Anda di halaman 1dari 6

Variasi

Transaksi
1. Pembiayaan Musyarakah
Dengan Aset Non-Kas

Nilai wajar aset non-kas


lebih tinggi dari nilai buku

Nilai wajar aset non-kas


lebih rendah dari nilai buku
Contoh soal
1. Nilai wajar aset non-kas lebih tinggi dari nilai buku
Dalam kasus Bu Nasibah, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12 Februari 20XA) dilakukan dalam
bentuk aset non-kas. Bank syariah menyerahkan peralatan penggilingan padi untuk menambah kapasitas
produksi usaha Bu Nasibah. Aset non-kas tersebut memiliki nilai wajar Rp35.000.000. Berdasarkan
pencatatan bank, peralatan milik bank tersebut memiliki aset bank dengan nilai buku Rp34.100.000 (harga
perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi penyusutan Rp400.000). Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai
berikut. Tanggal Rekening Debit Kredit

02/03/XA Pembiayaan musyarakah Rp 35.000.000

Akumulasi penyusutan Rp 400.000

aset non-kas Rp 34.500.000

Keuntungan tangguhan Rp 900.000

Berdasarkan PSAK 106 paragraf 29, keuntungan tangguhan diamortisasi selama masa akad. Misalkan pada
kasus di atas, dengan lama akad 6 bulan, dan bank melakukan amortisasi setiap bulan, maka jurnal
amortisasi keuntungan setiap bulan adalah sebagai berikut
Tanggal Rekening Debit Kredit

02/03/XA Keuntungan Tangguhan Rp 150.000

Keuntungan Rp 150.000
Contoh soal
2. Nilai wajar aset non-kas lebih rendah dari nilai buku
Dalam kasus Bu Nasibah di atas, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12 Februari 20XA)
dilakukan dalam bentuk aset non-kas. Bank syariah menyerahkan peralatan penggilingan padi untuk
menambah kapasitas produksi usaha Bu Nasibah. Aset non-kas tersebut memiliki nilai wajar Rp33.200.000.
Berdasarkan pencatatan bank, peralatan milik bank tersebut memiliki aset bank dengan nilai buku
Rp34.100.000 (harga perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi penyusutan Rp400.000). Adapun bentuk
jurnalnya adalah
Tanggalsebagai berikut.
Rekening Debit Kredit

02/03/XA Pembiayaan musyarakah Rp 33.200.000

Akumulasi penyusutan Rp 400.000

Kerugian Rp 900.000

Aset non-kas Rp 34.500.000


Pelunasan Pembiayaan Musyarakah secara Bertahap

Misalkan pada kasus Bu Nasibah di atas disepakati bahwa pengembalian pokok dilakukan setiap tanggal 2 mulai
bulan Mei hingga bulan Agustus 20XA (4 bulan) dengan jadwal dan realisasi pengembalian sebagai berikut.
No Jadwal Pengembalian Jumlah Pokok Tanggal
Pembiayaan yang pembayaran
Dikembalikan*

1 2 mei 20x0 Rp 15.000.000 2 mei 20x0


2 2 juni 20x0 Rp 15.000.000 2 juni 20x0
3 2 juli 20x0 Rp 15.000.000 12 juli 20x0
4 2 agustus 20x0 Rp 15.000.000 12 agustus 20x0

* Jumlah pokok pembiayaan yang harus diserahkan per bulan dapat


dihitung dengan rumus berikut: Pengembalian pokok per bulan = Total
pembiayaan/jumlah bulan pelunasan = Rp60.000.000/4 = Rp15.000.000
Pola pembayaran nasabah dapat dibedakan atas dua

a. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan sesuai dengan jadwal yang disepakati


Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Mei dan Juni
yang dibayar pada tanggal jatuh tempo 2 Mei dan 2 Juni adalah sebagai berikut

b. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan melewati jadwal yang disekapati


Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa jika pembiayaan musyarakah belum dikembalikan oleh mitra aktif
saat jatuh tempo, pembiayaan musyarakah tersebut selanjutnya diakui sebagai piutang. Pada kasus Bu Nasibah di atas,
jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Juli dan Agustus yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo adalah sebagai
berikut.
Kerugian Usaha Musyarakah
a. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian
pengelola
• Berdasarkan PSAK 106 paragraf 26, disebutkan bahwa bagian
mitra pasif atas pembiayaan musyarakah dengan pengembalian
dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
• jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi dengan kerugian
• Nilai wajar aset musyarakah non-kas pada saat penyerahan untuk
usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugiab

b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola


• Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang
masih mampu melanjutkan usaha
• Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang
tidak mampu melanjutkan usaha (bangkrut)

Anda mungkin juga menyukai