Anda di halaman 1dari 9

Nursing_Academy

Selamat Datang........

Friday, September 30, 2011

EVALUASI KINERJA DALAM KEPERAWATAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan
masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan
bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara
umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat.

Evaluasi merupakan bagian penting dari administrasi yang efektif dalam suatu organisasi. Hal ini
suatu proses bantuan kepada staf untuk mencapai tujuan organisasi. Hasil yang diharapkan dikaitkan
dengan standar yang digunakan dalam pelayanan kesehatan akan bermakna apabila tujuan dapat
dicapai dengan hasil yang baik. Hasil tersebut sangat tergantung pada kualitas kinerja yang ditampilkan
oleh klinisi, termasuk perawat dan bidan. Oleh sebab itu salah satu bagian yang penting dalam proses
manajemen adalah melakukan monitoring untuk mengetahui bagaimana perawat dan bidan melakukan
pekerjaannya.

Dalam melakukan monitoring kinerja perawat dan bidan, perlu ada seorang koordinator untuk
perawat dan koordinator untuk bidan. Dengan demikian diharapkan kinerja perawat dan bidan dapat
dipertanggungjawabkan dan segera diketahui bila terjadi penyimpangan, namun keputusan harus dibuat
berdasarkan informasi yang lengkap. Hasil monitoring ini harus dilaporkan dan bila terdapat
penyimpangan segera ditindaklanjuti tetapi sebaliknya bila terdapat peningkatan kinerja perlu diberikan
penghargaan. Monitoring merupakan bagian dari evaluasi yang dilakukan dalam proses
kegiatan/evaluasi formatif. Sedangkan evaluasi selain berisi monitoring juga melihat kembali kegiatan
yang dilakukan secara keseluruhan/evaluasi sumatif.

Perubahan yang begitu cepat dalam pelayanan kesehatan, peningkatan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan dan keterbatasan sumber daya, telah mendorong kearah tersedianya pelayanan yang
berkualitas dengan melaksanakan sesuatu yang benar pada saat yang tepat dengan upaya yang sesuai.
Prinsip ini perlu diterapkan sehingga diperlukan adanya jaminan mutu, standar, indikator kinerja, uraian
tugas serta sistem monitoring dan evaluasi yang berdasarkan standar dan kebutuhan pelayanan.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep evaluasi kinerja.

1.2 Tujuan

Pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah manajemen
keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Evaluasi

World Health Organization (WHO) merumuskan evaluasi sebagai suatu proses dari pengumpulan
dan analisis informasi mengenai efektivitas dan dampak suatu program dalam tahap tertentu sebagai
bagian atau keseluruhan dan juga mengkaji pencapaian program. Definisi lain dikemukakan oleh
Swansburg (1996) yang menyatakan bahwa evaluasi kinerja adalah suatu proses pengendalian dimana
kinerja pegawai dievaluasi berdasarkan standar.

Evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data menganalisis informasi tentang efektifitas dan dampak
dari suatu tahap atau keseluruhan program . Evaluasi juga termasuk menilai pencapaian program dan
mendeteksi serta menyelesaikan masalah dan merencanakan kegiatan yang akan datang(WHO). Evaluasi
adalah proses pemberian informasi untuk membantu membuat keputusan tentang objek yang akan
dievaluasi

Banyak orang berfikir bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan di akhir suatu
program/proyek dan itu tidak membutuhkan pikiran yang serius , pendapat ini adalah suatu hal yang
salah karena evaluasi membutuhkan perencanaan sebelum mengerjakan suatu program /proyek dan
termasuk evaluasi formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama program atau kegiatan berlangsung dan ini
dikaitkan dengan proses monitoring.Informasi yang diperoleh dari monitoring memungkinkan untuk
dapat membuat dan menetapkan tentang bagaimana program tersebut dapat berjalan atau bagaimana
sebaiknya proses untuk mencapai tujuan; contoh monitoring dari suatu pencapaian artinya bahwa anda
dapat terus menerus mengkaji ulang kemajuan dan mengidentifikasi sesuatu untuk menyakinkan bahwa
hal itu realistik dan dapat dicapai dan dimodifikasi atau bila perlu memperbaikinya sementara program
masih berjalan.

2.2 Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi adalah :

1. Menentukan kompetensi pekerjaan.

2. Meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong hubungan yang baik diantara pegawai
(perawat dan bidan).

3. Menghargai pengembangan staf dan memotivasi pegawai kearah pencapaian kualitas yang tinggi.

4. Menggiatkan konseling dan bimbingan dari manajer.

5. Memilih perawat dan bidan berkualitas untuk pengembangan dan peningkatan gaji.

6. Mengidentifikasi ketidakpuasan pegawai.

Secara umum Sistem Manajemen Kinerja Klinis memberi kerangka kerja pengembangan program
melalui; kinerja yang disadari (performance awareness), pengukuran kinerja (performance
measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement).

2.3 Pengertian Kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar
banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum, dan dibawah ini disajikan beberapa
diantaranya:

1. Kinerja: adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau
kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).

2. Kinerja: Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991)

3. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan
pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)

4. Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)
Kinerja mengandung dua komponen penting yaitu:

1. Kompetensi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan


tingkat kinerjanya.

2. Produktifitas: kompetensi tersebut diatas dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan-
kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome).

Dari berbagai pengertian tersebut diatas, pada dasarnya kinerja menekankan apa yang
dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come). Bila disimak lebih lanjut
apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put
menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu,
bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar
yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil,
maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.

Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain :

1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan
demografi seseorang.

2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja

3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan


(reward system).

2.4 Tujuan kinerja

1. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya.
Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.

2. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi
pribadi.

3. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan,


sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.

2.5 Kinerja Klinis

Pengembangan dan managemen kinerja pada dasarnya sebuah proses dalam managemen
sumber daya manusia. Implikasi dari kata "manajemen" berarti proses diawali dengan penetapan tujuan
dan berakhir dengan evaluasi. Kata "klinis" menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan berada
pada tatanan pelayanan langsung kepada asuhan pasen.
Secara garis besar ada lima kegiatan utama yaitu:

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh seorang perawat/bidan dan
disepakati oleh atasannya. Rumusan ini mencakup kegiatan yang dituntut untuk memberikan kontribusi
berupa hasil kerja (outcome).

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu,
termasuk penetapan standar prestasi dan tolak ukurnya.

3. Melakukan "monitoring", koreksi, memfasilitasi serta memberi kesempatan untuk perbaikan.

4. Menilai prestasi perawat/bidan tersebut dengan cara membandingkan prestasi aktual dengan
standar yang telah ditetapkan.

5. Memberikan umpan balik kepada perawat/bidan yang dinilai berhubungan dengan seluruh
hasil penilaian. Pada kesempatan tersebut atasan dan staf mendiskusikan kelemahan dan cara
perbaikannya untuk meningkatkan prestasi berikutnya.

2.6 Metode Evaluasi Kinerja

Dalam tatanan klinik dapat digunakan metoda evaluasi yang bervariasi. Manajer atau supervisor harus
mempertimbangkan tujuan dari evaluasi kinerja klinis, kemampuan bekerja yang akan dievaluasi. Ini
berarti harus jelas deskripsi pekerjaan dan kegiatan yang didasarkan pada standar setiap posisi klinis.

Menegakkan indikator evaluasi harus mencerminkan deskripsi pekerjaan yang harus mereka lakukan
dan harus sederhana, khusus dan jelas. Penilaian kinerja klinis dapat menggunakan tehnik kualitatif
untuk mengukur kompetensi pekerjaan di bagian khusus. Susunan indikator harus dikembangkan
berdasarkan kekhususan fungsi dan tugas dan itu juga digunakan untuk mengukur proses dari outcomes
kilnis. Metoda evaluasi kinerja bervariasi seperti:

a. Catatan Anecdotal

Catatan Anecdotal adalah catatan individu berdasarkan peristiwa, kegiatan klinik dan hasil serta masalah
yang terjadi pada pegawai yang bersangkutan. Setiap pegawai mempunyai catatan/buku anecdotal. Isu
yang dicatat akan dibahas antara manajer atau supervisor dengan pegawai/staf yang bersangkutan dan
ditandatangani oleh pegawai dan supervisor. Walaupun catatan anecdotal memberi satu arti sistematis
untuk pencatatan observasi, mereka tidak dapat menjamin bahwa observasi akan dibuat sistematis atau
khusus terhadap perilaku yang relevan diobservasi. Hal ini memerlukan pertimbangan waktu pencatat
observasi. Dokumen anecdotal disimpan oleh manajer, dan menulis laporan rekapitulasi serta
mengirim laporan anecdotal kepada seksi keperawatan dan kebidanan di rumah sakit / koordinator di
Puskesmas.
b. Penilaian Diri Sendiri

Penilaian diri sendiri adalah metoda lain untuk evaluasi kinerja dan sedikit digunakan dilapangan.
Masalah penilaian diri sendiri bagi pelaksana sama dengan penilaian supervisor dimana membutuhkan
suatu pelatihan dalam menilai diri sendiri. Mereka menjadi terbiasa untuk setiap posisi klinik.

Pertanyaan yang akan memfasilitasi penilaian diri sendiri adalah:

§ Pikirkan siapa yang lebih efektif untuk menilai?

§ Perilaku dan hasil apa yang dapat mendukung pilihan?

§ Pikirkan perilaku dan hasil yang membuat anda bicara dengan diri anda sendiri “Akankah menjadi
lebih baik bila setiap orang mengerjakannya ?

§ Kebiasaan apakah dari pekerjaan yang berkaitan dengan tugas untuk dinilai?

§ Bagaimana perbedaan dari orang berpenampilan rata-rata dengan orang yang sempurna?

c. Check List

Check List dapat mengkaji kategori kehadiran atau absen, atau karakteristik yang diharapkan atau
perilaku. Check list harus digunakan untuk variabel nyata seperti inventaris perlengkapan. Metoda ini
dapat pula digunakan untuk evaluasi ketrampilan keperawatan atau kebidanan klinis dan disarankan
untuk mencatat perilaku esensial dalam keberhasilan kinerja.

d. Peer Review

Peer Review adalah proses evaluasi diantara teman sekerja dan seprofesi dengan kemampuan yang
sama praktek. Mereka secara kritis mereview praktek sejawatnya dengan menggunakan standar kinerja
yang baku. Ini adalah self-regulation dan mendukung prinsip autonomi. Peer review terdiri dari sejawat
yang memeriksa tujuan asuhan langsung dari sejawatnya dengan standar yang khusus, indicator kritis
dari asuhan yang ditulis oleh sejawat. Tujuan peer review adalh untuk mengukur akontabilitas, evaluasi
dan meningkatkan pemberian asuhan, identifikasi kekuatan dan kelemahan, mengembangkan policy
yang baru atau diubah.

Umumnya sistem manajemen kinerja klinis adalah untuk memberi kerangka kerja pengembangan
program melalui kinerja yang disadari ( performance awareness),pengukuran kinerja( performance
measurement) dan peningkatan kinerja (performance improvement). Pengembangan kinerja klinis
keperawatan dan kebidanan tidak dapat dipisahkan dari upaya pengembangan sumber daya
manusianya yaitu perawat dan bidan itu sendiri. Pengembangan diri secara terus menerus dapat
dilakukan dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, melalui pelatihan (training) dan
dapat juga dilakukan melalui refleksi diskusi kasus (RDK). RDK dapat dikategorikan sebagai suatu “in-
service training” untuk selalu mengembangkan kemampuan dan dapat dipakai sebagai salah satu
indikator pengembangan staf.
2.7 Outcomes Evaluasi

Ada 3 komponen outcomes evaluasi dalam organisasi, yaitu :

1. Clinical outcomes

Clinical outcomes berfokus pada penilaian proses asuhan sebagai perkembangan pasen melalui suatu
sistem yang luas dan spesifik. Umumnya penilaian harus memenuhi outcomes yang mungkin dapat
diterapkan dalam pelayanan. Contoh indikator clinical outcomes adalah :

a. Angka infeksi. Outcome yang diharapkan harus bermakna seperti penurunan infeksi nasokomial
menjadi nol.

b. Pasen jatuh/kecelakaan. Outcome yang diharapkan nol, berarti pasen harus sering diobservasi
terutama pada pasen yang siap ambulansi.

2. Administrative outcomes

Outcomes ini khusus berkaitan dengan organisasi sebagai keseluruhan dan mempengaruhi sistem
kepegawaian, staf, dokter dan alur bawah organisasi. Dasar pengukuran indikator dalam sistem
pelayanan kesehatan adalah implikasi dari organisasi seperti :

1. Kepuasan pegawai. Ini merupakan indikator kritis dari outcome untuk keberhasilan program dan
asuhan pasen. Sistem ini harus meningkatkan kualitas lingkungan kerja pegawai meskipun
membutuhkan waktu. Sistem yang lebih efektif dan efisien didasarkan pada filosofi kerja kelompok dan
asuhan yang berfokus pada pasen. Mengukur kepuasan pegawai harus dikaji atas peratuaran yang
mendasar.

2. Analisis budaya dan suasana organisasi. Suatu perencanaan yang baik dan efektif dirancang dengan
proses keseinambungan. Patokan kasus umum memberi implikasi positif baik terhadap budaya maupun
suasana organisasi. Budaya membangun “spirit kelompok” dengan berfokus pada pasen dan proses. Ini
adalah nilai nyata adanya pendidikan dimana belajar menghargai diantara sesama staf, dokter dan
manajemen. Transformasi suasana ke dalam lingkungan ini menumbuhkan autonomi staf, mendorong,
menghargai kreativitas dan inovasi, mendukung kemampuan manajerial dan suatu kebersamaan
diantara anggota kelompok.

3. Service/delivery outcomes

Ada satu komponen tetap dari indikator pelayanan dasar yang dapat dievaluasi dan langsung menilai
outcomes. Indikator outcomes pelayanan sedikit dan lebih sederhana, antara lain :

a. Kepuasan pasien. Banyak metoda dan alat yang cocok untuk menilai kepuasan pasen yang akurat
sebagai indikator kritis. Kegagalan mendengar dan menanggapi persepsi pasen dalam sistem pemberian
asuhan akan mengakibatkan ancaman kegagalan dari organisasi. Data yang berkaitan dengan kepuasan
pasen harus disampaikan kepada semua staf secara regular, hanya outcomes terbaik memberikan
“inovasi” lebih jauh untuk meningkatkan kinerja . Penilaian yang kurang akan memberi dampak kepada
organisasi.

b. Lamanya menunggu (Respone Time). Adalah indikator pelayanan yang sempurna untuk menilai
efektivitas sistem. Suatu birokrasi yang kompleks, lamban, aturan sistem menghasilkan keterlambatan
pemasaran. Pasen sensitif terhadap keterlambatan dan keterbelakangan yang menimbulkan kesan
negatif terhadap organisasi berdasarkan pengalaman dalam proses sewaktu masuk ke rumah sakit.

Evaluasi data penyimpangan kinerja adalah satu bagian penting dalam peningkatan kinerja. Ada dua
jenis penyimpangan. Pertama, penyebab umum terjadinya penyimpangan yang erat kaitannya dengan
penyimpangan minor yang terjadi dalam satu organisasi pelayanan kesehatan, tanpa memperdulikan
sistem yang telah mapan. Penyebab umum terjadi penyimpangan mungkin juga termasuk
penyimpangan minor dalam penampilan kinerja staf, dimana prosedur yang tidak jelas dan keterbatasan
peralatan.

Oleh karena itu, keterbatasan sumber untuk mendeteksi penyebab setiap penyimpangan minor dapat
ditoleransi. Kedua, penyebab khusus terjadinya penyimpangan, mungkin termasuk kesalahan pegawai,
kurangnya pengetahuan dalam menjabarkan peralatan. Target indikator adalah menggunakan deviasi
standar untuk mengidentifikasi penyebab penyimpangan tertentu yang dapat mentoleransi fluktuasi
penyebab umum. Penyebab khusus terjadinya penyimpangan biasanya mudah dikoreksi dari pada
penyebab umum terjadinya penyimpangan. Sebagai contoh; Keharusan mencuci tangan secara rutin
mungkin ditingkatkan dengan drastis, apabila staf sadar dan menerima bahwa praktek cuci tangan akan
di evaluasi. Rencana tindakan adalah kunci untuk menghilangkan penyebab khusus terjadi
penyimpangan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mengukur kinerja perawat dan bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis merupakan
suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini akan memberikan kesempatan
bagi staf perawat dan bidan untuk melakukan "self assessment“ sehingga dapat mengetahui tingkat
kemampuannya, dan berusaha untuk memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas
individu-individu akan memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang
bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator kunci akan
memberikan kesempatan kepada manager dan staf untuk melakukan komunikasi interpersonal yang
efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi dan perbaikan yang mengarah pada
perbaikan kinerja dan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan.

Evaluasi merupakan bagian penting dalam manajemen kinerja klinis perawat dan bidan dalam rangka
meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan dan disisi lain
meningkatkan kualitas kesehatan pasen. Temuan monitoring di"feedback"kan kepada staf untuk
diketahui seberapa jauh pencapaian kinerjanya. Manajer menggali penyebab masalah dan
merencanakan monitoring sebagai tindak lanjut untuk perbaikan. Hasil monitoring dilaporkan kepada
pimpinan untuk dipergunakan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

DR. Achmad S. Ruky. 2001. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia.

WHO dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. 1998. Petunjuk Pelaksanaan
Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta.

cahyono at 10:06 AM

No comments:

Post a Comment

Home

View web version

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai