Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“OTONOMI DAERAH DI INDONESIA”

Oleh

Ayub Rihi (2006020016)

Juniarto siokain (2006020030)

Kelas/Semester: C/II

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK


UNIVERSITAS

NUSA CENDANA KUPANG


2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak
nikmatnya kepada kami sehingga atas berkat dan rahmat serta karunia-Nyalah kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang “Otonomi Daerah Di Indonesia” ini sesuai dengan waktu
yang kami rencanakan.

Terimakasih kami sampaikan juga kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan tugas ini, sehingga saya menjadi lebih
mengerti dan memahami tentang Otonomi Daerah Di Indonesia, tak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini baik
mendukung secara moril maupun materil.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah
penddikan kewarganegaraan di Universitas Nusa Cendana Kupang. Penyusunan makalah ini
tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun.

Namun, hanya lebih pendekatan pada study banding atau membandingkan beberapa
materi yang sama dari berbagai referensi. Dan semoga bisa memberi tambahan pengetahuan bagi
kita semua.

Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Kupang, 25 Februari 2021


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR................................................................................................. I

DAFTAR ISI............................................................................................................... Ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otonomi Daerah Di Indonesia………………………………………………… 3


2.1.1 Kaitan Wawasan Nusantara Dengan Otonomi Daerah………………………
2.1.2 Otonomi Daerah Diindonesia………………………………………………….
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 13

3.2 Saran...................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang-Undang (UU) Nomor


22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang secara praktis efektif
dilaksanakan sejak 1 Januari 2001 (Abdullah, 2002:5). Kedua Undang-Undang ini membawa
angin segar bagi pengembangan otonomi daerah dengan membawa perubahan mendasar pada
pola hubungan antar pemerintah dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2002:5)
dengan diberlakukannya otonomi daerah maka tugasdan tanggung jawab yang diemban oleh
pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah-daerah akan semakin banyak
(Kaloh, 2002:125-128).

Dalam hal ini pembangunan perekonomian daerah, peranan pemerintah dapat dikaji dari
sisi anggaran pendapatan dan belanja daerah. APBD merupakan instrumen kebijakan yang
dijalankan pemerintah daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan. Instrumen ini
diharapkan berfungsi sebagai salah satu pemicu tumbuhnya perekonomian (Abdullah, 2002:5)

Otonomi Daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999 ini adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian,pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui kebutuhan dan kondisi daerah serta
keinginan masyarakat di daerah masing-masing dibandingkan denganpemerintah pusat.
Pemerintah daerah juga diharapkan dapat merealisasikan pendapatan yang mereka punya dengan
membelanjakan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah masing-masing.

Reformasi terhadap Otonomi Daerah ditandai dengan kebijakan keuangan negara melalui
penetapan tiga peraturan di bidang keuangan negara. Ketiga peraturan tersebut adalah UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang semakin mendukung bagi anggaran
pemerintah daerah berbasis kinerja yang sebelumnya sudah di atur dalam PP No. 105 tahun 2000
dan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 yang mengatur aturan berbasis kinerja.
Implikasi penting dari anggaran berbasis kinerja ini adalah prestasi dari setiap daerah
dalam pengelolaan keuangan di ukur dari seberapa cepat pencapaian sasaran-sasaran pemerintah
daerah dalam menggali potensi sumber-sumber pendapatan daerah.

Proses selanjutnya Otonomi Daerah di Indonesia digantinya UU No. 22 Tahun 1999 dan
UU No. 25 Tahun 1999 masing-masing digantikan oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Otonomi Daerah menurut undang-undang ini adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadap mekanisme


pemerintahan Negara Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah sulitnya koordinasi oleh
pemerintah pusat ke pemerintahan yang ada di daerah. Dengan keadaan itu maka diperlukan
suatu sistem pemerintahan yang berjalan secara efektif dan efisien untuk memudahkan
pengaturan atau penataan pemerintahan. Tentunya penyelenggaraannya harus tetap terawasi dari
pusat. Oleh karena itu, Indonesia menerapkan prinsip desentralisasi yang dikenal sebagai
otonomi daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 1tentang Pemerintahan Daerah, pada


setiap daerah otonom harus membentuk pemerintahan daerah yaitu penyelenggaraan pemerintah
daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Pemerintah
daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah.

Otonomi daerah merupakan jenis penyelenggaraan pemerintahan yang tepat bagi


Indonesia yang memiliki banyak sekali perbedaan. Otonomi daerah akan berdampak baik dalam
memperlancar penyelenggaraan pemerintahan, mempercepat pelaksanaan pembangunan dan
mendorong integrasi nasional serta mampu mempercepat laju pertumbuhan masyarakat di daerah
dalam berbagai bidang. Namun penyelenggaraan otonomi daerah tetap harus berada di bawah
pengawasan pemerintah pusat.

Dilihat dari sudut pandang geopolitik, Indonesia termasuk dalam wilayah strategis karena
berada di antara dua benua dan dua samudera. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang sangat
menguntungkan namun juga dapat merugikan bagi wilayah Indonesia. Oleh karena itu, peranan
geopolitik Indonesia sebagai wawasan nusantara sangat dibutuhkan sehingga nantinya
penyelenggaraan otonomi daerah pun harus tetap mengacu kepada wawasan nusantara.

Dalam perkembangannya, konsep wawasan nusantara berkembang sebagai nilai doktrin


dan dijadikan sebagai wawasan nasional. Wawasan nasional ini menjadi cara pandang bangsa
Indonesia untuk mengenal diri dan lingkungannya untuk mempertahankan identitas khas
bangsanya. Persatuan dan kesatuan menjadi hal utama dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Oleh karena itu, wawasan nusantara perlu diterapkan dalam sistem pemerintahan dengan
memperhatikan aspirasi masyarakat dalam berbagai aspek dan bidang, termasuk mewujudkan
otonomi daerah yang luas dan nyata kepada daerah.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Kaitan Wawasan Nusantara Dengan Otonomi Daerah

1.2.2 Bagaimana Otonomi Daerah Di Indonesia

1.3 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.3.1 Untuk mengetahui regulasi/pengaturan tentang otonomi daerah di Indonesia.

1.3.2 Untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai pengertian dari otonomi daerah dan
wawasan nusantara.

1.3.3 Untuk memberikan analisa mengenai keterkaitan antara otonomi daerah dengan wawasan
nusantara.

1.3.4 Untuk mengetahui otonomi daerah di Indonesia


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kaitan Wawasan Nusantara Dengan Otonomi Daerah

2.1.1 Otonomi Daerah

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:992), otonomi adalah pola


pemerintahan sendiri. Sedangkan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah, definisi otonomi daerah adalah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”.

Selain itu menurut (Hanif Nurcholis, 2007:30), otonomi daerah adalah hak penduduk
yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan
mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati peraturan perundangan yang berlaku.

Pada UUD 1945 juga menyatakan secara jelas bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945). Pemerintahan
daerah sendiri adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas perbantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan penyelenggaraan otonomi seluas-luasnya
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Daerah yang melakukan otonomi daerah disebut dengan daerah otonom. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah juga mendefinisikan daerah otonom adalah sebagai
berikut: “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Contoh dari daerah otonom (localself-government) adalah kabupaten dan kota.


Pemerintahan otonomi daerah terdiri dari pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas
pemerintah daerah provinsi (kepala daerah dan perangkat daerah) dan DPRD provinsi serta
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota (kepala
daerah dan perangkat daerah) dan DPRD kabupaten/kota.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo(2002:46) adalah


untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya
terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan sumber daya daerah, serta memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


menyatakan bahwa kabupaten dan kota berdasarkan pada asas desentralisasi. Dengan
digunakannya asas desentralisasi pada kabupaten dan kota, maka kedua daerah tersebut menjadi
daerah otonom penuh (Hanif Nurcholis, 2007:29).

Dalam konteks negara kesatuan, hubungan kewenangan antara pusat dan daerah di
Indonesia berdasarkan pada tiga pola, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind/tugas
perbantuan (Noer Fauzi dan R.YandoZakaria, 2000:11). Pertama, desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Bagir Manan (2001:174), desentralisasi
mengandung segi positif dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik dari sudut politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Maka, desentralisasi dapat dikatakan sebagai
penyerahan wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari institusi/lembaga/pejabat yang lebih
tinggi kepada institusi/lembaga/pejabat bawahannya sehingga yang diserahkan atau dilimpahkan
wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tersebut (Noer Fauzi dan
R.Yando Zakaria, 11).
Selanjutnya, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan kepada
daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan dan lembaga yang melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah
kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan
keputusan. Terjadinya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepadapejabat-pejabat atau
aparatnya karena untuk melaksanakan wewenang tertentu dilakukan dalam rangka
menyelenggarakan urusan pemerintah pusat di daerah. Hal tersebut disebabkan pejabat-pejabat
atau aparatnya merupakan wakil pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan. (Noer Fauzi dan

R.Yando Zakaria, 2000:11).

Terakhir adalah tugas perbantuan (medebewind) adalah keikutsertaan pemerintah daerah


untuk melaksanakan urusan pemerintah yang kewenangannya lebih luas dan lebih tinggi di
daerah tersebut. Tugas perbantuan adalah salah satu wujud dekonsentrasi, akan tetapi pemerintah

tidak membentuk badan sendiri terhadap hal tersebut yang tersusun secara vertikal.

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus


sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas perbantuan. Urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi: politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi (peradilan), moneter dan fiskal nasional serta agama. Sedangkan, urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;


7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

9. Sebagai pihak yang memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
termasuk lintas kabupaten/kota;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota ; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sedangkan, urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan


pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan .
Sementara itu, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan;
7. Penanggulangan masalah sosial;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan


yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

2.1.2. Peraturan tentang Otonomi Daerah

Beberapa peraturan terkait dengan otonomi daerah, antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada UUD RI 1945 juga menyatakan secara jelas bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah (Pasal 18 UUD 1945). Pemerintahan
daerah sendiri adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas perbantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Definisi otonomi daerah adalah sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

3. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Menyatakan tentang penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan dengan


kewenangan yang luas dan bertanggung jawab kepada daerah.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000tentang Kewenangan


Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Pada peraturan tersebut menjelaskan tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan


provinsi dalam berbagai bidang pemerintahan.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.

Pada peraturan tersebut menjelaskan tentang pembagian yang jelas antara urusan
pemerintahan pada Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.

6. Dan peraturan-peraturan terkait lainnya.

2.1.3. Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara merupakan penerapan dari strategi geopolitik. Istilah geopolitik


semula diartikan oleh Frederic Ratzel (18441904) sebagai ilmu bumi politik
(PoliticalGeography). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik
Swedia, RudolphKjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi
GeographicalPolitic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dua istilah di atas terletak pada
titik perhatian dan tekanannya, pada bidang geografi atau politik. Ilmu bumi politik
(PoliticalGeography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik
mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan
dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-
prinsip dalam geopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional. Geopolitik secara
etimologi berasal dari kata geo (Bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup.
Sedangkan, politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri atau
negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna kepentingan umum warga negara suatu
bangsa (Sunarso, 2006: 195)

Pandangan geopolitik dari bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan
dan kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia
menolak segala bentuk penjajahan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan.

Sedangkan, latar belakang muculnya konsep wawasan nusantara adalah arakteristik


wilayah nusantara sebagai suatu wilayah negara yang berasaskan negara kepulauan. Konsep
negara kepulauan pada awalnya dianggap asing oleh kebanyakan negara di dunia ini, namun
melalui usaha yang gigih dan konsisten, pada akhirnya konsepsi negara kepulauan diakui oleh
banyak negara dalam Konvensi Hukum Laut Internasional diakui sebagai bagian ciri khas
tersendiri dari yurisdiksi suatu negara, meliputi laut teritorial, perairan pedalaman, ZEE dan
landas kontinen. Selain itu pemikiranwawasan nusantara juga didapat dari aspek sejarah
perjuangan bangsa, aspek filosofis dari Pancasila sebagai ideologi negara serta jati diri bangsa
Indonesia.Istilah wawasan berasal dari kata „wawas‟ yang berarti pandangan, tinjauan, atau
penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata „mawas‟ yang berarti memandang, meninjau
atau melihat.

Sedangkan, istilah nusantara berasal dari kata „nusa‟ yang berarti diapit diantara dua hal.
Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-
pulau Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia, serta diantara
Benua Asia dan Benua Australia. Secara umum,wawasan nasional berarti cara pandang suatu
bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu
sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita
nasionalnya.

Sedangkan, wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri
dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan
geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-
cita nasionalnya.Wawasan nusantara dapat dikategorisasikan ke dalam tiga unsurpenting
wawasan nusantara, yaitu unsur wadah, unsur isi dan tata laku. Wawasan nusantara sebagai
wadah meliputi wujud wilayah, tata inti organisasi, dan tata kelengkapan organisasi.

Sedangkan, isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia


Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang
terpadu.Terakhir, tata laku wawasan nusantara yang mencakup dua segi, yaitu batiniah dan
lahiriah. Tata laku batiniah berdasarkan falsafah bangsa yang membentuk sikap mental bangsa
yang memilki kekuatan batin. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti
kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengadilan.

2.2 Otonomi Daerah Di Indonesia

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom


untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang
berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak
akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar
1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di
bidang ketatanegaraan.

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia
berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian
kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar
pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga
risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah
yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:

1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi objektif di
daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar
pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penyelenggaraan otonomi daerah dapat memberikan pengaruh atau dampak bagi tanah air. Tidak
hanya berdampak positif namun juga masih ada kemungkinan timbulnya dampak negatif.
Apabila setiap daerah dapat dengan mandiri mengembangkan serta membudidayakan seluruh
potensi daerahnya secara maksimal dan mendapat hasil, tentunya hal itu dapat mendukung
terselenggaranya pembangunan Indonesia yang semakin baik. Namun, di samping itu juga
terdapat kemungkinan timbulnya kecemburuan antar daerah apabila mempunyai kesenjangan
ekonomi atau sumber daya yang cukup signifikan. Kecemburuan yang menyebabkan perpecahan
dapat menghambat peningkatan atau penyelenggaraan pemerintahan Indonesia secara
keseluruhan karena hal itu tidak pernah terlepas dari peran serta daerah.Sudah pasti hal itu
bertentangan dengan konsep wawasan nusantara yang mengutamakan kesatuan dan persatuan
untuk mencapai tujuan nasional.

4.2. Saran

Demi terselenggaranya otonomi daerah yang baik untuk mendukung pembangunan


pemerintahan Indonesia yang baik pula, harus dilakukan melalui koordinasi yang seimbang
antara pemerintah pusat dan daerah. Pengawasan dari pemerintah pusat secara berkala dan
terarah tentu sangat diperlukan. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah daerah juga

harus memperhatikan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam
peraturan agar nantinya dapat berjalan dengan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai