Anda di halaman 1dari 12

Teknis Perhitungan dan Perjunalan Transaksi Musyarakah

Pembahasan teknis perhitungan dan perjunalan transaksi pembiayaan musyarakah didasarkan pada
kasus 8.1 berikut.

Perhitungan Transaksi Musyarakah


Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi musyarakah adalah perhitungan pengembalian
bagian bank sekitarnya jenis musyarakah yang digunakan adalah musyarakah menurun. Pada
musyarakah menurun, mitra aktif (nasabah pembiayaan) secara periodic mengembalikan bagian
bank.
Penjurnalan Transaksi Musyarakah
Saat Akad Disepakati
Dalam praktik perbankan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank akan membuka cadangan
rekening pembiayaan musyarakah untuk nasabah. Pada tanggal itu juga, bank membebankan biaya
administrasi dengan mendebit rekening nasabah.
Jurnal untuk membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk Bu Nasibah dan
pembebanan biaya administrasi adalah sebagai berikut.
Saat Penyerahan Pembiayaan Musyarakah oleh Bank kepada Nasabah
Dalam PSAK 106 paragraf 27 disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat
pembayarakan kas atau penyerahan asset non-kas kepada mitra aktif. Asset berwujud kas dinilai
sebesar jumlah yang dibayarkan (paragraph 28a), sedangkan asset yang berwujud non-kas dinilai
sebesar nilai wajar, dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat asset non-kas, maka
selisih tsb diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamorisasi selama masa akad, atau sbg
kerugian pada saat terjadinya (paragraph 28b). Pembiayaan musyarakah non-kas yang diukur
dengan nilai wajar asset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas
asset yang diserahkan, dikurangi amorisasi keuntungan tangguhan (jika ada) (paragraph 29).
Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah seperti biaya studi kelayakan, tidak dapat
diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah, kecuali ada persutujuan mitra (paragraph 30).
Penyerahan pembiayaan musyarakah tidak harus dilakukan pada saat akad. Penyerahan
investasi dilakukan ketika nasabah siap menggunkan investasi yang diperlukan. Dengan demikian,
investasi bisa diserahkan lebih dari satu termin.
Dalam kasus Bu Nasibah di atas, anggaplah bahwa pada tanggal 12 Februari bank
mentransfer sebesar Rp.35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama.
Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar
Rp25.000.000. Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

Saat Penerimaan Bagi Hasil Bagian Bank


Selama akad berlangsug, pendapatan usaha pembiayaan musyarakah diakuki sebesar bagian mitra
pasif sesuai kesepakatan. Sementara itu, kerugian penbiayaan musyarakah diakui sesuai dengan
porsi dana. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola
usaha yang dilakukan secara terpisah.
Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama dua kali masa panen yang di
laporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA.

Transaksi di atas dapat kita klasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:


1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan
pelaporan bagi hasil, (seperti pada bagi hasil untuk masa panen 1)
Berdasar PSAK 106 paragraf 34, disebutkan bahwa pendapatan usaha pembiayaan
musyarakah di akui sebesar bagian mitra sesuai kesepakatan.
Misalkan untuk pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen pertama, Bu Nasibah
melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal tersebut, Bu
Nasibah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp3.500.000. Jurnal
untuk mencatat penerimaan bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut.

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal


pelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen II.

Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun
ini merupakan sub-akun dari piutang. Adapun aku. pendapatan bagi hasil musyarakah
aktual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil ini belum terwujud kas,
maka pendapatan bagi hasil aktual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil
dengan nasabah penghimpunan. Untuk kemudahan mengidentifikasikan dengan
pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas.
Seperti halnya para transaksi mudhrabah, dalam praktik perbankan, beberapa bank
mengabaikan pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah aktual. Pada tahun berjalan,
kendati telah ada pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank belum
mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan pendapatan ditunda hingga bank
mengidentifikasi pendapatan yang bersifat aktual secara manual, untuk selanjutnya
mengakui sebagai pendapatan pada laporan laba rugi dan piutang pendapatan bagi hasil
musyarakah pada laporan neraca.

Saat Akad Berakhir


Pada musyarakah permanen, jumlah investasi bank syariah pada nasabah adalah tetap
hingga akhir masa akad. Investasi tersebut baru diterima kembali pada saat akad diakhiri.
Pada saat akad diakhiri, terdapat dua kemungkinan, yaitu nasabah mampu mengembalikan
pembiayaan musyarakah dan nasabah tidak mampu mengembalikan pembiayaan
musyarakah tersebut.
1. Alternatif 1: nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah bank

2. Alternatif 2: nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal musyarakah


bank
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa pada saat akad musyarakah
berakhir, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui
sebagai piutang. Misalkan pada Bu Nasibah tidak mampu melunasi modal musyarakah
bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah sebagai berikut.

Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang pembiayaan musyarakah jatuh tempo,
maka jurnalnya adalah sebagai berikut.

Variasi Transaksi
1. Pembiayaan Musyarakah dengan menggunakan asset non-kas
Secara teori, transaksi pembiayaan musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan
asset non-kas. Akan tetapi, berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa praktisi bank
syariah dapat disimpulkan bahwa transaksi jenis ini tidak lazim diterapkan dalam dunia
perbankan syariah. Semua pembiayaan musyarakah oleh bank pada umumnya berwujud
kas. Akan tetapi, jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan musyarakah dengan
menggunakan asset non-kas, dapat mengacu PSAK 106 paragraf 27, yang disebutkan
bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset
non-kas kepada mitra aktif.
a. Nilai wajar asset non-kas lebih tinggi dari nilai buku
Asset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat asset non-kas, maka selisih tsb diakui sebagai keuntungan
tangguhan dan diamortisasi selama masa akad, atau sebagai kerugian pada saat
terjadinya (paragraph 28b). Pembiayaan musyarakah non-kas yang diukur dengan nilai
wajar asset yang diserahkan akan berkurang nialinya sebesar beban penyusutan atas
asset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada)
(paragraph 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, seperti biaya studi
kelayakan, tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada
persetujuan dari seluruh mitra (paragraph 30).
Dalam kasus Bu Nasibah, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12 Februari
20XA) dilakukan dalam asset non-kas. Bank syairah menyerahkan peralatan
penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi usaha Bu Nasibah. Asset non-
kas tsb memiliki nilai wajar Rp.35.000.000. Berdasarkan pencatatan bank peralatan
milik bank tsb memiliki asset bank dengan nilai buku Rp.34.100.000 (harga perolehan
Rp34.500.000 dan akumulasi penyusuta Rp400.000). Adapun bentuk jurnalnya adalah
sebagai berikut.

Berdasarkan PSAK 106 paragraf 29, keuntungan tangguhan diamortisasi selama masa
akad. Misalkan pada kasus di atas, dengan lama akad 6 bulan, dan bank melakukan
amortisasi setiap bulan, maka jurnal amortisasi keuntungan setiap bulan adalah sebagai
berikut.

b. Nilai wajar asset non-kas lebih rendah dari nilai buku


Untuk asset yang berwujud non-kas dengan nilai wajar rendah dari nilai buku, maka
selisih tsb diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraph 28b). Dalam kasus
Bu Nasibah di atas, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12 Februari 20XA)
dilakukan dalam bentuk asset non-kas. Bank syariah menyerahkan peralatan
penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi usaha Bu Nasibah. Asset non-
kas tsb memiliki nilai wajar Rp32.200.000. Berdasarkan pencatatan bank, peralatan
milik bank tsb memiliki asset bank dengan nilai buku Rp34.100.000 (harga perolehan
Rp34.500.000 dan akumulasi penyusutan Rp400.000). Adapun bentuk jurnalnya
adalah sebagai berikut.

2. Pelunasan pembiayaan musyarakah secara bertahap


Selain menggunakan skema musyarakah permanen atau musyarakah dengan ketentuan
jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, para mitra dapat menggunakan skema
musyarakah menurun. Musyarakah menurun atau biasa disebut dengan musyarakah
mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun
dan pada akhir masa akad mitra lain tsb akan menjadi pemilik penuh usaha tsb (PSAK 106
paragraf 4).
Pada musyarakah menurun, pengembalian pokok investasi bank oleh nasabah dilakukan
sesuai dengan jadwal dan jumlah yang ditentukan bersama pada saat akad musyarakah
disepekati. Misalkan pada kasus Bu Nasibah di atas disepakati bahwa pengembalian pokok
dilakukan setiap tanggal 2 mulai bulan Mei hingga bulan Agustus 20XA (4 bulan) dengan
jadwal dan realisasi pengembalian sebagai berikut.

Pola pembyaran nasabah dapat dibedakan atas dua, yaitu pembayaran tepat pada jadwal
yang disepakati seperti pada pembayaran Mei dan Juni, dan pembayaran melewati jadwal
yang ditentukan seperti pada bulan Juli dan Agustus.
a. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan sesuai dengan jadwal yang disepakati
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Mei dan
Juni yang di bayar pada tanggal jatuh tempo 2 Mei dan 2 Juni adalah sebagai berikut.

b. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan melewati jadwal yang disepakati


Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa jika pembiayaan musyarakah
belum dikembalikan oleh mitra aktif saat jatuh tempo, pembiayaan musyarakah tsb
selanjutnya diakui sbg piutang.
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Juli dan
Agustus yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo adalah sbg berikut.

3. Kerugian usaha musyarakah


Salah satu ciri dari pembiayaan musyarakah adalah ikut sertanya pemilik modal
menaggung resiko jika terjadi kerugian usaha. Kerugian usaha musyarakah dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kerugian karena kelalaian pengelola dan kerugian
bukan karena kelalaian pengelola.
a. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian pembiayaan
musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi
nilai asset musyarakah.
Misalkan pada bagi hasil masa panen II, dilaporkan pada tanggal 2 Agustus 20XA
bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta akibat bencana alam banjir bandang
yang mengenai gudang penyimpanan berasnya. Sesuai dengan ketentuan musyarakah,
kerugian yang diakui bank adalah sesuai porsi bank.
Perhitungan porsi tanggung jawab bank adalah sebagai berikut.
Porsi tanggung jawab bank = __Investasi Bank____ x Rp.1.000.000
Total Pembiayaan
musyarakah
= __Rp.60.000.000 x Rp.1.000.000
Rp.80.000.000
= Rp750.000

Kerugian musyarakah sebesar Rp750.000 tsb menunjukan bahwa bank syariah


menanggung 75% kerugian Rp1.000.000 pembiayaan musyarakah yang terjadi.
Implikasi dari adanya kerugian tsb adalah berkurangnya pengembalian modal
pembiayaan milik bank syariah. Berdasarkan PSAK 106 paragraf 26, disebutkan bahwa
bagian mitra pasif atas pembiayaan musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif
diakhir akad dinilai sebesar:
a. Jumlah kas yang di bayarkan untuk usaha musyarakah pada awal. Akan dikurangi
dengan kerugian (jika ada): atau
b. Nilai wajar asset musyarakah non-kas pada saat penyerahann untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

Dengan demikian, jurnal saat Bu Nasibah mengembalikan modal musyarakah pada


waktu jatuh tempo adalah sebagai berikut.

Dalam praktik perbankan, pengakuan kerugian, pada pembiayaan musyarakah


sejauh ini diperlakukan mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas bank
Indonesia.
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola
a. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang masih mampu
melanjutkan usaha.
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian
atau kesalahan mitra aktif, maka kerugian tsb ditanggung oleh mitra aktif atau
pengelola musyarakah.
Misalkan pola bagi hasil masa panen kedua dilaporkan pada tanggal 2 Agustus
20XA bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta. Setelah diteliti, kerugian
disebabkan oleh kesalahan Bu Nasibah. Dalam hal ini tidak ada jurnal karena
kelalaian nasabah dan kerugian ini tidak berpengaruh terhadap pembayaran modal
pembiayaan musyrakah pada bank syariah.
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang tidak mampu
melanjutkan usaha (bangkrut).
Dalam praktik perbankan, kegiatan yang terjadi pada nasabah yang lalai sangat
mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau
mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga bisa mengikuti perlakuan
kebijakan kolektibilitas bank Indonesia.
Berikut ini adalah ilustrasi pembiayaan musyarakah menurun dengan kasus
nasabah pengelola melakukan kelalaian dan dipandang tidak mampu melanjutkan
usaha (bangkrut).
Kasus 8.2 Transaksi Pembiayaan Musyarakah Menurun—Kasus Bermasalah

Jurnal untuk ilustrasi di atas adalah sbg berikut.


1. Jurnal saat pencairan
Misalkan pada tanggal 10 Januari 2009, bank melakukan pencairan ke rekening nasabah,
maka jurnal pencairan adalah sbg berikut.

2. Jurnal penyisihan
Saat akhir bulan 31 Januari 2009, bank melakukan penilaian atas kualitas asset. Karena
baru cair dan status lancer, maka bank wajib membentuk cadangan kerugian sebesar 1%

Biaya penyisihan penghapus sebesar Rp10.000 masuk ke L/R, sedangkan penyisihan


penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke sisi asset neraca sebagai contra account
musyarakah.
Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi asset adalah:
Pembiayaan musyarakah Rp1.000.000
Penyisihan penghapusan Rp (10.000)
Pembiayaan musyarakah asset Rp990.000
Misalkan pada bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur pokok
dan bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sbg berikut.

Misalkan, pada 10 Februari 2009, nasabah mengangsur pokok dan bagi hasil. Realisasi
profit adalah 20.000. Jurnal untuk angsuran pokok dan bagi hasil pada tanggal tsb adalah
sbg berikut.

Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil.
Realisasi profit adalah 0. Diketahui 7 hari yang lalu, usaha nasabah berhenti total karena
kebakaran akibat kecerobohan nasabah.
Jurnal angsuran pokok : tidak ada
Jurnal bagi hasil : tidak ada
Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 ada investasi yang disalurkan tsb. Hal
ini disebabkan karena sudah tidak dimungkinkan lagi usaha yang di biayai memberikan
hasil atau keuntungan. Diketahui juga bahwa agunan yang digunakan dalam investasi turut
terbakar.
Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar adalah 700.000 (besarnya investasi awal
1.000.000 dikurangi 3x angsuran pokok @100.000). Berdasarkan ketentuan BI, maka
investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo pokok
investasi yang belum terbayar.
Penyisihan yang harus dibentuk: 100% x 700.000 = 700.000
Penyisihan yang telah dibentuk pada 31 Januari 2009 = (10.000)
Kekurangan penyisihan adalah = 690.000

3. Jurnal penyisihan penghapusan


Sesuai dengan ketentuan BI, kualitas investasi atau tingkat kolektibilitas ditentukan pada
akhir bulan. Maka pada tanggal 31 Mei 2009, bank mengakui adanya biaya penyisihan
penghapusan dengan jurnal sbg berikut.

Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi asset adalah
Pembiayaan musyarakah = 700.000
Penyisihan penghapusan = (700.000)
Pembiayaan musyarakah net = 0

4. Jurnal penghapusbukuan
Sebagai perusahaan berbadan hukum, bank melakukan penghapusbukuan atas investasi
ini sesuai prosedur, misalkan melalui RUPS. Disepakati bahwa hapus buku dilakukan 12
bulan kemudian, setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2009. Hapus buku dilakukan pada
tanggal 31 Mei 2010. Maka jurnal penghapusbukuan pembiayaan musyarakah menurun
adalah sebagai berikut.

5. Jurnal penerimaan kembali investasi yang telah dihapus buku


Misalkan pada tanggal 1 juni 2010, nasabah dengan itikad baik melakukan angsuran pokok
investasi. Hal ini dikarenakan kerugian pembiayaan musyarakah menurun terjadi akibat
kelalaian nasabah. Sesuai kemampuan arus kas nya, maka nasabah mengangsur 300.000.
Jurnal atas penerimaan angsuran atas investasi yang telah dihapus buku

Anda mungkin juga menyukai