Ketentuan Syariah
Tabungan
Tabungan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sama
halnya dengan giro, mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh DSN bagi bank syariah adalah
tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Tabungan mudharabah harus
mengikuti ketentuan mudharabah yang ditetapkan DSN, sedang tabungan wadiah harus
mengikuti ketentuan wadiah yang difatwakan DSN. Dalam praktik perbankan syariah di
Indonesia, sebagian besar bank syariah menggunakan skema tabungan mudharabah. Berikut akan
dibahas lebih detail tentang akuntansi tabungan mudharabah terlebih dahulu, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan tabungan wadiah.
Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya yang
menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan
PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah
penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas
atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer
diukur sebesar nilai tercatatnya.
02 Jun 20XA Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai
pembukaan tabungan mudharabah atas nama Ursila sebesar Rp3.500.000.
08 Jun 20XA Ursila menerima transfer dari nasabah BMS cabang Solo sebesar Rp500.000.
17 Jun 20XA Ursila menerima kiriman dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) sebesar
Rp1.500.000.
31 Jun 20XA Ursila menerima bagi hasil tabungan mudharabah dari BMS sebesar Rp20.000.
Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut.
Untuk transaksi yang bersifat transfer antarkantor, dalam praktik perbankan biasa digunakan
rekening sementara dengan nama rekening antarkantor (RAK), seperti dapat dilihat pada jurnal
transaksi tanggal 8 Juni. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang
berbeda, biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau
pihak yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Mekanisme ini biasa disebut dengan kliring. Pada
transaksi kliring, semua penerimaan dari atau pembayaran kepada bank lain dilakukan melalui
rekening giro pada Bank Indonesia, seperti yang terlihat pada jurnal transaksi tanggal 17 Juni.
Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan berkurangnya saldo tabungan mudharabah adalah
penarikan tunai oleh nasabah, transfer ke rekening lain pada bank yang sama, transfer kepada
nasabah bank lain, serta penarikan biaya administrasi tabungan, pajak, dan lainnya oleh bank.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkurangnya saldo rekening tabungan
mudharabah nasabah.
Kasus 6.2 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah
07 Jun 20XA Ursila, nasabah Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menarik tunai
tabungan mudharabah sebesar Rp1.500.000,
11 Jun 20XA Ursila mentransfer sebesar Rp500.000 dari rekeningnya ke rekening tabungan
nasabah BMIS cabang Sola
14 Jun 20XA Unsila mentransfer sebesar Rp250.000 dari rekeningnya ke rekening giro
nasabah Bank Syariah Muhammadiyah (BSM)
31 Jun 20XA Potongan tabungan mudharabah Ursila untuk administrasi tabungan sebesar
Rp2.000 dan pajak sebesar Rp4.000 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar
Rp20.000 pada transaksi Kasus 6.7 di atas).
Kr kas 1.500.000
* Pajak PPh Pasal 4 (2) atas bunga atau pendapatan yang dapat disamakan dengan itu (bagi hasil
atau bonus dalam transaksi perbankan syariah) adalah sebesar 20% dan dimasukkan dalam
rekening titipan kas negara.
Akuntansi Tabungan Wadiah
ketiga atas bagi hasil yang dihitung dalam persentase tertentu yang harus dibayar oleh
bank secara periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah. Adapun nasabah tabungan
wadiah, menerima insentif dalam bentuk bonus wadiah' yang bersifat sukarela dan tidak
disyaratkan di muka, Berdasarkan PAPSI 2013, pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah
diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
Berdasarkan ilustrasi jurnal pada PAPSI 2013 (hal 11.2), transaksi pembayaran pajak
terhadap bonus wadiah, langsung mengurangi tabungan wadiah.
Akan tetapi, dalam praktik, Bank cenderung menunjukkan jumlah total bonus yang
diberikan dalam buku tabungan. Misalkan pada tanggal 5 Maret 20XA, Haniya nasabah
tabungan wadiah Bank Peduli Syariah (BPS) menerima bonus wadiah sebesar Rp20.000 dan
dipotong pajak Rp4.000. Maka jurnalnya adalah sebagai berikut:
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet, giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan. Dalam perbankan syariah, mekanisme giro yang dibenarkan ada dua jenis,
yaitu wadiah dan mudharabah. Dengan demikian, dikenal istilah giro wadiah dan giro
mudharabah. Dalam praktik perbankan, skema yang umum digunakan adalah giro wadiah.
Bagian berikut akan membahas kedua jenis giro tersebut.
Giro Wadiah
Giro wadiah adalah giro yang harus mengikuti fatwa DSN tentang wadiah. Akad wadiah
adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk
memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu
waktu penitip mengambil dana tersebut. Dalam transaksi giro wadiah ini, nasabah bertindak
sebagai penitip dana (mudi") dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda"). Bank
berkewajiban menjaga dana titipan dan bertanggung jawab atas pengembaliannya bila sewaktu
waktu ditarik oleh nasabah pemilik dana titipan.
Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakikat
wadiah adalah qardh dan pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada
pemilik dana wadiah. Kendati demikian, bank syariah diperbolehkan memberikan bonus sukarela
kepada pemilik dana wadiah, dengan syarat tidak diperjanjikan di muka.
Rekening giro wadiah dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai, transfer dari
tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari nasabah bank lain
yang diuangkan oleh nasabah suatu bank, dan penerimaan bonus giro wadiah dari bank syariah.
Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan bertambahnya saldo rekening giro wadiah
nasabah.
01Mar20XA Bank Murni Syariah (BMS) cabang Yogyakarta menerima setoran tunai
pembukaan tabungan mudharabah atas nama Ursila sebesar Rp35.000.000.
05Mar20XA Thariq menerima transfer dari BMS cabang Solo sebesar Rp5.000.000.
10Mar 20XA Thariq menerima bilyet giro dari nasabah Bank Peduli Syariah (BPS) yang
pernah membeli sesuatu dari Thariq seharga Rp15.000.000. Bilyet Giro
tersebut dicairkan oleh Thariq untuk dimasukkan ke rekening giro wadiah
Thariq di BMS.
31 Mar 20XA Thariq menerima bonus giro wadiah dari BMS sebesar Rp50.000
Untuk transaksi yang bersifat transfer antarkantor, dalam praktik perbankan biasa
digunakan rekening sementara dengan nama RAK, seperti dapat dilihat pada jurnal transaksi
tanggal 5 Maret. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang berbeda,
biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau pihak yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Beberapa transaksi yang berakibat terjadinya berkurangnya saldo giro wadiah antara lain
adalah penarikan cek oleh nasabah giro wadiah untuk ditukar secara tunai, penarikan bilyet giro
untuk ditransfer ke cabang lain bank yang sama atau ke nasabah bank lain, serta potongan
administrasi dan pajak tabungan.
03Mar20XA Thariq menggunakan cek untuk mencairkan dana ndi rekening giro
wadiahnya di Bank Murni Syariah (BMS) secara tunai sebesar Rp12.000.000
12Mar 20XA Thariq menggunakan bilyet giro untuk pembayaran pembelian sebuah mesin
kepada nasabah giro bank lain snebesar Rp10.000.000
31 Mar 20XA Dipotong giro wadah Thariq untuk administrasi giro wadah sebesarRp15.000
dan untuk pajak sebesar Rp10.000 (20% dari bonus giro wadiah yang
diterima sebesar Rp50.000 seperti yang sudah dicatat pada kasus 6.3)
Kr kas 12.000.000
Giro mudharabah merupakan instrumen penghimpunan dana melalui produk giro yang
menggunakan akad mudharabah. Giro mudharabah harus mengikuti fatwa DSN tentang
mudharabah. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak
penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Penjelasan konsep dasar lebih lanjut dapat dilihat pada pembahasan tentang mudharabah dalam
Bab 7 buku ini.
Akuntansi giro mudharabah pada prinsipnya sama dengan akuntansi giro wadiah.
Pembeda antara akuntansi giro mudharabah dengan giro wadiah yang sudah dibahas adalah
dalam hal insentif yang diterima oleh nasabah. Dalam giro wadiah, insentif yang diterima adalah
bonus giro wadiah yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan di muka. Adapun insentif yang
diterima nasabah giro mudharabah adalah bagi hasil dalam persentase tertentu yang harus
dibayar oleh bank secara periodik sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah.
Sebagai contoh, pada tanggal 5 Maret 20XA Haniya, nasabah giro mudharabah Bank
Peduli Syariah (BPS), menerima imbalan bagi hasil atas rekening gironya sebesar Rp45.000.
Dengan demikian, jurnalnya adalah sebagai berikut.
Deposito Mudharabah
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, deposito adalah investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara
nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS). Fatwa DSN Nomor 3
Tahun 2000 menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan dalam syariah adalah deposito yang
berdasarkan prinsip mudharabah. Dalam transaksi deposito mudharabah, nasabah bertindak
sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk bermudharabah dengan
pihak lain.
Modal yang didepositokan harus dinyatakan dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
Adapun pembagian piutang harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
pembukaan rekening. Sebagai mudharib, bank menutup biaya operasional deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya dan bank tidak diperkenankan
mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Siklus kegiatan deposito dimulai dari transaksi pembukaan deposito oleh nasabah. Pada
saat itu, antara nasabah dan bank sudah menyepakati nisbah bagi hasil dasar dan jangka waktu
deposito (tanggal pencairan deposito). Selama jangka waktu deposito, saldo deposito bersifat
tetap, karena pengambilan atau penambahan deposito hanya dilakukan saat jatuh tempo atau saat
penutupan jika ingin diambil sebelum jatuh tempo, bagi hasil yang diterima oleh nasabah
dimasukkan ke rekening yang lain, dan pajak yang mesti dibayar langsung diambil dari bagi
hasil yang akan diberikan kepada nasabah. Transaksi berikut adalah ilustrasi terkait dengan
transaksi deposito mudharabah.
01 Sep 20XA Bank Murni Syariah(BMS) menerima setoran atas nama bunda Dolly
Rp5.000.000 sebagai investasi deposito mudharabah untuk jangka waktu satu
bulan dengan nisbah 60% untuk nasabah dan 40% untuk BMS
30 Sep 20XA Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan, bagi hasil yang akan dibayar
untuk kelompok deposito mudharabah adalah sebesar Rp15.000.000
04 Okt 20XA Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah kepada bunda Dolly sebesar
Rp40.000 dan atas pembayaran tersebut dipotong pajak sebesar 20%.
Pembayaran bagui hasil dilakukan ke rekening tabungan mdharabah atas nama
pemilik yang sama,
05 Okt 20XA Bunda Dolly mencairkan deposito mudharabah. Pencairan dilakukan secara
tunai.
Jurnal transaksi kasus diatas adalah sebagai berikut:
Penyajian akun yang berkaitan dengan transaksi penghimpunan dana didasarkan pada
akad yang digunakan. Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.13), terdapat beberapa akun yang yang
berkaitan dengan penghimpunan dana dengan akad mudharabah disajikan sebagai berikut:
1. Dana mudharabah disajikan sebagai dana syirkah temporer dengan memisahkan antara
dana mudharabah yang berasal dai bank dan yang berasal dari bukan bank.
2. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi
belum diserahkan kepada nasabah disajikan dalam pos kewajiban segera.
3. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan pada akhir periode tetapi belum
jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
Untuk penghimpunan dengan skema wadiah, PAPSI 2013 (h. 11.2) menyatakan bahwa saldo
simpanan wadiah disajikan sebesar jumlah nominalnya untuk masing-masing bentuk simpanan.
Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.14-15), untuk dana yang dihimpun dengan skema mudharabah
harus mengungkap antara lain:
1. Isi kesepakatan utama akad mudharabah berupa porsi dana dan pembagian hasil usaha.
a. Sumber dana mudharabah yang berasal dari mudharabah mutlaqah dan mudharabah
muqayadah.
4. Pihak-pihak yang berelasi, baik nasabah (pemilik dana, shahibul maal) atau nasabah
penerima penyaluran dana mudharabah..
5. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu antara lain sebagai jaminan
pembiayaan dan atau transaksi perbankan syariah lainnya.
Untuk penghimpunan dengan skema wadiah, PAPSI 2013 (h. 11.2) menyebutkan hal-hal yang
harus diungkapkan antara lain: