangkitkan perkembangan suatu
dijelaskan tentang distribusi spasial sistem wilayah dan membentuk putaran sirkuit
kota. Pola ini dipahami sebagai tempat perdagangan (Sunoko, 2002).
pusat dan daerah pasar. Tempat pusat Regenerasi suatu kota secara
memiliki fungsi utama untuk memasok berkelanjutan, harus mampu membuat
barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya, tempat bagi masyarakat lokal untuk
dalam menjual berbagai barang dan jasa. melestarikan sejarah sosial-budaya
Sedangkan daerah pasar merupakan daerah lingkungan perkotaan, tidak hanya sekedar
area konsumen bepergian dari dan ke melestarikan bentuk tradisional sebagai
tempat pusat. Komposisi antara satu tempat simbol budaya. Tradisi harus berkembang
pusat dengan tempat pusat yang lain dalam bentuk kolektif yang digunakan
merupakan bagian dari hirarki dengan dalam desain arsitektur dan perkotaan
tempat-tempat pusat yang lebih besar dengan tetap menjaga keterlibatan
lingkup dan perannya. Dan pengaruhnya masyarakat, dalam rangka mencapai
ada pada daerah pasar yang lebih luas identitas budaya secara nyata dan kesatuan
jangkauannya. Besar kecilnya ukuran area sosial (Chen, 2011). Hal tersebut didukung
pasar ini akan menentukan sifat dari tata dengan adanya upaya optimalisasi potensi
ruang. Model Christaller tersebut ruang kota melalui peningkatan integrasi
memegang faktor konstan dengan asumsi sosial. Hubungan ruang dengan manusia
semua faktor dianggap sama bahkan polos dan perilaku manusia dapat digunakan
dan distribusi sumber daya alam seragam. sebagai tolak ukur dimensi lingkungan
(Christaller, 2014). Dengan demikian, sosial dan identitas lingkungan perkotaan
Central Place Theory tidak bisa untuk (Cheshmehzangi & Heat, 2012). Tidak
menjelaskan aglomerasi di banyak daerah. hanya terbatas pada upaya tersebut, dalam

13
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

mengidupkan ruang bersejarah dapat The Centre for Transportasion


dilakukan dengan mengaktifkan ruang Studies.
disekitar kawasan bersejarah dengan Chen, F. (2011). Traditional Architecture
aktivitas pasar sementara atau temporer. Form in Market Oriented Chinese
Sehingga aktivitas antara kegiatan Cities? Habitat International ,
bersejarah dengan kegiatan sehari-hari 410-418.
dapat mendukung keberlanjutan budaya Cheshmehzangi, A., & Heat, T. (2012).
(Zakariya & Harun, 2013). Urban Identities: Influences on
Socio-Environmental Values and
Spatial Inter-Relations. Procedia -
DAFTAR PUSTAKA Social and Behavioral Sciences ,
253-264.
Abdel-Hadi, A. (2012). Culture, Quality of Christaller, W. (2014, Mei 2). Central place
life, Globalization and Beyond. theory. Retrieved Mei 3, 2014,
Procedia Social and Behavior from en.wikipedia.org:
Sciences , 11-19. http://en.wikipedia.org/wiki/Centr
Abdullah, I. (2006). Konstruksi dan al_place_theory
Reproduksi Kebudayaan. Deprizal. (2013, Mei 4).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. deprizal.blogspot.com. Retrieved
Adrisijanti, I. (2000). Arkeologi Perkotaan April 23, 2014, from
Mataram Islam. Yogyakarta: deprizal.blogspot.com:
Penerbit Jendela. http://deprizal.blogspot.com/2013/
Alexander, J. (1987). Trade, Trades and 05/1.html
Trading in Rural Java. Singapore: Djakfar, M. (2009). Hukum Bisnis. Malang:
Oxford University Press. UIN Malang Press.
Anas, A., Arnott, R., & Small, K. A. (1998). Ekomadyo, A. S. (2007, November 12).
Urban Spatial Structure. Journal of Menelusuri Genius Loci Pasar
Economic Literature , 1426–1464. Tradisional sebagai Ruang Sosial
Andriani, M. N., & Ali, M. M. (2013). Urban di Nusantara. Retrieved
Kajian Eksistensi Pasar Februari 2, 2014, from
Tradisional Kota Surakarta. Jurnal www.ar.itb.ac.id:
Teknik PWK Universitas http://www.ar.itb.ac.id/pa/wp-
Diponegoro Volume No 2 No 2 , content/upload/2007/11/201212
252-269. Erkip, F., Kızılgün, Ö., & Akinci, G. M.
Basyir Z.B, M. (1987). Kota Gede Kuno, (2014). Retailers’resilience
Studi Pola Tata Kota dan Strategies and Their Impacts on
Kehidupan Masyarakatnya. Urban Space in Turkey. Cities ,
Yogyakarta: Universitas Gadjah 112-120.
Mada. Gallion, A. B., & Eisner, S. (1983). The
Bromley, R. (1987). Traditional and Urban Pattern: City Planning and
Modern Change in the Growt of Design. New York: Van Nostrand
Systems of Market Centres in Reinhold.
Highland Equador. Vancouver: Geertz, C. (1963). Peddlers and Princes:
Social Change and Economic

14
Cakra Wisata Vol 18 Jilid 2 Tahun 2017

Modernization in Two Indonesian Mannan, M. (1992). Ekonomi Islam “Teori


Towns. Chicago: The University of dan Praktek”. Jakarta: PT
Chicago Press. Intermasa.
Giddens, A. (1991). Modernity and self- Munoz, L. (2001). THE TRADITIONAL
identity: self and society in the late MARKET AND THE
modern age. Cambridge: SUSTAINABILITY MARKET:
Cambridge: Polity Press. IS THE PERFECT MARKET
Graaf, H. d. (1989). Terbunuhnya Kapten SUSTAINABLE? International
Tack, Kemelut di Kartosura Abad Journal of Economic Development
XVII (terj). Jakarta: Pustaka , 34-45.
Utama. NÆss, P., & Jensen, O. B. (2004). Urban
Hayami, Y. (1987). Dilema Desa. Jakarta: structure matters, even in a small
Yayasan Obor. town. Journal Environmental
Jano, P. (2006). Public and private roles in Planning and Management , 35-
promoting small farmers access to 57.
traditional market. Buenos Aires: Natawidjaja, R. (2005). Modern market
IAMA. growth and changing map of retail
Karnajaya, S. (2002). Pengaruh food sector in Indonesia. Bandung:
Pemindahan Lokasi Pasar Padjadjaran University.
Terhadap Morfologi Kota. Negara, P. D. (2011, Juli 26). Kumandang
Semarang: Pascasarjana Pasar Tradisional. Retrieved Mei
Universitas Diponegoro. 3, 2014, from suaramerdeka.com:
Kim, J. I., Lee, C. M., & Ahn, K. H. (2004). http://m.suaramerdeka.com/index.
Dongdaemun, a Traditional php/read/cetak/2011/07/26/15386
Market Place Wearing a Modern 4
Suit: The Importance of The Social Pamardhi, R. (1997). Planing for
Fabric in Physical Traditional Javanese Markets in
Redevelopments. Habitat Yogyakarta Region. Sydney:
International , 143-161. University of Sydney.
Kusmawati, F. (1996). Pola Hari Pasar di Permendagri. (2007). PERATURAN
Kabupaten Gunungkidu. MENTERI DALAM NEGERI No42
Yogyakarta: Universitas Gadjah Tahun 2007 Tentang Pasar Desa.
Mada. Jakarta: Menderi Dalam Negeri
Laksono, S. (2009). Runtuhnya Modal Republik Indonesia.
Sosial, Pasar Tradisional. Permendagri. (2012). PERATURAN
Malang: Citra Malang. MENTERI DALAM NEGERI
Lauermann, J. (2013). Practicing Space : REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Vending Practices and Street 20 TAHUN 2012 Tentang
Markets in Sana’a Yemen. Pengelolaan Dan Pemberdayaan
Geoforum , 65-72. Pasar Tradisional. Jakarta:
Malano, H. (2011). Selamatkan Pasar Menteri Dalam Negeri Republik
Tradisional. Jakarta: PT Gramedia Indonesia.
Pustaka Utama. Rahadi, R. A. (2012). Factors Related to
Repeat Consumption Behaviour:

15
Istijabatul Aliyah : Pemahaman Konseptual Pasar …

A Case Study in Traditional Spaargaren, G. a. (2000). Lifestyle,


Market in Bandung and Consumption and the Environment
Surrounding Region. Procedia - : The Ecological Modernisation of
Social and Behavioral Sciences, Domestic Consumption.
Volume 36, 529-539. Environmental Politics , 50-75.
Reardon, T. (2003). The Rise of Sunoko, K. (2002). Perkembangan Tata
supermarket in Africa, Asia, and Ruang Pasar Tradisional (Kasus
Latin America. American Journal Kajian Pasar-pasar Tradisional di
of Agricultural Economics , 85-90. Bantul). Yogyakarta: Universitas
Ropke, I. (1999). The Dynamics of Gadjah Mada.
Willingness to Consume. Sutami, W. D. (2012). Strategi Rasional
Ecological Economics , 399-420. Pedagang Pasar Tradisional.
Rutz, W. (1987). Cities and Town in Jakarta: Biokultur.
Indonesia. Berlin: Gebruder Suryadarma, D., Poesoro, A., Budiyati, S.,
Borntraeger . & Rosfadhila, A. M. (2007).
Santoso, J. (2008). Arsitektur-Kota Jawa, Dampak Supermarket terhadap
Kosmos, Kultur dan Kuasa. Pasar dan Pedagang Ritel
Jakarta: Centropolis Press. Tradisional di Daerah Perkotaan
Sharifi, A., & Murayama, A. (2013). di Indonesi. Jakarta: Lembaga
Changes in the traditional urban Penelitian SMERU.
form and the social sustainability Tjiptoatmodjo, F. S. (1980). Struktur
of contemporary cities: A case Birokrasi Mataram. Yogyakarta:
study of Iranian cities. Habitat Jurusan Sejarah Fakultas Sastra
International , 126-134. UGM.
Sirait, T. S. (2006). Identifikasi Toni, A. (2013). Eksistensi Pasar
Karakteristik Pasar Tradisional Tradisional Dalam Menghadapi
Yang Menyebabkan Kemacetan Pasar Modern Di Era
Lalu-Lintas Di Kota Semarang. Modernisasi.
Semarang: Jurusan Perencanaan http://www.stainumadiun.ac.id/w
Wilayah Dan Kota . p-content/uploads/2014/03/
Sitepu, R. K.-K. (2011). Dampak EKSISTENSI-PASAR-
Keberadaan Pasar Modern TRADISONAL-DALAM-
Terhadap Kinerja Ekonomi MENGHADAPI-PASAR.pdf 22
Regional. QE Journal | Vol.01 - April 2014, Jam 17.11WIB.
No.01 , 1-17. Wiryomartono, B. (2000). Seni Bangunan
Smith, J. W., & Floyd, M. F. (2013). The dan Seni Binakota di Indonesia.
Urban Growth Machine, Central Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Place Theory and Access to Open Zakariya, K., & Harun, N. Z. (2013). The
Space. Journal City Culture and People’s Dataran : Celebrating
Society , 87-98. Historic Square as A Potential
Soemardjan, S. (1991). Perubahan Sosial di Temporary Market Space,
Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Procedia - Social and Behavioral
Mada Press. Sciences , 592-601.

16

Anda mungkin juga menyukai